Anda di halaman 1dari 3

Nama : Achmad Rifaie

Nim : 4216010014
Kelas : 2Q – T.Manufaktur

B.J.Habibie

B.J.Habibie yang mempunyai nama lengkap Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf
Habibie lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak ke empat
dari delapan bersaudara. Ibu B.J. Habibie bernama RA. Tuti Marini dan ayah Habibie bernama Alwi
Abdul Jalil Habibie. Habibie muda menikah dengan seorang gadis cantik bernama Hasri Ainun Habibie
pada yanggal 12 Mei 1962. Habibie mempunyai dua orang putra yaitu Ilham Habibie dan Thareq Kemal.
Habibie kehilangan ayahnya pada 3 September 1950. Ayah Habibie meninggal karena serangan jantung.
Tak lama setelah ayahnya meninggal habibie pindah ke bandung bersama ibunya. Kemudian dia
menuntut ilmu di Gouverments Middlebare School. Mulai dari sinilah kecerdasan habibie bersinar.

“Crack Progression Theory”


Ketika kita melihat sayap suatu pesawat, sepintas sayap tersebut terlihat sangat mulus dan
tak bercelah ketika dilihat dari luar. Tapi, taukah teman-teman kalau bagian dalam dalam dari
struktur sayap dan body pesawat ini berongga-rongga?. Struktur penyangga pesawat tersebut
selalu manahan tekanan yang sangat besar dan terus-menerus/continious saat pesawat beroperasi,
terutama ketika pesawat take off , landing serta saat mengalami turbulensi.
Rapuhnya Konstruksi Pesawat

Konstruksi bagian dalam sayap pesawat tertutup rapat dan bagian itu terus menahan
beban yang cukup besar dan continue. Masalah tersebut terus membayangi para user dan
manufacturer di bidang penerbangan selama 40 tahun karena mereka tidak pernah tahu apakah
terdapat kerusakan pada struktur dalam pesawat atau tidak. Seperti manusia, material struktur
dalam pesawat ternyata juga bisa “lelah”. Kelelahan material ini biasa disebut “fatigue”.
Kelelahan (fatigue) dari bahan ini masih sangat sulit dideteksi dengan keterbatasan alat pada
zaman itu. Akibatnya, pada awal tahun 1960-an kecelakaan pesawat sangat sering terjadi

Kelelahan (fatigue) pada pesawat

Kelelahan (fatigue) pada pesawat biasanya terjadi pada bagian penghubung sayap dan
body utama pesawat terbang atau pada penghubung sayap dan mesin. Kedua bagian tersebut
terus-menerus mengalami guncangan dan getaran selama take off dan landing. Nah, dari situlah
awalnya timbulnya retakan (crack) akibat lelahnya (fatigue) material penghubung tersebut. Awal
retakan ini biasanya berukuran sangat kecil, 0.005 millimeter dan terus merambat menjadi lebih
besar dan bercabang. bila saja retakan ini tidak terdeteksi maka bahaya besar akan menanti.
Sayap dari pesawat tersebut dapat tiba-tiba patah ketika take off. Apalagi pesawat sudah mulai
berubah dari sistem propeler menjadi sistem mesin jet pada masa itu. Potensi untuk terjadinya
fatigue failure ini semakin besar. Pada saat itu para peneliti di seluruh dunia dalam keadaan
deadlock, masalah ini begitu sulit diselesaikan.

Peran Penting Mr. Crack B.J. Habibie

Disaat seluruh dunia membutuhkan sebuah solusi mengenai masalah yang


berkepanjangan ini, seorang penggagas jenius dari Indonesia muncul. Pada saat itu dia masih
berusia 32 tahun (1968), seorang doktor dengan perawakan cilik tetapi sangat energetik. Dia
adalah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie. Kejeniusan BJ Habibie ini berhasil menemukan
letak titik awal retakan atau crack propagation point. Perhitungan yang dilakukan beliau sangat
detail, bahkan perhitungannya sampai tingkat atom. Ini adalah penemuan yang sangat besar di
dunia penerbangan. Teori yang dikemukakan Pak Habibie ini disebut teori Crack Progression
atau disebut dengan “theory of Habibie”. Tidak kebayang kan?? Kita sering mendengar teori
Newton dan teori Darwin, tetapi sangat jarang kita dengar ada teori dengan nama orang
Indonesia. Teori Habibie ini telah dipakai di Industri penerbangan di seluruh dunia. Teori ini
jugalah yang telah berhasil meningkatkan standar keamanan pada pesawat. Tidak hanya
mengurangi resiko kecelakaan, tetapi juga membuat proses perawatan lebih mudah dan murah.

Teori Habibie dan Faktor Habibie

Sebelum teori Habibie ini ditemukan, letak retakan (crack) pada pesawat tidak bisa
dideteksi lebih awal. Kemudian, para insinyur mengatasi kemungkinan terburuk suatu struktur
konstruksi pada pesawat dengan meningkatkan safety factor (SF). Bagaimana caranya
meningkatkan safety factor? Cara yang dipakai untuk meningkatkan safety factor ini adalah
dengan meningkatkan kekuatan konstruksi yang dipakai jauh melebihi kebutuhan teorinya. Well,
hal ini tentu saja akan membuat pesawat jauh lebih berat. Kalau pesawat lebih berat tentu saja
akan lebih lambat, susah bermanuver, dan lebih banyak mengkonsumsi bahan bakar. Wah, tentu
akan sangat merepotkan. Dengan adanya teori Habibie ini, letak dan besar retakan (crack) dapat
dihitung. Hal ini membuat para insinyur dapat mengurangi safety factor (SF) sehingga dapat
memangkas bobot pesawat yang adalah faktor penting didalam dunia penerbangan. Terobosan
yang luar biasa di dunia penerbangan ini disebut dengan factor Habibie.

Dampak Faktor Habibie

Faktor Habibie ini berdampak besar bagi dunia penerbangan. Dengan adanya factor
Habibie ini berat pesawat bisa berkurang hingga 10%. Bahkan, berat pesawat bisa berkurang
hingga 25% setelah material kompsit buatan pak Habibie digunakan. Dengan begitu,  pesawat
akan lebih mudah bermanuver, lebih mudah take off, menghemat bahan bakar dan mengurangi
biaya pembuatan serta perawatan nya. Pokoknya dengan kata lain kemampuan pesawat
meningkat sangat pesat dengan adanya teori ini. Ternyata teori dari pak Habibie ini sangat luar
biasa dan menjadi tolak ukur utama di dunia penerbang pada saat itu. Tak heran, Pak Habibie
sampai pernah menjadi vice president di salah satu industri penerbangan terbesar di Jerman yaitu
Messerschmitt Boelkow Blohm GmbH (MBB). Perlu diketahui juga kalau beliaulah satu-satunya
orang non-Jerman yang mampu menduduki posisi setinggi itu pada perusahaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai