Anda di halaman 1dari 73

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENCLOSE


FRACTURE SHAFT FEMUR DEXTRA DENGAN PENERAPAN
MANAJEMEN NYERI RELAKSASI NAFAS DALAM

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

MERIATI ELISABET MAGDALENA HUTAPEA


1706107415

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JULI 2020
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENCLOSE


FRACTURE SHAFT FEMUR DEXTRA DENGAN PENERAPAN
MANAJEMEN NYERI RELAKSASI NAFAS DALAM

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salahsatu syarat memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat

MERIATI ELISABET MAGDALENA HUTAPEA


1706107415

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JULI 2020
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Meriati Elisabet Magdalena Hutapea


NPM : 1706107415

Tanda Tangan : ...............................

Tanggal : 6 Agustus 2020

BAB 1

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Meriati Elisabet Magdalena Hutapea
NPM : 1706107415
Program Studi : Profesi Ners
Judul Kian : AnalisisAsuhan Keperawatan Pada PasienClose
Fracture Shaft Femur Dextra Dengan Penerapan
Manajemen Nyeri Relaksasi Nafas Dalam

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagaibagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
pada Program Studi Profesi Ners,Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Dikha Ayu Kurnia M.Kep.,Sp.KepMB (………………….…)

Penguji 1 : Dr. Debie Dahlia, S.Kp.,MHSM (…………………….)

Penguji 2 :Ns. Liya Arista, M.Kep.,Sp.KepMB (…………………….)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 6 Agustus 2020

BAB 2

iii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Meriati Elisabet Magdalena Hutapea
Tempat/tanggal lahir : Madiun, 27 Juni 1986
NIP/NIDN : 1706107415
Alamat : Taman Jatisari Permai Cluster Grand Victoria blok
AV/no.18
Nomor HP : 0811901069
Alamat email : lisahtpea.rsds@gmail.com

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian saya yang


berjudul:

Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Close Fracture Shaft Femur


Dextra Dengan Penerapan Manajemen Nyeri Relaksasi Nafas Dalam

bebas dari plagiarisme dan bukan hasil karya orang lain.

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Depok, 6 Agustus 2020


Mengetahui Pembimbing, Yang Membuat Pernyataan,

Ns. Dikha Ayu Kurnia M.Kep.,Sp.KepMB Meriati Elisabet Magdalena Hutapea


NPM: 1706107415

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners yang
berjudul “Analisis Asuhan Keperawatan Pada PasienClose Fracture Shaft Femur
Dextra Dengan Penerapan Manajemen Nyeri Relaksasi Nafas Dalam”dapat
terselesaikan tepat pada waktunya sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar
Ners. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ns. Dikha Ayu Kurnia M.Kep.,Sp.KepMB selaku dosen pembimbing
akademik yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam
membimbing proses penyusunan karya ilmiah akhir ners ini
2. Bapak Agus Setiawan S.Kp.,M.N.,D.N selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
3. Dr. Debie Dahlia, S.Kp.,MHSM dan Ns. Liya Arista, M.Kep.,Sp.KepMB
selaku dosen penguji yang telah menyediakan menyediakan waktu, tenaga
dan pikiran untuk menguji serta memberikan saran masukan dalam
penyusunan karya ilmiah ners ini
4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
yang telah menyediakan fasilitas yang saya perlukan
5. Orangtua, Suami dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa.
6. Teman-teman Ekstensi 2017 dan Profesi 2019 Fakultas Ilmu Keperawatan
yang selalu memberikan bantuan dan semangat dalam proses penyusunan
proposal ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan ikut berperan
dalam penyelesaian penyusunan proposal ini
Penulis berharap biarlah Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat menjadi bagian dari
pengembangan ilmu keperawatan, terutama keperawatan medikal bedah.
Depok, 6Agustus 2020

v
Penulis

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah
ini:

Nama : Meriati Elisabet Magdalena Hutapea


NPM : 1706107415
Program Studi : Profesi Ners
Departemen : KMB
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Close Fracture Shaft Femur


Dextra Dengan Penerapan Manajemen Nyeri Relaksasi Nafas Dalam”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas


RoyaltiNoneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan,mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, danmemublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 6 Agustus 2020
Yang menyatakan

( Meriati Elisabet Magdalena Hutapea)

vi
ABSTRAK

Nama : Meriati Elisabet Magdalena Hutapea


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul :Analisis Asuhan Keperawatan Pada Klien Close Fracture Shaft
Femur Dextra Dengan Penerapan Manajemen Nyeri Relaksasi
Nafas Dalam

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas pada tulang femur. Pada penderita fraktur,
nyeri merupakan salah satu masalah keperawatan yang sering ditemukan. Nyeri adalah
suatu pengalaman emosional yang tidak menyenangkan dan pengalaman sensori akibat
dari kerusakan jaringan yang potensial maupun actual. Nyeri pada fraktur bersifat akut
dan dapat diprediksi akan tetapi membuat klien tidak nyaman dan mengganggu aktivitas.
Penulis melakukan literature review terkait asuhan keperawatan pada klien Close
Fracture Shaft Femur Dextra. Hasil analisis menunjukkan bahwa manajemen nyeri
menggunakan relaksasi nafas dalam cukup efektif membantu mengatasi persepsi nyeri
pada pasien fraktur. Sehingga penulis Karya Ilmiah Ini merekomendasikan untuk
menerapkan manajemen nyeri non-farmakologi salah satunya adalah relaksasi nafas
dalam disamping penggunaan terapi farmakologi dalam membantu mengatasi keluhan
nyeri sehingga kebutuhan nyaman klien terpenuhi.

Kata kunci:Nyeri akut, Fraktur femur, Tehnik relaksasi nafas dalam

Mengetahui,
Pembimbing

Ns. Dikha Ayu Kurnia M.Kep.,Sp.KepMB

Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Meriati Elisabet Magdalena Hutapea


Study Program : Faculty of Nursing
Title :Analysis of Nursing Care for Clients with Close Fracture
Shaft Femur Dextra using The Implementation of Pain
Management: Deep Breathing Relaxation

Femur fracture is the discontinuity of the femur bone. In patients with fractures,
pain is one of the problems that is often occur. Pain is an unpleasant emotional
and sensory experience as a result of potential or actual tissue damage. Pain in a
fracture is acute and predictable but makes the client uncomfortable and
interferes their activities. The author conducted a literature review related to
nursing care for client with Close Fracture Shaft Femur Dextra. The results of the
analysis show that pain management using deep breath relaxation is quite
effective in helping to overcome pain perception in fracture patients. This paper
recommends to apply one of non-pharmacological pain managements which is
deep breathing relaxation as a complementary therapy to the use of
pharmacological therapy in helping to overcome pain complaints so that the
client's comfortable needs are fullfiled.

Key words:Acute pain, Fracture Femur, Deep breath relaxation technique

Mengetahui,
Pembimbing

Ns. Dikha Ayu Kurnia M.Kep.,Sp.KepMB

Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii

SURAT PERNYATAAN......................................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................vi

ABSTRAK............................................................................................................vii

ABSTRACT..........................................................................................................viii

DAFTAR ISI..........................................................................................................ix

DAFTAR TABEL................................................................................................xii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................15
1.1 Latar Belakang........................................................................................15
1.2 Tinjauan Pustaka.....................................................................................16
1.2.1 Fraktur...................................................................................................16
1.2.1.1 Definisi.....................................................................................16

1.2.1.2 Etiologi.....................................................................................17

1.2.1.3 Klasifikasi Fraktur....................................................................18

1.2.1.4 Manifestasi Klinis.....................................................................20

1.2.1.5 Komplikasi................................................................................20

1.2.1.6 Penanganan Fraktur..................................................................21

1.2.1.7 Proses Penyembuhan Tulang....................................................21

1.2.2 Konsep Nyeri.........................................................................................24


1.2.2.1 Definisi.....................................................................................24

1.2.2.2 Klasifikasi Nyeri.......................................................................24

Universitas Indonesia
1.2.2.3 Skala Pengukuran Intensitas Nyeri...........................................25

1.2.2.4 Penatalaksanaan Nyeri..............................................................26

1.2.3 Relaksasi Nafas Dalam..........................................................................28


1.2.3.1 Definisi.....................................................................................28

1.2.3.2 Manfaat.....................................................................................30

1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................30


1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................30
1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................30
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................30
1.4.1 Manfaat Aplikatif..................................................................................31
1.4.2 Manfaat keilmuan..................................................................................31

BAB 2 TINJAUAN KASUS..........................................................................32


2.1 Pengkajian...............................................................................................32
2.1.1 Identitas Klien........................................................................................32
2.1.2 Riwayat kesehatan.................................................................................32
2.1.2.1 Alasan masuk rumah sakit........................................................32

2.1.2.2 Pengkajian Khusus Fraktur.......................................................32

2.1.2.3 Pengkajian dengan pendekatan sistem tubuh...........................33

2.1.3 Terapy Farmakologi..............................................................................36


2.1.4 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................36
2.2 Analisis Data...........................................................................................37
2.2.1 Post Operasi Open Fraktur Ankle..........................................................37
2.2.2 Pre Operasi Close Fraktur Femur..........................................................41
2.3 Diagnosis Keperawatan...........................................................................43
2.3.1 Post Operasi Open Fraktur Ankle..........................................................43
2.3.2 Pre Operasi Fraktur Femur....................................................................44
2.4 Rencana Intervensi Keperawatan............................................................44
2.4.1 Post Operasi Open Fraktur Ankle..........................................................44
2.4.2 Pre Operasi Fraktur Femur....................................................................48

Universitas Indonesia
BAB 3 PEMBAHASAN.................................................................................51
3.1 Analisis asuhan keperawatan dengan konsep terkait..............................51
3.1.1 Analisis data klien.................................................................................51
3.1.2 Analisis kasus terkait konsep.................................................................52
3.1.2.1 Analisis Kasus Post Operasi Debridemen + Wire Screw Open
Fraktur Ankle.............................................................................................53

3.1.2.2 Analisis Kasus Pre Operasi Close Fraktur Femur....................54

3.2 Analisis penerapan intervensi..................................................................56


3.3 Rekomendasi praktik berdasarkan hasil kajian praktik berbasis bukti....66
3.4 Implikasi..................................................................................................67
3.4.1 Implikasi pendidikan keperawatan........................................................67
3.4.2 Implikasi pelayanan keperawatan..........................................................67
3.4.3 Implikasi penelitian keperawatan..........................................................67

BAB 4 PENUTUP..........................................................................................68
4.1 Kesimpulan..............................................................................................68
4.2 Saran........................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................70

Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tahap Penyembuhan Tulang

Tabel 2.2 Hasil Laboratorium

Tabel 3.1 Literatur Review

Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Klasifikasi Fraktur Femur

Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Leaflet Relaksasi Napas dalam

Lampiran 2. Patofisiologi

Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia yang dapat
menyebabkan kerusakan fisik hingga kematian pada siapa saja dan dapat terjadi dimana
saja. Berdasarkan prevalensi data menurut World Health Organization (WHO)
kecelakaan lalu lintas mengakibatkan kematian sekitar 1,35 juta orang di seluruh dunia
setiap tahun dan tetap konstan sejak tahun 2000, sekitar 18 kematian per 100.000
penduduk pada tahun 2016. Pada tahun 2012 angka fraktur pada pria lebih rendah
(40%) dari pada wanita (60%) di Negara Perancis. Kondisi fraktur tidak hanya terjadi
lalu lintas, cedera jatuh banyakan juga terjadi dirumah yang disebabkan oleh mekanisme
trauma pada individu yang berusia lebih dari 65 tahun. Faktor yang menyertai proses
degenerative yang menyebabkan tingginya kasus cidera antara lain pencahayaan yang
kurang, osteoporosis, penggunaan obat dan faktor-faktor lingkungan (Plaines,
Hammond, Educator, Carolina, & Zimmermann, 2013). Di Amerika Serikat dalam 30
tahun terakhir terjadi peningkatan fraktur pada usia lanjut. Dikelompokkan berdasarkan
usia dari keseluruhan kasus fraktur di Amerika Serikat terdapat 25% angka kejadian
diatas 85 tahun, 37% antara 65- 75 tahun dan 38% berusia antara 75-85 tahun
(Vlavonou, Nguyen, & Touré, 2018). Penyebab terjadinya kasus fraktur selain oleh
kecelakaan lalu lintas disebabkan juga karena faktor patologis dari kondisi tubuh yang
dipengaruhi oleh usia, lingkungan dan lain-lain.

WHO menyebutkan bahwa negara-negara berkembang mencatat tingkat kecelakaan lalu


lintas yang lebih tinggi dengan 93% kematian berasal dari negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah disebabkan oleh pengendara sepeda, pengendara sepeda motor
dan pejalan kaki yang masih cenderung mengabaikan sistem lalu lintas dan strategi
dalam berkeselamatan. Menurut data pada Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018
angka kejadian cedera di Indonesia mengalami kenaikan menjadi 9,2% dibandingkan
pada tahun 2013 sebanyak 8,2% (Kemenkes, 2018). Berdasarkan proporsi tempat
terjadinya cedera, jalan raya merupakan penyumbang terbanyak terjadinya cedera pada

Universitas Indonesia
penduduk Indonesia sebanyak 44,7% dibandingan dengan kejadian cedera di
rumah/sekolah maupun tempat kerja. Aktivitas masyarakat pada wilayah perkotaan
yang saat ini didominasi menggunakan transportasi roda dua dibandingkan dengan
mobil maupun transportasi umum, dikarenakan lebih ringkas dan fleksibel terhadap
kepadatan lalu lintas. Kejadian cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara
sepeda motor lebih tinggi nilainya dibandingkan penumpang sepeda motor itu sendiri
sebanyak 72,7% kejadian kecelakaan. Menurut Kemenkes (2018) angka kejadian kasus
cidera di Indonesia, fraktur pada ektremitas bawah paling tinggi prevalensinya diantara
fraktur lainnya (67,9%). Kasus pada fraktur femur adalah yang paling sering terjadi
yaitu sebesar 39% sedangkan fraktur tibia dan fibula (11%) dan diikuti fraktur
humerus (15%),dimana penyebab fraktur femur terbesar adalah kecelakaan pada
kendaraanbermotor,mobil atau kendaraan rekreasi (62,6%) (Desiartama & Aryana,
2017). Angka terjadinya kasus fraktur di Indonesia tiap tahunnya mengalami
peningkatan diakibatkan karena masih kurangnya kepedulian terhadap sistem lalu lintas
dan strategi keselamatan dalam berkendara, fraktur pada ektermitas bawah paling tinggi
angka kejadiannya.

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Fraktur
1.2.1.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang terjadi ketika adanya tekanan
yang melebihi dari kekuatan tulang yang dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem yang tidak
dapat dipertahankan (Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010). Fraktur dapat
menimbulkan cedera jaringan lunak sekitarnya seperti kulit, jaringan subkutan, otot,
pembuluh darah, syaraf, ligamen, dan tendon (Black & Hawks, 2014). Fraktur femur
merupakan kejadian diskontinuitas dari tulang femoral shaft yangbiasanya lebih banyak
dialami laki laki dewasa terjadi akibat trauma secara langsung (jatuh dari ketinggian
atau kecelakaan pada lalu lintas). Apabila mengalami fraktur pada bagian tulang
panjang ini, akan menyebabkan banyak perdarahan sehingga penderita resiko
mengalami syok. Tulang femur berfungsi sebagai penyanggah tubuh manusia dan
merupakan tulang terkuat, paling berat serta terpanjang yang terdapat pada tubuh

Universitas Indonesia
manusia. Pada daerah Femur terdapat pembuluh darah besar jika pada femur terjadi
cedera akan berakibat fatal (Desiartama &Aryana, 2017). Fraktur femur jika tidak
mendapatkan penanganan yang baik dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang
lama dan juga kecacatan. Banyaknya komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat
pengelolaan yang tidak tepat pada kondisi fraktur merupakan prioritas dalam mencegah
terjadinya cidera lebih lanjut untuk meningkatkan penyembuhan jaringan yang trauma
(Smeltzer et al., 2010). Dampak dari cedera yang mengakibatkan terjadinya Fraktur
sangat merugikan individu dan keluarga terlebih jika individu yang terkena fraktur
direntang usia produktif, kepala keluarga yang mengharuskan menjalani perawatan yang
panjang sehingga individu tersebut tidak bisa bekerja dan produktif kembali. Trauma
secara fisik agar tidak menimbulkan kerusakan lebih parah perlu ditangani dengan
segera (Brunner & Suddarth, 2013). Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang
melebihi dari kekuatan tulang, selain cidera pada strutur tulang dapat mengakibatkan
cidera pada jaringan lunak disekitar tulang. Fraktur femur merupakan tulang penopang
tubuh dimana terdapat pembuluh darah besar, jika tidak mendapatkan penanganan dan
pengelolaan dengan benar dapat mengakibatkan komplikasi sehingga dapat
mengakibatkan kecacatan yang merugikan individu serta keluarganya.

1.2.1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur dikarenakan adanya tekanan pada tulang karena faktor
eksternal,internal dan biologis. Fraktur yang diakibatkan oleh faktor eksternal terjadi
karena adanya tekanan yang besar, arah, durasi dari tekanan tersebut. Bila tekanan yang
diberikan pada tulang semakin besar maka toleransi tulang terhadap tekanan semakin
rendah. Faktor ekternal pada umumnya terjadi pada cedera olahraga yang diakibatkan
adanya stress berkepanjangan pada tulang terus menerus, kecelakaan dan jatuh
(Andrew, Harellson, & Wilk, 2012). Faktor internal yaitu terdapat pada karakteristik
tulang seperti kekuatan tulang, ukuran, elastisitas, kemampuan absorbsi energi, densitas
tulang serta kelompok usia lanjut beresiko mengalami kerapuhan tulang (Plaines et al.,
2013) dan suatu proses penyakit misalnya kanker dan spondylitis TB. Faktor
lingkungan juga mempengaruhi terjadinya fraktur seperti olahragawan, penerjun
payung, lompat jauh, atlit ski mempunyai aktifitas yang beresiko tinggi terjadinya
fraktur.

Universitas Indonesia
Gambar 1.1 Klasifikasi Fraktur Femur (Sumber: Brunner & Suddarth, 2013)

1.2.1.3 Klasifikasi Fraktur


Menurut Black dan Hawks (2014), kondisi fraktur, fraktur dibagi menjadi dua
klasifikasi yaitu fraktur terbuka (open fracture) dan fraktur tertutup (close fracture).
Fraktur tertutup atau fraktur simple menunjukkan posisi fragmen tidak merobek lapisan
epidermis, sebaliknya pada fraktur terbuka ditunjukkan adanya perlukaan pada kulit
yang menyebabkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang terhadap dunia luar.
Dalam buku “Handbook of Fracture” yang ditulis oleh Egol K.et al (2010)
mengemukakan pembagian klasifikasi dari fraktur terbuka menjadi beberapa grade,
yaitu: Grade I terdapat luka yang ukuran panjang lukanya kurang dari 1 cm, kontusio
otot minimal biasanya dari dalam ke luar dengan patahan fraktur oblik sederhana. Grade
II terdapat luka dengan ukuran yang lebih dari 1 cm terdapat kontusio otot tanpa
terjadinya kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan grade III terdapat luka yang
mengalami kerusakan jaringan lunak yang luas termasuk kulit, otot serta kerusakan
neurovaskulerdan sangat terkontaminasi (Brunner & Suddarth, 2013). Fraktur tipe III
dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Tipe IIIAadalah merupakan fraktur segmental/sangat
kominutif, kerusakan jaringan lunak yang luasdengan jaringan lunak cukup memadai
adekuat untuk penutupan tulang, Tipe IIIb kehilangan jaringan lunak cukup luas
diakibatkan trauma sangat berat sehingga tulang tampak terbuka dan terkelupasnya
daerah periosteum disertai adanya kontaminasi yang berat, Tipe IIIc adalah kejadian

Universitas Indonesia
pada fraktur terbuka yang disertai dengan terjadinya kerusakan pembuluh darah dengan
atau tanpa mengukur derajat kerusakan pada jaringan lunak. Klasifikasi berdasarkan
luas fraktur terdapat fraktur komplit yaitu patah dari seluruh garis tengah tulang
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal) dan tulang menjadi dua
bagian yang terpisah dan fraktur inkomplit yaitu terjadi patahnya di sebagian garis
tengah tulang. Sedangkan berdasarkan pergeseran anatomis fragmen tulang, fraktur
dibagi menjadi fraktur greenstick yaitu fraktur di mana salah satu sisi tulang patah
sedangkan sisi lainnya membengkok.Fraktur tranversal, suatu fraktur yang melintang
pada tulang (fraktur sepanjang garis tengah tulang) merupakan akibat dari trauma
langsung.Fraktur oblik, fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang
(lebih tidak stabil dibanding tranversal) akibat trauma langsung. Fraktur spiral, suatu
fraktur yang arah garis patahannya berbentuk spiral mengelilingi batang tulang, yang
disebabkan karena trauma rotasi..

Fraktur impacted (telescopic) atau kompresi, sebagian fragmen tulang menusuk bagian
fragmen yang lain. Dan fraktur displaced, fragmen tulang terpisah dengan kesegarisan
tulang lain.Berdasarkan jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasi fraktur dibagi
menjadi 3 klasifikasi yaitu fraktur kominutif yaitu jenis fraktur yang patahan tulangnya
terpisah-pisah dalam serpihan, fragmen tulang pecah dan lebih dari satu garis fraktur.
Fraktur segmental terjadi apabila terdapat garis patah lebih dari satu dengan tidak saling
berhubungan ujung yang lain yang tidak memiliki pembuluh darah sehingga menjadi
sulit untuk proses sembuh dan juga pada keadaan ini perlu tindakan bedah.Fraktur
multipel merupakan suatu garis patah pada fraktur lebih dari satu tetapi terjadi pada
tulang yang berlainan tempatnya, seperti fraktur vertebra, cruris dan femur (Plaines et
al., 2013).

1.2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari fraktur menurut Black & Hawks (2014) yaitu; deformitas yang
merupakan perubahan struktur dan bentuk tulang, pembengkakan muncul akibat dari
akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar,
memar (ekimosis) terjadi akibat dari perdarahan subkutan pada likasi fraktur, spasme

Universitas Indonesia
otot, perubahan neurovascular terjadi akibat dari kerusakan saraf perifer atau struktur
vascular yang terkait, syok, nyeri Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan
selalu mengringi fraktur. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan, atau cedera pada struktur sekitarnya.
Pada fraktur tertutup maupun fraktur terbuka, kerusakan akan mengenai serabut saraf
yang nantinya akan menimbulkan sensasi nyeri, selain itu nyeri dapat timbul ketika
terjadi gerakan yang dapat mengganggu mobilitas fisik pada individu yang terkena
fraktur. Pada fraktur terbuka terjadinya kerusakan jaringan lunak memungkinkan
terjadinya infeksi akibat dari terkontaminasi oleh udara luar sehingga dapat
menimbulkan suatu kerusakan integritas kulit. Reaksi peradangan sangat mungkin
terjadi setelah fraktur. Terutama saat jaringan lunak mengalami kerusakan sehingga
menstimulasi respon inflamasi yang ditandai dengan eksudasi plasma dan leukosit,
vasodilatasi dan infiltrasi oleh sel mast dan leukosit. Jika pembengkakan tidak
terkontrol dapat menimbulkan peningkatan tekanan pada jaringan yang mengakibatkan
hipoksia jaringan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan otot serta terganggu
hingga rusaknya serabut sarafyang menyebabkan parastesia pada tubuh yang cidera,jika
tidak segera tertangani dapat menimbulkan kompartemen sindrom (Brunner &Suddarth,
2010). Fraktur juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehinggadapat
menimbulkan perdarahan yang mengakibatkan terjadi perubahan perfusi pada jaringan
dan perdarahan yang masif menyebabkan syok.

1.2.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat terjadinya fraktur adalah perdarahan, emboli
lemak, infeksi luka, cedera organ dalam, infeksi luka, sindroma pernafasan (Desiartama
& Aryana, 2017).Komplikasi dapat ditimbulkan sebagai akibat dari pengelolaan yang
tidak tepat pada kondisi fraktur merupakan prioritas dalam mencegah terjadinya
komplikasi untuk meningkatkan penyembuhan jaringan yang trauma (Smeltzer et al.,
2010).Fraktur dapat menyebabkan kecacatan, morbiditas yang lama apabila tidak
mendapatkan penanganan yang baik.

Universitas Indonesia
1.2.1.6 Penanganan Fraktur
Prinsip untuk penanganan pada cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan),retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi (Hinkle &
Cheever,2014). Rekognisi adalah suatu tahap untuk mengenali dan menegakkan
diagnosa terjadinya fraktur di tempat kejadian ataupun di rumah sakit. Reduksi
merupakan suatu proses mengembalikan fragmen dan pada posisi semula (reposisi),
diharapkan pada bagian yang sakit dapat berfungsi kembali secara maksimal. Retaining
adalah suatu tindakan untuk mempertahankan hasil dari mereposisi fraktur dengan cara
fiksasi (imobilisasi). Retaining dapat menghilangkan spasme pada otot yang terjadi
cidera sehingga dapat sembuh lebih cepat dan terasa lebih nyaman pada pasien.
Rehabilitasi merupakan suatu cara untuk dapat mengembalikan kembali kemampuan
pada ektremitas yang ciderasehingga dapat berfungsi kembali. Mencakup terapi fisik,
terapi okupasi, dan konseling bagi dukungan emosional.Pemilihan penanganan pada
fraktur disesuaikan dengan posisi, kesulitan dan kondisi tulang yang cidera. Sehingga
penanganan fraktur masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai
kondisi fraktur yang akan ditangani. Pemilihan penanganan yang tepat dapat mencegah
terjadinya komplikasi serta kecacatan.

1.2.1.7 Proses Penyembuhan Tulang


Tulang merupakan salah satu jaringan tubuh manusia yang dapat sembuh melalui
regenerasi. Perbaikan fraktur terjadi melalui proses yang sama dengan pembentukan
tulang saat fase pertumbuhan normal dengan mineralisasi dan matriks tulang baru yang
kemudian diikuti oleh remodelisasi menuju tulang matur. Terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi penyembuhan pada fraktur antara lain: ada tidaknya infeksi,
tingkatan dari fraktur, immobilisasi dan reposisi anatomis yang stabil, lokasi fraktur,
jenis tulang yang mengalami fraktur, status nutrisi, penyakit sistemik, umur dan juga
keadaan umum pasien.

Tabel 1.1 Tahap Penyembuhan Tulang (Black & Hawks, 2014)


Tahapan Penjelasan
Tahap I Pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Darah membentuk

Universitas Indonesia
Tahapan Penjelasan
Stadium hematoma atau gumapalan diantara fragmen fraktur, memberikan sedikit stabilisasi.
stadium inflamatori Terjadi nekrosis pada tulang karena hilangnya suplai darah pada daerah
Waktu: 1-3 hari yang terluka dan akan meluas ke area yang mulai terbentuk sirkulasi
kolateral. Dilatasi vaskular terjadi pada lokasi fraktur sebagai akibat dari
suatu respon dari sel-sel mati dan debris, serta eksudat dari plasma yang
kaya akan fibrin mendorong migrasi dari sel fagositik ke daerah terjadinya
cedera. Jika suplai vaskular ke lokasi fraktur tidak cukup, penyembuhan
tahap I terganggu.
Tahap II Fibroblas, ostesoblas, dan kondroblas bermigrasi ke daerah fraktur sebagai
Pembentukan akibat dari inflamasi akut. Kemudian membentuk fibrokartilago. Adanya
fibrokartilago hematoma menjadi pondasi bagi penyembuhan tulang dan jaringan tahap
Waktu: 3 hari sampai 2 II. Aktivitas osteoblas distimulasi oleh trauma periosteal dan kemudian
minggu pembentukan tulang terjadi dengan cepat. Periosteum terangkat jauh dari
tulang. Dalam beberapa hari kombinasi dari elevasi periosteum dan
pembentukan jaringan granulasi akan membentuk sabuk di sekitar ujung
dari tiap fragmen fraktur. Saat sabuk tersebut berkembang akan terbentuk
jembatan diantara lokasi fraktur. Pembentuk jaringan fibrosa awal ini
kadang disebut sebagai kalus primer dan mengakibatkan stabilitas fraktur.
Tahap III Pertumbuhan jaringan menjadi jaringan kalus provisional (pro kalus) saat
Pembentukan kalus kartilago baru dan matriks tulang tersebar melalui kalus primer.
Waktu: 2-6 minggu Pembentukan kalus biasanya lebih lebar dari tulang yang cedera. Kalus
membungkus fragmen tulang yang terjadi fraktur sehingga kalus meluas
dari lokasi fraktur. Ketika terdapat sel yang letaknya jauh dari pembuluh
darah sehingga suplai oksigen cukup rendah dapat menyebabkan katilago.
Kestabilan posisi kelurusan tulang penting selama tahap III untuk
menentukan kesembuhan klien. Jika terjadi gangguan ataupun
perlambatan, maka kedua tahap selanjutnya tidak bisa terjadi. Penyatuan
tulang menjadi terlambat bahkan dapat terjadu ketidak penyatuan tulang
Tahap IV Kalus permanen dari tulang keras diantara periosteum dan korteks untuk
Penulangan bergabung dengan fragmen lain. Sehinggapembentukan kalus medularis
Waktu: 3 minggu sampai 6 akan terjadi di dalam tulang untuk memastikan terjadinya pembentukan
bulan antara rongga-rongga sumsum. Tulang trabekular menggantikan kalus.
Hasil dari bersatunya tulang dapat dikonfirmasi dengan rontgen. Traksi
pada fraktur tungkai bawah setelah penyatuan tulang seharusnya bebas
dari nyeri.
Tahap V Kalus yang tidak ada manfaatnya akan dibuang atau akan diresorpsi dari
Konsolidasi dan lokasi penyembuhan tulang.. Jumlah dan waktu remodeling bergantung

Universitas Indonesia
Tahapan Penjelasan
remodeling dari adanya tekanan yang diberikan terhadap tulang yang dipengaruhi oleh
Waktu: 6 minggu sampai 1 usia, berat badan, dan otot.
tahun

Pada kasus cidera muskuloskletal perbaikan fraktur terjadi melalui proses yang tidak
sebentar. Selain perbaikan tulang, jaringan disekitar juga mengalamai proses
penyembuhan. Akibat terputusnya jaringan tulang serta jaringan lunak dan pembuluh
darah disekitar menyebabkan nyeri pada kasus fraktur. Seringkali nyeri yang dirasakan
oleh klien yang tidak bisa dikontrol menghambat proses penyembuhan sehingga
menyebabkan keenganan klien dalam rehabilitasi serta mengganggu kebutuhan nutrisi
dan tidur klien.

1.2.2 Konsep Nyeri


1.2.2.1 Definisi
Nyeri adalah suatu pengalaman tidak menyenangkan secara emosional dan merupakan
suatu pengalaman sensori akibat dari kerusakan jaringan yang potensial maupun aktual
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa; awitan yang lambat dari intensitas
ringan hingga berat atau yang terjadi tiba-tiba dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi berlangsung < 6 bulan (Herdman & Kamitsuru,2018). Sensasi nyeri
merupakan akibat dari stimulasi emosional, mental dan fisik. Manajemen nyeri pasca
operasi, termasuk pendidikan pra operasi, perencanaan manajemen nyeri perioperatif,
penggunaan modalitas farmakologis dan nonfarmakologis yang berbeda, kebijakan
organisasi, dan transisi ke rawat jalan. Pendekatan individual seperti itu untuk
pendidikan pra operasi mencakup penyediaan informasi yang sesuai usia, disesuaikan
dengan tingkat pemahaman seseorang dan keluarga dan pemahaman terhadap kesehatan
umum, kompetensi budaya dan bahasa, dan didukung oleh peluang tepat waktu untuk
mengajukan pertanyaan dan menerima otoritatif dan berguna jawaban (Chou et al.,
2020). Nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, dibutuhkan
pendekatan individual mengenai informasi prosedur operasi serta perencanaan
manajemen nyeri baik farmakologi maupun nonfarmakologi dalam penangan nyeri.

Universitas Indonesia
1.2.2.2 Klasifikasi Nyeri
Nyeri berdasarkan lama waktu serangan dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri
kronis.Nyeri kronis mempunyai pola yang beragam dan dapat berlangsung selama lebih
dari 6 bulan bahkan dapat bertahun-tahun, cenderung sirkuler; awal nyeri dengan cepat
terlupakan karena siklus nyerinya tidak pernah berakhir. Nyeri akut, merupakan sensasi
nyeri yang dirasakanhanya terjadi pada suatu waktu/kejadian tertentu dalam waktu
singkat dan berakhir kurang dari 6 bulan serta dengan jelas diketahui daerah nyerinya,
mempunyai awal dan akhir yang jelas. Nyeri akut muncul akibat jejas, trauma, spasmus,
atau penyakit pada kulit, otot, struktur somatik, atau organ dalam/viscera tubuh.
Intensitas nyeri sebanding dengan derajat jejas, dan akan berkurang sejalan dengan
penyembuhan kerusakan jaringan. Tanda-tanda aktivitas sistem saraf otonom (misalnya
takikardia, hipertensi, berkeringat, dilasi pupil yang berkepanjangan, demam) sering
menyertai sensasi nyeri akut. Biasanya, nyeri akut berkaitan dengan suatu kejadian, dan
secara alami bersifat linier (dengan kata lain ada permulaan dan akhirnya), memiliki arti
dan tujuan positif, dan sering berkaitan dengan tanda-tanda fisik. (ICSI, 2006).Terdapat
dua tipe sindroma pada nyeri akut yaitu nyeri viscera dan nyeri somatis. Nyeri
visceradisebabkan oleh adanya jejas pada organ dengan saraf simpatis. Biasanya nyeri
yang dirasakan seperti tertarik, diperas, ditekan, linu, tumpul dan dalam. Nyeri pada
viscera dapat disebabkan oleh adanya kontraksi atau distensi abnormal pada dinding
otot polos, iskemi otot skelet, nekrosisi jaringan, terikan pada kapsul yang menyelimuti
suatu organ, pembengkakan jaringan yang berlekat dengan organ ke ruang peritoneal.
Nyeri Somatis terjadi akibat teraktivasinya nociceptor pada jaringan kutan, subkutan
dan mukosa dasar. Ditandai dengan sensasi panas atau tertusuk, rasa berdenyut yang
disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak mengakibatkan nyeri dan
hyperalgesia. Nyeri ini ditandai sebagai respon terhadap luka bakar, luka terpotong dan
luka gores yang biasanya nyeri tersebut konstan dan jelas lokasinya.

1.2.2.3 Skala Pengukuran Intensitas Nyeri


Menurut Lynch, et al (2010) terdapat beberapa skala pengukuran intensitas nyeri yang
dapat digunakan dilihat dari respon verbal dan non verbal terhadap sensasi nyeri yang
dirasakan. Berdasarkan penilaian verbal terhadap nyeri dapat digunakan visual analogue
scale (VAS) dan Skala Numerik Verbal. Skala analog visual (visual analog scale/VAS)

Universitas Indonesia
adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang myngkin dialami seorang
pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10-cm, dengan atau tanpa tanda
pada tiap centimeter. Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan pada skala ini, sama
seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala Numerik Verbal menggunakan angka 0
sampai 10 untuk menggambarkan tingkatan nyeri. Skala ini lebih bermanfaat dikaji
pada saat periode pascabedah karena tidak mengandalkan koordinasi visual dan motoric
hanya secara alami dengan kata-kata. Sedangkan untuk menilai skala nyeri dilihat dari
respon nonverbal terdapat wong baker faces pain scale,Skala FLACC
(Faces,Legs,Activity,Cry,dan Consolability), Behavioral Pain Scale. Wong baker faces
pain scale digunakan biasanya mulai dari anak usia 3 tahun menampilkan enam wajah
ekspresi berbeda terhadap nyeri, untuk mengekspresikan rasa nyeri menampilkan wajah
bahagia sampai dengan wajah sedih. Skala FLACC merupakan skala perilaku yang telah
dicobakan pada rentang usia 3-7 tahun yang setiap kategori diberi nilai 0-2 kemudian
ditotalkan dengan rentang total 0 sampai dengan 10.Behavioral Pain Scale merupakan
skala yang menilai dari tiga indicator yaitu ekspresi wajah, pergerakan ektremitas atas
dan toleransi terhadap ventilasi mekanik. Hasil pengamatan rutin dari perawat unit
perawatan intensif menunjukkan bahwa pasien yang terintubasi memberikan respon
terhaap nyeri dengan perubahan toleransi terhadap ventilasi mekanik (batuk, melawan).
BPS mampu memberikan perbedaan bermakna antara penilaian nyeri pada pasien yang
menjalani prosedur yang mencetuskan nyeri dibandingkan pada prosedur yang tidak
mencetuskan nyeri dimana nilai BPS lebih tinggi pada pasien yang menjalani prosedur
yang dapat menimbulkan nyeri.

1.2.2.4 Penatalaksanaan Nyeri


Kebutuhan terhadap terbebasnya dari rasa nyeri merupakan suatu kebutuhan dasar yang
merupakan dari tujuan diberikannya suatu asuhan keperawatan kepada pasien. Bagi
perawat sangat penting untuk memahami dari makna nyeri setiap individu.
Penatalaksanaan untuk mengatasi rasa nyeri bukan hanya sekedar pemberian analgesik.
Dengan memahami nyeri secara keseluruhan, maka perawat dapat mengembangkan lagi
suatu strategi yang lebih baik dan tepatuntuk penanganan nyeri sehingga lebih berhasil

Universitas Indonesia
tertangani (Andarmoyo, 2013). Upaya penanganan nyeri dibagi menjadi 2 jenis yaitu
tindakan farmakologi dan non farmakologi (Prasetyo, 2010).
a. Tindakan farmakologi
Pemberian farmakologi untuk mengatasi nyeri, terdapat beberapa jenis yang dapat
digunakan. Analgesik Narkotik, tramadol merupakan salah satu obat analgesic jenis
opiate yang digunakan untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat. Pemberian
analgesik lokal, bekerja dengan cara memblok saraf saat diberikan. Analgesik yang
ditangani oleh pasien, infus yang telah diisi oleh narkotik menurut resep dipasang
pada intravena dan kemudian dikendalikan oleh pasien pada nyeri pasca bedah,
kanker.Obat-obatan Nonsteroid (NSAIDs), ibuprofen, ketorolac, naproksen,
tolmetin menghambat agregasi platelet.

b. Tindakan nonfarmakologi
Tindakan nonfarmakologis untuk mengatasinyeri terdapat beberapa cara
penanganan: distraksi, imaginasi terbimbing, stimulasi elektrik (TENS), relaksasi,
akupuntur. Distraksi adalah suatu pengalihan fikiran dan perhatian klien diluar dari
nyeri yang dirasakan, dengan harapan dapat mengurangi kefokusan klien terhadap
rasa nyeri dan meningkatkan toleransi terhadap nyeri yang dirasakan. Imaginasi
terbimbing merupakan suatu upaya berkonsentrasi pada kesan dalam pikiran yang
telah diciptakan sehingga dapat menurunkan bertahap sensai nyeri pada klien.
Sedangkan TENS (Stimulasi listrik) dalat dilakukan dengan kompres dengan es,
mandi air hangat, massase, pijatan dengan menthol. Akupuntur adalah suatu
kegiatan memasukkan jarum kecil pada kulit dengan tujuan dapat menyentuh titik
tertentu yang dapat memblokade transmisi nyeri ke otak. Sedangkan relaksasi
merupakan suatu kegiatan untuk meredakan ketegangan dan stress di fisik serta
mental sehingga diharapkan dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
c. Pembedahan
Tindakan dilakukan apabila tindakan non invasif tidak membantu untuk
membebaskan rasa nyari

Penatalaksanan manajemen nyeri Berdasarkan SNARS selain tatalaksana farmakologi


dan pembedahan terdapat tatalaksana non-farmakologi yang meliputi; olahraga,

Universitas Indonesia
imobilisasi, pijat, relaksasi dan stimulasi saraf transkutan elektrik. Manajemen nyeri
lebih efektif jika dilakukan follow-up atau asesmen ulang yang sebaiknya dilaksanakan
dengan interval yang teratur. Intervensi non farmakologi dilakukan 30-60 menit. Upaya
memanajemen rasa nyeri baiknya dilakukan kombinasi terhadap penatalaksanaanya
antara farmakologi dengan non-farmakologi agar hasil yang diharapkan lebih maksimal
untuk mengurangi rasa nyeri.

Peningkatan pemulihan setelah bedah ortopedi meliputi multi disiplin yaitu meliputi
program pendidikan pra operasi, anestesi bebas opioid periode pasca operasi, mobilisasi
dini, kontrol mual muntah. Dalam konsep ERAS, manajemen nyeri adalah salah satu
unsur terpenting. Nyeri pasca operasi tidak hanya memperpanjang LOS, tetapi juga
mengurangi kemauan subyektif pasien untuk mengambil latihan rehabilitasi awal, dan
karena itu mengakibatkan penurunan fungsi sendi. Prosedur nonfarmakologis adalah
untuk memberikan langkah-langkah yang tepat ketika pasien mengeluh sakit yang tak
tertahankan. Adapun pengobatan nyeri pasca operasi menurut ERAS adalah untuk
memberikan analgesia inhibitor COX-2 sebelum kepunahan total anestesi. Jika skor
VAS pasien masih lebih besar dari 4, kita harus mengambil manajemen nyeri dan opioid
tambahan dapat ditambahkan (Kang et al., 2019). Sebagian besar penelitian memeriksa
manajemen nyeri pre dan pasca operasi sebagai nyeri akut. Menggunakan analgesia
tambahan untuk memblokade saraf yang dapat mempengaruhi rehabilitasi seperti
ambulasi atau mobilitas jika blokade memiliki efek sensorik dan motorik. Berkurangnya
rasa nyeri dan kepuasan pasien dalam perawatan sering digunakan untuk mengukur
hasil manajemen nyeri.(Chou et al., 2020). Konsep rehabilitasi ERAS sekarang
dianggap lebih aman dan efektif. Pasien yang dirawat sesuai dengan prinsip ERAS
dapat mengharapkan pemulihan yang lebih cepat tanpa meningkatkan efek
samping. Manfaat lain dari pendekatan ERAS termasuk pengurangan komplikasi,
mobilisasi dini, nyeri, dan LOS.Untuk mencapai hasil yang sukses, upaya multidisiplin
yang komprehensif harus dimulai sebelum operasi dan dilanjutkan melalui
pemulangan. Periode perioperatif merupakan hubungan penting dalam manajemen nyeri
yang efektif, dan perawat perioperatif adalah kunci dalam membantu mengarahkan
perawatan pasien bedah sebelum, selama, dan setelah prosedur bedah. Tindakan non
farmakologi dalam manajemen nyeri yang dapat dilakukan oleh perawat salah satunya

Universitas Indonesia
adalah tindakan relaksasi. Relaksasi dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri karena
memberikan kebebasan fisik dan mental dari stress dan ketegangan, sehingga individu
menjadi rileks dan meningkatkan suasana hati (Kang et al., 2019).

1.2.3 Relaksasi Nafas Dalam


1.2.3.1 Definisi
Tehnik relaksasi merupanan suatu latihan terapi yang dirancang dalam membantu
seseorang menurunkan tingkat kecemasan dan ketegangan secara psikologis maupun
fisik. Tehnik ini sangat penting untuk dilakukan dan dapat digunakan pada seluruh
lingkungan perawatan sebagai terapi kesehatan untuk membantu mengobati pasien yang
mengalami stress, kecemasan, depresi dan nyeri. Tehnik relaksasi dibagi menjadi
relaksasi otot dan dan relaksasi nafas dalam. Tehnik relaksasi nafas dalam adalah suatu
bentuk asuhan keperawatan mandiri yang dalam hal ini perawatn mengajarkan kepada
pasien bagaimana melakukan relaksasi dalam yang benar agar terapi yang dilakukan
efektif dalam menangani keadaan yang terjadi pada pasien. Perawat mengajarkan
bagaimana melakukan pernafasan yang dalam dan menghembuskan atau membuang
nafas secara perlahan. Selain dapat meningkatkan ventilasi paru dan kadar oksigen
dalam darah, pernafasan dalam juga dapat menurunkan intensitas nyeri (Smeltzer, S.C.,
Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H, 2010).

Pernapasan dalam relaksasi memainkan peran penting dalam pensinyalan nyeri dan
aktivasi sistem saraf otonom, regulasi emosi, keseimbangan asam/basa, dan proses
antiinflamasi. Pada sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf
perifer akan mempertahankan homeostasis di dalam tubuh pada saat teknik relaksasi
nafas dalam dilakukan. Sistem respirasi tubuh dikendalikan oleh sistem saraf otonom,
adanya stimulasi dari sistem saraf simpatik ini akan memunculkan respon tubuh seperti
meningkatkan denyut jantung, otot yang tegang dan pernafasan yang pendek dan
dangkal. Sebaliknya, dengan dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam, akan
membantu menstimulasi sistem saraf parasimpatis sehingga menimbulkan tanda dan
gejala seperti meningkatkan konsentrasi dan relaksasi, relaksasi, menstabilisasi tekanan
darah dan denyut jantung serta menurunkan rasa nyeri (Chen et al, 2016). Pada sistem
saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf perifer akan mempertahankan

Universitas Indonesia
homeostasis di dalam tubuh pada saat teknik relaksasi nafas dalam dilakukan. Sistem
respirasi tubuh dikendalikan oleh sistem saraf otonom, adanya stimulasi dari sistem
saraf simpatik ini akan memunculkan respon tubuh seperti meningkatkan denyut
jantung, otot yang tegang dan pernafasan yang pendek dan dangkal. Sebaliknya, dengan
dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam, akan membantu menstimulasi sistem saraf
parasimpatis sehingga menimbulkan tanda dan gejala seperti meningkatkan konsentrasi
dan relaksasi, relaksasi, menstabilisasi tekanan darah dan denyut jantung serta
menurunkan rasa nyeri (Chen et al, 2016).Studi terbaru menunjukkan bahwa pernapasan
lambat dalam mengurangi rasa sakit dan gangguan tidur dari rasa sakit dan
meningkatkan suasana hati(Larsen, Brilla, Mclaughlin, & Li, 2019). Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan salah satu dari intervensi keperawatan yang mengajarkan
bagaimana melakukan dengan menghembuskan nafas secara perlahan dan menarik
nafas secara dalam. Teknik nafas dalam selain dapat menurunkan intensitas nyeri juga
dapat meningkatkan suplai oksigen dalam darah dan memaksimalkan ventilasi pada
paru (Smeltzer et al., 2010). Prosedur penangan nyeri Relaksasi nafas dalam
memberikan efek ketenangan dan meningkatkan suasana hati sehingga mengurangi rasa
stress dan ketegangan yang dialami saat terjadi nyeri.

1.2.3.2 Manfaat
Kebutuhan untuk intervensi norfarmakologidiharapkan dapat mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan fungsi, kualitas hidup, suasana hati, dan kepercayaan diri untuk
mengelola kesehatan(Larsen et al., 2019). Smeltzer et al (2010) mengatakan bahwa
tujuan dari latihan relaksasi nafas dalam selain untuk menccegah atelectasis,
meningkatkan ventilasi alveoli, meningkatkan efisiensi batuk serta memelihara
pertukaran gas, juga mampu untuk menurunkan tingkat stress baik secara emosional
maupun fisik seperti menurunkan kecemasan dan tingkat nyeri. Diharapkan intervensi
nonfarmakologi dapat bermaanfaat dalam mengatasi kondisi klien dalam mengelola rasa
nyeri terutama nyeri akut pada pasien close fracture shaft femur dextra.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:

Universitas Indonesia
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari karya ilmah ini adalah untuk menganalisis praktik keperawatan
dengan manajemen nyeri menggunakan tehnik relaksasi pada kasus kelolaan dengan
close fracture shaft femur dextra.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari karya ilmiah ini adalah:
a. Menganalisis masalah keperawatan terkait kasus kelolaan berdasarkan teori
b. Menganalisis intervensi teknik relaksasi dengan masalah nyeri pada close fracture
shaft femur dextra.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah:
1.4.1 Manfaat Aplikatif
Karya Ilmiah Akhir ini menggambarkan hasil pengkajian hinga evaluasi terhadap klien
dengan close fracture shaft femur dextra. Dengan acuan berbagai jurnal, dan modifikasi
yang disesuaikan maka diharapkan dapat meningkatkan tingkat efektefitas
memanajemen nyeri pada pasien fraktur. Selain itu dengan adanya penulisan karya
ilmiah akhir ini diharapkan perawat dan petugas kesehatan lainnya dapat meningkatkan
pemantauan kesehatan dan meningkatkan kemampuan klien dalam memanajemen nyeri
pada kondisi fraktur
1.4.2 Manfaat keilmuan
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat memicu perkembangan pendidikan dengan
penelitian bidang keperawatan medical bedah untuk menerapkan manajemen nyeri pada
klien dengan masalah close fracture shaft femur.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN KASUS

2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Klien
Klien Tn RRA berusia 26 tahun, suku batak, pekerjaan pegawai swasta. Diantar ke IGD
RSCM pada tanggal 6 Maret 2020 setelah kejadian kecelakaan lalu lintas sepulang dari
kantor.

2.1.2 Riwayat kesehatan


2.1.2.1 Alasan masuk rumah sakit
Tanggal 6 Maret 2020 sekitar pukul 22.30 WIB, pasien mengendarai motor pulang dari
kerja dalam kondisi mengantuk. Klien menabrak pembatas jalan dengan posisi motor
menimpa kaki kanan pasien. Saat kejadian, pasien mengenakan helm full face dan
mengendarai motor sport berukuran besar. Klien ditemukan warga masih dalam
keadaan sadar penuh, luka terbuka di kedua lengan dan kaki kanan sulit digerakan.
Pasien lalu dilarikan ke IGD RSCM karena dekat dengan lokasi kejadian.
Pemeriksaan tanda vital di IGD diperoleh data: Tekanan Darah 90/60 mmHg,suhu 36,5
o
C, Nadi: 70 x/menit, Pernapasan: 20 x/menit. Tidak terdapat riwayat mual muntah,
tidak ada pingsan dan pasien masih dapat mengingat seluruh kejadian. Hasil rontgen
menunjukan pasien mengalami close fracture shaft femur dextra dan open fracture
ankle dextra grade GA IIIA.
Tanggal 7 Maret 2020 pukul 09.00 WIB, pasien menjalani debridement dan ORIF ankle
(K-wire dan screw). Selanjutnya pasien direncanakan untuk tindakan ORIF shaft femur
dextra yang direncanakan pada tanggal 12 Maret 2020.

2.1.2.2 Pengkajian Khusus Fraktur


Pada pemeriksaan fisik fraktur didapatkan Look : pasien terpasang backslap pada kaki
kanan. Terdapat perubahan warna pada area fraktur yaitu paha dan ankle kaki kanan,
eritema(-), edema/hematoma (+) pada paha dan ankle kaki kanan, terdapat luka jahitan
pada ankle dan luka tidak tampak rembesan, shorthening ± 2 cm. Feel : terdapat nyeri
tekan dan krepitasi pada daerah paha, ektremitas teraba hangat, CRT < 3 detik, pulsasi

Universitas Indonesia
arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis kanan tidak terkaji, sensasi rasa pada paha
sampai dengan cruris adekuat sedangkan pada jemari kaki kanan terasa baal, palor (-),
spasme otot (-) Move: terdapat ketidakmampuan dalam menggerakkan (fleksi-ektensi)
lutut kaki kanan, pergerakan sendi ankle tidak dapat dilakukan dan pergerakan jemari
kaki kanan sangat minimal, plegi (-), parasathesia (-). Power: ektremitas kanan bawah
terpasang backslab. Pada foto rontgen tampak garis fraktur complit di shafr femur
kanan.

2.1.2.3 Pengkajian dengan pendekatan sistem tubuh


Pengkajian pada klien dilakukan tanggal 9 Maret 2020, H+2 Post debridement K-wire
dan screw pada ankle diperoleh data:
a. Aktivasi dan Istirahat
Klien mengatakan kesulitan untuk melakukan mobilisasi mandiri di atas tempat tidur
karena rasa nyeri sehingga membutuhkan bantuan keluarga atau perawat. Klien
tampak lemas dan mengeluh sedikit pusing dan mengatakan takut bila terlalu banyak
bergerak maka luka jahitan operasi terbuka. Gerakan sendi panggul kanan sangat
minimal, gerakan sendi lutut kaki kanan tidak dapat dilakukan, dan sendi ankle tidak
bisa digerakkan. Kaki kiri klien masih bisa digerakan secara normal tanpa rasa nyeri
dan hambatan mobilitas. Aktivitas Klien dibantu total untuk mandi, mobilisasi,
berpakaian, toileting, dan berhias. Skor Katz Index 2 (ketergantungan parsial).
Kekuatan otot pada yang sakit tidak dapat terkaji karena terpasang backslab. Kondisi
ekstremitas bawah kanan edema (+) dari lutut sampai 1/3 distal cruris dengan rentang
gerak sendi lutut 30 derajat. Keadaan umum Klien tampak lemah, aktivitas dan
istirahat Klien dihabiskan di tempat tidur dengan membaca berita dan menonton film
di telepon genggam. Pola tidur Klien 7 – 8 jam di malam hari dan Klien tidak
terbiasa tidur siang. Klien mengatakan kurang bisa beristirahat dan tidur dengan
nyenyak karena nyeri di area operasinya. Klien H+2 post debridement pada luka
terbuka dan backslap imobilisasi pada fraktur femur.

b. Sirkulasi
Kesadaran: Compos Mentis, TD: 110/70 mmHg, Suhu: 36,1 oC, RR: 20 x/menit,
Nadi 85 x/menit, Saturasi 97% dengan room air. Batas kanan: ICS 2 sternal kanan

Universitas Indonesia
dan ICS 5 sternal kanan, perkusi dullness, batas jantung kiri: ICS 2 sternal kiri dan
ICS 4 sternal kiri,. Bunyi S1 dan S2 murni, gallop(-), mumur (-), Capillary Refill
Time (CRT) 3 detik, Ankle Brachial Index (ABI) 1,3 dan konjungtiva tampak
anemis.

c. Oksigenasi
Saturasi 97% dengan room air. Klien tidak merasa sesak saat bernapas. Thoraks:
pengembangan dan gerakan dada simetris, retraksi suprasternal (-), retraksi
interkosta (-), perkusi resonan, rhonki -/-, wheezing -/-, vokal dan taktil fremitus
sama di area paru kanan dan kiri. Kondisi lingkungan ruang perawatan cukup sehat,
terdapat jendela untuk masuknya cahaya matahari dan menggunakan pendingin
ruangan. Saat dilakukan pengkajian, kamar perawatan tempat Klien dirawat terisi
penuh dengan Klien lainnya sehingga sirkulasi udara menjadi pengap. Klien juga
mengeluh suhu kamar membuatnya gerah karena terlalu banyak Klien, tenaga
kesehatan dan keluarga Klien yang masuk. Klien tampak lemas dan mengeluh sedikit
pusing Hb 8,5 (13,2 – 17,3 gr/dl) ↓ sudah dikoreksi dengan transfusi PRC Gol. A+
300 cc.

d. Cairan dan Elektrolit


Klien tampak lemas dan mengeluh sedikit pusing. Klien mampu menghabiskan
sekitar 3 botol air mineral kemasan 600 cc setiap sehari. Klien juga mendapatkan
infus parenteral RL 500 cc/24 jam. Klien mampu minum dari botol secara mandiri
namun terkadang masih dibantu oleh kakak perempuan Klien. Tidak ada muntah,
mukosa mulut lembab, turgor kulit elastis, tidak tampak adanya edema anasarka.
Intake cairan Klien 2300 cc/24 jam, urin output + IWL = 2500 cc/24 jam, balance
cairan – 200 cc/24 jam. Estimasi Blood Lost (EBL) 540ml s.d 1080ml

e. Nutrisi
Antropometri : BB 60 kg, TB 170 cm, dan IMT 20,8 kg/m 2 (normoweight). Klien
tidak ada keluhan mual muntah namun nafsu makan sedikit berkurang karena tidak
selera dengan makanan yang disajikan dari RS. Clinical : Konjungtiva tampak
anemis, kondisi rongga mulut, lidah dan gigi geligi bersih, tidak ada stomatitis dan

Universitas Indonesia
gigi berlubang, mukosa lembab, bising usus 10–12 x/menit di tiap kuadran. Dietary:
Klien mendapat diet bebas TKTP 2100 kalori 3 x/hari dan mampu menghabiskan
makanan 1 porsi makanannya. Klien mampu makan sendiri dan kadang disuapi oleh
kakak perempuan Klien. Klien tampak lemas dan mengeluh sedikit pusing.

f. Eliminasi
Saat ini tidak ada keluhan BAK maupun BAB yang dirasakan Klien. Klien terakhir
BAB 2 hari yang lalu dengan warna kuning, konsistensi lunak, dan bau khas feses.
Klien BAK dan BAB di atas tempat tidur menggunakan urinal dan pispot. Pola
defekasi Klien setiap 2 hari sekali, pagi hari sebelum sarapan. Sedangkan pola
berkemih Klien ± 5–6 kali sehari dan tidak ada keluhan BAK tidak lampias, urin
keruh atau kemerahan dan rasa nyeri saat berkemih. Saat pemeriksaan fisik diperoleh
data tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba adanya massa di abdomen bagian dan area
simphisis. Total urin output 1900 cc/hr, warna kuning, bau khas urin.

g. Nyeri dan Kenyamanan


Klien mengeluh nyeri pada kaki kanan yang bertambah apabila digerakan dan
ditekan. Nyeri berkurang setelah pemberian analgetik injeksi. Kualitas nyeri seperti
berdenyut dengan intensitas nyeri konstan dan terus menerus. Nyeri terlokalisir di
sekita area operasi dan menyebar hampir ke seluruh area kaki kanan. Nyeri terjadi
sepanjang hari dengan VAS 6–7. TTV Klien TD 110/70 mmHg dan Nadi 85 x/menit.
Klien tampak mengerutkan wajah menahan nyeri saat akan menggerakkan badannya.
Klien mengungkapkan belum mengetahui tindakan apa saja yang dapat dilakukan
untuk menurunkan nyeri selain pemberian obat–obatan. Terdapat 5 jahitan pada
pangkal paha kanan, 3 jahitan pada patella dextra, dan 16 jahitan pada pedis dekstra.
Balutan luka pada luka tidak tampak rembesan

h. Keamanan
Klien mengeluh punggung terasa panas dan pegal. Suhu aksila klien 36,1 oC, tidak
terdapat luka tekan di punggung dan sakrum klien namun kulit punggung mulai
tampak kemerahan, skor Braden Scale 10 (risiko tinggi luka tekan) dan skor Fall
Morse Scale 55 (risiko tinggi jatuh).

Universitas Indonesia
i. Neurosensori
Ektremitas teraba hangat, CRT < 3 detik, Kekuatan otot pada ektremitas kanan
terpasang backslab Pain (Nyeri): Vas 6-7. Pulseless (Tidak ada pulsasi): pulsasi
arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis kanan tidak terkaji. Pallor (Pucat) :
terdapat perubahan warna pada area fraktur yaitu paha dan ankle kaki kanan,
eritema(-), edema/hematoma (+)edema/hematoma (+) pada paha dan ankle kaki
kanan. Parasthesias (rasa kesemutan, terbakar atau mati rasa) : sensasi rasa pada
paha sampai dengan cruris adekuat sedangkan pada jemari kaki kanan terasa baal.
Paralysis (kelumpuhan): plegi (-), parasathesia (-). Pressure (tekanan/ terasa tegang):
(-)

j. Fungsi Sosial
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan interaksinya bersama dengan teman
kuliah dan rekan kerja. Selama Klien dirawat beberapa orang teman dan rekan
kerjanya datang membesuk. Klien juga tidak memiliki masalah dengan interaksinya
bersama petugas kesehatan. Klien tergolong sangat kooperatif dalam setiap tindakan
medis maupun keperawatan.

k. Promosi ke Arah Normal


Kondisi Klien saat ini sangat mendukung untuk dilakukannya promosi kesehatan
terkait tatalaksana dan rencana perawatan pada tahap persiapan operasi, intra operasi
dan pasca operasi. Klien dan keluarganya termasuk well educated dengan
kemampuan belajar yang tinggi sehingga edukasi baik secara lisan, tulisan maupun
praktik sangat mudah diterima dan diaplikasikan

2.1.3 Terapy Farmakologi


Ceftriaxon 2 x 500mg (IV), ketorolac 3 x 30mg (IV), ranitidin 2 x 50mg (IV),
IVFD 500cc/24jam

Universitas Indonesia
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi (6/03/2020) Kesan : Close fracture shaft femur dextra dan open
fracture ankle dextra grade GA IIIA

Pemeriksaan Laboratorium
2.1 Hasil Laboratorium
Tanggal 06/03/2020
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb 11,1 (13,2 – 17,3 gr/dl)
Ht 32 (33 – 45 %)
Leukosit: 13.200 (5 – 10 ribu/ul)
Trombosit, 204.000 (150 – 440 ribu/ul)
Natrium 137 (136-- 145 mmol/L)
Kalium 3,92 (3,10 – 5,10 mmol/L)
Klorida 102 (95 – 108 mmol/L)
Golongan darah A Rhesus (+).
Tanggal 09/03/2020
Hb 8,5 (13,2 – 17,3 gr/dl)
Leukosit 15.000 (5 – 10 ribu/ul)
Trombosit 270.000 (150 – 440 ribu/ul)
Ureum 28 (15 – 40 mg/dl)
Kreatinin 0,7 (0,60 – 1,20 mg/dl)
eGFR 100,2 mL/min/1,73 m2 (68 –102)
Natrium 137 (136-- 145 mmol/L)
Kalium 3,92 (3,10 – 5,10 mmol/L)
Klorida 98 (95 – 108 mmol/L)
Albumin 3,6 (3,5– 5,0)
Ureum 28 (15 – 40 mg/dL)
Kreatinin 0,7 (0,60 – 1,20 mg/dl)
SGOT 26 (5 – 34 U/L)
SGPT 40 (0 – 55 U/L)
GDS 126 (<140 mg/dl)
APTT 30,6 (31 – 47 detik)
PT 9,6 (9,8 – 11,2 detik)

2.2 Analisis Data


2.2.1 Post Operasi Open Fraktur Ankle
Data Etiologi Problem
DS: Kehilangan Domain 11:
volume darah

Universitas Indonesia
Data Etiologi Problem
• Klien mengeluh lemas dan sedikit pusing akibat pendarahan kemanan/perlindungan
DO: masif pada open Kelas 2: cedera fisik
• Kesadaran kompos mentis fraktur Diagnosis: Resiko syok
• Hasil pemeriksaan Lab (09/03/2020) Hb (hipovolemik) 00205
8,5 sudah koreksi tranfusi PRC A+ 300cc
• TTV Klien
TD 110/70 mmHg
Nadi 85 x/menit.
Suhu: 36,1 oC,
RR: 20 x/menit,
Saturasi 97%.
• ektremitas teraba hangat, CRT < 3 detik
• EBL = 540ml s.d 1080ml
• Balance cairan -200ml
• Post op debridemen fraktur angkle
DS: Agen cidera fisik Domain 12: Kenyamanan
Klien mengeluhkam; Kelas 1: kenyamanan
• P: nyeri pada kaki kanan bertambah fisik
apabila digerakkan dan berubah posisi Diagnosis: Nyeri akut
• Q: Kualitas nyeri seperti berdenyut 00132
dengan intensitas nyeri konstan dan terus
menerus
• R: Nyeri terlokalisir di sekita area
operasi
• S: VAS 6 – 7
• T: Nyeri terjadi sepanjang hari
DO:
• Klien tampak mengerutkan wajah
menahan nyeri saat akan menggerakkan
badannya
• Klien post debridement dan orif wirering

