Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia yang dapat
menyebabkan kerusakan fisik hingga kematian pada siapa saja dan dapat terjadi dimana saja.
Berdasarkan prevalensi data menurut World Health Organization (WHO) kecelakaan lalu
lintas mengakibatkan kematian sekitar 1,35 juta orang di seluruh dunia setiap tahun dan tetap
konstan sejak tahun 2000, sekitar 18 kematian per 100.000 penduduk pada tahun 2016. Pada
tahun 2012 angka fraktur pada pria lebih rendah (40%) dari pada wanita (60%) di Negara
Perancis. Kondisi fraktur tidak hanya terjadi lalu lintas, cedera jatuh banyakan juga terjadi
dirumah yang disebabkan oleh mekanisme trauma pada individu yang berusia lebih dari 65
tahun. Faktor yang menyertai proses degenerative yang menyebabkan tingginya kasus cidera
antara lain pencahayaan yang kurang, osteoporosis, penggunaan obat dan faktor-faktor
lingkungan (Plaines, Hammond, Educator, Carolina, & Zimmermann, 2013). Di Amerika
Serikat dalam 30 tahun terakhir terjadi peningkatan fraktur pada usia lanjut. Dikelompokkan
berdasarkan usia dari keseluruhan kasus fraktur di Amerika Serikat terdapat 25% angka
kejadian diatas 85 tahun, 37% antara 65- 75 tahun dan 38% berusia antara 75-85 tahun
(Vlavonou, Nguyen, & Touré, 2018). Penyebab terjadinya kasus fraktur selain oleh
kecelakaan lalu lintas disebabkan juga karena faktor patologis dari kondisi tubuh yang
dipengaruhi oleh usia, lingkungan dan lain-lain.
WHO menyebutkan bahwa negara-negara berkembang mencatat tingkat kecelakaan
lalu lintas yang lebih tinggi dengan 93% kematian berasal dari negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah disebabkan oleh pengendara sepeda, pengendara sepeda motor dan
pejalan kaki yang masih cenderung mengabaikan sistem lalu lintas dan strategi dalam
berkeselamatan. Menurut data pada Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 angka kejadian
cedera di Indonesia mengalami kenaikan menjadi 9,2% dibandingkan pada tahun 2013
sebanyak 8,2% (Kemenkes, 2018). Berdasarkan proporsi tempat terjadinya cedera, jalan raya
merupakan penyumbang terbanyak terjadinya cedera pada penduduk Indonesia sebanyak
44,7% dibandingan dengan kejadian cedera di rumah/sekolah maupun tempat kerja. Aktivitas
masyarakat pada wilayah perkotaan yang saat ini didominasi menggunakan transportasi roda
dua dibandingkan dengan mobil maupun transportasi umum, dikarenakan lebih ringkas dan
fleksibel terhadap kepadatan lalu lintas. Kejadian cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada
pengendara sepeda motor lebih tinggi nilainya dibandingkan penumpang sepeda motor itu
sendiri sebanyak 72,7% kejadian kecelakaan. Menurut Kemenkes (2018) angka kejadian
kasus cidera di Indonesia, fraktur pada ektremitas bawah paling tinggi prevalensinya diantara
fraktur lainnya (67,9%). Kasus pada fraktur femur adalah yang paling sering terjadi yaitu
sebesar 39% sedangkan fraktur tibia dan fibula (11%) dan diikuti fraktur humerus
(15%),dimana penyebab fraktur femur terbesar adalah kecelakaan pada
kendaraanbermotor,mobil atau kendaraan rekreasi (62,6%) (Desiartama & Aryana, 2017).
Angka terjadinya kasus fraktur di Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan
diakibatkan karena masih kurangnya kepedulian terhadap sistem lalu lintas dan strategi
keselamatan dalam berkendara,

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur Antebrachi
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang terjadi ketika adanya
tekanan yang melebihi dari kekuatan tulang yang dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
yang tidak dapat dipertahankan (Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010). Fraktur dapat
menimbulkan cedera jaringan lunak sekitarnya seperti kulit, jaringan subkutan, otot,
pembuluh darah, syaraf, ligamen, dan tendon (Black & Hawks, 2014).
Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna
yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma
tidak langsung (Helmi, 2013). Fraktur jika tidak mendapatkan penanganan yang baik
dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan. Banyaknya
komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat pengelolaan yang tidak tepat pada kondisi
fraktur merupakan prioritas dalam mencegah terjadinya cidera lebih lanjut untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan yang trauma (Smeltzer et al., 2010).
Dampak dari cedera yang mengakibatkan terjadinya Fraktur sangat merugikan
individu dan keluarga terlebih jika individu yang terkena fraktur direntang usia produktif,
kepala keluarga yang mengharuskan menjalani perawatan yang panjang sehingga
individu tersebut tidak bisa bekerja dan produktif kembali. Trauma secara fisik agar tidak
menimbulkan kerusakan lebih parah perlu ditangani dengan segera (Brunner & Suddarth,
2013). Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi dari kekuatan tulang, selain
cidera pada strutur tulang dapat mengakibatkan cidera pada jaringan lunak disekitar
tulang.

2. Anatomi Antebrachii
a. Tulang ulna
Menurut Hartanto (2013) ulna adalah tulang stabilisator pada lengan
bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang
lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna
besar dan disebut olecranon, struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna
mengecil dari atas ke bawah.
Gambar 2.1 Anatomi os Ulna

b. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,
collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda
dengan ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius
berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih
besar daripada processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal.
Hubungan tersebut memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius
mengalami fraktur (Hartanto, 2013).
Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur dikarenakan adanya tekanan pada tulang karena faktor
eksternal,internal dan biologis. Fraktur yang diakibatkan oleh faktor eksternal terjadi karena
adanya tekanan yang besar, arah, durasi dari tekanan tersebut. Bila tekanan yang diberikan
pada tulang semakin besar maka toleransi tulang terhadap tekanan semakin rendah. Faktor
ekternal pada umumnya terjadi pada cedera olahraga yang diakibatkan adanya stress
berkepanjangan pada tulang terus menerus, kecelakaan dan jatuh (Andrew, Harellson, &
Wilk, 2012). Faktor internal yaitu terdapat pada karakteristik tulang seperti kekuatan
tulang, ukuran, elastisitas, kemampuan absorbsi energi, densitas tulang serta kelompok
usia lanjut beresiko mengalami kerapuhan tulang (Plaines et al., 2013) dan suatu proses
penyakit misalnya kanker dan spondylitis TB. Faktor lingkungan juga mempengaruhi
terjadinya fraktur seperti olahragawan, penerjun payung, lompat jauh, atlit ski mempunyai
aktifitas yang beresiko tinggi terjadinya fraktur.

Anda mungkin juga menyukai