2019
1
2
Tentang
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Februari 2019
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Rumah Sakit dr. Suyoto adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian
Pertahanan, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pusat
Rehabilitasi Kementerian Pertahanan, mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
medik, penunjang medik dan rehabiltasi medik secara terpadu serta penelitian
dan pengembangan dengan kekhususan rehabilitasi medik komprehensif dalam
rangka mendukung tugas dan fungsi Pusat Rehabilitasi Kementerian Pertahanan
(Pusrehab Kemhan).
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Kelas B dr. Suyoto Kementerian Pertahanan merupakan
pedoman yang mengatur ketentuan Internal Rumah Sakit yang berisi tentang
kedudukan, tugas, fungsi dan susunan organisasi serta uraian tugas dan
tanggung jawab dari masing-masing pejabat yang tertuang di dalam peraturan
menteri tersebut. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Repulik
Indonesia Nomor : HK. 03. 05/I/1721/11 Tanggal 07 Juli 2011 Rumah Sakit dr.
Suyoto mendapatkan ijin penyelenggaraan Rumah Sakit umum sebagai Rumah
Sakit tipe B. Mendasari kedua kebijakan tersebut di atas, maka Rumah Sakit dr.
Suyoto menyelenggarakan fungsi pelayanan kesehatan bagi personil Kemhan dan
TNI beserta keluarganya serta pelayanan masyarakat umum sesuai dengan
ketentuan pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan Nasional.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Departemen Bedah, Anastesi dan
Orthopedi sebagai salah satu departemen yang memberikan pelayanan Anastesi
memiliki sebuah buku pedoman yang dapat memandu atau sebagai acuan dalam
seluruh kegiatan pelayanan. Kegiatan, Anastesi meliputi perencanaan,
penggerakan pelaksanaan dan pengendalian sumber daya, memfasilitasi dan
menyelenggarakan pelayanan bedah secara efektif dan efisien dengan
menyediakan Tata kerja dan kendali serta menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi baik dengan satuan kerja terkait dilingkungan RS Dr.
Suyoto maupun dengan Instansi lain diluar RS Dr. Suyoto, dalam rangka
menunjang peningkatan mutu pelayanan, Anastesi.
4
5
RS Dr. Suyoto mempunyai Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan Rumah Sakit
sebagai berikut:
a. Visi. Visi yang ditetapkan oleh RS dr. Suyoto adalah “Mewujudkan Rumah
Sakit dengan keunggulan rehabilitasi medik menuju kesehatan prima bagi
personel Kementerian Pertahanan dan TNI serta masyarakat umum”
b. Misi. Misi RS dr. Suyoto adalah meningkatkan derajat kesehatan yang
optimal, dengan cara :
1) Menyelenggarakan pelayanan perumahsakitan dan pengembangan
dibidang rehabilitasi medik komprehensif.
2) Menyelenggarakan rujukan teknis rehabilitasi medik.
3) Menyelenggarakan siaga kesehatan dalam membantu korban bencana.
4) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui program
pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum sebagai sub sistem
kesehatan Nasional.
c. Motto. Dalam memberikan pelayanan RS dr. Suyoto mempunyai Motto
Respek Sigap Dalam Situasi (RSDS) sesuai dengan akronim Rumah Sakit dr.
Suyoto.
d. Tujuan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan organisasi RS dr.
Suyoto adalah :
1) Tercapainya pelayanan kesehatan dan kegiatan perumahsakitan yang
paripurna.
2) Meningkatkan kemampuan, etika dan profesionalisme Sumber Daya
Manusia rumah sakit.
3) Tercapainya layanan unggulan rehabilitasi medik bagi penyandang
Disabilitas Personel Kemhan dan TNI serta masyarakat umum secara
optimal.
4) Terbentuknya organisasi rumah sakit yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5) Meningkatkan kesejahteraan SDM rumah sakit.
e. Falsafah. Falsafah RS dr. Suyoto adalah ” Memberikan pelayanan paripurna
kepada masyarakat serta Penyandang Disabilitas Personel Kementerian
Pertahanan dan TNI dalam rangka mewujudkan Penyandang Disabilitas yang
mandiri dan produktif”.
5
6
2. Tujuan Pedoman
a. Meningkatkan mutu pelayanan Anastesi
b. Meningkatkan keamanan tindakan bedah dengan menciptakan standarisasi
prosedur yang aman
c. Mengurangi tingkat mortalitas, morbiditas, dan disabilitas/kecacatan akibat
komplikasi prosedur bedah
d. Me-recall memory, terutama pada hal-hal kecil yang gampang terabaikan
pada keadaan pasien yang kompleks
e. Adanya pembinaan pelayanan keperawatan
f. Adanya pengendalian mutu pelayanan di instalasi bedah
3. Ruang Lingkup
Pedoman ini diterapkan kepada semua perawat, penata/dokter anastesi, dan
dokter bedah yang akan menangani pasien dalam suatu prosedur bedah, dimana
ruang lingkupnya meliputi antara lain :
a. Perencanaan pelayanan anestesi yang meliputi ketenagaan, sarana dan
prasarana meliputi pemeliharaan peralatan dan logistic secara periodik atau
berkala.
b. Pengorganisasian pelayanan anestesi yang meliputi struktur organisasi, tata
hubungan kerja, uraian tugas, tanggung jawab dan kewenangan perawat
pengelola dan pelaksanaan secara jelas
c. Pelaksanaan pelayanan anestesi meliputi standar asuahan keperawatan dan
standar prosedur operasional baik klinis maupun managerial
d. Pemberian asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan,
diagnose keperawatan, penyusunan rencana, pelaksanaan tindakan dan
evaluasi baik sebelum/pre, selama/intra dan setelah/post operasi
4. Batasan Operasional
Pada setiap prosedur invasif, terdapat tiga elemen penting yang harus selalu
berinteraksi dan bekerjasama secara efektif dan efisian, yaitu :
a. Instalasi watsif dan anestesi
b. Pasien
c. Perawat anestesi
6
7
5. Landasan Hukum
a. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
b. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c. Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
d. Undang-undang no. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit
f. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor
HK.02.04/I/2790/11 tanggal 1 Januari 2012 tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit
g. Keputusan Menteri Pertahanan Nomor : KEP/1508/XII/2014 tentang
Pemberhentian Dari dan Pengangkatan Dalam Jabatan Di Lingkungan
Kementerian Pertahanan..
h. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
standar minimal Rumah Sakit.
i. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 436 / Menkes / SK / VI / 1993
tentang berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit
7
8
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
1. Kualifikasi SDM
a. Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM instalasi watsif dan anestesi adalah
Perencanaan tenaga perawat instalasi mengacu pada fungsi dan peran serta
kompetensi dengan ketentuan yang dipersyaratkan
No Nama Jabatan Kualifikasi Formal Keterangan
1 Ka Instalasi Watsif Dokter Spesialis Bersertifikat ACLS/ATLS
dan Anestesi, Anestesi
Anastesi
4 Ka Ru Anestesi S1/ D III Keperawatan Bersertifikat kamar
bedah, Manajemen
kamar anestesi,
BTCLS/BLS/PPGD
5 Perawat Anastesi D III Anastesi Bersertifikat anestesi
ACLS/BLS/BTCLS/PPGD
6 Perawat Pelaksana D III Keperawatan Bersertifikat Basic,
BLS/BTCLS/PPGD
7 Adminidtrasi S1 Ekonomi, SMU
8
9
2. Distribusi ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan Anestesi yaitu :
a. Dokter Spesialis Anestesi :
Jumlah 4 (empat) orang
1) Dokter Organik 2 orang
2) Dokter Mitra 2 orang
b. Perawat Anestesi:
Jumlah 7 (tujuuh) orang dengan latar belakang pendidikan D.III d a n S 1
Kategori :
1) 1 orang penanggung jawab
2) 6 orang perawat anestesi
3. Pengaturan jaga
a. Pengaturan jaga perawat Anestesi
1) Pengaturan jadwal dinas perawat anestesi dibuat dan dipertanggung
jawabkan oleh Penanggung Jawab anestesi dan disetujui oleh Ka
Instalasi Watsif dan Anestesi
2) Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke
perawat pelaksana Anestesi setiap satu bulan
3) Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari
tertentu, maka perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas
pada buku permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan
tenaga yang ada (apa bila tenaga cukup dan berimbang serta tidak
mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui)
9
10
10
11
BAB III
STANDAR FASILITAS
Pengelolaan sarana dan prasarana, peralatan dan logistic anestesi yang tepat untuk
mendukung terwujudnya pelayanan keperawatan anestesi yang berkualitas dan aman.
1. Denah Ruang
Pelayanan anastesi dilakukan di RS dr. Suyoto baik di kamar operasi maupun di luar
kamar operasi :
11
12
2) Sector 2 (pasien)
a) Koridor
b) Ruang pulih-sadar
3) Sector (peralatan)
a) Ruang transfer
b) CSSD
12
13
1. Fasilitas
a. Fasilitas Kamar Persiapan
1) Perlengkapan Ruangan
a) Penerangan yang cukup ditambah dengan penerangan darurat
b) Titik keluar listrik yang dibumikan (grounded)
c) Jam dinding
d) Brandkard (kereta pasien) dilengkapi dengan pagar disisi kanan dan kiri,
kedudukan kepala dapat diubah
e) Alat komunikasi
2) Perlengkapan Medis
a) Sumber oksigen
b) Alat pelembab oksigen dilengkapi dengan kanul nasal
c) Alat resusitasi : air viva/ambubag
d) Laryngoscope
e) Pipa jalan nafas oro/nasofaring
f) Pipa tracheal berbagai ukuran
g) Cunam megill
h) Alat penghisab lender portable atau sentral
i) Stetoscope, tensimeter, thermometer dan alat timbang
j) Alat infuse terdiri dari : set infuse, kateter berbagai ukuran, kapas
antiseptic, plester dan gunting
k) Cairan untuk rumatan dan resusitasi
l) Obat-obat standar resusitasi
m) Patient monitor engan saturasi oksigen
13
14
e) Jam dinding
f) Tempat cuci tangan dan kelengkapannya
g) Alat pengatur suhu dan kelembaban
2) Perlengkapan medis
a) Sumber oksigen
b) Sumber gas gelak (N2O)
c) Meja operasi
d) Lampu operasi
e) Electro surgical unit
f) Alat pelembab oksigen, dengan canul nasal dan sungkup muka
g) Alat penghissab lender portable/sentral dengan kateter penghisap
h) Stetoscope, tensimeter, thermometer
i) Pasien monitor, pulse oksimetri
j) Mesin anastesi dilengkapi minimal dengan :
(1) Alat pengatur otomatis pengaman sehingga kadar oksigen dalam
campuran gas minimal 20 %
(2) Mesin anastesi dengan meter aliran O2,N2O, dan AIR, dilengkapi
dengan vaporizer (alat penguap), sirkuit pernafasan dengan
penyerap CO2 (CO2 absorber) untuk ukuran bayi, pediatric, dewasa
dan system junction rees, sebaikknya mesin anastesi dilengkapi
dengan ventilator
k) Laryngoscope dengan berbagai ukuran
l) Pipa jalan nafas oro/nasofaring dan pipa tracheal berbagai ukuran
dengan penghubung pipa
m) Sungkup muka berbagai ukuran
n) Peralatan analgesia regional berupa jarum spinal, jarum epidural
berbagai ukuran dalam keadaan steril
o) Defibrillator
p) Trolly emergency
q) Monitor EKG dan pulse oksimetri
(1) Respirometer
(2) Obat-obatan anastesik
14
15
2. Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi gedung dan sarana, alat medik dan sterilitas yang bertujuan
untuk mencegah kerusakan, selalu siap pakai dan aman. Kalibrasi dilakukan oleh
petugas khusus atau tehnisi dari luar yang ditunjuk oleh rumah sakit dan
penjadwalan disesuaikan dengan program kerja rumah sakit.
15
16
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
1. Pra-Anestesia
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesi harus
dilakukan sebelum tindakan anestesi untuk memastikan bahwa
pasien berada dalam kondisi yang layak untuk prosedur anestesi .
16
17
Pelayanan pra -anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan
menjalankan tindakan anestesi. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya
gawat darurat yang ekstrim, langkah-langkah pelayanan pra anestesia
sebagaimana diuraikan diatas, dapat diabaikan dan alasannya harus
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
a. Dokter spesialis anestesi dan tim harus tetap berada di kamar operasi
selama tindakan anestesia umum dan regional serta prosedur yang
memerlukan tindakan sedasi.
17
18
B. Pelayanan Kritis
1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan
kegagalan organ yang terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya dari
regimen terapi yang diberikan.
18
19
2. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali
sesuai penilaian dokter spesialis anestesi dan disiapkan dari rumah.
19
20
20
21
a. anak -anak .
b. pasien obstetrik.
21
22
1. Penjadwalan
Dokter yang berwenang dan berkompeten melakukan permintaan pelayanan
operasi atau berkoordinasi dengan staff bagian kamar operasi tenntang jadwal dan
ketersediaan perlatanan uang diperlukam dalam operasi tersebut. Apabila peralatan
atau sarana penunjang lainnya yang akan digunakan tidak tersedia di kamar perasi
maka pasien akan dirujuk kerumah sakit lain. Dan apabila peralatan yang akan
digunakan tersedia, maka dialakukan penjadwalan dan persiapan peralatan serta
dilakukan persiapan operasi.
a. Bedah elektif
Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta
tim rumah sakit dr suyoto. Dokter akan menjelaskan operasi yang
dimaksud selama konsultasi rawat jalan dengan rincian mengenai
manfaat dan resiko operasi. Penyelidikan dan penilaian masalah-
masalah medis diatasi pada tahap ini. Tahap ini, termasuk rujukan
ke spesialis yang relevan termasuk spesialis anastesi, dokter
bedah melakukan pemeriksaan –pemeriksaan yang diperlukan dan
disesuaikan dengan kasus bedahnya termasuk pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Bedah elektif pada pasien dengan
penyakit menahun sebaikmnya hanya dikerjakan bila kondisi medis
paseiesn telah di optimalkan dan resiko minimal. Persiapan untuk
bedah eleltif, dilakuklan utnuk pasien yang sudah siap operasi.
Setelah pasien yang berada di ruang rawat inap, dokter bedah
menyampaikan kembali tentang prosedur bedah yang akan
dikerjakan di kamar operasi. Dokter melakukan penandaan luka
operasi;
22
23
b. Bedah emergensi
Pasien yang akan menghadapi bedah mergensi berbeda dari
pasien yang dijadwalkan. Diagnosisi yang mendasari mungkin tidak
diketahui dan operasi yang direncakan tidak pasti. Kontak secepat
mungkin dengan spesialis anastesi akan menhasilkan rencakan
tindakan uyntuk periode pra bedah. Setelah diskusi, opersi kadang-
kadang dianjurkan ditunda untuk memungkinkan memberikan
pengobatan medis untuk memperbaiki kedaan umum pasien. Pada
situasi tertentu dibutuhkan operasi segera. Perawatan pra bedah
dari pasien-pasien emergensi ;
23
24
24
25
25
26
PASIEN
DAFTAR KE
IB 30 – 60 Menit
1. Informed Consent
2. Pemeriksaan Lab.
TIDAK LENGKAP LENGKAP
3. Konsul Anestesi
Option :
Konsul Jantung
Konsul Anak
Form catatan RR
RR 4..apmrah operasi
SELESAI
26
27
PASIEN
Kepastian mendapat
IRJ kamar perawatan
IRNA
1. Informed Consent
2. Pemriksaan Lab.
3. Konsul Jantung
4. Konsul Interna
Konsul Paru
Konsul Anak
OPERASI
Form Surgical Safety
TUNDA
RR
Form catatan RR
SELESAI
27
28
SEBELUM SELAMA
PEMBEDAHAN
PEMBEDAHAN
SETELAH
RUANG
PERAWATAN PEMBEDA
ALUR PETUGAS HAN
PINTU UTAMA
PINTU KHUSUS
PEGAWAI Lepas Sepatu/Sandal
Ganti Baju
Memakai Tutup
Kepala, Masker
RUANG GANTI Cuci Tangan
Menyiapkan alat
Menyiapkan obat &
RUANG alkes
BEDAH/OK Menyiapkan pasien
Membantu operasi
sesuai peran
Mendokumentasikan
askep
Menyiapkan
pemeriksaan lab.
28
29
RUANG GANTI
Ganti baju
ALUR BAJU PETUGAS KOTOR Pulang
RUANG GANTI
RUANG
PENCUCIAN /
LAUNDRY
ALUR SAMPAH
RUANG BEDAH
PINTU
BELAKANG IBS
RUANG
INCENERATOR
29
30
PINTU KHUSUS
ALKES
Pengecekan
DEPO
Penyimpanan
FARMASI
30
31
BAB V
LOGISTIK
31
32
PJ LOGISTIK
Inventarisasi Kebutuhan
Pembuatan Perencanaan
32
33
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Prinsip Kedua
• Perawat anastesi mengecek kelengkapan peralatan anastesi yang meliputi :
- Mesin atau apparatus yang mensuplai gas, uap, anastesi local, atau
intravena untuk menginduksi maupun mempertahankan anastesi
- Alat-alat yang dibutuhkan untuk potensi jalan nafas
- Mesin monitor yang diperlukan untuk evaluasi continue pasien
• Pengecekan ini dilakukan setiap harinya di awal hari operasi, sebelum
melakukan setiap tindakan anastesi, dan setelah setiap adanya perbaikan atau
pemeliharaan, atau setiap pembelian alat baru
• Penata/dokter anastesi memastikan oksimetri denyut sudah terpasang dengan
baik pada pasien
• Penyediaan suplai dan pemeliharaan mesin, perlengkapan anastesi, dan obat-
obatan anastesi adalah tanggung jawab pihak manajemen rumah sakit
33
34
Prinsip Ketiga
• Semua pasien harus dievaluasi jalan nafasnya sebelum induksi anastesi, untuk
menilai potensial bahaya
• Penata/dokter anastesi harus memiliki strategi penanganan jalan nafas dan
siap melakukannya pada saat-saat yang diperlukan
• Apabila ditemukan kasus sulit jalan nafas, harus tersedia asisten (atau orang
kedua) untuk segera membantu dan harus selalu ada rencana back up, seperti
anastesi regional atau intubasi sadar dibawah pengaruh anastesi local
• Seluruh penata/ dokter anastesi harus terus mempertahankan dan
meningkatkan kemampuannya dalam hal tata laksana jalan nafas, terutama
untuk kasus-kasus sulit
• Setelah intubasi, penata/dokter anastesi harus selalu mencek penempatan ETT
dengan mendengarkan suera nafas yang simetris dan ventilasi lambung, serta
memantau oksigenasi pasien dengan oksimeter denyut
• Pasien yang akan menjalani operasi elektif harus dipuasakan dan untuk pasien
yang berisiko aspirasi harus diberikan obat untuk mengurangi sekresi lambung
dan meningkatkan PH
Prinsip Keempat
• Sebelum induksi anastesi, penata/dokter anastesi harus mempertimbangkan
kemungkinan kehilangan darah massif dan bila hal itu masuk berisiko, harus
dipersipkan secara matang. Bila risiko tidak diketahui, penata/dokter anastesi
harus mengkomunikasikan hal ini dengan dokter bedah sehubungan dengan
kemungkinan terjadinya
• Sebelum insisi kulit, tim bedah harus mendiskusikan tentang resiko kehilangan
darah massif ini dan memastikan akses intravena yang adekuat untuk
mengatasinya
• Seorang anggota dari tim bedah sebaikknya mengkonfirmasi ketersediaan
darah jika sewaktu-waktu diperlukan selama operasi berlangsung
Prinsip Kelima
• Penata/dokter anastesi harus sepenuhnya memahami farmakologi obat-obatan
yang ia berikan, termasuk toksisitasnya
• Setiap pasien yang akan diberikan obat, sebelumnya harus diidentifikasi secara
jelas dan eksplisit oleh orang yang akan memberikan obat
34
35
Prinsip Keenam
• Antibiotik profilaksis harus diberikan secara rutin pada kasus bedah yang
memiliki kemungkinan terkontaminasi dan dipertimbangkan pada kasus bedah
tanpa kontaminasi
• Pemberian antibiotik profilaksis dalam kurun waktu 1 jam sebelum insisi
dilakukan dan diberikan dalam dosis yang sesuai untuk pathogen yang biasa
mengkontaminasi prosedur tersebut
• Sebelum insisi kulit, tim bedah harus mengkonfirmasi pemberian antibiotik
profilaksis tersebut sudah dilakukan pada 1 jam sebelumnya. Untuk pemberian
vancomycin, infus harus sudah selesai/rampung sekurang-kurangnya 1 jam
sebelum insisi dilakukan
• Harus ada system sterilisasi rutin untuk semua peralatan bedah dengan
indikator yang dapat diperiksa sebelum alat-alat diletakkan pada tempat-tempat
steril
• Sebelum dilakukan induksi anastesi, perawat yang bertanggung jawab untuk
menyiepkan tempat alat-alat bedah harus mengkonfirmasi sterilitas alat-alat
dengan mengevaluasi indikator dan harus memberitahukan kepada dokter
bedah dan penata/dokter anastesi bila terjadi masalah
• Pemberian dosis ulang antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan bila
prosedur bedah memerlukan waktu lebih dari 4 jam atau jika ada bukti
perdarahan massif intraoperatif.
• Antibiotik profilaksis harus distop dalam 24 jam setelah operasi
35
36
• Rambut tidak harus dipotong kecuali akan mengganggu tindakan operasi. Bila
diperlukan, pemotongan harus dilakukan dalam waktu 2 jam sebelum operasi.
Pencukuran tidak dianjurkan karena meningkatkan resiko operasi
• Pasien bedah harus mendapatkan oksigen perioperasi sesuai kebutuhan
masing-masing
• Suhu inti tubuh harus dipantau dan dipertahankan normotermia selama
perioperatif
• Seluruh kulit pasien yang akan dioperasi harus dipersiapkan dengan antiseptik
yang sesuai sebelum operasi. Agen antimikroba harus dipilih berdasarkan
kemampuannya menurunkan jumlah mikroba pada kulit dengan cepat dan
kemanjurannya selama operasi
• Antiseptik tangan pembedah harus menggunakan sabun antiseptic. Tangan
dan lengan harus digosok 2-5 menit (2 x siklus)
• Tim bedah harus menutup rambut dan memakai gaun steril dan sarung tangan
steril impermeable, dan masker selama operasi
• Rokok sebaiknya distop setidak-tidaknya 30 hari sebelum operasi elektif bila
memungkinkan
• Penutup steril setelah pembedahan harus dipertahankan diatas luka operasi
24-48 jam
• Harus dilakukan surveilans aktif untuk infeksi oleh tenaga kontrol infeksi terlatih
informasi yang diperoleh harus dilaporkan kepada dokter bedah dan
administrasi yang bersangkutan
• Perlu diperhatikan aliran udara bertekanan positif didalam kamar operasi
• Kamar operasi harus dibersihkan dengan seksama setelah kasus-kasus infeksi
atau operasi yang kotor dan setiap akhir hari operasi
• Perlu dilakukan penyuluhan mengenai kontrol dan pencegahan infeksi
setidaknya setahun sekali
Prinsip Ketujuh
• Setelah operasi selesai, dokter bedah harus melakukan eksplorasi alat secara
berurutan sebelum menutup kavitas atau lapangan operasi
• Pada awal dan akhir operasi dilakukan penghitungan lengkap (full count)
kassa, alat-alat tajam, instrument (plester, klip dan lain-lain), terutama bila
operasi melibatkan kavitas peritoneal, retroperitoneal, pelvis, dan thoraks
• Perhitungan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 orang perawat yang sama
atau dengan alat penghitung otomatis (jika ada)
• Sebelum penghitungan selesai, tidak boleh mengeluarkan alat dari dalam
kamar operasi, meskipun ada alat yang terjatuh dilantai
36
37
• Bila karena satu dan lain hal penghitungan terputus, mulai lagi penghitungan
dari awal
• Idealnya hasil penghitungan dicatat dan disertakan dalam status pasien, dapat
juga dilakukan penghitungan menggunakan white board, tetapi hasilnya harus
tetap dicantumkan didalam status pasien
• Kassa dipak per 5 atau 10, pak yang ternyata ditemukan tidak sesuai harus
ditandai, dipak ulang, dipindahkan dari lapang steril, dan dipisahkan dari kassa
lain
• Jarum jahit dihitung berdasarkan jumlah yang tertera pada kemasan dan harus
diverifikasi. Tidak boleh meletakkan jarum dalam keadaan bebas di atas meja,
jarum harus selalu berada pada alat pemegang jarum (needle holder) atau
dalam kemasannya, atau ditempat jarum atau container
• Semua alat harus dihitung per jenis itemnya. Demikian pula bila ada alat yang
rusak
• Bila terjadi miskalkulasi, alat yang hilang harus dicari (misalnya dilantai, tong
sampah, kain, tubuh pasien, sekitar pasien, meja operasi, dll)
• Bila alat yang hilang masih tidak dapat ditemukan, lakukan X-ray. Demikian
pula bila terjadi kelupaan menghitung harus dilakukan x-ray
• Alasan tidak dilakukan penghitungan dan hasil x-ray harus disertakan distatus
pasien
• Dipertimbangkan penggunaan alat-alat operasi yang bisa terdeteksi x-ray
(misalnya dengan barcode atau radio label)
Prinsip Kedelapan
• Tim bedah harus mengkonfirmasi bahwa semua specimen bedah dilabel
dengan benar dengan mencantumkan identitas pasien, nama specimen, dan
lokasi asal diambilnya
• Hal tersebut harus dibacakan dengan jelas oleh salah seorang anggota tim
bedah dan satu orang lainnya mengkonfirmasi/menyetujui
Prinsip Kesembilan
• Sebelum insisi kulit, dokter bedah, perawat dan penata/dokter anastesi harus
menginformasikan hal-hal khusus atau penting yang berbeda dari operasi
biasa, seperti resiko kehilangan darah massif, alat-alat khusus yang akan
digunakan, dan komorbiditas lainnya
• Untuk kasus-kasus tertentu dimana pencitraan radiologi dibutuhkan, tim bedah
harus memastikan peralatan siap sedia
37
38
Prinsip Kesepuluh
• Untuk surveilans tingkat rumah sakit, harus mengumpulkan data secara
sistemik mengenai angka mortalitas day-of-surgery, angka mortlitas in-hospital
postoperatif, angka infeksi disitus operasi (surgical site), dan surgical Apgar
Score
2. Mencegah Kebakaran
a. Persiapan pasien
1) Penggunaan alat-alat secara aman
2) Persiapan alat-alat
3) Membatasi bahan-bahan yang mudah terbakar
4) Mengkontrol oksigen
5) Membagi tugas diantara anggota tim bedah mengenai pencegahan
kebakaran
6) Komunikasi efektif dan kerja tim
7) Merespon bila terjadi kebakaran :
a) Bagaimana memadamkan api secepatnya
38
39
39
40
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
1. Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menempakkan gejala. Setiap hari ribuan anak
berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 49 tahun terinfeksi
HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25 % terjadi dinegara-negara berkembang yang
belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus
yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV /AIDS terjadi akibat masuknya kasus
secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi
penularan dimasyarakat cukup tinggi ( misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa
pelindung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus
kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut
data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08%
pada tahun1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan
WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi
semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi
dikenal melalui “ Kewaspadaan Umum “ atau “ Universal Precaution “ yaitu dimulai
sejak dikenalnya infeksi nosokomial yangb terus menjadi ancaman bagi “ Petugas
Kesehatan “.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan
kontak langsung dengan pasiendalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya
mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja
maksimal.
2. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi
40
41
41
42
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
2. Kriteria Proses :
a. Membuat rencana program pengendalian mutu pelayanan anestesi
b. Membuat instrument pemantauan dan penilaian indicator pelayanan anestesi
c. Melaksanakan upaya keselamatan pasien dengan menggunakan checklist : pre,
intra dan post operasi
d. Menganalisis dan menginterpretasikan data untuk peningkatan mutu pelayanan
anestesi sebagai bukti baru (evidence)
e. Menyusun program perbaikan dan tindak lanjut pelayanan anestesi
3. Kriteria Hasil :
a. Kelengkapan assasment pre anestesi/sedasi
b. Adanya monitoring pre, intra dan post anestesi
c. Tidak ada kejadian desaturasi
d. Minimal konversi tindakan anestesi
4. Indikator Mutu OK
Assessment Monitoring Monitoring Angka Konversi
Pre Anestesi/ Intra Anestesi Pasca Kejadian Tindakan
sedasi Pemulihan Desaturasi Anestesi
Anestesi
42
43
BAB IX
PENUTUP
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal Februari 2019
Kepala Rumah Sakit Dr. Suyoto
43
44
44
45
45
46
46