Universitas Indonesia
Data Etiologi Problem
+ screw H+2
• Terdapat 5 jahitan pada pangkal paha
kanan, jahitan dapa patela dextra, 16
jahitan pada pedis dextra
• TTV Klien TD 110/70 mmHg dan Nadi
85 x/menit
DS: Penurunan suplai Domain 11:
• Klien mengatakan jemari kaki kanannya darah kejaringan Keamanan/perlindungan
terasa baal, tidak terasa apa-apa Kelas 2: Cedera fisik
DO: Diagnosis: Resiko
• Terdapat perubahan warna pada area disfungsi neurovaskular
fraktur yaitu paha dan ankle kaki kanan, perifer 00086
eritema(-), edema/hematoma (+) pada
paha dan ankle kaki kanan
• ektremitas teraba hangat, CRT < 3 detik,
• pulsasi arteri tibialis posterior dan
dorsalis pedis kanan tidak terkaji
• sensasi rasa pada paha sampai dengan
cruris adekuat sedangkan pada jemari
kaki kanan terasa baal

DS: Prosedur Invasif; Domain 11:


• Klien mengatakan bahwa sudah hari tipe prosedur kemanan/perlindungan
kedua setelah operasi bedah (luka post kelas 1: Infeksi
DO: operasi, agen Diagnosis: Resiko
• Terdapat 5 jahitan pada pangkal paha cidera fisik, luka Infeksi area
kanan, jahitan dapa patela dextra, 16 terkontaminasi) pembedahan
jahitan pedis dextra, tidak tampak 00266
rembesan pada luka
• Klien post debridemen H+2
• Klien terpasang K-wire dan screw pada

Universitas Indonesia
Data Etiologi Problem
angkle
• Hasil pemeriksaan Lab (09/03/2020)
Leukosit 15.000
Hb 8,5
DS: Kerusakan rangka Domain 4: aktivitas /
• Klien mengatakan kesulitan untuk neuromuskuar, istirahat
melakukan mobilisasi mandiri di atas nyeri terapi Kelas 2:
tempat tidur karena rasa nyeri sehingga restriktif aktivitas/olahraga
membutuhkan bantuan keluarga atau (imobilisasi) Diagnosis: Hambatan
perawat mobilitas fisik
• Klien mengatakan takut bila terlalu
banyak bergerak maka luka jahitan
operasi terbuka
• Klien mengeluh mengeluh punggung
terasa panas dan pegal
• Klien mengatakan aktivitas dihabiskan di
tempat tidur
DO:
• Klien post operasi hari ke-2
• Aktivitas Klien dibantu total untuk
mandi, mobilisasi, berpakaian, toileting,
dan berhias
• Skor Katz Index 2 (ketergantungan
parsial)
• Kekuatan otot pada kaki yang sakit
terpasang backslab tidak dapat dikaji
• Tidak terdapat luka tekan di punggung
dan sakrum Klien namun kulit punggung
mulai tampak kemerahan (grade 1)
• Gerakan sendi panggul kanan sangat
minimal, gerakan sendi lutut kaki kanan

Universitas Indonesia
Data Etiologi Problem
tidak dapat dilakukan, dan sendi ankle
tidak bisa digerakkan
• skor Braden Scale 10 (risiko tinggi luka
tekan) dan skor Fall Morse Scale 55
(risiko tinggi jatuh).

2.2.2 Pre Operasi Close Fraktur Femur


Data Etiologi Problem
DS: Kehilangan Domain 11:
• Klien mengeluh lemas dan sedikit pusing volume darah kemanan/perlindungan
DO: akibat fraktur Kelas 2: cedera fisik
• Kesadaran kompos mentis pada tulang femur Diagnosis: Resiko syok
• Hasil pemeriksaan Lab (09/03/2020) Hb (hipovolemik) 00205
8,5 sudah koreksi tranfusi PRC A+ 300cc
• TTV Klien
TD 110/70 mmHg
Nadi 85 x/menit.
Suhu: 36,1 oC,
RR: 20 x/menit,
Saturasi 97%.
• ektremitas teraba hangat, CRT < 3 detik
• EBL = 540ml s.d 1080ml
• Balance cairan -200ml
• Terdapat fraktur femur tertutup, rencana
operasi tgl 12/03/2020

Universitas Indonesia
Data Etiologi Problem
DS: Agen cidera fisik Domain 12: Kenyamanan
Klien mengeluhkam; Kelas 1: kenyamanan
• P: nyeri pada kaki kanan bertambah fisik
apabila digerakkan dan merubah posisi Diagnosis: Nyeri akut
• Q: Kualitas nyeri seperti berdenyut 00132
dengan intensitas nyeri konstan dan terus
menerus
• R: Nyeri terlokalisir di sekita area
operasi dan menyebar hampir ke seluruh
area kaki kanan
• S: VAS 6 – 7
• T: Nyeri terjadi sepanjang hari
DO:
• Klien tampak mengerutkan wajah
menahan nyeri saat akan menggerakkan
badannya
• Terpasang backslap
• Rencana operasi Orif tgl 12-03-2020
• TTV Klien TD 110/70 mmHg dan Nadi
85 x/menit
DS: Kerusakan rangka Domain 4: aktivitas /
• Klien mengatakan kesulitan untuk neuromuskuar, istirahat
melakukan mobilisasi mandiri di atas nyeri terapi Kelas 2:
tempat tidur karena rasa nyeri sehingga restriktif aktivitas/olahraga
membutuhkan bantuan keluarga atau (imobilisasi) Diagnosis: Hambatan
perawat mobilitas fisik
• Klien mengatakan takut bila terlalu
banyak bergerak maka luka jahitan
operasi terbuka
• Klien mengeluh mengeluh punggung

Universitas Indonesia
Data Etiologi Problem
terasa panas dan pegal
• Klien mengatakan aktivitas dihabiskan di
tempat tidur
DO:
• Klien terpasang backslap
• Aktivitas Klien dibantu total untuk
mandi, mobilisasi, berpakaian, toileting,
dan berhias
• Skor Katz Index 2 (ketergantungan
parsial)
• Kekuatan otot pada kaki yang sakit
terpasang backslab tidak dapat dikaji
• Tidak terdapat luka tekan di punggung
dan sakrum Klien namun kulit punggung
mulai tampak kemerahan (grade 1)
• Gerakan sendi panggul kanan sangat
minimal, gerakan sendi lutut kaki kanan
tidak dapat dilakukan, dan sendi ankle
tidak bisa digerakkan
• skor Braden Scale 10 (risiko tinggi luka
tekan) dan skor Fall Morse Scale 55
(risiko tinggi jatuh).

2.3 Diagnosis Keperawatan


2.3.1 Post Operasi Open Fraktur Ankle
a. Resiko syok d.d penurunan hb
b. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
c. Resiko disfungsi neurovaskular periferd.d jari kaki terasa baal, pulsasi
arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis kanan tidak terkaji

Universitas Indonesia
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Resiko infeksi area pembedahan d.d leukosit meningkat

2.3.2 Pre Operasi Fraktur Femur


a. Resiko syok d.d penurunan hb
b. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
c. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, terapi
restriktif (imobilisasi)

2.4 Rencana Intervensi Keperawatan


2.4.1 Post Operasi Open Fraktur Ankle
Diagnosis NOC NIC
Keperawatan
Resiko Syok d.d Tujuan: Manajemen syok (4250)
penurunan hb Setelah dilakukan Pencegahan syok (4260)
tindakan keperawatan Mandiri
selama 1x24 jam • Posisikan Klien untuk mendapatkan
kebutuhan volume darah perfusi yang optimal
terpenuhi, ditandai dengan • Pasang dan pertahankan akses vena
- TTV dalam batas besar
normal • Monitor status sirkulasi TD,HR,ritme
- Hasil Lab Hb,Ht Agd
jantung, warna kulit, suhu kulit,
dalam batas normal
kesadaran
- Tidak adanya tanda-
• Monitor status cairan, input output
tanda syok
• Monitor hasil lab Hb,Ht,AGD
Kolaborasi
• Kolaborasii pemberian cairan IV
kristaloid dan koloid sesuai
kebutuhan
• Kolaborasi pemberian tranfusi

Universitas Indonesia
Diagnosis NOC NIC
Keperawatan
PRC,FFP, Platelet sesuai kebutuhan
• Kolaborasi untuk pengcekan fungsi
renal
Edukasi
Ajarkan keluarga dan Klien tanda dan
gejala datangnya syok
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri (1400)
agen cidera fisik tindakan keperawatan Pemberian analgesic (2210)
selama 3x24 jam, nyeri Mandiri
berkurang ditandai dengan ● Lakukan pengkajian nyeri secara
- Melaporkan nyeri komprehensif termasuk lokasi,
berkurang atau akrakteristik, durasi,frekuensi,
terkontrol kualitas dan faktor presipitasi
- Menyatakan rasa ● Eksplorasi bersama klien faktor yang
nyaman setelah nyeri dapat menambah atau mengurangi
berkurang nyeri.
- Tanda-tanda vital ● Monitor tanda tanda vital Klien
klien dalam rentang Edukasi
normal ● Ajarkan manajemen nyeri
- Klien dapat nonfarmakologis relaksasi nafas

mendemonstrasikan dalam bagi klien

kemanpuan Kolaborasi

mengontrol nyeri non ● Kolaborasi pemberian analgetik

farmakologi untuk mengurangi nyeri

Resiko disfungsi Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi; insufisiensi


neurovaskular tindakan keperawatan arteri (4062)
perifer d.d jari selama 3x24 jam tidak Mandiri
kaki terasa baal, terjadi disfungsi • Kaji secara komprehensif ( sirkulasi
pulsasi arteri neurovaskular perifer, perifer nadi,edema,kapilary refil,

Universitas Indonesia
Diagnosis NOC NIC
Keperawatan
tibialis posterior ditandai dengan warna, temperature
dan dorsalis pedis - Terabanya pulsasi di ektremitas)bandingkan dengan
kanan tidak area distal (dorsalis ektremitas yang tidak cidera
terkaji pedis) • Ubah posisi minimal tiap 2 jam
- Merasakan sensasi • Monitor tanda-tanda vital
normal • Monitor suhu,warna, dan kelembaban
- Tanda-tanda vital
dalam batas normal
- Kulit cedera dan bagian
distal sampai akral
teraba hangat
Hambatan Setelah dilakukan Bantuan Perawatan diri ADL (1805)
Mobilitas Fisikb.d tindakan 3x24 jam Pengaturan posisi (0840)
kerusakan rangka keperawatan Mandiri
neuromuskular, - Klien meningkat  Mengidentifikasi hal-hal yang dapat
terapi restriktif dalam aktivitas fisik membahayakan pasien di
(imobilisasi) - Kontraksi kekuatan lingkungan
otot tidak terganggu  Memposisikan kesejajaran tubuh
- Tidak terjadi yang sesuai untuk mencegah cidera
kontraktur  Kaji kemampuan klien dalam
- Tidak terjadi cidera mobilisasi
 Latih klien dalam pemenuhan ADL
secara mandiri sesuai kemampuan
 Tempatkan barang dalam jangkauan
pasien
 Tempatkan bel dalam jangkauan
 Beri pengaman pada tempat tidur
klien
Edukasi
 Berikan informasi kepada klien

Universitas Indonesia
Diagnosis NOC NIC
Keperawatan
aktivitas yang masih bisa dilakukan
ditempat tidur
Kolaborasi
 kolaborasi latihan rom aktif pada
daerah tubuh yang sehat
 kolaborasi penggunaan latihan
isometrik, dimulai dengan anggota
badan yang tidak terpengaruh
Resiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol Infeksi (6540)
area pembedahan tindakan keperawatan Perawatan luka (3660)
d.d leukosit 3x24 jam tidak terjadi Mandiri
meningkat infeksi pada area • Pertahankan teknik aseptif
pembedahan • Cuci tangan setiap sebelum dan
Ditandai dengan sesudah melakukan tindakan
- Tidak ada tanda dan keperawatan
gejala infeksi • Monitor keadaan luka/insisi bedah
- Jumlah leukosit dalam • Pastikan teknik perawatan luka yang
batas normal tepat
- Mendeskripsikan • Periksa luka setiap kali perubahan
proses penularan balutan
penyakit, faktor yang • Monitor peningkatan suhu tubuh
mempengaruhi • Anjurkan Klien untuk meminum
penularan serta antibiotic sesui yang diresepkan
penatalaksanaanya Edukasi
• Ajarkan klien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
Kolaborasi
• Kolaborasi dalam pemberian
antibiotic
• Kolaborasi pemberian nutrisi

Universitas Indonesia
2.4.2 Pre Operasi Fraktur Femur
Diagnosis NOC NIC
Keperawatan
Resiko Syok d.d Tujuan: Manajemen syok (4250)
penurunan hb Setelah dilakukan Pencegahan syok (4260)
tindakan keperawatan Mandiri
selama 1x24 jam • Posisikan Klien untuk mendapatkan
kebutuhan volume darah perfusi yang optimal
terpenuhi, ditandai dengan • Pasang dan pertahankan akses vena
- TTV dalam batas besar
normal • Monitor status sirkulasi TD,HR,ritme
- Hasil Lab Hb,Ht Agd
jantung, warna kulit, suhu kulit,
dalam batas normal
kesadaran
- Tidak adanya tanda-
• Monitor status cairan, input output
tanda syok
• Monitor hasil lab Hb,Ht,AGD
Kolaborasi
• Kolaborasii pemberian cairan IV
kristaloid dan koloid sesuai
kebutuhan
• Kolaborasi pemberian tranfusi
PRC,FFP, Platelet sesuai kebutuhan
• Kolaborasi untuk pengcekan fungsi
renal
Edukasi
Ajarkan keluarga dan Klien tanda dan
gejala datangnya syok

Universitas Indonesia
Diagnosis NOC NIC
Keperawatan
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri (1400)
agen cidera fisik tindakan keperawatan Pemberian analgesic (2210)
selama 3x24 jam, nyeri Mandiri
berkurang ditandai dengan ● Lakukan pengkajian nyeri secara
- Melaporkan nyeri komprehensif termasuk lokasi,
berkurang atau akrakteristik, durasi,frekuensi,
terkontrol kualitas dan faktor presipitasi
- Menyatakan rasa ● Eksplorasi bersama klien faktor yang
nyaman setelah nyeri dapat menambah atau mengurangi
berkurang nyeri.
- Tanda-tanda vital ● Monitor tanda tanda vital Klien
klien dalam rentang Edukasi
normal ● Ajarkan manajemen nyeri
- Klien dapat nonfarmakologis relaksasi nafas

mendemonstrasikan dalam bagi klien

kemanpuan Kolaborasi

mengontrol nyeri non ● Kolaborasi pemberian analgetik

farmakologi untuk mengurangi nyeri

Hambatan Setelah dilakukan Bantuan Perawatan diri ADL (1805)


Mobilitas Fisikb.d tindakan 3x24 jam Pengaturan posisi (0840)
kerusakan rangka keperawatan Mandiri
neuromuskular, - Klien meningkat  Mengidentifikasi hal-hal yang dapat
terapi restriktif dalam aktivitas fisik membahayakan pasien di
(imobilisasi) - Kontraksi kekuatan lingkungan
otot tidak terganggu  Memposisikan kesejajaran tubuh
- Tidak terjadi yang sesuai untuk mencegah cidera
kontraktur  Kaji kemampuan klien dalam
- Tidak terjadi cidera mobilisasi
 Latih klien dalam pemenuhan ADL

Universitas Indonesia
Diagnosis NOC NIC
Keperawatan
secara mandiri sesuai kemampuan
 Tempatkan barang dalam jangkauan
pasien
 Tempatkan bel dalam jangkauan
 Beri pengaman pada tempat tidur
klien
Edukasi
 Berikan informasi kepada klien
aktivitas yang masih bisa dilakukan
ditempat tidur
Kolaborasi
 kolaborasi latihan rom aktif pada
daerah tubuh yang sehat
 kolaborasi penggunaan latihan
isometrik, dimulai dengan anggota
badan yang tidak terpengaruh

Universitas Indonesia
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Analisis asuhan keperawatan dengan konsep terkait


3.1.1 Analisis data klien
Meningkatnya aktivitas masyarakat berdampak pada kebutuhan transportasi yang
didominasi oleh pengguna kendaraan sepeda motor karena dianggap lebih ringkas dan
fleksibel terhadap kepadatan berlalu lintas. Menurut kemenkes (2018) cidera akibat lalu
lintas pada sepeda motor sangat tinggi nilainya dibandingkan pengguna alat transportasi
lain. Fraktur pada ektremitas bawah terutama pada kasus fraktur femur paling sering
terjadi yaitu sebesar 39% dbandingkan fraktur di bagian ektremitas bawah lainnya
(Desiartama & Aryana, 2017).

Klien mengalami kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor saat pulang dari kerja
dalam kondisi mengantuk. WHO menyatakan negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah masih cenderung mengabaikan sistem lalu lintas dan strategi dalam
berkeselamatan.Klien menabrak pembatas jalan dengan posisi motor menimpa kaki
kanan klien. Fraktur terjadi dikarenakan adanya tekanan yang diberikan pada tulang
semakin besar maka toleransi tulang terhadap tekanan semakin rendah (Andrew,
Harellson, & Wilk, 2012). Saat kejadian klien ditemukan warga masih dalam keadaan
sadar penuh, terdapat luka terbuka dikaki kanan dan sulit digerakkan. Klien kemudian
dilarikan ke IGD RSCM karena dekat dengan lokasi kejadian. Hasil rontgen
menunjukkan klien mengalami close fraktur shaft femur dan open fracture ankle dextra
grade IIIA. Kemudian tanggal 7 Maret 2020 klien menjalani debridement dan orif ankle
(k-wire dan screw). Selanjutnya setelah klien stabil direncanakan untuk tindakan Orif
shaft femur dextra pada tanggal 12 Maret 2020. Pada tahap ini klien sudah melalui
proses rekognisi yaitu pemeriksaan awal sampai diagnose bahwa kllien mengalami
fraktur di IGD RSCM. Klien juga sudah melalui tahapan penatalaksanaan pada fase
reduksi yaitu dengan pemasangan backslab pada femur dan fase reposisi pada
pemasangan k-wire dan screw pada fraktur ankle dextra.

Universitas Indonesia
Trauma secara fisik agar tidak menimbulkan kerusakan lebih parah perlu ditangani
dengan segera. Dilihat dari dampak kecelakaan tidak hanya menimbulkan kerugian pada
kesehatan, tetapi mengharuskan klien menjalani perawatan yang panjang sehingga
individu tidak bisa bekerja produktif kembali.

3.1.2 Analisis kasus terkait konsep


Berdasarkan analisis yang terjadi pada kasus, timbul beberapa masalah keperawatan
terkait dengan kondisi fraktur klien. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang menimpa.
Pada klien ini penegakan masalah keperawatan berdasarkan berdasarkan pengkajian,
data pemeriksaan fisik dan data pemeriksaan penunjang. Hasil pengkajian didapatkan
Tn RRA (26 tahun) mengendarai motor dengan kondisi mengantuk. Klien dibawa ke
IGD RSCM karena mengalami fraktur pada shaft femur dextra dan open fraktur angle
dextra grade IIIa. Tanggal 7 Maret 2020 pukul 09.00 WIB, pasien menjalani
debridement dan ORIF ankle (K-wire dan screw). Selanjutnya pasien direncanakan
untuk tindakan ORIF shaft femur dextra yang direncanakan pada tanggal 12 Maret
2020. Tanggal 9 maret 2020 Kondisi pasien saat dikaji, meliputi Tanda–Tanda Vital
(TTV) TD: 110/70 mmHg, Suhu: 36,1 oC, RR: 20 x/menit, Nadi 85 x/menit, Saturasi
97% dengan room air. Pada pemeriksaan fisik fraktur didapatkan Look : pasien
terpasang backslap pada kaki kanan. Terdapat perubahan warna pada area fraktur yaitu
paha dan ankle kaki kanan, eritema(-), edema/hematoma (+) pada paha dan ankle kaki
kanan, terdapat luka jahitan pada ankle dan luka tidak tampak rembesan, shorthening ±
2 cm. Feel : terdapat nyeri tekan dan krepitasi pada daerah paha, ektremitas teraba
hangat, CRT < 3 detik, pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis kanan tidak
terkaji, sensasi rasa pada paha sampai dengan cruris adekuat sedangkan pada jemari
kaki kanan terasa baal, palor (-), spasme otot (-) Move: terdapat ketidakmampuan dalam
menggerakkan (fleksi-ektensi) lutut kaki kanan, pergerakan sendi ankle tidak dapat
dilakukan dan pergerakan jemari kaki kanan sangat minimal, plegi (-), parasathesia (-).
Power: ektremitas kanan bawah terpasang backslab. Pada foto rontgen tampak garis
fraktur complit di shaft femur kanan.

Universitas Indonesia
3.1.2.1 Analisis Kasus Post Operasi Debridemen + Wire Screw Open Fraktur
Ankle
Hasil dari data pengkajian dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan yang
Utama pada kondisi klien post operasi debridement + Orif wire and screw yaitu resiko
syok. Masalah resiko syok diangkat karena klien sehabis operasi debridemen dalam
penanganan perdarahan masif pada kondisi fraktur terbuka disebabkan oleh cideranya
pembuluh darah sekitar fraktur. Tulang merupakan organ yang sangat vaskuler maka
dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar sebagai akibat dari trauma Black, J
M & Hawks, J H. (2014).

Diagnosis yang kedua diangkat oleh penulis adalah nyeri akut. Nyeri yang dirasakan
klien semenjak klien terjatuh hingga setelah dilakukan tindakan operasi debridemen dan
orif pada angkle merupakan nyeri akut yang muncul akibat trauma, terputus kontinuitas
jaringan, pembuluh darah, otot serta tulang. Masalah ini penting untuk diangkat karena
persepsi nyeri yang dialami klien membuat klien takut untuk menggerakkan tubuh yang
lain (Smeltzer et al., 2010). Menurut ERAS kondisi ini menjadi perhatian perawat
karena nyeri bagi klien dengan fraktur mengurangi kemauan klien untuk mengambil
latihan rehabilitasi awal sehingga dapat menurunkan fungsi sendi dan juga
memperpanjang hari rawat (Kang et al., 2019). Perawat harus mampu membantu klien
untuk mengatasi persepsi nyeri, sehingga klien mau untuk melakukan kegiatan-kegiatan
lain yang dapat membantu proses penyembuhan.

Masalah keperawatan yang selanjutnya diangkat adalah resiko disfungsi neurovaskular


perifer yang menyebabkan klien merasa baal pada jari-jari kakinya dan juga pulsasi
arteri ditibia dan dorsalis pedis tidak tekaji. Penulis merasa perlu untuk mengangkat
masalah keperawatan ini karena jika tidak diatasi dengan segera dapat menimbulkan
komplikasi. Jika pembengkakan tidak terkontrol dapat menimbulkan peningkatan
tekanan pada jaringan yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan otot serta terganggu hingga rusaknya serabut saraf yang
menyebabkan parastesia pada tubuh yang cidera, jika tidak segera tertangani dapat
menimbulkan kompartemen sindrom (Brunner & Suddarth, 2010). Pada pasien dengan
fraktur kondisi ini menjadi perhatian penting karena rentan terhadap gangguan sirkulasi
dan sensasi serta gerakan-gerakan ektremitas yang tidak diharuskan dapat menambah

Universitas Indonesia
kondisi cidera pada pasien fraktur (Hermand & Kamitsuru, 2017). Pemantauan kondisi
kulit, saraf, efektivitas aliran darah, tanda-tanda vital perlu dilakukan pada area
ekremitas yang cidera dan ektremitas yang normal untuk mengetahui ada atau tidaknya
ketidaksamaan kondisi yang tidak sama yang dapat mengganggu kesehatan dan
menimbulkan disabilitas.

Diagnosis yang keempat diangkat oleh penulis untuk kondisi post operasi ankle adalah
hambatan mobilitas fisik. Diagnosis ini perlu ditegakkan pada kasus yang terjadi pada
klien untuk mempercepat proses pemulihan sirkulasi darah pada area fraktur yang telah
dilakukan tindakan reduksi. Kondisi ini juga menjadi perhatian untuk mencegah
kekakuan sendi, kontraktur dan disabilitas.Dilihat dari persepsi nyeri yang dirasakan
klien membuat klien enggan untuk menggerakkan tubuh yang lain sehingga
menyebabkan kemerahan dan perasaan pegal serta panas pada punggung klien. Manfaat
diangkatnya diagnosis ini adalah untuk memantau agar tidak terjadinya cidera lebih
lanjut pada integritas kulit akibat dari penojolan tulang yang seharusnya tidak timbul
karena klien masih dapat beraktifitas minimal di tempat tidur tanpa menggerakkan
bagian yang terkena fraktur.Komplikasi dapat ditimbulkan sebagai akibat dari
pengelolaan yang tidak tepat pada kondisi fraktur merupakan prioritas dalam mencegah
terjadinya komplikasi untuk meningkatkan penyembuhan jaringan yang trauma
(Smeltzer et al., 2010). Fraktur dapat menyebabkan kecacatan, morbiditas yang lama
apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik.

Masalah keperawatan yang kelima diangkat adalah resiko infeksi area pembedahan.
Diagnosis ini juga penting untuk ditegakkan untuk meningkatkan pemantauan agar
tidak terjadinya infeksi pada area infeksi yang berkaitan dengan luka terkontaminasi
pada fraktur, luka post operasi dan tipe prosedur operasi. Pada fraktur terbuka terjadinya
kerusakan jaringan lunak memungkinkan terjadinya infeksi akibat dari terkontaminasi
oleh udara luar. Infeksi perlu menjadi perhatian karena dapat mempengaruhi
penyembuhan tulang selain nutrisi, umur, keadaan umum klien lainnya.

3.1.2.2 Analisis Kasus Pre Operasi Close Fraktur Femur


Berdasarkan dari data-data pengkajian dapat diambil kesimpulan tentang masalah
keperawatan pada kondisi pre operasi close fraktur femur yang menjadi prioritas adalah

Universitas Indonesia
resiko syok. Diagnosa tersebut sangat penting untuk diangkat terkait data-data hasil
pengkajian dari kondisi klien. Melihat kondisi fraktur yang dialami klien yang
merupakan multiple fraktur, perawat perlu mengidentifikasi agar tidak terjadi syok pada
klien. Estimasi kehilangan darah pada fraktur femur kurang lebih 1000 ml. Fraktur
dapat menyebabkan klien kehilangan banyak darah, fragmen tulang dapat merobek
pembuluh darah. Perdarahan bedah atau tersembunyi dapat menyebabkan syok (Black
&Hawks,2014).

Diagnosis kedua yang diangkat oleh penulis adalah nyeri akut. Jika klien secara
neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur. Hal ini terjadi karena
adanya spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur
sekitarnya. Kebutuhan terhadap terbebasnya dari rasa nyeri merupakan suatu kebutuhan
dasar yang merupakan dari tujuan diberikannya suatu asuhan keperawatan kepada klien.
Berkurangnya rasa nyeri dan kepuasan pasien dalam perawatan sering digunakan untuk
mengukur hasil manajemen nyeri.(Chou et al., 2020).

Diagnosis selanjutnya yang diangkat oleh penulis berdasarkan hasil pengkajian adalah
hambatan mobilitas fisik.. Pada konsisi klien dengan close fraktur yang terpasang
backslab mengharuskan klien untuk imobilisasi untuk mencegah terjadinya cidera
karena kondisi fraktur yang belum direduksi menunggu perbaikan keadaan klien. Selain
kondisi tersebut, keluhan nyeri yang dirasakan oleh klien juga dapat menjadi penyebab
hambatan mobilitas fisik pada keadaan ektremitas yang sehat.Dilihat dari persepsi nyeri
yang dirasakan klien membuat klien enggan untuk menggerakkan tubuh yang lain
sehingga menyebabkan kemerahan dan perasaan pegal serta panas pada punggung klien.
Manfaat diangkatnya diagnosis ini adalah untuk memantau agar tidak terjadinya cidera
lebih lanjut pada integritas kulit akibat dari penojolan tulang yang seharusnya tidak
timbul karena klien masih dapat beraktifitas minimal di tempat tidur tanpa
menggerakkan bagian yang terkena fraktur.

Universitas Indonesia
3.2 Analisis penerapan intervensi
Tabel 3.1 Literatur Review
Study Design, Sample,
Author and Outcome of Analysis
No Variable. Instrument, Summary of Result
Years Factors Source
Analysis
1 Philippe Judul : Respiratory Menilai ambang heat Pernafasan dalam dan lambat Oxford
Chalaye, Effects on pain dan toleransi memiliki efek analgesic dan Academic
MSc , Philip Experimental Heat nyeri terhadap meningkatkan aktivitas vagal
pe Goffaux, Pain and Cardiac pernafasan dan jantung.
PhD , Sylvie Activity distraksi Toleransi nyeri lebih tinggi
Lafrenaye, Metode: Study pada pernafasan lambat dan
MD, experiment dalam
MSc , Serge Analysis: Friedman test
Marchand, Variable:
PhD Membandingkan
(2009) respirasi yang diberi
stimulus hear pain pada
dewasa sehat
Sample: 20 orang
dewasa yang sehat.
(11 pria, 9 wanita, usia
rata-rata = 25,1 tahun,
standar deviasi [SD] =
5,6 tahun) direkrut
untuk penelitian
ini. Tidak ada yang
menderita sakit kronis,
jantung, atau masalah
pernapasan.
2 Stacy A. Judul: Comparison of Menilai efektifitas Penelitian ini mendukung Oxford
Friesner , two pain-management latihan relaksasi penggunaan latihan relaksasi Academic
Donna Miles strategies during chest pernafasan pada pernapasan dalam yang lambat
Curry , tube removal: pasien yang telah sebagai tambahan untuk
Gail R. Relaxation exercise menjalani cangkok by penggunaan opioid untuk
Moddeman with opioids and pass arteri sebelum manajemen nyeri selama CTR
(2006) opioids alone melepas chest tube di antara pasien yang telah
Metode: A two-group selain pemberian menjalani operasi bypass
quasi-experimental opioid yang biasa koroner.
pretest/posttest design diberikan Menghasilkan perbedaan yang
Variabel: latihan signifikan dalam peringkat
pernafasan lambat, post nyeri segera setelah CTR dan
operasi bypass arteri 15 menit setelah CTR untuk
sebelum pelepasan kelompok yang menerima
chest tube latihan relaksasi sebagai
Sampel: 40 orang tambahan analgesik opioid
dewasa yang telah
menjalani operasi
cangkok bypass arteri
koroner dan memenuhi
semua kriteria inklusi
direkrut sebelum CTR.
Skala Analog Visual
vertikal 10 cm
digunakan untuk
mengukur rasa sakit 

Universitas Indonesia
Study Design, Sample,
Author and Outcome of Analysis
No Variable. Instrument, Summary of Result
Years Factors Source
Analysis
3 Kalee L. Judul : Effect of Deep Menilai efektifitas Enam minggu DSB tidak Scopus,
Larsen, Slow Breathing on pernafasan dalam secara signifikan mengubah NCBI
Lorrie Pain-Related Variables untuk mengurangi variabel terkait nyeri pada
R.Brilla, in Osteoarthritis nyeri pada pasien subjek dengan nyeri sendi
Wren L. Metode: eksperimental osteoarthritis yang ekstremitas bawah. Namun,
McLaughlin, pretest-posttest telah diberikan kedua kelompok pelatihan dan
and Ying Li Analysis: Anova latihan pernafasan kontrol mengalami penurunan
(2019) Variable: nyeri selama enam minggu yang signifikan dalam rasa
osteoarthritis, efek sakit dan peningkatan yang
pernafasan dalam dan signifikan dalam fungsi fisik
lambat selama penelitian. Perubahan
Sampel: 20 subjek dalam rasa sakit dan fungsi
(pelatihan = 10, control fisik tampaknya merupakan
= 10) hasil dari dukungan sosial
yang diterima oleh subjek
dengan berpartisipasi dalam
penelitian ini
4 Ju, W., Ren, Judul: Efficacy of Menilai efektifitas Teknik relaksasi efektif untuk NCBI
L., Chen, J., relaxation therapy as teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri pasca bedah
& Du,Y an effective nursing mengurangi nyeri abdomen. Teknik relaksasi
(2019) intervention for pada klien pasca yang dapat digunakan seperti
post-operative pain operasi abdomen jaw relaxation, teknik
relief in patients relaksasi benson, relaksasi
undergoing abdominal otot progresif (PMR) dan
surgery: A systematic systematic relaxation.
review and
meta-analysisDesain :
Sistematik review dan
meta analisis
Sampel : 12 study di
review dan 7 meta
analisis
Variabel : Teknik
relaksasi, post operasi
abdomen
5 Apri Sunadi Judul: The effect of Mengukur intensitas Ada efek latihan pernapasan Scopus,
ErlinI fadah deep breathing nyeri dalam untuk mengurangi nyeri Elsevier
Miftah Nur relaxation to reduce menggunakan Numer pasca operasi pada fraktur
Okta post operative pain in ical Rating ekstremitas bawah Relaksasi
Syarif lower limb fracture Scale (NRS) terhadap pernapasan dalam
(2020) Metode: quasi efektifitas latihan direkomendasikan dan
experiment pernafasan dalam disarankan intervensi untuk
Variabel: pernafasan pada pasien fraktur mengurangi nyeri pasca
dalam, analgetik ektremitas bawah operasi pada fraktur
Sampel: 16 setelah 4 jam ekstremitas bawah
pemberian analgesik
6 Ah. Yusuf , Judul: The effect of Menilai efektifitas Terapi latihan pernapasan EurAsian
Miranti combination of kombinasi latihan dalam spiritual telah terbukti Journal of
Florencia spiritual deep breathing pernapasan dalam efektif dalam mengurangi Bio Sciences
Iswari, exercise therapy on dan terapi spiritual tingkat rasa sakit dan
Sriyono pain and anxiety in pada tingkat nyeri kecemasan pada pasien pasca
Sriyono , postoperative pada pasien post bedah ortopedi sehingga dapat
Esti nonpatological operasi fraktur direkomendasikan sebagai

Universitas Indonesia
Study Design, Sample,
Author and Outcome of Analysis
No Variable. Instrument, Summary of Result
Years Factors Source
Analysis
Yunitasari orthopedic fracture pilihan terapi pelengkap dalam
(2020) patients pengelolaan nyeri pasca
Metode: Kuasi operasi yang murah, mudah,
eksperimen dan aman.
Analysis: Wilcoxon
test dan Mann-Whitney
test
Sampel: Pasien pasca
bedah orthopedic
dengan patah non
patologis
Variable: post operasi
orthopedic, kombinasi
relaksasi nafas dalam
dengan terapi spiritual
Sample =28 org
Teknik sampling
digunakan untuk
pengambilan sample
yang disengaja

7 Volker Judul: The Effect of Menyelidiki dua Deteksi rata-rata dan ambang Oxford
Busch, MD, Deep and Slow teknik slow deep nyerimenunjukkan Academic
Walter Breathing on Pain breathing yang peningkatan yang signifikan
Magerl,MD, Perception, Autonomic berbeda pada tingkat dari subjek yang rileks dan
Uwe Kern, Activity, and Mood respirasi dan santai selama penelitian tanpa
MD, Processing kedalaman yang sama panduan, sedangkan tidak ada
Joachim Metode: Studi pada persepsi nyeri, perubahan signifikan dari
Haas, MD, eksperimental aktivitas otonom, ambang yang ditemukan pada
Goran Analisis: Pearson Susana hati pada subjek yang bernafas dengan
Hajak, MD, Sampel : 16 orang subjek sehat panduan.
Peter siswa muda sehat Bahwa cara bernafas
Eichhammer Variabel : pernapasan, mempengaruhi proses otonom
, MD relaksasi, suasana hati, dan nyeri. Berdasarkan desain
(2012) nyeri penelitian mengidentifikasi
relaksasi nadas dalam sebagai
fitur penting dalam modulasi
respon simpatik dan persepsi
nyeri. Temuan tentang
penurunan aktivitas simpatik
bersaaam dengan penurunan
persepsi nyeri pada ketiga
mikrosiklus menunjukkan
bahwa intervensi relaksasi
nafas dalam mudah dipelajari
dan dapat memfasilitasi
pengaruh penghambatan pada
pemprosesan nyeri. Hasil
penelitian menujukkan bahwa
cara bernafas mempengaruhi
proses otonom dan nyeri.
Dengan demikian
mengidentifikassi relaksasi
nafas dalam sebagai fitur

Universitas Indonesia
Study Design, Sample,
Author and Outcome of Analysis
No Variable. Instrument, Summary of Result
Years Factors Source
Analysis
penting dalam modulasi
respon simpatik dan persepsi
nyeri
8 Alex J Judul: The effects of Studi ini meneliti Dibandingkan dengan NCBI
Zautra, slow breathing on apakah tingkat pernapasan normal,
Robert affective responses to pernapasan pernapasan lambat
Fasman, pain stimuli mempengaruhi nyeri mengurangi peringkat
Mary C Metode: Studi dan emosi yang intensitas nyeri dan
Davis, eksperimen dilaporkan sendiri ketidaknyamanan, khususnya
Arthur D Sampel : 52 setelah rangsangan untuk rangsangan termal yang
Bud Craig Variabel : pernapasan, nyeri termal pada agak sakit dibandingkan
(2010) nyeri termal, neri, wanita dengan sedang. Efek pernapasan
emosi sindrom fibromyalgia lambat pada peringkat nyeri
atau wanita kontrol kurang dapat diandalkan untuk
yang sehat sesuai usia pasien Fibromyalgia (FM)
daripada subjek control yang
sehat (HCs). Pernapasan
lambat versus normal
menurunkan peringkat
pengaruh negatif mengikuti
nyeri termal untuk kedua
kelompok, dan meningkatkan
laporan pengaruh positif,
tetapi hanya untuk kontrol
yang sehat dengan pengaruh
rangsangan nyeri termal.
9 Gustavo A. Judul: Breath-Holding menganalisis efek Persepsi nyeri lebih rendah Oxford
Reyes del During Exhalation as a fase pernapasan di ketika tekanan nyeri diberikan Academic
Paso, PhD, Simple Manipulation to mana rangsangan rasa selama fase menahan nafas
Cristina Reduce Pain sakit disampaikan versus fase inhalasi lambat,
Munoz Perception pada persepsi nyeri terlepas dari intensitas
Ladron de Analisis: ANOVA tekanan. Selama menahan
Guevara, Sampel : 38 nafas, peningkatan BP yang
MD, Variabel : Pernapasan, cepat dan penurunan SDM
Casandra I. Tekan darah,nyeri, diamati, menunjukkan aktivasi
Montoro, VAS, denyut jantung, refleks baroreseptor.
MD frekuensi nafas Persepsi nyeri berkurang
(2015) ketika stimulasi nyeri
diterapkan selama menahan
nafas segera setelah inhalasi
yang dalam. Hasil ini
menunjukkan bahwa manuver
pernapasan sederhana dan
mudah dilakukan dapat
digunakan untuk mengurangi
persepsi nyeri akut.
10 Hasan Jafari, Judul: Can Slow Deep Menyelidiki efek dari Di antara pola pernapasan Science
Ali Breathing Reduce pola pernapasan yang yang diinstruksikan, rasa sakit Direct
Gholamreza Pain? An Experimental diinstruksikan pada tidak berbeda antara PB dan
ei, Mathijs Study Exploring nyeri panas SDB-H, dan SDB-L
Franssen, Mechanisms eksperimental dan melemahkan rasa sakit lebih
Lukas Van Metode: studi untuk mengeksplorasi dari pola PB dan SDB-H.
Oudenhove, eksperimen kemungkinan SDB lebih manjur untuk

Universitas Indonesia
Study Design, Sample,
Author and Outcome of Analysis
No Variable. Instrument, Summary of Result
Years Factors Source
Analysis
Qasim Aziz, Sampel : 48 mekanisme tindakan. melemahkan rasa sakit ketika
Omer Van Analisis: ANOVA melakukan 4 pola bernafas dengan irama lambat
den Bergh, Variabel : pernafasan, pernapasan: 1) dengan ekspirasi yang lama
Johan WS tekanan darah, nyeri pernapasan tak relatif terhadap inspirasi.
Vlaeyen, Ilse terputus, 2) Perubahan kardiovaskular
Van Diest pernapasan pacu (PB) tidak memediasi efek pola
pada frekuensi pernapasan yang diamati pada
pernapasan spontan nyeri.
peserta, 3) SDB pada
6 napas per menit
dengan tinggi rasio
inspirasi / ekspirasi
(SDB-H), dan 4)
SDB pada 6 napas
per menit dengan
rasio inspirasi /
ekspirasi yang rendah
(SDB-L). Selama
presentasi masing-
masing pola
pernapasan, peserta
menerima rangsangan
panas yang
menyakitkan dari 3
suhu yang berbeda
dan menilai setiap
stimulus pada
intensitas nyeri.
11 Deya Judul: Pain- Menggambarkan Penelitian pendahuluan NCBI
Prastika, management strategies intensitas nyeri dan menemukan bahwa pasien
Luppana among hospitalized strategi manajemen trauma yang dirawat di rumah
Kitrungrotte, trauma patients: a nyeri pasien trauma sakit merasakan intensitas
Jintana preliminary study in a yang dirawat di nyeri ringan hingga berat.
Damkliang teaching hospital in rumah sakit. Kecenderungan nyeri paling
(2018) Indonesia buruk, paling tidak nyeri,
Metode: preliminary nyeri rata-rata, dan nyeri saat
study ini berkurang dari Hari 1
Analisis: statistik hingga hari 3, yang secara
deskriptip dan statistik dan signifikan
ANOVA berbeda (p <0,001) .
Sampel : 95 Manajemen nyeri yang sering
Variabel : manajemen digunakan oleh pasien adalah:
nyeri trauma berdoa (84,2%), pernapasan
lambat dan dalam (78,9%),
dan pada upaya toleransi
(46,3%). Metode manajemen
nyeri yang paling jarang
termasuk segera memberi tahu
perawat tentang rasa sakit
(15,8%), membaca (15,8%),
dan mengubah posisi (17,9%).
Selain intervensi farmakologis
dan nonfarmakologis yang
diterima dari dokter dan

Universitas Indonesia
Study Design, Sample,
Author and Outcome of Analysis
No Variable. Instrument, Summary of Result
Years Factors Source
Analysis
perawat, strategi sangat
penting untuk mengurangi
rasa sakit pada pasien trauma
yang dirawat di rumah sakit
terkait dengan konteks
budaya.

Klien Tn RRA (26 tahun) dengan diagnosa medis fraktur shaft femur dextra dan open
fracture angkle dextra merupakan kasus yang paling sering terjadi pada penguna
kendaraan bermotor diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas (Kemenkes,2018). Klien
dilakukan tindakan debridemen pada luka terbuka dan orif k-wire and screw pada ankle
pada tanggal 7 Maret 2020 serta akan direncanakan untuk orif pada fraktur femur
tanggal 12 maret 2020 menunggu perbaikan kondisi klien. Pada kasus cidera
muskuloskletal perbaikan fraktur terjadi melalui proses yang tidak sebentar. Selain
perbaikan tulang, jaringan disekitar juga mengalamai proses penyembuhan. Jika klien
secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengringi fraktur. Nyeri biasanya terus
menerus, meningkat jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot,
fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur sekitarnya.

Penulis memillih melakukan intervensi pada masalah keperawatan nyeri akut dengan
penanganan nyeri non farmakologi yaitu tehnik relaksasi nafas dalam. Selain intervensi
farmakologi, intervensi tambahan diperlukan untuk meningkatkan efektivitas
manajemen nyeri. Teknik relaksasi dapat dipertimbangkan, misalnya latihan
pernapasan, musik dan distraksi. Yusuf, A (2020) dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa tehnik relaksasi kombinasi pernapasan dan terapi spiritual juga mempunyai efek
dalam mengurangi tingkat persepsi nyeri dan kecemasan. Teknik relaksasi napas dalam
juga sangat relevan dalam pengaplikasiannya karena tidak melibatkan risiko, mudah dan
cepat dipelajari, peralatan tidak perlu dibeli dan dapat segera digunakan oleh pasien
yang sering kelelahan dan sakit. Chalaye et al,(2009)melakukan penelitian mengukur
ambang nyeri termal dan skor toleransi dari 20 orang dewasa yang sehat selama lima
kondisi yang berbeda, yaitu, saat bernafas normal (baseline), pernapasan dalam lambat
(6 napas / menit), pernapasan cepat (16 napas / menit), distraksi (video game) , dan

Universitas Indonesia
pengukuran detak jantung. Mengukur respirasi (kecepatan dan kedalaman), hanya
pernapasan dalam yang memberikan efek mengurangi sensasi nyeri dibanding kondisi
yang lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larsen et al (2019) di Health and Human
Development Departement Western Washington University Bellingham menunjukkan
bahwa pernapasan lambat dan dalam mengurangi rasa sakit dan gangguan tidur dari rasa
sakit dan meningkatkan suasana hati. Penelitian lain dilakukan pada pasien bypass
koroner dengan chest tube removal. Penggunaan relaksasi napas dalam digunakan
sebagai tambahan untuk analgesia opioid, relaksasi nafas dapat mengurangi rasa sakit
selama pengangkatan chest tube (CTR) setelah operasi bypasscoroner.
Friesner,Curry,Moddeman,(2006)mendukung penggunaan latihan relaksasi pernapasan
dalam yang lambat sebagai tambahan untuk penggunaan opioid untuk manajemen nyeri.
Busch, et al (2012) berdasarkan desain penelitiannya mengidentifikasi relaksasi nafas
dalam terhadap modulasi respon simpatik dan persepsi nyeri. Hasil penelitian
menujukkan bahwa cara bernafas mempengaruhi proses otonom dan nyeri. Dengan
demikian mengidentifikassi relaksasi nafas dalam sebagai fitur penting dalam modulasi
respon simpatik dan persepsi nyeri selain itu mudah dipelajari dan dapat memfasilitasi
pengaruh penghambatan pada pemprosesan nyeri. Zautra, A. J., Fasman, R., Davis, M.
C., & Craig, A. D. (2010) berpendapat berdasarkan hasil penelitiannya mengemukakan
bahwa dibandingkan dengan pernapasan normal, pernapasan lambat dan dalam mampu
mengurangi peringkat intensitas nyeri dan ketidaknyamanan, khususnya untuk
rangsangan termal. Tetapi kurang efektif mengurangi nyeri dan kenyamanan pada
pasien dengan kondisi nyeri kronik.

Penelitian lain melakukan intervensi kepada 16 responden pasien pasca operasi fraktur.
Pengukuran intensitas nyeri menggunakan Numerical Rating Scale (NRS), pada
kelompok intervensi dan kontrol setelah 4 jam pemberian analgesik. Didapatkan hasil,
ada efek latihan pernapasan dalam untuk mengurangi nyeri pasca operasi pada fraktur
ekstremitas bawah. Relaksasi pernapasan dalam direkomendasikan dan disarankan
intervensi untuk mengurangi nyeri pasca operasi pada fraktur ekstremitas bawah.
(Sunadi, A., Ifadah, E., Syarif, M,N,O, 2020). Persepsi nyeri berkurang ketika stimulasi

Universitas Indonesia
nyeri diterapkan selama menahan nafas segera setelah inhalasi yang dalam. Hasil ini
menunjukkan bahwa manuver pernapasan sederhana dan mudah dilakukan dapat
digunakan untuk mengurangi persepsi nyeri akut (Reyes del Paso, 2015). Jafari et al,
(2020) mengemukakan bahwa bernafas secara lambat dan dalamlebih manjur untuk
melemahkan rasa sakit ketika bernafas dengan irama lambat dengan ekspirasi yang lama
relatif terhadap inspirasi.

Efek samping yang disebabkan oleh nyeri pasca pembedahan menyebabkan kecemasan
pada klien untuk menggerakan kaki yang mengalami pembedahan ORIF dikarenakan
takut merasakan nyeri. Dalam konsep ERAS, manajemen nyeri adalah salah satu unsur
terpenting. Nyeri pasca operasi tidak hanya memperpanjang hari rawat, tetapi juga
mengurangi keinginan subyektif pasien untuk mengambil latihan rehabilitasi awal, dan
karena itu mengakibatkan penurunan fungsi sendi (Kang et al., 2019).

Hasil evaluasi yang diharapkan pada kasus Tn. RRA setelah dilakukan intervensi
relaksasi nafas dalam untuk memanajemen nyeri adalah berkurangnya skala nyeri yang
dirasakan oleh klien dan klien dapat mengontrol sensasi nyeri sehingga dapat
menunjang dan mempercepat pemulihan perawatan bagi Klien. Karena efek dari sensasi
nyeri yang dirasakan oleh klien membuat ketidaknyamanan pada klien, , gangguan tidur
akibat rasa sakit dan menurunkan suasana hati hingga tidak berselera makan dimana
nutrisi sangat dibutuhkan bagi klien dengan masa penyembuhan. Efek dari nyeri yang
klien rasakan juga membuat klien takut untuk menggerakan tubuhnya yang tidak
terkena sakit sehingga menyebabkan penekanan yang lama pada punggung dan terasa
panas yang jika tidak segera diatasi dapat menimbulkan masalah baru. Manajemen nyeri
lebih efektif jika dilakukan follow-up atau asesmen ulang yang sebaiknya dilaksanakan
dengan interval yang teratur. Intervensi non farmakologi dilakukan 30-60 menit. Upaya
memanajemen rasa nyeri baiknya dilakukan kombinasi terhadap penatalaksanaanya
antara farmakologi dengan non-farmakologi agar hasil yang diharapkan lebih maksimal
untuk mengurangi rasa nyeri.

Universitas Indonesia
3.3 Rekomendasi praktik berdasarkan hasil kajian praktik berbasis bukti
Prastika, D., Kitrungrote, L., & Damkliang, J. (2018) mengemukakan bahwa pasien
trauma yang dirawat di rumah sakit merasakan intensitas nyeri ringan hingga berat
Selain intervensi farmakologis dan nonfarmakologis diberikan dari dokter dan perawat,
strategi sangat penting untuk mengurangi rasa sakit pada pasien trauma yang dirawat di
rumah sakit terkait dengan konteks budaya. Intervensi utama pada masalah
keperawatan nyeri akut pada Tn RRA dengan fraktur yaitu dengan penanganan nyeri
non farmakologi yang berupa tehnik relaksasi dalam bernafas yang dapat meningkatkan
rasa nyaman, menurunkan stress dan dapat menurunkan persepsi nyeri post operasi.
mengedukasi cara tehnik nafas dalam yang benar harus dilakukan latihan sejak klien
masih diruang rawat sebelum tindakan operasi. Dengan mengedukasi tehnik non
farmakologi dalam mengontol persepsi nyeri lebih efektif diaplikasikan. Ju, W., Ren, L.,
Chen, J., & Du,Y,(2019). Manajemen nyeridengan menggunakan tehnik relaksasi nafas
dalam dinilai cukup efektif untuk mengatasi masalah nyeri pada klien dengan fraktur
disamping menggunakan penanganan secara farmakologi. Perawat sebelum melakukan
harus menjelaksan terlebih dahulu manfaat, tujuan, prosedur relaksasi nafas dalam yang
benar dan juga memastikan klien mau untuk melakukan intervensi relaksasi nafas
dalam. Perawat dapat menerapkan dan membuat SOP serta leaflet relaksasi nafas dalam
sehingga menjadi pelengkap dalam membimbing penanganan nyeri saat pelaksanan
intervensi kepada klien. Tidak hanya menganjurkan saja kepada klien tanpa
membimbing dan mengevaluasi keluhan nyeri pada klien. Perawat sebelum dan sesudah
melakukan intervensi harus mengkaji tanda-tanda vital dan skala nyeri klien untuk
mengetahui efektifitas intervensi yang diberikan. Penatalaksanan manajemen nyeri
berdasarkan SNARS lebih efektif jika dilakukan follow-up atau asesmen ulang yang
sebaiknya dilaksanakan dengan interval yang teratur dilakukan 30-60 menit

3.4 Implikasi
3.4.1 Implikasi pendidikan keperawatan
Karya tulis ini dapat digunakan menjadi referensi untuk memanajemen nyeri secara non
farmakologi menggunakan teknik relaksasi nafas dalam pada klien fraktur shaft femur.
hasil ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa keperawatan untuk
menerapkan intervensi pada saat praktik di Rumah Sakit

Universitas Indonesia
3.4.2 Implikasi pelayanan keperawatan
Karya tulis ini dapat memberikan informasi bagi pelayanan keparawatan bahwa
manajemen nyeri non farmakologi dengan tehnik relaksasi selain dapat mengurangi
kecemasan juga dapat mengurangu sensasi nyeri pada klien dengan fraktur shaft femur.
Selain itu uaya memanajemen sensasi nyeri baiknya dilakukan kombinasi terhadap
penatalaksanaanya antara farmakologi dengan non-farmakologi agar hasil yang
diharapkan lebih maksimal untuk mengurangi rasa nyeri.
3.4.3 Implikasi penelitian keperawatan
Karya tulis ini dapat menjadi referensi dan pembelajaran dalam study selanjutnya.
penulis masih mendapatkan kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan, namun hasil
karya tulis ini diharapkan dapat membantu perawat dalam mengembangkan penelitian
terkait penanganan masalah keperawatan nyeri akut dengan penatalaksanaan non
farmakologi

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari intervensi dan pembahasan bab sebelumnya adalah:
a. Fraktur shaft femur merupakan jenis fraktur yang sering dialami oleh pengguna
transportasi sepeda motor. Penyebab fraktur jenis ini pada Klien Tn RRA adalah
kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kurangnya safety klien dalam
bekendara yaitu klien mengendarai motor dengan keadaan mengantuk. Klien
menabrak pembatas jalan dengan posisi sepeda motor motor berukuran besar
menimpa kaki klien.

Universitas Indonesia
b. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan pada Tn RRA yaitu
nyeri akut, resiko syok, resiko infeksi area pembedahan, hambatan mobilitas fisik,
resiko disfungsi neurovaskular perifer.
c. Intervensi yang diberikan untuk mengatasi nyeri akut adalah manajemen nyeri
dengan tehnik relaksasi nafas dalam. Intervensi yang diberikan untuk diagnosa
resiko syok adalah manajemen syok dan penceganah syok. Intervensi untuk resikon
infeksi area pembedahan adalah kontrol infeksi dan perawatan luka. Intervensi
untuk hambatan mobilitas fisik adalah bantuan perawatan diri ADL dan pengaturan
posisi. Sedangkan untuk diagnosis resiko disfungsi neurovaskuler perifer adalah
perawatan sirkulasi; insufisiensi arteri.
d. Penerapan relaksasi nafas dalam sebagai intervensi berbasis bukti pada Tn. RRA
yang mengalami fraktur femur menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam terbukti
menurunkan skala nyeri berdasarkan tinjauan literatur.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan kasus pembahasan ini adalah:
a. Hasil pemaparan dan analisis kasus ini memberikan gambaran dan informasi dalam
penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur shaft femur. Sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, meningkatkan
kepuasan klien, mempercepat pemulihan serta mencegah komplikasi dan disabilitas
pada pasien dengan fraktur femur. Penulis berharap agar dapat diterapkan dan
dibuat SOP serta leaflet relaksasi nafas dalam sehingga menjadi pelengkap dalam
membimbing penanganan nyeri saat pelaksanan intervensi kepada klien. Tidak
hanya menganjurkan saja kepada klien tanpa membimbing dan mengevaluasi
keluhan nyeri pada klien.
b. Analisis dalam kasus ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk menurunkan sensasi nyeri selain pemberian
farmakologi pada kasus fraktur femur yang merupakan kasus yang banyak terjadi
akibat dari kecelakaan lalu lintas pada pengguna kendaraan bermotor.
c. Intervensi keperawatan berupa tehnik relaksasi nafas dalam menjadi intervensi
keperawatan madiri dan menjadi kompetensi perawat khususnya dalam mengelola
kasus dengan nyeri pada pasien fraktur. Penulis berharap karya tulis ini bermanfaat

Universitas Indonesia
dan menjadi salah satu sumber referensi untuk menerapkan intervensi dalam proses
pembelajaran dilahan praktik.

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz Media:


Yogyakarta.
Andrew,J., Harellson, G., & Wilk, K. (2012). Physical Rehabilitation Of The Injured
Athlete (4th ed). Philadelphia: Elsevier Saunders
Black, J M & Hawks, J H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3 EdisiIndonesia. Singapore : Elsevier
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). Jakarta: EGC
Busch, V., Magerl, W., Kern, U., Haas, J., Hajak, G., & Eichhammer, P. (2012). The
Effect of Deep and Slow Breathing on Pain Perception, Autonomic Activity, and
Mood Processing—An Experimental Study. Pain Medicine, 13(2), 215–228.

Universitas Indonesia
https://doi.org/10.1111/j.1526-4637.2011.01243.x
Chalaye, P., Goffaux, P., Lafrenaye, S., & Marchand, S. (2009). Respiratory Effects on
Experimental Heat Pain and, 10(8), 1334–1340. https://doi.org/10.1111/j.1526-
4637.2009.00681.x
De Jong AE, Gamel C. Use of a simple relaxation technique in burn care: literature
review. J Adv Nurs. 2006;54(6):710-721. doi:10.1111/j.1365-2648.2006.03858.x
Chou, R., Gordon, D. B., Leon-casasola, O. A. De, Rosenberg, J. M., Bickler, S.,
Brennan, T., … Wu, C. L. (2020). Management of Postoperative Pain: A Clinical
Practice Guideline From the American Pain Society, the American Society of
Regional Anesthesia and Pain Medicine, and the American Society of
Anesthesiologists’ Committee on Regional Anesthesia, Executive Committee, and
Administrative Council. Journal of Pain, 17(2), 131–157.
https://doi.org/10.1016/j.jpain.2015.12.008
Desiartama, A., & Aryana, I. G. N. W. (2017). Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013, 6(5), 1–4.
Drake, Richard., Vogl, Wayne A., Mitchell, Adam. (2014). Grays Anatomy For
Students 3rd Ed. Crurchill Livingstone: Elsevier
Friesner SA, Curry DM, Moddeman GR. Comparison of two pain-management
strategies during chest tube removal: relaxation exercise with opioids and opioids
alone. Heart Lung. 2006;35(4):269-276. doi:10.1016/j.hrtlng.2005.10.005
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. (2017). NANDA International Nursing Diagnoses :
Definitions and Classification 2018-2020, 8th Edition. New York: Thieme Medical
Publishers
Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). (2006) Assessment and
Management of Acute Pain. Bloomington: Institute for Clinical Systems
Improvement (ICSI).
Jafari, H., Gholamrezaei, A., Franssen, M., Oudenhove, L. Van, Aziz, Q., Bergh, O.
Van Den, … Diest, I. Van. (2020). Can Slow Deep Breathing Reduce Pain? An
Experimental Study Exploring Mechanisms. The Journal of Pain, 00(00).
https://doi.org/10.1016/j.jpain.2019.12.010
Ju, W., Ren, L., Chen, J., & Du,Y. (2019). Efficacy of relaxation therapy as an effective
nursing intervention for post-operative pain relief in patients undergoing

Universitas Indonesia
abdominal surgery: A systematic review and meta-analysis. Diakses pada tanggal
25 Juli 2020 di https://dx.doi.org/10.3892%2Fetm.2019.7915
Kang, Y., Liu, J., Chen, H., Ding, W., Chen, J., Zhao, B., & Yin, X. (2019). Enhanced
recovery after surgery ( ERAS ) in elective intertrochanteric fracture patients
result in reduced length of hospital stay ( LOS ) without compromising functional
outcome, 2, 1–7.
Kemenkes. (2018). Hasil Utama Rikesdas 2018.
Larsen, K. L., Brilla, L. R., Mclaughlin, W. L., & Li, Y. (2019). Effect of Deep Slow
Breathing on Pain-Related Variables in Osteoarthritis, 2019.
https://doi.org/10.1155/2019/5487050
Lynch, M.E., et al. (2010). Clinical Pain Management : A Practical Guide. New York :
Wiley-Blackwell
Plaines, D., Hammond, B. B., Educator, C. N., Carolina, N., & Zimmermann, P. G.
(2013). Sheehy’s Manual of Emergency Care 7th ed. Missouri: Elsevier Inc.
Prastika, D., Kitrungrote, L., & Damkliang, J. (2018). Pain-management strategies
among hospitalized trauma patients: a preliminary study in a teaching hospital in
Indonesia. Enfermeria clinica, 28 Suppl 1, 158–161.
https://doi.org/10.1016/S1130-8621(18)30058-5
Reyes del Paso, G. A., Muñoz Ladrón de Guevara, C., & Montoro, C. I. (2015). Breath-
Holding During Exhalation as a Simple Manipulation to Reduce Pain Perception.
Pain Medicine, 16(9), 1835–1841. https://doi.org/10.1111/pme.12764
Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2010). Textbook of
Medical-Surgical Nursing, 12th Edition. Philadelphia: Lippicontt Wiliams &
Wilkins.
Sunadi, A., Ifadah, E., Syarif, M,N,O. (2020). The Effect Of Deep Breathing Relaxation
To Reduce Post Operative Pain In Lower Limb Fracture. Enfermería Clínica,
Volume 30, Supplement 3,2020,Pages 143-145, ISSN 1130-8621,
https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.12.045.
TKJ. (2017). Panduan Manajemen Nyeri. SNARS
https://snars.web.id/rs/panduan-manajemen-nyeri/
Vlavonou, S., Nguyen, T. M., & Touré, G. (2018). Epidemiology Of Facial Fractures In
The Elderly. JPRAS Open, 16, 84–92. Https://Doi.Org/10.1016/J.Jpra.2018.03.002

Universitas Indonesia
White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical Surgical Nursing AN Integrated
Approach (3rd ed.). USA: Delmar Cengage learning.
Yusuf, A., Iswari, M. F., Sriyono, S., & Yunitasari, E. (2020). The effect of
combination of spiritual deep breathing exercise therapy on pain and anxiety in
postoperative nonpatological orthopedic fracture patients, 1631(March), 1625–
1631.
Zautra, A. J., Fasman, R., Davis, M. C., & Craig, A. D. (2010). The effects of slow
breathing on affective responses to pain stimuli: an experimental
study. Pain, 149(1), 12–18. https://doi.org/10.1016/j.pain.2009.10.001

Universitas Indonesia
Lampiran 1Leaflet Relaksasi napas dalam

Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 2Patofisiologi

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai