Anda di halaman 1dari 2

Biografi Jendral Sudirman

Biografi Jendral Sudirman dimulai darfi awal hidup dan pendidikannya. Sudirman (Soedirman)
lahir di Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. Ayahnya Karsid Kartawiraji
merupakan seorang pekerja di pabrik gula Kalibagor Banyumas dan ibunya Siyem merupakan
keturunan Wedana Rembang.

Sejak kecil Sudirman diasuh oleh seorang camat bernama Raden Cokrosunaryo. Sudirman tidak
diberitahu bahwa Cokrosunaryo bukanlah ayah kandungnya sampai ia berusia 18 tahun.

Saat berusia tujuh tahun, Sudirman terdaftar di sekolah pribumi (hollandsch inlandsche school).
Sudirman dipindahkan ke sekolah menengah milik Taman Siswa pada tahun ketujuh sekolah.
Pada tahun kedelapan, Sudirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo setelah sekolah Taman
Siswa ditutup oleh Ordonansi Sekolah Liar karena diketahui tidak terdaftar.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tetapi


tidak sampai tamat. Selama menempuh pendidikan di sana, ia pun turut serta dalam kegiatan
organisasi Pramuka Hizbul Wathan.

Pada 1936, Sudirman menikahi Alfiah, mantan teman sekolahnya dan putri seorang pengusaha
batik kaya bernama Raden Sastroatmojo. Setelah menikah, Sudirman tinggal di rumah
mertuanya di Cilacap agar ia bisa menabung untuk membangun rumah sendiri.
Sudirman dan Alfiah Pasangan ini kemudian dikaruniai tiga orang putra; Ahmad Tidarwono,
Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, dan Taufik Effendi, serta empat orang putri; Didi
Praptiastuti, Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, dan Titi Wahjuti Satyaningrum.

Selama mengajar, Sudirman sangat disegani oleh masyarakat. Pada zaman penjajahan Jepang
tepatnya 1944, Sudirman bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor.
Sehubungan dengan posisinya di masyarakat, Sudirman dijadikan sebagai komandan (daidanco)
dan dilatih bersama orang lain dengan pangkat yang sama.

Pasca Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di
Banyumas. Kemudian beliau diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya setelah
menyelesaikan pendidikannya.

Biografi Jenderal Sudirman tidak lengkap jika tak membahas perang gerilya yang ia lakukan.
Selang tiga tahun, Sang Jenderal menjadi saksi kegagalan negosiasi dalam Perjanjian Linggarjati
dan Perjanjian Renville dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Sudirman juga menghadapi upaya kudeta tahta kepemimpinan pada 1948.

Pada Desember 1948 Sudirman melakukan perlawanan terhadap Agresi Militer II Belanda yang
terjadi di Yogyakarta. Beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, Jenderal
Sudirman melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh
bulan.

Hingga akhirnya Belanda mulai menarik diri, Jenderal Sudirman dipanggil kembali ke
Yogyakarta pada bulan Juli 1949 oleh Presiden Soekarno.

Pemberontakan di Madiun, dan ketidakstabilan politik yang sedang berlangsung, melemahkan


kondisi kesehatan Sudirman. Pada 1948 Sudirman didiagnosis mengidap tuberkulosis (TBC).

Hingga pada November 1948, paru-paru kanannya dikempeskan lantaran ditengarai sudah
mengalami infeksi. Sudirman terus berjuang melawan TBC dengan melakukan pemeriksaan di
Panti Rapih, Yogyakarta. Ia dipindahkan ke sebuah rumah di Magelang pada Desember 1949.

Pada saat yang bersamaan, pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan konferensi panjang
selama beberapa bulan yang berakhir dengan pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia pada
27 Desember 1949.

Meskipun sedang sakit, Sudirman saat itu juga diangkat sebagai panglima besar TNI di negara
baru bernama Republik Indonesia Serikat.

Selang sebulan, tepatnya pada 18.30 tanggal 29 Januari 1950 Jenderal Sudirman wafat di
Magelang, Jawa Tengah. Kabar duka ini dilaporkan dalam sebuah siaran khusus di RRI.

Jenazah Sudirman disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman pada sore hari. Jenazah Sudirman
kemudian dibawa ke Taman Makam Pahlawan Semaki dengan berjalan kaki, sementara
kerumunan pelayat sepanjang 2 kilometer mengiringi di belakang.

Anda mungkin juga menyukai