Anda di halaman 1dari 15

Machine Translated by Google

Jurnal Keanekaragaman Hayati Tropis dan Bioteknologi


Volume 06, Edisi 01 (2021): jtbb60113
DOI: 10.22146 / jtbb.60113

Mengulas artikel

Aspek Nutrigenomik dan Biomolekuler dari


Moringa oleifera
Bubuk Daun Sebagai Suplementasi Anak Stunting
Agus Indra Yudhistira Diva Putra1 , Nyoman Budhi Wirananda Setiawan1 , Made Indira Dianti
Sanjiwani1 , Ida Ayu Ika Wahyuniari2, Agung Wiwiek Indrayani3*
1)Sekolah Kedokteran dan Pendidikan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali
2)Jurusan Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali
3)Jurusan Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali *
Penulis korespondensi, email: agungwiwiek@unud.ac.id

Dikirim: 24 September 2020; Diterima: 22 November 2020; Diterbitkan online: 16 Januari 2021

ABSTRAK
Stunting merupakan masalah kesehatan global. Berdasarkan data WHO, terdapat 161
juta anak yang mengalami stunting. Suplementasi ASI berupa serbuk daun kelor
diketahui bermanfaat dalam menekan kejadian stunting. Serbuk daun kelor mengandung
protein, zat gizi mikro, dan mineral seperti kalsium, zat besi, natrium, vitamin C dan E, beta
karoten, serta antioksidan (asam flavonoid, asam fenolat, glukosinolat, isothiocyanate, dan
saponin). Penggunaan serbuk daun kelor pada kasus stunting telah dilakukan, namun
penelitian lebih lanjut dalam aspek nutrigenomik dan biologi molekuler belum dilakukan.
Studi ini merupakan tinjauan literatur dari artikel yang relevan dari www.pubmed.com,
www.sciencedirect.com, dan sarjana.google.com.

Penulis menggunakan kata kunci “stunting”, “nutrigenomik”, “biomolekuler”, dan


“Moringa oleifera”. Mikroba patogen seperti Shigella dan E. coli patogen
tertelan dapat menyebabkan perubahan urutan DNA dalam patogenesis pengerdilan.
Serbuk daun kelor dapat melewati mekanisme nutrigenomik dan biomolekuler.
Beberapa makro dan mikromolekul serbuk daun kelor seperti folat berperan dalam
metilasi DNA; protein nabati dan asam lemak bertindak sebagai promotor dalam urutan
DNA; vitamin bertindak sebagai kofaktor untuk enzim, antioksidan, dan antiinflamasi.
Melihat berbagai mekanisme potensial dalam aspek nutrigenomik dan biologi molekuler,
serbuk daun kelor dapat digunakan dalam mengatasi stunting. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memberikan tinjauan lebih lanjut tentang sitokin dan molekul yang
termasuk dalam tinjauan pustaka ini.

Kata kunci: biomolekuler, Moringa oleifera, nutrigenomik, stunting

PENGANTAR
Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis yang dimulai sejak dini
yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sehingga anak akan lebih
pendek dari yang seharusnya sesuai dengan perkembangan usianya (De Onis &
Branca 2016). Selain penderitaan fisik, stunting juga menyebabkan gangguan
pertumbuhan kognitif (Zhang & Chandola 2017).
Stunting masih menjadi masalah kesehatan global hingga saat ini. Berdasarkan WHO
data, terdapat 161 juta anak stunting di seluruh dunia (World Health
Organization 2015). Indonesia negara kelima dengan stunting terbanyak

Hak Cipta: © 2021, J. Tropical Biodiversity Biotechnology (CC BY-SA 4.0)


-1-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

kasus sebanyak 26% pada tahun 2015 yang menimpa balita (Kemenkes 2013;
Kemenkes 2018).
Apabila stunting tidak ditanggulangi dengan baik, maka akan menjadi
masalah serius bagi pemerintah karena berkaitan dengan sumber daya manusia
masa depan bangsa. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan intervensi gizi yang
meningkatkan pendidikan masyarakat dan gizi tambahan khusus. Intervensi gizi
khusus dilakukan dengan pemberian makanan pendamping ASI (Mitra 2015).

Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat diketahui efektif dalam


menekan angka kejadian stunting. Makanan yang dapat diberikan
sebagai makanan pendamping ASI adalah tepung daun kelor (Kuswanto & Widanti
2018). Moringa oleifera atau tanaman kelor melimpah di Indonesia (Dhakar et al.
2011). Moringa oleifera merupakan komoditas yang banyak tumbuh di Indonesia
yang berpotensi digunakan sebagai makanan pendamping ASI yang ekonomis dan
murah. Pemanfaatan daun kelor telah dilakukan di sejumlah masyarakat. Sebagai
contoh, sebuah penelitian yang dilakukan di Yogyakarta melaporkan bahwa
menambahkan bubuk Moringa oleifera ke dalam makanan bayi membuat peningkatan
positif indeks massa tubuh ke nilai rata-rata sekitar 13-14 anak dari 30 responden
(Rahayu & Nurindahsari 2018). Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Piyungan
menunjukkan hasil yang serupa. Ibu dengan status pendidikan tinggi cenderung
memilih makanan pendamping ASI yang kaya bubuk kelor untuk bayinya yang dapat
meningkatkan tinggi badan balita sebesar 0,476 cm menjadi 0,594 cm (Muliawati &
Sulistyawati 2019). Moringa oleifera
mengandung mineral (seperti kalsium, zat besi, dan natrium), vitamin C dan E, beta
karoten, serta antioksidan (asam flavonoid, asam fenolat, glukosinolat, isothiocyanate,
dan saponin) (Leone et al. 2015). Berbagai senyawa dalam serbuk daun kelor dapat
mempengaruhi proses genomik (transkriptomik, proteomik, dan metabolomik) serta
proses inflamasi yang terjadi khususnya pada stunting (Susanto et al. 2017).
Pemenuhan zat gizi pada bayi perlu dilakukan agar tidak menimbulkan peradangan
dan terganggunya proses genomik yang terjadi pada stunting.

Pemanfaatan serbuk daun kelor untuk pengerdilan saat ini sedang dilakukan,
namun belum ada penelitian lebih lanjut yang merangkum aspek nutrigenomik dan
biologi molekuler. Oleh karena itu dalam tinjauan pustaka ini, kami akan membahas
aspek nutrigenomik dan biologi molekuler dari Moringa oleifera
daun bedak sebagai suplemen untuk anak kerdil. Kajian tersebut ditulis karena
belum ada literatur yang membahas secara tuntas kandungan yang terkandung
dalam daun kelor terhadap patofisiologi stunting.

