Anda di halaman 1dari 16

RESUM AGENDA 2

1 MODUL AKUNTABEL
.

Peribahasa ‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk


memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang
lebih cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep
sedekah dari sisi penerima layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu,
semua pihak sepakat, menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak
selama puluhan tahun.
Tugas berat Anda sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut
berpartisipasi dalam proses menjaga dan meningkatkan kualitas layanan tersebut.
Karena, bisa jadi, secara aturan dan payung hukum sudah memadai, namun,
secara pola pikir dan mental, harus diakui, masih butuh usaha keras dan
komitment yang ekstra kuat.
Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021,
“Bangga Melayani Bangsa”, menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan
layanan publik. Namun, Mental dan Pola Pikir berada di domain pribadi,
individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan memberikan dampak
sistemik. Ketika perilaku koruptif yang negatif bisa memberikan dampak sistemik
seperti sekarang ini, sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa
memberikan dampak serupa.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
a. Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
b. Untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran
konstitusional);
c. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan
responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep
tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban
pertanggungjawaban yang harus dicapai.
Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu
akuntabilitas adalah sebuah hubungan, akuntabilitas berorientasi pada hasil,
akuntabilitas membutuhkan adanya
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli
administrasi negara sebagai dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari
seorang pelayan publik. Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai dasar
seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah
nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap amanah yang
diembankan kepada setiap pegawai atau pejabat negara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri.
Mekanisme ini dapat diartikan secara berbeda- beda dari setiap anggota organisasi
hingga membentuk perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme
akuntabilitas organisasi, antara lain sistem penilaian kinerja, sistem akuntansi,
sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun software
untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau website yang
dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja
yang akuntabel adalah:
1) kepemimpinan,
2) transparansi,
3) integritas,
4) tanggung jawab (responsibilitas),
5) keadilan,
6) kepercayaan,
7) keseimbangan,
8) kejelasan, dan
9) konsistensi.
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel,
maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu Akuntabilitas
kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program, dan
Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat
membantu pembangunan budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja.
Akuntabilias dan integritas dapat menjadi faktor yang kuat dalam membangun
pola pikir dan budaya antikorupsi.
 Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada
berbagai sektor dan urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting
yang berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan transparansi tata kelola
keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).
 Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan
yang baik untuk publik. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi
etika birokrasi yang berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Etika pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan yang harus
dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokrat untuk menyelenggarakan
pelayanan yang baik untuk publik. Buruknya sikap aparat sangat berkaitan
dengan etika.
 Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber
daya lembaga termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk
keuntungan pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang
untuk membantu diri sendiri dan /atau orang lain).
 Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat
mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik
Kepentingan:
 Penyusunan Kerangka Kebijakan,
 Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
 Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
 Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.

2 MODUL AKUNTABEL
.

SMART ASN, yaitu ASN yang memiliki kemampuan dan karakter meliputi:
integritas, profesinal, hospitality, networking, enterprenership, berwawasan
global, dan penguasaan IT dan Bahasa asing.
Metode Pembelajaran :
 Proses pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran orang
dewasa (andragogy).
 Metode: ceramah, diskusi, penugasan mandiri dan penugasan kelompok,
dan pembahasan studi kasus serta Rencana Tindak Lanjut.
 Pemaparan Rencana Tindak Lanjut mewujudkan nilai Kompeten.
 Evaluasi kepada peserta berasal dari penilaian sikap perilaku, hasil tugas
individu dan tugas kelompok dan Rencana Tindak Lanjut mewujudkan
nilai Kompeten dan sumber lainnya yang diberikan.

Kebijakan Pembangunan Nasioanl


Misi Pembangunan yang dikenal sebagai Nawacita Kedua,
yaitu:
 peningkatan kualitas manusia Indonesia;
 struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
 pembangunan yang merata dan berkeadilan;
 mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
 kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;
 penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
 perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada setiap
warga;
 pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya; dan
 sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan

 Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis,


karakter dan tuntutan keahlian baru.
 Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai
kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih lambat, dibandikan dengan
tawaran perubahan teknologi itu sendiri.
 Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai berikut:
Berorientasi Pelayanan:
 Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
 Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
 Melakukan perbaikan tiada henti. Akuntabel:
 Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin
dan berintegritas tinggi;
 Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efesien
Kompeten:
 Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab tantangan yang selalu
berubah;
 Membantu orang lain belajar;
 Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik. Harmonis:
 Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
 Suka mendorong orang lain;
 Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
Loyal:
 Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta pemerintahan yang sah;
 Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan negara;
 Menjaga rahasia jabatan dan negara. Adaptif:
 Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
 Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
 Bertindak proaktif.
Kolaboratif:
 Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
 Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan bersama nilai tambah;
 Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan bersama.

1. Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek


pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi,
dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan yang diskriminatif,
seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya
yang bersifat subyektif
2. Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan menghasilkan
karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy), yang
dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin
berkualitas dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien
3. Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN
dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan
karakterisktik tersebut meliputi: integritas, nasionalisme,
profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality,
networking, dan entrepreneurship.

PENGEMBANGAN KOMPETENSI

1. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan


perilaku kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar
Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan
dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan;
3. Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku
yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau
mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan
kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi
oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan
peran, fungsi dan Jabatan.
4. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal,
baik untuk kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
5. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-
kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua
puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
6. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan
dengan peta nine box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan
pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.

PERILAKU KOMPETEN
1. Berkinerja yang BerAkhlak:
❑ Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja.
❑ Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai
pelayan publik.
❑ Perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku
BerAkhlak.
2. Meningkatkan kompetensi diri:
 Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang
selalu berubah adalah keniscayaan.
 Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi
atau disebut juga sebagai teori “net-centric”, merupakan
pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran utama dari
Internet.
 Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas
dalam basis online network.
 Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber
keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja
atau instansi tempat ASN bekerja atau tempat lain.
 Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks),
yang mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam
organisasi dan atau luar organisasi.
3. Membantu Orang Lain Belajar:
1) Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria
kantor termasuk morning tea/coffee sering kali menjadi ajang
transfer pengetahuan.
2) Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif
dalam “pasar pengetahuan” atau forum terbuka (Knowledge Fairs
and Open Forums).
3) Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang terkandung
dalam dokumen kerja seperti laporan,
di mana ia dapat dengan mudah disimpan dan diambil (Knowledge
Repositories).
4) Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access
and Transfer), dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert
network), pendokumentasian pengalamannya/pengetahuannya, dan
mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman (lessons
learned).
5) Melakukan kerja terbaik
 Pengetahuan menjadikarya: sejalan dengan
kecenderungan setiaporganisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan
berkembang melalui berbagai perubahan lingkungan dan
karya manusia.
 Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya
tidak dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting
dalam hidup seseorang.

4 MODUL HARMONIS
.

1. Tujuan Pembelajaran:
Peserta mampu menjelaskan keanekaragaman bangsa Indonesia serta
dampak, manfaat dan potensi disharmonis di dalamnya.
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya membawa dampak
terhadap kehidupan yang meliputi aspek aspek sebagai berikut:
 Kesenian
 Religi
 Sistem Pengetahuan
 Organisasi social
 Sistem ekonomi
 Sistem teknologi
 Bahasa.

❑ Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak manfaat juga


menjadi sebuah tantangan bahkan ancaman, karena dengan kebhinekaan
tersebut mudah menimbulkan perbedaan pendapat dan lepas kendali,
mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu
bisa menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau
persatuan dan kesatuan bangsa.
❑ Terbentuknya NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di nusantara
disadari pendiri bangsa dilandasi rasa persatuan Indonesia. Semboyan
bangsa yang dicantumkan dalam Lambang Negara yaitu Bhineka Tunggal
Ika merupakan perwujudan kesadaran persatuan berbangsa tersebut.
❑ Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana
nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan lain-lain
dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan kepedulian terhadap
kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk
mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang
teguh oleh sekelompok profesional tertentu. Oleh karena itu, dengan
diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara, perilaku pejabat publik
harus berubah,
 Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
 Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
 Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
❑ Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat penting
dalam suatu organisasi. Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif
juga berdampak bagi berbagai bentuk organisasi.
❑ Identifikasipotensi disharmonis dan analisis strategi dalam mewujudkan
susasana harmonis harus dapat diterapkan dalam kehidupan ASN di
lingkungan bekerja dan bermasyarak
5 MODUL LOYAL
.
Sistematika Modul Loyal ini adalah sebagai berikut
1. Konsep Loyal:
 Urgensi Loyalitas ASN
 Pengertian Loyal dan Loyalitas
 Loyal dalam Core Values ASN
 Membangun Perilaku Loyal
 Dalam Kontek Umum
 Memantapkan Wawasan Kebangsaan
 Meningkatkan Nasionalisme
Memantapkan Wawasan Kebangsaan

 Urgensi Loyalitas ASN


 Pengertian Loyal dan Loyalitas
 Loyal dalam Core Values ASN
Membangun Perilaku Loyal
Dalam Kontek Umum
 Memantapkan Wawasan Kebangsaan
 Meningkatkan Nasionalisme
2. Panduan Perilaku Loyal:
o Panduan Perilaku
Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Setia kepada NKRI serta Pemerintahan yang
Sah
Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan Negara
Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara
o Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara

3. Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah:


1) Komitmen pada Sumpah/Janji sebagai Wujud Loyalitas PNS
2) Penegakkan Disiplin sebagai Wujud Loyalitas PNS
3) Pelaksanaan Fungsi ASN sebagai Wujud Loyalitas PNS
4) Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak
terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain:
1. Taat peraturan
2. Bekerja dengan integritas
3. Tanggungjawab pada organisasi
4. Kemauan untuk bekerjasama
5. Rasa memiliki yang tinggi
6. Hubungan antar pribadi
7. Kesukaan terhadap pekerjaan
8. Keberanian mengutarakan ketidaksetujuan
9. Menjadi teladan bagi pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku:

1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah;
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku loyal
tersebut di atas diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Komitmen
2. Dedikasi
3. Kontribusi
4. Nasionalisme
5. Pengabdian
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap organisasi,
hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:

1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki


2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar para
ASN mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan lainnya dibutuhkan
langkah-langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan Wawasan Kebangsaan. Selain
memantapkan Wawasan Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan cara terus
meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.

Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip
Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan serangkaian
Kewajibannya (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan mengoperasionalkan ketentuan-ketentuan tersebut
maka dirumuskanlah Core Value ASN BerAKHLAK yang didalamnya terdapat nilai Loyal dengan 3
(tiga) panduan perilaku (kode etik)- nya.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat diwujudkan
dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu:

1. Cinta Tanah Air


2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Kemampuan Awal Bela Negara
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan sumpah/janji yang
diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang- undangangan yang
berlaku.

Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS
yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan ini
dengan baik.

Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang
ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat
dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan
perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari
Organisasi Pemerintah.

Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila


menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai
ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari
anggota masyarakat

6 MODUL ADAFTIF
.

Terdapat alasan mengapa nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-
tugas jabatan di sektor publik, seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis,
kompetisi yang terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim, perkembangan
teknologi dan lain sebagainya.
1. Perubahan Lingkungan Strategis
2. Kompetensi di sektor di bidang publik
3. Komitmen Mutu
4. Perkembangan Teknologi
5. Tantangan Praktek Administrasi Publik
Rumusan tantangan perubahan lingkungan juga diperkenalkan dengan rumusan karakteristik
VUCA, yaitu Volatility, Uncertaninty, Complexity dan Ambiguity. Indonesia dan seluruh
negara di dunia tanpa kecuali menghadapi tantangan yang relatif sama pada aras global,
dengan perubahan lingkungan yang berkarakteristik VUCA, yaitu:
1. Volatility
Dunia berubah dengan sangat cepat, bergejolak, relative tidak stabil, dan tak terduga. Tidak
ada yang dapat memprediksi bahwa 2020 akan menjadi tahun paling buruk bagi hampir
semua sektor usaha di dunia.
2. Uncertainty
Masa depan penuh dengan ketidakpastian. Sejarah dan pengalaman masa lalu tidak lagi relevan
memprediksi probabilitas dan sesuatu yang akan terjadi.

3. Complexity
Dunia modern lebih kompleks dari sebelumnya. Masalah dan akibat lebih berlapis, berjalin
berkelindan, dan saling memengaruhi. Situasi eksternal yang dihadapi para pemimpin bisnis semakin
rumit.

4. Ambiguity
Lingkungan bisnis semakin membingungkan, tidak jelas, dan sulit dipahami. Setiap situasi
dapat menimbulkan banyak penafsiran dan persepsi.

Setidaknya terdapat 9 elemen budaya adaptif menurut Management Advisory Service UK


yang perlu menjadi fondasi ketika sebuah organisasi akan mempraktekkannya, yaitu:
1. Purpose
Organisasi beradaptasi karena memiliki tujuan yang hendak dicapai. Demikian pula
dengan organisasi pemerintah, yang mempunyai tujuan-tujuan penyelenggaraan fungsinya
yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundangan. Penetapan tujuan organisasi menjadi
elemen budaya adaptif pertama yang diperlukan, di mana pencapaiannya akan sangat
dipengaruhi oleh variabel lingkungan. Perubahan lingkungan tidak serta merta mengubah
tujuan organisasi, tetapi adaptasi akan menyesuaikan cara organisasi bekerja agar
pencapaian tetap dilakukan.
2. Cultural values
Organisasi pemerintah mengemban nilai-nilai budaya organisasional yang sesuai dengan
karakteristik tugas dan fungsinya. Demikian pula dengan ASN sebagai individu yang
mempunyai nilai-nilai yang tersemat dalam budaya kerjanya, sehingga dituntut untuk
mengaplikasikannya agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan berkualitas.
3. Vision
Visi menjelaskan apa yang hendak dituju yang tergambar dalam kerangka piker dan
diterjemahkan dalam kerangka kerja yang digunakan dalam organisasi.

4. Corporate values
Seperti halnya nilai budaya organisasi di atas, maka nilai-nilai korporat juga menjadi
fodasi penting dalam membangun budaya adaptif dalam organisasi.
5. Coporate strategy
Visi dan values menjadi landasan untuk dibangunnya strategi- strategi yang lebih
operasional untuk menjalankan tugas dan fungsi organisasi secara terstruktur, efisien dan
efektif.
6. Structure
Struktur menjadi penting dalam mendukung budaya adaptif dapat diterapkan di
organisasi. Tanpa dukungan struktur, akan sulit budaya adaptif dapat berkembang dan
tumbuh di sebuah organisasi.
7. Problem solving
Budaya adaptif ditujukan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul dalam organisasi,
bukan sekedar untuk mengadaptasi perubahan. Penyelesaian masalah harus menjadi tujuan
besar dari proses adaptasi yang dilakukan oleh organisasi.
8. Partnership working
Partnership memiliki peran penguatan budaya adaptif, karena dengan partnership maka
organisasi dapat belajar, bermitra dan saling menguatkan dalam penerapan budaya adaptif
9. Rules
Aturan main menjadi salah satu framework budaya adaptif yang penting dan tidak bisa
dihindari, sebagai bagian dari formalitas lingkungan internal maupun eksternal organisasi.
.
7 MODUL KOLABORATIF
.

KONSEP KOLABORATIF
A. Definisi Kolaboratif
Dyer and Singh mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an
alliance between two or more firms aiming to become more competitive by developing
shared routines”.
B. Kolaboratif Pemerintahan
Irawan mengungkapkan bahwa “ Collaborative governance “sebagai sebuah proses
yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor governance.
Ansel dan Gash membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu:

 Forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau Lembaga


 Peserta dalam forum termasuk aktor nonstate
 Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
'‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik
 Forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif
 Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus (bahkan jika
konsensus tidak tercapai dalam praktik)
 Fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.

Ratner (2012) mengungkapkan terdapat mengungkapkan tiga tahapan yang dapat dilakukan
dalam melakukan assessment terhadap tata kelola kolaborasi yaitu :

 Mengidentifikasi permasalahan dan peluang


 Merencanakan aksi kolaborasi
 Mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.
C. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintahan
a. Mengenal Whole-of-Government (WoG)
WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-
upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang
lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan
pelayanan publik
b. Pengertian WoG
Definisi WoG yang dinyatakan dalam laporan APSC sebagai:
“[it] denotes public service agencies working across portfolio boundaries to achieve a
shared goal and an integrated government response to particular issues. Approaches
can be formal and informal. They can focus on policy development, program
management and service delivery” (Shergold & others, 2004).
Dalam pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau menjelaskan bagaimana instansi
pelayanan publik bekerja lintas batas atau lintas sektor guna mencapai tujuan bersama dan
sebagai respon terpadu pemerintah terhadap isu-isu tertentu. Untuk kasus Australia berfokus
pada tiga hal yaitu pengembangan kebijakan, manajemen program dan pemberian layanan

PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAHAN


a. Panduan Perilaku Kolaboratif
1. Menurut Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018), organisasi yang memiliki
collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
2. Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;
3. Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan
upaya yang diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka;
4. Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan
mengambil risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika
terjadi kesalahan);
5. Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas)
Setiap kontribusi dan pendapat sangat dihargai.
6. Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik.
7. Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan
8. Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas layanan
yang diberikan.
Brenda (2016) dalam penelitiannya menggunakan indikator “work closely with each
other” untuk menggambarkan perilaku kolaboratif.
Esteve et al (2013 p 20) mengungkapkan beberapa aktivitas
kolaborasi antar organisasi yaitu:
 Kerjasama Informal;
 Perjanjian Bantuan Bersama;
 Memberikan Pelatihan;
 Menerima Pelatihan;
 Perencanaan Bersama;
 Menyediakan Peralatan;
 Menerima Peralatan;
 Memberikan Bantuan Teknis;
 Menerima Bantuan Teknis;
 Memberikan Pengelolaan Hibah; dan
 Menerima Pengelolaan Hibah.

Ansen dan gash (2012 p 550) mengungkapkan beberapa proses yang harus dilalui dalam
menjalin kolaborasi yaitu:
1. Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra kolaborasi
2. Face tof face Dialogue: melakukan negosiasi dan baik dan bersungguh-sungguh;
3. Komitmen terhadap proses: pengakuan saling ketergantungan; sharing ownership
dalam proses; serta keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4. Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama terkait
permasalahan, serta mengidentifikasi nilai bersama;
5. Menetapkan outcome antara.
b. Kolaborasi dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah kepercayaan,
pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada
pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
c. Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat:
Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan
penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
d. dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya
sendiri;
e. apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik,
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai
dokumen yang diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya;
dan/atau
f. jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya,
peralatan, dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai