Anda di halaman 1dari 3

Perjuangan Jenderal Sudirman Tak Luntur Diterjang Sakit

Liputan6.comLiputan6.com

29 Jan 2019, 09:13 WIB

68

12 Kutipan Pahlawan Sudirman, Jenderal Termuda di Indonesia

Panglima Besar Jenderal Sudirman (via kaskus.co.id)

Liputan6.com, Jakarta - Terlahir dengan nama Raden Soedirman, 24 Januari 1916, Sudirman
menjelma menjadi pemimpin yang dihormati lantaran ketaatannya pada Islam. Namanya mulai
mencuat ketika dia mengikuti program kepanduan yang dijalankan organisasi Islam Muhammadiyah
saat mengenyam pendidikan sekolah formal.

"Sejak kecil, beliau merupakan seorang anak yang pandai dan juga sangat menyukai organisasi.
Dimulai dari organisasi yang terdapat di sekolahnya dahulu, beliau sudah menunjukkan kriteria
pemimpin yang disukai dimasyarakat," tulis Hermansyah Sihombing dalam Biografi Jenderal
Sudirman, dikutip Liputan6.com, Selasa (29/1/2019).

Kecintaannya dalam berorganisasi terbawa saat mengawali karir sebagai seorang guru setelah
mengeyam ilmu pedagogik di sekolah keguruan bernama HIK selama setahun. Dia memimpin
Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada 1937.

Hingga pada 1944, Jenderal Sudirman bergabung dalam tentara Pembela Tanah Air (PETA) usungan
Jepang ketika negara matahari terbit itu menduduki Hindia Belanda. Dia menjabat sebagai
komandan batalion di Banyumas.

Kendati demikian, perjalanan karir militernya di PETA tidak begitu mulus. Bersama dengan kerabat
sesama prajurit, dia melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang yang membuatnya
diasingkan ke Bogor.

Namun, setelah Indonesia Mengikrarkan proklamasi pada 1945, Jenderal Sudirman melarikan diri ke
Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno. Sang Proklamator menugaskan Jenderal Sudirman untuk
mengawasiproses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya
setelahmendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat.
Penugasan tersebut menjadi batu loncatan Jenderal Sudirman untuk menjajaki babak baru dalam
karir militernya. Pada 18 Desember 1945, dia resmi diangkat menjadi panglima besar setelah
penarikan tentara Inggris lantaran diserang sejumlah pasukan yang diperintahkan [Jenderal
Sudirman](Jenderal "").

2 dari 3 halaman

Tetap Berperang Walau TBC

Selang tiga tahun, Sang Jenderal menjadi saksi kegagalan negosiasi dalam Perjanjian Linggarjati dan
Perjanjian Renville dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dia juga
menghadapi upaya kudeta tahta kepemimpinan pada 1948.

"Ia (Jenderal Sudirman) kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab


penyakit tuberkulosisnya," tulis Herlambang.

Penyakit yang menyerang sistem pernapasan tersebut berkembang dalam raga Jenderal Sudirman.
Hingga pada November 1948, paru-paru kanannya dikempeskan lantaran ditengarai sudah
mengalami infeksi.

Kendati demikian, dia tetap melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda yang kala itu
melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Beserta sekelompok kecil tentara dan dokter
pribadinya, Jenderal Sudirman melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan
gerilya selama tujuh bulan.

Hingga akhirnya Belanda mulai menarik diri, Jenderal Sudirman dipanggil kembali ke Yogyakarta
pada bulan Juli 1949 oleh Presiden Soekarno.

"Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarangoleh Presiden
Soekarno," tulis Herlambang.

Didasari larangan tersebut, Jenderal Sudirman melayangkan ancaman akan mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai panglima besar. Hal itu membuat Presiden Soekarno melayangkan ancaman
yang sama, hingga niat Sang Jenderal tersebut luntur.
Meskipun begitu, dia diangkat sebagai Panglima Besar TNI di negara baru bernama Republik
Indonesia Serikat pada 28 Desember 1949. Bersamaan dengan itu, Jakarta kembali dijadikan sebagai
ibu kota negara.

Selang sebulan, Jenderal Sudirman wafat di Magelang, Jawa Timur. Kabar duka tersebut dilaporkan
dalam sebuah siaran khusus di RRI yang membuatnya didatangi para pelayat.

Anda mungkin juga menyukai