Mengulas artikel
Dikirim: 24 September 2020; Diterima: 22 November 2020; Diterbitkan online: 16 Januari 2021
ABSTRAK
Stunting merupakan masalah kesehatan global. Berdasarkan data WHO, terdapat 161
juta anak yang mengalami stunting. Suplementasi ASI berupa serbuk daun kelor
diketahui bermanfaat dalam menekan kejadian stunting. Serbuk daun kelor mengandung
protein, zat gizi mikro, dan mineral seperti kalsium, zat besi, natrium, vitamin C dan E, beta
karoten, serta antioksidan (asam flavonoid, asam fenolat, glukosinolat, isothiocyanate, dan
saponin). Penggunaan serbuk daun kelor pada kasus stunting telah dilakukan, namun
penelitian lebih lanjut dalam aspek nutrigenomik dan biologi molekuler belum dilakukan.
Studi ini merupakan tinjauan literatur dari artikel yang relevan dari www.pubmed.com,
www.sciencedirect.com, dan sarjana.google.com.
PENGANTAR
Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis yang dimulai sejak dini
yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sehingga anak akan lebih
pendek dari yang seharusnya sesuai dengan perkembangan usianya (De Onis &
Branca 2016). Selain penderitaan fisik, stunting juga menyebabkan gangguan
pertumbuhan kognitif (Zhang & Chandola 2017).
Stunting masih menjadi masalah kesehatan global hingga saat ini. Berdasarkan WHO
data, terdapat 161 juta anak stunting di seluruh dunia (World Health
Organization 2015). Indonesia negara kelima dengan stunting terbanyak
kasus sebanyak 26% pada tahun 2015 yang menimpa balita (Kemenkes 2013;
Kemenkes 2018).
Apabila stunting tidak ditanggulangi dengan baik, maka akan menjadi
masalah serius bagi pemerintah karena berkaitan dengan sumber daya manusia
masa depan bangsa. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan intervensi gizi yang
meningkatkan pendidikan masyarakat dan gizi tambahan khusus. Intervensi gizi
khusus dilakukan dengan pemberian makanan pendamping ASI (Mitra 2015).
Pemanfaatan serbuk daun kelor untuk pengerdilan saat ini sedang dilakukan,
namun belum ada penelitian lebih lanjut yang merangkum aspek nutrigenomik dan
biologi molekuler. Oleh karena itu dalam tinjauan pustaka ini, kami akan membahas
aspek nutrigenomik dan biologi molekuler dari Moringa oleifera
daun bedak sebagai suplemen untuk anak kerdil. Kajian tersebut ditulis karena
belum ada literatur yang membahas secara tuntas kandungan yang terkandung
dalam daun kelor terhadap patofisiologi stunting.
Stunting
Stunting adalah keadaan kurang gizi sehingga individu akan pendek dibawah
-2-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
grafik pertumbuhan rata-rata. Kondisi ini menjadi salah satu kontributor yang
menyebabkan peningkatan kematian anak usia dini akibat gizi buruk yang
berlanjut ke fase terminal (Susanto et al. 2017).
Tingkat pendidikan orang tua mempengaruhi preferensi dalam menawarkan makanan
untuk gizi anak. Kebanyakan orang tua hanya memberikan ASI eksklusif hingga enam bulan,
yang membuat ASI tidak cukup untuk mendukung nutrisi anak. Di sisi lain, kondisi sosial
ekonomi yang kurang membuat orang tua tidak mampu memberikan makanan yang layak bagi
anaknya, sehingga anak cenderung kurang gizi. Makanan pendamping ASI sangat penting untuk
diberikan kepada bayi di bawah satu tahun karena makanan pendamping ASI akan mendukung
pematangan mielinisasi perkembangan otak, sehingga mengurangi defisit kognitif pada
perkembangan anak (Soetjiningsih 1995).
Makanan pendamping ASI harus diberikan kepada bayi, terutama yang berusia 6-24 tahun
bulan, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak (Mufida et al. 2015).
Sebagian besar orang tua kurang memahami bagaimana mengatur kebutuhan gizi sesuai usia
anak sehingga gizi anak rentan mengalami gagal berkembang (Maki A 2014). Hal ini menjadi
alasan untuk memberikan nutrisi anak selama masa pertumbuhan karena akan menjadi investasi
bagi kondisi anak di masa depan (Shekar et al. 2017). Dalam proses tumbuh kembang anak,
diperlukan kandungan mikronutrien yang cukup pada makanan pendamping ASI sehingga
diperlukan fortifikasi (Kim et al. 2009). Zat gizi mikro dan protein berperan penting dalam tubuh,
sehingga apabila anak mengalami defisiensi zat gizi mikro maka akan memicu penurunan regulasi
asam amino dalam tubuh (Reddy et al. 2018). Selain itu, protein berfungsi sebagai stabilizer dan
buffer dalam tubuh, sehingga berperan sebagai penjaga dalam sistem imun seperti antibodi
(Laurus et al. 2016).
Jika kebutuhan zat gizi yang mengandung protein dan zat gizi mikro
tidak terpenuhi maka anak akan rentan mengalami stunting. Stunting cenderung
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi akibat pelepasan sitokin proinflamasi berupa IL-1,
IL-6, dan IL-8 yang menyebabkan anak berpotensi mengalami sindrom metabolik di kemudian
hari (Abd El-Maksoud et al . al.2017). Kejadian ini membutuhkan kemampuan parenting care
untuk memberikan nutrisi yang tepat kepada anak agar anak tidak mengalami gizi buruk (Glover-
Amengor et al. 2017).
-3-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Gambar 1. Tinjauan Tindakan Mekanisme Serbuk Daun Kelor pada Patofisiologi Stunting pada Tingkat
Molekul, Seluler, dan Fisiologis Melalui Mekanisme Nutrigenomik, Antioksidan, Antiinflamasi, dan Antianemia (Sedgh
et al. 2000; Mohan 2013; Ma et al. 2020; Prendergast et al. al.2015 ; Gonzalez dkk.2015 ; Saini dkk.2016 ; Denardo
dkk.2015).
-4-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Atrofi dapat meningkatkan protein pengikat asam lemak usus (iFABP) dan
menurunkan luas permukaan penyerapan yang menyebabkan malabsorpsi
nutrisi yang dikonsumsi anak. Peningkatan hepcidin dan penurunan EPO akan
menyebabkan anemia yang memicu hipoksia sel dan apoptosis sel menyebabkan
malabsorpsi nutrisi yang dikonsumsi. Akibatnya terjadi peningkatan gizi akibat
apoptosis sel yang bila tidak terpenuhi kecukupan gizinya mengganggu
pertumbuhan linier anak sehingga menjadi stunting. Selain itu, stunting dapat
disebabkan oleh defisiensi zinc dan defisiensi protein serta kelahiran prematur
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan kurang gizi selama kehamilan. Moringa
oleifera memiliki mekanisme antioksidan dan nutrigenomik yang menghambat
urutan metagenomik dan metatranskriptomik.
Selain itu, efek anti-inflamasi dari Moringa oleifera menghambat peradangan
mukosa dan sistemik. Kandungan lain berupa kalsium menghambat
penurunan aktivitas mTOR kompleks 1 (mTORC1) yang meningkatkan
sintesis protein dan meningkatkan pertumbuhan lempeng epifisis yang
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan linier anak. Penjelasan ini dijelaskan
pada Gambar 1. (Sedgh et al. 2000; Mohan 2013; Ma et al. 2020; Prendergast et al.
2015; Gonzalez dkk. 2015; Saini dkk. 2016; Denardo dkk. 2015; Stefano dkk.
2019).
Nutrisi dapat mengubah ekspresi gen dalam beberapa cara, seperti: bertindak
sebagai ligan untuk reseptor faktor transkripsi; dimetabolisme di jalur metabolisme
primer atau sekunder sehingga mengubah konsentrasi substrat atau zat antara;
dan mengubah jalur transduksi sinyal.
Ada tiga pengaruh penting yang dapat mengubah cara gen diekspresikan,
yaitu gen apa yang dihidupkan, bagaimana pesan dalam gen ditranskripsi,
dan apa efek pasca translokasi dalam sel oleh ekspresi gen tersebut
(Gonzalez et al. 2015) .
Dalam aspek nutrigenomik, folat yang terkandung dalam daun kelor
serbuk berperan dalam modifikasi epigenetik seperti metilasi DNA, melalui
jalur seperti yang dijelaskan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2
menggambarkan sekitar 50% S-adenosilmetionin (SAM) dimetabolisme di hati.
SAM dimetabolisme menjadi S-adenosylhomocysteine (SAH) yang kemudian
dimetabolisme menjadi homocysteine. Homocysteine dapat dimetabolisme menjadi
cystathionine dan kemudian cysteine atau methionine. Serbuk daun kelor juga
mengandung protein nabati yang berperan sebagai ligan pada DNA sequence
promoter yang kemudian memulai transkripsi DNA untuk produksi protein kembali
(Huang et al. 2014). Protein yang direproduksi ini berperan dalam mengatasi
stunting (Ma et al. 2020). Selain protein, asam lemak dalam
-5-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Serbuk daun kelor juga memiliki kemampuan yang sama dalam mempengaruhi
transkripsi DNA (Mohan 2013). Asam lemak yang terkandung dalam Moringa oleifera
bubuk daun adalah -3 Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) yang merupakan linolenat
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Asam lemak -3 rantai panjang seperti
asam eicosapentaenoic (EPA) atau asam docosahexaenoic (DHA) disintesis de novo
dalam organisme dari asam lemak -linolenat (Rodríguez-Cruz & Serna 2017). Vitamin dan
mineral yang terkandung dalam bubuk daun kelor juga berperan dalam nutrigenomik
karena salah satu fungsinya adalah meningkatkan efisiensi enzim. Vitamin adalah kofaktor
untuk enzim, enzim diklasifikasikan sebagai protein, dan protein dapat diubah karena
perubahan genetik dan perubahan genetik ini mempengaruhi fungsi protein. Pembentukan
kofaktor aktif membutuhkan enzim yang aktif, terlebih lagi agar enzim dapat berfungsi
secara maksimal, kofaktor aktif yang memadai harus ada (Gonzalez et al. 2015).
Asam folat berperan dalam proses nutrigenomik. Asam folat ini masuk
nukleus yang memicu asam dihydrofolic (DHF) untuk diubah menjadi tetrahidrofuran
(THF). Nantinya, THF dengan bantuan vitamin B6 dan vitamin B2 akan diubah menjadi
5-10 metilen THF dan bergabung dengan betaine dan homocysteine menjadi B12.
Vitamin B12 dan B6 akan diubah menjadi metionin yang kemudian diubah menjadi S-
adenosilmetionin (SAM) dan oleh enzim DNA methyltransferase (DNAMTase) dan SAM
masuk ke dalam inti sel dan mengalami modifikasi epigenetik yang berperan dalam
proses nutrigenomik (Huang et al . al.2014). Penjelasan ini dijelaskan pada Gambar 2.
-6-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
asam lemak linolenat (Rodríguez-Cruz dan Serna, 2017). EPA dan DHA
memicu aktivitas peroksisom proliferator-activated receptor gamma (PPAR-ÿ) yang
kemudian memasuki nukleus untuk menginduksi produksi adiponektin. EPA dan
DHA juga meningkatkan beta-oksidasi dan mengurangi akumulasi lipid melalui
aktivitas adenosin monofosfat protein kinase (AMPK). Penghambatan pembentukan
prostaglandin E2 (PGE2) juga terjadi melalui penurunan asam arakidonat (AA). EPA
dan DHA juga menghambat lipopolisakarida (LPS) dan meningkatkan aktivitas
reseptor pasangan G-protein 120 (GPR120) sehingga menghambat faktor inti kappa
beta (NFKB) dan tidak membentuk interleukin-6 (IL).
-6) dan monosit chemoattractant protein 1 (MCP1). Vitamin dan mineral yang
terkandung dalam bubuk daun kelor juga berperan dalam nutrigenomik karena
salah satu fungsinya adalah meningkatkan efisiensi enzim.
Vitamin adalah kofaktor untuk enzim, enzim diklasifikasikan sebagai protein,
dan protein dapat diubah karena perubahan genetik dan mempengaruhi fungsi protein.
Pembentukan kofaktor aktif membutuhkan enzim yang aktif, terlebih
lagi agar enzim dapat berfungsi secara maksimal, kofaktor aktif yang
memadai harus ada (Gonzalez et al. 2015).
-7-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
-8-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Zat besi dalam serbuk daun kelor tergolong zat besi nonheme (Fe3+) karena
berasal dari tumbuhan. Untuk memasuki enterosit, jenis besi ini perlu diubah menjadi
bentuk Fe2+. Konversi Fe3+ menjadi Fe2+ terjadi dengan bantuan sitokrom b
duodenum (DCYTB), suatu enzim reduktase besi. Enzim ini membutuhkan vitamin C
sebagai kofaktor dengan cara mendonorkan elektronnya dan mereduksi Fe3+ menjadi
Fe2+, sehingga Fe2+ dapat diangkut oleh divalent metal transporter-1 (DMT-1).
Senyawa vitamin C yang sudah terkandung dalam bubuk daun kelor dapat
memfasilitasi konversi zat besi dan membantu penyerapannya di dalam usus (Idohou-
Dossou et al. 2011).
-9-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
meringankan beban negara dalam besarnya impor kacang hijau dan susu yang
juga sulit dijangkau oleh kelas ekonomi menengah ke bawah (Nasmiati et al.
2014).
Menurut hasil survei konsumsi pangan di Provinsi Jawa Tengah, sebagian
besar masyarakat mengkonsumsi pangan yang mengandung protein nabati
dibandingkan dengan daging yang berprotein hewani yang harganya relatif lebih mahal (Rosha et
2016). Protein nabati yang sering dikonsumsi adalah berupa olahan kedelai.
Menurut penelitian sebelumnya oleh Swarinastiti et al. (2018), konsumsi tempe
saja menyebabkan 4,49 kali risiko stunting pada anak-anak, karena tempe rendah
asam amino (metionin dan sistein) dan jika sintesis protein tidak optimal,
kerentanan gangguan pertumbuhan akan lebih tinggi (Swarinastiti et al.2018).
Berdasarkan penelitian terbaru, formulasi diet untuk memperbaiki kondisi stunting
masih dengan kombinasi makanan pokok (jagung, bubur nasi, dan/atau ubi) dengan
sumber protein nabati (tahu dan tempe), dan menambahkan bubuk daun kelor untuk
melengkapi . seluruh kebutuhan nutrisi dengan rasio 60:30:10 untuk memenuhi
kebutuhan kalori minimum menurut WHO yaitu 200-300 kkal (Stefano et al. 2019;
Netshiheni et al. 2019).
Pengolahan makanan yang dianjurkan untuk anak adalah dengan cara dikukus
karena mudah dihaluskan dan tidak terjadi denaturasi protein dibandingkan dengan
metode deep frying yang dapat menurunkan kandungan mikronutrien sebesar 5-40%
(Mohan 2013). Protein nabati dapat diberikan mulai usia 6 bulan, sedangkan protein
hewani aman diberikan pada usia delapan bulan karena mengandung gluten yang sulit
dicerna. Selain itu, daging yang tersedia di pasaran mungkin mengandung bahan
pengawet seperti monosodium glutamat (MSG).
(Ganasen dkk. 2018). MSG dapat memicu perlambatan pertumbuhan linier yang
menyebabkan pertumbuhan tidak optimal pada anak (Chakraborty 2019). Daging
yang diawetkan juga dapat menyebabkan sindrom metabolik di masa depan, yang
juga merupakan komplikasi dari stunting (Chibisov et al. 2019). Serbuk daun kelor
mengandung seng dan zat besi sehingga berpotensi menjadi sumber utama makanan
pendamping ASI (Mawouma et al. 2017).
Tinjauan pustaka ini telah membahas beberapa jalur yang dianggap dapat
mengobati stunting, seperti nutrigenomik, antiinflamasi, antioksidan, dan antianemia.
Namun, sitokin dan molekul termasuk dalam literatur ini
-10-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
review belum banyak dibahas, sehingga perlu dilakukan studi literatur lebih
lanjut.
KESIMPULAN
Serbuk daun kelor sangat bermanfaat dalam mencegah stunting. Konsumsi
serbuk daun kelor sebagai fortifikasi dalam makanan pendamping memiliki
potensi melalui aspek nutrigenomik dan biologi molekuler dengan
mekanismenya sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan agen antianemia. Oleh
karena itu, penelitian lebih lanjut terkait dengan aspek-aspek tersebut harus
dikembangkan di masa depan.
KONTRIBUSI PENULIS
Pengumpulan data dan ide pemilik penelitian ini dilakukan oleh Agus Indra
Yudhistira Diva Putra, Nyoman Budhi Wirananda Setiawan, Made Indira Dianti
Sanjiwani, Agung Wiwiek Indrayani. Penulisan dan penyerahan naskah
dilakukan oleh Agus Indra Yudhistira Diva Putra, Nyoman Budhi Wirananda
Setiawan, Made Indira Dianti Sanjiwani, Agung Wiwiek Indrayani. Selain itu,
editing dan final draft approval dilakukan oleh Agung Wiwiek Indrayani dan Ida
Ayu Ika Wahyuniari.
KONFLIK KEPENTINGAN
Tidak ada kepentingan bersaing mengenai naskah.
REFERENSI
Abbas, RK, Elsharbasy, FS, & Fadelmula, AA 2018. Nilai gizi moringa oleifera,
protein total, asam amino, vitamin, mineral, karbohidrat, lemak total dan
serat kasar, di bawah kondisi semi-kering di Sudan. Jurnal Teknologi
Mikroba & Biokimia, 10 (2), hlm. 56-58.
Abd El-Maksoud, AM, Khairy, SA, Sharada, HM, Abdalla, MS & Ahmed, NF
2017. Evaluasi sitokin pro-inflamasi pada anak-anak Mesir yang
terhambat nutrisinya. Lembaran Asosiasi Pediatri Mesir, 65, hlm.
80-84.
Amagloh, FK, Hardacre, A., Mutukumira, AN, Weber, JL, Brough, L.
& Coad, J. 2012. Makanan bayi berbasis ubi jalar tingkat rumah tangga
untuk melengkapi inisiatif suplementasi vitamin A. Gizi ibu & anak, 8, hlm.
512-521.
Chakraborty, SP 2019. Aspek patofisiologi dan toksikologi
monosodium glutamat. Mekanisme dan Metode Toksikologi, 29, hlm. 389-
396.
Chibisov, S., Singh, M., Singh, RB, Halabi, G., Horiuchi, R. & Takahashi, T. 2019.
Ketahanan pangan fungsional untuk pencegahan obesitas dan sindrom
metabolik. Peran Ketahanan Pangan Fungsional dalam Kesehatan Global.
lain.
Daba, M. 2016. Pohon ajaib: Tinjauan multiguna Moringa oleifera dan implikasinya
terhadap mitigasi perubahan iklim. J. Ilmu Bumi. mendaki
Perubahan, 7.
De Onis, M. & Branca, F. 2016. Pengerdilan anak: perspektif global.
Nutrisi ibu & anak, 12, hlm. 12-26.
Denardo, A., Arosio, P. & Carmona, DF 2015. Produksi BMP6 manusia
rekombinan dan peptida untuk studi aktivitas pengikatan heparin.
Tesis, Universitas Bresica, Italia.
-11-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Dhakar, RC, Maurya, SD, Pooniya, BK, Bairwa, N. & Gupta, M. 2011.
Moringa: Emas herbal untuk memerangi malnutrisi. Kronik Ilmuwan Muda , 2.
Ganasen, M., Togashi, H., Takeda, H., Asakura, H., Tosha, T., Yamashita, K., Hirata,
K., Nariai, Y., Urano, T. & Yuan, X. 2018 Dasar struktural untuk mempromosikan
penyerapan zat besi duodenum oleh reduktase besi enterik dengan askorbat.
Biologi komunikasi, 1, hlm. 1-12.
Ganz, T. & Nemeth, E. 2011. Sistem hepcidin-ferroportin sebagai
target terapi pada anemia dan gangguan kelebihan zat besi. Hematologi 2010,
Buku Program Pendidikan Hematologi Masyarakat Amerika, 2011, hlm. 538-542.
-12-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Leone, A., Spada, A., Battezzati, A., Schiraldi, A., Aristil, J. & Bertoli, S. 2015.
Budidaya, Genetika, Etnofarmakologi, Fitokimia dan Farmakologi
Daun Kelor: Gambaran Umum. Jurnal internasional ilmu molekuler, 16,
hlm. 12791-12835.
Leopoldini, M., Russo, N. & Toscano, M. 2011. Dasar molekuler mekanisme
kerja antioksidan polifenol alami. Kimia Makanan, 125, hlm. 288-306.
Loya, R. R. P. & Nuryanto, N. 2017. Pola Asuh Pemberian Makan pada Balita
Stunting Usia 6–12 bulan di Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur.
Diponegoro University.
Ma, Z., Ahmad, J., Zhang, H., Khan, I. & Muhammad, S. 2020. Evaluasi fitokimia
dan sifat obat kelor (Moringa oleifera) sebagai pangan fungsional yang
potensial. Jurnal Botani Afrika Selatan,
129, hlm. 40-46.
Maki A, M. 2014. Hubungan antara pendapatan orang tua dengan status gizi pada
siswa SDN II Tenggong Rejotangan Tulungagung [The relationship between
parents' income and nutritional status of SDN II Tenggong Rejotangan
Tulungagung students]. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 2.
-13-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Sedgh, G., Herrera, MG, Nestel, P., El Amin, A. & W. Fawzi, W. 2000.
Asupan vitamin A dari makanan dan faktor nondiet berhubungan
dengan pembalikan stunting pada anak. Jurnal nutrisi, 130, hlm. 2520-
2526.
Shekar, M., Kakietek, J., D'alimonte, MR, Rogers, HE, Eberwein, JD, Akuoku,
JK, Pereira, A., Soe-Lin, S. & Hecht, R. 2017. Mencapai target global untuk
mengurangi stunting: kerangka kerja investasi. Kebijakan dan perencanaan
kesehatan, 32, hlm. 657-668.
Shija, AE, Rumisha, SF, Oriyo, NM, Kilima, SP & Massaga, JJ 2019.
Pengaruh suplementasi serbuk daun kelor terhadap penurunan anemia pada
anak di bawah dua tahun di Distrik Kisarawe, Tanzania.
Ilmu pangan & nutrisi, 7, hlm. 2584-2594.
Soetjiningsih, D. 1995. Tumbuh kembang anak [Child growth and
development]. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1, pp. 995.
Stefano, P., Ivana, M., Arianna, G., Letizia, Z., Angelo, G., Rosella, C.,
Roberta, B., Vittorio, C., Antonella, C. & Maurizio, M. 2019 .
Identifikasi microRNA dan gen target relatif pada daun dan kalus
Moringa oleifera. Laporan ilmiah, 9, hal 1-14.
Susanto, H., Hernowati, TE & Indra, MR Khasiat Serbuk Daun Moringa oleifera
Sebagai Terapi Nutrigenomik Terhadap Penyakit Terkait Malnutrisi dan
Gangguan Metabolik: Studi Pendahuluan Varietas Pulau Madura.
Konferensi Internasional Pertama dalam One Health (ICOH 2017), 2017.
Atlantis Press.
Swarinastiti, D., Hardaningsih, G. & Pratiwi, R. 2018. Dominasi Asupan Protein Nabati
Sebagai Faktor Risiko Stunting Anak Usia 2-4 Tahun [Dominasi Asupan Protein
Nabati Sebagai Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 2 Tahun] -4 tahun].
Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7, pp. 1470-1483.
Teshome, B., Kogi-Makau, W., Getahun, Z. & Taye, G. 2009. Besaran dan
determinan stunting pada anak balita di wilayah surplus pangan Ethiopia:
kasus zona gojam barat. Jurnal Pembangunan Kesehatan Ethiopia, 23.
Valko, M., Izakovic, M., Mazur, M., Rhodes, CJ & Telser, J. 2004. Peran radikal
oksigen dalam kerusakan DNA dan kejadian kanker. Biokimia Molekuler
dan Seluler, 266, hlm. 37-56.
-14-
Machine Translated by Google
J. Bioteknologi Keanekaragaman Hayati Tropis, vol. 06 (2021), jtbb60113
Wang, Y., Gao, Y., Ding, H., Liu, S., Han, X., Gui, J. & Liu, D. 2017.
Ekstraksi etanol subkritis flavonoid dari daun kelor dan
evaluasi aktivitas antioksidan. Kimia makanan, 218, hlm. 152-158.
Organisasi Kesehatan Dunia, W. 2015. Statistik kesehatan dunia 2015,
Organisasi Kesehatan Dunia.
Zhang, Z. & Chandola, T. 2017. P17 Malnutrisi kronis pada awal kehidupan dan
hasil kognitif pada pertengahan masa kanak-kanak: bukti dari empat negara
berkembang. J Epidemiol Community Health, 71 (Suppl 1), hlm. A2-A96.
Zongo, U., Zoungrana, SL, Savadogo, A. & Traoré, AS 2013. Rehabilitasi gizi dan
klinis anak-anak kurang gizi parah dengan Moringa oleifera Lam. bubuk daun
di Ouagadougou (Burkina Faso).
Ilmu Pangan dan Gizi, 4, hlm. 991-997.
-15-