SKRIPSI
OLEH :
MUH FITYATUL KAHFI
B111 12 125
SKRIPSI
kepada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERIKANAN
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Muhadar, S.H., M. Si. Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H.
NIP. 19590317 198703 1 002 NIP. 19671010 199201 2 002
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
SAW yang senantiasa menjadi penerang dan suri tauladan bagi seluruh
Ayahanda H Syamsuri Ismail S.H. dan Ibunda Drg. Hj. Yayi Manggarsari
M.Kes yang tak henti-hentinya mencurahkan cinta dan kasih sayang, doa,
sebanyak-banyaknya.
vi
Pada kesempatan ini, penulis juga secara khusus dan penuh
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi S.P. B.O selaku rektor
periode 2014-2018.
2. Bapak Prof Dr. Aswanto S.H., M.Si., DFM selaku dekan Fakultas
3. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.Si., selaku pembimbing I dan ibu
Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H., selaku Pembimbing II atas bimbingan,
4. Bapak Prof. Dr. H.M Said Karim S.H., M.H., M.Si, Bapak Dr Amir
Ilyas S.H., M.H, Bapak Dr Abdul Azis S.H., M.H, dan ibu Dr
skripsi penulis.
Hasanuddin.
vii
6. Kepala Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan
proses penelitian.
penulis pada semester I-VII, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng
8. Bapak Dr Mustafa Bola S.H., M.H dan Bapak Ir. Muh Ali Mantung
berorganisasi.
viii
11. Rekan-rekan seperjuangan, Board Of Director dan Badan Pengurus
Rafi Iriansyah, Ashar Ahmad, Bella Hutami dan Nurul Indah Safitri
Humas & Pubdok dan wakilnya saudara Zulham Arief dan Rusyaid
ix
14. Rekan-rekan seperjuangan selama kuliah di Papacu, Ichwanul
x
18. Keluarga Besar Asian Law Students Association local chapter
dan berproses.
19. Serta semua pihak yang ikut membantu, baik secara langsung
Rabbal Alamin.
karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan
masa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang
berkepentingan.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................... xii
xii
C. Korporasi ................................................................................. 32
xiii
BAB V PENUTUP .............................................................................. 87
A. Kesimpulan ............................................................................. 87
B. Saran ...................................................................................... 88
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
dari 1/3 daratan dan 2/3 lautan yang setelah diratifikasinya Konvensi
luasnya menjadi 7,9 juta km2, yang terdiri dari 2 juta km2 daratan dan
5,9 juta km2 lautan.Maka lautan Indonesia meliputi 70% dari seluruh
1
Alma Manuputty (et.al), 2012, Identifikasi Konseptual Akses Perikanan Negara Tak Berpantai
Dan Negara Yang Secara Geografis Tidak Beruntung Di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, Arus
Timur, Makassar, hlm. 1. Dapat juga dilihat di Laode M Syarif, 2009, Promotion And Management
Of Marine Fisheries In Indonesia, dalam Towards Sustainable Fisheries Law, A Comparative
Analysis, Gerd Winter (ed) IUCN Environmental Policy and Law Paper No, 74, hlm. 31-32.
2
Ibid, hlm. 2.
1
memprioritaskan untuk santapan keluarga (Subsistance type of
manusia bisa saja kehabisan ikan apabila ikan itu terus menerus
dengan kata lain bagaimana membuat ikan ini dapat berkembang biak
dilakukan, bukan saja dari segi teknis dan peralatan penangkapan ikan
unggulan.
3
Djoko Tribawono, 2013, Hukum Perikanan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.
2
kepentingan meraih cita-cita negara untuk menciptakan masyarakat
termanfaatkan baru 5,4 juta ton per tahun dari potensi yang
4
Gatot Supramono, 2011, Hukum Acara Pidana&Hukum Pidana Di Bidang Perikanan, PT Rineka
Cipta, Jakarta, hlm. 4.
5
Alma Manuputty (et.al), op.cit., hlm. 4.
6
Ibid.
3
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas
yang dialami negara akibat pencurian ikan atau IUU Fishing tersebut
7
Lihat dalam http://kkp.go.id/index.php/berita/menteri-susi-ilegal-fishing-tidak-bisa-
dikompromi-dan-harus-di-stop/, diakses tanggal 4 februari 2016.
4
Indonesia.Tak hanya itu, tindak pidana ini juga dilakukan oleh
Perikanan .”
B. Rumusan Masalah
8
Lihat dalam http://kkp.go.id/index.php/pers/kkp-umumkan-perkembangan-kasus-iuu-fishing/ di
akses tanggal 4 februari 2016
5
2. Bagaimanakah sistem pertanggungjawaban pidana yang
perikanan ?
C. Tujuan Penelitian
perikanan.
perikanan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
6
2. Manfaat Praktis
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang secara expressiv verbis tertuang dalam suatu rumusan delik atau
unsur yang tertulis dan unsur yang tidak tertulis, sedangkan bestandeel
9
Eddy Os Hiariej, 2014, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm. 97.
8
Rumusan delik mempunyai dua fungsi, pertama sebagai
tersebut adalah bahwa rumusan delik yang berisi unsur-unsur delik hanya
ketentuan Pidana, Sebagai contoh dapat kita lihat pada Pasal 338 Kitab
1. Unsur barangsiapa
3. Unsur merampas
merampas dan unsur nyawa orang lain adalah unsur objektif.Kata kata
9
belas tahun” bukanlah unsur delik tetapi merupakan kualifikasi delik dan
sebagai kejahatan.
10
Ibid, hlm. 98-99.
10
Pembedaan perbuatan Pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran
Manusia11.
Hukum Pidana.
11
Ibid, hlm. 103.
11
untuk melakukan suatu perbuatan.Kebalikan dari delik komisi ialah
ialah delik umum, sedangkan delik khusus ialah delik yang hanya
12
bias dilakukan oleh orang-orang dengan kualifikasi
politik.12
12
Ibid, hlm. 105-106.
13
7. Delik Berdiri Sendiri Dan Delik Lanjutan
Arti penting pembagian delik berdiri sendiri dan lanjutan ialah dalam
yang berdiri sendiri, akan tetapi dapat saja delik yang berdiri sendiri
lebih mendekati rumusan delik yang dituju akan tetapi delik tersebut
13
Ibid, hlm. 107-108.
14
karena memenuhi rumusan delik, akan tetapi seseorang dapat
Pidana.
pelaku.
Pembagian delik menjadi delik biasa dan delik aduan memiliki arti
tersebut lebih lanjut.Paling tidak ada tiga bab dalam Kitab Undang-
15
Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan delik aduan,
jabatan.
rumusan delik.14
14
Ibid, hlm. 114.
16
2. Penerapan Unsur-Unsur Delik
cocok, maka dapat dikatakan bahwa peristiwa itu merupakan suatu tindak
salah satu dari unsur-unsur tersebut tidak terbukti, maka tindak pidana
terjadi, akan tetapi bukan merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh
sekaligus dalam perumusan satu pasal saja, adakalanya salah satu unsur
15
E.Y.Kanter dan Sri Sianturi, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,
Storia Grafika, Jakarta, hlm. 212.
17
terdapat dalam Pasal-Pasal terakhir dari suatu Undang-Undang, kemudian
subjek dari suatu tindak Pidana tidak secara tegas ditentukan dalam Pasal
tersebut seperti pada Pasal 104, 106, dan 107 Kitab Undang-Undang
tindakan yang terlarang belum ditentukan secara tegas seperti pada Pasal
tidak secara tegas dirumuskan seperti pada Pasal 351 dan Pasal 315
B. Pertanggungjawaban pidana
atau geen starf zonder schuld atau keine strafe ohne schuld (Jerman) atau
actus non facit reum nisi mens sist rea atau actus reus mens rea
berbunyi nemo punitur sine injuria, facto seu de falta.Artinya, tidak ada
16
Ibid, hlm. 242.
17
Eddy O.S Hiariej, op.cit, hlm. 119.
18
memisahkan antara karakteristik perbuatan yang dijadikan tindak pidana
(corporate liability).19
18
Ibid.
19
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaban pidana perkembangan dan
penerapan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 1.
19
kasus-kasus tertentu terutama yang terkait dengan pelanggaran peraturan
terkait dengan karakteristik kejahatan ini bukan hal yang mudah, lebih-
ketentuan pidana dari sudut pandang umum dan pribadi dianggap patut
20
Ibid, hlm. 2.
21
Eddy Os Hiariej, op.cit., hlm. 122.
20
Jadi secara umum pertanggungjawaban pidana menjurus kepada
perbuatan pidana yang telah ia buat atau tidak.tentunya orang ini harus
ia menentukan perbuatannya.
pendapatnya.
22
Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan (Disertai teori-teori pengantar dan
beberapa komentar), Rangkang Education&PuKAP Indonesia, Yogyakarta, hlm. 74.
21
Syarat-syarat orang dapat dipertanggungjawabkan menurut G.A.
perbuatannya.
petindak, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-
2. Adanya kesalahan
23
Ibid, hlm. 75.
22
2. Perkembangan Sistem Pertanggungjawaban Pidana
24
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, op.cit., hlm. 52.
23
“sengaja ialah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan
rumusan yang demikian tak lain dan tak bukan harus dilakukan dengan
1. Dengan maksud
2. Mengetahui/Diketahui
3. Dengan Paksa
paksa dan melawan hukum memasuki sebuah rumah atau ruangan atau
pekarangan tertutup…
24
yang diizinkan atau upacara agama yang diizinkan atau upacara
waktu itu, kesalahan diperlukan hanya pada jenis perbuatan pidana yang
pelanggaran, apabila orang itu secara materiil atau secara nyata telah
25
Ibid, hlm. 53
25
pembentuk WvS yang diikuti oleh putusan Mahkamah Agung Belanda
hukum.Pola pikir ahli hukum pada waktu itu mengacu kepada doktrin yang
berbunyi geen straf zonder schuld yang artinya tidak ada pidana tanpa
kesalahan.26
Nomor 8 Tahun 2012 Tentang pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD,
26
Ibid, hlm. 54-55.
26
1. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain
pemilih.
pelaksanaan kampanye.
lain adalah:
disegel.
27
pemilu adalah berdasarkan atas kesalahan baik berupa kesengajaan
maupun kelalaian.27
wajib dirahasiakan.
27
Ibid, hlm. 66-67
28
5. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank dengan
dengan sengaja…
dengan sengaja…
bank.
terlihat dari rumusan bentuk kesalahan “dengan sengaja”. Dalam hal ini
29
Undang-Undang perbankan tidak menetapkan “kelalaian” sebagai bentuk
selain manusia alamiah juga korporasi sebagai subjek delik.Hal ini wajar,
28
Ibid, hlm. 68-69
29
Ibid, hlm. 73.
30
1 Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan
gawat darurat.
“Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat
(1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199,
dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda
31
Undang ini memberikan sanksi pidana tambahan kepada korporasi berupa
C. Korporasi
1. Pengertian Korporasi
kata-kata lain yang berakhir dengan “tio”, “corporatio” sebagai kata benda
30
Ibid, hlm. 81.
31
Mahrus Ali, 2013, Asas Asas Hukum Pidana Korporasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 1.
Dapat juga dilihat di Soetan K. Malikoel Adil, 1995, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, PT
Pembangunan, Jakarta, hlm. 83.
32
menggunakan iluminas bila lumen (cahaya) dari bintang dan bulan tidak
badan hasil cipta hukum, badan yang diciptakannya terdiri dari corpus
a person can do. It can buy and sell property, both real and personal, in its
own name. it can sue and be sued in its own name”, yang artinya
korporasi adalah orang buatan. Korporasi dapat melakukan apa saja yang
property, baik yang nyata secara pribadi dan atas namanya sendiri. Hal
ini menyebabkan korporasi dapat menuntut dan dituntut secara resmi atas
artinya secara sempit, maupun melihat dalam artinya yang luas, Sutan
32
Muladi dan Dwidja Priyatno, 2010, Pertanggungjawaban pidana korporasi, Kencana, Jakarta,
hlm. 24. Dapat juga dilihat di Soetan K Malikoel Adil, 1995, Pembaharuan Hukum Perdata Kita,
PT Pembangunan, Jakarta, hlm. 83.
33
Ibid, Dapat juga dilihat di Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 110.
34
Kristian, 2014, Hukum Pidana Korporasi kebijakan integral (Integral Policy) formulasi
pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia, CV Nuansa Aulia, Bandung, hlm. 51. Dapat
juga dilihat di Kenneth S. Ferber, 2002, Corporation Law, Prentice Hall, page. 18.
33
“Menurut artinya yang sempit, yaitu sebagai badan hukum,
35
Ibid, Dapat juga dilihat di Sutan Remi Sjahdeini, 2006, Pertanggungjawaban pidana korporasi,
Graffiti Pers, Jakarta, hlm. 43-45.
34
hukum, jadi dalam hal ini hanya dibatasi bahwa korporasi yang dapat
secara pidana tidak perlu harus berbadan hukum, dalam hal ini setiap
korporasi bukan hanya yang berbadan hukum tetapi juga yang tidak
36
Ibid, hlm 52. Dapat juga dilihat di Loebby Loqman, 2002, Kapita Selekta tindak pidana di bidang
perekonomian, Datacom, Jakarta, hlm. 32.
37
Ibid, hlm. 53.
35
Dalam beberapa Undang-Undang yang bersifat khusus seperti
pengaruh teori fiksi (fiction theory) yang dicetuskan oleh Von Savigny,
yang melekat pada tiap individu.Oleh karena itu, konsepsi asli kepribadian
38
Ibid.
36
Kedua, masih dominannya asas universitas delinguere non potest
hasil pemikiran dari abad ke-19 dimana kesalahan menurut hukum pidana
masyarakat itu semakin kompleks sistem sosial, ekonomi, dan politik yang
dapat lagi diserahkan kepada pola aturan yang santai, tetapi dikehendaki
subjek hukum yang dapat melakukan tindak pidana dan dapat dimintakan
39
Mahrus Ali, op.cit. hlm. 65.
40
Muladi dan Dwidja Priyatno, op.cit. hlm. 43-44.
37
namun hanya terbatas pada tindak pidana ringan. 41 Berbeda dengan
sebagai subjek hukum pidana yang dinilai dapat melakukan tindak pidana
Indonesia.
dimulai sejak lama, yaitu sejak revolusi industri. 42 Perlu pula dikemukakan
dasarnya tidak melalui penelitian yang mendalam dari para ahli hukum,
41
Kristian, op.cit, hlm. 37. Dapat juga dilihat di Andrew Weismann dan David Newman, 2007,
Rethinking Criminal Corporate Liability, Indiana Law Journal, page. 419.
42
Ibid, Dapat juga dilihat di Orpa Ganefo Manuain, 2005, Pertanggungjawaban korporasi dalam
tindak pidana korupsi, Tesis Universitas Diponegoro, hlm. 18.
38
melainkan hanya sebagai tren akibat adanya kecenderungan dari
hukum pidana secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahap, Pada tahap
apabila suatu tindak pidana dilakukan oleh suatu pimpinan atau karena
43
Ibid, hlm. 38.
39
dilarang tersebut.44 Dalam tahap ini, korporasi diakui dapat melakukan
Alasan lain adalah karena misalnya dalam delik-delik ekonomi dan fiskal
dengan alasan bahwa dengan hanya memidana para pengurus tidak atau
tersebut.45
tindak pidana yang dilakukan, maka secara umum dikenal tiga sistem
44
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, op.cit, hlm. 163. Dapat juga dilihat di Dwidja Priyatno, 2004,
kebijakan legislatif tentang sistem pertanggungjawaban korporasi di Indonesia, CV Utomo,
Bandung, hlm. 26.
45
Ibid, hlm. 164.
40
1. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurus harus
dalam hal ini harus ditambahkan satu konsep lagi, yaitu pengurus dan
46
Kristian, op.cit. hlm.73
47
Ibid, Dapat juga dilihat di Sutan Remi Sjahdeini, 2006, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
Grafiti Pers, Jakarta, hlm. 162-163.
41
atas nama korporasi serta dimaksudkan untuk memberikan
kepentingan korporasi.
42
perbuatan hukum yang benar atau yang salah, baik dalam
korporasi.
terhadap apa yang tercantum pada Tindak Pidana Ekonomi yang diatur
Suatu Tindak Pidana ekonomi dilakukan juga oleh atas nama suatu
48
Muladi dan Dwidja Priyatno, op.cit, hlm. 92-93. Dapat juga dilihat di K. Wantjik Saleh, 1981,
Pelengkap KUHP, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 43.
43
fiksi yang memperluas bentuk Tindak Pidana yang sebenarnya tidak
rumusan pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1995 yang
berbunyi:
penuntutan diwakili oleh seorang pengurus atau jika ada lebih dari
seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu.Wakil dapat diwakili
1. Pengurus.
pengurus
49
Ibid, hlm. 97-98.
44
dijelaskan di atas menggambarkan bahwa sistem pertanggungjawaban
pidana dilakukan oleh korporasi, tapi kapan dan dalam hal apa pengurus
tindak itu tidak dijelaskan.50 Apa implikasi tidak diaturnya kriteria tanggung
praktik penegakan hukum? Menurut Hanafi Amrani dan Mahrus Ali hal
tersebut akan berimplikasi pada tiga hal, yaitu pertama, hakim atau
pelaku dan bertanggung jawab secara pidana atas tindak pidana yang
50
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, op.cit, hlm. 184.
51
Ibid.
45
D.Tindak Pidana Perikanan
hukuman yaitu teori absolut dan teori relatif.Teori absolut ialah teori yang
teori yang kedua ialah teori relatif, teori ini dilandasi oleh tujuan sebagai
berikut:
52
Gatot Supramono, op.cit, hlm.151
46
yang telah dilakukan oleh terpidana, mereka akan mengalami
53
Ibid.
47
2. Penggolongan Tindak Pidana Perikanan
berikut:
48
(enam) tahun dan denda paling banyak
rupiah).
49
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
dan lingkungannya.
54
Ibid, hlm. 154.
50
Kejahatan ini termasuk delik dolus, karena pelakunya baru
55
Ibid, hlm. 156.
51
diumumkan dalam lembaran negara Republik Indonesia
56
Ibid.
57
Supriadi dan Alimuddin, 2011, Hukum Perikanan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 451.
52
perbuatan yang dilarang dilakukan ditetapkan dalam Pasal 12
58
Gatot Supramono, loc.cit.
53
sangat luas, berbeda dengan kejahatan yang dapat
diatur dalam Pasal 86 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4), pada
54
bidang pengelolaan perikanan, maka apabila plasma nutfah
59
Ibid, hlm. 161-162.
55
Republik Indonesia.Terhadap larangan tersebut apabila
pelanggaran60.
60
Ibid, hlm. 163-164.
56
atau pengusaha yang akan mengekspor atau mengimpor
57
korban berjatuhan, pada umumnya hakim atau penuntut umum
58
orang yang tidak bertanggungjawab dan merugikan masyarakat
dan negara.61
Undang-Undang Perikanan.
61
Ibid, hlm. 165-166.
59
12. Tindak Pidana melakukan pengangkutan ikan tanpa memiliki
94 Undang-Undang Perikanan.
60
13. Tindak Pidana memalsukan SIUP, SIPI, dan SIKPI. Izin-izin
61
kerugian yang ditimbulkan dari perbuatannya, karena
formil.
62
Ibid, hlm. 168-170.
62
tidak dioperasikan. Masalah baru muncul setelah kapal
pelanggaran.
63
eksekutor tidakmemiliki perangkat hukum untuk mengeksekusi
pelabuhan perikanan.
kelalaiannya.
64
18. Tindak Pidana melakukan penelitian tanpa izin pemerintah.
63
Ibid, hlm. 172-175.
65
Undang-Undang Perikanan. Pelanggaran terhadap ketentuan
bertentangan dengan Pasal 8 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat
(4), Ayat (5), Pasal 9 Ayat (1), Pasal 12 Ayat (1), Ayat (2), Ayat
66
(3), Ayat (4), Pasal 14 Ayat (4), Pasal 16 Ayat (1), Pasal 20
Ayat (3), Pasal 21, Pasal 23 Ayat (1), Pasal 26 Ayat (1), Pasal
27 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (3), Pasal 28 Ayat (1), Pasal 28 Ayat
(3), Pasal 35 Ayat (1), Pasal 36 Ayat (1), Pasal 38, Pasal 42
penjara.64
64
Ibid, hlm. 176-182.
67
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
ini penulis mengambil data berupa bahan pustaka dan data serta
penyelesaian penulisan.
adalah:
68
menelusuri literatur-literatur yang berkaitan dengan judul yang
penelitian.
69
BAB IV
Di dalam buku yang dikarang oleh Mahrus Ali yang berjudul Asas-
yang berarti bahwa suatu badan hukum tidak dapat melakukan tindak
pidana. Asas ini kemudian melahirkan berbagai macam teori, seperti yang
dapat kita temukan pada buku karangan Munir Fuady yang berjudul
Hukum Indonesia, teori itu dinamakan sebagai teori fiksi (fiction theory).
manusia, olehnya itu yang dianggap ada hanyalah manusia dan bukan
badan hukum. Masih pada buku yang sama, terdapat teori lain yang
secara hukum dapat mengklaim memiliki hak dan kewajiban dan manusia
70
jugalah yang mempunyai hak dan kewajiban yang terbit dari hubungan
yang dikemukakan oleh Otto Van Gierke yang merupakan salah seorang
pelopor dari teori realistis (realist theory) yang sering juga disebut sebagai
sebagai subjek hukum, jadi badan hukum bukanlah khayalan dari hukum
ciptaan diri sendiri ini (self creating) atau autopoietic merupakan teori yang
71
usaha. Beberapa hal yang menjadi faktor pertimbangan melakukan
usaha. Lebih lanjut Mahrus Ali dan Hanafi Amrani memperlihatkan data
peningkatan yang luar biasa, bila tahun 1999 jumlahnya sebanyak 60.000
72
bidang ekonomi yaitu dengan diselenggarakannya kongres Persatuan
dalam konotasi biologis yang alami (natuurlijke person). Hal ini merupakan
73
Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Hal ini dibuktikan pada Pasal 1 angka
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”. Dari hal
1. Analisis Penulis
lain dalam hal penentuan korporasi sebagai subjek dalam hukum pidana
ilmu hukum. Hal ini dapat saja berdampak positif dikarenakan adanya
74
hukum dalam masyarakat yang serba dinamis karena memang hukum
atau tidak, maka penulis menyatakan sepakat dengan adanya teori yang
dalam hukum pidana. Hal ini dikarenakan peranan korporasi yang begitu
dari itu penulis juga sepakat apabila rumusan mengenai korporasi ini
hanya untuk menambah asset kekayaan korporasi itu sendiri. Hal ini bisa
75
tidak berbadan hukum namun ada juga yang berbadan hukum.
perusahaan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, salah satu
penjelasan ini sebetulnya terdapat satu titik temu yaitu suatu perusahaan
dari dipisah atau tidaknya asset kekayaan tersebut dari perusahaan dan
perusahaan itu terpisah dari pengurusnya maka akan sangat sulit negara
76
hanya perusahaan atau korporasi itu yang menikmatinya tanpa mampu
berat 4.306 GT (Gross Ton), dokumen kapal beserta ikan campur beku
77
berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Perikanan pada Pengadilan
Kelautan dan Perikanan (KKP) dan kapal itu juga mengantongi SPB
Desember 2014 dalam kondisi mati/tidak aktif, ketiga kapal MV Haifa ini
lonjor dan hiu martil yang merupakan jenis ikan yang dilindungi dan
ini nahkoda kapal dengan Pasal 100 Jo Pasal 7 Ayat (2) Huruf m Undang-
denda sebesar 200 Juta Rupiah dengan subsidair enam bulan kurungan.
78
pengurusnya dapat dijangkau oleh hukum, buktinya ialah bahwa hanya
nahkoda saja yang ditahan, padahal nahkoda bertindak untuk dan atas
Perikanan.
Perikanan.
dengan apa yang dikatakan oleh Sutan Remi Sjahdeini yang membagi
sebagai berikut:
79
3. Korporasi sebagai pembuat, dan korporasi pula yang harus
dibebankan kepada pengurus, hal ini termaktub dalam Pasal 101 yang
84 Ayat (1), Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90,
Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, dan Pasal 96 dilakukan
mengadopsi sebuah teori yang terdapat dalam buku Munir Fuady yang
perusahaan (piercing the corporate veil) yang merupakan salah satu teori
80
pundak orang atau perusahaan lain atas perbuatan hukum yang dilakukan
bahwa ada beberapa contoh fakta yang membuat teori penyingkapan tirai
perusahaan (piercing the corporate veil) ini dapat diterapkan, antara lain
sebagai berikut:
saham
81
sebagai sarana untuk menjual minuman keras atau untuk
perjudian.
Pasal 163 Ayat (1) tercantum bahwa jika pelaku kejahatannya berupa
dan untuk korporasinya diberi pidana denda. Hal ini bersesuaian dengan
82
di Indonesia pada halaman 54 menyebutkan teori identification theory atau
perbuatan, atau kebijakan yang dibuat oleh anggota direksi atau organ
kegiatan, dan operasional pada suatu korporasi. Teori ini dapat juga
disebut sebagai teori “alter ego”. Masih pada buku yang sama, yaitu pada
orang secara kolektif, yaitu orang-orang yang bertindak untuk dan atas
namun orang tersebut bertindak untuk dan atas nama korporasi atau
83
Berdasarkan uraian-uraian di atas tampak jelas adanya perbedaan
yang timbul dari berbagai teori yang saling bertentangan satu sama lain,
1. Analisis Penulis
harus dua kali memikul beban tanggungjawab pemidanaan dan di sisi lain
84
dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh peraturan perundang-
unregulated (IUU) fishing yang mencapai 240 Triliun Rupiah per tahun
dikarenakan salah satu pilar bagi penegakan hukum yaitu aspek yuridis
pidana korporasi pada fase ketiga dan keempat, namun perlu juga
85
dimintai pertanggungjawabannya secara langsung namun pengurus pun
perbuatan yang dilakukannya untuk dan atas nama korporasi dan untuk
86
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
2004 Tentang Perikanan adalah hal yang sangat tepat. Hal ini
87
sistem pertanggungjawaban korporasi langsung adalah hal yang
wadah dan alat dibiarkan maka bukan tidak mungkin orang lain
B. Saran
Indonesia.
88
sedapat mungkin bisa patuh dan tunduk pada peraturan
sejahtera.
89
DAFTAR PUSTAKA
90
M. Nasir Djamil, Formulasi Ideal Regulasi Dalam Upaya Pencegahan dan
Penegakan Hukum Berikut Pengelolaan Terhadap Asset dalam
Perkara Tindak Pidana Perikanan, Makalah Seminar Nasional
Rekonstruksi Ideal Eksekusi Tindak Pidana Perikanan, antara
Kaidah dan Harapan, Graha Pena, Makassar, 9 Juni 2015.
Perundang-Undangan
91
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
(UNCATOC)
Internet
http://m.liputan6.com/bisnis/read/2212459/menteri-susi-tegaskan kapal-
mv-haifa-ilegal. Diakses pada tanggal 12 April 2016 pukul 21.30
WITA.
http://m.gresnews.com/berita/hukum/180273-kejati-ambon tuntutan-kapal-
mv-haifa-sudah-sesuai-uu/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2016
pukul 17.30 WITA.
92