Anda di halaman 1dari 51

1

KEPERAWATAN INTENSIFE
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CHRONIC KIDNEY
DISEASE (CKD) PADA NY.A

DISUSUN OLEH
SRI KHAYANI

KEPERAWATAN INTENSIFE
RS DR SUYOTO PUSREHAB KEMHAN
2021/2022

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu keadaan dimana terdapat


penurunan fungsi ginjal karena adanya kerusakan parenkim ginjal yang bersifat
kronik dan ireversibel. Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu masalah
kesehatan di dunia. Ginjal memiliki fungsi vital yaitu untuk mengatur volume
dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan zat sisa metabolism tubuh
dan air secara selektif. Ginjal memiliki fungsi vital yaitu untuk mengatur
volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan zat sisa
metabolisme tubuh dan air secara selektif. Jika terjadi gangguan fungsi pada
kedua ginjal maka ginjal akan mengalami kematian dalam waktu 3-4 minggu
(Prince dan Wilson, 2005).

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ginjal kronis telah
menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahun. Angka tersebut
menunjukan bahwa penyakit gagal ginjal kronis peringkat ke-12 tertinggi
sebagai penyebab kematian. Prevalensi gagal ginjal di dunia menurut ESRD
pasien (Stadium Akhir Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000
orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak
3.200.000 orang.

Dalam Kartika (2013), berdasakan survei dari Perhimpunan Nefrologi


Indonesia (PERNEFRI) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara
dengan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik yang cukup tinggi, yaitu sekitar
30,7 juta penduduk. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi
kelompok umur ≥ 75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi daripada kelompok umur
yang lain.

Pasien dengan gagal ginjal kronik akan mengalami kerusakan fungsi ginjal
yang parah dan kronik yang mengakibatkan pasien akan sulit untuk ditolong,
satu penanganan yang tepat untuk pasien gagal ginjal kronik adalah berupa

2
3

terapi pengganti ginjal. Hemodialisis merupakan suatu metode berupa cuci


darah dengan menggunakan mesin ginjal buatan. Prinsip dari hemodialisis ini
adalah dengan membersihkan dan mengatur kadar plasma darah yang nantinya
akan digantikan oleh mesin ginjal buatan. Pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang
cukup untuk mempertahankan status gizi agar tetap baik.

Melihat kondisi di atas, maka perawat harus dapat mendeteksi secara dini tanda
dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik. Sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan gagal ginjal
kronis.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada makalah ini adalah:


1. Apa yang dimaksdu dengan CKD?
2. Apa saja penyebab CDK?
3. Apa saja tanda dan gejala CKD?
4. Apa saja komplikasi CKD?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic CKD?
6. Bagaimana penatalaksanaan CKD?
7. Bagaimana asuhan keperawatan CKD?
C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:


1. Mengetahui definisi CKD
2. Mengetahui penyebab CKD
3. Mengetahui tanda dan gejala CKD
4. Mengetahui komplikasi CKD
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien CKD
6. Mengetahui penatalaksanaan pada klien CKD
7. Mengetahui asuhan keperawatan Kritis pada klien dengan CKD

3
4

BAB 11

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. PENGERTIAN

Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang
bersifat kronis akibat kerusakan progresif sehingga terjadi uremis atau
penumpukan akibat kelebihan urea dan sampah nitrogen di dalam darah
(Priyanti & Farhana, 2016).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kaedaan dimana trejadi penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun). Penyakit
CKD disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif
dan biasanya tidak bisa pulih kembali (irreversible) (Anita, 2020).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal yang terjadi lebih
dari tiga bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit
ginjal kronik ditegakan jika nilai Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) kurang dari
60ml/menit.1,73m² (Anita, 2020).
Gagal ginjal kronik atau disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi renal yang disebabkan malfungsina ginjal akibat
hal-hal tertentu yang terjadi selama rentang waktu kurang lebih tiga bulan.
Dapat disebut gagal ginjal kronis bila fungsi ginjal sudah di bawah 10-15% dan
tidak dapat diatasi dengan diet maupun obat-obatan (Pratiwi R. P & Fenny F,
2013).

B. ETIOLOGI

Penyebab gagal ginjal kronik antara lain :


1. Diabetes milletus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan
nefropati diabetikum.
2. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
3. Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonephritis), misalnya
karena penyakit lupus atau pasca infeksi.

4
5

4. Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan dimana kedua ginjal memiliki


kista multiple.
5. Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat
yang bersifat toksik terhadap ginjal.
6. Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosclerosis)
mneyebabkab aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal
menjadi rusak (iskemik).
7. Sumbatan aliran urine karena batu, prostat yang membesar, keganasan
prostat.
8. Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan
berbagai macam keganasan pada ginjal.
Menurut Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2017, proporsi etiologi
CKD , urutan pertama ditempati oleh hipertensi sebanyak 36% dan nefropati
diabetic atau diabetic kidney desease menempati urutan kedua

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
derajat penyakit dibuat berdasarkan LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.

(140 - umur ) X berat badan


LFG (ml/mnt/1,73m2) =

72 X kreatinin plasma (mg/dl)

Pada perempuan dikalikan 0,85

Pembagian CKD berdasarkan stadium dan tingkat penurunan LFG yaitu ;

1. Stadium I : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan


LFG yang masih normal > 90 ml/menit/1,73 m²

2. Stadium II : kelainan ginjal dengan albuminaria persisiten dan LFG antar


60-89 ml/menit/1,73 m²

5
6

3. Stadium III: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m²

4. Stadium IV : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m²

5. Stadium V : kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m²

Klasifikasi gagal ginjal kronik atas dasar diagnosis yaitu ;

1. Stadium I : penurunan cadangan ginjal, pada stadium ini creatinine serum


normal dan penderita asimptomatik.

2. Stadium II : insufisiensi ginjall, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat dan kreatinin serum meningkat

3. Stadium III : gagl ginjal stadium akhir atau uremia.

D. MANIFESTASI KLINIS

Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron)
b. Piting edema (kaki, tangan, sacrum).
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
f. Pembesaran vena leher
g. Nyeri dada dan sesak nafas akibat pericarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung
coroner akibat aterosklerosisi yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastic.
2. Dermatologi/integument:

6
7

a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan
akibat penimbunan urokrom.
c. Kulit kering bersisik.
d. Kuku tipis dan rapuh.
e. Rambut tipis dan kasar.
3. Gastrointestinal :
a. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
menjadi bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau khas
ammonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
b. Ulserasi dan perdarahan pada mulut.
c. Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolism di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism
bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidine, serta sembabnya
mukosa usus.
d. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.
e. Konstipasi dan diare.
f. Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis
uremik).
4. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
b. Konfusi.
c. Disorientasi.
d. Kelemahan pada tungkai.
e. Rasa panas pada telapak kaki.
f. Perubahan perilaku
g. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di
telapak kaki.
5. Musculoskeletal :
a. Kram otot

7
8

b. Kekuatan otot hilang


c. Fraktur tulang
d. Foot drop
e. Restless leg syndrome. Pasiein merasa pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakan.
f. Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstrimitas proksimal.
6. Reproduksi :
a. Atrofi testikuler
b. Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab
lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu (seng, hormone
paratiroid). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampai amenore.
7. Hematologi :
a. Anemia, dapat disebabkan berbagai faktor antara lain :
1. Berkurangnya produksi eritropoitin, sehingga rangsangan eritropoites
pada sumsum tulang menurun
2. Hemolysis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam susunan
uremia toksik.
3. Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang
berkurang.
4. Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit.
b. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
c. Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan
perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta
menurunya faktor trombosit III dan ADP (adenosine difosfat).
d. Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi
limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.
8. Endokrin :
a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klierens kreatinin <15 ml/menit),

8
9

terjadi penurunan klierens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh


hormone aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan
obat penurun glukosa dara akan berkurang.
b. Gangguan metabolisime lemak
c. Gangguan metabolism vitamin D.
9. System lain :
a. Tulang : osteodistrofi renal, yaitu ostemalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatic.
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil
metabolism.
c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hipokalsemia.

E. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuhhipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan LFG/ daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 75%
dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
darpada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotic diserai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak, oligouri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
fungsi ginjal telah hilang 80-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai ≤ 15 ml/menit.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
diekskresikan kedalam urine) tertimbun dalam dara. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia yang membaik setelah
dialysis (Brunner & Suddarth, 2001).

9
10

F. PATHWAY

Peny. vaskular infeksi Obst. Saluran kemih Hipertensi tdk Lesi heriditer
terkontrol

Arterio Tertimbun Retensi urin


sklerosis ginjal Kelainan
Vasokonst heriditer
Suplai darah riksi pd ginjal
ginjal turun pemb.drh
ginjal

GFR turun Kelainan


nefron
Peningkatan
tek.kapiler
ginjal
GGK

Sekresi Retensi Na
protein & H2O Protein
tergangg Sekresi eritropoiti
uria
u
CES
Produksi Hb
Sindrom meningkat
sturun turun
uremia
meningkat
Tek. Kapiler naik
11

pruritis Kadar
Oksihemogl protein
Volume
obin turun dlm urin
interstitia
Nyeri,
lnaik
perubahan
warna kulit,
Edema paru Perubahan Penurun
kerusakan
warnakulit an
jaringan
(pucat), edema, tek.osmo
Dipsnea, CRT
PCH,sianosis tik
Kerusakan , >3dtk
Ketidakefektifan
integritas Cairan keluar
perfusi jar.
kulit perifer ke
Gangguan
ekstraseluler
pert. gas

edema

Kelebihan
volume
cairan

Sumber : NANDA NOC-NIC (Nurarif & Kusuma, 2015)


12

G. KOMPLIKASI

Menurut Sutisna (2017) komplikasi yang dapat timbul dari


penyakit gagal ginjal kronik adalah :
a. Gangguan elektrolit, seperti penumpukan fosfor dan hyperkalemia atau
kenaikan kadar kalium yang tinggi dalam darah.
b. Penyakit jantung dan pembuluh darah
Ginjal yang rusak akan gagal mengatur tekanan darah. Ini karena aldosteron
(hormon pengatur tekanan darah) jadi bekerja terlalu keras menyuplai
darah ke ginjal. Jantung terbebani karena memompa semakin banyak darah,
tekanan darah tinggi membuat arteri tersumbat dan akhirnya berhenti
berfungsi.tekanan darah tinggi dapat menimbulkan masalah jantung serius.
c. Anemia
Anemia muncul akibat tubuh kekurangan entrokosit, sehingga sumsum
tulang yang mempunyai kemampuan untuk membentuk darah lama
kelamaan juga akan semakin berkurang.
d. Penumpukan kelebihan cairan di ronga tubuh, misalnya edema paru, asites
e. Kerusakan system saraf pusat dan menimbulkan kejang.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Sutisna (2017) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gagal


ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan antara lain :
a. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau anuria. Warna
secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, bila warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari
1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. Osmolalitas kurang dari 350
mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular. Klirens kreatinin
menurun, natrium lebih dari 40 mEq/lt, proteinuria dengan nilai 3 sampai 4
lebih.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb kurang dari 7-8 gr. Eritrosit : waktu
13

hidup menurun.
c. Kadar kreatinin darah
BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
Kadar kreatini darah bermanfaat untuk mengestimasi laju filtrasi glomerulus
(LFG).
d. Elektrolit dan analisa gas darah.
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan komplikasi berupa hyperkalemia
dan metabolic asidosis. Pada analisa gas darah perhatikan kadar HCO3 dan
PH untuk melihat ada tidaknya metabolic asidosis.
e. USG ginjal.
Pada pemeriksaan USG, dapat ditemukan ukuran ginjal yang mengecil,
adanya obstruksi atau hidronefrosis dan batu ginjal.
f. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit danasam basa.
g. CT Scan dan MRI abdomen
CT Scan abdomen dapat melihat batu saluran kemih, massa atau kista ginjal.
Kontras intravena dikontraindikasikan pada pasien dengan LFG < 60
ml/menit/1,73m². MRI dapat melihat massa ginjal lebih jelas. Kontras
dengan gadolinium tidak direkomendasikan pada LFG <30
ml/menit/1,73m².
h. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
14

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan
terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif
adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan
keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa
tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien
dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu :
1. Diet rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau mengurangi toksin
azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah protein yang diperbolehkan kurang
dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang
dari 10 ml/menit.
2. Terapi diet rendah Kalium
Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L) merupakan komplikasi
interdiliatik yaitu komplikasi yang terjadi selama periode antar hemodialisis.
Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya kelainan jantung yaitu
aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest yang merupakan
penyebab kematian mendadak. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet
adalah 40-80 mEq/hari.
3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam Asupan
cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi,
edem, dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan
umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500
ml yang mencerminkan kehilangan cairanyang tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah sering diperlukan
diuretik loop, selain obat antihipertensi.
15

5. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal


Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada setiap
makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan terapi lebih
ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya
toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
8. Deteksi dini dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,
neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan,
sehingga diperlukan dialisis.
9. Teknis nafas dalam
Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan untuk mencapai
ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernapas. Latihan nafas dalam dapat
dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup
tahan selama 3 detik, kemudian mengeluarkan nafas pelan-pelan melalui
mulut dengan posisi bersiul, purse lips breathing dilakukan dengan atau
tanpa kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak ada udara yang
keluar melalui hidung, dengan purse lips breathing akan terjadi peningkatan
tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps
saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi (Mu’fiah, 2018).
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir yaitu
pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut
dapat berupa :
1. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
16

metabolisme melalui membran semipermiabel atau yang disebut dengan


dialisis. Salah satu langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu
mempersiapkan acces vascular beberapa minggu atau beberapa bulan
sebelum hemodilasis dengan tujuan untuk memudahkan perpindahan darah
dari mesin ke tubuh pasien.
Secara ideal semua pasien dengan LFG < 15ml/menit dapat mulai menjalani
dialysis. Namun dalam pelaksanaan klinis pedoman yang dapat dipakai
sebagai berikut:
a. LFG < 10 ml/menit dengan gejala uremia/malnutrisi
b. LFG , 5 ml/menit walaupun tanpa gejala
c. Indikasi khusus :
a) Terdapat komplikasi akut (edema paru, hyperkalemia,asidosis
metabolic berulang)
b) Pada pasien nefropati diabetic dapat dilakukan lebih awal
2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis)
CAPD dapat digunakan sebagai terapi dialisis untuk penderita gagal ginjal
kronik sampai 3-4 kali pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan dapat
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritonial dibiarkan semalam.
Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialisis peritonial.
Indikasi dialisis peritonial yaitu :
a. Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun).
b. Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistemkardiovaskuler.
c. Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis.
d. Kesulitan pembuatan AV shunting.
e. Pasien dengan stroke.
f. Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup.
g. Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-mortality.
3 Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk
pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi ginjal jauh
melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan dengan
17

pasien (umumnya keluarga dari pasien). Transplantasi ginjal memerlukan


dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang memadai.
Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh merupakan
keadaan yang timbul akibat dari transplantasi ginjal.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CRONIC KIDNEY


DISEASE
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan
klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih menekankan pada
support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh.
Dengan tidak optimalnya atau gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan
melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi
jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai
manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut ini
adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronik
(Prabowo, 2014) :
a. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal kronik, namun
pada laki-laki lebih beresiko tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola
hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi
gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.
b. Riwayat KesehatanKeluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa output urin menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system
sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual, muntah, fatigue, napas bau urea, dan
pruritus. Kondisi ini dipicu oleh menurunnya fungsi ginjal sehingga
berakibat terjadi penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme dalam
tubuh.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya mengalami penurunan
18

output urin, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas karena


komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologi
kulit, nafas bau urea. Pada kondisi yang sudah memburuk seperti pada
gagal ginjal tahap akhir yang diperlukan terapi hemodialisa atau
transplantasi ginjal, pasien sering didapati mengalami perubahan dalam
segi psikologinya seperti depresi, cemas merasa tidak berdaya, putus asa.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan adanya riwayat penyakit Diabetes Mellitus (DM),
nefrosklerosis, hipertensi, gagal ginjal akut yang tidak tertangani dengan
baik, obstruksi atau infeksi urinarius, penyalahgunaananalgetik.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Gagal ginjal kronik bukan merupakan merupakan penyakit menular dan
menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berpengaruh pada
penyakit ini. Namun penyakit Diabetes Mellitus dan hipertensi memiliki
pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronik karena penyakit
tersebut bersifat herediter.
c. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping
adaptif. Namun biasanya, perubahan psikososial dapat terjadi ketika klien
mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses
dialisis. Rutinnya tindakan terapi dialisis ini juga dapat mengganggu
psikososial pasien yaitu pasien dapat merasakan keputusasaan dan
ketidakberdayaan akibat ketergantungan pada alat dialisis. Selain itu,
kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses
pengobatan sehingga klien mengalami kecemasan.
d. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola pemeliharaan–pemeliharaan
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mempunyai persepsi
yang kurang baik terhadap kesehatannya dan biasanya pasien
mengalami nyeri bersifat hilang timbul, lemah, mual, dan terdapat
odem.
2. Pola aktivitas latihan (kelemahan otot)
19

3. Pola nutrisi metabolik


Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami gangguan
pada pola nutrisi, yaitu mual, muntah, anoreksia, yang disertai
penurunan berat badan.
e. Pola eliminasi
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami gangguan
eliminasi, misalnya oliguria, diare atau konstipasi, dan perut kembung.
f. Pola tidur–istirahat
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami gangguan pola
tidur, sulit tidur dan kadang sering terbangun di malam hari.
g. Pola kognitif–perseptual
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik memiliki komunikasi yang
baik dengan orang lain, pendengaran dan penglihatan baik, dan tidak
menggunakan alat bantu.
h. Pola toleransi-koping stress
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik, dapat menerima keadaan
penyakitnya.
i. Persepsi diri atau konsep diri
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik tidak mengalami gangguan
konsep diri.
j. Pola seksual–reproduksi
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami gangguan ini
sehubungan dengan kelemahan tubuh.
k. Pola hubungan dan peran
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik, memiliki komunikasi yang
baik dengan keluarga, perawat, dokter, dan lingkungan sekitar.
l. Pola nilai dan keyakinan
Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik tidak mengalami gangguan
dalam pola nilai dan keyakinan.
20

m. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah, tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
sering didapatkan Respirasi Rate (RR) meningkat (takipnea), hipertensi
atau hipotensi sesuai dengan kondisifluktuatif.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit, rambut dan kuku
Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi,dan vaskularisasi.
Amati adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya.
Palpasi : palpasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur,
edema, dan massa.
b. Kepala
Inspeksi : kesimetrisan muka. Tengkorak, kulit kepala (lesi, massa).
Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah
dari tengah tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui
adanya bentuk kepala pembengkakan, massa, dan nyeri tekan,
kekuatan akar rambut.
c. Mata
Inspeksi : kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya.
Amati daerah orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan
lunak dibawah bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk
mengetahui adanya anemis atau tidak) dengan menarik/membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi. Inspeksi kornea
(kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien
dengan menggunkan sinar cahaya tidak langsung. Inspeksi pupil,
iris.
Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan kelenjar
lakrimal.
d. Hidung
Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi
21

dan cairan yang keluar.


Palpasi : batang dan jaringan lunak hidung adanya nyeri, massa,
penyimpangan bentuk.
e. Telinga
Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga,
warna,dan lesi.
Palpasi : kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak, tulang
telinga ada nyeri atau tidak.
f. Mulut dan faring
Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan
kongenital, kebersihan mulut, faring.
g. Leher
Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut atau massa.
Palpasi : kelenjar limfa/kelenjar getah bening, kelenjar tiroid.
h. Thorak dan tulang belakang
Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang belakang,
pada wanita (inspeksi payudara: bentuk dan ukuran).
Palpasi : ada tidaknya krepitus pada kusta, pada wanita (palpasi
payudara: massa).
i. Paru posterior, lateral, interior
Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi.
Palpasi : dengan meminta pasien menyebutkan angka misal
7777. Bandingkan paru kanan dan kiri. Pengembangan paru dengan
meletakkan kedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta
pasien bernapas panjang.
Perkusi : dari puncak paru kebawah (supraskapularis/3-4 jari
dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
22

Auskultasi : bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikular,


bronchovesikular, bronchial, tracheal: suara abnormal : wheezing,
ronchi, krekels.
j. Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apical
Palpasi : area aorta pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke
intercostae 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitralpada
interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis
midklavikula kiri.
Perkusi : untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk mengetahui adanya bunyi
jantung tambahan.
k. Abdomen
Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung, kebersihan
umbilikus.
Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal.
Perkusi : 4 kuadran (timpani,hipertimpani, pekak).
Auskultasi : 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit,
bising usus).
l. Genetalia
Inspeksi : inspeksi anus (kebersihan, lesi, massa, perdarahan)
dan lakukan tindakan rectal touch (khusus laki-laki untuk
mengetahui pembesaranprostat), perdarahan, cairan, dan bau.
Palpasi : skrotum dan testis sudah turun atau belum.
m. Ekstremitas
Inspeksi : inspeksi kesimetrisan, lesi,massa. Palpasi : tonus
otot, kekuatan otot.
Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin, warna,
Capillary Refill Time (CRT). Kaji kemampuan pergerakan sendi.
Kaji reflek fisiologis : bisep, trisep, patela, arcilles. Kaji reflek
patologis : reflek plantar.
23

2. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan daya
pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu
keperawatan dan proses penyakit. (Muttaqin, 2011).

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gagal ginjalkronis :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perlemahan aliran darah keseluruh tubuh
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritas
4. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Pemantauan
pertukaran gas asuhan keperawatan keadaan umum
b.d perubahan selama…x24 jam pasien dan TTV
membrane diharapkan pertukaran 2. Observasi warna
alveolus-kapiler gas adekuat dengan kulit dan capillary
kriteria : refil
1. Mendemonstrasikan 3. Kurangi aktivitas
peningkatan ventilasi pasien
dan oksigenasi yang 4. Beri posisi yang
adekuat nyaman seperti
2. Memelihara semifowler
kebersihan paru-paru 5. Delegatif dalam
dan bebas dari tanda- pemberian
tanda distress oksigenasi.
pernafasan
3. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea
(mampu
mengeluargkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
24

4. TTV dalam rentang


normal
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
perfusi jaringan asuhan keperawatan vital, pengisian
perifer b.d selama ….x24 jam kapiler, pengisian
perlemahan diharapkan perfusi kapiler, warna kulit,
aliran darah ke perifer dalam rentang membrane mukosa
seluruh tubuh normal dengan kriteri : 2. Observasi adanya
Mendemonstrasikan keterlambatan
status sirkulasi yang respon verbal,
ditandai dengan : kebingungan,
1. Tekanan systole dan gelisah
diastole dalam 3. Tinggikan posisi
rentang yang kepala ditempat
diharapkan tidur
2. Tidak ada ortostatik 4. Selidiki keluahan
hipertensi nyeri dada dan
3. Tidak ada tanda- palpitasi
tanda peningkatan 5. Catat keluhan rasa
tekanan intra kranial dingin, pertahankan
(tidak lebih dari 15 suhu lingkungan
mmHg) agar tetap hangat
Mendemonstrasikan sesuai kebutuhan
kemampuan kognitif 6. Pantau ernafasan,
yang ditandai dengan : catat kerja nafas
1. Berkomunikasi 7. Delegatif
dengan jelas dan (pemberian terapi)
sesuai dengan
kemampuan
2. Menunjukan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
3. Memproses informasi
4. Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh, tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor dan


integritas kulit asuhan keperawatan mobilisasi pasien
b.d pruritus, selama…x24 jam 2. Anjurkan pasien
gangguan status diharapkan integritas menggunakan
metabolik kulit dalam keadaan baik pakaian yang
skunder dan elastis dengan longgar
25

kriteria hasil 3. Mobilisasi pasien


1. Integritas kulit yang setiap 2 jam sekali
baik bisa 4. Oleskan lotion/
dipertahankan minyak pada daerah
(sensasi, elastisitas, tertekan.
temperature, hidrasi,
pigmentasi), tidak
ada luka/ nyeri
2. Perfusi jaringan baik
3. Menunjukan
pemahaman dalan
proses perbaikan
kulit dan mencegah
cidera berulang
4. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelmbaban kulit dan
perawatan alami.

5. Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi
kegiatan yang validasi, rencana keperawatan, mendokumentasi
rencana memberikan askep dalam pengumpulan data serta
melaksanakan adusa dokter dan ketentuan Rumah Sakit (Wijaya &
Putri, 2013).

6. Evaluasi
Merupakan tahapan akhir dan suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan rencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan
(Wijaya &Putri, 2013).
26

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD) PADA NY.A

A. PENGKAJIAN

1. PENGUMPULAN DATA

a. Identifikasi Klien :
• Nama : Ny.A
• Tempat/ Tanggal Lahir : 29/12/1955 (66 tahun)
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Status Kawin : Menikah
• Agama : Islam
• Pendidikan : SLTA
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Alamat : jln Karya Utama RT.015 RW.03
• Diagnosa Medis : CKD,SNH,Sepsis
• No. MR : 26.90.24
• Hari rawat ke :7
• Tanggal : 03-01-2022
b. Identifikasi Penanggung Jawab
• Nama : Tn. A
• Pekerjaan : Karyawan swasta
• Alamat : jln Karya Utama RT.015 RW.03
• Hubungan : Anak
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengalami penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk
ke Rumah sakit.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien diantar oleh anaknya ke IGD dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 3 hari, klien masuk ke ruang ICU pada tanggal
28/12/2021, kesadaran sopor GCS 6, E2M2V2, tiba di ICU dengan
27

TD : 96/84 mmHg,RR: 30x/mnt, saturasi 91%, kemudian di lakukan


Intubasi dengan ETT no 6,5 batas bibir 22 cm. Hasil ureum : 203
mg/dl dan creatinine 4,0 mg/dl (LFG= 9,8 ml/menit/1,73 m²/ CKD
stage 5). Pada tanggal 30-12-2021 klien dilakukan Hemodialisa yang
ke 1 selama 2 jam. Pada tanggal 30 -12-2021 hasil swab 2 kali
negative, klien di pindahkan ke ruang ICU non isolasi. Selanjutnya
klien dilakukan hemodialisa yang ke 2 dan ke 3, dan jadwal
hemodialisa rutin setiap senin,rabu,jum at.
3) Riwayat kesehatan Dahulu
Anak klien mengatakan klien mempunyai sakit darah tinggi namun
tidak rutin minum obat. Klien pernah di rawat kurang lebih 10 tahun
yang lalu karena darah tinggi.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Anak klien mengatakan keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit
Diabetes Milletus, hipertensi.
d. Primary survey
1) Airway
a) Penggunaan alat
- ETT : terpasang ETT ukuran no 6,5 batas bibir 22 cm,balon 8 ml,
pasang tanggal 28/12/2021
- OPA : terpasang OPA no. 3
b) Kepatenan jalan nafas
- Produksi secret ada kental, warna putih, jumlah ±10 cc
- Selang ETT tidak ada kebocoran, posisi tidak terlipat.
2) Breathing
Klien menggunakan ventilator, dengan mode SIMV , PEEP : 6, PS: 12
mmHg, FiO2 : 80%, I:E : 1:2, RR : 14X/Mnt, SaO2 : 98%, Triger :
5L, TV : 380 CC, tidal volume ekspirasi : 270 – 321 ml/menit.
Tampak ada sianosis perifer. Suara nafas : Kanan : wheezing dan Kiri:
ronchi. Hasil Rontgen Thoraks tgl 3-12-2021 : infiltrate pada lapang
paru kanan dan kiri, cenderung bronchopneumonia.
3) Circulation
28