BAHAN DAN METODE


Metode penulisan yang digunakan adalah literature review dengan artikel yang
relevan dari search engine seperti pubmed.com, sciencedirect.com, dan
Scholar.google.com. Kami mencari kata kunci "stunting", "nutrigenomik",
"biomolekuler", dan "Moringa oleifera". Berdasarkan hasil pencarian, kami
menyaring literatur dan hanya menggunakan artikel dalam prosiding atau jurnal baik
dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia. Kemudian penyortiran dilakukan
dengan memahami abstrak dan isi artikel. Kriteria inklusi adalah seluruh artikel
penelitian tentang hubungan gizi Moringa oleifera dengan stunting. Artikel yang
melebihi 10 tahun terakhir dieliminasi kecuali tidak ada penelitian baru yang
bertentangan dengan isi artikel. Dari 71 artikel yang direview, ditemukan 60 artikel
yang cocok sebagai referensi.

HASIL DAN DISKUSI

Stunting
Stunting adalah keadaan kurang gizi sehingga individu akan pendek dibawah

-2-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

grafik pertumbuhan rata-rata. Kondisi ini menjadi salah satu kontributor yang
menyebabkan peningkatan kematian anak usia dini akibat gizi buruk yang
berlanjut ke fase terminal (Susanto et al. 2017).
Tingkat pendidikan orang tua mempengaruhi preferensi dalam menawarkan makanan
untuk gizi anak. Kebanyakan orang tua hanya memberikan ASI eksklusif hingga enam bulan,
yang membuat ASI tidak cukup untuk mendukung nutrisi anak. Di sisi lain, kondisi sosial
ekonomi yang kurang membuat orang tua tidak mampu memberikan makanan yang layak bagi
anaknya, sehingga anak cenderung kurang gizi. Makanan pendamping ASI sangat penting untuk
diberikan kepada bayi di bawah satu tahun karena makanan pendamping ASI akan mendukung
pematangan mielinisasi perkembangan otak, sehingga mengurangi defisit kognitif pada
perkembangan anak (Soetjiningsih 1995).

Makanan pendamping ASI harus diberikan kepada bayi, terutama yang berusia 6-24 tahun
bulan, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak (Mufida et al. 2015).
Sebagian besar orang tua kurang memahami bagaimana mengatur kebutuhan gizi sesuai usia
anak sehingga gizi anak rentan mengalami gagal berkembang (Maki A 2014). Hal ini menjadi
alasan untuk memberikan nutrisi anak selama masa pertumbuhan karena akan menjadi investasi
bagi kondisi anak di masa depan (Shekar et al. 2017). Dalam proses tumbuh kembang anak,
diperlukan kandungan mikronutrien yang cukup pada makanan pendamping ASI sehingga
diperlukan fortifikasi (Kim et al. 2009). Zat gizi mikro dan protein berperan penting dalam tubuh,
sehingga apabila anak mengalami defisiensi zat gizi mikro maka akan memicu penurunan regulasi
asam amino dalam tubuh (Reddy et al. 2018). Selain itu, protein berfungsi sebagai stabilizer dan
buffer dalam tubuh, sehingga berperan sebagai penjaga dalam sistem imun seperti antibodi
(Laurus et al. 2016).

Jika kebutuhan zat gizi yang mengandung protein dan zat gizi mikro
tidak terpenuhi maka anak akan rentan mengalami stunting. Stunting cenderung
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi akibat pelepasan sitokin proinflamasi berupa IL-1,
IL-6, dan IL-8 yang menyebabkan anak berpotensi mengalami sindrom metabolik di kemudian
hari (Abd El-Maksoud et al . al.2017). Kejadian ini membutuhkan kemampuan parenting care
untuk memberikan nutrisi yang tepat kepada anak agar anak tidak mengalami gizi buruk (Glover-
Amengor et al. 2017).

Moringa oleifera Daun-daun

Moringa oleifera merupakan tanaman budaya-magis-medis yang memiliki banyak


zat bioaktif dan dapat hidup pada berbagai kondisi tanah (Daba 2016).
Menurut penelitian di Uganda, tanaman Moringa oleifera dapat digunakan untuk
menyembuhkan 24 penyakit metabolik kronis dan salah satunya adalah stunting (Kasolo et al.
2010). Nutrisi Moringa oleifera cukup lengkap yaitu protein, mikronutrien, mineral alami,
dan antioksidan (Leone et al. 2015). Hal ini didukung oleh penelitian di Tanzania, kandungan nutrisi
Moringa oleifera
lebih tinggi dibandingkan jeruk, terong, bayam, kubis, dan kacang tanah (Shija et al.
2019). Nilai gizi per 100 g ekstrak daun kelor terdiri dari karbohidrat 9,1 g, serat pangan
2,1 g, lemak 1,7 g, dan protein 8,1 g.
Kandungan vitamin Moringa oleifera adalah vitamin A 80 g, tiamin 0,103 mg, riboflavin 0,112
mg, niasin 1,5 asam pantotenat 0,48 mg, vitamin B6 0,129 mg, folat 41 g, dan vitamin C 8,6
mg (Abbas et al. 2018) . Moringa oleifera relatif mudah dibuat menjadi serbuk dan efisien
karena hanya dijemur dengan sinar matahari kemudian diblender dengan mesin, kandungan
nutrisinya hampir sama jika dibandingkan dengan cara konvensional (metode dengan tambahan
pemanasan 35-550C dalam mesin) (Susanto dkk. 2017). Dengan demikian, tanaman ini praktis
digunakan di rumah tangga, mengandung polifenol yang cukup untuk nutrisi bayi, dan dapat
memenuhi kebutuhan zat besi untuk anemia (Teshome et al. 2009; Zongo et al. 2013; Rahayu &
Nurindahsari 2018). Lima gram bubuk Moringa oleifera sebagai makanan pendamping pada
makan dua fase setiap hari sudah

-3-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

memenuhi 75% kebutuhan nutrisi bayi setelah menyusui (Amagloh et al.


2012). Penggunaan serbuk daun kelor untuk mengatasi stunting selama 4
bulan dianggap layak (Rosha et al. 2016). Efek samping seperti diare jarang
dikeluhkan karena serbuk daun kelor juga berperan sebagai antidiare (Joung
et al. 2017).
Daun kelor memiliki potensi manfaat untuk memodifikasi epigenetik.
Mereka juga memiliki manfaat sebagai zat aktif dalam pendekatan
nutrigenomik, selain efek anti-inflamasi, antioksidan, dan antianemia.
Stunting dapat dipicu oleh adanya kontaminan dalam makanan
karena terdapat mikroba patogen. Makanan yang terkontaminasi akan masuk
ke saluran pencernaan yang memicu ketidakseimbangan komposisi mikrobiota
usus untuk mengubah struktur, fungsi, dan kemampuan regenerasi epitel usus
yang mengubah proses metagenomik dan metatranskriptomik. Ada dua jalur
dari perubahan metagenomik dan metatranskriptomik ini. Jalur pertama
menjelaskan gangguan persimpangan ketat dan enterosit yang meningkatkan
permeabilitas usus dan kemudian meningkatkan translokasi mikroba.
Peningkatan translokasi mikroba meningkatkan lipopolisakarida (LPS),
Endocab, reseptor sCD14 untuk LPS, reseptor sCD163 untuk LPS, dan
memicu inflamasi mukosa usus. Peradangan mukosa dapat meningkatkan
neopterin, ATT (protein spesifik), myeloperoxidase (MPO), dan dapat memicu
kaskade sistemik dan selanjutnya meningkatkan kadar protein C-reaktif (CRP)
dan alfa 1-acid glycoprotein (AGP). Proses ini meningkatkan kebutuhan nutrisi
anak dan menciptakan resistensi hormon pertumbuhan, meningkatkan
hepsidin, dan menurunkan EPO (eritropoiesis). Jalur kedua menjelaskan
terjadinya perubahan metagenomik dan metatranskriptomik dan menyebabkan
vili usus

Gambar 1. Tinjauan Tindakan Mekanisme Serbuk Daun Kelor pada Patofisiologi Stunting pada Tingkat
Molekul, Seluler, dan Fisiologis Melalui Mekanisme Nutrigenomik, Antioksidan, Antiinflamasi, dan Antianemia (Sedgh
et al. 2000; Mohan 2013; Ma et al. 2020; Prendergast et al. al.2015 ; Gonzalez dkk.2015 ; Saini dkk.2016 ; Denardo
dkk.2015).
-4-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

Atrofi dapat meningkatkan protein pengikat asam lemak usus (iFABP) dan
menurunkan luas permukaan penyerapan yang menyebabkan malabsorpsi
nutrisi yang dikonsumsi anak. Peningkatan hepcidin dan penurunan EPO akan
menyebabkan anemia yang memicu hipoksia sel dan apoptosis sel menyebabkan
malabsorpsi nutrisi yang dikonsumsi. Akibatnya terjadi peningkatan gizi akibat
apoptosis sel yang bila tidak terpenuhi kecukupan gizinya mengganggu
pertumbuhan linier anak sehingga menjadi stunting. Selain itu, stunting dapat
disebabkan oleh defisiensi zinc dan defisiensi protein serta kelahiran prematur
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan kurang gizi selama kehamilan. Moringa
oleifera memiliki mekanisme antioksidan dan nutrigenomik yang menghambat
urutan metagenomik dan metatranskriptomik.
Selain itu, efek anti-inflamasi dari Moringa oleifera menghambat peradangan
mukosa dan sistemik. Kandungan lain berupa kalsium menghambat
penurunan aktivitas mTOR kompleks 1 (mTORC1) yang meningkatkan
sintesis protein dan meningkatkan pertumbuhan lempeng epifisis yang
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan linier anak. Penjelasan ini dijelaskan
pada Gambar 1. (Sedgh et al. 2000; Mohan 2013; Ma et al. 2020; Prendergast et al.
2015; Gonzalez dkk. 2015; Saini dkk. 2016; Denardo dkk. 2015; Stefano dkk.
2019).

Mekanisme dalam Aspek Nutrigenomik


Patogenesis stunting melibatkan perubahan asam deoksiribonukleat (DNA).
Genom dapat dimodifikasi melalui nutrigenomik dimana nutrisi mempengaruhi
stabilitas genom. Nutrigenomik erat kaitannya dengan epigenetik. Nutrigenomik
adalah studi tentang efek zat yang terkandung dalam makanan pada ekspresi gen.
Sedangkan epigenetik mengacu pada variasi yang berasal dari DNA yang mengatur
arsitektur kromosom dan memodifikasi ekspresi gen tanpa mengubah urutan DNA
yang mendasarinya. Epigenetik dapat dibedakan dari mutasi genetik. Epigenetik
tidak menghasilkan perubahan urutan nukleotida karena terdiri dari modifikasi
seperti metilasi DNA, deasetilasi histon, pembungkaman gen oleh microRNA
(miRNA), dan menjaga stabilitas kromosom (Gonzalez et al. 2015; Saini et al.
2016). DNA melilit protein yang disebut histon. Modifikasi histon mengacu pada
seberapa dekat untaian DNA melilit histon. Modifikasi histon diketahui mempengaruhi
transkripsi protein, proses perbaikan DNA, replikasi DNA, dan kondensasi kromatin.
Faktor makanan secara langsung mempengaruhi mekanisme epigenetik ini (Saini
et al. 2016).

Nutrisi dapat mengubah ekspresi gen dalam beberapa cara, seperti: bertindak
sebagai ligan untuk reseptor faktor transkripsi; dimetabolisme di jalur metabolisme
primer atau sekunder sehingga mengubah konsentrasi substrat atau zat antara;
dan mengubah jalur transduksi sinyal.
Ada tiga pengaruh penting yang dapat mengubah cara gen diekspresikan,
yaitu gen apa yang dihidupkan, bagaimana pesan dalam gen ditranskripsi,
dan apa efek pasca translokasi dalam sel oleh ekspresi gen tersebut
(Gonzalez et al. 2015) .
Dalam aspek nutrigenomik, folat yang terkandung dalam daun kelor
serbuk berperan dalam modifikasi epigenetik seperti metilasi DNA, melalui
jalur seperti yang dijelaskan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2
menggambarkan sekitar 50% S-adenosilmetionin (SAM) dimetabolisme di hati.
SAM dimetabolisme menjadi S-adenosylhomocysteine (SAH) yang kemudian
dimetabolisme menjadi homocysteine. Homocysteine dapat dimetabolisme menjadi
cystathionine dan kemudian cysteine atau methionine. Serbuk daun kelor juga
mengandung protein nabati yang berperan sebagai ligan pada DNA sequence
promoter yang kemudian memulai transkripsi DNA untuk produksi protein kembali
(Huang et al. 2014). Protein yang direproduksi ini berperan dalam mengatasi
stunting (Ma et al. 2020). Selain protein, asam lemak dalam

-5-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

Serbuk daun kelor juga memiliki kemampuan yang sama dalam mempengaruhi
transkripsi DNA (Mohan 2013). Asam lemak yang terkandung dalam Moringa oleifera
bubuk daun adalah -3 Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) yang merupakan linolenat
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Asam lemak -3 rantai panjang seperti
asam eicosapentaenoic (EPA) atau asam docosahexaenoic (DHA) disintesis de novo
dalam organisme dari asam lemak -linolenat (Rodríguez-Cruz & Serna 2017). Vitamin dan
mineral yang terkandung dalam bubuk daun kelor juga berperan dalam nutrigenomik
karena salah satu fungsinya adalah meningkatkan efisiensi enzim. Vitamin adalah kofaktor
untuk enzim, enzim diklasifikasikan sebagai protein, dan protein dapat diubah karena
perubahan genetik dan perubahan genetik ini mempengaruhi fungsi protein. Pembentukan
kofaktor aktif membutuhkan enzim yang aktif, terlebih lagi agar enzim dapat berfungsi
secara maksimal, kofaktor aktif yang memadai harus ada (Gonzalez et al. 2015).

Asam folat berperan dalam proses nutrigenomik. Asam folat ini masuk
nukleus yang memicu asam dihydrofolic (DHF) untuk diubah menjadi tetrahidrofuran
(THF). Nantinya, THF dengan bantuan vitamin B6 dan vitamin B2 akan diubah menjadi
5-10 metilen THF dan bergabung dengan betaine dan homocysteine menjadi B12.
Vitamin B12 dan B6 akan diubah menjadi metionin yang kemudian diubah menjadi S-
adenosilmetionin (SAM) dan oleh enzim DNA methyltransferase (DNAMTase) dan SAM
masuk ke dalam inti sel dan mengalami modifikasi epigenetik yang berperan dalam
proses nutrigenomik (Huang et al . al.2014). Penjelasan ini dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. S-adenosylmethionine (SAM) Diproduksi dalam Satu Metabolisme Karbon


Asam Folat, Bertindak di Nukleus Sel untuk Menginduksi Modifikasi Epigenetik (Dimodifikasi
Dari: Huang et al. 2014).

S-adenosylmethionine (SAM) yang memasuki nukleus menyebabkan genomic


metilasi dan metilasi metabolik. Metilasi genom menyebabkan remodeling kromatin
dan modifikasi histon. Modifikasi histone memicu pengaktifan gen yang membungkam
stunting. Peningkatan mTOR kompleks 1 (mTORC1) dengan adanya glukosa, faktor
pertumbuhan, dan asam amino juga meningkatkan aktivitas mTORC1 yang mengaktifkan
Unc -51 Like Autophagy Activating Kinase 1 (ULK1) dan menyebabkan penurunan
autophagy sehingga sel tidak makan sendiri dan kemudian memicu 4E-Binding Protein
(4EBP) untuk mensintesis protein dan berkontribusi pada perkembangan anak (Huang et
al. 2014).
Penjelasan ini dijelaskan pada Gambar 3.
Asam lemak yang terkandung dalam serbuk daun kelor adalah -3
Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang merupakan -linolenat seperti terlihat pada
Gambar 4. Asam lemak -3 rantai panjang seperti eicosapentaenoic acid (EPA) atau
docosahexaenoic acid (DHA) disintesis de novo dalam organisme dari -

-6-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

asam lemak linolenat (Rodríguez-Cruz dan Serna, 2017). EPA dan DHA
memicu aktivitas peroksisom proliferator-activated receptor gamma (PPAR-ÿ) yang
kemudian memasuki nukleus untuk menginduksi produksi adiponektin. EPA dan
DHA juga meningkatkan beta-oksidasi dan mengurangi akumulasi lipid melalui
aktivitas adenosin monofosfat protein kinase (AMPK). Penghambatan pembentukan
prostaglandin E2 (PGE2) juga terjadi melalui penurunan asam arakidonat (AA). EPA
dan DHA juga menghambat lipopolisakarida (LPS) dan meningkatkan aktivitas
reseptor pasangan G-protein 120 (GPR120) sehingga menghambat faktor inti kappa
beta (NFKB) dan tidak membentuk interleukin-6 (IL).
-6) dan monosit chemoattractant protein 1 (MCP1). Vitamin dan mineral yang
terkandung dalam bubuk daun kelor juga berperan dalam nutrigenomik karena
salah satu fungsinya adalah meningkatkan efisiensi enzim.
Vitamin adalah kofaktor untuk enzim, enzim diklasifikasikan sebagai protein,
dan protein dapat diubah karena perubahan genetik dan mempengaruhi fungsi protein.
Pembentukan kofaktor aktif membutuhkan enzim yang aktif, terlebih
lagi agar enzim dapat berfungsi secara maksimal, kofaktor aktif yang
memadai harus ada (Gonzalez et al. 2015).

Gambar 3. Mekanisme Aksi SAM dalam Nutrigenomik (Dimodifikasi Dari: Huang


et al. 2014).

Gambar 4. Mekanisme Kerja Asam -linolenat dalam Nutrigenomik (Dimodifikasi


Dari: Rodríguez-Cruz & Serna 2017).

Mekanisme dalam Aspek Biokimia


Antioksidan adalah senyawa yang menghambat oksidasi sehingga mencegah
stres oksidatif yang menyebabkan kerusakan DNA (Wang et al. 2017). Zat
antioksidan yang terkandung dalam serbuk daun kelor adalah polifenol,
vitamin C, vitamin E, dan glukomoringin-isothiocyanate (GMG).
-ITC). Polifenol menginduksi efek antioksidan melalui mekanisme transfer atom
hidrogen (HAT), transfer elektron tunggal (SET), dan khelasi logam transisi (TMC)
(Leopoldini et al. 2011). Polifenol berguna dalam

-7-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

mengurangi peroksida lipid dan meningkatkan konsentrasi glutathione


(GSH), serta menurunkan aktivitas enzim SOD dan katalase. Selain itu,
polifenol juga dapat menurunkan konsentrasi serum malondialdehid (MDA) (Ma
et al. 2020). Serbuk daun kelor kaya polifenol (seperti flavonoid quercetin,
isorhamnetin, dan kaempferol glikosida) dan asam fenolik (Sedgh et al. 2000;
Ma et al. 2020). Vitamin C dan E bekerja sama sebagai antioksidan. Vitamin E
mengubah radikal bebas lipid seperti peroksil (LOO•) dan alkoxyl (LO•) menjadi
lipid hidroperoksida (LOOH) dan lipid hidroksida (LOH) melalui transfer atom
hidrogen ke strukturnya. Vitamin E yang telah kehilangan atom hidrogennya akan
diperbaharui kembali oleh vitamin C sehingga vitamin E mengandung atom
hidrogen kembali dan siap untuk mengubah radikal bebas kembali (Valko et al.
2004).
GMG-ITC merupakan salah satu jenis glukosinolat yang dominan
ditemukan pada serbuk daun kelor . GMG yang diubah menjadi ITC memiliki
efek antioksidan aktif pada tubuh (Gambar 5). ITC menyebabkan peningkatan
ekspresi faktor 2 terkait eritroid 2 (Nrf2) yang kemudian mentranslokasi ke
nukleus dan melepaskan ikatannya dengan KEAP1 di sitoplasma. Di dalam
nukleus, Nrf2 berikatan dengan protein Maf kecil (sMaF) dan mengalami
fosforilasi yang memicu transkripsi beberapa senyawa yang penting dalam
proses penurunan stres oksidatif. Senyawa yang akan ditingkatkan adalah
superoksida dismutase-1 (SOD-1), GSH/GSR, NAD(P)
H:quinone oxidoreductase 1 (NQO1), glutaredoxin (GLRX), heme
oxygenase-1 (HO-1), thioredoxin reductase/thioredoxin (TXNRD/TXN), dan
nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) (Saini et al. 2016).

Gambar 5. Mekanisme Kerja GMG-ITC sebagai Antioksidan (Modified From:


Saini et al. 2016).

Peradangan juga berperan penting dalam patofisiologi stunting, dengan


menginduksi resistensi Hormon Pertumbuhan (GH), peningkatan kebutuhan
nutrisi tubuh, dan juga anemia, dan semua ini menghasilkan apoptosis sel seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1. Peradangan dimulai dengan pengikatan
lipopolisakarida (LPS) ke TLR4. Zat anti inflamasi dalam serbuk daun kelor yang
berperan dalam menghambat stunting adalah vitamin E, vitamin C, GMG-ITC,
dan All-E lutein seperti yang dijelaskan pada Gambar 6 (Prendergast et al. 2015).
Vitamin E dan C berperan dalam penghambatan NF-ÿB, dimana vitamin C bekerja
langsung di dalam nukleus dan vitamin E melalui penghambatan PKC-.
Sedangkan GMG-ITC dan All-E lutein menurunkan ekspresi TLR4 yang akan
menyebabkan penurunan aktivasi NF-ÿB melalui MAPK (ERK/JNK) dan IÿBÿ.
Penekanan NF-ÿB akan menghambat ekspresi messenger RNA (mRNA) dan
mengakibatkan penurunan inducible nitric oxide synthase (iNOS),

-8-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

siklooksigenase-2 (COX-2), dan dengan demikian menurunkan pelepasan TNFÿ, IL-1ÿ,


IL-6, dan IL-8 (Mohan 2013). GMG-ITC juga akan meningkatkan aktivasi IKK yang
akan mengurangi fosforilasi IÿB dan akan mengulangi proses penghambatan NF-ÿB
lagi. Penjelasan tersebut dijelaskan pada Gambar 6. (Mohan 2013).

Gambar 6. Mekanisme Kerja GMG-ITC, All-E-Lutein, Vitamin C, dan


Vitamin E Sebagai Antiinflamasi

Moringa oleifera dapat bertindak sebagai anti-anemia melalui mekanisme


langsung dan tidak langsung. Mekanisme tidak langsung terjadi melalui penipisan
sintesis IL-6 yang diinduksi oleh GMG-ITC, sehingga menghambat ekspresi hepcidin
di hepatosit (Ganz & Nemeth 2011). Mekanisme anti anemia secara langsung
melibatkan beberapa senyawa aktif dalam bubuk daun kelor , seperti protein nabati,
zat besi, dan vitamin C (Idohou-Dossou et al.
2011; Saini dkk. 2014). Protein nabati akan diubah menjadi asam amino (AA) di
saluran pencernaan yang kemudian berkontribusi pada eritropoiesis melalui sintesis
transferin, protoporfirin, dan globin (Idohou-Dossou et al. 2011). Besi selain berperan
dalam eritropoiesis (proses pembentukan eritrosit dengan besi yang mengikat oksigen),
juga dapat menekan sintesis mRNA hepcidin di hepatosit. Penurunan kadar hepcidin
meningkatkan aktivitas ferroprotein (FPN). Ini memfasilitasi besi untuk memasuki
enterosit ke dalam plasma darah dan memicu eritropoiesis di sumsum tulang. Efek ini
memicu potensi zat besi yang terkandung dalam bubuk daun kelor menjadi lebih baik
daripada zat besi yang terkandung dalam ferric citrate (obat ampuh untuk anemia saat
ini) (Saini et al. 2014). Vitamin C bertindak sebagai penambah zat besi nonheme.

Zat besi dalam serbuk daun kelor tergolong zat besi nonheme (Fe3+) karena
berasal dari tumbuhan. Untuk memasuki enterosit, jenis besi ini perlu diubah menjadi
bentuk Fe2+. Konversi Fe3+ menjadi Fe2+ terjadi dengan bantuan sitokrom b
duodenum (DCYTB), suatu enzim reduktase besi. Enzim ini membutuhkan vitamin C
sebagai kofaktor dengan cara mendonorkan elektronnya dan mereduksi Fe3+ menjadi
Fe2+, sehingga Fe2+ dapat diangkut oleh divalent metal transporter-1 (DMT-1).
Senyawa vitamin C yang sudah terkandung dalam bubuk daun kelor dapat
memfasilitasi konversi zat besi dan membantu penyerapannya di dalam usus (Idohou-
Dossou et al. 2011).

Keunggulan Moringa oleifera Daun Bubuk


Pengembangan inovasi penggunaan serbuk daun kelor sebagai bahan tambahan
makanan pendamping ASI berpotensi untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan
mencegah stunting. Penggunaan Moringa oleifera
daun bedak sebagai alternatif makanan tambahan untuk anak stunting dapat

-9-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

meringankan beban negara dalam besarnya impor kacang hijau dan susu yang
juga sulit dijangkau oleh kelas ekonomi menengah ke bawah (Nasmiati et al.
2014).
Menurut hasil survei konsumsi pangan di Provinsi Jawa Tengah, sebagian
besar masyarakat mengkonsumsi pangan yang mengandung protein nabati
dibandingkan dengan daging yang berprotein hewani yang harganya relatif lebih mahal (Rosha et
2016). Protein nabati yang sering dikonsumsi adalah berupa olahan kedelai.
Menurut penelitian sebelumnya oleh Swarinastiti et al. (2018), konsumsi tempe
saja menyebabkan 4,49 kali risiko stunting pada anak-anak, karena tempe rendah
asam amino (metionin dan sistein) dan jika sintesis protein tidak optimal,
kerentanan gangguan pertumbuhan akan lebih tinggi (Swarinastiti et al.2018).
Berdasarkan penelitian terbaru, formulasi diet untuk memperbaiki kondisi stunting
masih dengan kombinasi makanan pokok (jagung, bubur nasi, dan/atau ubi) dengan
sumber protein nabati (tahu dan tempe), dan menambahkan bubuk daun kelor untuk
melengkapi . seluruh kebutuhan nutrisi dengan rasio 60:30:10 untuk memenuhi
kebutuhan kalori minimum menurut WHO yaitu 200-300 kkal (Stefano et al. 2019;
Netshiheni et al. 2019).

Pengolahan makanan yang dianjurkan untuk anak adalah dengan cara dikukus
karena mudah dihaluskan dan tidak terjadi denaturasi protein dibandingkan dengan
metode deep frying yang dapat menurunkan kandungan mikronutrien sebesar 5-40%
(Mohan 2013). Protein nabati dapat diberikan mulai usia 6 bulan, sedangkan protein
hewani aman diberikan pada usia delapan bulan karena mengandung gluten yang sulit
dicerna. Selain itu, daging yang tersedia di pasaran mungkin mengandung bahan
pengawet seperti monosodium glutamat (MSG).
(Ganasen dkk. 2018). MSG dapat memicu perlambatan pertumbuhan linier yang
menyebabkan pertumbuhan tidak optimal pada anak (Chakraborty 2019). Daging
yang diawetkan juga dapat menyebabkan sindrom metabolik di masa depan, yang
juga merupakan komplikasi dari stunting (Chibisov et al. 2019). Serbuk daun kelor
mengandung seng dan zat besi sehingga berpotensi menjadi sumber utama makanan
pendamping ASI (Mawouma et al. 2017).

Keterbatasan Dalam Moringa oleifera Daun Bubuk


proses pemberian tepung daun kelor sebagai makanan pendamping, batasan yang
muncul adalah rasa pahit. Di sisi lain, rasa pahit merupakan bentuk pengenalan rasa
pada anak. Proses ini juga mendukung perkembangan sensasi rasa anak. Untuk
mengatasi keterbatasan tersebut, konsumsi serbuk daun kelor dapat dilakukan dengan
menambahkan serbuk pada beberapa segmen makanan serta memperkirakan
kebiasaan dan waktu makan anak (Probowati et al. 2016).

Konsumsi makanan pendamping dapat disesuaikan dengan mengatur harian


jadwal, seperti kombinasi jus buah dengan madu dan tambahan bubuk daun
kelor di pagi hari, dan kombinasi bubur dengan susu atau santan dan tambahan bubuk
daun kelor di sore atau malam hari. Konsumsi ini sebaiknya dilakukan sebelum
menyusui untuk menghindari rasa kenyang pada bayi dan akhirnya menolak makan
(Oyeyinka & Oyeyinka 2018). Prinsip pemberian fortifikasi makanan pendamping
tepung daun kelor adalah memberikan pengalaman yang baik bagi anak dan
meminimalkan pengalaman buruk tersebut (Loya & Nuryanto 2017). Efek serbuk daun
kelor ini akan optimal jika konsumsinya dilakukan terus menerus setiap hari selama
empat bulan (Joung et al. 2017).

Tinjauan pustaka ini telah membahas beberapa jalur yang dianggap dapat
mengobati stunting, seperti nutrigenomik, antiinflamasi, antioksidan, dan antianemia.
Namun, sitokin dan molekul termasuk dalam literatur ini

-10-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

review belum banyak dibahas, sehingga perlu dilakukan studi literatur lebih
lanjut.

KESIMPULAN
Serbuk daun kelor sangat bermanfaat dalam mencegah stunting. Konsumsi
serbuk daun kelor sebagai fortifikasi dalam makanan pendamping memiliki
potensi melalui aspek nutrigenomik dan biologi molekuler dengan
mekanismenya sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan agen antianemia. Oleh
karena itu, penelitian lebih lanjut terkait dengan aspek-aspek tersebut harus
dikembangkan di masa depan.

KONTRIBUSI PENULIS
Pengumpulan data dan ide pemilik penelitian ini dilakukan oleh Agus Indra
Yudhistira Diva Putra, Nyoman Budhi Wirananda Setiawan, Made Indira Dianti
Sanjiwani, Agung Wiwiek Indrayani. Penulisan dan penyerahan naskah
dilakukan oleh Agus Indra Yudhistira Diva Putra, Nyoman Budhi Wirananda
Setiawan, Made Indira Dianti Sanjiwani, Agung Wiwiek Indrayani. Selain itu,
editing dan final draft approval dilakukan oleh Agung Wiwiek Indrayani dan Ida
Ayu Ika Wahyuniari.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada Ida Ayu Ika Wahyuniari yang telah memberikan bantuan
bahasa dan mengoreksi artikel.

KONFLIK KEPENTINGAN
Tidak ada kepentingan bersaing mengenai naskah.

REFERENSI

Abbas, RK, Elsharbasy, FS, & Fadelmula, AA 2018. Nilai gizi moringa oleifera,
protein total, asam amino, vitamin, mineral, karbohidrat, lemak total dan
serat kasar, di bawah kondisi semi-kering di Sudan. Jurnal Teknologi
Mikroba & Biokimia, 10 (2), hlm. 56-58.
Abd El-Maksoud, AM, Khairy, SA, Sharada, HM, Abdalla, MS & Ahmed, NF
2017. Evaluasi sitokin pro-inflamasi pada anak-anak Mesir yang
terhambat nutrisinya. Lembaran Asosiasi Pediatri Mesir, 65, hlm.
80-84.
Amagloh, FK, Hardacre, A., Mutukumira, AN, Weber, JL, Brough, L.
& Coad, J. 2012. Makanan bayi berbasis ubi jalar tingkat rumah tangga
untuk melengkapi inisiatif suplementasi vitamin A. Gizi ibu & anak, 8, hlm.
512-521.
Chakraborty, SP 2019. Aspek patofisiologi dan toksikologi
monosodium glutamat. Mekanisme dan Metode Toksikologi, 29, hlm. 389-
396.
Chibisov, S., Singh, M., Singh, RB, Halabi, G., Horiuchi, R. & Takahashi, T. 2019.
Ketahanan pangan fungsional untuk pencegahan obesitas dan sindrom
metabolik. Peran Ketahanan Pangan Fungsional dalam Kesehatan Global.
lain.
Daba, M. 2016. Pohon ajaib: Tinjauan multiguna Moringa oleifera dan implikasinya
terhadap mitigasi perubahan iklim. J. Ilmu Bumi. mendaki
Perubahan, 7.
De Onis, M. & Branca, F. 2016. Pengerdilan anak: perspektif global.
Nutrisi ibu & anak, 12, hlm. 12-26.
Denardo, A., Arosio, P. & Carmona, DF 2015. Produksi BMP6 manusia
rekombinan dan peptida untuk studi aktivitas pengikatan heparin.
Tesis, Universitas Bresica, Italia.
-11-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

Dhakar, RC, Maurya, SD, Pooniya, BK, Bairwa, N. & Gupta, M. 2011.
Moringa: Emas herbal untuk memerangi malnutrisi. Kronik Ilmuwan Muda , 2.

Ganasen, M., Togashi, H., Takeda, H., Asakura, H., Tosha, T., Yamashita, K., Hirata,
K., Nariai, Y., Urano, T. & Yuan, X. 2018 Dasar struktural untuk mempromosikan
penyerapan zat besi duodenum oleh reduktase besi enterik dengan askorbat.
Biologi komunikasi, 1, hlm. 1-12.
Ganz, T. & Nemeth, E. 2011. Sistem hepcidin-ferroportin sebagai
target terapi pada anemia dan gangguan kelebihan zat besi. Hematologi 2010,
Buku Program Pendidikan Hematologi Masyarakat Amerika, 2011, hlm. 538-542.

Glover - Amengor, M., Aryeetey, R., Afari, E. & Nyarko, A. 2017.


Komposisi mikronutrien dan akseptabilitas daun kelor-
hidangan yang diperkaya oleh anak-anak di distrik Ada-East, Ghana. Ilmu & Gizi
Pangan, 5, hlm. 317-323.
Gonzalez, MJ, Miranda-Massari, JR, Duconge, J., Rodriguez, JR,
Cintron, K., Berdiel, MJ & Rodriguez, JW 2015. Nutrigenomik, Koreksi
Metabolik dan Penyakit. Jurnal Kedokteran Restoratif, 4, hlm.
74-82.
Huang, W.-L., Tung, C.-W., Liaw, C., Huang, H.-L. & Ho, S.-Y. 2014. Metode akuisisi
pengetahuan berbasis aturan untuk prediksi promotor pada spesies manusia
dan drosophila. Jurnal Dunia Ilmiah, 2014, 327306.
Idohou-Dossou, N., Diouf, A., Gueye, A., Guiro, A. & Wade, S. 2011.
Dampak konsumsi harian serbuk daun kelor (Moringa oleifera) kering pada
status besi ibu menyusui Senegal. Jurnal Afrika tentang pangan, pertanian, nutrisi
dan pembangunan, 11, hlm. 4985-4999.
Joung, H., Kim, B., Park, H., Lee, K., Kim, H.-H., Sim, H.-C., Do, H.-J.,
Hyun, C.-K. & Lakukan, M.-S. 2017. Moringa oleifera yang difermentasi
menurunkan adipositas hati dan memperbaiki intoleransi glukosa pada tikus
gemuk yang diinduksi diet tinggi lemak. Jurnal makanan obat, 20, hlm. 439-447.
Kasolo, JN, Bimenya, GS, Ojok, L., Ochieng, J. & Ogwal-Oken, JW
2010. Fitokimia dan penggunaan daun kelor di masyarakat pedesaan Uganda.
Jurnal Penelitian Tanaman Obat, 4, hal 753-757.
Kemenkes, R. 2013. Laporan riset kesehatan dasar tahun 2013 [2013 Basic Health
Research report]. Jakarta: Balai Penelitia dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes, R. 2018. Situasi balita pendek (Stunting) di Indonesia [The
situation of stunting in Indonesia]. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan. Semester I.
Kim, MS, Wu, KY, Auyeung, V., Chen, Q., Gruppuso, PA &
Phornphutkul, C. 2009. Pembatasan leusin menghambat proliferasi dan
diferensiasi kondrosit melalui mekanisme yang bergantung dan tidak bergantung
pada pensinyalan mTOR. American Journal of Physiology Endokrinologi dan
Metabolisme, 296, hlm. E1374-E1382.
Kou, X., Li, B., Olayanju, JB, Drake, JM & Chen, N. 2018. Potensi nutraceutical atau
farmakologis Moringa oleifera Lam. Nutrisi, 10,
hal 343.
Kuswanto, W. R. a. K. R. & Widanti, Y. A. 2018. Penambahan puree daun kelor
(moringa oleifera) dan puree pisang ambon untuk formula MPASI (Makanan
Pendamping ASI) [Addition of Moringa leaf puree (moringa oleifera) and Ambon
banana puree to formula complementary foods (ASI)]. JITIPARI (Jurnal Ilmiah
Teknologi dan Industri Pangan UNISRI), 3.

Laurus, G., Fatimah, SN & Gurnida, DA 2016. Pola Energi dan


Asupan Protein Anak Stunting Usia 3-5 Tahun di Jatinangor.
Althea Medical Journal, 3, hlm. 364-370.

-12-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

Leone, A., Spada, A., Battezzati, A., Schiraldi, A., Aristil, J. & Bertoli, S. 2015.
Budidaya, Genetika, Etnofarmakologi, Fitokimia dan Farmakologi
Daun Kelor: Gambaran Umum. Jurnal internasional ilmu molekuler, 16,
hlm. 12791-12835.
Leopoldini, M., Russo, N. & Toscano, M. 2011. Dasar molekuler mekanisme
kerja antioksidan polifenol alami. Kimia Makanan, 125, hlm. 288-306.

Loya, R. R. P. & Nuryanto, N. 2017. Pola Asuh Pemberian Makan pada Balita
Stunting Usia 6–12 bulan di Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur.
Diponegoro University.
Ma, Z., Ahmad, J., Zhang, H., Khan, I. & Muhammad, S. 2020. Evaluasi fitokimia
dan sifat obat kelor (Moringa oleifera) sebagai pangan fungsional yang
potensial. Jurnal Botani Afrika Selatan,
129, hlm. 40-46.
Maki A, M. 2014. Hubungan antara pendapatan orang tua dengan status gizi pada
siswa SDN II Tenggong Rejotangan Tulungagung [The relationship between
parents' income and nutritional status of SDN II Tenggong Rejotangan
Tulungagung students]. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 2.

Mawouma, S., Ponka, R. & Mbofung, CM 2017. Akseptabilitas dan


kelarutan kandungan besi dan seng dari saus Moringa oleifera yang
dimodifikasi yang dikonsumsi di wilayah Utara Jauh Kamerun. Ilmu makanan & nutrisi,
5, hal. 344-348.
Mitra, M. 2015. Stunting problems and interventions to prevent stunting (a
Literature Review). Jurnal Kesehatan Komunitas, 2, pp. 254-261.
Mohan, N. 2013. Nutrisi Makanan: Lebih Dari Sekedar Nutrisi. NISCAIR
-CSIR, 50, hlm. 34-35.
Mufida, L., Widyaningsih, TD & Maligan, JM 2015. Prinsip Dasar
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Untuk Bayi 6–24 Bulan: Kajian
Pustaka [Basic Principles of Complementary Breastfeeding (MP
-ASI) for Infants 6–24 Months: Literature Review]. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3.
Muliawati, D. & Sulistyawati, N. 2019. The use of Moringa oleifera extract to prevent
stunting in toddler Jurnal Kesehatan Madani Medika, 10, pp. 123-
131.
Nasmiati, C., Ginting, R. & Rahman, A. 2014. Analisis Produksi Dan
Ketersediaan Serta Kebutuhan Kedelai Dalam Kaitannya Dengan
Ketahanan Pangan Di Provinsi Sumatera Utara [Analysis of Soybean
Production and Availability and Needs in Relation to Food Security in North
Sumatra Province]. JURNAL AGRICA, 7, pp. 13-25.
Netshiheni, KR, Mashau, ME & Jideani, AIO 2019. Sifat nutrisi dan sensoris
bubur jagung instan yang diperkaya dengan daun kelor dan bubuk rayap
(Macrotermes falciger). Ilmu Gizi & Pangan.

Oyeyinka, AT & Oyeyinka, SA 2018. Moringa oleifera sebagai makanan


fortificant: Tren dan prospek terkini. Journal of Saudi Society of
Agricultural Sciences, 17, hlm. 127-136.
Prendergast, AJ, Humphrey, JH, Mutasa, K., Majo, FD, Rukobo, S., Govha, M.,
Mbuya, MN, Moulton, LH & Stoltzfus, RJ 2015.
Penilaian disfungsi enterik lingkungan dalam percobaan SHINE: metode
dan tantangan. Penyakit Menular Klinis, 61, hlm. S726-S732.
Probowati, R., Wibowo, H., Ningtyas, S. F., Ratnawati, M. & Nursalam, N.
2016. Role Attainment Ibu dalam Pemberian MP–Asi dengan
Peningkatan Berat Badan Bayi Usia 6-12 Bulan [Mother's Role
Attainment in Giving MP-Asi with Increasing Body Weight for Infants aged
6-12 Months]. Jurnal Ners, 11, pp. 170-175.

-13-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

Rahayu, T. B. & Nurindahsari, Y. a. W. 2018. Peningkatan status gizi balita


melalui pemberian daun kelor (Moringa oleifera) [Improving the nutritional
status of toddlers through the provision of Moringa oleifera leaves]. Jurnal
Madani Medika, 9, pp. 87-91.
Reddy, VS, Palika, R., Ismail, A., Pullakhandam, R. & Reddy, GB 2018.
Nutrigenomics: Peluang & tantangan nutrisi kesehatan masyarakat.
Jurnal penelitian medis India, 148, hlm. 632.
Rodríguez-Cruz, M. & Serna, DS 2017. Nutrigenomik asam lemak -3: Regulator
faktor transkripsi master. Nutrisi, 41, hlm. 90-96.
Rosha, BC, Sari, K., Sp, IY, Amaliah, N. & Utami, N. 2016. Peran
intervensi gizi spesifik dan sensitif dalam perbaikan masalah gizi balita di
Kota Bogor [The role of specific and sensitive nutrition interventions in
improving nutrition problems for children under five in Bogor City]. Buletin
Penelitian Kesehatan, 44, pp. 127-138.
Saini, R., Manoj, P., Shetty, N., Srinivasan, K. & Giridhar, P. 2014. Suplemen
zat besi makanan dan daun kelor mempengaruhi ekspresi hepcidin
messenger RNA hati dan indeks biokimia status zat besi pada tikus.
Penelitian Nutrisi, 34, hlm. 630-638.
Saini, RK, Sivanesan, I. & Keum, Y.-S. 2016. Fitokimia Moringa oleifera: tinjauan
signifikansi nutrisi, terapeutik, dan industrinya. 3 Biotek, 6, hlm. 203.

Sedgh, G., Herrera, MG, Nestel, P., El Amin, A. & W. Fawzi, W. 2000.
Asupan vitamin A dari makanan dan faktor nondiet berhubungan
dengan pembalikan stunting pada anak. Jurnal nutrisi, 130, hlm. 2520-
2526.
Shekar, M., Kakietek, J., D'alimonte, MR, Rogers, HE, Eberwein, JD, Akuoku,
JK, Pereira, A., Soe-Lin, S. & Hecht, R. 2017. Mencapai target global untuk
mengurangi stunting: kerangka kerja investasi. Kebijakan dan perencanaan
kesehatan, 32, hlm. 657-668.
Shija, AE, Rumisha, SF, Oriyo, NM, Kilima, SP & Massaga, JJ 2019.
Pengaruh suplementasi serbuk daun kelor terhadap penurunan anemia pada
anak di bawah dua tahun di Distrik Kisarawe, Tanzania.
Ilmu pangan & nutrisi, 7, hlm. 2584-2594.
Soetjiningsih, D. 1995. Tumbuh kembang anak [Child growth and
development]. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1, pp. 995.
Stefano, P., Ivana, M., Arianna, G., Letizia, Z., Angelo, G., Rosella, C.,
Roberta, B., Vittorio, C., Antonella, C. & Maurizio, M. 2019 .
Identifikasi microRNA dan gen target relatif pada daun dan kalus
Moringa oleifera. Laporan ilmiah, 9, hal 1-14.
Susanto, H., Hernowati, TE & Indra, MR Khasiat Serbuk Daun Moringa oleifera
Sebagai Terapi Nutrigenomik Terhadap Penyakit Terkait Malnutrisi dan
Gangguan Metabolik: Studi Pendahuluan Varietas Pulau Madura.
Konferensi Internasional Pertama dalam One Health (ICOH 2017), 2017.
Atlantis Press.
Swarinastiti, D., Hardaningsih, G. & Pratiwi, R. 2018. Dominasi Asupan Protein Nabati
Sebagai Faktor Risiko Stunting Anak Usia 2-4 Tahun [Dominasi Asupan Protein
Nabati Sebagai Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 2 Tahun] -4 tahun].
Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7, pp. 1470-1483.
Teshome, B., Kogi-Makau, W., Getahun, Z. & Taye, G. 2009. Besaran dan
determinan stunting pada anak balita di wilayah surplus pangan Ethiopia:
kasus zona gojam barat. Jurnal Pembangunan Kesehatan Ethiopia, 23.

Valko, M., Izakovic, M., Mazur, M., Rhodes, CJ & Telser, J. 2004. Peran radikal
oksigen dalam kerusakan DNA dan kejadian kanker. Biokimia Molekuler
dan Seluler, 266, hlm. 37-56.

-14-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113

Wang, Y., Gao, Y., Ding, H., Liu, S., Han, X., Gui, J. & Liu, D. 2017.
Ekstraksi etanol subkritis flavonoid dari daun kelor dan
evaluasi aktivitas antioksidan. Kimia makanan, 218, hlm. 152-158.
Organisasi Kesehatan Dunia, W. 2015. Statistik kesehatan dunia 2015,
Organisasi Kesehatan Dunia.
Zhang, Z. & Chandola, T. 2017. P17 Malnutrisi kronis pada awal kehidupan dan
hasil kognitif pada pertengahan masa kanak-kanak: bukti dari empat negara
berkembang. J Epidemiol Community Health, 71 (Suppl 1), hlm. A2-A96.
Zongo, U., Zoungrana, SL, Savadogo, A. & Traoré, AS 2013. Rehabilitasi gizi dan
klinis anak-anak kurang gizi parah dengan Moringa oleifera Lam. bubuk daun
di Ouagadougou (Burkina Faso).
Ilmu Pangan dan Gizi, 4, hlm. 991-997.

-15-

Anda mungkin juga menyukai