Anda di halaman 1dari 23

Pembekalan DIKSAR

MAN Tarakan Tahun


2022-2023
Paskibraka
Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan
Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas
utamanya untuk mengibarkan dan
menurunkan Bendera Pusaka (kini duplikat)
dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan
Republik Indonesia dan Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia di tiga
tempat, yakni tingkat kabupaten/kota, provinsi,
dan nasional. Anggotanya berasal dari
pelajar SMA/sederajat kelas 10 dan/atau 11.
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(Paskibraka) merupakan putra-putri terbaik
bangsa, kader pemimpin bangsa yang direkrut
dan diseleksi secara bertahap dan berjenjang
melalui sistem dan mekanisme pendidikan dan
pelatihan yang menanamkan nilai-
nilai kebangsaan serta penguatan aspek mental
dan fisik agar memiliki kemampuan prima
dalam melaksanakan tugas sebagai pasukan
pengibar bendera pusaka.  Paskibraka berada
[1]

dibawah binaan dan asuhan Kementerian


Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Perbedaan PASKIBRAKA dengan PASKIBRA
Berikut penjelasan dari makna: Paskibraka,
Paskibra, dan Purna Paskibraka Indonesia
(PPI)
 Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan
Pengibar Bendera Pusaka yang di mana
anggotanya bertugas melaksanakan
pengibaran dan/atau penurunan
duplikat sang saka merah putih pada upacara
peringatan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia di tingkat kota/kabupaten, provinsi,
dan/atau nasional. Setelah melaksanakan
tugasnya, mereka akan disebut
sebagai Purna Paskibraka.
 Paskibra adalah singkatan dari Pasukan
Pengibar Bendera yang bukan bertugas
sebagai pengibar dan/atau penurun
duplikat sang saka merah putih di tingkat
kota/kabupaten, provinsi, maupun nasional.
Mereka bertugas ditingkat lain seperti
di sekolah, kantor diplomatik Perwakilan
Indonesia di luar negeri, serta di suatu
instansi/organisasi lain.
 Purna Paskibraka Indonesia (disingkat PPI)
adalah organisasi yang beranggotakan
mereka yang pernah bertugas sebagai
anggota Paskibraka pada upacara
peringatan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia, baik di tingkat kabupaten/kota,
provinsi atau nasional. Pengurus pusatnya
berlokasi di Jakarta.
MOTTO PASKIBRAKA
MOTTO PASKIBRA !!!
TIDAK TAKUT SALAH, TIDAK TAKUT KALAH,
TIDAK TAKUT JATUH, TIDAK TAKUT MATI.
TAKUT MATI JANGAN HIDUP
TAKUT HIDUP MATI SEKALIAN
Kalau ada seribu kami adalah Satu
Kalau ada serratus kami tetap satu
Kalau ada sepuluh kami yakin tetap Satu
Kalau ada satu yaitulah kami
Lambang Paskibraka dan Purna
Paskibraka
Dalam organisasi kepaskibrakaan, terdapat dua
lambang, yang pertama adalah lambang
Paskibraka/Paskibra yang bergambarkan dua
pemuda/pemudi paskibraka menengok
kekanan dengan seragam Pakaian Dinas
Upacara (PDU) putih yang adalah lambang
untuk anggota Paskibraka/Paskibra aktif yang
sedang bertugas. Lambang ini dipasang di
lengan sebelah kanan seragam PDU
Paskibraka yang sedang bertugas.
Sedangkan
untuk Paskibraka yang telah melaksanakan
tugasnya di tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi
dan Nasional, mereka berlambangkan Purna
Paskibraka Indonesia (PPI) yang
berlambangkan daun dan bunga teratai.
Penjelasan lambangnya sebagai berikut:
 tiga helai daun yang tumbuh ke atas: artinya
paskibraka harus belajar, bekerja, dan
berbakti
 tiga helai daun yang tumbuh

mendatar/samping: artinya seorang pakibra


harus aktif, disiplin, dan bergembira.
[2]

Artinya adalah bahwa setiap anggota


paskibraka memiliki jiwa yang sangat mulia.
dan mengapa Lambang Anggota Paskibraka
dilambangkan dengan Bunga Teratai. Karena
Bunga Teratai tumbuh di lumpur dan
berkembang diatas air yang bermakna bahwa
anggota Paskibraka adalah pemuda dan
pemudi yang tumbuh dari (Orang Biasa) tanah
air yang sedang bermekar/berkembang dan
membangun.
Sejarah
Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946,
pada saat ibu kota Indonesia dipindahkan ke
Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi
Kemerdekaan RI yang ke-1,
Presiden Soekarno memerintahkan salah satu
ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk
menyiapkan pengibaran bendera pusaka di
halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.
Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas
suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran
bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda
dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka
adalah generasi penerus perjuangan bangsa
yang bertugas.
Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin
terlaksana, maka Mutahar hanya bisa
menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan
2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan
kebetulan sedang berada di Yogyakarta, salah
satunya Siti Dewi Sutan Assin. Lima orang
tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu,
sampai tahun 1949, pengibaran bendera di
Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara
yang sama.
Ketika Ibu kota dikembalikan ke Jakarta pada
tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani
pengibaran bendera pusaka. Pengibaran
bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di
Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah
Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966.
Selama periode itu, para pengibar bendera
diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang
ada di Jakarta.
Pada tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil
Presiden Soeharto untuk menangani lagi
masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan
ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946
di Yogyakarta, dia kemudian mengembangkan
lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok
yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:
 Pasukan 17 / pengiring (pemandu),
 Pasukan 8 / pembawa bendera (inti),

 Pasukan 45 / pengawal

Jumlah tersebut merupakan simbol dari


tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17
Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu dengan
situasi kondisi yang ada, Mutahar hanya
melibatkan putra daerah yang ada
di Jakarta dan menjadi anggota
Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas
pengibaran bendera pusaka. Rencana semula,
untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari
para mahasiswa AKABRI (Generasi Muda
ABRI) namun tidak dapat dilaksanakan. Usul
lain menggunakan anggota pasukan
khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, KKO,
dan Brimob) juga tidak mudah. Akhirnya diambil
dari Pasukan Pengawal Presiden
(PASWALPRES) yang mudah dihubungi
karena mereka bertugas di lingkungan Istana
Kepresidenan Jakarta.
Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas
pengibar bendera pusaka adalah para pemuda
utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh
provinsi mengirimkan utusan sehingga masih
harus ditambah oleh eks-anggota pasukan
tahun 1967.
Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara
Jakarta berlangsung upacara penyerahan
duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan
reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto
kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I
seluruh Indonesia. Bendera duplikat (yang
terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan
menggantikan Bendera Pusaka pada
peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi
Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di
Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera
Pusaka bertugas mengantar dan menjemput
bendera duplikat yang dikibar/diturunkan. Mulai
tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera
pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-
tanah air Indonesia yang merupakan utusan
dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap
provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra
dan putri.
Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai
tahun 1972 masih Pasukan Pengerek Bendera
Pusaka. Baru pada tahun 1973, Idik
Sulaeman melontarkan suatu nama untuk
Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan
Paskibraka. PAS berasal dari PASukan, KIB
berasal dari KIBar mengandung pengertian
pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti
PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar
bendera pusaka disebut Paskibraka.
Pembentukan formasi pasukan
Formasi khusus Paskibraka yaitu:
 Kelompok 17 berposisi di paling depan
berperan sebagai pemandu dan pengiring
pasukan yang dipimpin oleh seorang
Komandan Kelompok (DanPok). Kelompok
17 Ini seluruhnya merupakan anggota
Paskibraka.
 Kelompok 8 berposisi di belakang kelompok
17 berperan sebagai pasukan inti dan
pembawa duplikat Bendera Pusaka merah
putih. Kelompok ini terdapat dua putri
Paskibraka berperan sebagai
pembawa bendera, satu berposisi didepan
tengah sebagai pembawa baki bendera
utama (Pembawa Baki 1) dan dibelakangnya
berperan sebagai cadangan pembawa baki
bendera (Pembawa Baki 2), mereka dikawal
oleh empat
anggota TNI atau POLRI bersenjata untuk di
tingkat Kota/Kabupaten dan Provinsi,
sedangkan di tingkat nasional (di Istana
Merdeka) dikawal oleh
anggota Yonwalprotneg Paspampres.
Kemudian terdapat tiga putra Paskibraka
(dikenal dengan istilah "Tiga Pengibar"), satu
putra berperan sebagai pembentang
bendera, satu putra berperan sebagai
Komandan Kelompok 8 sekaligus sebagai
pengerek tali bendera (posisi ditengah), dan
satu putra berperan sebagai pengerek tali
bendera. Kemudian tiga putri Paskibraka di
saf belakang berperan sebagai
pelengkap/pagar pasukan.
 Pasukan 45 berposisi di belakang Kelompok
8 membawa senapan berperan sebagai
pasukan pengawal/pengaman kehormatan
dengan fungsi simbolis. Mereka merupakan
anggota dari TNI atau POLRI dan untuk di
tingkat nasional terdiri dari
anggota Yonwalprotneg Paspampres. Jika
ditotal, pasukan ini berjumlah 45 personel
dengan rincian: satu orang sebagai Danki
Paskibraka, empat orang pengawal di
Pasukan 8, dan total 40 orang di Pasukan 45.
Pasukan 45 terdiri dari empat regu dengan
jumlah orang dalam tiap regu adalah 10
orang, tiap regu dipimpin oleh seorang
Komandan Regu disingkat "Danru" yang
berposisi di sebelah kanan saf pertama regu.
Beberapa daerah menggunakan anggota
Paskibraka sebagai Pasukan 45, ini
disesuaikan dengan kebutuhan dan kebijakan
dari Pemda, Dinas Pemuda dan Olahraga
(Dispora), dan pengurus Purna Paskibraka
Indonesia (PPI) di masing-masing daerah.
Keseluruhan formasi pasukan yang dijelaskan
diatas dipimpin oleh seorang Komandan Kompi
Paskibraka (Danki Paskibraka) yang berposisi
di sebelah kanan Komandan Kelompok
(DanPok) 17. Danki Paskibraka
merupakan perwira TNI atau POLRI dengan
pangkat minimal Letnan Satu atau Letnan
Dua (jika dari TNI) dan Inspektur Polisi
Satu atau Inspektur Polisi Dua (jika dari Polri),
sementara di tingkat nasional
berpangkat Kapten (jika dari TNI) atau Ajun
Komisaris Polisi (jika dari Polri). .
[4]

Tingkat penugasan
Pada dasarnya Paskibraka terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu:
1. Paskibraka Nasional (Pasnas)
2. Paskibraka Provinsi
3. Paskibraka Kota/Kabupaten
tingkat terpusat yaitu tingkat Nasional adalah
Paskibraka yang diseleksi dari seluruh provinsi
di Indonesia yang tiap-tiap provinsi akan
mengutus satu putra dan satu putri terbaik dan
tingkat ini melaksanakan tugas di Istana
Merdeka Jakarta, dengan inspektur upacara
yaitu Presiden Republik Indonesia.
Pembentukan Paskibraka tingkat Provinsi yaitu
diseleksi dari kota-kota pada provinsi tersebut
dan akan diutus ke ibu kota provinsi dengan
inspektur upacara yaitu Gubernur. Untuk tingkat
Kota/Kabupaten yaitu melaksanakan tugas
di Kota/Kabupaten asal Paskibraka tersebut
dengan inspektur upacara yaitu Wali
Kota/Bupati.
Seleksi dan Diklat
Paskibraka diawali dengan seleksi dari tingkat
Kota/Kabupaten pada bulan Maret dan April.
Bagi yang lolos mengikuti seleksi untuk ke
tingkat Provinsi akan dikirim pada bulan Mei.
Dari tingkat Provinsi, bagi yang lolos seleksi
untuk ke tingkat nasional akan dikirim dua
pasang putra dan putri ke seleksi
tingkat nasional pada bulan Juni. Kemudian,
seleksi tingkat nasional akan menetapkan satu
pasangan putra dan putri terbaik dari setiap
provinsi untuk mewakili provinsi yang
bersangkutan menjadi anggota Paskibraka
nasional yang akan bertugas di Istana
Merdeka, Jakarta pada 17 Agustus nanti.
Anggota Paskibraka tingkat nasional memasuki
asrama pelatihan pada minggu terakhir bulan
Juli. Selama tiga minggu, para calon
Paskibraka (disingkat Capaska) akan menjalani
latihan Peraturan Baris Berbaris (PBB) dan
latihan formasi
pengibaran/penurunan bendera untuk di Istana
merdeka nanti, latihan ini dilaksanakan di Pusat
Pelatihan Paskibraka Cibubur dan pada
minggu-minggu mendekati tanggal 17 di bulan
Agustus latihan akan dilaksanakan bersama
dengan personel Batalyon Pengawal Protokoler
Kenegaraan (Yonwalprotneg)
Paspampres yang akan menjadi pasukan 45
Paskibraka Nasional. Setelah melaksanakan
gladi kotor dan gladi bersih pada tanggal 14
dan 15 Agustus, mereka akan dikukuhkan
dalam upacara "Pangukuhan" pada tanggal 16
Agustus di Istana negara oleh Presiden
Republik Indonesia yang dihadiri oleh Panglima
TNI, Kapolri, serta pejabat-pejabat
pemerintahan pusat lainya.  Keesokan harinya,
[7]

pada tanggal 17 Agustus, anggota Paskibraka


akan melaksanakan tugas utamanya yaitu
untuk mengibarkan dan menurunkan
duplikat Bendera Pusaka pada saat upacara
peringatan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta Pusat.
Selain mengikuti latihan fisik baris berbaris,
anggota Paskibraka juga mengikuti latihan
mental, spiritual dan kepemimpinan yang
disebut Latihan Pandu Ibu-Indonesia
Berpancasila. Latihan ini bermaksud
mempersiapkan anggota Paskibraka menjadi
putra-putri Indonesia terbaik yang akan menjadi
generasi penerus dan calon-calon pemimpin
pada masa depan. Pelatihan ganda seperti itu
sudah ditradisikan sejak tahun 1968, namun
untuk lebih menyeragamkan pelatihan tersebut
ke tingkat provinsi dan kabupaten/kota,
pemerintah telah mengeluarkan pedoman yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Pemuda dan
Olahraga (Permenpora) No. 065 Tahun 2015.

Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17
Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17
Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang
dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi
oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah hibah
dari Faradj Martak di Jalan Pegangsaan Timur
No. 56, Jakarta Pusat.  Proklamasi tersebut
[1]

menandai dimulainya perlawanan diplomatik


dan bersenjata dari Revolusi Nasional
Indonesia, yang berperang melawan
pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda,
hingga Belanda secara resmi mengakui
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949. [2]

Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa


mereka telah memutuskan untuk menerima
secara de facto tanggal 17 Agustus 1945
sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.
 Namun, pada tanggal 14 September 2011,
[3]

pengadilan Belanda memutuskan dalam


kasus pembantaian Rawagede bahwa Belanda
bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk
mempertahankan penduduknya, yang juga
mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah
bagian dari Hindia Timur Belanda,
bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17
Agustus 1945 sebagai tanggal
kemerdekaannya.  Dalam sebuah wawancara
[4]

tahun 2013, sejarawan Indonesia Sukotjo,


antara lain, meminta pemerintah Belanda untuk
secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan
pada 17 Agustus 1945.  Perserikatan Bangsa-
[5]

Bangsa mengakui tanggal 27 Desember 1949


sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.
Naskah Proklamasi ditandatangani oleh
Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai
"Soekarno" menggunakan ortografi Belanda)
dan Mohammad Hatta,  yang kemudian
[7]

ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden


berturut-turut sehari setelah proklamasi
dibacakan.
Hari Kemerdekaan dijadikan sebagai hari libur
nasional melalui keputusan pemerintah yang
dikeluarkan pada 18 Juni 1946.
Penyusunan naskah Proklamasi
Pada malam hari setelah Peristiwa
Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali
ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI
(Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan)
di Hindia Belanda tidak mau menerima
Sukarno–Hatta yang diantar oleh Maeda dan
memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi
Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum
pemerintahan militer Jepang, untuk menerima
kedatangan rombongan tersebut. Nishimura
mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal
16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari
Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status
quo, tidak dapat memberi izin untuk
mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh
Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno
dan Hatta menyesali keputusan itu dan
menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang
perwira yang bersemangat "bushido", ingkar
janji agar dikasihani oleh Sekutu. Sukarno–
Hatta lantas meminta agar Nishimura jangan
menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara
pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang
panas itu Maeda dengan diam-diam
meninggalkan ruangan karena diperingatkan
oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah
Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira
penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah
Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya
wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, mereka menuju
rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam
Bonjol No. 1) diiringi oleh Shunkichiro
Miyoshi guna melakukan rapat untuk
menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa
Sukarno dan Hatta yang ditinggalkan berdebat
dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri
menuju kamar tidurnya. Teks proklamasi ditulis
di ruang makan laksamana Tadashi Maeda.
Para penyusun teks proklamasi itu adalah
Soekarno, Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di
ruang depan, hadir B.M. Diah, Sayuti
Melik, Soekarni, dan Soediro. Miyoshi yang
setengah mabuk duduk di kursi belakang
mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi
kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima
seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan
teks proklamasi dan menyarankan agar
pemindahan kekuasaan itu hanya berarti
kekuasaan administratif. Tentang hal ini,
Soekarno menegaskan bahwa pemindahan
kekuasaan itu berarti "transfer of power". Hatta,
Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan
Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan
klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan
klaim Nishijima masih didengungkan.
bangsa Indonesia, dan Sayuti menyalin dan
mengetik naskah tersebut, menggunakan
mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan
Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr.
Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan
proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada,
namun berhubung alasan keamanan
dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan
Proklamasi Nomor 1).

Kota Tarakan
Kota Tarakan adalah sebuah kota di
Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia dan juga
merupakan kota terbesar di Kalimantan Utara.
Kota ini memiliki luas wilayah 677,53 km² dan
sesuai dengan data Badan Pusat
Statistik 2021, kota Tarakan berpenduduk
sebanyak 242.786 jiwa (2020). Tarakan atau
juga dikenal sebagai Bumi Paguntaka, berada
pada sebuah pulau kecil. Semboyan dari Kota
Tarakan adalah Tarakan Kota "BAIS" (Bersih,
Aman, Indah, Sehat dan Sejahtera).
Geografi
Kota Tarakan, yang secara geografis terletak
pada 3°14'23" - 3°26'37" Lintang Utara dan
117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur, terdiri dari
tiga pulau, yaitu Pulau Bunyu, Pulau Tarakan,
dan Pulau Sadau dengan luas wilayah
mencapai 677,53 km².
Batas Wilayah
Utara berbatasan dengan Pulau Bunyu
Timur berbatasan Laut Sulawesi
Selatan berbatasan Kecamatan Sesayap
dan Sekatak Kbupaten Bulungan
Barat berbatasan dengan Kecamatan
Tanjung Palas Kabupaten Bulungan
12 GARDAS
1. SIKAP SEMPURNA
2. LENCANG DEPAN
3. LENCANG KANAN
4. SETEGAH LENCANG KANAN
5. HORMAT
6. HADAP KANAN
7. HADAP KIRI
8. HADAP SERONG KANAN
9. HADAP SERONG KIRI
10. BALIK KANAN
11. BALIK KANAN
12. BERHITUNG

Anda mungkin juga menyukai