a) Auskultasi
SI ,S2 normal, Gallop tidak ada, Mur-mur tidak ada. TD : 106/57
mmHg, MAP : 73,3 mmHg, Frekuensi jantung : 110 X/mnt. Tidak
ada distensi vena jugularis.
b) Pulsasi nadi
Nadi ulnaris dan Dorsalis pedis teraba lemah. Pengisian kapiler > 2
detik. Akaral perifer dingin. Tidak ada perdarahan.
c) Edema
Edema pada ekstriitas atas derajat 2.
d) Hasil EKG : Sinus takikardi.
4) Disability
- Kesadaran : soporcoma ,GCS : 4T E2M2VETT, Pupil ukuran
kanan: 2mm, kiri : 2mm, reflek cahaya positif.
- Motorik / sensorik
2222 2222

2222 2222
- Pengkajian nyeri
Non verbal : Critical Care Pain Observation Tool (CPOT)
Indikator skor deskripsi ket
0 Tidak ada tegang/otot
rileks
Ekspresi wajah 1 Tegang, dahi berkerut Target 0-
1
2 Menyeringai, mengigit Skor
ETT pasien :
0 Tidak ada gerakan/posisi 1+0+2+1
normal
Gerakan tubuh 1 Lokalisasi nyeri =4
2 Gelisah, mencabut ETT
Terintubasi/ekstubasi 0 Toleransi terhadap
ventilator/ berbicara
29

dengan nada normal


1 Batuk masih
toleransi/menguap atau
bergumam
2 Melawan
ventilator/menangis
0 Rileks
Otot 1 Tegang, kaku, resisten
ringan terhadap tahanan
positif
2 Sangat tegang atau kaku,
sangat resisten terhadap
tahanan positif

- Pengkajian Resiko jatuh, menggunakan skala morse, skor : 45,


penjelasan kualitatif skor : resiko rendah, lakukan intervensi jatuh
standar rendah.
- Pengkajian resiko decubitus : skala braden dengan skor : 10,
penjelasan kualitatif skor : resiko berat. Terdapat decubitus grade 2
di sacrum sejak dari rumah.

e. Eliminasi
- Urine
Klien terpasang folley cateter no 16 dengan balon 25 cc tanggal
28/12/2021, produksi urine ada minimal, warna kuning jernih.
Intake : 921 cc/5 jam
Urine : 400cc/5 jam
IWL : 93cc/5 jam
Balance cairan : +421 cc/5 jam
Hasil pemeriksaan laboratorium/Px Penunjang terkait fungsi ginjal :
Na : 136 mmol/L
K : 3,9 mmol/L
Cl : 107mmol/L
30

Ur : 106 mg/dl
Cr : 1,5 mg/dl
LFG : 26,2 ml/menit/1,73 m² (CKD stadium 3)
- Bowel
Pola BAB frekuensi 1 kali sehari, karakteristik feses warna kuning,
konsistensi lunak. Bising usus 15x/menit, tidak ada asites, lingkar
abdomen 90 cm, tidak ada hemoroid, tidak ada stoma, tidak teraba
masa. Status nutrisi : konjungtiva tidak anemis, TB : 150cm, BB: 45
kg, IMT : 20 kg/m².
Hasil lab/Px Penunjang lain terkait fungsi abdomen/nutrisi :
Tanggal 03/01/2022
Hb : 9,1 g/dl
Ht : 26%
Leukosit : 25.400/UL
Trombosit :182.000/UL
GDS : 124 mg/dl
SGOT : 83U/L
SGPT : 25 U/L

f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : lemah, kesadaran : soporcoma, GCS : 4T,
E2M2VETT
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah :106/57 mmHg
HR : 110x/mnt
Respirasi : 22x/mnt
Suhu : 36,5 C
SO2 : 98%
Syok indeks = 1,03 (HR:110x/menit, TDS : 106mmHg)
3) Pemeriksaan sisitem tubuh
a) Kepala : muka bentuk simetris, warna rambut hitam/beruban, kulit
kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada deformitas.
31

b) Telinga : daun telinga simetris, bersih.


c) Mata : konjungtiva anemis, pupil isokor 2/2 , reflek cahaya ada.
d) Hidung bentuk simetris, NGT di lubang hidung kanan, terpasang
tanggal 28/12/2021.
e) Mulut : mukosa bibir kering, susunan gigi sudah tidak lengkap,
tidak ada pembengkakan tonsil, terpasang ETT no 6,5 ml, batas
bibir 20 cm, produksi slem kental, warna putih, jumlah ±10 cc.
f) Leher : bentuk simetris, warna kulit normal, tidak ada
pembengkakan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
limfe.
g) Dada
• Paru
- Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada retraksi dada, terpasang
CVP di subclavicula dextra.
- Auskultasi : bunyi nafas kanan : wheezing, kiri : ronchi
- Palpasi : tidak ada krepitasi
- Perkusi : sonor
• Jantung
1) Inspeksi : bentuk dada simetris
2) Auskultasi : bunyi jantung normal
3) Palpasi : iktus cordis teraba di intercostal ke 5
4) Perkusi : pekak
h) Abdomen
5) Inspeksi : bentuk abdomen tidak membuncit
6) Auskultasi : peristaltik usus 15 x/menit
7) Palpasi : tidak teraba masa
8) Perkusi : tympani
i) Ekstrimitas : terdapat edema pada ekstremitas atas derajat 2, CRT
>2 detik. Terpasang CDL di femoralis sinitra.
j) Anus dan rectum : tidak ada hemoraoid
4) Aspek sosial
Pasien merupakan pribadi yang jarang bertetangga, klien juga tidak
32

aktif dalam kegiatan masyarakat.


5) Aspek spiritual
Klien beragama islam, kegiatan ibadah sholat dan dzikir di rumah.
g. Pemeriksaan Penunjang
• Tanggal 03/01/2022
Hb : 9,1 g/dl
Hematokrit : 26%
Leukosit : 25.400/UL
GDS : 124mg/dl
Ureum : 106 mg/ dl
Creatinin ; 1,5 mg/dl
SGOT : 249 U/L
SGPT : 62 U/L
Natrium : 136mmol/L
Kalium : 3,9 mmol/L
Chlorida : 107 mmol/L
Hasil AGD : ( Asidosis metabolik terkompensasi penuh) PH : 7,35,
PCO2 : 28,1 mmHg, PO2 : 122 mmHg, HCO3 : 15,8 mmol/L, BE :
-10,0 mmol/L
HBsAg : non reaktif
Anti HCV : non reaktif
Anti HIV : non reaktif
Hasil EKG ; sinus takikardi
Hasil foto thorak tgl 28-12-2021 : infiltrate pada lapang paru kanan
dan kiri, cenderung bronkhopneumonia
Hasil CT Scan kepala non kontras tgl 28-12-2021: infark dengan
berbagai usia pada korteks dan subkorteks, korona radiate kiri,
nucleus kaudataus kanan, atrofi cerebri.
Hasil D dimer tgl 03-12-2021 : 4984 mg/dl
• Tanggal 04/01/2022
PH : 7,17
PCO2 : 27,6 mmHg
33

PO2 : 276 mmHg


SaO2 : 74,8 %
HCO3 : 10,2 mmol/L
BEcef : -18,5 mmol/L
Interpretasi AGD : asidosis rmetabolik terkompensasi sebagian.
Kolesterol total : 86mg/dl
Kolesterol HDL : 27 mg/dl
LDL : 47 mg/dl
Trogliserid : 61 mg/dl

h. Penatalaksanaan ( Therapi/ pengobatan)


1) Infus
- Kidmin 400 cc/24 jam
- Norepinephrine 0,8 mcgr/kgBB/menit
- Dobutaminn 5 mcgr/kgBB/menit
2) Obat injeksi
- Cefoperazone sulbactam 2x 2 gram
- Levofloxacin 750 mg/48 jam
- OMZ 2x40 mg
- Fartisone 1x100 mg
- Citicholine 2x1gr
- Lasix 1x20 mg
- PCT 3x 500 mg
- Novorapid kelipatan 4 jika GDS lebih dari 200 mg
- Levemir 1x 8 unit
3) Obat oral
- Pletaal 1x100 mg
- Q-ten 1x60 mg
- Allopurinol 300mg/48 jam
- CACO3 3x500mg
- Aminoral 3x1 tablet
- Osteosan 3x1000 unit
34

- Bisoprolol 1x 2,5 mg
- Osteosan 3x1000 unit
- KSRI 1X 1 tablet
- Curcuma 3x1 tablet
- Hepabalance 3x1 tablet
4) Diit
Nefrisol 6x100 cc
5) Therapi nebulizer
- Pulmicort 3x/hari
- Combivent 3x/hari
2. ANALISA DATA

NO Data Masalah Etiologi


1 DS: - Bersihan jalan nafas Hipersekresi
tidak efektif jalan nafas,
DO : adanya jalan
- Sianosis pada nafas buatan
ekstrimitas atas dan
bawah
- Terpasang ETT no 6,5
batas bibir 20 cm, balon
8 ml.
- Terpasang OPA no .3
- Terdapat secret kental,
warna putih, jumlah
±10 cc
- Suara nafah kanan :
wheezing, kiri: ronchi
- RR: 22x/menit dengan
ventilator mode SIMV
PEEP : 6 ,
RR:14x/menit, FiO2 :
805, TV : 380 CC,I:E
(1:2)
- Hasil x-ray thoraks tgl
28/12/2021 : infiltrate
dilapang paru kanan
dan kiri, cenderung
35

bronkhopneumonia
2 DS :- Gangguan ventilasi Gangguan
spontan metabolisme
DO:
- Terpasang ventilator
mode SIMV, PEEP : 6,
RR: 14x/menit, TV:
380 cc, I:E (1:2), FiO2 :
80%,tidal volume
ekspirasi : 270-321
ml/menit
- BB : 45 kg
- Nadi : 110 x/menit
- PH : 7,35
- PCO2 : 28,1 mmHg
- PO2 : 122 mmHg
- HCO3 : 15,8 mmol/L
- BE : -10,0 mmol/L
- SaO2 : 98%
- Interpretasi AGD :
asidosis metabolik
terkompensasi penuh
3 DS :- Hipervolemia Gangguan
mekanisme
DO: regulasi
- Turgor kulit kurang,
CRT>2 detik
- Nadi : 105 x/menit,
teraba lemah
- TD : 106/57 mmHg,
MAP = 73,3 mmHg
- Syak indeks : 1,03 (HR.
110x/menit,TDS: 106
mmHg)
- Input cairan : 921
cc/5jam, urine :400 cc/5
jm, IWL : 93
CC/5jam,balance cairan
36

: +421 cc/5 jam,


- Hasil elektrolit tgl
2/01/2022:
- Natrium : 136 mmol/L
- Kalium : 3,9 mmol/L
- Chloride : 107 mmol/L
- Ureum 203 mg/dl,
creatinine :4,0 mg/dl
- LFG : 26,2
ml/menit/1,73m²(CKD
Stadium 3)
4 DS: - Resiko syok Sepsis, hipotensi
DO :
- TD :106/57 mmHg
MAP : 73,3 mmHg,
nadi 110 x/menit
- Terpasang ventilator
mode SIMV, PEEP : 6,
RR: 14x/menit, TV:
380 CC, I:E(1:2), FiO2
: 80% SO2 : 98%
Respirasi yang keluar
22-30x/menit
- BB: 45 kg
- Membran mukosa
kering,CRT.2 detik
- Balance cairan tgl
3/12/2022
Intake 921 cc/5 jam
Urine : 400cc/5 jam
IWL : 93 cc/5 jam
Balance : +421cc/5 jam
Hasil laboratorium tgl
3/01/2022 : leukosit :
25.400/UL
Hasil Ddimer tgl
37

3/01/2022 : 4984 mg/dl.


- EKG : sinus takikardi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas, adanya jalan
nafas buatan (SDKI D.0001)

2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (SDKI D.0022)

3. Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme (SDKI D.0004)

4. Resiko syok b.d sepsis, hipotensi (SDKI I. 0039).


38

C. INTERVENSI

NO Diagnosa Tujuan/ kriteria hasil Intervensi

1 Bersihan jalan nafas (SLKI L.01001) (SLKI I. 01012) Manajemen jalan nafas
tidak efektif b.d
hipersekresi jalan nafas, Bersihan jalan nafas efektif setelah 1. Observasi
adanya jalan nafas dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam dengan kriteria - Monitor posisi selang ETT
buatan
hasil : - Monitor tekanan balon ETT tiap 4-8 jam
- Produksi sputum dari cukup 2. Terapeutik
meningkat (2) ke menurun (5)
- Kurangi tekanan balon secara periodic tiap shift
- Ronchi dari cukup meningkat
(2) ke menurun (5) - Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit

- Wheezing dari cukup - Cegah ETT terlipat


meningkat (2) ke menurun (5) - Berikan pre oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali
- Sianosis dari cukup meningkat ventilasi) sebelum dan sesudah penghisapan
(2) ke menurun (5) - Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
- Ganti fiksasi ETT/24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian setiap 24 jam
- Lakukan perawatan mulut
3. Edukasi
- Edukasi keluarga tujuan dan prosedur pemasangan
39

jalan nafas buatan.


4.Kolaborasi
- Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucus plug
yang tidak dapat dilakukan penghisapan.
2 Hipervolemia b.d (SLKI L. 03020) (SIKI I.03114) Manajemen Hipervolemia
gangguan mekanisme
Keseimbangan cairan meningkat, 1. Observasi
regulasi
setelah dilakukan tindakan
keperawatn selama 3x24 jam, - Periksa tanda dan gejala hypervolemia (
dengankriteria hasil: ortopnea,dyspnea,edema, suara nafas tambahan)

- Haluaran urine dari cukup - Identifikasi penyebab hypervolemia


menurun (2) ke meningkat (5) - Monitor status hemodinamik
- Edema dari cukup meningkat - Monitor tanda hemokonsentrasi ( natrium, ur,cr)
(2) ke menurun (5)
- Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik (kadar
- Tekanan darah dari cukup protein, albumin)
memburuk (2) ke membaik (5)
- Monitor kecepatan infus secara ketat
- Membrane mukosa dari cukup
memburuk (2) ke membaik (5) - Monitor efek samping diuretik

- Turgor kulit dari cukup 2. Terapeutik


memburuk (2) ke membaik (5) - Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala 30-40
3. Kolaborasi
40

- Kolaborasi pemberian diuretic


- Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretic
- Kolaborasi pemberian Continous Renal Replacement
Therapi (CRRT)
3 Ganggaun ventilasi (SLKI L.01007) (SIKI I.01014) Pemantaun respirasi
spontan b.d gangguan
Ventilasi spontan meningkat 1. Observasi
metabolisme
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
dengan kriteria hasil : nafas

- Volume tidal dari cukup - Monitor pola nafas (seperti : bradipnea,


takipnea,hiperventilasi, kussmaul, cheyne-Stokes,
menurun (4) ke meningkat
(1) biot, ataksik)

- Dyspnea dari cukup - Monitor kemampuan batuk efektif


meningkat (2) ke menurun - Monitor adanya produksi sputum
(5)
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- PCO2 dari cukup memburuk
(2) ke membaik (5) - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

- PO2 dari cukup memburuk - Auskultasi bunyi nafas


(2) ke membaik (5) - Monitor sturasi oksigen
- Takikardi dari cukup - Monitor nilai AGD
memburuk (2) ke membaik
(5) - Monitor hasil x-ray thoraks
2. Terapeutik
41

- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi


pasien
- Dokumentasikan hasill pemantauan
- Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
(SIKI I.09988) Manajemen asam basa
1. Observasi
- perubahan PH, PaCO2 dan HCO3
- Identifikasi penyebab ketidakseimbangan asam
basa
- Monitor status neurologis ( tingkat kesadaran,
status mental)
- Monitor irama dan frekuensi jantung
2. Monitor Terapeutik
- Ambil specimen darah arteri untuk pemeriksaan
AGD
- Berikan oksigen, sesuai indikasi
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya
gangguan asam basa.
42

4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik

4 Resiko syok b.d sepsis, (SLKI L.02032) (SIKI I.02068) Pencegahan syok
hipotensi
Tingkat syok meningkat, setelah 1. Observasi
dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, dengan kriteria - Monitor status kardiopulmonal ( frekuensi dan
hasil : kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)

- Output urine dari cukup - Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,AGD)


menurun (2) ke cukup - Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
meningkat (4)
- Periksa riwayat alergi
- Tingkat kesadaran dari
menurun (1) ke meningkat (5) 2. Terapeutik

- MAP dari cukup memburuk - Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi


(2) ke membaik (5) >94%

- Tekanan darah sistolik dari - Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis


cukup memburuk (2) ke - Pasang jalur IV
membaik (5)
- Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
- Tekanan darah diastolik dari
cukup memburuk (2) ke - Lakukan skintest untuk mencegah reaksi alergi
membaik (5)
3. Edukasi
- Frekuensi nadi dari cukup
- Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
memburuk (2) ke membaik (5)
- Jelaskan tanda dan gejala syok
43

4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi.
44

D. IMPLEMENTASI

TGL/WKT NO.DX Tindakan keperawatan

03/01/2021 1,2,3,4 - Melakukan cuci tangan


- Mengobservasi KU dan TTV klien
- Melakukan suction
- Melakukan kolaborasi pemberian mode ventilator
- Memberikan posisi elevasi 40 derajat
- Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV
- Melakukan monitoring gambaran EKG
- Melakukan kolaborasi pemberian antibiotic
- Memepersiapkan klien untuk Hemodialisa
- Melakukan oral care
- Melakukan personal higiene
- Melakukan monitoring intake dan output cairan
- Melakukan monitoring hasil laboratorium elektrolit dan
AGD
- Melakukan edukasi kepada keluarga mengenai kondisi
klien
- Melakukan dokumentasi keperawatan
- Melakukan cuci tangan

E. EVALUASI

No.DX Hari/tgl/wkt Evaluasi hasil (SOAP)

1 03/01/2022 S: -
O:
- Sianosis pada ekstrimitas atas dan bawah
- Terpasang ETT no 6,5 batas bibir 20 cm, balon 8
ml.
- Terpasang OPA no .3
- Terdapat secret kental, warna putih, jumlah ±10 cc
45

- Suara nafah kanan : wheezing, kiri: ronchi


- RR: 22x/menit dengan ventilator mode SIMV
PEEP : 6 , RR:14x/menit, FiO2 : 805, TV : 380
CC,I:E (1:2)
- Hasil x-ray thoraks tgl 28/12/2021 : infiltrate
dilapang paru kanan dan kiri, cenderung
bronchopneumonia
A. Masalah bersihan jalan nafas tidak efektif belum
teratasi
P. lanjutkan intervensi : manajemen jalan nafas
1,2,3,4
2 03/01/2022 S :-
O:
- Terpasang ventilator mode SIMV, PEEP : 6, RR:
14x/menit, TV: 380 cc, I:E (1:2), FiO2 : 80%,tidal
volume ekspirasi : 270-321 ml/menit
- BB : 45 kg
- Nadi : 110 x/menit
- PH : 7,35
- PCO2 : 28,1 mmHg
- PO2 : 122 mmHg
- HCO3 : 15,8 mmol/L
- BE : -10,0 mmol/L
- SaO2 : 98%
- Interpretasi AGD : asidosis metabolik
terkompensasi penuh
A. Masalah gangguan ventilasi spontan belum tertasi
P. lanjutkan intervensi : pemantauan respirasi 1,2
dan Manajemen asam basa 1,2,3,4
3 03/01/2022 S :-
O:
- Turgor kulit kurang, CRT>2 detik
- Nadi : 105 x/menit, teraba lemah
- TD : 106/57 mmHg, MAP = 73,3 mmHg
46

- Syak indeks : 1,03 (HR. 110x/menit,TDS: 106


mmHg)
- Input cairan : 921 cc/5jam, urine :400 cc/5 jm,
IWL : 93 CC/5jam,balance cairan : +421 cc/5 jam,
- Hasil elektrolit tgl 2/01/2022:
- Natrium : 136 mmol/L
- Kalium : 3,9 mmol/L
- Chloride : 107 mmol/L
- Ureum 203 mg/dl, creatinine :4,0 mg/dl
- LFG : 26,2 ml/menit/1,73m²(CKD Stadium 3)
A. Masalah hypervolemia belumm teratasi
P. Lanjutkan intervensi : manajemen hypervolemia
1,2,3
4 03/01/2022 S: -
O:
- TD :106/57 mmHg MAP : 73,3 mmHg, nadi 110
x/menit
- Terpasang ventilator mode SIMV, PEEP : 6, RR:
14x/menit, TV: 380 CC, I:E(1:2), FiO2 : 80%
SO2 : 98% Respirasi yang keluar 22-30x/menit
- BB: 45 kg
- Membran mukosa kering,CRT.2 detik
- Balance cairan tgl 3/12/2022
Intake 921 cc/5 jam
Urine : 400cc/5 jam
IWL : 93 cc/5 jam
Balance : +421cc/5 jam
Hasil laboratorium tgl 3/01/2022 : leukosit :
25.400/UL
Hasil Ddimer tgl 3/01/2022 : 4984 mg/dl.
- EKG : sinus takikardi
A. Masalah resiko syok belum teratasi
P. Lanjutkan intervensi : pencegahan syok 1,2,3
47

BAB IV

PEMBAHASAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dialisis
terdiri dari dua golongan besar yaitu dialisis/hemodialisis intermiten dan dialysis
kontinyu/ continuous renal replacement therapy (CRRT).

Adanya keluhan penurunan kesadaran, edema pada ekstrimitas atas, data


penunjang hasil AGD menunjukan asidosis metabolik berulang, penurunan LFG
pada klien Ny. A menunjukan klien CKD dengan indikasi untuk penatalaksanaan
terapi pengganti ginjal/ dialisis. Dalam kasus ini klien Ny.A telah menjalani
Hemodialisa intermiten selama 3 kali berturut-turut dan selanjutnya klien
dijadwalkan hemodialisa 3 kali dalam seminggu (senin,rabu,jum at). Namun pada
pelaksananaan selanjutnya klien tidak dapat dilakukan hemodialisa intermiten ini
di karenakan hemodinamik yang tidak stabil. Dari diagnosa hipervolemia dengan
intervensi keperawatan manajemen hipervolemia salah satunya adalah kolaborasi
pemberian CRRT. Hal ini sejalan dengan penelitian Nicolas,G.A, 2020 dengan
judul “Terapi Hemodialisis Sustained Low Efficiency Dialysis pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik di Ruang Terapi Intensif”, yang menyebutkan bahwa “ SLEDD
merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti ginjal yang menggunakan
perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil terapeutik seperti
penggunaan terapi dialisis kontinyu/ CRRT yang sangat cocok diaplikasikan
untuk pasien dengan penyakit kritis.

Pada CRRT kecepatan proses penyaringan bersifat lebih lambat, namun karena
dilakukan secara kontinyu selama 24 jam, maka dapat membuang lebih banyak
toksin dan cairan tubuh yang berlebihan dan menukarnya dengan zat-zat yang
dibutuhkan, sehingga CRRT sangat cocok dilakukan pada pasien dengan kondisi
kritis di ICU. Sedangkan Sustained Low Efficiency Daily Dialisis (SLEDD)
merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti ginjal yang menggunakan
perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil terapeutik seperti
penggunaan terapi dialisis kontinyu. SLEDD mengkombinasi keuntungan dari
48

terapi dialisis kontinyu CRRT dengan hemodialisis intermiten menggunakan


mesin Hemodialisis konvensional dengan laju darah antara 50-200 dan laju dialist
antara 200-400, dengan waktu bervariasi antara 6 sampai 12 jam atau bisa
dilakukan secara kontinyu, sehingga SLEDD sangat cocok diaplikasikan untuk
pasien dengan penyakit kritis.
49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal irreversible yang memerlukan


terapi pengganti ginjal/dialisis. Rs dr Suyoto memiliki instalasi ruang watsif
yang seringkali merawat klien dengan CKD. Ruang instalansi watsif belum
memiliki fasilitas CRRT, namun telah memiliki fasilitas Hemodialisis. Dalam
pelaksanaanya pasien-pasien ruang intensif dengan CKD hanya dapat
dilakukan hemodialisa intermiten saja. Hal ini menyebabkan klien CKD
dengan hemodinamik tidak stabil kurang maksimal dalam pelayanan dialisis.

B. SARAN

Bagi perawat watsif agar meningkatkan pengetahuan mengenai asuhan


keperawatan CKD dan penanganan CKD dengan hemodinamik tidak stabil
menggunakan metode Sustained Low Efficiency Daily Dialisis (SLEDD) yang
merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti ginjal yang menggunakan
perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil terapeutik seperti
penggunaan terapi dialisis kontinyu (CRRT).
50

DAFTAR PUSTAKA

Adhiatma dkk. 2014. Analisis Faktor–faktor yang berhubungan dengan


kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo
Semarang. Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

Ali dkk. 2017. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dengan Comorbid Faktor Diabetes Mellitus Dan Hipertensi di Ruangan
Hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou. Manado. E-Jurnal
Keperawatan ( e-Kp). Vol. 5 no. 2.

Anita,D.C. 2020. Buku Monograf Penilaian Status Gizi Pasien Gagal Ginjal
Kronis melalui Biokimiawi Darah. Yogyakarta: Unisa.

Bulechek dkk. 2016. Nursing Intervetions Classification (NIC). Yogyakarta :


Mocomedia. Edisis keenam.

Hutagol. 2016. Peningkatan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani terpai hemodialisa melalui physicological intervention di
unit hemodialisa RS Royal Prima Medan Tahun 2016. Jurnal Jumantik
volume 2 nomor 1, Mei 2017.

Moorhead dkk. 2016. Nurshing Outcomes Classification (NOC).


Mocomedia.
Edisi ke 5.

Nicolas, G.A.2020. Terapi Hemodialisis Sustained Low Efficiency Daily


Dialisis pada pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Intensif. Jurnal
ojs.unud.ac.id.

Nurarif&Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction
Jogja.

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Pradesya. 2015. Hubungan gagal ginjal kronik dengan edema paru ditinjau
darigambaran radiologi di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta.

Pranandari & Supadmi. 2015. Faktor Resiko Gagal Ginjal Kronik di Unit
Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No.
2.
Rendy&Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Pratiwi,R.P & Fenny,F. 2013 Jus Sakti Tumpas Penyakit Ginjal. Jakarta :
Pustaka Makmur.
51

Sutisna, N.S. 2017. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis. Dari


https://www.alomedika.com.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


.Edisi 1.Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan


Indonesia.Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018.Standar Intervensi Keoerawatan Indonesia.


Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wijaya&Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa


Teoridan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika. Cetakan Pertama.

Walid,R.N & S. 2014. Proses Keperawatan; Teori dan aplikasii. Jember : Ar-
Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai