ASKEP CKD WATSIF Sri Khayani
ASKEP CKD WATSIF Sri Khayani
KEPERAWATAN INTENSIFE
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) PADA NY.A
DISUSUN OLEH
SRI KHAYANI
KEPERAWATAN INTENSIFE
RS DR SUYOTO PUSREHAB KEMHAN
2021/2022
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ginjal kronis telah
menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahun. Angka tersebut
menunjukan bahwa penyakit gagal ginjal kronis peringkat ke-12 tertinggi
sebagai penyebab kematian. Prevalensi gagal ginjal di dunia menurut ESRD
pasien (Stadium Akhir Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000
orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak
3.200.000 orang.
Pasien dengan gagal ginjal kronik akan mengalami kerusakan fungsi ginjal
yang parah dan kronik yang mengakibatkan pasien akan sulit untuk ditolong,
satu penanganan yang tepat untuk pasien gagal ginjal kronik adalah berupa
2
3
Melihat kondisi di atas, maka perawat harus dapat mendeteksi secara dini tanda
dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik. Sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan gagal ginjal
kronis.
B. RUMUSAN MASALAH
3
4
BAB 11
A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang
bersifat kronis akibat kerusakan progresif sehingga terjadi uremis atau
penumpukan akibat kelebihan urea dan sampah nitrogen di dalam darah
(Priyanti & Farhana, 2016).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kaedaan dimana trejadi penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun). Penyakit
CKD disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif
dan biasanya tidak bisa pulih kembali (irreversible) (Anita, 2020).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal yang terjadi lebih
dari tiga bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit
ginjal kronik ditegakan jika nilai Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) kurang dari
60ml/menit.1,73m² (Anita, 2020).
Gagal ginjal kronik atau disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi renal yang disebabkan malfungsina ginjal akibat
hal-hal tertentu yang terjadi selama rentang waktu kurang lebih tiga bulan.
Dapat disebut gagal ginjal kronis bila fungsi ginjal sudah di bawah 10-15% dan
tidak dapat diatasi dengan diet maupun obat-obatan (Pratiwi R. P & Fenny F,
2013).
B. ETIOLOGI
4
5
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
derajat penyakit dibuat berdasarkan LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
5
6
2. Stadium II : insufisiensi ginjall, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat dan kreatinin serum meningkat
D. MANIFESTASI KLINIS
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron)
b. Piting edema (kaki, tangan, sacrum).
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
f. Pembesaran vena leher
g. Nyeri dada dan sesak nafas akibat pericarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung
coroner akibat aterosklerosisi yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastic.
2. Dermatologi/integument:
6
7
a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan
akibat penimbunan urokrom.
c. Kulit kering bersisik.
d. Kuku tipis dan rapuh.
e. Rambut tipis dan kasar.
3. Gastrointestinal :
a. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
menjadi bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau khas
ammonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
b. Ulserasi dan perdarahan pada mulut.
c. Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolism di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism
bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidine, serta sembabnya
mukosa usus.
d. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.
e. Konstipasi dan diare.
f. Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis
uremik).
4. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
b. Konfusi.
c. Disorientasi.
d. Kelemahan pada tungkai.
e. Rasa panas pada telapak kaki.
f. Perubahan perilaku
g. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di
telapak kaki.
5. Musculoskeletal :
a. Kram otot
7
8
8
9
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuhhipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan LFG/ daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 75%
dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
darpada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotic diserai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak, oligouri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
fungsi ginjal telah hilang 80-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai ≤ 15 ml/menit.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
diekskresikan kedalam urine) tertimbun dalam dara. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia yang membaik setelah
dialysis (Brunner & Suddarth, 2001).
9
10
F. PATHWAY
Peny. vaskular infeksi Obst. Saluran kemih Hipertensi tdk Lesi heriditer
terkontrol
Sekresi Retensi Na
protein & H2O Protein
tergangg Sekresi eritropoiti
uria
u
CES
Produksi Hb
Sindrom meningkat
sturun turun
uremia
meningkat
Tek. Kapiler naik
11
pruritis Kadar
Oksihemogl protein
Volume
obin turun dlm urin
interstitia
Nyeri,
lnaik
perubahan
warna kulit,
Edema paru Perubahan Penurun
kerusakan
warnakulit an
jaringan
(pucat), edema, tek.osmo
Dipsnea, CRT
PCH,sianosis tik
Kerusakan , >3dtk
Ketidakefektifan
integritas Cairan keluar
perfusi jar.
kulit perifer ke
Gangguan
ekstraseluler
pert. gas
edema
Kelebihan
volume
cairan
G. KOMPLIKASI
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
hidup menurun.
c. Kadar kreatinin darah
BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
Kadar kreatini darah bermanfaat untuk mengestimasi laju filtrasi glomerulus
(LFG).
d. Elektrolit dan analisa gas darah.
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan komplikasi berupa hyperkalemia
dan metabolic asidosis. Pada analisa gas darah perhatikan kadar HCO3 dan
PH untuk melihat ada tidaknya metabolic asidosis.
e. USG ginjal.
Pada pemeriksaan USG, dapat ditemukan ukuran ginjal yang mengecil,
adanya obstruksi atau hidronefrosis dan batu ginjal.
f. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit danasam basa.
g. CT Scan dan MRI abdomen
CT Scan abdomen dapat melihat batu saluran kemih, massa atau kista ginjal.
Kontras intravena dikontraindikasikan pada pasien dengan LFG < 60
ml/menit/1,73m². MRI dapat melihat massa ginjal lebih jelas. Kontras
dengan gadolinium tidak direkomendasikan pada LFG <30
ml/menit/1,73m².
h. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
14
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan
terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif
adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan
keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa
tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien
dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu :
1. Diet rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau mengurangi toksin
azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah protein yang diperbolehkan kurang
dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang
dari 10 ml/menit.
2. Terapi diet rendah Kalium
Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L) merupakan komplikasi
interdiliatik yaitu komplikasi yang terjadi selama periode antar hemodialisis.
Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya kelainan jantung yaitu
aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest yang merupakan
penyebab kematian mendadak. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet
adalah 40-80 mEq/hari.
3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam Asupan
cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi,
edem, dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan
umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500
ml yang mencerminkan kehilangan cairanyang tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah sering diperlukan
diuretik loop, selain obat antihipertensi.
15
m. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah, tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
sering didapatkan Respirasi Rate (RR) meningkat (takipnea), hipertensi
atau hipotensi sesuai dengan kondisifluktuatif.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit, rambut dan kuku
Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi,dan vaskularisasi.
Amati adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya.
Palpasi : palpasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur,
edema, dan massa.
b. Kepala
Inspeksi : kesimetrisan muka. Tengkorak, kulit kepala (lesi, massa).
Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah
dari tengah tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui
adanya bentuk kepala pembengkakan, massa, dan nyeri tekan,
kekuatan akar rambut.
c. Mata
Inspeksi : kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya.
Amati daerah orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan
lunak dibawah bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk
mengetahui adanya anemis atau tidak) dengan menarik/membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi. Inspeksi kornea
(kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien
dengan menggunkan sinar cahaya tidak langsung. Inspeksi pupil,
iris.
Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan kelenjar
lakrimal.
d. Hidung
Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi
21
2. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan daya
pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu
keperawatan dan proses penyakit. (Muttaqin, 2011).
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gagal ginjalkronis :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perlemahan aliran darah keseluruh tubuh
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritas
4. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Pemantauan
pertukaran gas asuhan keperawatan keadaan umum
b.d perubahan selama…x24 jam pasien dan TTV
membrane diharapkan pertukaran 2. Observasi warna
alveolus-kapiler gas adekuat dengan kulit dan capillary
kriteria : refil
1. Mendemonstrasikan 3. Kurangi aktivitas
peningkatan ventilasi pasien
dan oksigenasi yang 4. Beri posisi yang
adekuat nyaman seperti
2. Memelihara semifowler
kebersihan paru-paru 5. Delegatif dalam
dan bebas dari tanda- pemberian
tanda distress oksigenasi.
pernafasan
3. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea
(mampu
mengeluargkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
24
5. Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi
kegiatan yang validasi, rencana keperawatan, mendokumentasi
rencana memberikan askep dalam pengumpulan data serta
melaksanakan adusa dokter dan ketentuan Rumah Sakit (Wijaya &
Putri, 2013).
6. Evaluasi
Merupakan tahapan akhir dan suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan rencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan
(Wijaya &Putri, 2013).
26
BAB III
A. PENGKAJIAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Klien :
• Nama : Ny.A
• Tempat/ Tanggal Lahir : 29/12/1955 (66 tahun)
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Status Kawin : Menikah
• Agama : Islam
• Pendidikan : SLTA
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Alamat : jln Karya Utama RT.015 RW.03
• Diagnosa Medis : CKD,SNH,Sepsis
• No. MR : 26.90.24
• Hari rawat ke :7
• Tanggal : 03-01-2022
b. Identifikasi Penanggung Jawab
• Nama : Tn. A
• Pekerjaan : Karyawan swasta
• Alamat : jln Karya Utama RT.015 RW.03
• Hubungan : Anak
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengalami penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk
ke Rumah sakit.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien diantar oleh anaknya ke IGD dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 3 hari, klien masuk ke ruang ICU pada tanggal
28/12/2021, kesadaran sopor GCS 6, E2M2V2, tiba di ICU dengan
27
a) Auskultasi
SI ,S2 normal, Gallop tidak ada, Mur-mur tidak ada. TD : 106/57
mmHg, MAP : 73,3 mmHg, Frekuensi jantung : 110 X/mnt. Tidak
ada distensi vena jugularis.
b) Pulsasi nadi
Nadi ulnaris dan Dorsalis pedis teraba lemah. Pengisian kapiler > 2
detik. Akaral perifer dingin. Tidak ada perdarahan.
c) Edema
Edema pada ekstriitas atas derajat 2.
d) Hasil EKG : Sinus takikardi.
4) Disability
- Kesadaran : soporcoma ,GCS : 4T E2M2VETT, Pupil ukuran
kanan: 2mm, kiri : 2mm, reflek cahaya positif.
- Motorik / sensorik
2222 2222
2222 2222
- Pengkajian nyeri
Non verbal : Critical Care Pain Observation Tool (CPOT)
Indikator skor deskripsi ket
0 Tidak ada tegang/otot
rileks
Ekspresi wajah 1 Tegang, dahi berkerut Target 0-
1
2 Menyeringai, mengigit Skor
ETT pasien :
0 Tidak ada gerakan/posisi 1+0+2+1
normal
Gerakan tubuh 1 Lokalisasi nyeri =4
2 Gelisah, mencabut ETT
Terintubasi/ekstubasi 0 Toleransi terhadap
ventilator/ berbicara
29
e. Eliminasi
- Urine
Klien terpasang folley cateter no 16 dengan balon 25 cc tanggal
28/12/2021, produksi urine ada minimal, warna kuning jernih.
Intake : 921 cc/5 jam
Urine : 400cc/5 jam
IWL : 93cc/5 jam
Balance cairan : +421 cc/5 jam
Hasil pemeriksaan laboratorium/Px Penunjang terkait fungsi ginjal :
Na : 136 mmol/L
K : 3,9 mmol/L
Cl : 107mmol/L
30
Ur : 106 mg/dl
Cr : 1,5 mg/dl
LFG : 26,2 ml/menit/1,73 m² (CKD stadium 3)
- Bowel
Pola BAB frekuensi 1 kali sehari, karakteristik feses warna kuning,
konsistensi lunak. Bising usus 15x/menit, tidak ada asites, lingkar
abdomen 90 cm, tidak ada hemoroid, tidak ada stoma, tidak teraba
masa. Status nutrisi : konjungtiva tidak anemis, TB : 150cm, BB: 45
kg, IMT : 20 kg/m².
Hasil lab/Px Penunjang lain terkait fungsi abdomen/nutrisi :
Tanggal 03/01/2022
Hb : 9,1 g/dl
Ht : 26%
Leukosit : 25.400/UL
Trombosit :182.000/UL
GDS : 124 mg/dl
SGOT : 83U/L
SGPT : 25 U/L
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : lemah, kesadaran : soporcoma, GCS : 4T,
E2M2VETT
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah :106/57 mmHg
HR : 110x/mnt
Respirasi : 22x/mnt
Suhu : 36,5 C
SO2 : 98%
Syok indeks = 1,03 (HR:110x/menit, TDS : 106mmHg)
3) Pemeriksaan sisitem tubuh
a) Kepala : muka bentuk simetris, warna rambut hitam/beruban, kulit
kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada deformitas.
31
- Bisoprolol 1x 2,5 mg
- Osteosan 3x1000 unit
- KSRI 1X 1 tablet
- Curcuma 3x1 tablet
- Hepabalance 3x1 tablet
4) Diit
Nefrisol 6x100 cc
5) Therapi nebulizer
- Pulmicort 3x/hari
- Combivent 3x/hari
2. ANALISA DATA
bronkhopneumonia
2 DS :- Gangguan ventilasi Gangguan
spontan metabolisme
DO:
- Terpasang ventilator
mode SIMV, PEEP : 6,
RR: 14x/menit, TV:
380 cc, I:E (1:2), FiO2 :
80%,tidal volume
ekspirasi : 270-321
ml/menit
- BB : 45 kg
- Nadi : 110 x/menit
- PH : 7,35
- PCO2 : 28,1 mmHg
- PO2 : 122 mmHg
- HCO3 : 15,8 mmol/L
- BE : -10,0 mmol/L
- SaO2 : 98%
- Interpretasi AGD :
asidosis metabolik
terkompensasi penuh
3 DS :- Hipervolemia Gangguan
mekanisme
DO: regulasi
- Turgor kulit kurang,
CRT>2 detik
- Nadi : 105 x/menit,
teraba lemah
- TD : 106/57 mmHg,
MAP = 73,3 mmHg
- Syak indeks : 1,03 (HR.
110x/menit,TDS: 106
mmHg)
- Input cairan : 921
cc/5jam, urine :400 cc/5
jm, IWL : 93
CC/5jam,balance cairan
36
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas, adanya jalan
nafas buatan (SDKI D.0001)
C. INTERVENSI
1 Bersihan jalan nafas (SLKI L.01001) (SLKI I. 01012) Manajemen jalan nafas
tidak efektif b.d
hipersekresi jalan nafas, Bersihan jalan nafas efektif setelah 1. Observasi
adanya jalan nafas dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam dengan kriteria - Monitor posisi selang ETT
buatan
hasil : - Monitor tekanan balon ETT tiap 4-8 jam
- Produksi sputum dari cukup 2. Terapeutik
meningkat (2) ke menurun (5)
- Kurangi tekanan balon secara periodic tiap shift
- Ronchi dari cukup meningkat
(2) ke menurun (5) - Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik
4 Resiko syok b.d sepsis, (SLKI L.02032) (SIKI I.02068) Pencegahan syok
hipotensi
Tingkat syok meningkat, setelah 1. Observasi
dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, dengan kriteria - Monitor status kardiopulmonal ( frekuensi dan
hasil : kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi.
44
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
1 03/01/2022 S: -
O:
- Sianosis pada ekstrimitas atas dan bawah
- Terpasang ETT no 6,5 batas bibir 20 cm, balon 8
ml.
- Terpasang OPA no .3
- Terdapat secret kental, warna putih, jumlah ±10 cc
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dialisis
terdiri dari dua golongan besar yaitu dialisis/hemodialisis intermiten dan dialysis
kontinyu/ continuous renal replacement therapy (CRRT).
Pada CRRT kecepatan proses penyaringan bersifat lebih lambat, namun karena
dilakukan secara kontinyu selama 24 jam, maka dapat membuang lebih banyak
toksin dan cairan tubuh yang berlebihan dan menukarnya dengan zat-zat yang
dibutuhkan, sehingga CRRT sangat cocok dilakukan pada pasien dengan kondisi
kritis di ICU. Sedangkan Sustained Low Efficiency Daily Dialisis (SLEDD)
merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti ginjal yang menggunakan
perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil terapeutik seperti
penggunaan terapi dialisis kontinyu. SLEDD mengkombinasi keuntungan dari
48
BAB V
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ali dkk. 2017. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dengan Comorbid Faktor Diabetes Mellitus Dan Hipertensi di Ruangan
Hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou. Manado. E-Jurnal
Keperawatan ( e-Kp). Vol. 5 no. 2.
Anita,D.C. 2020. Buku Monograf Penilaian Status Gizi Pasien Gagal Ginjal
Kronis melalui Biokimiawi Darah. Yogyakarta: Unisa.
Hutagol. 2016. Peningkatan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani terpai hemodialisa melalui physicological intervention di
unit hemodialisa RS Royal Prima Medan Tahun 2016. Jurnal Jumantik
volume 2 nomor 1, Mei 2017.
Pradesya. 2015. Hubungan gagal ginjal kronik dengan edema paru ditinjau
darigambaran radiologi di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta.
Pranandari & Supadmi. 2015. Faktor Resiko Gagal Ginjal Kronik di Unit
Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No.
2.
Rendy&Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Pratiwi,R.P & Fenny,F. 2013 Jus Sakti Tumpas Penyakit Ginjal. Jakarta :
Pustaka Makmur.
51
Walid,R.N & S. 2014. Proses Keperawatan; Teori dan aplikasii. Jember : Ar-
Ruzz Media.