Anda di halaman 1dari 14

Seorang Perempuan 25 Tahun Menderita Meningitis Tuberkulosis

Aurellia Celine 102018113


Ezra Butar Butar 102016041
Mahanaim Hagana 102018137
Stepanus Adrea 102018062
Everdina Ester 102016276
Nerissa Arviana Yusmin 102018060
Veronica Agrippina F 102018019
D3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510

Email: everdina.2016fk276@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau meningen yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosis merupakan hasil dari
penyebaran hematogen dan limfogen bakteri Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer
pada paru. Meningitis tuberkulosis tetap merupakan masalah utama dan merupakan penyebab
kematian penting di beberapa Negara. Beberapa penyakit yang memiliki kemiripan dengan
meningitis TB antara lain: meningitis bakterialis dan meningitis viral. Keadaan ini dapat
didiagnosis dengan pewarnaan yang tepat, kultur, dan pemeriksaan serologik serta sitologik.
Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi rendah,

Kata kunci: Meningitis tuberkulosis, meningitis bakterialis, meningitis virus.

Abstract
Tuberculous meningitis is inflammation of the lining of the brain or meninges caused by the
bacterium Mycobacterium tuberculosis. Tuberculous meningitis is the result of the spread of
hematogenous and lymphogenous bacteria Mycobacterium tuberculosis from primary
infection in the lung. Tuberculous meningitis remains a major problem and is an important
cause of death in several countries. Some diseases that have similarities with TB meningitis
include: bacterial meningitis and viral meningitis. This condition can be diagnosed with
appropriate staining, culture, and serological and cytologic tests. This disease is mostly
found in people with low socio-economic conditions.

Key words: Tuberculous meningitis, bacterial meningitis, meningitis virus.


Pendahuluan
Meningitis merupakan inflamasi pada meningen (membran yang melapisi otak dan
medula spinalis). Peradangan yang terjadi dapat disebabkan organisme seperti virus, bakteri,
ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.
Tipe meningitis termasuk aseptik, septik dan tuberkulosis. Meningitis aseptik mengacu pada
meningitis virus atau iritasi meningeal. Meningitis septik mengacu pada meningitis yang
disebabkan oleh bakteri. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh basilus tuberkel. Infeksi
meningeal dapat terjadi melalui hematogen dari infeksi lain, perkontinuitatum atau implantasi
langsung.1
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa adalah
radang selaput otak yang disertai cairan otak yang jernih, penyebab tersering adalah
Mycobacterium tuberculosa, penyebab lainnya seperti virus, Toxoplasma gondhii, dan
Ricketsia.Sedangkan meningitis purulenta adalah radang bernanah pada selaput otak,
penyebabnya antara lain, Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitidis
(meningokok), Streptococcus haemolyticus group A, Staphylococcus aureus, Haemophillus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan Pseudomonas
aeruginosa.Meningitis tuberkulosis merupakan salah satu manifestasi klinis TB diluar paru,
yaitu di sususan saraf pusat (SSP). Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut, maka
perjalanan penyakit meningitis tuberkulosis lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam
CSS tidak begitu hebat.1,2

Anatomi Lapisan Meningen

Otak dan medulla spinalis dilapisi oleh meningen. Selain melapisi otak dan medulla
spinalis , meningen juga berfungsi yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa
pembuluh darah dan mensekresi cairan serebrospinal (CSS). Selaput meningen terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
Duramater, secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arakhnoid dibawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural), dimana sering
dijumpai terjadinya pendarahan.
Arakhnoid, merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang, terletak antara
piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini
dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural, dan dari piamater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh CSS. Pendarahan subarakhnoid umumnya
disebabkan akibat cidera kepala.
Piamater, melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah membran
vaskuler yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang
paling dalam. Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk ke dalam otak juga diliputi oleh piamater.3

Anamnesis
Pada anamnesis, selain data-data pribadi seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan keluhan
utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit dulu dan sekarang. Riwayat penyakit dulu meliputi
pertanyaan yang menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit penyakit
tertentu yang memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.
Sedangkan riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis, terinci,
dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien
datang berobat. Untuk orang dewasa atau anak yang lebih besar juga penting untuk
ditanyakan apakah menggunakan obat-obatan tertentu.
Riwayat keluarga harus ditanyakan kemungkinan mempunyai keluarga terdekat yang
mempunyai riwayat atau keluhan yang sama dengan pasien. Pengunaan pedigree keluarga 3
generasi keluarga amat membantu dalam lebih memahami tentang sesuatu penyakit
keturunan yang di derita.
Anamnesis :
● Identitas: Perempuan usia 25 tahun
● Keluhan utama : nyeri kepala berat dan demam sejak 2 minggu lalu.
● Riwayat penyakit sekarang: ada mual, muntah, sering mengantuk, kurang responsif,
nyeri kepla seperti ditusuk-tusuk terus menerus sepanjang hari.
● Riwayat penyakit dahulu: batuk sejak 5 bulan dan tidak diobati.
● Riwayat konsumsi obat: mengkonsumsi obat warung dan tidak membaik.
● Riwayat penyakit keluarga: tidak ada keterangan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah keadaan umum dan tanda-tanda vital seperti suhu,
nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan. Selain itu pemeriksaan fisik yang
mengarahkan ke diagnosis.
● Kesadaran; compos mentis.
● Keadaan umum: tampak sakit sedang.
● TTV: TD: 110/70, RR: 20x/menit, HR: 90x/menit, suhu: 37,5°C.
● GCS: E3M6V4
● Mata: pupil isokor 3mm.
● Telings: pendengaran normal.
● Brudzinski +
● Kaku kuduk +
● Babinski + (bilateral)
● Paralisis N.IV
● VAS score: 7-8

Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal


a. Kaku kuduk
Cara: Pasien tidur telentang tanpa bantal.Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemeriksaan:
● Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh sternum, atau fleksi
leher 🡪 normal/kaku kuduk negatif.
● Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher 🡪 kaku kuduk positif.
b. Brudzinski
Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian
kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan :
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
c. Kernig
Cara: Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90o. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135o terhadap
paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 o maka
dikatakan kernig sign positif.
d. Laseque
Cara: Pasien berbaring terlentang. Angkat satu tungkai pasien dengan fleksi di sendi
panggul sampai membentuk sudut 70o, sedangkan tungkai lain dalam keadaan lurus.
Hasil Pemeriksaan :
Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 70 o, maka
dikatakan laseque sign positif.

Pemeriksaan refleks patologis

Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu
normal.Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih
reliabel dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.
a. Refleks Klonus kaki
Cara pemeriksaan: sanggah lutut pada posisi fleksi ringan. Lalu dengan tangan yang
lain lakukan dorsofleksi tiba-tiba dan pertahankan beberapa saat.
b. Babinsky sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks.
Reaksi: Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari
lainnya. Intepretasi: normal (-)4

Pemeriksaan Penunjang
● Pemeriksaan Batang Tahan Asam (Ziehl Neelsen): Sputum yang diambil harus berasal
dari trakea atau bronkus, bukan saliva (air liur). Atau melalui LCS.
● Pemeriksaan darah, dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan hitung jenis
leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada
meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada meningitis
TB didapatkan juga peningkatan LED. Pada meningitis purulenta/bakterialis didapatkan
peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
● Pemeriksaan radiologi:
a. Foto toraks: dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.
● Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru
ialah: Komplek primer dengan atau tanpa perkapuran.
● Pembesaran kelenjar paratrakeal.
● Penyebaran milier.
● Penyebaran bronkogen.
● Atelektasis.
● Pleuritis dengan efusi.
b. CT-scan kepala, dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal,
serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Hasil pemeriksaan CT-scan dan MRI pada
pasien meningitis TB adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya
penyakit, gambaran sering ditemukan adanya enhancement di daerah basal,
tampak hidrosefalus komunikans yang disertai tanda-tanda edema otak atau
iskemia fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma
yang silent, biasanya di daerah korteks serebri atau thalamus.
● Pengambilan cairan serebrospinal: Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan
dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi, atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal
Punksi merupakan prosedur neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan
sisternal punksi dan lateral cervical punksi hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar
ahli.

Pemeriksaan lumbal punksi pada meningitis TB memperlihatkan CSS yang jernih, kadang-
kadang sedikit keruh atau ground glass appearance. Bila CSS didiamkan maka akan terjadi
pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10-500/ml dan
kebanyakan limfosit. Kadang-kadang oleh reaksi tuberculin yang hebat terdapat peningkatan
jumlah sel, lebih dari 1000/ml. Kadar glukosa rendah, antara 20-40 mg%, CSS dan endapan
sarang laba-laba dapat diperiksa untuk pembiakan atau kultur menurut pewarnaan Ziehl-
Nielsen.2,3
Hipotesis/ Diagnosis kerja

Pasien perempuan usia 28 tahun menderita meningitis tuberkulosis.

Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau meningen yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosis merupakan hasil dari
penyebaran hematogen dan limfogen bakteri Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer
pada paru. Meningitis sendiri dibagi menjadi dua menurut pemeriksaan Cerebrospinal Fluid
(CSF) atau disebut juga Liquor Cerebrospinalis (LCS), yaitu: meningitis purulenta dengan
penyebab bakteri selain bakteri Mycobacterium tuberculosis dan meningitis serosa dengan
penyebab bakteri tuberkulosis ataupun virus. Tanda dan gejala klinis meningitis hampir selalu
sama pada setiap tipenya, sehingga diperlukan pengetahuan dan tindakan lebih untuk
menentukan tipe meningitis. Untuk meningitis tuberkulosis dibutuhkan terapi yang lebih
spesifik dikarenakan penyebabnya bukan bakteri yang begitu saja dapat diatasi dengan
antibiotik spektrum luas. World Health Organization (WHO) Pada tahun 2009 menyatakan
meningitis tuberkulosis terjadi pada 3,2% kasus komplikasi infeksi primer tuberkulosis, 83%
disebabkan oleh komplikasi infeksi primer pada paru.
Meningitis tuberkulosis tetap merupakan masalah utama dan merupakan penyebab
kematian penting di beberapa Negara. Meningitis TB harus dipertimbangkan pada pasien
dengan kebingungan mental, terutama jika ada riwayat tuberkulosis paru, akoholism,
pengobatan kortikosteroid, infeksi HIV, atau kondisi lain yang berhubungan dengan respon
imun menurun. Meningitis TB juga harus dipertimbangkan pada pasien dari daerah atau grup
dengan insidens tinggi TB.5,6

Etiologi

Mycobacterium tuberculosis tipe human sekarang merupakan penyebab dari sebagian besar
meningitis tuberkulosis, tetapi mikobakteria oportunistik mungkin menjadi penyebab
penyakit ini pada pasien AIDS.5

Epidemiologi

Kasus meningitis terdistribusi di seluruh belahan bumi, namun pada negara dengan empat
musim meningitis lebih banyak terjadi pada musim dingin dan awal musim semi. Migrasi
memegang peranan penting dalam tersebarnya penyakit tuberkulosis. World health
organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia pernah terinfeksi oleh
mycobacterium tuberculosis.11 Hal ini berdampak pada Indonesia yang merupakan salah satu
dari 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia. 12 Setiap tahun didapatkan 250.000
kasus TB baru di Indonesia dan kira-kira 100.000 mortalitas akibat TB setiap tahunnya.
Pasien TB di Indonesia terutama berusia antara 15-5 tahun yang merupakan kelompok usia
produktif.13 Insiden meningitis bervariasi, bergantung kepada agen etiologi spesifiknya.
Meningitis TB merupakan salah satu manifestasi infeksi tuberkulosis yang paling berat dan
menimbulkan kematian dan kecacatan pada 50% penderitanya. Angka kejadian meningitis
diperkirakan sekitar 1% dari seluruh kasus TB. Menurut WHO, global TB report 2016,
estimasi insidens TB di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 1.020.000 orang dengan jumlah
kematian akibat meningitis TB diperkirakan berjumlah 61.000 per tahunnya.5

Patofisiologi
Ketika bakteri TB masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, maka ia akan menempel pada
jaringan saluran pernafasan yang sehat, dan bila partikel kecil dapat masuk hingga alveolar
paru dan membentuk koloni. Ketika masuk maka tubuh akan berusaha mengatasinya dengan
mekanisme imunologik tubuh yang nonspesifik. Pada infeksi yang aktif, bakteri akan
mengalami penyebaran ke kelenjar getah bening disekitarnya dan masuk ke dalam aliran
darah sistemik serta secara hematogen dapat mencapai SSP dan membentuk fokus infeksi di
parenkim otak yang dapat berkembang menjadi tuberkuloma atau abses TB. Hal ini akan
memperlihatkan gambaran lesi fokal berupa peradangan granulomatosa nekrotik yang
kemudian akan mengakibatkan infeksi laten ataupun aktivasi jika imun pasien melemah.9-12
Ketika teraktivasi, fokus infeksi di daerah subkortikal ini akan pecah ke dalam ruang
subaraknoid dan melepaskan bakteri TB ke dalam cairan serebrospinal (CSS) dan
mengakibatkan gambaran manifestasi klinis sebagai meningitis. Sistem imun pada parenkim
otak memiliki ekspresi antigen presenting cell (APC) dan molekul major histocompitability
complex (MHC) kelas II yang sangat minim serta keberadaan sel dendrit yang sangat sedikit.
Karena itu, sistem imun pada bagian parenkim otak dinilai bersifat kurang tanggap jika
dibandingkan dengan sistem imun pada bagian organ lainnya. Pada meningitis TB, mikroglia
yang merupakan makrofag parenkim otak yang memiliki kemampuan yang rendah dalam
mengenali antigen, menjadi sasaran utama infeksi dari mycobacterium tuberculosis. Jika
mikroglia diserang maka akan terjadi produksi dan pelepasan sitokin dan kemokin dalam
jumlah yang banyak. Hal ini memberikan dampak destruktif terhadap parenkim otak serta
menyebabkan apoptosis dan gangguan regenerasi sel neuron.Namun, reaktivasi imun yang
bersifat selektif ini menyebabkan reaksi inflamasi di parenkim otak tidak terjadi segera
setelah diseminasi hematogen bakteri TB ke dalam ruang intrakranial. Respon ini baru akan
timbul ketika terjadi sensitisasi sistem imun di perifer. Selain pada parenkim otak, fokus
infeksi juga terjadi pada dinding pembuluh darah (vaskulitis) dan dapat bermanifestasi
sebagai stroke.4

Manifestasi Klinis
Manifestasi meningitis TB umumnya bersifat kurang akut daripada meningitis bakterial
purulen dan diagnosis klinisnya sulit.Gejala biasanya telah timbul setidaknya selama kurang
dari 4 minggu, termasuk demam, letargi atau kebingungan, dan sakit kepala. Penurunan berat
badan, kehilangan nafsu makan, muntah, kaku kuduk, gangguan penglihatan, diplopia,
kelemahan fokal, dan kejang juga dapat muncul. Riwayat dari kontak dengan kasus TB
biasanya tidak ada.Demam, tanda-tanda iritasi meningen, dan kebingungan mental
merupakan penemuan tersering pada pemeriksaan fisik, tapi semuanya dapat juga tidak ada.
Kemudian sebagai akibat dari: (1) meningitis, akan terjadi sakit kepala, muntah, dan kaku
kuduk; (2) eksudat abu-abu pada dasar otak dapat mengenai saraf-saraf otak dan
menimbulkan gejala-gejala: penurunan penglihatan, lumpuhnya salah satu kelopak mata,
juling, anisokor, dan ketulian. Edema papil terdapat pada 40% pasien; (3) terkenanya arteri
yang menuju otak dapat menimbulkan kejang-kejang, afasia atau kelemahan otot lengan atau
tungkai. Akan tetapi, setiap bagian otak dapat terkena; (4) hidrosefalus umum terjadi. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya sumbatan eksudat pada beberapa saluran cairan serebrospinal di
otak. Hidrosefalus merupakan penyebab utama dari menurunnya kesadaran. Kerusakan yang
diakibatkan mungkin akan menetap dan penyebab prognosis yang buruk pada pasien yang
baru terdiagnosis setelah kesadarannya menurun; (5) sumbatan spinal oleh eksudat dapat
menyebabkan kelemahan upper motor neuronatau kelumpuhan tungkai; dan (6) karena
penyakit TB di bagian lain dari tubuh sering kali terjadi, carilah TB pada kelenjar getah
bening, paru (khususnya TB milier), pembesaran hati atau limpa, dan tuberkel pada koroid
yang terlihat pada pemeriksaan retina.Terdiri dari 3 stadium yaitu
⮚ Stadium I : Stadium awal
● Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam,
anoreksia
⮚ Stadium II : Intermediate
● Gejala menjadi lebih jelas
● Mengantuk, kejang,
● Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial (terutama N.III dan
N.VII, gerakan involunter
● Hidrosefalus, papil edema
⮚ Stadium III : Advanced
● Penurunan kesadaran
● Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi 5,6

Komplikasi
Meningitis serosa merupakan komplikasi serius dari tuberkulosis terutama pada anak-anak.
Sarang infeksi tuberkulosis di luar susunan saraf, pada umumnya di paru akan melepaskan
spora Mycobacterium tuberculosa. Melalui lintasan hematogen ia tiba di korteks serebri dan
akhirnya mati atau dapat berkembang biak dan membentuk eksudat kaseosa. Leptomeningens
yang menutupi sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena dan menimbulkan meningitis
sirkumkripta. Eksudat kaseosa dapat pula pecah dan masuk serta membawa kuman
tuberkulosis ke dalam ruang subarachnoid. Meningitis yang menyeluruh akan berkembang
secara berangsur-angsur dan membentuk tuberkuloma.Meningitis tuberkulosis dapat
berkembang juga sebagai penjalaran infeksi tuberkulosis di mastoid atau spondilitis
tuberkulosa. Meningens yang paling berat terkena radang adalah bagian basal. Di bagian
basal terdapat sisterna, sehingga berbagai komplikasi umum sering dijumpai hidrosefalus.
Saraf otak juga dapat tertekan oleh reorganisasi eksudat di bagian basal. Hemiplegia, afasia
dan lain–lain merupakan manifestasi ensefalomalasia regional dapat timbul sebagai
komplikasi dari radang tuberkulosis pembuluh darah. Jika pleksus koroideus terkena radang
tuberkulosis, maka produksi liquor sangat besar dan hidrosefalus komunikans akan
berkembang. Karena itu atrofi jaringan otak akan cepat terjadi dan dapat menyebabkan gejala
sisa berupa demensia dan perubahan watak.7

Penatalaksanaan
The British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan pengobatan meningitis tuberkulosa
mengikuti model kemotrapi TB paru fase intensif dengan pemberian obat diikuti dengan 2
obat fase lanjutan. Jika diagnosis dini meningitis tuberkulosa, dapat diberikan antibiotik
spektrum luas, misalnya seftriakson 2x2 gram.7,8
Bila pungsi lumbal tidak dapat segera dilakukan, dapat dilakukan pengambilan darah untuk
kultur sebelum pemberian antibiotik. Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan sebelum atau dalam
waktu 2 jam setelah pemberian antibiotik. Evaluasi klinis dilakukan selama 48 jam dan
sebaiknya dilakukan pungsi lumbal kedua. Setelah pemberian spektrum luas dalam 48 jam,
lakukan evaluasi untuk kemungkinan diagnosis meningitis tuberkulosa. Pasien kemungkinan
didiagnosis meningkitis jika, riwayat nyeri >7 hari, neutrofil darah <80%, neutrofil CSS
<80%, dan peningkatan perbandingan glukosa di CSS atau darah <100%.7,8
Penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosa masih kontrovesial namun beberapa
penelitian terakhir menunjukan peranan yang positif. Pemberian dekstametason pada
meningitis tuberkulosa derajat 2 dan 3 tanpa infeksi HIV mengurangi kematian namun tidak
mengurangi disabilitas berat pada pasien yang masih bertahan hidup. Cara pemberian
dekstametason: minggu I: 0,4 mg/kg/hari, minggu II: 0,3/kg/hari, minggu III: 0,2 mg/kg/hari,
minggu IV: 0,1 mg/kg/hari, dilanjutkan dengan terapi deksametason oral selama 4 minggu,
dimulai dengan dosis 4 mg/hari dan kemudian diturunkan 1 mg/minggu.7,8

Prognosis
Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati: makin dini penyakit ini
didiagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius
yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik
prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat
buruk. Usia penderita juga mempengaruhi prognosis, anak dibawah 3 tahun dan dewasa di
atas 40 tahun mempunyai prognosis yang buruk. Sayangnya pada 10-30% pasien yang dapat
bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan menetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini
sangat fatal bila tidak terdiagnosis, obatilah bila diagnosis sudah sangat mungkin.7

Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu
yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan
dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk
kekebalan tubuh.Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian
sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2
/orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga
dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi
tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda
dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygieneseperti
mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi
dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi
kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau
ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah
dan mengurangi cacat.8

Differential Diagnosis
Beberapa penyakit yang memiliki kemiripan dengan meningitis TB antara lain: meningitis
bakterialis dan meningitis viral. Keadaan ini dapat didiagnosis dengan pewarnaan yang tepat,
kultur, dan pemeriksaan serologik serta sitologik.
Meningitis bakterialis Peradangan pada meningen atau selaput otak yang disebabkan oleh
bakteri meningitis ini paling sering menyerang anak-anak dengan jarak usia berkisar antara 1
bulan – 2 tahun. Lebih jarang terjadi pada orang dewasa kecuali mereka yang memiliki faktor
resiko khusus. Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu lingkungan,
misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa, atau sekumpulan orang yang berhubungan
dekat dikarenakan bakteri ini menular melalui droplet. Bakteri yang menjadi penyebab dari
80% kasus meningitis adalah: Neisseria Meningitidis, Haemophillus Influenzae,
Streptococcus Pneumoniae. Ketiga jenis bakteri tersebut dalam keadaan normal terdapat pada
lingkungan sekitar kita dan bahkan bisa hidup didalam lubang hidung serta sisterm
pernafasan kita tanpa menyebabkan keluhan sedikitpun. Kadang ketiga organisme tersebut
menginfeksi otak tanpa alasan tertentu. Pada kasus lainnya, infeksi terjadi setelah suatu
cedera kepala atau akibat kelainan sistem kekebalan. Resiko terjadi terkena penyakit ini
meningkat apabila terjadi penyalahgunaan alkohol, telah menjalani splenektomi atau
pengankatan limfe, penderita infeksi telinga dan hidung yang menahun, pneumonia
pneumokokus atau penyakit sel sabit. Bakteri lainnya yang juga bisa menyebabkan
meningitis adalah Escherichia coli yang dalam keadaan normal terdapat di tinja dan usus
serta Klebsiella. Infeksi karena bakteri ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala,
pembedahan otak atau medulla spinalis, infeksi darah atau infeksi biasanya terjadi setelah
suatu cedera kepala, pembedahan otak atau medulla spinalis, infeksi darah atau infeksi yang
didapat dirumah sakit. Infeksi ini lebih sering terjadi pada orang yang memiliki kelainan
sistem kekebalan tubuh. Penderita gagal ginjal atau pemakai kortikosteroid jangka panjang
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita meningitis yang disebabkan oleh bakteri
Listeria. Demam, sakit kepala, kaku kuduk, sakit tenggorokan dan muntah (yang seringkali
terjadi setelah kelainna sistem pernafasan), merupakan gejala khas pada meningitis.5,6
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala
hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau
purulen.5,6
Meningitis Virus.Merupakan inflamasi dari leptomening sebagai infestasi dari infeksi CNS.
Viral meningitis ini sering menyerang pada bayi kurang dari 5 tahun atau pasien dengan
gangguan sistem imun. Viral dipakai karena merupakan agen penyebab, dan penggunaan
meningitis, mengimplikasikan kurangnya parenkim dan keterlibatan spinal (lainnya
dinamakan encephalitis dan mielitis). Dengan jelas, pathogen virus dapat menyebabkan
kombinasi dari meningoencephalitis atau meningomielitis, dan terutama ditangani dengan
bacterial meningitis yang dapat timbul dengan keadaan aseptic (atau nonbakteri) yang
mendukung. Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan
komplet pada 7 – 10 hari. Lebih dari 85% kasus ini disebabkan oleh enterovirus non polio
dan penyakit ini dapat menular dengan kontak langsung dengan penderita. Selain non polio
enterovirus, penyakit ini dapat disebabkan juga oleh mumps virus, herpesvirus (herpes
simplex virus dan varicella zoster virus), measles virus, influenza virus, arbovirus, dan
lymphocytic choriomeningitis virus.5,6
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit
penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus
ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti pembesaran kelenjar parotid
sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh
Echovirus dintandai dengan keluhan sakit kepala, muntah sakit tenggorokan, nyeri otot,
demam dan disertai dengan timbulnya ruam makulopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitus Coxsaxkie virus
yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut
timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.5,6

Kesimpulan
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Pengobatan meningitis tuberkulosis
harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan
elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda
bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.

Daftar Pustaka

1. Smeltzer, Suzanne C , Brenda G.Keperawatan Medikal Bedah2, Edisi 8. Jakarta;


EGC, 2001.h.60-3.
2. Rachmayati S, Parwati I, Rizal A, Oktavia D. Meningitis tuberculosis. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 17, No.3, Juli 2011: 159-
162.
3. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2008.h.161-3, 183-8.
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.h.37-
9.
5. Juwono T. Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek. Jakata: EGC, 2000.h.1-9,
17-20
6. Dhamija RM, Bansal J. Bacterial meningitis (meningoencephalitis): a review. JIACM
2006; 7(3): 255-35.
7. PAPDI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing, 2009. Jilid ke-I.
h.33.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.h.76-8.

Anda mungkin juga menyukai