Anda di halaman 1dari 110

TRADISI WETONAN DI DESA SEGARALANGU

KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP

Skripsi

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Pada Program Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin

Oleh:

Ahmad Zaenul Aziz


11150321000048

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TRADISI WETONAN DI DESA SEGARALANGU KECAMATAN CIPARI

KABUPATEN CILACAP

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Ahmad Zaenul Aziz

11150321000048

Di Bawah Bimbingan:

Drs. Dadi Darmadi, MA

NIP: 196907071995031001

PROGRAM STRATA SATU (S1) STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020 M
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ahmad Zaenul Aziz

NIM : 11150321000048

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan/Prodi : Studi Agama-agama

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul TRADISI WETONAN DI

DESA SEGARALANGU KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP adalah

benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat dalam

penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya

cantumkan sumber kutipannya dalm skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang

semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi

ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Cilacap, 6 Oktober 2020

Ahmad Zaenul Aziz

NIM:11150321000048
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Tradisi Wetonan di Desa Segaralangu Kecamatan Cipari

Kabupaten Cilacap’’ telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 November 2020,

skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Agama (S.Ag) pada program Studi Agama-agama.

Jakarta, 18 November 2020

Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Ketua Merangkap Anggota

Syaiful Azmi, MA Lisfa Sentosa Aisyah, MA


NIP. 19710310199703 1 005 NIP. 19750506200501 2 003

Anggota
Penguji I Penguji II

Dr. M. Amin Nurdin, MA Drs. Moh. Nuh HS, M.Ag


NIP. 195503031987031003 NIP. 196103121989031002

Pembimbing

Drs. Dadi Darmadi, MA


NIP. 196907071995031001
ABSTRAK

Ahmad Zaenul Aziz. Makna Tradisi Wetonan di Desa Segaralangu

Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap, 2020.

Skripsi ini akan mendeskripsikan tentang makna tradisi wetonan bagi

masyarakat Desa Segaralangu Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap. Wetonan

adalah Tradisi masyarakat yang dilakukan pada hari kelahiran berdasarkan kalender

Jawa. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai

sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Segaralangu. Selain itu tradisi

wetonan merupakan kegiatan sosial yang melibatkan seluruh masyarakat dalam

usaha untuk memperoleh keselamatan dan ketentraman. Berdasarkan permasalahan

tersebut, maka penulis ingin mengetahui bagaimana makna yang terkandung dalam

tradisi wetonan di Desa Segaralangu?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan penelitian

dengan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan antropologi.

Untuk memperkuat penelitian penulis mendapatkan data dari hasil kepustakaan,

serta melakukan wawancara terhadap tokoh masyarakat, agama dan pejabat

pemerintah desa. Selain itu penulis juga melakukan observasi langsung kelapangan

untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan hasil analisis, pola berfikir masyarakat semakin rasional tidak

berarti masyarakat Jawa yang mendiami Desa Segaralangu Kabupaten Cilacap

meninggalkan Tradisi Wetonan. Tradisi ini sampai sekarang masih dilaksanakan

dan Tradisi Wetonan mempunyai tujuan dalam pelaksanaanya. Tujuan dari Tradisi

Wetonan dapat dilihat secara spiritual religius dan tujuan secara solidaritas sosial.

Kata Kunci: Makna, Tradisi Wetonan, Desa Segaralangu

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta kecil,

karena telah terpancar sifat-sifat dan asma Tuhan dalam diri kemanusiaannya. Atas

kasih sayang dan pengetahuan yang telah engkau berikan, peneliti dapat

menyelesaikan tugasnya dalam bentuk skripsi dengan judul “Tradisi Wetonan Di

Desa Segaralangu Kabupaten Cilacap” yang bertujuan untuk menggapai gelar

Sarjana Agama (S.Ag.) di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam peneliti haturkan kepada Nabi Muhammad SAW

Serta seluruh sahabat dan keluarga-Nya. Nabi sebagai teladan bagi umat manusia

yang paling sempurna telah menuntun manusia dari kebodohan menjadi bersinar

penuh pengetahuan dan berakhlak mulia. Semoga kita semua tergolong menjadi

umat-Nya.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis memberikan

penghargaan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran

dekanatnya.

2. Bapak Syaiful Azmi, S.Ag, MA, Selaku Ketua Jurusan Program Studi

Agama-agama, serta Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA, Selaku Sekretaris

Jurusan Program Studi Agama-agama pada Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

ii
iii

3. Bapak Drs. Dadi Darmadi, MA, Selaku Dosen Pembimbing peneliti dalam

menyusun skripsi. Terima kasih dari peneliti yang sebesar-besarnya kepada

beliau yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, saran, masukan,

dan kritik. Semoga dengan kebaikan bapak tadi menjadi nasihat yang mulia

untuk peneliti. Semoga Allah memberikan kebaikan untuk bapak. Amin ya

Rabbal Alamin.

4. Para Guru Besar yang mengajar di tingkat Strata Satu (S1). Kepada para

Dosen Fakultas Ushuluddin yang meluangkan waktunya untuk konsultasi

penelitian ini.

5. Terima kasih pula kepada seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ushuluddin,

segenap Staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan Perpustakaan Umum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan peneliti dalam

mencari referensi terbaik semasa perkuliahan hingga proses penyelesaian

skripsi ini.

6. Teruntuk orang yang sudah mencintai tanpa alasan, yaitu kedua orang tua

peneliti. Ayahanda Miskam dan Ibunda Siti Badriyah, atas cinta dan kasih

sayang serta doanya penelitian ini terselesaikan.

7. Kepada seluruh keluarga di rumah terutama kakak Laki-laki saya Ahmad

Lutfi dan kakak Perempuan saya Endang Astuti yang selalu memberikan

dukungan sehingga peneliti tetap terus semangat untuk belajar. Terima

kasih juga kepada Paman Ahmad Yasin, Paman Ahmad Toha beserta

keluarganya.

8. Kepada seluruh narasumber yang sudah banyak memberikan keterangan-

keterangan sehingga skripsi ini bisa diteruskan hingga selesai.


iv

9. Kepada Keluarga Besar UKM HIQMA yang telah memberikan pengalaman

organisasi, kekeluargaan serta ilmu yang penulis dapatkan selama di UKM.

10. Kepada seluruh teman-teman KKN AGRAPANA 093 yang telah

memberikan pengalaman kehidupan, solidaritas, kekeluargaan yang tak

pernah terlupakan.

11. Ucapan dan rasa terima kasih juga peneliti kepada seluruh teman-teman

seperjuangan SAA 2015, dan teman-teman kelas SAA.B khususnya; Aris,

Syarif, Yasin, Icang, Dikun, Gusti, Diki, Mala, Nadia, Roza, Ica, Ade, dan

teman-teman Jurusan SAA lainnya. Kepada seluruh teman-teman di Forum

Kajian Piramida Circle; Mas Dayat, Mas Basit, Mas Tanwir, Kang Bedel,

Kang Sidik, Kang Agung, Kang Khalil, dan teman-teman Piramid lainnya.

Kepada seluruh teman-teman Alumni Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-

Azhar Citangkolo; Ikbal, Sungada, Rifa, Lutfi, Ismi, Fitri, dan teman-teman

alumni lainnya.

12. Untuk sahabat kosan satu kamar yaitu Sururur Huda yang telah menemani

selama enam bulan penuh, penulis begadang sehingga skripsi ini bisa

selesai.

13. Terima kasih dari hati kepada sahabat tersayang Rifa umami yang selalu

kasih suport dalam suka dan duka selama masa perkuliahan sehingga skripsi

bisa selesai, dan apa yang diharapkan keluarga mertua bisa cepat terlaksana.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakan Masalah.......................................................................... 1
B. Batasan Masalah.................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah................................................................................. 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 4
E. Kajian Pustaka....................................................................................... 5
F. Kerangka Konseptual............................................................................ 7
G. Metodologi Penelitian........................................................................... 9
H. Sistematika Penulisan............................................................................ 13
BAB II GAMBARAN UMUM DESA SEGARALANGU KECAMATAN
CIPARI KABUPATEN CILACAP
A. Sejarah Desa Segaralangu..................................................................... 15
B. Kondisi Geografis................................................................................. 16
C. Keadaan Ekonomi, Pendidikan, Sosial, dan Agama............................. 18
BAB III TRADISI WETONAN DI MASYARAKAT DESA
SEGARALANGU KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP
A. Sejarah Tradisi Wetonan....................................................................... 24
B. Proses Pelaksanaan Wetonan................................................................ 35
C. Tujuan dan Manfaat.............................................................................. 39

v
vi

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA TENTANG MAKNA TRADISI


WETONAN MASYARAKAT DESA SEGARALANGU KECAMATAN
CIPARI KABUPATEN CILACAP
A. Deskripsi Data Responden.................................................................... 44
B. Analisa Data Komprehensif.................................................................. 53
C. Nilai Sosial dan Religius dalam Tradisi Wetonan................................ 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 57
B. Saran...................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 59
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Struktur Pemerintahan Desa 18

Tabel 2 Data Ketenagakerjaan 19

Tabel 3 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia 20

Tabel 4 Data Sarana Pendidikan 21

Tabel 5 Data Jumlah Penduduk Yang Berpendidikan 22

Tabel 6 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 23

Tabel 7 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama 23

Tabel 8 Data Sarana Tempat Ibadah 24

Tabel 9 Nilai Hari 29

Tabel 10 Nilai Pasaran 30

Tabel 11 Nilai Bulan 30

Tabel 12 Nilai Tahun 31

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Desa Segaralngu Kabupaten Cilacap 17

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat - Surat

Lampiran 2 Pedoman Wawancara

Lampiran 3 Hasil Wawancara Responden di Desa Segaralangu

Lampiran 4 Dokumentasi dan Hasil Observasi di Desa Segaralangu Kab.

Cilacap

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tradisi suku di Indonesia adalah tradisi Jawa. Jawa dikenal

sebagai pulau yang penuh kesantunan dan kelembutan. Setiap dari kebudayaan

memiliki keunikannya tersendiri, begitu halnya dengan tradisi Jawa.

Keunikannya dapat dilihat mulai dari kepercayaan masyarakat, bahasa,

kesenian, dan tradisinya.

Seperti halnya di Desa Segaralangu yang masih kuat tentang

kerukunan hidup beragama di masyarakat karena adanya Tradisi Wetonan.

Bahkan menjadikan Desa Segaralangu sebagai salah satu desa yang sangat

toleran di Kabupaten Cilacap, karena adanya beberapa penganut keagamaan

termasuk aliran kepercayaan di dalamnya. Meskipun sekarang zaman

globalisasi yang teknologinya semakin canggih dan pola berfikir masyarakat

semakin rasional tidak berarti masyarakat Jawa yang mendiami Desa

Segaralangu Kabupaten Cilacap meninggalkan Tradisi Wetonan. Tradisi ini

sampai sekarang masih dilaksanakan dan Tradisi Wetonan mempunyai tujuan

dalam pelaksanaanya. Tujuan dari Tradisi Wetonan dapat dilihat secara

spiritual religius dan tujuan secara solidaritas sosial.

Salah satu bentuk manifestasi agama yang paling menonjol dalam

kehidupan masyarakat Jawa adalah dipraktikkannya berbagai macam upacara

slametan (selamatan). 1 Menurut Clifford Geertz, slametan merupakan pusat

1
Bambang Subandrijo, Keselamatan Bagi Orang Jawa, (Jakarta: Gunung Mulia, 2000),
hal. 2.

1
2

dari seluruh sistem keagamaan orang Jawa.2 Slametan dilakukan untuk semua

hajat, sehubungan dengan kejadian yang ingin diperingati, ditebus, dan

dikuduskan misalnya: kelahiran, perkawinan, pindah rumah, mimpi buruk,

panen, ganti nama, membangun rumah, sakit, khitanan, dan sebagainya.

Salah satu adat istiadat, sebagai ritual keagamaan yang paling populer

di dalam masyarakat Islam Jawa adalah slametan, yaitu upacara ritual

komunal yang telah mentradisi sebagainya di kalangan masyarakat Islam Jawa

yang dilaksanakan untuk peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.3

Praktik-praktik tradisional lainnya sangat beragam dan cukup banyak

jumlahnya, tidak dapat terlepas dari slametan sebagai pusatnya dari semua

bentuk praktik ritual keagamaan masyarakat Jawa, mempunyai pemaknaan

dalam hubungannya dengan keselamatan, yang meliputi kesejahteraan, kelas

tarian, dan kebahagiaan hidup manusia.

Tradisi Weton (hari kelahiran), Yang disebut dengan weton adalah hari

pasaran saat bayi dilahirkan ke dunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage,

Jumat Legi atau lainnya. Legi, Pahing, Pon, Wage adalah nama-nama pasaran.

Tradisi ini sangat unik karena mirip dengan ulang tahun, namun bedanya

Slametan Weton dilakukan berdasarkan pada kalender Jawa, dimana dalam

satu bulan terdapat 35 hari atau orang Jawa bisa menyebutnya selapan.4

Pelaksanaan wetonan ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda

dari masing-masing daerah walaupun sebenarnya nilai dan tujuan dari upacara

wetonan ini sama yaitu memohon keselamatan. Peringatan wetonan dalam

2
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1981), hal. 13.
3
Masdar Hilmi, Islam and Javanese Aculturation, (Canada: 1994), hal. 41.
4
Wawancara dengan Bapak Miskam selaku sesepuh tokoh masyarakat Desa Segaralangu,
pada tanggal 25 januari 2020.
3

berbagai daerah ada yang melakukan perayaan ini dengan bermeditasi,

merayakannya sendiri dengan cara mengheningkan diri dan berdoa kepada

Tuhan, ada yang mengundang beberapa teman dekatnya menyantap makanan

bersama, dan kadang ada yang membuat perayaan wetonan yang lebih besar

adalah sebuah acara sosial di mana orang-orang berbagi cerita, saran, dan

saling mendengarkan. Pada saat mereka berdoa, mereka mendoakan

kelancaran hidup, kesehatan, rejeki, dan kebahagiaan untuk orang yang sedang

merayakan wetonannya.

Masyarakat Jawa percaya seseorang yang sering dibuatkan slametan

weton secara rutin sesuai waktunya, biasanya hidupnya lebih terkendali, lebih

berhati-hati, dan jarang sekali mengalami sial. Terdapat juga suatu

kepercayaan jika masyarakat jawa tidak memperingati upacara weton maka

akan terjadi suatu hal-hal yang tidak diinginkan seperti suatu hal buruk.5

Wetonan bagi masyarakat suku jawa sebagai suatu faktor yang

memiliki arti terhadap pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa dikarenakan

terdapat keyakinan dalam berdoa untuk memohon suatu kemudahan ataupun

keselamatan dan keberkahan.

Tradisi Wetonan bukan cuma soal kepercayaan tetapi jadi perekat

kerukunan, karena bukan dari masyarakat Jawa penganut agama Islam saja

bahkan dari non Islam juga melaksanakannya, boleh dilakukan kapanpun dan

dimanapun. Bahkan jadi simbol toleransi umat beragama di Desa Segaralangu

Kabupaten Cilacap.

5
Wawancara dengan Bapak Miskam selaku sesepuh tokoh masyarakat Desa Segaralangu,
pada tanggal 25 januari 2020.
4

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti Tradisi Wetonan di

Desa Segaralangu Kabupaten Cilacap.

B. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar, maka penulis

perlu membatasi masalah ini, adapun pembatasannya adalah hanya membahas

judul Tradisi Wetonan di Desa Segaralangu Kecamatan Cipari Kabupaten

Cilacap. Dengan adanya Responden yang sudah ditentukan bisa mewakili

seluruh lapisan masyarakat yang memaknai Slametan Weton berbeda-beda.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis

membuat rumusan masalah yaitu: Bagaimana makna dan tujuan tradisi

wetonan di Desa Segaralangu Kecamatan Cipari Kabupten Cilacap?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai

dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui makna dan tujuan tradisi

wetonan di Desa Segaralangu Kecamatan Cipari Kabupten Cilacap.

2. Manfaat Penelitian

Apabila tujuan peneliti sudah dapat dicapai secara baik, maka

diharapkan dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang berkepentingan,

baik secara teoritis maupun praktis. Maka manfaat penelitian ini adalah:

a. Akademis

Semoga dengan penulisan ini dapat memberikan kontribusi berupa

pemikiran secara teoritik dalam pengembangan teori, dan juga


5

menambah khazanah keilmuan tentang sebuah Tradisi Masyarakat di

Cilacap mengenai Wetonan. Dan juga bisa memberikan sumbangan

keilmuan dan pengetahuan dalam bidang Studi Agama-agama.

b. Praktis

Diharapkan dengan penulisan ini dapat memberikan kontribusi untuk

memudahkan pemahaman tentang tradisi masyarakat Islam di Jawa,

khususnya mahasiswa dan mahasiswi di jurusan Studi Agama-Agama

Fakultas Ushuluddin.

E. Kajian Pustaka

Untuk mendukung penulisan skripsi ini, perlu adanya tinjauan pustaka

yang berisi uraian-uraian sistematis mengenai hasil-hasil penelitian yang

pernah dilakukan sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan skripsi ini,

hal tersebut ditujukan untuk memperoleh gambaran permasalahan yang belum

dikaji atau dipecahkan sebelumnnya. Setelah penulis melakukan penelusuran

terhadap literatur-literatur yang ada tentang Wetonan, penulis belum

menemukan literatur yang membahas secara mendalam tentang makna tradisi

wetonan dan relevansinya terhadap kerukunan. Namun ada beberapa literatur

yang berkaitan dengan masalah tersebut, diantaranya:

Pertama, skripsi yang berjudul Perhitungan Weton Dalam Perkawinan

Masyarakat Jawa (Studi Kasus Di Desa Mojowarno Kec. Kaliori Kab.

Rembang). Yang ditulis oleh Kharisma Putri Aulia Aznur Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2016. Penjelasan: Perhitungan

Weton yang di gunakan oleh masyarakat Mojowarno menggunakan media

yang bertentangan dengan syara’, seperti menggunakan punden sebagai


6

tempat meminta perlindungan karena hasil dari perhitungan weton yang tidak

sesuai serta menggunakan darah hewan tertentu untuk menghindarkan

pasangan yang akan menikah dari marabahaya apabila perhitungan weton

antara keduanya sangat berlawanan. Persamaanya yaitu pada penggunaan

metode yaitu metode Kualitatif. Namun banyak perbedaan dalam pembahasan.

Kedua Penelitian Skripsi yang ditulis oleh Deni Ilfa Liana Jurusan

Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang,

yang berjudul Keberadaan Tradisi Petung Weton di masyarakat Desa

Grinting, Kecamatan Bulukamba, Kabupaten Brebes, Tahun 2016. Penelitian

yang dibahas gambaran secara umum tentang kultural-sosial-religi pada

masyarakat Desa Grinting, sebagai masyarakat yang masih menjalankan

praktik tradisi Petung Weton. Dalam praktiknya rumus untuk menentukan hari

pernikahan yaitu ki penganten, nyi penganten, teka, lunga, dan sanja.

Selanjutnya ditentukan dengan rumus sri, lungguh, dunya, lara, dan pati.

Setelah diketahui baik tidak nya hari ditentukan oleh perhitungan dalam rumus

hari nass dari masing-masing calon pengantin. Dan pada dasarnya

kepercayaan Desa Grinting percaya akan datangnya musibah ketika melanggar

tradisi Petung Weton. Maka dari itu mereka melakukan ritual agar selamat.

Persamaanya yaitu pada penggunaan metode yaitu metode Kualitatif.

1. Artikel Kearifan lokal dalam Memetri Weton (hari lahir) di kabupaten

Nganjuk oleh Nurul Lailiyah, Tahun 2018. Penelitian ini membahas

tentang Bancaan memetri weton (hari lahir) yang merupakan peringatan

hari kelahiran dalam hitungan kalender jawa yang jatuhnya pada 35 hari

sekali yang bertujuan untuk mengucap rasa sukur kepada Tuhan Yang
7

Maha Esa. Data penelitiannya menggunakan data aspek bentuk simbol,

makna simbol dan fungsi simbol yang meliputi: tumpeng buceng kuat,

jajan pasar, bubur tujuh rupa dalam kearifan lokal dalam memetri weton

yang bertujuan mengingat masyarakat luar untuk kembali menjunjung

nilai kebudayaan kearifan lokal dalam memetri weton yang sebenarnya.

Persamaanya yaitu pada penggunaan metode yaitu metode Kualitatif.

2. Penelitian Skripsi yang ditulis oleh Juliana Jurusan Studi Agama-agama

Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera

Utara yang berjudul Perspektif Masyarakat Jawa Terhadap Tradisi

Among-among (Studi kasus Syukuran di Nagori Bah-Biak Kecamatan

Sidamanik), Tahun 2018. Penelitian ini membahas pandangan masyarakat

dan makna tradisi among-among bagi masyarakat Nagori Bah-Biak.

Persamaanya yaitu pada metode kualitatif dan menggunakan pendekatan

antropologi. Namun pembahasan dan isinya banyak yang berbeda.

Dari semua penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian yang

penulis buat. Perbedaannya terletak pada praktek penggunaan Wetonan itu

sendiri. Yang pada penelitian ini membahas makna tradisi wetonan dan

relevansi wetonan terhadap kerukunan di Desa Segaralangu.

F. Kerangka Konseptual

Untuk mempermudah dalam menganalisis skripsi ini, maka sangatlah

perlu mengambarkan objektif terhadap kasus yang akan di kaji khususnya

konsep teoritis tentang perilaku sosial suatu masyarakat, dalam hal ini perilaku

sosial yang tampak dalam masyarakat Desa Segaralangu Kecamatan Cipari

Kabupaten Cilacap.
8

Tradisi berkembang dari masa lalu ke masa kini, yang mengalami

perubahan baik dalam skala besar maupun kecil. Tradisi tidak hanya

diwariskan secara pasif, tapi juga rekonstruksi dengan maksud membentuk

atau menanamkannya kembali kepada orang lain. Maka, dalam memandang

hubungan Islam dengan tradisi atau kebudayaan itu sendiri, terdapat varian

interpretasi sesuai dengan konteks lokalitas masing-masing.6

Menurut Linton “tradisi adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap,

pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh

anggota suatu masyarakat”. 7 Upacara adat merupakan pusat dari sistem

keagamaan dan kepercayaan, sebagai salah satu bagian dari Adat Istiadat,

maka upacara yang bersifat agama merupakan hal yang upacara religi itu

menyangkut kepercayaan yang diyakini oleh maasyarakat. Dengan melakukan

upacara keagamaan diharapkan manusia dapat berhubungan dengan

leluhurnya. Adanya keyakinan itulah, maka upacara tradisional yang di

dalamnya mengandung unsur keagamaan masih diadakan oleh sebagian

masyarakat.8

Berdasarkan uraian tersebut maka tradisi merupakan adat kebiasaaan

yang dianggap baik dan masih dijalankan dan diwariskan dari generasi ke

generasi selanjutnya secara temurun di masyarakat yang dijaga dan

dilestarikan keberadaanya.

6
Ahmad Khalil, Islam Jawa: Sufisme Dalam Etika Jawa Dan Tradisi Jawa, (UIN
Malang: Pres, 2008), hal. 277-278.
7
Roger M.keesing, Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer, (Jakarta:
Erlangga, 1992), hal. 68.
8
Cliffford Geertz, Santri, Abangan, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1981), hal. 13.
9

Slametan adalah upacara sedekah makanan dan do’a bersama yang

bertujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk ahli keluarga

yang menyelenggarakan.9

Purwadi juga menyatakan bahwa upacara slametan termasuk kegiatan

batiniah yang bertujuan untuk mendapatkan ridho dari Tuhan. Kegiatan

slametan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di pedusunan Jawa.

Bahkan ada yang meyakini bahwa slametan adalah syarat spiritual yang wajib

dan jika dilanggar akan mendapatkan ketidakberkahan atau kecelakaan.10

Herusatoto juga menyatakan bahwa Selametan merupakan aksi

simbolis orang Jawa untuk memuji dan mendapatkan keselamatan. Maka

setiap orang jawa yang telah mengadakan upacara slametan, dirinya merasa

tentram karena merasa telah diselamatkan oleh Tuhanya atau mengharapkan

keselamatan dari Tuhan yang diyakininya.11

G. Metodologi Penelitian

Metodologi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode

penelitian. Metode penelitian adalah teknik spesifik penelitian atau teknik

pengumpulan data (pengamatan, wawancara, angket, dan dokumentasi),

validasi dan rehabilitasi data (kuantitatif), dan keabsahan data (kualitatif dan

teknik analisis data).12

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam pembahasan dan penelitian ini, penulis menggunakan jenis

penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mengarah kepada pemahaman

9
Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 22.
10
Purwadi, Pranata Sosial Jawa, (Yogyakarta: Cipta Karya, 2007), hal. 92.
11
Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hal. 49.
12
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), hal. 4.
10

yang lebih luas tentang makna dan konteks tingkah laku dan proses yang

terjadi pada pola-pola pengamatan dari fakta-fakta yang berhubungan. 13

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha

mengungkap keadaan yang bersifat alamiah secara holistik. 14 Untuk

memahami istilah penelitian kualitatif ini, perlu dikemukakan teori.

Menurut Bodgan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.15

Pendekatan yang digunakan adalah dalam penelitian ini adalah

pendekatan Antropologi, yakni merupakn jalan untuk mencapai kesatuan

pengetahuan tentang tingkah laku manusia. 16 Konsep terpenting dalam

antropologi adalah holisme, yakni pandangan bahwa praktik-praktik sosial

harus diteliti dan dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain

dalam masyarakat yang diteliti.17

2. Sumber Data

Sumber data adalah salah satu yang paling vital dalam penelitian.

Dalam hal ini sumber data yang digunakan penulis dibagi dalam dua

kategori, yaitu:

a. Data Primer

13
Julian Branne. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah IAI Antasari Samarinda, 1999), hal. 17.
14
M Sayuthi Ali, Metode Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 58.
15
Lexi J Moleong, Metodologi Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hal.
3.
16
Koentjaraningrat, Metode-metode Antropologi dalam Penyelidikan-penyelidikan
Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Universitas, 1958), hal. 9
17
Imam Khoiri, Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LkiS Printing Cemerlang,
2011), hal. 34
11

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek

penelitian dengan pengambilan data langsung pada objek sebagai

sumber informasi. 18 Sumber data diperoleh dari proses wawancara

kepada responden terdiri dari beberapa kategori yaitu dari guru, tokoh

agama, tokoh masyarakat, ibu rumah tangga.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

grafis foto-foto, film, dan benda-benda lain yang dapat memperkaya

data primer. 19 Data sekunder juga data yang tertulis dan sudah

dipublikasikan baik yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan

cara mempelajarinya, menelaah, dan mengkaji buku-buku yang erat

kaitannya dengan masalah yang akan dikaji. Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan studi kepustakaan dengan cara mengunjungi

beberapa perpustakaan guna mendapatkan data dari berbagai literatur,

membaca jurnal, skripsi, dokumentasi, artikel, serta situs internet yang

berkaitan dengan judul skripsi.

3. Analisis Data

Di dalam suatu penelitian, analisis data merupakan kegiatan

analisis mengategorikan data untuk mendapatkan pola hubungan, tema,

menafsirkan apa yang bemakna, serta menyampaikan atau melaporkannya

kepada orang lain yang berminat. 20 Sehingga penulis mendapatkan data

dari penelitian disajikan, dianalisa dengan mengunakan metode kualitatif,

18
Saifuddin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998) hal. 91.
19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hal. 22.
20
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), hal. 130.
12

yaitu data dari lapangan maupun dari perpustakaan, setelah diseleksi dan

disusun kembali kemudian disimpulkan. Analisa data bisa dilakukan

dengan beberapa tahapan diantaranya:

a. Perencanaan, pada tahap ini peneliti menentukan lokasi yang akan

diteliti dan membuat instrumen-instrumen penelitian untuk

digunakan peneliti.

b. Pelaksanaan, pada tahap pelaksanaan peneliti mempelajari subjek

yang akan di wawancara dan juga peneliti menganalisa dan

menetapkan instrumen penelitian.

c. Evaluasi, pada tahap selanjutnya peneliti mengolah data yang telah

terkumpul dari berbagai wawancara yang sudah di tetapkan peneliti.

d. Penyusunan Laporan, pada tahap terakhir peneliti menyusun dan

melaporkan penelitian yang didapatkan dari berbagai sumber.

4. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data antara lain:

a. Studi Pustaka

Peneliti menggunakan studi pustaka dengan banyak membaca

jurnal, artikel, buku-buku, dokumen, skripsi dan lain-lain guna

memperoleh data yang akurat yang semua informasinya berkaitan

dengan apa yang peneliti tulis.

b. Observasi

Peneliti secara langsung turun ke lapangan guna memperoleh

informasi yang lebih dalam dari partisipan. Alat bantu melakukan

observasi (buku tulis dan alat tulis, camera ponsel, tape recorder)
13

c. Wawancara

Peneliti mengguna metode pengumpulan data yang lebih banyak

dan mendalam kepada responden. Kriteria responden diantaranya laki-

laki, perempuan, remaja ataupun dewasa dan manula, tokoh agama,

tokoh masyarakat yang semuanya masih aktif melaksanakan tradisi

wetonan.

H. Sistematika Penulisan

Penyajian karya ilmiah dalam bentuk laporan, secara umum memiliki

tiga bagian sistematika, bab yang satu dengan bab yang lainnya saling

berkesinambungan. Secara garis besar skripsi ini berisi pendahuluan isi dan

pentup. Untuk itu penulis akan menjelaskan dan membagi bab-bab sebagai

berikut:

Bab I Merupakan bab pendahuluan, Pada bab ini membahas tentang

latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Gambaran umum masyarakat desa Segaralangu Kabupaten

Cilacap yang meliputi gambaran penduduk dan wilayah serta kondisi umum

masyarakat dari segi sosial ekonomi, sosial budaya, sosial pendidikan, serta

agama dan kepercayaan.

Bab III Landasan Teori Pada bab ini membahas tentang tinjauan umum

mengenai makna dan bentuk wetonan.

Bab IV Merupakan inti dari skripsi ini. Dalam bab ini akan di uraikan

mengenai respon masyarakat tentang tradisi wetonan.


14

Bab V Adalah penutup yang meliputi kesimpulan, saran-saran serta

daftar pustaka.
BAB II

GAMBARAN UMUM DESA SEGARALANGU KECAMATAN CIPARI

KABUPATEN CILACAP

A. Sejarah Desa Segaralangu

Di seluruh Indonesia pernah dijajah oleh Belanda tak terkecuali

dengan Desa Segaralangu. Belanda mengeksploitasi seluruh kekayaan yang

ada di Indonesia untuk kepentingan Belanda sendiri tanpa memikirkan nasib

penduduk Indonesia. Berdasarkan cerita dari sesepuh bapak Miskam, dulu

orang-orang Belanda sering mendatangi rumah-rumah penduduk, membuka

pintu rumah dengan kasar dan kemudian menangkap orang-orang yang

membantah dan tidak patuh pada Belanda.1 Sedangkan penduduk desa sendiri

mereka menghindari orang-orang Belanda dengan melarikan diri dan

bersembunyi di gunung grantang agar mereka selamat. Jika keadaan sudah

aman mereka turun dari gunung kembali kerumah masing-masing. Mereka

hidup dengan penuh ketakutan dan kegelisahan akibat perbuatan Belanda yang

tidak berperikemanusiaan.

Tahun 1965-1966 adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang

yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah terjadinya Gerakan 30

september (G30S/PKI), diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai

dan lebih dari satu juta orang dipenjara. Para anggota PKI melarikan diri ke

penjuru nusantara termasuk ke Desa Segaralangu, bahkan anggota PKI banyak

yang di eksekusi mati kisaran lebih dari 100 orang di daerah Segaralangu.

Warga desa mengetahui hal itu, karena sebelum para anggota PKI di eksekusi

1
Wawancara dengan Bapak Miskam selaku sesepuh tokoh masyarakat Desa Segaralangu,
pada tanggal 25 Januari 2020

15
16

pagi harinya sudah dibuatkan lubang-lubang di daerah perkebunan. Anggota

PKI dikirim menggunakan truk pada tengah malam dibawa ke perkebunan,

setiap malam warga mendengar suara rentetan tembakan dan kemudian

jasadnya di masukan kedalam satu lubang yang berisikan 5-20 orang, yang

sekarang ini kuburan massal PKI sudah menjadi perkebunan karet.2

Desa Segaralangu sebagian besar berupa pegunungan dan banyak

terdapat perkebunan seperti karet, pinus, jati, kopi dan coklat. Penduduk Desa

Segaralangu berasal dari kaum pendatang dan sangat jarang di temukan

penduduk asli sehingga kebudayaan Segaralangu merupakan campuran antara

Jawa dan Sunda. Pendatang dari Jawa Tengah bagian timur kebanyakan

berprofesi sebagai guru, dan pendatang dari utara (Bumiayu, purbalingga)

lebih banyak menjadi petani sedangkan yang berasal dari barat (Sunda)

cenderung menjadi pedagang.3

B. Kondisi Geografis

Setting penelitian ini adalah di Desa Segaralangu Kecamatan Cipari

Kabupaten Cilacap. Segaralangu adalah desa di kecamatan Cipari, kabupaten

Cilacap, Segaralangu terdiri dari dua dusun, yaitu dusun Dukuh Sawah dan

dusun Segaralangu. Pedesaan yang terletak di lembah bukit, perbukitan yang

tidak terlalu tinggi dan luas namun cukup panjang. Dimana bukit itu biasa

disebut oleh warga sekitar dengan sebutan “Gunung Grantang”. Alasan

pemilihan lokasi ini adalah pertama, mayoritas penduduk beragama Islam dan

dapat dikatakan sebagai masyarakat yang muslim taat (agamis) hal ini dapat

2
Https://m.liputan6.com/regional/red/2020/01/02/407244/malam.mencekam.di.tanah.kafir
.kuburan.massal.pki.di.cilacap. diakses pada tanggal 27 Januari 2020.
3
Wawancara dengan Bapak Ismail selaku Kepala Desa Segaralangu, pada tanggal 25
Januari 2020.
17

dilihat dari kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat

setempat. Kedua pertimbangan teknis yaitu letak yang strategis karena terletak

di tengah antara lereng gunung dan ladang pertanian/sawah yang luas. Alasan

ketiga meskipun mayoritas masyarakat menganut agama Islam ternyata di

Desa Segaralangu terdapat penganut agama nonIslam yang jumlahnya

lumayan banyak diantaranya agama Kristen, Buddha dan aliran Kepercayaan.

Menurut bapak Kartasa Desa Segaralangu masuk dalam katagori Desa

yang sangat toleran di Kabupaten Cilacap karena terdapat berbagai macam

penganut agama didalamnya. masyarakat Desa Segaralangu juga masih

melestarikan salah satu tradisi Jawa sampai sekarang yaitu Tradisi Wetonan.4

Bukan hanya masyarakat Jawa Islam yang melaksanakan Tradisi

Wetonan tapi dari kalangan masyarakat Jawa nonIslam masih melakukannya

hingga sekarang, meskipun dalam pelaksanaannya setiap agama berbeda.

Gambar 1. Peta Desa Segaralangu Kabupaten Cilacap Jawa Tengah

1. Luas Wilayah

Luas Desa Segaralangu 1182,5 Ha, yang terdiri dari pemukiman,

pertanian sawah, perkebunan, hutan, bangunan (perkantoran, pertokoan,

4
Wawancara dengan bapak Kartasan selaku Tokoh Penghayat Kepercayaan di Desa
Segaralangu, pada tanggal 26 Januari 2020.
18

sekolah, pasar, jalan, tempat olahraga, dan tambak), jarak ke ibukota

Kecamatan 1,5 Km, jarak ke ibukota Kabupaten 70 Km.

Adapun pemukiman penduduk sebagian besar hidup di

perkampungan, secara administratif wilayah Desa Segaralangu terbagi

menjadi 5 RW dan 8 RT dengan struktur pemerintahan seperti pada

Tabel 1.5

Tabel 1. Struktur Pemerintahan Desa Segaralangu.

No. Nama Jabatan


1 Ismail Lurah
2 Nano Romansah Kasie Kesejahteraan
3 Denian Kasie Pemerintahan
4 Andriani Sekretaris
5 Painah Bendahara
6 Idos Staf
7 Nanang Staf
Sumber: Data Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

2. Orbitasi

a. Jarak ke ibu kota Kecamatan : 1,5 Km

b. Lama tempuh ke ibu kota Kecamatan : 0,25 Jam

c. Jarak ke Kabupaten : 70 Km

d. Lama tempuh ke Kabupaten : 2 Jam

C. Keadaan Ekonomi, Pendidikan, Sosial, dan Agama

1. Ketenagakerjaan

5
Dokumen Profil Desa Segaralangu
19

Menurut Soekanto, ciri kehidupan kota yang menonjol adalah

pembagian kerja yang jelas dan tegas dari pada di desa.6 Dengan adanya

pembagian kerja berdampak positif bagi kehidupan masyarakat kota.

Banyaknya jenis pekerjaan di kota memungkinkan warga untuk

memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Profesi yang digeluti oleh masyarakat Desa Segaralangu dapat

dilihat pada Tabel 2.7

Tabel 2. Profesi Masyarakat Desa Segaralangu

No. Pekerjaan Jumlah


1 PNS 12
2 TNI 2
3 Guru 20
4 Buruh Tani/Perkebunan 2314
5 Pelajar/Mahasiswa 1.102
6 Wiraswasta 655
7 Buruh Harian Lepas 1.302
8 Belum/Tidak Bekerja 2.579
9 Lain-lain 1.307
Jumlah 9.293
Sumber: Data Statistik Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

Menurut Bapak Musir selaku masyarakat yang bekerja sebagai

Petani, kami menjalankan aktivitasnya pada pagi hari dan berakhir pada

sore hari. Para orang tua bekerja, sedangkan anak-anak belajar di

sekolah. Nyaris sepi dikampung pada malam hari. Namun di sisi lain

karena masyarakat hidup diperkampungan mereka hidup rukun, saling

membantu dan gotong royong. Kalaupun ada sedikit konflik mereka


6
Soeryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: UI Prees, 1981), hal. 121.
7
Dokumen Profil Desa Segaralangu.
20

menyelesaikannya dengan secara baik-baik dan bermusyawarah

sehingga tidak terjadi bentrok.8

2. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data Statistik kependudukan Desa Segaralangu,

jumlah penduduk sampai saat ini sekitar 9.293 jiwa. Laki–laki 4.791

orang dan perempuan 4.502 orang, sedangkan menurut kriteria usia

dapat dilihat dalam Tabel 3.9

Tabel 3. Data Penduduk Menurut Usia

Usia (tahun) Jumlah


0-4 651
5-9 692
10-14 708
15-19 755
20-24 802
25-29 805
30-34 820
35-39 731
40-44 666
45-49 587
50 keatas 2076
Jumlah 9293
Sumber: Data Statistik Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

3. Sarana dan Tingkat Pendidikan

Setiap manusia memiliki keinginan untuk merubah diri lebih baik.

Baik untuk dirinya dan juga komunitasnya, tentunya dengan mengenyam

pendidikan setinggi-tingginya yang merupakan bagian dari proses

8
Wawancara dengan bapak Musir salah satu warga Desa Segaralangu, pada tanggal 26
Januari 2020.
9
Dokumen Profil Desa Segaralangu.
21

kehidupan yang nantinya memberikan perubahan yang signifikan dan

merupakan elemen penting untuk mencapai nilai-nilai kehidupan. Sarana

dan tingkat pendidikan di Desa Segaralangu adalah sebagai berikut: RA

1 buah, SD 4 buah, Madrasah Ibtidaiyah 1 buah, Taman Pendidikan Al-

Qur’an 2 buah.10

Tabel 4. Sarana Pendidikan Desa Segaralangu

Sarana Pendidikan Jumlah


RA 1
SD 4
MI 1
TPQ 2
Sumber: Data Statistik Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Segaralangu.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah


1 Tamat SD/MI 5.143
2 Tamat SLTP/MTS 2.057
3 Tamat SMA, SMK, MA 1.501
4 Lulus S1 9
5 Tidak/belum sekolah 587
Jumlah 9.293
Sumber: Data Statistik Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa tingkat Pendidikan di Desa

Segaralangu relatife rendah. Dikarenakan beberapa faktor internal yaitu

Malas, Tidak ada biaya, kenapa bisa seperti itu, karena masyarakat Desa

mayoritas bekerja sebagai Petani/Pekebun dan dikarenakan mempunyai

10
Dokumen Profil Desa Segaralangu
22

anak rata-rata lebih dari 3 maka membutuhkan banyak pengeluaran

untuk menafkaih istri dan anak-anaknya.11

4. Sosial dan Agama

Menurut hasil observasi dan data statistik Desa Segaralangu

mayoritas beragama Islam. Meskipun sebagai agama mayoritas,

masyarakat tetap menjaga toleransi antar umat beragama yang

memahami perbedaan sehingga dapat hidup rukun dan damai.

Di Desa Segaralangu terdapat pula organisasi Islam, yaitu NU dan

Muhammadiyah. Berbagai kegiatan keagamaan hampir setiap hari

dilakukan baik oleh kedua organisasi tersebut maupun oleh takmir

masjid masing-masing. Mulai dari tahlil, istighosah, tadarus Al-Qur’an,

pengajian kitab-kitab kuning dan sebagainya Di Segaralangu terdapat

Masjid, Musholla, Gereja, Vihara dan TPQ.12

Tabel 6. Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin13

Jenis Kelamin Jumlah


Laki-laki 4.791
Perempuan 4.502
Jumlah 9.293
Sumber: Data Statistik Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

Tabel 7. Data Penduduk Menurut Agama

Agama Jumlah
Islam 8.754
Kristen 155
Buddha 289

11
Dokumen Profil Desa Segaralangu.
12
Wawancara dengan bapak H. Ahmad Fauzi selaku tokoh agama Islam di Desa
Segaralangu, pada tanggal 26 Januari 2020.
13
Dokumen Profil Desa Segaralangu.
23

Kepercayaan 95
Jumlah 9.293
Sumber: Data Statistik Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

Tabel 8. Sarana Ibadah14

Tempat Ibadah Jumlah


Masjid 9
Mushola 15
Gereja 1
Vihara 1
Sumber: Data Statistik Desa Segaralangu (25 Januari 2020)

14
Dokumen Profil Desa Segaralangu.
BAB III

TRADISI WETONAN DI MASYARAKAT DESA SEGARALANGU

KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP

A. Sejarah Tradisi Wetonan

Asal-usul weton itu lahir pada pemikiran orang Jawa kuno, weton

dibuat berdasarkan kejadian-kejadian kehidupan manusia, tanggal atau hari ini

buat catatan kita untuk kejadian-kejadian itu isilah weton yang digunakan

untuk menunjuk ramalan yang berasal dari kebudayaan Jawa. Penggunaan

weton adalah perayaan hari kelahiran berdasarkan hitungan hari dalam

kalender Jawa, 1 minggu dari 7 hari yang diadobsi dari kalender islam dan

lima hari pasaran Jawa, weton adalah wetu atau waktu dalam bahasa

Indonesianya, weton ini memang ada di Jawa. Keberadaan kalender Jawa

dalam sejarah budaya Jawa terjaga mulai dari adanya kalender Sakai yang

terbawa dengan menyebarnya agama Hindu di pulau Jawa kisaran awal

masehi yang dimulai pada 78M menggunakan Sakai sebagai penanggalan di

Jawa tercampur dengan budaya animisme dan dinamisme pada masa itu.1

Peleburan ini bisa digunakan untuk lintas penguasa kerajaan-kerajaan

di Jawa sampai berdirinya kerajaan Mataram, ketika Mataram berdiri

bersaman dengan masuknya Islam. Dimulailah penanggalan resmi yang

sedang singgah kalender saka, kalender Islam dan kalender Julian yang

dibawa oleh penjajah dari barat gabungan yang dianggap sebagai kalender

Jawa. Kalender Jawa terdiri dari 7 hari, 5 hari pasaran, reta, reta 30 hari dalam

1
Http://borobudurnews.com/asal-usul-weton-jawa-dan-perhitungannya/ diakses pada
tanggal 4 Januari 2021.

24
25

bulan dan ada 12 bulan, nama bulan ini serapan dari bahasa Arab, sansekerta,

dan melayu.2

1 bulan rata-rata 30 hari, perayaan weton setiap 35 hari sekali karena

kombinasi siklus 7 hari biasa dan siklus 5 hari pancawara/pasaran yaitu

Pahing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi. Lima hari ini digunakan oleh

masyarakat Jawa sebagai tanda tunggunya pasar dihari-hari tertentu, misalnya

pasar yang dilakukan setiap hari pahing disebut Pasar Pahing. Berbagai

metode, rumus, ketentuan, semangat dari generasi-kegenerasi memiliki makna

untuk menjadi tuntunan atau untuk kepentingan yang mempercayainya misal,

seseorang yang terlahir dihari sabtu dipercaya memiliki sifat sombong, bila

seseorang memiliki weton kliwon dipercaya memiliki bakat dibidang spiritual

atau menjadi ilmuan dalam hal modern karena pasaran itu yang dianggap

keramat atau suci.3

Dan orang-orang tua hari sabtu dan weton pahing maka dihitung

mempunai keanugerahan yang besar hal ini terjadi dibeberapa masyarakat

Jawa yang masih kental adat istiadatnya. Kalau meramal main melihat

karakter dan semuanya itu sudah ada pakemnya, walau hal ini dibilang

ramalan tapi ada kemiripannya hanya berbekal almanat atau penanggalan. Dan

pakem-pakem atau ketentuan yang diketahui maka masyarakat awam juga bisa

mengerti karena kentalnya filosofi Weton adalah peninggalan leluhur sama

seperti produk budaya lainnya. Weton juga digunakan untuk menghitung hari

yang cocok untuk pernikahan dan digunakan untuk mencocokan pasangan itu

2
Http://borobudurnews.com/asal-usul-weton-jawa-dan-perhitungannya/ diakses pada
tanggal 4 Januari 2021.
3
Wawancara dengan bapak Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa Segaralangu,
pada tanggal 25 Januari 2020
26

cocok untuk menikah dalam arti dipernikahannya ada halangan atau tidak,

entah dengan seseorang yang sama-sama Jawa atau salah satunya Jawa,

mencari hari cocok pernikahan tersebut menggunakan kecocokan weton

terhadap nogo dino, bila menghasilkan makna yang bagus maka selanjutnya

para orang tua akan menghitung weton untuk hari pernikahan, tetapi bila hasil

weton kecocokan jodoh hasilnya tidak bagus maka wajib tidak dilanjutkan

dalam pernikahan tersebut atau cari calon dengan weton yang cocok, selain itu

penanggalan Jawa juga digunakan untuk menandakan hari lahirnya seseorang,

menagih hutang, menasirkan mimpi, bepergian dll. Beragam patok atau

prediksi makna hitungan Jawa dalam penghitugan dan peta dari weton sudah

mengakar dari generasi-kegenerasi dengan begitu secara otomatis.4

Tradsi Jawa adalah tradisi yang kaya dan dihimpun dari kesusasteraan

yang merentang, paling kurang, selama seribu tahun mulai dari sumber-

sumber kuno Sansekerta hingga kisah-kisah abad dan legenda kerajaan-

kerajaan kuno, seperti Pararaton dan Negarakertagama, dari sejarah Mataram

yang terekam dalam Babad Tanah Jawi, melalui naskah-naskah mistis dan

religius yang begitu banyak, di mana pengaruh Islam perlahan-lahan

mengemuka, hingga Serat Centhini yang ensiklopedis serta karya-karya abad

XIX yang amat berpengaruh, melalui karya pemikir abad XX, seperti Ki

Hadjar Dewantara dan Ki Ageng Soerjomentaram, para penulis kontemporer.5

Orang Jawa memiliki sifat Sepi Ing Pamrih, yakni tidak diarahkan oleh

tujuan-tujuan egoistik dalam artian menempatkan kepentingan orang lain di

4
Http://Jagadkejawen.com/index.php?option=com_conten&view=article&id=9&Itemid=8
&lang=id diakses pada tanggal 25 Februari 2020
5
Niels Mulder, Mistisisme Jawa: Ideologi Di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
2001), hal. 9.
27

atas kepentingan diri sendiri. 6 Makanya tidak heran ketika kita tinggal di

perkampungan, masyarakat desa sangat ramah terhadap tetangga bukan hanya

bagi sesama Jawa melainkan dari etnis Jawa lainnya. Pemahaman seperti itu

sudah diterapkan dari masyarakat Jawa dulu hingga sekarang, contohnya

dalam hal membangun rumah, membangun masjid, bebersih desa dan

seterusnya. Mereka sangat antusias bahkan dilakukakan secara ikhlas tanpa

minta bayaran.

Seseorang ketika merasa mendapatkan karunia dari Tuhan pastinya

merasa bahagia, dan tentu akan bersyukur kepada Sang Pencipta. Misalnya

mendapatkan kenaikan jabatan jadi gubernur, jadi lurah, jadi direktur dan

seterusnya. Bagi masyarakat Jawa pasti mengadakan upacara kecil dengan

kata lain dilakukan secara tradisi dengan mengadakan slametan, ini

merupakan bentuk ungkapan rasa syukur atas anugerah yang diberikan dari

Tuhan. Bagi masyarakat Jawa selalu berhubungan dengan lingkaran hidup,

antara lain; sebelum lahir, sesudah lahir, dan setelah meninggal selalu

diadakan upacara-upacara adat.7

Menurut Koentjaraningrat slametan adalah upacara pokok atau unsur

terepenting dari semua ritus dan upacara dalam sistem religi orang Jawa pada

umumnya.8

Dengan adanya penyelenggaraan upacara-upacara dari masyarakat

Jawa yang tradisional merupakan satu bukti kepatuhan untuk memenuhi

6
Niels Mulder, Mistisisme Jawa: Ideologi Di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
2001), hal. 10.
7
Wawancara dengan bapak Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa Segaralangu,
pada tanggal 25 Januari 2020
8
Koentjaraningrat Penggantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal.
180-181.
28

aturan-aturan yang berlaku secara turun-temurun. Jadi dalam upacara

kelahiran jelas merupakan adat istiadat, hal ini terbukti dalam pelaksanaan

upacara kelahiran terkandung pandangan aturan-aturan yang tidak boleh

diabaikan agar bayi maupun ibu si bayi mendapatkan keselamatan.9

Dalam kesempatan ini, penulis meneliti tentang upacara tradisional

Jawa di masyarakat Desa Segaralangu yang mana masih melakukannya

sampai sekarang ini yaitu, tradisi Selapanan atau Wetonan.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Weton adalah hari lahir: senin,

selasa, rabu, kamis dan seterusnya. Neptu adalah jumlah masing-masing hari

misalnya; senin 4, selasa 3 dan seterusnya. Pasaran adalah Hitungan Jawa,

misalnya; Pon, Kliwon, legi dan seterusnya. Weton berasal dari kata Wetu

yang berarti lahir atau keluar yang mendapat akhiran “an” sehingga berubah

menjadi kata benda.10

Weton atau Wetonan Merupakan peringatan hari lahir setiap 35 hari

sekali. Orang Jawa tradisional sangat penting untuk mengetahui weton sesuai

dengan kalender Jawa. Dengan mengetahui tanggal, bulan dan tahun kelahiran

menurut kalender Masehi, bisa diketahui weton seseorang. Hari kelahiran

menurut kalender Jawa atau weton terjadi setiap selapan hari.11 Wetonan mirip

dengan hari ulang tahun, tetapi wetonan bisa terjadi 9 sampai 10 kali dalam

setahun atas dasar kalender Jawa.

9
Indah Aswiyati, Makna dan Jalannya Upacara Puputan dan Selapanan Dalam Adat
Upacara Tradisional Kelahiran Bayi Bagi Masyarakat Jawa, Jurnal Holistik, Volume VIII, No.
16, Tahun 2015, hal. 4.
10
Purwadi dan Enis Niken, Upacara Pengantin Jawa, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007),
hal. 174.
11
Http://Jagadkejawen.com/index.php?option=com_conten&view=article&id=9&Itemid=
8&lang=id diakses pada tanggal 25 Februari 2020.
29

Kalender Jawa memiliki arti dan fungsi tidak hanya sebagai petunjuk

hari tanggal dan hari libur ataupun hari keagamaan, tetapi menjadi dasar dan

ada hubungannya dengan Petungan Jawa yaitu perhitungan-perhitungan baik

buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak suatu hari, tanggal, bulan,

tahun, dan lain-lain.12

Jadi weton merupakan gabungan antara 7 hari kalender Masehi; senin

sampai minggu dengan 5 hari kalender Jawa; Legi sampai Kliwon. Sebagai

contoh si fulan lahir pada hari senin kliwon, atau selasa pon dan seterusnya.

Weton juga berhubungan dengan kosmologi Jawa. Dalam hal itu,

Endraswara menggambarkan weton mempunyai hubungan dengan

perhitungan hari (numerology) Jawa berjumlah tujuh, lalu disebut dengan dina

pitu, dan pasaran berjumlah lima disebut dina lima, keduanya akan

menentukan weton dina (hidupnya hari dan pasaran).13

Setiap orang pasti memiliki weton, karena artian weton sendiri hari

kelahiran seseorang sesuai dengan hari pasarannya. Hari pasaran terdiri dari

lima hari diantaranya; Kliwon, legi, pahing, pon, wage. Dinamakan pasaran

karena masing-masing nama hari pasaran itu sejak zaman kuno digunakan

untuk menentukan dibukanya pasar bagi para pedagang, sehingga pada hari

yang ditentukan untuk suatu pasar akan banyak kunjungan pedagang menjual

dagangannya. Nama lima hari tersebut sebenarnya diambil dari nama lima roh.

Nama-nama lima roh tersebut adalah Batara Legi, Batara Pahing, Batara Pon,

Batara Wage, Batara Kliwon. Bagian pokok dari jiwa manusia yang sudah

12
Purwadi, Petungan Jawa Menentukan Hari Baik Dalam Kalender Jawa, (Yogyakarta:
Pinus, 2006), hal. 22.
13
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam
Budaya Spiritual Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2018), hal. 103.
30

menjadi pengetahuan dan keyakinan leluhur orang Jawa sejak zaman purba

sampai sekarang.14

Pada hakikatnya hari pasaran mengambil nama jiwa manusia yang

disebut “Sedulur Papat Lima Pancer”, yakni arah wetan, kidul, kulon, lor dan

Pancer (tengah). Tengah adalah pusat kosmis (semesta) manusia Jawa. Arah

kiblat ini juga terkait dengan perjalanan hidup manusia, yang hidupnya selalu

ditemani juga oleh sedulur papat lima pancer. Diartikan juga Sedulur papat,

yaitu kawah, getih, puser, dan adhi ari-ari. Sedangkan Pancer (ego atau

manusia itu sendiri). Letak sedulur papat ini sejalan dengan arah kiblat

manusia Jawa juga. Kawah berwarna putih, berada berada di sebelah timur

(wetan) ini yang mengawali kelahiran, dia membuka jalan. Getih, berwarna

merah di sebelah selatan, puser berwarna hitam di sebelah barat, dan adhi ari-

ari berwarna kuning berada di arah utara. Sedangkan yang di tengah adalah

pancer, yaitu Mar atau Marti yang keluar lewat Margahina, secara lahiriah.15

Neptu artinya angka perhitungan hari, hari pasaran, bulan, tahun Jawa.

Setiap hari, hari pasar, bulan, dan tahun memiliki nilai yang berbeda-beda.

Perhitungan (neptu) dalam kehidupan masyarakat Jawa, sangatlah penting.

Hampir setiap tindak-tanduk atau keperluan hajat pasti menggunakan

perhitungan. Nilai hari, hari pasaran, bulan, dan tahun sebagai berikut:16

Nilai masing-masing hari dapat dilihat pada Tabel 9.17

14
Soenandar Hadikoesoema, Filsafat Ke-Jawan Ungkapan Lambang Ilmu Gaib Dalam
Seni-Budaya Peninggalan Leluhur Jaman Purba, (Jakarta: Yudhagama Corporation, 1998), hal.
57.
15
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam
Budaya Spiritual Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2018), hal. 53-54.
16
R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta: Narasi, 2009), hal. 11.
17
Asif Nizaruddin, Interprestasi Kitab Primbon Lukmanakin Adammakna dalam
Perspektif Budaya dan Akidah Islam, (Jakarta: Pondok Pesantren Sholawat Darut Taubah, 2018),
hal. 150.
31

Tabel 9. Nilai Hari

No. Hari Neptu


1 Minggu 5
2 Senin 4
3 Selasa 3
4 Rabu 7
5 Kamis 8
6 Jumat 6
7 Sabtu 9

Nilai dari masing-masing pasaran dapat dilihat tabel berikut ini:18

Tabel 10. Nilai Pasaran

No. Pasaran Neptu


1 Kliwon 8
2 Legi 5
3 Pahing 9
4 Pon 7
5 Wage 4

Tabel 11. Nilai Bulan19

No. Bulan Neptu

1 Sura 7

2 Sapar 2

3 Rabiul Awal 3

18
Asif Nizaruddin, Interprestasi Kitab Primbon Lukmanakin Adammakna dalam
Perspektif Budaya dan Akidah Islam, (Jakarta: Pondok Pesantren Sholawat Darut Taubah, 2018),
hal. 150.
19
Mama Flo, Primbon Praktis, (Yogyakarta: Gradien Mediatama, 2008), hal. 5-6.
32

4 Rabiul Akhir 5

5 Jumadil Awal 6

6 Jumadil Akhir 1

7 Rajab 2

8 Ruwah 4

9 Puasa 5

10 Syawal 7

11 Zulkaidah 1

12 Besar 3

Tabel 12. Nilai Tahun20

No. Tahun Neptu


1 Alip 1
2 Ehe 4
3 Jimawal 3
4 Je 7
5 Dal 4
6 Be 2
7 Wawu 6
8 Jimakir 3

1. Sifat Hari

Dalam perhitungan Jawa, setiap hari itu memiliki sifat tertentu.

Sifat hari berguna untuk menentukan kegiatan yang cocok dilakukan pada

hari bersangkutan dan sifat hari juga berguna sebagai perhitungan yang

20
R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta: Narasi, 2009), hal. 12.
33

berhubungan dengan penentuan hajat tertentu. Untuk lebih jelasnya

diuraikan sebagai berikut:21

a. Minggu, memiliki sifat becik, samudana, lan ela-elu atau diartikan

memiliki sifat baik dan mudah terbawa arus karena punya pendirian

yang tidak tetap.

b. Senin, memiliki punya sifat semua barang patrape atau dimaknai

sebagai sifat yang pantas/luwes sebagai tingkah laku.

c. Selasa, memiliki sifat sujana, tan andelan, lan butarepan atau dimaknai

sebagai sifat pencemburu dan sulit mempercayai orang lain.

d. Rabu, memiliki sifat sembada, sebarang patut, lan rada sembrana atau

dimaknai sebagai sifat penuh rasa tanggung jawab, luwes dan suka

dengan banyolan.

e. Kamis, memiliki sifat ahli surasa, mada, ngalem, lan lumuh kungkulan

atau berarti ahli dalam menafsirkan sesuatu, suka menghina, suka

menyanjung, dan tidak senang jika ada yang melebihi.

f. Jumat, memiliki sifat semuci suci, lan kudu resi-resik atau berarti suka

berpura-pura menjadi orang suci dan suka kebersihan dalam segala hal.

g. Sabtu, memilii sifat srakah barang karepe lan srumbung yang dimaknai

memiliki sifat serakah dalam berbagai hal dan angkuh.

2. Sifat Pasaran

Pasaran juga memiliki sifat tersendiri yang berbeda-beda, seperti

yang diketahui bahwa dalam perhitungan kalender Jawa terdapat 5 hari

pasaran diantaranya:22

21
R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta: Narasi, 2009), hal. 19.
22
R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta: Narasi, 2009), hal. 20.
34

a. Kliwon, memiliki sifat pemaaf, pandai menyimpan sesuatu dalam hati,

dan pandai menyusun kata-kata baik tulisan maupun tulisan.

b. Legi, memiliki sifat ikhlas hati, mudah memberikan maaf dan baik

pada orang lain.

c. Pahing, memiliki sifat ambisius dan ceerdik.

d. Pon, memiliki sifat kurang perhitungan, angkuh dan suka pamer.

e. Wage, memiliki sifat keras kepala dan teguh pada pendirian.

3. Sifat Bulan

Bulan juga memiliki sifat tersendiri yang berbeda-beda

diantaranya:

a. Sura, memiliki sifat hera-heru atau banyak terjadi kecelakaan.

b. Sapar, memiliki sifat becika samadya atau baik.

c. Rabiul Awal, memiliki sifat apesan, geringan, atau sering tertimpa

kemalangan dan sakit-sakitan.

d. Rabiul Akhir, memiliki sifat slamet samubarang gawe atau segala

pekerjaan dilaksanakan dengan selamat.

e. Jumadil Awal, memiliki sifat geringen genti-genti atau sering

menderita sakit yang berganti-ganti.

f. Jumadil Akhir, memiliki sifat Rakhamating wong tua atau

mendapatkan rahmat dari orang tua, atau menjadi rahmat bagi orang

tua.

g. Rajab, memiliki sifat akeh perkara atau akan mendapatkan banyak

perkara/masalah.
35

h. Ruwah, memiliki sifat Rahayu Slamet, nanging yen wis tiba brahat

atau mendapatkan keselamatan, tetapi jika sudah jatuh akan susah dan

berat.

i. Puasa, memiliki sifat salaka lan rejeki atau banyak mendapatkan uang

dan rejeki.

j. Syawal, memiliki sifat akeh sedya ala atau banyak niat jahat sehingga

perlu kewaspadaan tinggi.

k. Zulkaidah, memiliki sifat kinasihan sadulur atau memiliki banyak cinta

dari saudara,

l. Besar, memiliki sifat utama wedi tur slamet atau menurut untuk

mendapatkan keselamatan.23

B. Prosesi Pelaksanaan Wetonan

Masyarakat Desa Segaralangu Kabupaten Cilacap masih kental akan

tradisi-tradisi warisan nenek moyang, yang dianggap sakral dan harus

dilestarikan oleh budaya-budaya yang ada tersebut. Adapun beberapa tradisi

yang dilakukan masyarakat Desa Segaralangu seperti: Tedak Siten,

Tingkeban, dan Wetonan.

Selametan Weton dilakukan oleh semua orang di desa, dari mulai

anak-anak, remaja, sampai orang tua. Mereka ada yang terlibat langsung

dalam prosesi dan ada juga sebagai peserta yang ikut memeriahkan tradisi

tersebut. keterlibatan anak-anak bukan hanya sebatas penggembira tetapi juga

23
R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta: Narasi, 2009), hal. 20.
36

sebagai tindakan secara tidak langsung anak-anak diperkenalkan dengan

tradisi yang sudah ada sejak dulu yakni Selametan Weton.24

Dalam melaksanakan slametan weton ada beberapa tahapan sebagai

berikut:

1. Persiapan

Menyiapkan bahan-bahan untuk diolah sedemikian rupa

diantaranya membuat bancakan (sesaji kecil), ada yang membuat sego

gudangan, nasi dengan lauk sayur atau membuat bubur merah putih

matang. Secawan bubur merah putih dan segelas air putih itu diberikan

kepada semua saudara halus dengan diletakkan diatas meja. Itu merupakan

sesaji yang paling sederhana, tetapi mendasar, karena inti sarinya

mengenali dan menghargai semua saudara halus dan ingat kepada orang

tua kita, menghormati kakek dan nenek yang telah menurunkan kita dan

yang paling penting untuk memuja dan berterima kasih kepada Sang

Pencipta Hidup, Gusti, Tuhan Yang Maha Kuasa.25

Pada waktu tertentu, orang melakukan peringatan weton dengan

mengundang beberapa kerabat, pada seperti itu biasanya sesaji lebih

komplit, termasuk nasi tumpeng dan lauk pauknya dan sebagainya.

Sesudah diadakan doa bersama dilanjutkan dengan menyantap hidangan.

2. Waktu dan Tatacara Selametan Weton

Selametan wetonan dilaksanakan tepat pada malam hari weton

seseorang. Weton merupakan kombinasi hari penanggalan Masehi seperti

24
Wawancara dengan bapak Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa
Segaralangu, pada tanggal 25 Januari 2020.
25
Wawancara dengan bapak Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa
Segaralangu, pada tanggal 25 Januari 2020
37

hari minggu, sabtu dan seterusnya, dengan penanggalan Jawa seperti hari

pasaran yakni pon, wage pahing, dan seterusnya. Dalam tradisi Jawa,

seseorang harus dibuatkan selametan weton minimal sekali dalam seumur

hidup. Namun akan lebih baik bila dilakukan setahun sekali. Tetapi ketika

seseorang sering ketiban sial maka selametan weton dilakukan selama 7

kali berturut-turut, artinya sekali selametan setiap 35 hari dalam kalender

Jawa, selama 7 bulan berturut-turut.

Adapun bahan-bahan dalam pembuatan selametan weton

meliputi:26

a. Tujuh macam sayuran: bebas memilih sayuran yang penting jumlahnya

ada 7 macam dan harus ada kacang panjang dan kangkung. Maknanya:

7 macam sayuran ini mengandung sinergisme harapan akan mendapat

pitulungan (pertolongan) Tuhan. Kacang panjang dan kangkung tidak

boleh dipotong kecil-kecil yang mengandung makna doa Panjang rizki,

Panjang umur, Panjang sabar dan Panjang akal.

b. Telur ayam (bebas telur apa saja), jumlah telur 7 (pitu), bermakna agar

mendapatkan pitulungan, dan jumlah telur 11 (sewelas), bermakna

agar mendapatkan Kawelasan. Makna lainnya telur melambangkan

proses meretasnya kesadaran ragawi (sembah raga) menjadi kesadaran

ruhani (sembah jiwa). Dua kesadaran itu akan menghantarkan menjadi

manusia yang sejati (sebagai kiasan dari proses menetas menjadi anak

ayam).

26
http://sabdalangit.wordpress.com/2019/11/04/tata-cara-bancakan-weton/amp diakses
pada tanggal 26 Februari 2020.
38

c. Bumbu urap atau gudangan, bumbu urap ada yang pedas dan ada yang

tidak pedas, dalam hal ini bermakna bahwa seseorang yang sudah

berada pada rentang kehidupan yang sesungguhnya nanti bakal

merasakan kehidupan yang penuh manis, pahit, dan getir. Bumbu

gudangan terdiri dari kelapa muda, dan beberapa bumbu masak

umumnya.27

d. Nasi tumpeng putih, yang nanti setelah selesai dibuat dan di doakan,

lalu dimakan bersama bareng keluarga maupun tetangga. Nasi

tumpeng sebagai wujud doa, segala macam dan ragam yang ada di

dunia ini bersumber dari Yang Satu, dilambangkan sebagai tumpeng

berbentuk kerucut di atas.

e. Bubur merah dan bubur putih, bahan dasarnya bubur putih cukup

santan dan garam, jika bubur merah ditambah gula jawa dan garam.

Bubur merah berlambang ibu, dan bubur putih berlambang ayah. Lalu

terjadi hubungan silang menyilang, timbal balik, dan keluarlah bubur

baro-baro sebagai lambang kelahiran seorang anak. Dan bermakna

menjadi pepeling agar seorang anak tidak mengkhianati orang tua, dan

tidak menjadi anak durhaka.28

f. Alat-alat kelengkapan: daun pisang hijau digunakan sebagai alas

tumpeng maupun buat pembungkus nasi yang melambangkan

kesuburan dan pertumbuhan, juga bermakna pengharapan doa negeri

kita maupun pribadi kita selalu diberkati Tuhan sebagai negeri yang

27
Wawancara dengan ibu Siti Badriyah selaku anggota Fatayat di Desa Segaralangu, pada
tanggal 26 Januari 2020
28
http://www.7jiwanusantara.com/2014/07/bubur-merah-putih-selametan-
weton.html?m=1 diakses pada tanggal 26 Februari 2020.
39

subur makmur, cobek dari tanah liat yang bermakna dari bumi (tanah)

tempat kita berpijak.

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan selametan weton sendiri untuk “Ngopahi sing momong”,

karena masyarakat Jawa percaya dan banyak yang memahami jika setiap

orang ada yang momong (pamomong) atau “pengasuh dan pembimbing”

secara metafisik. Adapun tugasnya untuk membimbing dan mengarahkan agar

tidak salah langkah.29

Yang dimaksud Pamomong disini yakni Sedulur Papat Limo Pancer.

Ada dua bait kidung yang mengulas masalah sedulur papat limo pancer

berikut:30

Ana kidung ing kadang memati, among tuwuh ing kawasanira, nganak aken
sagetane, kakang kawah punika, kang rumeka Sarira mami, aneka aken sedya,
ing kawasanipun, adhi ari-ari ika, mayungi ing laku kawasaneki, anek aken
paa ngarah.
Panang getih ing rina wengi, ngrewangi Allah kang kuwasa, andadek aken
karsane, puser kawasanipun, nguyu-uyu sabawa mami, a nuruti ing panedha,
kawasane reki, jangkep kadan ingsun papat, kalimane pancer wus dadi sawiji,
tunggal sawujud ing wang.
Artinya:”Ada kidung yang berhubungan erat dengan kehati-hatian, bertugas
mengatur kehidupan, mewujudkan apa yang dikehendaki, itulah dia kanda
ketuban (kakang kawah), yang menjaga diriku, memenuhi kehendaku,
merupakan kewenangannya, adinda ari-ari, berwenang menaungi segala
perbuatan, memberikan arahan. Adapun darah, siang malam bertugas,
membantu Gusti Alloh Yang Maha Kuasa, mewujudkan keinginan, sedangkan
tentang pusar (tali pusar), memperhatikan setiap gerak geriku, memenuhi
permohonan, itulah kewenangannya, lengkap sudah empat sudaraku, yang
kelima yang lurus langsung, sudah menjadi satu, menyatu dalam wujudku.

Bait ini disebut Kidung Sarira Ayu atau pula disebut Kidung Kawedar,

dan diyakini masyarakat sebagai karya Sunan Kalijaga (sekitar abad 15-16)

29
Wawancara dengan bapak Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa
Segaralangu, pada tanggal 25 Januari.
30
http://kibaguswijaya.com/sedulur-papat-limo-pancer.html diakses pada tanggal 26
Februari 2020.
40

yang berupa tembang-tembang Tamzil, menggunakan gaya bahasa peralihan

dari Jawa Kuno ke Jawa Madya (pertengahan) yang berbeda dengan gaya

bahasa Jawa sekarang.

1. Penafsiran Kejawen:

a. Kakang kawah adalah air ketuban yang membantu kita lahir ke alam

dunia ini. Sebelum bayi lahir ketubanlah yang keluar terlebih dahulu

untuk membuka jalan lahirnya si jabang bayi kedunia ini.

b. Adhi ari-ari atau ari-ari adalah setelah jabang bayi lahir ari-ari inilah

yang kemudian keluar.

c. Getih atau darah adalah zat utama yang terdapat pada bayi dan sang

ibu. Darah jugalah menjadi pelindung pada saat bayi masih ada dalam

kandungan.

d. Puser atau pusar adalah penghubung antara ibu dan anak. Dengan

adanya tali puser sang ibu mampu memberikan nutrisi kepada sang

bayi. Puser juga merupakan saluran bernafas sang bayi. Dengan

adanya puser inilah seorang ibu memiliki hubungan batin yang erat

dengan bayi.

e. Pancer adalah kita sendiri sebagai pusat kehidupan ketika dilahirkan.

Semuanya adalah kehendak Allah SWT. Ketika sang jabang bayi lahir

kedunia melalui rahim ibu, maka semua unsur-unsur itu keluar dari

rahim ibu. Dengan izin Allah unsur inilah yang menjaga manusia yang

ada di bumi saat dilahirkan.

2. Penafsiran Hikmah
41

Sedulur papat limo pancer berupa empat macam nafsu yang berada

dalam diri manusia diantaranya:31

a. Nafsu supiyah/ keindahan, merupakan nafsu yang berhubungan dengan

kesenangan. Manusia pada umumnya senang dengan hal-hal yang

bersifat keindahan, misalnya; dalam hal wanita (asmara) maka dari itu,

manusia yang terbenam dalam nafsu asmara/ birahi diibaratkan bisa

membakar dunia.

b. Nafsu amarah, merupakan nafsu yang berkaitan emosi. Jika tidak

dikendalikan ia sangat berbahaya karena akan mengarahkan kita pada

perbuatan serta perilaku yang keji dan rendah.

c. Nafsu aluamah/ serakah, merupakan nafsu yang mengenal baik dan

buruk. Manusia pada dasarnya memiliki rasa serakah.

d. Nafsu mutmainah/ keutamaan, merupakan nafsu yang telah

dikendalikan oleh keimanan, yang membawa sang pemilik berjiwa

tenang, ridha, dan tawakal. Namun bila melebihi batas nafsu ini akan

menjadi tidak baik, misalnya; memberikan semua uangnya sehingga ia

sendiri menjadi kekurangan.

e. Hati Nurani, penafsiran hikmah lainnya bahwa sedulur papat

merupakan penjaga kita sejak dilahirkan yaitu para malaikat.

Penafsiran ini muncul seiring masuknya Islam ke Pulau Jawa.

Kepercayaan tentang saudara empat yang dipadukan dengan empat

malaikat dalam dunia Islam, yaitu; Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail.

31
http://kibaguswijaya.com/sedulur-papat-limo-pancer.html diakses pada tanggal 26
Februari 2020.
42

Dan oleh ajaran sufi tertentu, kepercayaan tersebut disejajarkan dengan

empat sifat nafsu, yaitu amarah, lawwamah, sufiah, dan mutmainah. Menurut

ajaran Sunan Kalijaga yang diuraikan dalam Kidung kawedar, pada bait ke-28

dan 29 menuturkan adanya keempat malaikat tersebut beserta tugasnya dalam

menjaga setiap manusia. Adapun tugas empat malaikat ini yakni:32

1. Malaikat Jibril bertugas menjaga keimanan manusia, malaikat ini

ditugaskan menyampaikan wahyu sehingga dihubungkan seperti

kakang kawah yang menjadi pembuka jalan.

2. Malaikat Mikail bertugas mencukupi kebutuhan hidup manusia sehari-

hari. Sama juga dengan adhi ari-ari yang mencukupi kebutuhan sari

makanan sang jabang bayi.

3. Malaikat Izrail bertugas menjaga manusia agar senantiasa berbuat

baik. malaikat Izrail merupakan malaikat pencabut nyawa yang

dihubungkan dengan getih, tanpa getih bayi tidak akan hidup.

4. Malaikat Israfil bertugas menerangi kalbu. Malaikat peniup sangka

kala yang dihubungkan dengan pernafasan bayi dengan sang ibu

melalui pusar.

5. Yang kelima adalah Guru Sejati yang tiada lain adalah Gusti Allah

Yang Maha Kuasa.

Menurut bapak Ismail selaku kepala kelurahan, ada banyak manfaat

selametan weton diantaranya:33

32
http://kibaguswijaya.com/sedulur-papat-limo-pancer.html diakses pada tanggal 26
Februari 2020.
33
Wawancara dengan bapak Ismail selaku Kepala Desa Segaralangu, pada tanggal 25
Januari 2020.
43

1. Mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta, Insya Allah hidup kita

akan diberkahi oleh Allah SWT.

2. Dijauhkan dari kesialan.

3. Mempercepat datangnya hajat yang kita inginkan.

4. Menjadikan diri kita semakin lebih dermawan, karena selametan weton

mengajarkan kita berbagi ke orang disekitar kita.

5. Merefres batin kita agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Dan masih banyak manfaat yang bisa kita rasakan ketika sudah

melakukan acara selametan tersebut ucapnya.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam pelaksanaan

upacara adat tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Jawa didasarkan atas

hakekat manusia yang tidak meninggalkan tradisinya, terlebih bagi

masyarakat Jawa dalam menjalani kehidupan selalu mencoba menciptakan

keharmonisan antar manusia, dan mengandung prinsip hubungan antara

manusia dengan Tuhan, dan prinsip hubungan antara manusia dengan alam.

Hal ini membuktikan bahwa bagi masyarakat Jawa mempercayai bahwa

Tuhan merupakan sebab pertama yang menciptakan manusia. Hubungan antar

manusia membuktikan bahwa masyarakat Jawa memohon keselamatan bukan

sekedar untuk keluarganya saja, tetapi juga untuk sesama manusia. demikian

pula dalam hubungannya dengan alam membuktikan bahwa masyarakat Jawa

dalam menjalani kehidupannya tidak merusak atau menguasai alam semesta,

tetapi justru untuk menciptakan keseimbangan. Hal ini dikarenakan manusia

tidak dapat dilepaskan dari alam semesta.


BAB IV

DESKRIPSI DAN ANALISA TENTANG MAKNA TRADISI WETONAN

MASYARAKAT DESA SEGARALANGU KECAMATAN CIPARI

KABUPATEN CILACAP

A. Deskripsi Data Responden

Setelah penulis melakukan penelitian mengenai Tradisi Wetonan yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Segaralangu, penulis mengambil sample

sebanyak 9 responden. Berikut identitas singkat responden terangkum dalam

tabel berikut:

No. Nama Responden Usia Profesi

1. Kartasan 54 Petani

2. H. Ahmad Fauzi 75 Petani

3. Joyo Martono 73 Petani

4. Timotius Suryono 30 Guru

5. Endang Astuti 30 Guru

6. Ismail 37 Lurah

7. Siti Badriyah 53 Ibu Rumah Tangga

8. Miskam 61 Petani

9. Ahmad Yasin 32 Freelance

1. Wawancara dengan responden satu

Dari hasil Wawancara responden bernama bapak Kartasan selaku

Tokoh Penghayat Kepercayaan pada hari minggu tanggal 26 Januari

2020. Responden berusia 54 tahun berprofesi sebagai Petani.

44
45

Bahwasanya makna Weton bagi penghayat kepercayaaan adalah

pertama, manusia yang dilahirkan harus tahu siapa yang

menciptakannya dan mensyukuri atas apa yang sudah di berikan oleh

nya kepada kita, dengan cara membuat selametan hari kelahiran

(wetonan) yang merupakan bentuk terimakasih kita kepada Sang

pencipta Gusti Allah. 1 Dan manusia diciptakan memiliki pamomong

atau pembimbing maksud dari pamomong yaitu sedulur papat limo

pancer. Dalam memperingati hari selametan dengan membuat bubur

abang (merah) dan putih. Arti dari bubur abang dan putih asalnya

dalam diri manusia ada yang putih dan merah, putih itu perempuan,

merah itu laki-laki dan bubur abang atasnya putih itu menandakan

kelahiran si jabang bayi, dan yang keluar duluan pun putih yakni

Kawah (ketuban). Ada juga yang berpuasa pati geni (nganyeb) dalam

artian puasa makan nasi putih saja dengan minumnya air putih. Juga

ketika membuat nasi tumpeng dan sebagainya tetap mengundang

tetangga bukan cuma sesama pemeluk penghayat kepercayaan

melainkan beda agama pun tetap hadir menghormati juga memberikan

doa dengan kepercayaan masing-masing. 2 Masyarakat Jawa pemeluk

kepercayaan masih melakukan tradisi wetonan (tingalan) hingga

sekarang karena sudah menjadi kebiasaan dari dulu yang diajarkan

nenek moyang nya.

2. Wawancara dengan responden kedua

1
Wawancara dengan Bapak Kartasan selaku tokoh Aliran Kepercayaan Desa Segaralangu
pada tanggal 12 April 2020
2
Wawancara dengan Bapak Kartasan selaku tokoh Aliran kepercayaan, pada tanggal 12
April 2020
46

Dari hasil Wawancara responden bernama bapak H. Ahmad Fauzi

selaku Tokoh Agama Islam pada hari minggu tanggal 26 Januari 2020.

Responden berusia 75 tahun berprofesi sebagai Petani. Bahwasannya

selametan weton adalah memperingati hari lahir dengan mengeluarkan

sedekah dengan maksud diberi keselametan dunia dan akherat, diberi

kesehatan jasmani dan rohani, juga bentuk tolak bala. Sesuai dengan

hadits Nabi Shollallohualaihi wasallam bersabda: “Sedekah itu

menolak bala dan memanjangkan umur”. 3 Adapun pelaksanaanya

dilakukan setiap 35 hari dalam hitungan kalender Jawa biasanya acara

tersebut pada malam 35 harinya ataupun sore hari nya, yang penting

sudah pas dengan hitungan kalender Jawa. Bentuk tahapan dalam

selametan weton biasanya masyarakat tidak terlepas dengan membuat

bubur abang putih, abang (merah) memiliki arti keberanian, hidup

harus berani berjuang dalam segala bentuk termasuk berjuang

melawan nafsu, dan bubur putih memiliki arti jernih atau suci, ibarat

hidup harus mempunyai hati yang suci, bersih, jujur. Dan ada juga

membuat among-among (nasi tumpeng), ataupun dengan berpuasa

pada hari kelahiran seseorang. Ada nilai-nilai yang terkandung

didalamnya seperti nilai agama pada saat pelaksanaan selametan

karena didalamnya terdapat pembacaan doa sesuai dengan pemeluk

agamanya masing-masing saat pelaksanaannya serta adanya pemberian

sedekah. Karena di masyarakat Desa Segaralangu terdapat beberapa

macam agama, namun karena semua orang sudah terbiasa melakukan

3
Wawancara dengan Bapak H. Ahmad Fauzi selaku tokoh Agama Islam, pada tanggal 12
April 2020
47

tradisi tersebut dengan mengundang tetangga yang bukan dari satu

golongan agama saja, maka sampai sekarang masih melakukan hal

tersebut bahkan dengan adanya tradisi tersebut terjalin erat tali

kerukunan umat beragama di masyarakat. Dan terkhir apabila acara

sudah selesai di tutup dengan makan bersama, kalau ada tetangga yang

tidak datang maka akan di bungkuskan dalam satu kantong plastik nasi

dengan lauk pauknya sesuai dengan kemampuan tuan rumah untuk

diberikan kepada tetangga yang tidak datang.4

3. Wawancara dengan responden ketiga

Dari hasil Wawancara responden bernama bapak Joyo Martono

selaku Tokoh Agama Budha pada hari minggu tanggal 12 April 2020.

Responden berusia 73 tahun berprofesi sebagai Petani. Menurut bapak

Joyo Martono Makna Wetonan yaitu meminta doa kepada pencipta

supaya kita diberikan keselamatan dan kelancaran dalam mejalankan

aktivitasnya di dunia. Bentuk rasa syukur kita dengan membuat sesajen

berupa bubur abang putih. 5 Masyarakat Jawa yang memeluk agama

Budha dari dulu sampai sekarang masih percaya dengan tradisi

tersebut bahkan tidak bisa terlepas dari tradisi yang sudah menjadi

kebiasaan masyarakat dalam memperingati hari kelahirannya. Bukan

hanya membuat bubur abang putih tapi juga melakukan sesajen berupa

membakar kemenyan dan datang ke makam keluarga yang bertujuan

untuk memohon doa kepada pencipta supaya orang yang meninggal

4
Wawancara dengan Bapak H. Ahmad Fauzi selaku tokoh Agama Islam, pada tanggal 12
April 2020.
5
Wawancara dengan Bapak Joyo Martono selaku tokoh Agama Budha, pada tanggal 12
April 2020.
48

diterima masuk kedalam surganya. Menurutnya jika sudah biasa

melaksanakan sesajen weton ketika tidak melakukan sesajen merasa

ada yang masih kurang bahkan saking percayanya dengan hal tersebut

bisa membuat celaka bagi orang yang tidak melaksanakan sesajen.

ketika ada keluarga yang memperingati hari kelahirannya dengan

membuat nasi tumpeng walaupun beda agama tetap diundang tetangga

rumah nya, dengan maksud saling menghormati dan saling

mendoakan. Untuk doa nya dengan doa kepercayaan masing-masing.6

Masyarakat yang memeluk agama Budha sudah dari tahun 1967,

tempat peribadatan dibangun tahun 1968 yang bernama Cetiya

(berbentuk langgar atau tempat ibadah), dan di renovasi di bangun

lebih besar pada tahun 1980, lalu mengganti nama menjadi Vihara

pada tahun 1998 sampai sekarang.7

4. Wawancara dengan responden keempat

Dari hasil Wawancara responden bernama bapak Timotius

Suryono selaku Tokoh Agama Kristen pada hari minggu tanggal 12

April 2020. Responden berusia 30 tahun berprofesi sebagai Guru.

Menurut bapak Timotius Suryono Selametan Weton merupakan suatu

bentuk rasa terimakasih kita kepada Tuhan sebagaimana tergolong

masyarakat Jawa yang memeluk agama Kristen Protestan dengan

banyak tradisi didalamnya, dan bentuk pelestarian budaya di

6
Wawancara dengan Bapak Joyo Martono selaku tokoh Agama Budha, pada tanggal 12
April 2020.
7
Wawancara dengan Bapak Joyo Martono selaku tokoh Agama Budha, pada tanggal 12
April 2020.
49

masyarakat Jawa. 8 Dalam masyarakat Jawa beragama Kristen dalam

pelaksanaanya tidak berbeda dengan agama yang lainnya dilakukan

ketika masuk dalam hitungan 35 hari. Kami cukup sederhana dalam

melaksanakan selametan tersebut dengan membuat among-among

(nasi tumpeng) juga tidak lupa mengundang tetangga meskipun

berbeda agama. Mengundang tetangga dengan maksud saling

mendoakan untuk keluarga yang melaksanakannya. Karena tradisi

tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa yang diajarkan

orang-orang Jawa terdahulu sehingga kami sampai sekarang masih

melakukannya dengan tujuan melestarikan budaya Jawa. 9 Kemudian

mengundang para tamu yang terdiri dari kerabat dan tetangga untuk

datang menghadiri selametan dan doa bersama yaitu mendatangi satu

rumah ke rumah yang lainnya, hal ini terdapat nilai saling menghargai.

Pada saat selametan juga terdapat nilai sosial yaitu ketika menunggu

acara dimulai mereka berkumpul dan saling berinteraksi satu sama

lain, hal ini dapat mempererat tali silaturrahmi antar masyarakat yang

berbeda dalam segi etnis, dan agama. Setelah semua para tamu

berkumpul tuan rumah memberikan sambutan kepada para tamu dan

tuan rumah meminta maaf apabila hidangan yang masih kurang

memadai. Hal tersebut dapat dilihat bahwa adanya saling menghargai

tuan rumah kepada para tamu. Setelah acara selametan selesai, sebagai

ucapan terimakasih tuan rumah kepada para tamu yang sudah datang

8
Wawancara dengan Bapak Timotius Saryono Martono selaku tokoh Agama Kristen,
pada tanggal 12 April 2020.
9
Wawancara dengan Bapak Timotius Saryono Martono selaku tokoh Agama Kristen,
pada tanggal 12 April 2020.
50

untuk mendoakan seseorang yang melaksanakan tradisi tersebut,

dengan memberikan makanan dan lauk pauknya untuk dimakan

bersama.10

5. Wawancara dengan responden kelima

Dari hasil Wawancara responden bernama Ibu Endang Astuti pada

hari minggu tanggal 12 April 2020. Responden berusia 30 tahun

berprofesi sebagai Guru. Ibu Endang mengatakan Tradisi Wetonan

adalah peringatan hari lahir dengan cara membuat selametan. jika tidak

melakukan selametan weton menurutnya merasa ada yang kurang dan

percaya bakal terjadi musibah yang tidak diinginkan. Selametan weton

bisa dikatakan bentuk tolak bala. Saya tidak lupa selalu membuat

bubur abang putih dan hidangan nasi tumpeng seadanya. Karena ritual

tersebut merupakan bagian khazanah lokal masyarakat Jawa yang

penuh dengan simbol-simbol kearifan.11

6. Wawancara dengan responden keenam

Dari hasil Wawancara responden bernama bapak Ismail selaku

Kepala Desa pada hari sabtu tanggal 25 Januari 2020. Responden

berusia 37 tahun berprofesi sebagai Lurah. Kepala Desa Segaralangu

menuturkan bahwa orang tua dulu telah menggunakan tradisi

selametan weton untuk memperingati hari kelahiran seseorang. Jadi

kita ikuti saja daripada di marahi, karena orang Jawa mempunyai

prinsip “mikul duwur mendem jero” artinya hal-hal yang baik kita

10
Wawancara dengan Bapak Timotius Saryono Martono selaku tokoh Agama Kristen,
pada tanggal 12 April 2020.
11
Wawancara dengan Ibu Endang selaku masyarakat Desa Segaralangu pada tanggal 12
April 2020
51

gunakan dan hal-hal yang buruk kita kubur dalam-dalam. apakah

nantinya terbukti atau tidak terbukti kebenarannya, jika terbukti kita ya

kita terima jika tidak terbukti ya alhamdulillah, Karena di dalam hidup

bermasyarakat kita tidak boleh kaku dan merasa paling benar sebab

yang paling benar cuma Allah.12

7. Wawancara dengan responden ketujuh

Dari hasil Wawancara responden bernama Ibu Siti Badriyah selaku

tokoh Muslimat NU pada hari minggu tanggal 26 Januari 2020.

Responden berusia 53 tahun berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga.

Ibu Siti Badriyah seorang ibu rumah tangga yang aktif di kegiatan

Muslimat menambahkan ikuti saja selametan weton sebagaimana yang

telah diajarkan orang-orang Jawa terdahulu. Tidak salahnya dilakukan

karena terdapat maksud baik yaitu mengingat hari lahir seseorang

dengan membuat selametan weton. sesungguhnya ritual ini bertujuan

untuk ucapan terima ksih kepada Tuhan atas nikmat yang diberikan

berupa keturunan. Rasa syukur ini dituangkan masyarakat Jawa dalam

bentuk Slametan membuat nasi tumpeng, bubur putih abang, dll.13

8. Wawancara dengan responden kedelapan

Dari hasil Wawancara responden bernama bapak Miskam selaku

sesepuh desa pada hari sabtu tanggal 25 Januari 2020. Responden

berusia 61 tahun berprofesi sebagai Petani. Bapak Miskam menuturkan

bahwa mengatakan bahwa selametan weton itu bagian dari sedekah

12
Wawancara dengan Bapak Ismail selaku Kepala Desa Segaralangu, pada tanggal 12
April 2020
13
Wawancara dengan Ibu Siti Badriyah selaku anggota Fatayat, pada tanggal 12 April
2020
52

untuk diberikan kepada orang lain, karena dalam semua Agama

memberi sedikit rizki kepada orang lain merupakan bentuk perilaku

baik yang harus dimiliki setiap pemeluknya. Dan Tradisi Jawa yang

yang masih erat dipegang oleh masyarakat Kabupaten Cilacap

khususnya masyarakat Desa Segaralangu hingga sekarang ini adalah

tentang Tradisi selametan hari kelahiran (Wetonan). Weton suatu

pedoman kelahiran anak dari mulai kelahiran, pernikahan dan juga

dalam memulai usaha atau kerja, sunatan semuanya menggunakan

weton. Karena weton sudah menjadi budaya Jawa yang secara turun-

temurun dari nenek moyang dan terus dilakukan hingga sekarang,14

9. Wawancara dengan responden kesembilan

Dari hasil Wawancara responden bernama bapak Ahmad Yasin

selaku ketua Karang Taruna Pemuda Desa pada hari Sabtu tanggal 12

April 2020. Responden berusia 32 tahun berprofesi sebagai Freelance.

Begitu halnya Ahmad Yasin yang memandang bahwa selametan weton

harus dilestarikan, karena terdapat nilai-nilai sosial dan nilai religius.

Nilai sosialnya dalam tradisi wetonan ketika berkumpul saling bertukar

cerita, dan ditutup dengan makan bersama. Dengan adanya tradisi

tersebut akan mempererat tali kerukunan umat beragama, karena yang

melakukan tradisi tersebut bukan hanya dari Islam saja, tapi ada juga

yang dari Kristen, Budha, dan Aliran Kepercayaan. Dan nilai

religiusnya dalam arti memberi makan kepada orang lain, tentu dari

semua ajaran Agama jika memberi sedekah kepada orang lain akan

14
Wawancara dengan Bapak Miskam selaku sesepuh tokoh masyarakat Desa Segaralangu,
pada tanggal 12 April 2020
53

diberi pahala, dan juga setelah selesai acara dilakukan doa bersama

sesuai dengan doa kepercayaan masing-masing.15

B. Analisa Data Komprehensif

Dari semua hasil wawancara dari semua tokoh Agama dan masyarakat

setempat, disimpulkan bahwa mereka sangat membolehkan tradisi tersebut

dilaksanakan bagi semua masyarakat Desa Segaralangu bahkan harus terus

dijaga dan dilestarikan karena salah satu tradisi dari sekian banyak

peninggalan nenek moyang orang Jawa yang sampai saat ini masih lestari.

Dalam mengahadapi perkembangan zaman, tradisi wetonan akan terus

konsisten dilakukan terutama di lingkungan pedesaan, karena ciri khusus

masyarakat Desa Segaralangu adalah kentalnya tradisi wetonan di masyarakat

yang mengundang berbagai penganut keagamaan untuk saling mendoakan

yang kini membuat masyarakat Desa Segaralangu terkenal dengan salah satu

Desa di Kabupaten Cilacap yang sangat toleran antar warganya. Adapun

dampak positif dari selametan weton terhadap masyarakat Desa Segaralangu

adalah:

1. Sebagai sarana memperkuat persatuan dan kesatuan antar warga. Tradisi

wetonan di desa Segaralangu tidak dilakukan oleh masyarakat Jawa

pemeluk Islam saja melainkan dari berbagai agama seperti Kristen,

Budha, dan Aliran Kepercayaan, mereka berbaur menjadi satu tanpa ada

pembeda status sosial ataupun keagamaan.

2. Merupakan kegiatan mempertahankan warisan nenek moyang. Banyak

warisan nenek moyang yang sudah terabaikan oleh masyarakat, padahal

15
Wawancara dengan Ahmad Yasin selaku anggota Karang Taruna Pemuda Desa
Segaralangu pada tanggal 12 April 2020
54

kalau kita sadari banyak hikmah yang terkandung didalam tradisi Jawa

terkait dengan kehidupan, baik manusia sebagai makhluk individu, sosial

atau dalam hubungan dengan Tuhan.

3. Dengan adanya tradisi selametan weton ini, masyarakat kehidupannya

menjadi lebih rukun, tentram dan bisa mempererat tali persaudaraan dan

kegotong-royongan masyarakat

4. Menciptakan kebersamaan dan kepedulian, kebersamaan dalam hal

berbagi makanan walaupun sedikit setidaknya sebagai tanda ingat kalau

bahagia yang kita rasakan ada orang lain yang berhak merasakannya

juga. Kepedulian bahwa manusia adalah makhluk sosial, itu sebabnya

peduli dengan sekelilingnya. Bukan mengharapkan timbal balik tapi

hidup ini memang sudah ditakdirkan untuk bergantung satu dengan yang

lainnya.

C. Nilai Sosial dan Religius dalam Tradisi Wetonan

Masyarakat Jawa tidak bisa terlepas dari kebiasaan dalam

melaksanakan tradisi selametan, meskipun dalam pelaksanaanya berbeda,

namun memiliki tujuan yang sama, yaitu mengingat hari kelahiran seseorang

dan bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan, dan menyampaikan permohonan

(doa) kebaikan kepada Tuhan, disertai dengan memberikan sesuatu berupa

makanan sebagai sedekah kepada orang lain.16

1. Nilai Sosial dalam bentuk melestarikan budaya Jawa yang harus tetap

dijalankan di lingkungan pedesaan dengan perkembangan zaman yang

kian maju supaya tidak hilang dari ciri masyarakat Jawa maka sampai

16
Wawancara dengan Bapak Ismail selaku Kepala Desa Segaralangu, pada 12 April 2020.
55

kapanpun akan terus dijaga dan dilestarikan. Dalam pelaksanan tradisi

tersebut tidak sungkan mengundang beberapa golongan agama, dan

saling mendoakan dengan tujuan bersama yaitu terhindar dari mara

bahaya dalam aktivitasnya, dilancarkan usahanya, ditambahkan rizkinya

dan dijauhkan dari kesengsaraannya. Setelah doa selesai kemudian tuan

rumah mempersilahkan para tamu untuk menikmati makanan dan

minuman yang telah disediakan.17

2. Dan Nilai Religius dalam tradisi wetonan ini adalah pada saat

pelaksanaan selametan, karena didalamnya terdapat pembacaan doa

sesuai dengan pemeluk agamanya masing-masing saat pelaksanaannya

serta adanya pemberian sedekah tujuan dari sedekah itu berbagi rezeki

kepada para saudara dan tetangga dekat karena seseorang telah

memperoleh anugerah atau kesuksesan sesuai dengan apa yang dicita-

citakan. Dan nilai solidaritas sosial ini adalah mempererat tali seduluran

atau persaudaraan, terutama dalam masyarakat Desa Segaralangu yang

terdapat berbagai macam agama mereka senantiasa datang ketika

diundang tetangga untuk merayakan selametan, makanya tidak heran

Desa Segaralangu masuk dalam kategori desa yang sangat toleran karena

masyarakatnya rukun dalam bertetangga yang berbeda agama.18

Nilai yang dapat informan dapatkan dari tradisi tersebut adalah agar

seseorang yang melaksanakan selametan tersebut senantiasa selalu

17
Wawancara dengan Bapak Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa
Segaralangu, pada tanggal 12 April 2020.
18
Wawancara dengan Bapak H. Ahmad Fauzi selaku Tokoh Agama Islam, pada tanggal
12 April 2020.
56

mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya serta berdoa demi kesehatan dan

keselamatan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kajian di atas, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

Makna Tradisi Wetonan, Weton atau Wetonan Merupakan peringatan

hari lahir setiap 35 hari sekali. Orang Jawa tradisional sangat penting untuk

mengetahui weton sesuai dengan kalender Jawa. Dengan mengetahui tanggal,

bulan dan tahun kelahiran menurut kalender Masehi, bisa diketahui weton

seseorang. Hari kelahiran menurut kalender Jawa atau weton terjadi setiap

selapan hari. Wetonan mirip dengan hari ulang tahun, tetapi wetonan bisa

terjadi 9 sampai 10 kali dalam setahun atas dasar kalender Jawa.

Tujuan Tradisi Wetonan diadakan untuk melestarikan tradisi desa

Segaralangu dan dalam rangka menghormati hari kelahiran seseorang.

Walaupun pelaksanaanya berbeda, namun memiliki maksud yang sama, yaitu

mengingat kasih Tuhan dan bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan

sebagaimana kita hidup di dunia diberi rizki dan tubuh sehat, juga

menyampaikan permohonan (doa) kebaikan kepada Tuhan, disertai dengan

memberikan sesuatu berupa makanan sebagai sedekah kepada orang lain.

Tujuan dari sedekah itu berbagi rezeki kepada para saudara dan tetangga dekat

karena seseorang telah memperoleh anugerah atau kesuksesan sesuai dengan

apa yang dicita-citakan. Dan Tujuan selametan weton sendiri untuk “Ngopahi

sing momong”, karena masyarakat Jawa percaya dan banyak yang memahami

jika setiap orang ada yang momong (pamomong) atau “pengasuh dan

57
58

pembimbing” secara metafisik. Adapun tugasnya untuk membimbing dan

mengarahkan agar tidak salah langkah. Yang dimaksud Pamomong disini

yakni Sedulur Papat Limo Pancer.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Segaralangu

Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap, maka penulis mencoba untuk

memberikan saran sebagai berikut:

1. Dengan melihat realitas dalam masyarakat yang masih memegang kuat

terhadap tradisinya, penulis menyarankan hendaknya bersikap bijaksana

dan toleran, karena semua agama mengajarkan kebijaksanaan yang harus

dimiliki semua pemeluknya dan juga memiliki sikap toleran terhadap

agama lain yang ada di lingkungan sekitar.

2. Tradisi selametan Wetonan di Desa Segaralangu hanya merupakan

fenomena keagamaan dan kepercayaan di dalam masyarakat. Masih ada

beberapa upacara tradisi lainnya yang mungkin bisa diteliti dan

dikembangkan, diantaranya tradisi mauludan, tradisi nikahan, tradisi tedak

siten, tradisi bangun rumah dan masih banyak yang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, M.Sayuthi. Metode Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2002.

Anwar, Saifuddin. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta. 2010.

Branne, Julian. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta:

Fakultas Tarbiyah IAI Antasari Samarinda. 1999.

Endraswara, Suwardi. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme

dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi. 2018.

Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta:

Pustaka Jaya, 1981.

Gunasasmita R. Kitab Primbon Jawa Serbaguna. Yogyakarta: Narasi. 2009.

Hadikoesoema, Soenandar. Filsafat Ke-Jawan Ungkapan Lambang Ilmu Gaib

Dalam Seni-Budaya Peninggalan Leluhur Jaman Purba. Jakarta:

Yudhagama Corporation. 1998.

Hilmi, Masdar. Islam and Javanese Aculturation [Tesis]. Canada: Magister of

McGill University 1994.

Khalil, Ahmad. Islam Jawa: Sufisme Dalam Etika Jawa Dan Tradisi Jawa. UIN

Malang: Pres, 2008.

Khoiri, Imam. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LkiS Printing

Cemerlang, 2011.

Koentjaraningrat. Penggantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2002.

59
60

Koentjaraningrat. Metode-metode Antropologi dalam Penyelidikan-penyelidikan

Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Universitas, 1958.

Mama Flo. Primbon Praktis. Yogyakarta: Gradien Mediatama. 2008.

Mulder, Niels. Mistisisme Jawa: Ideologi Di Indonesia. Yogyakarta: LKiS

Yogyakarta. 2001.

M.keesing, Roger. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta:

Erlangga, 1992.

Moelang, Lexi J. Metodologi Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2000.

Nizaruddin, Asif. Interprestasi Kitab Primbon Lukmanakin Adam makna dalam

Perspektif Budaya dan Akidah Islam. Jakarta: Pondok Pesantren

Sholawat Darut Taubah. 2018.

Purwadi. Pranata Sosial Jawa. Yogyakarta: Cipta Karya, 2007.

Purwadi. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.

Purwadi. Upacara Pengantin Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka. 2007

Purwadi. Petungan Jawa Menentukan Hari Baik Dalam Kalender Jawa.

Yogyakarta: Pinus. 2006.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat.

Jakarta: Raja Grafinda Persada. 2001.

Soekanto, Soeryono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Prees, 1981

Subandrijo, Bambang. Keselamatan Bagi Orang Jawa. Jakarta: Gunung Mulia.

2000.

Sutiyono. Poros Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

Usman, Husaini. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. 2017.


61

Sumber Jurnal

Aswiyati, Indah. Makna dan Jalannya Upacara Puputan dan Selapanan Dalam

Adat Upacara Tradisional Kelahiran Bayi Bagi Masyarakat Jawa,

Jurnal Holistik. Volume VIII, No. 16, Tahun. 2015.

Sumber Internet

Https://m.liputan6.com/regional/red/2020/01/02/407244/malam.mencekam.di.tana

h.kafir.kubura n.massal.pki.di.cilacap diakses pada tanggal 27 Januari 2020.

Http://Jagadkejawen.com/index.php?option=com_conten&view=article&id=9&It

emid=8&lang=id diakses pada tanggal 25 Februari2020.

http://sabdalangit.wordpress.com/2019/11/04/tata-cara-bancakan-weton/amp

diakses pada tanggal 26 Februari 2020.

http://www.7jiwanusantara.com/2014/07/bubur-merah-putih-selametan-

weton.html?m=1 diakses pada tanggal 26 Februari 2020.

http://kibaguswijaya.com/sedulur-papat-limo-pancer.html diakses pada tanggal 26

Februari 2020.

https://www.era.id/read/XRUx3P-tradisi-dan-kaitannya-dengan-kebudayaan,

diakses pada tanggal 11 April 2020.

Wawancara

Wawancara dengan bapak Ismail selaku Kepala Desa Segaralangu, pada tanggal

25 Januari 2020.

Wawancara dengan bapak Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa

Segaralangu, pada tanggal 25 Januari 2020.

Wawancara dengan bapak Kartasan selaku Tokoh Penghayat Kepercayaan di

Desa Segaralangu, pada tanggal 26 Januari 2020.


62

Wawancara dengan bapak H. Ahmad Fauzi selaku tokoh agama Islam di Desa

Segaralangu, pada tanggal 26 Januari 2020.

Wawancara dengan Ibu Siti Badriyah selaku anggota Fatayat di Desa

Segaralangu, pada tanggal 26 Januari 2020.

Wawancara dengan bapak Musir selaku warga di Desa Segaralangu, pada tanggal

26 Januari 2020.

Wawancara dengan bapak Joyo Martono selaku tokoh agama Budha di Desa

Segaralangu, pada tanggal 12 April 2020.

Wawancara dengan bapak Pendeta Timotius Saryono selaku tokoh agama Kristen

Protestan di Desa Segaralangu, pada tanggal 12 April 2020.

Wawancara dengan bapak Ahmad Yasin selaku tokoh agama Islam di Desa

Segaralangu, pada tanggal 12 April 2020.

Wawancara dengan Ibu Endang selaku Warga di Desa Segaralangu, pada tanggal

12 April 2020.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat – Surat
1. Surat Izin Penelitian Skrips
2. Surat Permohonan Bimbingan Skripsi Kepada Yth. Bapak Dadi Darmadi,
MA.
3. Surat Tugas Menjadi Pembimbing
4. Tanda Terima
5. Presensi Konsultasi Bimbingan Skripsi Mahasiswa
6. Surat Keterangan Wawancara
7. Surat Keterangan telah Melakukan Wawancara

1) Responden Satu
2) Responden Dua
3) Responden Tiga
4) Responden Empat
5) Responden Lima
6) Responden Enam
7) Responden Tujuh
Lampiran 2. Pedoman Wawancara

A. Diajukan kepada responden

1. Siapakah nama anda?

2. Berapa usia anda?

3. Apa profesi atau kesibukan anda?

4. Apa makna weton bagi anda?

5. Dalam hal apa saja weton digunakan?

6. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

7. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan

weton?

8. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?

9. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?

10. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?


Lampiran 3. Hasil wawancara responden di Desa Segaralangu

Nama : H. Ahmad Faoji

Usia : 75 Tahun

Jabatan : Tokoh Agama Islam

1. Apa makna weton bagi anda?

Memperingati hari lahir dengan mengeluarkan sedekah dengan maksud

diberi keselametan dunia dan akherat, diberi kesehatan jasmani dan rohani,

juga bentuk tolak bala.

2. Dalam hal apa saja weton digunakan?

Weton suatu pedoman kelahiran anak dari mulai kelahiran, pernikahan dan

juga dalam memulai usaha atau kerja, sunatan semuanya menggunakan

weton.

3. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

Adapun pelaksanaanya dilakukan setiap 35 hari dalam hitungan kalender

Jawa biasanya acara tersebut pada malam 35 harinya ataupun sore hari nya,

yang penting sudah pas dengan hitungan kalender Jawa.

4. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan weton?

Banyak yang masih melakukan selametan weton Karena weton sudah

menjadi budaya Jawa yang secara turun-temurun dari nenek moyang dan

terus dilakukan hingga sekarang.

5. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?


Sebagaimana yang telah diajarkan orang-orang Jawa terdahulu. Tidak

salahnya dilakukan karena terdapat maksud baik yaitu mengingat hari lahir

seseorang dengan membuat selametan weton

6. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?

Tradisi wetonan akan terus konsisten dilakukan terutama di lingkungan

pedesaan, karena ciri khusus masyarakat Desa Segaralangu adalah

kentalnya tradisi wetonan di masyarakat yang mengundang berbagai

penganut keagamaan untuk saling mendoakan

7. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?

Harus terus dijaga dan dilestarikan karena salah satu tradisi dari sekian

banyak peninggalan nenek moyang orang Jawa yang sampai saat ini masih

lestari.
Nama : Pendeta Saryono

Usia : 39 Tahun

Jabatan : Tokoh Agama Kristen

1. Apa makna weton bagi anda?

Suatu bentuk rasa terimakasih kita kepada Tuhan sebagaimana tergolong

masyarakat Jawa yang memeluk agama Kristen Protestan dengan banyak

tradisi didalamnya, dan bentuk pelestarian budaya di masyarakat Jawa

2. Dalam hal apa saja weton digunakan?

Kelahiran anak dari mulai kelahiran, pernikahan

3. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

Dalam masyarakat Jawa beragama Kristen dalam pelaksanaanya tidak

berbeda dengan agama yang lainnya dilakukan ketika masuk dalam

hitungan 35 hari.

4. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan weton?

Cukup banyak masyarakat pemeluk Kristen yang masih melakukan tradisi

seperti ini, karena nenek moyang mereka dulunya pemeluk kejawen yang

memegang budaya selametan weton yang sampai saat ini masih kita

lestarikan.

5. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?

Dihawatirkan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka jalankan saja toh

banyak manfaatnya.

6. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?


Masih sesuai karena bagaimanapun tradisi ini sudah melekat bagi

masyarakat Jawa.

7. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?

Karena tradisi tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa yang

diajarkan orang-orang Jawa terdahulu sehingga kami sampai sekarang

masih melakukannya dengan tujuan melestarikan budaya Jawa


Nama : Joyo Martono

Usia : 73 Tahun

Jabatan : Tokoh Agama Budha

1. Apa makna weton bagi anda?

Meminta doa kepada pencipta supaya kita diberikan keselamatan dan

kelancaran dalam mejalankan aktivitasnya di dunia.

2. Dalam hal apa saja weton digunakan?

Hari lahir, pernikahan.

3. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

Dalam pelaksanaanya tidak berbeda dengan agama yang lainnya juga,

dilaksanakan ketika masuk dalam hitungan 35 hari

4. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan weton?

Masyarakat Jawa yang memeluk agama Budha dari dulu sampai sekarang

masih percaya dengan tradisi tersebut bahkan tidak bisa terlepas dari tradisi

yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat dalam memperingati hari

kelahirannya

5. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?

Menurutnya jika sudah biasa melaksanakan sesajen weton ketika tidak

melakukan sesajen merasa ada yang masih kurang bahkan saking

percayanya dengan hal tersebut bisa membuat celaka bagi orang yang tidak

melaksanakan sesajen

6. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?


Masih sesuai, tradisi ini merupakan bentuk toleran antar agama contoh

ketika ada keluarga yang memperingati hari kelahirannya dengan membuat

nasi tumpeng walaupun beda agama tetap diundang tetangga rumah nya,

dengan maksud saling menghormati dan saling mendoakan.

7. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?

Tradisi yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat dalam memperingati hari

kelahirannya maka akan terus dilestarikan.


Nama : Kartasan

Usia : 54 Tahun

Jabatan : Tokoh Kepercayaan

1. Apa makna weton bagi anda?

Manusia yang dilahirkan harus tahu siapa yang menciptakannya dan

mensyukuri atas apa yang sudah di berikan oleh nya kepada kita, dengan

cara membuat selametan hari kelahiran (wetonan) yang merupakan bentuk

terimakasih kita kepada Sang pencipta Gusti Allah

2. Dalam hal apa saja weton digunakan?

Hari lahir, pernikahan.

3. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

Dilaksanakan ketika masuk dalam hitungan 35 hari

4. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan weton?

Masyarakat Jawa pemeluk kepercayaan masih melakukan tradisi wetonan

(tingalan) hingga sekarang karena sudah menjadi kebiasaan dari dulu yang

diajarkan nenek moyang nya.

5. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?

Tidak masalah, tapi karena di masyarakat kita kental sekali dalam

melaksanakan selametan weton maka jika belom melaksanakan bakal

merasa ada yang kurang.

6. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?

Sesuai, contoh ketika membuat nasi tumpeng dan sebagainya tetap

mengundang tetangga bukan cuma sesama pemeluk penghayat kepercayaan


melainkan beda agama pun tetap hadir menghormati juga memberikan doa

dengan kepercayaan masing-masing.

7. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?

Masyarakat Jawa pemeluk kepercayaan masih melakukan tradisi wetonan

(tingalan) hingga sekarang karena sudah menjadi kebiasaan dari dulu yang

diajarkan nenek moyang nya.


Nama : Ismail

Usia : 37 Tahun

Jabatan : Kepala Desa

1. Apa makna weton bagi anda?

Memperingati kelahiran seseorang guna mendapatkan keberkahan hidup

didunia dsn diakherat.

2. Dalam hal apa saja weton digunakan?

Kelahiran, pernikahan.

3. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

Dilaksanakan setiap 35 hari dalam hitungan kalender Jawa biasanya acara

tersebut pada malam 35 harinya ataupun sore hari nya, yang penting sudah

pas dengan hitungan kalender Jawa

4. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan weton?

Masih banyak yang melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi ini sampai

sekarang masih dilaksanakan dan Tradisi Wetonan mempunyai tujuan

dalam pelaksanaanya. Tujuan dari Tradisi Wetonan dapat dilihat secara

spiritual religius dan tujuan secara solidaritas sosial.

5. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?

Jadi kita ikuti saja dari pada dimarahi, karena orang Jawa mempunyai

prinsip “mikul duwur mendem jero” artinya hal-hal yang baik kita gunakan

dan hal-hal yang buruk kita kubur dalam-dalam.

6. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?


Sangat sesuai, meskipun disetiap daerah dan agama mempunyai caranya

sendiri namun memiliki tujuan yang sama yaitu memohon keselamatan.

7. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?

Wetonan sebagai bentuk warisan budaya Jawa yang akan kami lestarikan

meskipun zaman sudah modern.


Nama : Miskam

Usia : 61 Tahun

Jabatan : Sesepuh Desa (Yang dituakan)

1. Apa makna weton bagi anda?

Bukti bahwa kerukunan bisa disalurkan melalui adanya tradisi wetonan

yang mengundang banyak tetangga untuk saling mendoakan saling berbagi

sedekah, dilakukan bukan hanya satu pemeluk agama Islam saja melainkan

berbagai pemeluk agama yg lain.

2. Dalam hal apa saja weton digunakan?

Selametan hari kelahiran, hari pernikahan

3. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

Peringatan hari lahir setiap 35 hari sekali. wetonan bisa terjadi 9 sampai 10

kali dalam setahun atas dasar kalender Jawa.

4. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan weton?

Selametan Weton dilakukan oleh semua orang di desa, dari mulai anak-

anak, remaja, sampai orang tua. Mereka ada yang terlibat langsung dalam

prosesi dan ada juga sebagai peserta yang ikut memeriahkan tradisi tersebut.

keterlibatan anak-anak bukan hanya sebatas penggembira tetapi juga

sebagai tindakan secara tidak langsung anak-anak diperkenalkan dengan

tradisi yang sudah ada sejak dulu yakni Selametan Weton

5. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?

Tidak apa-apa tapi dihawatirkan terjadi hal buruk yang tidak diinginkan

maka harus dibuatkan selametan. Ketika seseorang sering ketiban sial maka
selametan weton dilakukan selama 7 kali berturut-turut, artinya sekali

selametan setiap 35 hari dalam kalender Jawa, selama 7 bulan berturut-turut.

6. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?

Desa Segaralangu masuk dalam katagori Desa yang sangat toleran di

Kabupaten Cilacap karena terdapat berbagai macam penganut agama

didalamnya. masyarakat Desa Segaralangu juga masih melestarikan salah

satu tradisi Jawa sampai sekarang yaitu Tradisi Wetonan

7. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?

Karena manfaat dari selametan weton itu baik, salah satunya mengajarkan

kita berbagi ke orang disekitar kita. Maka akan kita terus lestarikan.
Nama : Badriyah

Usia : 53 Tahun

Jabatan : Anggota Fatayat

1. Apa makna weton bagi anda?

Bentuk rasa terimakasih kepada Tuhan atas segala sesuatu yang diberikan

kepada kita.

2. Dalam hal apa saja weton digunakan?

Kelahiran, pernikahan.

3. Kapan selametan Weton dilaksanakan?

Setiap 35 hari sekali atas dasar kalender Jawa.

4. Seberapa banyak masyarakat yang percaya dengan selametan weton?

Cukup banyak

5. Apa akibatnya jika tidak melaksanakan selametan weton?

Ikuti saja selametan weton sebagaimana yang telah diajarkan orang-orang

Jawa terdahulu.

6. Bagaimana kesesuaian menerapkan weton di zaman modern ini?

Tidak salahnya dilakukan karena terdapat maksud baik yaitu mengingat hari

lahir seseorang dengan membuat selametan weton

7. Apakah tradisi weton perlu dilestarikan?

Karna makna dan manfaatnya baik maka akan terus dilestarikan.


Lampiran 4. Dokumentasi dan hasil observasi di Desa Segaralangu Kabupaten

Cilacap

Foto bersama Bapak setelah selesai melakukan proses wawancara dengan bapak

Kartasan selaku Tokoh Penghayat Kepercayaan di Desa Segaralangu, pada tanggal

26 Januari 2020.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Foto bersama Bapak setelah selesai melakukan proses wawancara dengan bapak

Joyo Martono selaku tokoh agama Budha di Desa Segaralangu, pada tanggal 12

April 2020.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi


Foto bersama Bapak setelah selesai melakukan proses wawancara dengan bapak H.

Ahmad Fauzi selaku tokoh agama Islam di Desa Segaralangu, pada tanggal 26

Januari 2020.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Foto bersama Bapak setelah selesai melakukan proses wawancara dengan bapak

Timotius Saryono selaku tokoh agama Kristen Protestan di Desa Segaralangu, pada

tanggal 12 April 2020.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Foto bersama Bapak setelah selesai melakukan proses wawancara dengan Bapak

Ismail selaku Kepala Desa Segaralangu, pada tanggal 25 Januari 2020.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Foto bersama Ibu setelah selesai melakukan proses wawancara dengan Ibu Siti

Badriyah selaku anggota ibu Muslimat di Desa Segaralangu, pada tanggal 26

Januari 2020

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


Foto bersama Bapak setelah selesai melakukan proses wawancara dengan Bapak

Miskam selaku sesepuh Tokoh Masyarakat Desa Segaralangu, pada tanggal 25

Januari 2020.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Anda mungkin juga menyukai