Anda di halaman 1dari 114

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N DENGAN
FRAKTUR FEMUR DEXTRA DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN AKTIVITAS DI RUANG
ESTI BHAKTI DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA ANTON SOEDJARWO
PONTIANAK

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan Untuk
Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Di Akademi Keperawatan
Dharma Insan Pontianak

OLEH :
SHERLY GITA PRAMESTI
NIM : 20151780

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN


PONTIANAK
2018
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Sherly Gita Pramesti
NIM : 20151780
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul : Gambaran Asuhan Keperawatan pada Ny. N Dengan Fraktur
Femur Dextra Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di
Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak 2018.

Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa:


1. Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil karya sendiri dan bukan menjiplak atau
plagiat dari karya ilmiah orang lain.
2. Hasil Karya Tulis Ilmiah yang terdapat di dalamnya merupakan hasil
pengumpulan data dari subjek riset yang sebenarnya tanpa manipulasi.

Apabila pernyataan di atas tidak benar, saya sanggup mempertanggungjawabkan


sesuai peraturan yang berlaku dan dicabut gelar yang saya peroleh selama
menjalankan pendidikan di program studi Diploma III Keperawatan Dharma
Insan Pontianak.

Pontianak, 31 Juli 2018


Yang menyatakan

Sherly Gita Pramesti


NIM. 20181780
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul : Gambaran Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan Fraktur Femur


Dextra Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di Rumah Sakit
Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak 2018
Nama : Sherly Gita Pramesti
NIM : 20181780

Program Studi : Diploma III Keperawatan


Telah Dilakukan Ujian Sidang Hasil Karya Tulis Ilmiah

Pontianak, 31 Juli 2018


Penguji

Maria Goretik, S.ST., M. Kes


NIDN. 1131108602

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Stepanus Maman Hermawan., M. Kep Valentina Dwi Tina Henry, S.Kep,
Ners
NIK. 1092 NIK. 1113

Mengetahui,
Direktur
Akademi Keperawatan Dharma Insan

Agustinus. HS, SKM., M. Kes


NIDN. 1103046303
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Gambaran Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan Fraktur Femur


Dextra Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di Rumah Sakit Bhayangkara
Anton Soedjarwo Pontianak 2018
Nama : Sherly Gita Pramesti
NIM : 20181780

Telah dilakukan Sidang Hasil Karya Tulis Ilmiah


Pada tanggal 31 Juli 2018

1. Penguji:
Maria Goretik, S.ST., M. Kes
( )

2. Pembimbing Utama:
Ns. Stepanus Maman Hermawan., M. Kep
( )

3. Pembimbing Pendamping:
Valentina Dwi Tina Henry, S. Kep., Ners
( )

Mengetahui,
Direktur
Akademi Keperawatan Dharma Insan

Agustinus. HS, SKM., M. Kes


NIDN. 1103046303
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

Rahmat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis menyadari juga bahwa kelancaran dan keberhasilan Karya Tulis

Ilmiah ini bukan hanya karena kemampuan penulis, tetapi karena banyak juga

didukung oleh berbagai pihak. Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Agustinus H.S, SKM., M.Kes selaku direktur Akademi

Keperawatan Dharma Insan Pontianak,

2. Bapak Ns. Antonius Jumadi., M.Kep selaku Pembantu Direktur I bidang

Akademik Akademi Keperawatan Dharma Insan Pontianak,

3. Bapak Ns. Florensius Andri., M.Kep selaku Pembantu direktur II bidang

Administrasi Akademi Keperawatan Dharma Insan Pontianak,

4. Ibu Ns. Sisilia Lily, S.Kep., M.Kes selaku Pembantu direktur III bidang

Kemahasiswaan Akademi Keperawatan Dharma Insan Pontianak,

5. Ibu Maria Goretik, S.ST., M. Kes selaku penguji utama dalam Karya Tulis

Ilmiah ini,

6. Bapak Ns. Stepanus Maman Hermawan., M.Kep selaku pembimbing I

serta pembimbing utama, dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,

7. Ibu Valentina Dwi Tina Henry, S.Kep., Ners selaku pembimbing II serta

pembimbing utama, dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,

8. Ibu Ns. Yustina Riki Nazarius., M. Kep selaku pembimbing akademik

yang telah mendukung saya dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini,
9. Ibu Wilhelmina Irmina, S. Kep., Ners yang telah mendukung saya dalam

penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini,

10. Ayah saya Martinus Sudarso, SKM dan ibu saya Sri Maria, A.Md., Keb

yang telah mendukung saya dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini,

11. Teman-teman saya Gabriele Olga Kasamira, Noviyanti, Philipus

Tamandala, Hengki Pradikta, Daud Deonisius, Kristuadi Novan, Margarita Rina

Aprilla, Maselina, Erik Chantona, Verawati, Valentina Febytea, Listika Hutasoit,

Maria Yustinus, Devi Novita Huring, Yuda Perkasa Simatupang yang telah

mendukung saya dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan

dan masih jauh dari kesempurnaan. Penulis menerima kritik dan saran yang

membangun, penulis berharap Karya Tulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah

ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa mahasiswi Akademi Keperawatan.


ABSTRAK

Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Fraktur Femur Dextra


Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di Ruang Esti Bhakti Di Rumah Sakit
Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak
1
Sherly Gita Pramesti, 2Stepanus Maman Hermawan, 3Valentina Dwi Tina Henry
Email: Sherlygita95@gmail.com, Stepanusutd@gmail.com,
Valent_henry@gmail.com
Akademi Keperawatan Dharma Insan Pontianak

Latar Belakang: Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng


ephyseal atau permukaan rawan sendi. Tulang dikelilingi oleh struktur jaringan
lunak. Tekanan fisik menyebabkan terjadinya fraktur. Fraktur merupakan istilah
dari hilangnya kontinuitas tulang, baik tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. Secara ringkas, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik. Tujuan studi kasus: Menggambarkan Asuhan
Keperawatan Pada Ny. N dengan masalah Fraktur Femur Dextra dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara
Anton Soedjarwo Pontianak. Metode studi kasus: Penelitian ini berdasarkan
pendekatan studi kasus. Alasan menggunakan metode ini yaitu karena pada
penelitian ini peneliti membatasi pendekatan dengan memusatkan perhatian pada
satu kasus secara intensif dan rinci. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa
pasien menderita fraktur femur dextra, dengan masalah hambatan mobilitas fisik,
gangguan pola tidur, dan defisit perawatan diri: eliminasi dan mandi, maka dari
itu penulis membuat intervensi yang sesuai dengan diagnosa pasien tersebut.
Kesimpulan: Pada penelitian ini kasus Ny. N, dimana pasien tidak memiliki
riwayat kecelakaan sebelumnya, setelah melakukan asuhan keperawatan selama
tiga hari, maka penulis menyimpulkan bahwa pasien yang dirawat belum
mengalami kemajuan kesehatan yang berarti dilihat dari tiga diagnosa utama yaitu
hambatan mobilitas fisik, gangguan pola tidur, dan defisit perawatan diri:
eliminasi dan mandi belum teratasi.

Kata kunci: Fraktur Femur Dextra, Imobilisasi, Hambatan Mobilitas Fisik.

Daftar Pustaka: 2013-2017 (29)


Daftar Isi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................................. vii
BAB I ............................................................................................................................ x
PENDAHULUAN ........................................................................................................ x
A. Latar Belakang .................................................................................................... x
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ xiv
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... xv
1. Tujuan Umum ............................................................................................... xv
2. Tujuan Khusus .............................................................................................. xv
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... xvi
BAB II ....................................................................................................................... xvii
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... xvii
A. Konsep Dasar Medik ....................................................................................... xvii
1. Definisi ........................................................................................................ xvii
2. Klasifikasi .................................................................................................. xviii
3. Anatomi dan Fisiologi .................................................................................. xix
4. Etiologi ....................................................................................................... xxiii
5. Patofisiologi ............................................................................................... xxiv
6. Manifestasi Klinis ...................................................................................... xxvi
7. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................ xxvii
8. Penatalaksanaan Medis (Asrizal, 2014) ................................................... xxviii
9. Komplikasi .................................................................................................. xxx
10. Proses Penyembuhan Tulang ..................................................................... xxxi
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ............................................................ xxxiii
1. Pengkajian ................................................................................................ xxxiii
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................. xxxvi
3. Rencana Keperawatan .............................................................................. xxxix
4. Implementasi Keperawatan ............................................................................ lv
5. Evaluasi Keperawatan .................................................................................... lv
C. Konsep Teoritis Aktivitas .................................................................................. lv
1. Definisi mobilitas ........................................................................................... lv
2. Faktor yang mempengaruhi mobilitas........................................................... lvi
BAB III ..................................................................................................................... lviii
METODE PENELITIAN .......................................................................................... lviii
A. Jenis dan Desain Penelitian ............................................................................. lviii
B. Subjek Studi Kasus ......................................................................................... lviii
1. Kriteria Inklusi ............................................................................................ lviii
2. Kriteria Ekslusi.............................................................................................. lix
C. Fokus Studi ....................................................................................................... lix
D. Definisi Oprasional Fokus Studi ....................................................................... lix
E. Lokasi dan waktu ............................................................................................... lx
F. Pengumpulan Data ............................................................................................. lx
G. Prosedur Penelitian.......................................................................................... lxiii
H. Instrumen studi kasus ...................................................................................... lxiii
I. Etika Penelitian ............................................................................................... lxiii
BAB IV ..................................................................................................................... lxvi
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. lxvi
A. Hasil Studi Kasus ............................................................................................ lxvi
1. Pengkajian ................................................................................................... lxvi
2. Analisa Data ............................................................................................. lxxxv
3. Diagnosa Keperawatan........................................................................... lxxxvii
4. Rencana Keperawatan ................................................................................... 89
5. Evaluasi Keperawatan ................................................................................... 93
B. Pembahasan ....................................................................................................... 95
1. Pengkajian ..................................................................................................... 95
2. Diagnosa Keperawatan.................................................................................. 97
3. Rencana Keperawatan ................................................................................... 99
4. Implementasi Keperawatan ......................................................................... 100
5. Evaluasi Keperawatan ................................................................................. 102
BAB V....................................................................................................................... 106
PENUTUP ................................................................................................................. 106
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 106
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya (Djamal, Rompas, & Bawotong, 2015). Fraktur lebih sering terjadi

pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering

berhubungan dengan olah raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh

kecelakaan kendaraan bermotor, sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering

mengalami fraktur dari pada laki-laki karena meningkatnya insiden

osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada saat menopause.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng ephyseal atau

permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak,

tekanan fisik yang menyebabkan terjadinya fraktur (Wandira, 2017). Fraktur

merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik tulang rawan, baik

yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah

patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Aprilinan, Asih, &

Shodikin, 2016).

World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012

terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur

akibat kecelakaan lalu lintas (Aprilinan, Asih, & Shodikin, 2016). Prevalensi

cedera pada masyarakat Indonesia pada tahun 2007 sebesar 7,5%, dengan

urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh, kecelakaan lalu lintas (KLL)
darat dan terluka benda tajam/ tumpul. Pada tahun 2013 terdapat peningkatan

prevalensi cedera menjadi 8,2%, dengan urutan penyebab terbanyak adalah

jatuh 40,9%, kecelakaan sepeda motor (40,6%), cedera karena benda tajam/

tumpul 7,3%, transportasi darat lainnya 7,1% dan kejatuhan 2,5%

(Lusianawaty, 2015) . Angka kejadian Fraktur Femur di Rumah Sakit Soedarso

Pontianak, didapatkan data bahwa angka kejadian Fraktur dari 12 sampel,

didapatkan 4 pasien (34%) fraktur femur, 3 pasien (25%) fraktur vertebra, 2

pasien (17%) fraktur humerus, 1 pasien (8%) faktur tibia, 1 pasien (8%) fraktur

metacarpal (Kaprisyah, 2013).

Masalah-masalah yang bisa saja terjadi sebagai akibat dari fraktur salah

satunya adalah hambatan mobilitas fisik. Hambatan mobilitas fisik adalah

keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstermitas secara

mandiri dan terarah (Herdman & Kamitsuru, 2015). Pengertian dari mobilisasi

adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang untuk bergerak dalam

lingkungan sekitarnya untuk kepentingan penenuhan kebutuhan sehari-hari

(Activities of Daily Living/ ADL) serta pemenuhan terhadap peran yang

diembannya dengan kemampuan tersebut seseorang dapat melakukan aktivitas

fisik yang bersifat kebutuhan dasar, olahraga serta kemampuan berpartisipasi

dalam kegiatan baik di lingkungan keluarga, kelompok, maupun sosial

kemasyarakatan. Tercapainya keadaan tersebut diperlukan fungsi-fungsi sistem

tubuh yang adekuat, sehingga tidak terjadi keterbatasan fisik maupun

psikologis (Marlina).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Parahita & Kurniyanta) tujuan

imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstermitas yang cedera dalam posisi

seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah

fraktur. Hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan

ekstermitas dan dipertahankan dengan alat imobilisasi. Pemakaian bidai yang

benar akan membantu menghentikan pendarahan, mengurangi nyeri, dan

mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Imobilisasi harus mencakup

sendi diatas dan dibawah fraktur. Fraktur femur dilakukan imobilisasi

sementara dengan traction splint. traction splint menarik bagian distal dari

pergelangan kaki atau melalui kulit.

Masalah lain yang dialami pada pasien fraktur adalah gangguan pola tidur.

Gangguan pola tidur adalah interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat

faktor eksternal (Herdman & Kamitsuru, 2015). Ada beberapa upaya untuk

menurunkan gangguan tidur pada pasien dengan fraktur adalah dengan

menggunakan metode farmakologi dan non farmakologi. Metode farmakologi

dapat dilakukan dengan cara memberikan obat berupa suntikan anti nyeri

sesuai dengan dosis yang dituliskan dokter untuk mengurangi rasa nyeri.

Sedangkan tindakan non farmakologi untuk mengatasi kebutuhan tidur terdiri

dari beberapa tindakan penanganan seperti: teknik relaksasi, terapi musik dan

terapi menggunakan aromaterapi (Faridah, 2016).

Masalah-masalah yang lain selain gangguan pola tidur adalah defisit

perawatan diri. Defisit perawatan diri adalah hambatan kemampuan untuk


melakukan atau menyelesaikan aktivitas mandi, eliminasi secara mandiri

(Herdman & Kamitsuru, 2015).

Pasien pada fraktur dapat mengalami keterbatasan dalam melakukan

aktifitas sehari-hari, berhubungan dengan menurunnya tonus otot sehingga

kehilangan kemandirian. Tujuan keperawatan utama untuk pasien dengan

masalah tersebut agar pasien dapat melakukan perawatan diri secara total

sejauh kemampuan yang bisa dilakukan dengan mandiri (Lesmana, 2016).

Fungsi kemandirian akan menurun pada kegiatan yang memerlukan

perubahan posisi yang dominan, seperti berpakaian, mandi, makan, dan

penggunaan urinal. Aktivitas yang memerlukan perubahan posisi di atas tempat

tidur, baik bergeser maupun duduk yang mengakibatkan peningkatan nyeri

pada daerah fraktur. Kemampuan ekstermitas bawah berperan penting untuk

mencapai keseimbangan. Maka perlu dilatih untuk keseimbangan dengan

melatih kaki yang tidak sakit agar tidak mengalami kekakuan otot. Penurunan

fungsi ekstermitas bawah memberikan dampak terhadap stabilitas

keseimbangan (Lesmana, 2016).

Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat, pendidik/

edukator, koordinator, kolaborator, konsultan, dan pembaharu. Perawat

berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan secara kompherensif

(menyeluruh) yang sesuai dengan standar oprasional prosedur. Salah satu peran

perawat dalam pemberi asuhan keperawatan dalam mengatasi masalah

hambatan mobilitas fisik adalah Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai

kebutuhan, bantu untuk menghindari duduk dalam posisi yang sama dalam
jangka waktu yang lama. Peran perawat untuk mengatasi masalah gangguan

pola tidur adalah monitor/ catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur, bantu

untuk menghilangkan situasi stress sebelum tidur, mulai/ terapkan langkah-

langkah seperti pijat, pemberian posisi dan sentuhan afektif. Peran perawat

untuk mengatasi masalah defisit perawatan diri adalah bantu pasien ke toilet

atau tempat lain untuk eliminasi pada interval waktu tertentu, bantu

(memandikan pasien) dengan menggunakan kursi untuk mandi, bak tempat

mandi, mandi dengan berdiri, dengan menggunakan cara yang tepat atau sesuai

dengan keinginan (pasien), fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan

tepat, monitor integritas kulit pasien (Bulechek, Butcher, Dochterman, &

Wagner, 2013).

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil

judul “Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Ny. N dengan Fraktur Femur

Dextra Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di Ruang Esti Bhakti Di

Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan diatas maka muncul rumusan masalah sebagai

berikut: “Bagaimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Ny. N dengan

Fraktur Femur Dextra Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di Ruang Esti

Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak?”.


C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu menggambarkan Asuhan Keperawatan Pada Ny. N

dengan Fraktur Femur Dextra Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktifitas di

Ruang Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo

Pontianak.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan Pengkajian Keperawatan pada Ny. N

dengan Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas

di ruang Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo

Pontianak.

b. Penulis mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan pada Ny. N

dengan Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas

di ruang Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo

Pontianak.

c. Penulis mampu menyusun Rencana Keperawatan pada Ny. N dengan

Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di ruang

Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak.

d. Penulis mampu melakukan Implementasi Tindakan pada Ny. N dengan

Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di ruang

Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak.

e. Penulis mampu melakukan Evaluasi Tindakan Keperawatan pada Ny.

N dengan Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan


Aktivitas di ruang Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton

Soedjarwo Pontianak.

D. Manfaat Penelitian
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi

manfaat:

1. Bagi Akademis

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya

dalam hal asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur Femur Dextra

dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di Ruang Esti Bhakti di Rumah

Sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak.

2. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi tambahan ilmu bagi pelayanan di

Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pasien dengan

Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas dengan

baik.

3. Bagi Profesi Kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan pada pasien dengan

Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan dari penulis dengan

kasus Fraktur Femur Dextra diharapkan peneliti selanjutnya bisa

meneruskan meneliti domain lain selain domain aktivitas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik

1. Definisi

a. Fraktur merupakan suatu kondisi terjadinya diskontinuitas tulang.

Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan

kerja, kecelakaan lalu lintas, tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor

lain seperti proses degeneratif dan patologi (Noorisa, Apriliwati, Aziz,

& Bayusentono, 2016).

b. Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan

oleh trauma atau keadaan patologis. Fraktur adalah terputusnya

kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh ruda paksa (Djamil, 2015).

c. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang,

kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi

secara sekunder akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang

menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Asrizal, 2014).

Kesimpulannnya fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang yang

disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis.


2. Klasifikasi
Secara umum keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan

sebagai berikut menurut (Hardani, 2016):

a. Fraktur tertutup (close fracture)

Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak tertembus oleh

fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan

atau tidak memiliki hubungan dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open fracture)

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dunia luar

melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam

(from within) atau dari luar (from without).

c. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan

komplikasi misalnya mal-union, delayed union, non union, serta infeksi

tulang.
3. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 3.1
Gambar tulang femur

Sumber gambar: https://encrypted-tbn0.gstatic.com

a. Anatomi menurut (Kistiantari, 2009)

1) Sistem Tulang (Osteo)

a) Os. Femur

Os. Femur tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas

caput, corpus, dan collum dengan ujung distal dan proximal.

Tulang ini bersendi dengan acetabullum dalam struktur

persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi

lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang

terpanjang dan terbesar dari pada tubuh yang termasuk

seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3


bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis

distalis.

Epiphysis Proximalis adalah ujung yang membuat bulatan

2/3 bagian bola disebut caput femoris, yang punya facies

articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya

terdapat cekungan yang disebut favea capitis. Caput

melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian

disebelah lateral membulat disebut throchanter minor. Dilihat

dari depan, kedua bulatan mayor dan minor ini dihubungkan

oleh garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spirialis).

Dilihat dari belakang kedua bulatan ini dihubungkan oleh rigi

disebut crita intertrochterica dilihat dari belakang pula maka

disebelah medial trachantor major terdapat cekungan disebut

fossa trachanterica.

Diaphysis merupakan bagian yang panjang disebut corpus.

Penampang melintang merupakan sepertiga dengan basis

menghadap ke depan pada diaphysis mempunyai dataran yaitu

facies medialis dan lateralis. Nampak bagian dalam berupa garis

disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan

adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini

terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium

laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea

intertrochanterica. Linea aspera bagian distal membentuk


segitiga disebut planum popliteum. Dari trachantor minor

terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran

belakang terdapat foramen nurticium, labium medial, lateral

disebut juga supracondylaris lateralis medialis.

Epiphysis Distalis merupakan bulatan sepasang yang

disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Disebelah

proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah

bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus

lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea

aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi

yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan Os.

Patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat

garis disebut linea inercondyloidea.

b) Os Patella

Os Patella terjadi secara desmal, berbentuk segitiga dengan

baris menghadap proximal dan apex menghadap kearah distal.

Dataran muka berbentuk convex. Dataran belakang punya

dataran sendi yang terbagi dua oleh crista sehingga ada 2

dataran sendi yaitu facies articularis lateralis yang lebar dan

facies articularis medialis yang sempit.

c) Os Tibia

Os Tibia terdiri 3 bagian yaitu epiphysis proximalis,

medialys dan epipysis distalys: epiphysis proximalis terdiri dari


2 bulatan disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Di

sebelah atas terdapat dataran sendi disebut facies articularis

superior, medial dan lateral, tepi atas epiphysis melingkar yang

disebut infra glenoidalis. Facies articularis superior terbagi dua

menjadi facies articularis medyalis dan lateralis, oleh suatu

peninggian disebut eminentia intercondyloidea, yang disebelah

lateral dan medial terdapat penonjolan disebut tuberculum

intercondyloideum terdapat cekungan disebut fossa

intercondyloida anterior dan posterior. Tepi lateral margo infra

glenoidalis terdapat dataran disebut facies ariticularis fibularis

untuk bersendi dengan osteum fibulae.

d) Os Fibula

Os Fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan

tibia terletak disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epipysis

proximalis, diaphysis dan episphysis distalis, epishysis

proximalis membulat disebut capitullum fibula untuk bersendi

dengan tibia.

b. Fisiologi

Menurut (Irawan, 2013)

1) Fungsi tulang adalah untuk memberikan bentuk keseluruhan bagi

tubuh.
2) Fungsi tulang adalah untuk menjaga agar organ tubuh tetap berada

di tempatnya.

3) Fungsi tulang adalah untuk melindungi organ-organ tubuh seperti

otak, jantung, paru-paru.

4) Fungsi tulang adalah untuk bergerak ketika dikehendaki otot.

5) Fungsi tulang adalah untuk menghasilkan sel darah di dalam

sumsum tulang.

4. Etiologi

Menurut (Wijaya & Putri, 2013) yaitu:

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:

1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga

tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan

fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.

2) Cedera tidak langsung berarti pukulan berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan

fraktur klavikula.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot

yang kuat.

b. Fraktur patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan

trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada

berbagai keadaan berikut ini:


1) Tumor tulang (jinak atau ganas) berupa pertumbuhan jaringan baru

yang tidak terkendali dan progresif.

2) Infeksi seperti osteomielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut

atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lembut

dan sakit nyeri.

3) Rakhitis adalah suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh

defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet

lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh

karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan

Secara spontan disebabkan oleh stres tulang yang terus menerus

misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

5. Patofisiologi
Menurut (Wijaya & Putri, 2013)
Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma karena adanya
gangguan gaya dalam tubuh, yaitu stres, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot yang mendukung tulang menurun,
baik yang terbuka maupun yang tertutup. Fraktur menyebabkan kerusakan
pembuluh darah yang akan mengakibatkan perdarahan dan volume darah
menurun. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edema lokal maka penumpukan didalam tubuh. Fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
neuro vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar
dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur dapat menyebabkan

pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

Karena ada cidera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut

adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output

jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan

tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah

diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu

peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif

juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk

histamin, bradikinin beta-endopin dan sejumlah besar prostanoid dan

sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi

dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok pendarahan yang masih

dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah

(venous return) dengan cara kontraksi volume darah didalam sistem vena

sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat

seluler, sel dengan perfusi dan oksigenisasi tidak adekuat tidak mendapat

substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik

normal dan produksi energi.


Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat

patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak

biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat

setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga

menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan

pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin

(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan

aktivitas osteoblast dan sel –sel tulang baru mengalami remodeling untuk

membentuk tulang sejati.

6. Manifestasi Klinis

Menurut (Ekawati, 2008)

a. Nyeri

Nyeri ini dapat timbul berupa nyeri tekan, gerak, dan diam. Hal ini

karena rangsangan respon sensoris tubuh oleh karena kerusakan

jaringan dan juga bisa terjadi karena penekanan saraf sensoris karena

desakan jaringan yang membengkak.

b. Bengkak

Bengkak terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah arteri

sehingga akan terjadi pembesaran plasma darah balik yang berlebihan

dan sebagai akibatnya yaitu ketidakseimbangan pengangkutan darah

balik dengan darah yang merembes keluar.

c. Penurunan lingkup gerak sendri


Penurunan lingkup gerak sendri disebabkan oleh adanya reaksi proteksi,

yaitu penderita berusaha menghindari gerakan yang menyebabkan

nyeri. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan

penurunan lingkup gerak daripada sendi panggul dan sendi lutut kanan.

d. Penurunan kekuatan otot

Penurunan kekuatan otot terjadi karena adanya pembengkakan sehingga

timbul nyeri dan keterbatasan gerak serta aktivitas terganggu dan terjadi

penurunan kekuatan tungkai kanan.

e. Penurunan kemampuan fungsional

Penurunan kemampuan fungsional terjadi akibat adanya nyeri dan

oedem maka jaringan yang meradang dapat kehilangan fungsinya.

Setiap sendi di sekitar area radang yang digerakkan, maka akan timbul

nyeri gerak sehingga pasien tidak mau menggerakkan sendi tersebut

yang berakibat terjadinya gangguan fungsi.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik pada fraktur menurut (Wahyuni, 2012),

yaitu:

a. Laboratorium. Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui,

hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endapan

darah (LED) meningkat.

b. Radiologi. X Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan

metalikmen.

c. Venogram (anterogram) menggambarkan arus vaskularisasi.


d. CT Scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.

e. Rontgen yaitu untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.

f. Scan tulang atau MRI yaitu memperlihatkan fraktur dan

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

8. Penatalaksanaan Medis (Asrizal, 2014)

Penatalaksanaan medis pada pasien fraktur adalah imobilisasi fraktur yaitu

mengembalikan atau memperbaiki bagian tulang yang patah kedalam

bentuk yang mendekati semula cara-cara yang dilakukan, yaitu:

a. Reduksi

1) Reduksi tertutup

Reduksi tertutup adalah tindakan non bedah atau manipulasi untuk

mengembalikan posisi tulang yang patah, tindakan tetap

menggunakan anastesi ataupun umum.

2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka adalah tindakan pembedahan dengan tujuan

perbaikan bentuk tulang. Sering dilakukan dengan internal fiksasi

yaitu dengan menggunakan crews, pins, plate, intermedulari rods

atau nail.

b. Traksi

1) Skin traksi

Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang patah dengan

menempelkan pleter langsung pada kulit untuk mempertahankan


bentuk, menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan

biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).

2) Skeletal traksi

Skletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan

tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan

bentuk dengan memasukan pins atau kawat ke dalam tulang.

c. ORIF (Open Reduction Internal Fixatie)

ORIF (Open Reduction Interna Fixatie) adalah tindakan

pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah

sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Internal fiksasi biasanya

melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid

terjadi. Tindakan ORIF lebih banyak dilakukan karena memiliki

keuntungan seperti reduksi akurat, stabilitas reduksi tinggi,

berkurangnya kebutuhan alat immobilisasi eksternal, penyatuan sendi

yang berdekatan dengan tulang yang patah, menjadi lebih cepat

(Djamil, 2015).

d. OREF (Open Reduction External Fixatie)

OREF (Open Reduction External Fixatie) adalah reduksi terbuka

dengan fiksasi internal dengan prinsipnya tulang ditransfiksasikan

diatas dan dibawah fraktur, kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan

distal kemudian dihubungkan satu sama lain. Tindakan OREF

diindikasi pada fraktur terbuka grade II dan III, fraktur terbuka yang
disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah, fraktur yang disertai

dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf. Keuntungan dari

pemasangan fiksasi eksternal adalah memberi kenyamanan bagi pasien

(Djamil, 2015).

9. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut (Ekawati, 2008) yaitu:

a. Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa

internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat

terjadi karena luka yang tidak steril.

b. Deayed Union

Delayed union adalah suatu kondisi terjadi penyambungan tulang tetapi

terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya

peredaran darah ke fragmen.

c. Non Union

Non Union adalah kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5

bulan disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum, dan

pergerakan pada tempat fraktur.

d. Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya

defisiensi suplai darah.

e. Mal Union
Mal Union adalah terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung

dengan tidak benar seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas,

atau kecacatan.

10. Proses Penyembuhan Tulang

Proses penyembuhan tulang menurut (Mahartha, Maliawan, &

Kawiyana, 2013) yaitu:

a. Fase hematoma

Fase hematoma terjadi selama 1-3 hari. Pembuluh darah robek

dan terbentuk hematoma disekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada

permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah akan mati

sepanjang 1 atau 2 milimeter.

b. Fase poliferasi

Fase poliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8

jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi

dibawah periosteum dan didalam saluran medula yang tertembus

ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan tempat

fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan

kapiler baru yang halus berkembang dalam daerah fraktur.

c. Fase pembentukan kalus

Fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang

berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kardiogenik dan

osteogenik jika diberikan tindakan yang tepat selain itu akan

membentuk tulang kartilago dan osteoklas. Massa tulang akan


menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas yang

disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan

endosteom. Terjadi selama 4 minggu, tulang yang mati akan

dibersihkan.

d. Fase Konsolidasi

Fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu-6 bulan. Tulang

fibrosa menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih

berlanjut maka tulang fibrosa berubah menjadi tulang lamelar. Pada

saat ini osteoblast tidak memungkinkan untuk menerobos melalui

reruntuhan garis fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah

diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh osteoblas. Perlu

beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat badan

normal.

e. Fase Remodelling

Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur

telah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut

akan di reabsorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus

lamelar akan menjadi lebih tebal, dinding-dinding tyang tidak

dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan

memperoleh bentuk tulang seperti normalnya, terjadi dalam beberapa

bulan bahkan sampai beberapa tahun.


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,

bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,

asuransi, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.

b. Keluhan utama, pada umumnya pada kasus fraktur adalah nyeri. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien

digunakan:

1) Provocate: peristiwa yang menjadi penyebab nyeri.

2) Quality: kualitas rasa nyeri. Seperti terbakar, tertusuk-tusuk,

berdenyut.

3) Region: adalah letak rasa nyeri.misalnya di epigastrium.

4) Scale: skala nyeri. Misalnya 0 tidak nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6

nyeri sedang, 7-8 nyeri berat, 9-10 nyeri sangat berat.

5) Time: waktu nyeri, berapa lama berlangsung.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari

fraktur yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut

sehingga nantinya bisa ditentukan bagian tubuh mana yang terkena.

d. Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.


e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salahsatu faktor, seperti diabetes melitus, osteoporosis.

Pengkajian 11 Pola Gordon

a. Pola Persepsi Kesehatan-Pemeliharaan Kesehatan

Pada kasus fraktur akan timbul keadekuatan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani pelaksanaan kesehatan untuk

membantu penyembuhan tulangnya. Pengkajian juga meliputi

kebiasaan hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang dapat

mengganggu metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang bisa

mengganggu keseimbangannya. Apakah ada olah raga atau tidak?

b. Pola Nutrisi dan Metabolik

Pada pasien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein dan vitamin C.

c. Pola Eliminasi

Pada pola elininasi dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan

jumlah.

d. Pola Tidur dan Istirahat

Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga

hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien. Selain itu,

lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur serta

penggunaan obat tidur.


e. Pola Aktivitas dan Latihan

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan seperti memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi berkurang.

Misalnya makan, mandi, berjalan, dan kebutuhan lain dibantu orang

lain.

f. Pola Persepsi Kognitif

Pasien akan mengalami nyeri pada bagian fraktur dan bagaimana

mengatasi nyeri.

g. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketidakadekuatan

akan cacat akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal.

h. Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama

Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat

karena pasien harus menjalani rawat inap.

i. Kajian Pola Reproduksi

Dampak dari pasien fraktur yaitu, pasien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan

gerak.

j. Kajian Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stres

Pada Pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya.

k. Pola Sistem Kepercayaan


Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan beribadah dengan baik

terutama frekuensi dan konsentrasi.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Herdman & Kamitsuru, 2017) yang termasuk dalam domain

aktivitas/ istirahat adalah sebagai berikut:

a. Kelas 1: tidur/ istirahat

1) Gangguan pola tidur

a) Definisi: interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor

eksternal.

b) Batasan karakteristik:

Kesulitan jatuh tertidur, Ketidakpuasan tidur, Menyatakan tidak

merasa cukup istirahat, Penurunan kemampuan berfungsi,

Perubahan pola tidur normal, Sering terjadi tanpa jelas

penyebabnya.

c) Faktor yang berhubungan:

Gangguan karena pasangan tidur, Halangan lingkungan,

Imobilisasi, Kurang privasi, Pola tidur tidak menyehatkan.

b. Kelas 2: aktivitas/ olahraga

1) Hambatan mobilitas fisik

a) Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih

ekstermitas secara mandiri dan terarah.


b) Batasan karakteristik:

Dispnea setelah beraktivitas, Gangguan sikap berjalan, Gerakan

lambat, Gerakan spatik, Gerakan tidak terkoordinasi, Instabilitas

postur, Kesulitan membolak-balik posisi, Keterbatasan rentang

gerak, Ketidaknyamanan melakukan aktivitas lain sebagai

pengganti pergerakan, Penurunan kemampuan melakukan

keterampilan motorik kasar, Penurunan waktu reaksi, Tremor

akibat bergerak.

c) Faktor yang berhubungan:

Agens farmaseutikal, Ansietas, Depresi, Disuse, Fisik tidak

bugar, Gangguan fungsi kognitif, Gangguan metabolisme,

Gangguan muskuloskeletal, Gangguan neuromuskular,

Gangguan sensori perseptual, Gaya hidup kurang gerak, Indeks

massa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia, Intoleran

aktivitas, Kaku sendi, Keengganan memulai pergerakan,

Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat, Kerusakan

integritas struktur tulang, Keterlambatan perkembangan,

Kontraktur, Kurang dukungan lingkungan, Kurang pengetahuan

tentang nilai aktivitas fisik, Malnutrisi, Nyeri, Penurunan

kekuatan otot, Penurunan kendali otot, Penurunan ketahanan

tubuh, Penurunan massa otot, Program pembatasan gerak.


c. Kelas 5: Perawatan diri

1) Defisit perawatan diri: mandi

a) Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas mandi secara mandiri.

b) Batasan karakteristik:

Ketidakmampuan membasuh tubuh, Ketidakmampuan

mengakses kamar mandi, Ketidakmampuan mengambil

perlengkapan mandi, Ketidakmampuan mengatur air mandi,

Ketidakmampuan mengeringkan tubuh, Ketidakmampuan

menjangkau sumber air.

c) Faktor yang berhubungan:

Ansietas, Gangguan fungsi kognitif, Gangguan muskuloskeletal,

Gangguan neuromuskular, Gangguan persepsi, Kelemahan,

Keletihan, Kendala lingkungan, Ketidaknyamanan, Nyeri,

Penurunan motivasi.

2) Defisit perawatan diri: eliminasi

a) Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan eliminasi sendiri.

b) Batasan karakteristik:

Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplit,

Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi,

Ketidakmampuan mencapai toilet, Ketidakmampuan menyiram


toilet, Ketidakmampuan naik ke toilet, Ketidakmampuan duduk

di toilet.

c) Faktor yang berhubungan:

Ansietas, Gangguan fungsi kognitif, Gangguan muskuloskeletal,

Gangguan neuromuskular, Gangguan persepsi, Hambatan

kemampuan berpindah, Hambatan mobilitas, Kelemahan,

Keletihan, Kendala lingkungan, Nyeri, Penurunan motivasi.

3. Rencana Keperawatan

a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

muskuloskeletal.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan masalah aktivitas teratasi.

NOC menurut (Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013) yaitu:

1) Ambulasi

a) Kemampuan menopang berat badan ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

b) Berjalan dengan langkah yang efektif ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

c) Berjalan dengan pelan ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

d) Berjalan dengan kecepatan sedang ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

e) Berjalan dengan cepat dipertahankan pada level 5 (tidak

terganggu).
f) Berjalan menaiki tangga dipertahankan pada level 5 (tidak

terganggu).

g) Berjalan menuruni tangga dipertahankan pada level 5 (tidak

terganggu).

h) Berjalan menanjak dipertahankan pada level 5 (tidak terganggu).

i) Berjalan menurun dipertahankan pada level 5 (tidak terganggu).

j) Berjalan dengan jarak yang dekat (< 1 blok/ 20 meter)

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

k) Berjalan dengan jarak yang jauh (5 blok atau lebih) ditingkatkan

ke level 5 (tidak terganggu).

l) Berjalan mengelilingi kamar ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

m) Berjalan mengelilingi rumah ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

n) Menyesuaikan dengan perbedaan tekstur permukaan/ lantai

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

o) Berjalan mengelilingi rintangan ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

2) Pergerakan

a) Keseimbangan ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

b) Koordinasi ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

c) Cara berjalan ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

d) Gerakan otot ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).


e) Gerakan sendi ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

f) Kinerja pengaturan tubuh ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

g) Kinerja transfer ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

h) Berlari ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

i) Melompat ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

j) Merangkak ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

k) Berjalan ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

l) Bergerak dengan mudah ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

NIC menurut (Bulecheck, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013)

yaitu:

1) Peningkatan mekanika tubuh

Aktivitas-aktivitas:

a) Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur

(tubuh) yang benar.

b) Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangkan

peningkatan mekanika tubuh, sesuai indikasi.

c) Kaji pemahaman pasien mengenai mekanika tubuh dan latihan

(misalnya, mendemonstrasikan kembali teknik melakukan

aktivitas/ latihan yang benar).


d) Informasikan pada pasien tentang struktur dan fungsi tulang

belakang dan postur yang optimal untuk bergerak dan

menggunakan tubuh.

e) Edukasikan pasien tentang pentingnya postur (tubuh) yang benar

untuk mencegah injuri saat melakukan berbagai aktivitas.

f) Edukasi pasien mengenai bagaimana menggunakan postur

(tubuh) dan yang benar untuk mencegah kelelahan, ketegangan

atau injuri.

g) Kaji kesadaran pasien tentang abnormalitas muskuloskeletal nya

dan efek yang mungkin timbul pada jaringan otot dan postur.

h) Edukasi penggunaan matras/ tempat duduk atau bantal yang

lembut, jika diindikasikan.

i) Instruksikan untuk menghindari tidur dengan posisi telungkup.

j) Bantu untuk mendemonstrasikan posisi tidur yang tepat.

k) Bantu untuk menghindari duduk dalam posisi yang sama dalam

jangka waktu yang lama.

l) Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki terlebih dahulu

kemudian badan ketika memulai berjalan dari posisi berdiri.

m) Gunakan prinsip mekanika tubuh ketika menangani pasien dan

memindahkan peralatan.

n) Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi latihan postur

(tubuh) yang sesuai.


o) Bantu pasien untuk memilih aktivitas pemanasan sebelum

memulai latihan atau memulai pekerjaan yang tidak dilakukan

secara rutin sebelumnya.

p) Bantu pasien melakukan latihan fleksi untuk memfasilitasi

mobilisasi punggung, sesuai indikasi.

q) Edukasi pasien/ keluarga tentang frekuensi dan jumlah

pengulangan dari setiap latihan.

r) Monitor perbaikan postur (tubuh)/ mekanika tubuh pasien.

s) Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab nyeri

otot atau sendi.

2) Terapi Latihan: Ambulasi

Aktivitas-aktivitas:

a) Beri pasien pakaian yang tidak mengekang.

b) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki yang memfasilitasi

pasien untuk berjalan dan mencegah cedera.

c) Sediakan tempat tidur lebih rendah, yang sesuai.

d) Tempatkan saklar posisi tempat tidur di tempat yang mudah

dijangkau.

e) Dorong untuk duduk di tempat tidur, di samping tempat tidur

(“menjuntai”, atau dikursi, sebagaimana yang dapat ditoleransi

(pasien).

f) Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk

memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh.


g) Konsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai rencana ambulasi,

sesuai kebutuhan.

h) Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung, jika sesuai.

i) Instruksikan pasien untuk memposisikan diri sepanjang proses

pemindahan.

j) Gunakan sabuk (untuk) berjalan (gait belt) untuk membantu

perpindahan dan ambulasi, sesuai kebutuhan.

k) Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan.

l) Berikan kartu penanda di kepala tempat tidur untuk

memfasilitasi belajar berpindah.

m) Terapkan/ sediakan alat bantu (tongkat, walker, atau kursi roda)

untuk ambulasi, jika pasien tidak stabil.

n) Bantu pasien dengan ambulasi awal dan jika diperlukan.

o) Instruksikan pasien/ caregiver mengenai pemindahan dan teknik

ambulasi yang aman.

p) Monitor penggunaan kruk pasien atau alat bantu berjalan

lainnya.

q) Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi dengan jarak tertentu

dan dengan sejumlah staf tertentu.

r) Bantu pasien untuk membangun pencapaian yang realitas untuk

ambulasi jarak.

s) Dorong ambulasi Independen dalam batas aman.


t) Dorong pasien untuk “bangkit sebanyak dan sesering yang

diinginkan jika sesuai.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan gangguan pola tidur teratasi.

NOC:

1) Tidur

a) Jam tidur 6-8 jam (5) tidak terganggu.

b) Jam tidur yang diobservasi (5) tidak terganggu.

c) Pola tidur (5) tidak terganggu.

d) Kualitas tidur (5) tidak terganggu.

e) Efisiensi tidur (5) tidak terganggu.

f) Tidur rutin(5) tidak terganggu.

g) Tidur dari awal sampai habis di malam hari secara konsisten (5)

tidak terganggu.

h) Perasaan segar setelah tidur (5) tidak terganggu.

i) Mudah bangun pada saat yang tepat (5) tidak terganggu.

j) Tempat tidur yang nyaman (5) tidak terganggu.

k) Suhu ruangan yang nyaman (5) tidak terganggu.

l) Hasil electroencephalogram (5) tidak terganggu.

m) Hasil electromyogram (5) tidak terganggu.

n) Hasil electro-oculogram (5) tidak terganggu.

o) Kesulitan memulai tidur (5) tidak terganggu.


p) Tidur yang terputus (5) tidak terganggu.

q) Tidur yang tidak tepat (5) tidak terganggu.

r) Apnea saat tidur (5) tidak terganggu.

s) Ketergantungan pada bantuan tidur (5) tidak terganggu.

t) Mimpi buruk (5) tidak terganggu.

u) Buang air kecil di malam hari (5) tidak terganggu.

v) Mengorok (5) tidak terganggu.

w) Nyeri 0 (5) tidak tergang

NIC:

1) Peningkatan tidur.

a) Tentukan pola tidur/ aktivitas pasien.

b) Perkirakan tidur/ siklus bangun pasien di dalam perawatan

perencanaan.

c) Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama kehamilan,

penyakit, tekanan psikososial, dan lain-lain.

d) Tentukan efek dari obat (yang dikonsumsi) pasien terhadap pola

tidur.

e) Monitor/ catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur.

f) Monitor pola tidur pasien, dan catat kondisi fisik (misalnya

apnea tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ ketidaknyamanan, dan

frekuensi buang air kecil? Dan/ atau psikologis (misalnya,

ketakutan atau kecemasan) keadaan yang mengganggu tidur.

g) Anjurkan pasien untuk memantau pola tidur.


h) Monitor partisipasi dalam kegiatan yang melelahkan selama

terjaga untuk mencegah penat yang berlebihan.

i) Sesuaikan lingkungan (misalnya, cahaya, kebisingan, suhu,

kasur dan tempat tidur) untuk meningkatkan tidur.

j) Dorong pasien untuk menetapkan rutinitas tidur untuk

memfasilitasi perpindahan dari terjaga menuju tidur.

k) Fasilitasi untuk mempertahankan rutinitas waktu tidur pasien

yang biasa, tanda-tanda sebelum tidur/ alat peraga dan benda-

benda lazim yang digunakan (misalnya, untuk anak-anak,

selimut/ mainan favorit, ayunan, dot, atau cerita; untuk orang

dewasa, buku untuk dibaca, dan lain-lain), yang sesuai.

l) Bantu untuk menghilangkan situasi stress sebelum tidur.

m) Monitor makanan sebelum tidur dan intake minuman yang

dapat memfasilitasi/ mengganggu tidur.

n) Anjurkan pasien untuk menghindari makanan sebelum tidur dan

minuman yang mengganggu tidur.

o) Bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan

aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga, dengan tepat.

p) Ajarkan pasien bagaimana melakukan relaksasi otot autogenik

atau bentuk non farmakologi lainnya untuk memancing tidur.

q) Mulai/ terapkan langkah-langkah seperti pijat, pemberian posisi

dan sentuhan afektif.

r) Bantu meningkatkan jumlah jam tidur, jika diperlukan.


s) Anjurkan untuk tidur siang di siang hari, jika diindikasikan,

untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

t) Kelompokkan kegiatan keperawatan untuk meminimalkan

jumlah (jam) terbangun; memungkinkan untuk siklus tidur

minimal 90 menit.

u) Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk mendukung tidur/ siklus

bangun pasien.

v) Ajarkan pasien dan orang terdekat mengenai faktor yang

berkontribusi terjadinya gangguan pola tidur (misalnya,

fisiologis, psikologis, pola hidup, perubahan shift kerja yang

sering, perubahan zona waktu yang tepat, jam kerja yang

panjang dan berlebihan dan faktor lingkungan lainnya).

w) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi pasien.

x) Dorong penggunaan obat tidur yang tidak mengandung (zat)

penekan tidur (REM).

y) Atur rangsangan lingkungan untuk mempertahankan siklus

siang-malam yang normal.

z) Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk

meningkatkan tidur.

c. Defisit perawatan diri: eliminasi dan mandi berhubungan dengan

gangguan muskuloskletal.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan defisit perawatan diri teratasi.


NOC: (eliminasi)

1) Perawatan diri: Eliminasi.

a) Merespon saat kandung kemih penuh dengan tepat waktu

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

b) Menanggapi dorongan untuk buang air besar secara tepat waktu

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

c) Masuk dan keluar dari kamar mandi ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

d) Membuka pakaian ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

e) Memposisikan diri di toilet atau alat bantu eliminasi

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

f) Sampai ke toilet antara dorongan atau hampir keluarnya urine

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

g) Sampai ke toilet antara dorongan sampai keluarnya feses

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

h) Mengosongkan kandung kemih ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

i) Mengosongkan usus ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

j) Mengelap sendiri setelah buang urine ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

k) Mengelap sendiri setelah buang air besar ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).
l) Berdiri setelah eliminasi atau berdiri dari kursi bantu untuk

eliminasi.

m) Merapikan pakaian setelah ke kamar mandi.

n) Mengungkapkan penerimaan terhadap ostomi ditingkatkan ke

level 5 (tidak terganggu).

NIC: (eliminasi)

1) Bantuan perawatan diri: eliminasi

Aktivitas-aktivitas:

a) Pertimbangkan budaya dari pasien saat mempromosikan

aktivitas perawatan diri.

b) Pertimbangkan usia pasien saat mempromosikan aktivitas

perawatan diri.

c) Lepaskan baju yang diperlukan sehingga bisa melakukan

eliminasi.

d) Bantu pasien ke toilet atau tempat lain untuk eliminasi pada

interval waktu tertentu.

e) Pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya privasi.

f) Beri privasi selama eliminasi.

g) Fasilitasi kebersihan toilet setelah menyelesaikan eliminasi.

h) Ganti pakaian pasien setelah eliminasi.

i) Siram toilet/ bersihkan alat-alat untuk eliminasi (kursi toilet/

commode, pispot).

j) Buatlah jadwal aktivitas terkait eliminasi, dengan tepat.


k) Instruksikan pasien atau alat yang lain dalam rutinitas toilet.

l) Buatkan kegiatan eliminasi, dengan tepat dan sesuai dengan

kebutuhan.

m) Sediakan alat bantu (misalnya, katetereksternal atau urinal)

dengan tepat.

n) Monitor integritas kulit pasien.

NOC: (mandi)

1) Perawatan diri: mandi.

a) Masuk dan keluar dari kamar mandi ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

b) Mengambil alat/ bahan mandi ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

c) Mendapat air mandi ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

d) Menyalakan keran ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

e) Mengatur air ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

f) Mengatur aliran air ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

g) Mandi di bak cuci ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

h) Mandi di bak mandi ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

i) Mandi dengan bersiram ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

j) Mencuci wajah ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

k) Mencuci badan bagian atas ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).
l) Mencuci badan bagian bawah ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

m) Membersihkan area perineum ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

n) Mengeringkan badan ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

2) Perawatan diri: kebersihan.

a) Mencuci tangan ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

b) Membersihkan area perineum ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

c) Menggunakan pembalut ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

d) Membersihkan telinga ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

e) Menjaga hidung untuk kemudahan bernafas dan bersih

ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

f) Mempertahankan kebersihan mulut ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

g) Mengeramas rambut ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

h) Menyisir rambut ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

i) Mencukur rambut ditingkatkan ke level 5 (tidak terganggu).

j) Menggunakan rias wajah ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

k) Memperhatikan kuku jari tangan ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).
l) Memperhatikan kuku kaki ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

m) Menggunakan kaca rias ditingkatkan ke level 5 (tidak

terganggu).

n) Mempertahankan penampilan yang rapi ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

o) Mempertahankan kebersihan tubuh ditingkatkan ke level 5

(tidak terganggu).

NIC: mandi.

1) Memandikan.

a) Bantu (memandikan pasien) dengan menggunakan kursi untuk

mandi, bak tempat mandi, mandi dengan berdiri, dengan

menggunakan cara yang tepat atau sesuai dengan keinginan

(pasien).

b) Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan atau keinginan.

c) Mandi dengan air yang mempunyai suhu yang nyaman.

d) Bantu dalam hal perawatan perineal jika memang diperlukan.

e) Bantu dalam hal kebersihan (misalnya deodorant atau farfume).

f) Berikan fasilitas merendam kaki, sesuai dengan kebutuhan.

g) Cukur pasien sesuai dengan indikasi.

h) Berikan lubrikan dan krim pada area kulit yang kering.

i) Tawarkan mencuci tangan setelah eliminasi dan sebelum makan.

j) Berikan bedak kering pada lipatan kulit yang dalam.


k) Monitor kondisi kulit saat mandi.

l) Monitor fungsi kemampuan saat mandi.

2) Bantuan perawatan diri: mandi/ kebersihan.

a) Pertimbangkan budaya pasien saat mempromosikan aktivitas

perawatan diri.

b) Pertimbangkan usia pasien saat mempromosikan aktivitas

perawatan diri.

c) Tentukan jumlah dan tipe terkait dengan bantuan yang

diperlukan.

d) Letakkan handuk, sabun, deodorant, alat bercukur, dan asesoris

lain yang diperlukan di sisi tempat tidur atau kamar mandi.

e) Sediakan barang pribadi yang diinginkan (misalnya, deodorant,

sikat gigi, sabun mandi, shampo, lotion, dan produk aroma

terapi).

f) Sediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan

kehangatan, suasana rileks, privasi, dan pengalaman pribadi.

g) Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat.

h) Fasilitasi pasien untuk mandi sendiri, dengan tepat.

i) Monitor kebersihan kuku, sesuai dengan kemampuan merawat

diri pasien.

j) Monitor integritas kulit pasien.

k) Jaga ritual kebersihan.


l) Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu merawat

diri secara mandiri.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah dalam tahap proses keperawatan dalam

melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana. Implementasi

merupakan realita dari rencana tindakan yang telah penulis susun.

Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana tindakan

perawatan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan.

Implementasi ini sesuai dengan intervensi pada masing-masing diagnosa

(Safii, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut (Sumilat, 2017) yaitu: perencanaan evaluasi memuat kriteria

keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan

proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan

pedoman/ rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat

dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam

kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan

tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

C. Konsep Teoritis Aktivitas

1. Definisi mobilitas

menurut (Heriana, 2014)

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk

bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk


memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.

Aktivitas dan mobilitas didefinisikan sebagai suatu aksi energetik atau

keadaan bergerak. Semua manusia yang normal memerlukan kemampuan

untuk dapat bergerak. Kehilangan kemampuan bergerak walaupun dalam

waktu yang singkat memerlukan tindakan tertentu yang tepat, baik oleh

pasien maupun perawat. Dalam keperawatan untuk menjaga

keseimbangan pergerakan, banyak aspek pergerakan yang perlu diketahui

oleh perawat, antara lain: gerakan setiap persendian, postur tubuh, latihan

dan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas.

2. Faktor yang mempengaruhi mobilitas

menurut (Heriana, 2014):

a. Gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas

seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan

sehari-hari. Perokok berat akan cenderung mempunyai pola

pernafasan yang pendek. Anak-anak yang senang bermain akan

mengembangkan keterampilan akhivitas lebih cepat dibandingkan

anak-anak yang tidak senang bermain/ kurang aktif.

b. Proses penyakit/ cedera

Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena

dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang

menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan

dalam ekstermitas bagian bawah, cidera pada urat saraf tulang


belakang, pasien pasca operasi atau yang mengalami nyeri cenderung

membatasi gerakan.

c. Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi oleh

kebudayaan. Contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh

memiliki kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang

mengalami karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk

beraktivitas, misalnya selama 40 hari sesudah melahirkan tidak boleh

keluar rumah.

d. Tingkat energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang

dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang

cukup.

e. Usia dan status perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang

berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat

gerak sejalan dengan perkembangan usia. Misalnya orang pada usia

pertengahan cenderung mengalami penurunan aktivitas yang berlanjut

sampai usia tua.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian kuantitatif

menurut (Hayati) dinamakan metode tradisional, karena metode ini cukup lama

digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode

ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat

positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah/ scientific karena telah

memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/ empiris, objektif, terukur,

rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena

dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.

Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-

angka dan analisis menggunakan statistik. Metode kualitatif menurut (Hayati)

sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan

pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode

etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk

penelitian.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah pasien Fraktur

Femur yang dirawat di ruang Esti Bhakti di Rumah Sakit Bhayangkara Anton

Soedjarwo Pontianak dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Terdiagnosa oleh dokter menderita Fraktur Femur


b. Kondisi stabil secara medik

c. Kesadaran umum compos mentis

d. Mengalami masalah pemenuhan kebutuhan aktifitas

2. Kriteria Ekslusi

a. Pasien dan keluarga tidak kooperatif

b. Pasien tidak ada penyakit penyerta

c. Pasien tidak dapat berbahasa Indonesia

C. Fokus Studi

Pasien fraktur femur dextra yang mengalami masalah aktifitas di ruang esti

bhakti di rumah sakit Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak tahun 2018.

D. Definisi Oprasional Fokus Studi

1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh trauma

langsung maupun trauma tidak langsung.

2. Kebutuhan aktivitas

Kebutuhan aktivitas ialah suatu kondisi seseorang dapat melakukan

kegiatan dengan bebas untuk berjalan, bangkit berdiri dan kembali ke

tempat tidur, kursi, dan sebagainya.

3. Hambatan mobilitas fisik

Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan

pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang tersebut dapat

disebabkan oleh penyakit yang dideritanya seperti trauma, fraktur pada

ekstermitas, atau menderita kecacatan.


4. Pola tidur

Tidur adalah salah satu cara melepaskan kelelahan jasmani dan mental.

Jika tidur semua keluhan akan hilang atau berkurang dan akan kembali

mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang

dihadapi.

5. Defisit perawatan diri

Pada pasien yang mengalami fraktur dapat mengalami keterbatasan dalam

melakukan kegiatan sehari-hari, berhubungan dengan menurunnya tonus

otot, sehingga pasien kehilangan kemandirian. Tujuan keperawatan utama

untuk pasien dengan masalah fraktur adalah agar pasien dapat melakukan

perawatan diri secara total sejauh kemampuan yang bisa dilakukan dengan

mandiri.

E. Lokasi dan waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Esti Bhakti di Rumah Sakit

Bhayangkara Anton Soedjarwo. Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 14

Mei-13 Juni 2018.

F. Pengumpulan Data

Teknik penumpulan data menurut (Dharma, 2015) yaitu:

1. Metode Observasi

Metode observasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui

pengamatan langsung terhadap aktivitas responden atau partisipan yang

terencana, dilakukan secara aktif dan sistematis. Observasi dalam

pengumpulan data berbeda dengan kegiatan pengamatan biasa. Melihat


atau mendengar menggunakan indera ketika mengamati sesuatu yang

menarik tidak melalui perencanaan khusus, tidak melibatkan perhatian

yang mendalam dan tidak dilakukan secara sistematis. Metode observasi

sering digunakan untuk mengetahui perilaku individu dalam suatu

kelompok, menilai ferfoma individu dalam bekerja atau melakukan suatu

kegiatan, mengetahui proses interaksi dalam suatu kelompok dan lain

sebagainya. Metode ini juga digunakan untuk memperkuat atau

mengklarifikasi data yang diperoleh melalui metode kuisioner.

Penggunaan lebih dari satu metode pengumpulan data dalam suatu

penelitian disebut sebagai triangulasi. Ketika ingin meyakinkan kebenaran

pendapat responden melalui kuisioner, maka kita dapat menggunakan

metode observasi. Kesesuaian data yang diperoleh melalui metode angket

dan metode observasi, menunjukkan kebenaran informasi yang

disampaikan responden.

2. Metode wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara berinteraksi, bertanya dan mendengarkan apa yang disampaikan secara

lisan oleh responden atau partisipan. Metode wawancara merupakan pilihan

yang tepat jika ingin mendapatkan data yang mendalam atau ingin

memperjelas terhadap sesuatu yang diamati dari responden. Metode ini

sering digunakan untuk mengetahui pendapat, pandangan, pengalaman atau

persepsi responden tentang suatu permasalahan. Jika pada metode observasi

dapat terjadi kesalahan interpretasi terhadap perilaku responden, sedangkan


dengan metode wawancara dapat mengurangi kesalahan interpretasi

tersebut.

Wawancara dalam pengumpulan data bukanlah percakapan biasa antara

2 orang atau lebih, tetapi suatu interaksi yang terencana dan memiliki tujuan

spesifik yaitu mendapatkan data sesuai tujuan penelitian. Hal ini perlu

dijelaskan kepada partisipan sehingga wawancara lebih terfokus pada topik

penelitian. Meskipun memiliki suatu tujuan dan terencana, namun dalam

pelaksanaannya wawancara dapat dilakukan secara fleksibel. Peneliti dapat

mengajukan pertanyaan secara formal dan terstruktur sesuai dengan urutan

pertanyaan dalam pedoman wawancara atau dapat dilakukan secara fleksibel

sesuai dengan jawaban responden.

3. Metode kuisioner

Metode kuisioner adalah metode pengumpulan data dengan cara

memberikan daftar pertanyaan/ pernyataan tertulis dengan beberapa pilihan

jawaban kepada responden. Responden diminta untuk memberikan jawaban

atau respon terhadap setiap item pertanyaan yang diajukan. Metode

kuisioner tidak mengharuskan peneliti untuk bertatap muka langsung

dengan responden, karena semua petunjuk dan cara menjawab pertanyaan

tertulis sudah tercantum semua didalam kuisioner. Kuisioner dapat

diberikan melalui surat atau elektronik kepada responden. Berdasarkan

sifatnya yang tidak harus bertatap muka dengan peneliti, maka metode ini

tepat digunakan untuk mendapatkan data dari responden dengan jumlah

besar dan tersebar pada beberapa tempat. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data dengan metode ini juga disebut kuisioner. Kuisioner

adalah alat ukur yang terstruktur, karena bagian-bagiannya disusun secara

berurutan, mulai dari judul kuisioner, petunjuk pengisian, pertanyaan

mengenai karakteristik responden dan daftar item pertanyaan utama.

G. Prosedur Penelitian

1. Menentukan permasalahan

2. Penetapan lokasi

3. Penetapan metode pengumpulan data; observasi, wawancara, dokumentasi,

diskusi terarah

4. Analisa data selama penelitian

5. Analisa data setelah; validasi dan reliabilitasi

6. Hasil.

H. Instrumen studi kasus

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur atau

menilai variabel pada subjek penelitian. Instrumen utama dalam penelitian

kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Penulis menggunakan pengkajian 11 pola

gordon.

I. Etika Penelitian

Etika penelitian keperawatan menurut (Dharma, 2015) yaitu:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan

martabat manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk

menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak boleh


ada paksaan atau penekanan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam

penelitian. Subjek dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi

yang terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan

dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan

yang mungkin didapat dan kerahasiaan informasi.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi

untuk mendapatkan kerahasiaan informasi. Namun tidak bisa dipungkiri

bahwa penelitian menyebabkan terbukanya informasi tentang subjek.

Sehingga peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang

menyangkut privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi

tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan

dengan cara meniadakan identitas seperti nama dan alamat subjek

kemudian diganti dengan kode tertentu. Dengan demikian segala informasi

yang menyangkut identitas subjek tidak terekspos secara luas.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa

penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan subjek.


4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience).

Kemudian meminimalisir resiko/ dampak yang merugikan bagi subjek

penelitian (nonmaleficience). Prinsip ini yang harus diperhatikan oleh

peneliti ketika mengajukan usulan penelitian untuk mendapatkan

persetujuan etik dari komite etik penelitian. Peneliti harus

mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian/ resiko dari

penelitian.

Tabel 3.1
Jadwal Penelitian Tahun 2018

No Juli Agustus
Kegiatan Juni
.
2 3 4 1 2 3 4 5 6 7
1. Penentuan judul
2. Pengumpulan data
Analisa data dan
3.
Penyusunan Laporan
4. Konsultasi
5. Ujian akhir KTI
6. Revisi KTI

7. Pengumpulan laporan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Studi Kasus
Unit : Esti Bhakti Tgl. Pengkajian : 14-05-2018

Ruang/ Kamar : ZWB Waktu Pengkajian : 08.00 WIB

Tgl. Masuk RS : 12-05-2018 Auto Anamnese : 

Alo Anamnese :  Keponakan pasien

No. RM : 117083

1. Pengkajian

Identifikasi

a. Pasien

1) Nama Initial : Ny. N

2) Tempat/ tgl lahir (umur) :Teluk Pakedai, 01-02-1959 (59 Tahun)

3) Jenis kelamin : Perempuan

4) Status perkawinan : Cerai mati

5) Agama/ suku : Islam/ Melayu

6) Warga negara : Indonesia

7) Bahasa yang digunakan : Indonesia

8) Pendidikan : SMA

9) Pekerjaan : Mengurus rumah tangga

10) Alamat rumah : Jl. Nurul Huda, Gg. M. Yunus no. 3


b. Penanggung Jawab

1) Nama initial : Ny. S

2) Alamat rumah : Jl. Nurul Huda, Gg. M. Yunus no. 3

3) Hubungan dengan pasien : Keponakan pasien

1. Data Medik

a. Dikirim oleh : UGD

b. Diagnosa Medik

Saat masuk : Fraktur Collum Femur

Saat pengkajian : Fraktur Collum Femur

2. Keadaan Umum

Keadaan Sakit : Pasien datang ke UGD, dengan kesadaran compos

mentis, dengan keluhan nyeri .

Alasan : Pasien terjatuh 2 kali saat hendak ke kamar mandi,

kaki kanan terasa nyeri dan sulit untuk digerakkan,

pasien terpasang infus RL 20 tetes permenit dan

terpasang traksi di kaki kanan.

a. Tanda-Tanda Vital

1) Kesadaran

a) Kualitatif : Compos mentis

b) Kuantitatif

Jumlah : 15

Skala Coma Glassow 15


Respon motorik : 6
Respon bicara :5

Respon membuka mata : 4

Kesimpulan : Pasien dalam kesadaran penuh

Flapping Tremor/ Asterixis : Positif

2) Tekanan Darah : 140/70 mmHg

M. A. P : 93,3 mmHg

Kesimpulan : Perfusi ginjal memadai

3) Suhu : 36,5 oC (Axillar)

4) Nadi

Frekuensi : 70 x/ menit

Irama : Teratur

Kedalaman : Teraba Jelas

5) Pernafasan

Frekuensi : 20 x/ menit

Irama : Teratur

Jenis : Dada

b. Pengukuran

1) Lingkar lengan atas : 23 cm

2) Lipat kulit triceps :1 cm

3) Tinggi badan : 150 cm Berat badan : 45 Kg

4) IMT (Index Massa Tubuh) : 20 Kg/ M2

Kesimpulan : Berat badan ideal

Catatan : Nutrisi tercukupi


c. Genogram

59th

Gambar 4.1
Genogram

Keterangan:

= Meninggal

= Laki-laki normal

= Wanita normal

= Pasien
59th
= Umur pasien

= Tinggal serumah

3. KAJIAN POLA KESEHATAN

a. Kaji Persepsi Kesehatan-Pemeliharaan Kesehatan


Riwayat penyakit yang pernah dialami:

(sakit berat, dirawat, kecelakaan, operasi, gangguan kehamilan/ persalinan

Gondok 2012 Catatan :

Pasien pernah dirawat di

Rumah Sakit Yarsi

Pontianak pada tahun 2012

karena menderita sakit

Gondok.

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Keponakan pasien mengatakan, ”jika pasien sakit, langsung

berobat ke Puskesmas, pasien tidak ada minum vitamin, dulu

pada saat umur 30 tahunan, pasien sering merokok, pasien

belum pernah kecelakaan. Pasien sebelumnya dibawa ke

singsang, tetapi karena singsang tidak mampu mengobati, pasien

lalu dibawa ke Puskesmas dekat rumah, selanjutnya di

Puskesmas diberikan surat rujukan ke Rumah Sakit

Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak”.

b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan, ”kaki saya terasa nyeri karena kaki saya

patah, nyerinya terasa berdenyut letaknya di pangkal paha

sampai kaki dengan skala 2 (nyeri ringan), nyerinya datang

ketika saya menggerakkan kaki kanan saya dan nyeri juga hilang
timbul. Sejak dirawat di rumah sakit, saya hanya berbaring di

tempat tidur dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya karena

kaki saya juga terpasang traksi”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Kebersihan rambut : Bersih, beruban.

Kulit kepala : Bersih, tidak ada ketombe.

Kebersihan kulit : Bersih, kulit elastis.

Higiene rongga mulut : Bersih, tidak berbau.

b. Kajian Nutrisi Metabolik

1) Data subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Keponakan pasien mengatakan, ”pasien makan 2 kali sehari,

yaitu pada jam 10.00 WIB dan jam 17.00 WIB, setiap makan

pasien menghabiskan 1 porsi makanan. Pasien makan segala

jenis sayuran dan pasien mengurangi makan daging karena

tekanan darah sering tinggi. Pasien sering minum air putih ± 1,5

liter setiap hari”.

b) Keadaan sejak sakit:

Keponakan pasien mengatakan, ”sejak dirawat di rumah sakit,

pasien makan 3 kali sehari pada jam 07.00 WIB, jam 12.00 WIB

dan jam 18.00 WIB dan selalu menghabiskan 1 porsi makanan


yang sudah disediakan rumah sakit. Pasien minum air putih ±

1,5 liter setiap hari”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Intake :

Infus RL 500 cc

Minum air putih 1500 cc +

2000 cc

b) Pemeriksaan fisik

Keadaan rambut : Bersih, beruban.

Hidrasi kulit : Kulit elastis.

Palpebrae : Tidak oedema.

Conjungtiva : Anemik.

Sclera : Tidak ikterik.

Hidung : Septum di tengah.

Rongga mulut : Bersih, tidak berbau.

Gusi : Tidak ada peradangan.

Gigi geligi : Tidak ada caries.

Gigi palsu : Tidak ada.

Kemampuan mengunyah keras: Kiri dan kanan mampu

mengunyah keras.

Lidah : Bersih.

Tonsil : T1 (normal).
Pharing : Tidak ada pembesaran.

Kelenjar getah bening leher : Tidak ada pembesaran.

Kelenjar parotis : Tidak ada pembesaran.

Abdomen:

Inspeksi : Bentuk : Datar.

Bayangan vena : Tidak tampak.

Benjolan vena : Tidak tampak.

Auskultasi : Peristaltik 16 x/ menit.

Palpasi : Tanda nyeri umum : Tidak ada.

Massa : Tidak ada.

Hidrasi kulit : Kulit elastis.

Hepar : Tidak ada pembesaran.

Lien : Tidak ada pembesaran.

Kulit:

Spider naevi : Negatif.

Uremic frost : Negatif.

Edema : Negatif.

Icteric : Negatif.

3) Terapi

Infus RL 20 tetes permenit.

c. Kajian Pola Eliminasi


1) Data subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan, ”saya buang air besar 2 hari sekali, BAB

saya berwarna kuning kecoklatan, tidak terlalu keras dan tidak

terlalu lembek, dan bau khas feses. Saya buang air kecil 5-6 kali,

berwarna kuning jernih”.

b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan,” saya buang air besar 2 hari sekali, BAB

saya berwarna kuning kecoklatan, tidak terlalu keras dan tidak

terlalu lembek, dan bau khas feses. Saya buang air kecil 5-6 kali,

berwarna kuning jernih”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Palpasi suprapubica kandung kemih : kosong.

Nyeri ketuk ginjal : Kiri : Negatif.

Kanan : Negatif.

d. Kajian Pola Aktivitas Dan Latihan

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:


Pasien mengatakan,”sebelum sakit, saya mengurus rumah,

menjemur padi, membantu keponakan saya memasak di rumah,

saya juga sering menonton tv, saya tidak pernah berolahraga”.

b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan, ”sejak dirawat di rumah sakit, saya hanya

berbaring saja di tempat tidur dan tidak dapat melakukan

aktivitas lainnya karena kaki saya patah, aktivitas saya dibantu

oleh perawat dan keponakan saya seperti mandi, buang air besar,

buang air kecil, bergerak diatas tempat tidur, miring kiri dan

kanan, kaki kanan saya juga terpasang traksi dan susah untuk

bergerak”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Aktivitas harian:

Makan 0 0 : Mandiri
1 : Bantuan dengan alat
Mandi 2
2 : Bantuan orang
3 : Bantuan orang dan alat
Berpakaian 0
4 : Bantuan penuh
Kerapian 0

Buang air besar 2

Buang air kecil 2

Mobilisasi ditempat tidur 2

Ambulasi 2

b) Pemeriksaan Fisik
JVP : ± 5-2 cm H2O.

Kesimpulan : Fungsi pemompaan baik.

Perfusi pembuluh perifer kuku : < 2 detik.

Thorax dan pernafasan.

Inspeksi : Bentuk thorax : Simetris.

Stridor : Negatif.

Dyspnea d’Effort : Negatif.

Cyanosis : Negatif.

Palpasi : Vokal Fremitus : Gerakan dada kiri dan kanan sama.

Perkusi : Sonor.

Batas paru hepar : ICS ke IV linea sternalis dextra.

Kesimpulan : Ekspansi paru memadai.

Auskultasi : Suara nafas : Vesikuler.

Suara acapan : Jelas.

Suara tambahan : Tidak ada.

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis : Tampak.

Pasien menggunakan alat pacu jantung : Negatif.

Palpasi : Ictus Cordis : Tidak teraba.

Thrill : Negatif.

Perkusi : Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra.

Batas kanan jantung : ICS 2 mid sternalis dextra.

Batas kiri jantung : Linea mid clavicularis sinistra.


Auskultasi :

Bunyi jantung II A : ICS 2 sternalis dextra (tunggal).

Bunyi jantung II P : ICS 2 sternalis sinistra (tunggal).

Bunyi jantung I T : ICS 4 sternalis sinistra (tunggal).

Bunyi jantung I M : ICS 5 mid clavicularis sinistra (tunggal).

Bunyi jantung III Gallop : Negatif.

Murmur : Negatif.

HR : 70 x/ menit.

Bruit : Aorta : Negatif.

A. Renalis : Negatif.

A. Femoralis : Negatif.

Lengan dan tungkai

Atrofi otot : Negatif.

Rentang gerak : Terbatas karena kelemahan.

Uji kekuatan otot :


4 4

Kiri 4 1 Kanan

Reflek fisiologik

Reflek patologik : Babinski Kiri : Positif.

Kanan : Positif.

Cubing jari-jari : Negatif.

Varices tungkai : Negatif.

Columna Vertebralis
Inspeksi : Kelainan bentuk : Tidak ada.

Palpasi : Nyeri tekanan : Negatif.

N. III-IV-VI : Normal, dapat menggerakkan bola mata ke

segala arah.

N.VIII Romberg Test : Negatif.

N. IX : Pasien dapat menelan makanan dengan baik.

Kaku kuduk : Tidak ada kaku kuduk.

c) Terapi

a) Analsik 4 x 500 mg oral

b) Ceftriaxone 2 x 1 gr intravena

c) Gentamicin 2 x 2 mg intravena

e. Kajian Pola Tidur Dan Istirahat

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan,”sebelum sakit, saya biasanya tidur dari jam 20.00 WIB

dan bangun jam 07.00 WIB, saya tidur dengan nyenyak di rumah, saya

jarang tidur siang”.

b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan,”sejak dirawat di rumah sakit, saya tidur jam 21.00 WIB

dan bangun jam 05.00 WIB, setiap malam saya terbangun karena nyeri saya

datang dan kaki kanan saya susah bergerak karena terpasang traksi”.

2) Data Objektif

a) Observasi
Ekspresi wajah mengantuk : Positif.

Banyak menguap : Positif.

Palpebrae inferior berwarna gelap : Negatif.

f. Kajian Pola Persepsi Kognitif

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan, ”saya tidak menggunakan alat bantu dengar dan tidak

menggunakan kacamata, jika ada rasa nyeri saya hanya urut-urut saja”.

b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan, ”sejak saya dirawat di rumah sakit, kaki saya terasa

nyeri karena kaki saya patah, nyeri terasa nyut-nyut letaknya dari pangkal

paha sampai kaki dengan skala 2 (nyeri ringan) nyeri hilang timbul”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Pasien tampak meringis kesakitan ketika kaki kanan digerakkan, pasien

tampak lemah, skala nyeri 2 (nyeri ringan).

b) Pemeriksaan Fisik

Penglihatan

Cornea : Jernih.

Visus : 6/6.

Pupil : Isokor, ukuran ± 3 mm, reflek cahaya positif.

Lensa mata : Jernih, tidak tampak katarak.

Tekanan Intra Okuler (TIO):


Tekanan bola mata kiri dan kanan sama.

Pendengaran

Pina : Bersih, lengkap.

Canalis : Baik, bersih.

Membran tympani : Utuh.

Tes pendengaran : Pasien dapat mendengar dengan baik.

Pengenalan pada gerakan lengan tungkai : Orientasi baik.

NI : Baik, dapat mengenal bau minyak kayu putih.

N II : Baik, dapat membaca papan nama perawat.

N III Sensorik : Pasien tidak menggunakan kacamata dan dapat.

menggerakkan bola mata ke segala arah.

N. VII Sensorik : Pasien dapat mengecap rasa gula.

N. VIII Pendengaran : Pasien tidak dapat mendengar detik jam tangan.

3) Terapi

a) Ketorolac 3 x 30 mg di driff infus RL

g. Kajian Pola Persepsi Dan Konsep Diri

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan, ”saya malu dengan orang-orang karena kaki saya yang

patah ini karena tidak bisa berjalan lagi, jika saya pulang ke rumah saya

belum tentu bisa membantu mengurus rumah keponakan saya lagi”.


b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan,” saya malu dengan orang-orang karena kaki saya yang

patah ini karena tidak bisa berjalan lagi, jika saya pulang ke rumah saya

belum tentu bisa membantu mengurus rumah keponakan saya lagi”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Kontak mata : Ada.

Rentang perhatian : Perhatian penuh.

Suara dan cara bicara : Sopan, ramah, mudah diajak bicara.

b) Pemeriksaan fisik

Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada.

Kulit : Tidak ada peradangan.

h. Kajian Pola Peran Dan Hubungan Dengan Sesama

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan, ”saya tinggal dengan keponakan saya, hubungan saya

baik dengan tetangga saya dan keluarga lainnya. Biasanya ketika ada

kegiatan di lingkungan saya selalu hadir”.

b) Keadaan sejak sakit:


Pasien mengatakan, ”sejak saya dirawat di rumah sakit, keponakan saya

selalu merawat dan menjaga saya”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Pasien tampak akrab dengan keponakannya dan perawat lainnya.

i. Kajian Pola Reproduksi-Seksualitas

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan, ”saya mulai menstruasi saat umur saya 12 tahun, dan

menopause pada umur 30-40 an, selama menstruasi tidak ada gangguan,

saya menstruasi setiap bulan, saya tidak punya anak karena saya menikah

umur 42 tahun.”

b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan, ”sejak saya dirawat di rumah sakit, saya sudah

menopause dan tidak memiliki anak”.

j. Kajian Mekanisme Koping Dan Toleransi Terhadap Stres

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan, ”jika saya ada masalah, saya selalu cerita dengan

keponakan saya.”

b) Keadaan sejak sakit:


Pasien mengatakan, ”jika saya ada masalah, saya selalu cerita dengan

keponakan saya.”

2) Data Objektif

a) Observasi

Pasien tampak kooperatif saat bicara.

b) Pemeriksan Fisik

Tekanan Darah : Berbaring : 140/70 mmHg.

Kesimpulan : Hipotensi Orostatik.

HR : 70 x/ menit.

Kulit : Keringat dingin : Tidak ada.

Basah : Tidak ada.

k. Kajian Pola Sistem Kepercayaan

1) Data Subjektif

a) Keadaan sebelum sakit:

Pasien mengatakan,”sebelum dirawat di rumah sakit, saya sholat 5 waktu,

kadang saya bersama teman-teman saya ke mesjid”.

b) Keadaan sejak sakit:

Pasien mengatakan,”sejak saya dirawat di rumah sakit, saya tidak bisa

sholat”.

2) Data Objektif

a) Observasi

Tidak tampak alat doa.


Tanda Tangan Mahasiwa yang mengkaji,

Sherly Gita Pramesti


2. Analisa Data
Tabel 4.1
Analisa Data

Masalah
No. Data Etiologi
1. Ds: Gangguan Hambatan
Pasien mengatakan, ”sejak dirawat di rumah muskuloskeletal. mobilitas fisik.
sakit, saya hanya berbaring saja di tempat tidur
dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya
karena kaki saya patah, aktivitas saya dibantu
oleh perawat dan keponakan saya seperti
mandi, buang air besar, buang air kecil,
bergerak diatas tempat tidur, miring kiri dan
kanan”.
Do:
a. Aktivitas pasien seperti mandi, buang air
besar, buang air kecil, bergerak ditempat
tidur,dan ambulasi tampak dibantu oleh
keponakan pasien dan perawat.
b. Kesulitan membolak-balik posisi.
c. Tekanan darah: 140/70 mmHg, nadi: 70 x/
menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36,5
o
C.
d. Uji kekuatan otot: tangan kanan 4, tangan
kiri 4, kaki kanan 1 dan kaki kiri 4.
2. Ds: Imobilisasi. Gangguan pola
Pasien mengatakan, ”sejak dirawat di rumah
sakit, saya tidur jam 21.00 WIB dan bangun tidur.
jam 05.00 WIB, setiap malam saya terbangun
karena nyeri saya datang”.
Do:
a. Menyatakan tidak merasa cukup istirahat.
b. Pasien tampak banyak menguap dan
ekspresi wajah mengantuk.
3. Ds: Gangguan Defisit perawatan
Pasien mengatakan, ”sejak dirawat di rumah muskuloskeletal. diri: Mandi,
sakit, saya hanya berbaring saja di tempat tidur Eliminasi.
dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya
karena kaki saya patah, aktivitas saya dibantu
oleh perawat dan keponakan saya seperti
mandi, buang air besar, buang air kecil,
bergerak diatas tempat tidur, miring kiri dan
kanan”.
Do:
a. Ketidakmampuan melakukan higiene
eliminasi secara komplit.
b. Ketidakmampuan mencapai toilet.
c. Ketidakmampuan naik ke toilet.
d. Aktivitas pasien seperti mandi, buang air
besar, buang air kecil, bergerak ditempat
tidur,dan ambulasi tampak dibantu oleh
keponakan pasien dan perawat.
3. Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.2
Diagnosa Keperawatan

No. Paraf/
Tanggal Diagnosa Keperawatan
DP Nama
I Senin, 14-05-2018 Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, yang ditandai oleh:
Ds :
Pasien mengatakan,”sejak dirawat di rumah sakit, saya hanya
berbaring saja di tempat tidur dan tidak dapat melakukan
aktivitas lainnya karena kaki saya patah, aktivitas saya dibantu
oleh perawat dan keponakan saya seperti mandi, buang air
besar, buang air kecil, bergerak diatas tempat tidur, miring kiri
dan kanan”.
Do:
a. Aktivitas pasien seperti mandi, buang air besar, buang air
kecil, bergerak ditempat tidur,dan ambulasi tampak dibantu
oleh keponakan pasien dan perawat.
b. Kesulitan membolak-balik posisi. Sherly
c. Tekanan darah: 140/70 mmHg, nadi: 70 x/ menit, Gita
pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36,5 oC. Pramesti
d. Uji kekuatan otot: tangan kanan 4, tangan kiri 4, kaki kanan
1 dan kaki kiri 4.
II Senin, 14-05-2018 Gangguan pola tidur berhubungan dengan Imobilisasi, yang
ditandai oleh:
Ds:
Pasien mengatakan,”sejak dirawat di rumah sakit, saya tidur
jam 21.00 WIB dan bangun jam 05.00 WIB, setiap malam saya
terbangun karena nyeri saya datang”.
Do: Sherly
a. Menyatakan tidak merasa cukup istirahat. Gita
b. Pasien tampak banyak menguap dan ekspresi wajah Pramesti
mengantuk.
III Senin, 14-05-2018 Defisit perawatan diri: Mandi, Eliminasi berhubungan dengan
Gangguan muskuloskeletal, yang ditandai oleh:
Ds:
Pasien mengatakan,”aktivitas saya dibantu oleh perawat dan
keponakan saya seperti mandi, buang air besar, buang air kecil.
Do:
a. Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara
komplit.
b. Ketidakmampuan mencapai toilet. Sherly
c. Ketidakmampuan naik ke toilet. Gita
d. Aktivitas seperti mandi, buang air besar, dan buang air Pramesti
kecil tampak dibantu oleh keponakan pasien dan perawat.
4. Rencana Keperawatan
Tabel 4.3
Rencana Keperawatan

No
. Diagnosa Keperawatan Tujuan NOC NIC
DP
I Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan Setelah 1. Ambulasi : 1. Bantu untuk menghindari duduk
muskuloskeletal, yang ditandai oleh: dilakukan Kemampuan dalam posisi yang sama dalam
Ds: asuhan menopang berat jangka waktu yang lama.
Pasien mengatakan,”sejak dirawat di rumah sakit, saya keperawatan badan 2. Bantu pasien untuk
hanya berbaring saja di tempat tidur dan tidak dapat selama 3 x 24 ditingkatkan ke perpindahan, sesuai kebutuhan.
melakukan aktivitas lainnya karena kaki saya patah, jam diharapkan level 5 (tidak 3. Bantu pasien dengan ambulasi
aktivitas saya dibantu oleh perawat dan keponakan saya masalah terganggu). awal dan jika diperlukan.
seperti mandi, buang air besar, buang air kecil, bergerak aktivitas 2. Pergerakan : 4. Dorong pasien untuk “bangkit
diatas tempat tidur, miring kiri dan kanan”. teratasi. a. Gerakan otot sebanyak dan sesering yang
Do: diringkatkan ke diinginkan jika sesuai.
a. Aktivitas pasien seperti mandi, buang air besar, buang level 5 (tidak 5. Edukasi penggunaan matras/
air kecil, bergerak ditempat tidur,dan ambulasi terganggu). tempat duduk atau bantal yang
tampak dibantu oleh keponakan pasien dan perawat. b. Gerakan sendi lembut, jika diindikasikan.
b. Kesulitan membolak-balik posisi. ditingkatkan ke
c. Tekanan darah: 140/70 mmHg, nadi: 70 x/ menit, level 5 (tidak
pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36,5 oC. terganggu).
d. Uji kekuatan otot: tangan kanan 4, tangan kiri 4, kaki
kanan 1, dan kaki kiri 4.
II Gangguan pola tidur berhubungan dengan Imobilisasi, Setelah 1. Tidur 1. Tentukan pola tidur/ aktivitas
yang ditandai oleh: dilakukan a. Jam tidur 6-8 pasien.
Ds: asuhan jam (5) tidak 2. Monitor/ catat pola tidur pasien
Pasien mengatakan,”sejak dirawat di rumah sakit, saya keperawatan terganggu. dan jumlah jam tidur.
tidur jam 21.00 WIB dan bangun jam 05.00 WIB, setiap selama 3x24 b. Pola tidur (5) 3. Monitor pola tidur pasien, dan
malam saya terbangun karena nyeri saya datang”. jam, diharapkan tidak catat kondisi fisik (misalnya
gangguan pola terganggu. apnea tidur, sumbatan jalan
Do: tidur teratasi. c. Kualitas tidur nafas, nyeri/ ketidaknyamanan,
a. Menyatakan tidak merasa cukup istirahat. (5) tidak dan frekuensi buang air kecil?
b. Pasien tampak banyak menguap dan ekspresi wajah terganggu. Dan/ atau psikologis (misalnya,
mengantuk. d. Perasaan segar ketakutan atau kecemasan)
setelah tidur (5) keadaan yang mengganggu
tidak tidur.
terganggu. 4. Anjurkan pasien untuk
e. Nyeri 0 (tidak memantau pola tidur.
terganggu). 5. Sesuaikan lingkungan
(misalnya, cahaya, kebisingan,
suhu, kasur dan tempat tidur)
untuk meningkatkan tidur.
6. Bantu untuk menghilangkan
situasi stress sebelum tidur.
7. Bantu pasien untuk membatasi
tidur siang dengan menyediakan
aktivitas yang meningkatkan
kondisi terjaga, dengan tepat.
8. Bantu meningkatkan jumlah
jam tidur, jika diperlukan.
9. Anjurkan untuk tidur siang di
siang hari, jika diindikasikan,
untuk memenuhi kebutuhan
tubuh.
10. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur.
III Defisit perawatan diri: Mandi, Eliminasi berhubungan Tujuan : setelah a. Perawatan diri: 1. Beri privasi privasi selama
dengan Gangguan muskuloskeletal, yang ditandai oleh: dilakukan Eliminasi eliminasi.
Ds: asuhan 1. Mengelap 2. Ganti pakaian pasien setelah
Pasien mengatakan,”aktivitas saya dibantu oleh perawat keperawatan sendiri setelah eliminasi.
dan keponakan saya seperti mandi, buang air besar, selama 3 x 24 buang urine 3. Bantu (memandikan pasien)
buang air kecil. jam diharapkan ditingkatkan ke dengan menggunakan kursi
Do: defisit level 5 (tidak untuk mandi, bak tempat mandi,
a. Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi perawatan diri terganggu). mandi dengan berdiri, dengan
secara komplit. teratasi. 2. Mengelap menggunakan cara yang tepat
b. Ketidakmampuan mencapai toilet. sendiri setelah atau sesuai dengan keinginan
c. Ketidakmampuan naik ke toilet. buang air besar (pasien).
d. Aktivitas seperti mandi, buang air besar, dan buang ditingkatkan ke 4. Bantu dalam hal kebersihan
air kecil tampak dibantu oleh keponakan pasien dan level 5 (tidak (misalnya deodorant atau
perawat. terganggu). farfum).
3. Mencuci wajah 5. Monitor kondisi kulit saat
ditingkatkan ke mandi.
level 5 (tidak 6. Letakkan handuk, sabun,
terganggu). deodorant, alat bercukur, dan
4. Mencuci badan asesoris lain yang diperlukan di
bagian atas sisi tempat tidur atau kamar
ditingkatkan ke mandi.
level 5 (tidak 7. Sediakan barang pribadi yang
terganggu). diinginkan (misalnya,
5. Mencuci badan deodorant, sikat gigi.
bagian bawah sabun mandi, shampo, lotion,
ditingkatkan ke dan produk aromaterapi.
level 5 (tidak 8. Fasilitasi pasien untuk
terganggu). menggosok gigi dengan tepat.
6. Membersihkan 9. Berikan bantuan sampai pasien
area perineum benar-benar mampu merawat
ditingkatkan ke diri secara mandiri.
level 5 (tidak
terganggu).
7. Mengeringkan
badan
ditingkatkan ke
level 5 (tidak
terganggu).
8. Mempertahank
an penampilan
yang rapi
ditingkatkan ke
level 5 (tidak
terganggu).
5. Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan

No.
Tanggal/ Waktu Evaluasi Keperawatan Nama/ Paraf
DP

I Senin, 14-05- S: Pasien mengatakan, ”saya hanya berbaring


2018 saja di tempat tidur dan tidak dapat
11.30 WIB melakukan aktivitas lainnya karena kaki
saya patah, aktivitas saya dibantu oleh
perawat dan keponakan saya seperti
mandi, buang air besar, buang air kecil,
bergerak diatas tempat tidur, miring kiri
dan kanan.”
O: Pasien terpasang traksi di kaki kanan.
Tanda-tanda vital: Tekanan darah:
130/70 mmHg, nadi: 81 x/ menit,
Pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36 oC.
A: Masalah hambatan mobilitas fisik belum
teratasi. Sherly Gita
P: Rencana Keperawatan 1,2,3,4, dan 5 Pramesti
dilanjutkan.
II S: Saya tidur jam 21.00 WIB dan bangun jam
05.00 WIB, setiap malam saya terbangun
karena nyeri saya datang.”
O: Pasien tampak banyak menguap dan
ekspresi wajah mengantuk.
A: Masalah gangguan pola tidur belum
teratasi Sherly Gita
P: Rencana Keperawatan 1,2,3,4,5,6,7,8,9, Pramesti
dan 10 dilanjutkan.
III S: Pasien mengatakan, ”saya hanya berbaring
saja di tempat tidur dan tidak dapat
melakukan aktivitas lainnya karena kaki
saya patah, aktivitas saya dibantu oleh
perawat dan keponakan saya seperti
mandi, buang air besar, buang air kecil,
bergerak diatas tempat tidur, miring kiri
dan kanan.”
O: Pasien terpasang traksi di kaki kanan.
Mengobservasi tanda-tanda vital:
Tekanan darah: 130/70 mmHg, nadi: 81 x/
menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36
o
C. Sherly Gita
A: Masalah defisit perawatan diri belum Pramesti
teratasi
P: Rencana keperawatan 1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9
dilanjutkan.
B. Pembahasan

Penulis dalam bab ini akan membahas tentang masalah-masalah yang muncul

pada Asuhan Keperawatan Dengan Fraktur Femur Dextra. Kesenjangan yang

terdapat antara konsep dasar teori dengan hasil penelitian di lahan praktik

yang ditemukan penulis dalam pelaksanaan pengelolaan Asuhan Keperawatan

pada Ny. N di Ruangan Esti Bhakti Rumah Sakit Bhayangkara Anton

Soedjarwo Pontianak, pembahasan yang penulis lakukan terhadap semua

komponen Asuhan Keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan,

implementasi, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang

terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosa diagnosa keperawatan.

Diagnosa yang diangkat ini akan menentukan rencana keperawatan yang

ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti

perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan

dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien

dapat diidentifikasi.

Pengkajian menurut teori, klasifikasi dibagi menjadi 3 yaitu: fraktur

tertutup, fraktur terbuka dan fraktur dengan komplikasi. Pada pasien Ny. N

termasuk fraktur tertutup yaitu kulit tidak tertembus oleh fragmen tulang
sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak memiliki

hubungan dengan dunia luar.

Penyebab menurut teori ada 3 yaitu cedera traumatik, fraktur

patologik, dan secara spontan. Sedangkan pada kasus Ny. N termasuk

cedera traumatik dikarenakan jatuh dan langsung patah secara spontan.

Pada kasus Ny. N ketika hendak ke kamar mandi jatuh sebanyak 2 kali

hingga akhirnya kaki kanan tidak dapat digerakkan. Pasien Ny. N pernah

di bawa ke sinsang, puskesmas hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit

Bhayangkara Anton Soedjarwo Pontianak dan dipasang traksi.

Pada tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan fraktur femur

dextra berdasarkan tinjauan teoritis yaitu: pada tulang traumatik dan

cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah terjadi patah tulang

terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri, bengkak, deformitas

(perubahan bentuk tulang), tampak jelas posisi tulang atau ekstermitas

yang tidak alami, pembengkakan disekitar fraktur akan menyebabkan

proses peradangan, hilangnya fungsi anggota badan dan persendian

terdekat, gerakan abnormal, dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa

kesemutan, yang mengisyaratkan kerusakan syaraf dan krepitasi atau suara

gemeretak akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu sama lain.

Sedangkan pada Ny. N tanda dan gejala yang muncul yaitu: Pasien

mengatakan,”sejak dirawat di rumah sakit, saya hanya berbaring saja di

tempat tidur dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya karena kaki saya

patah, aktivitas saya dibantu oleh perawat dan keponakan saya seperti
mandi, buang air besar, buang air kecil, bergerak diatas tempat tidur,

miring kiri dan kanan. Sejak dirawat dirumah sakit, saya tidur jam 21.00

WIB dan bagun jam 05.00 WIB, setiap malam saya terbangun karena nyeri

saya datang”. Aktivitas pasien seperti mandi, buang air besar, buang air

kecil, bergerak ditempat tidur,dan ambulasi tampak dibantu oleh

keponakan pasien dan perawat. Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 140/70

mmHg, nadi: 70 x/ menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36,5 oC.Uji

kekuatan otot : tangan kanan 4, tangan kiri 4, kaki kanan 1, kaki kiri 4.

Pasien tampak banyak menguap dan ekspresi wajah mengantuk.

Dalam hal ini penulis tidak mendapatkan hambatan yang berarti,

dikarenakan adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan pihak

ruangan yang memberikan data yang cukup serta klien kooperatif dan

aktif.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan tinjauan pustaka menurut NANDA 2016, masalah yang

muncul pada klien dengan fraktur femur dalam pemenuhan kebutuhan

aktivitas adalah insomnia, deprivasi tidur, kesiapan meningkatkan tidur,

gangguan pola tidur, resiko sindrom disuse, hambatan mobilitas di tempat

tidur, hambatan mobilitas fisik, hambatan mobilitas berkursi roda,

hambatan duduk, hambatan berdiri, hambatan kemampuan berpindah,

hambatan berjalan, hambatan pemeliharaan rumah, defisit perawatan diri:

mandi, defisit perawatan diri: berpakaian, defisit perawatan diri: makan,

defisit perawatan diri: eliminasi, kesiapan meningkatkan perawatan diri,


dan pengabaian diri. Sedangkan pada kasus Ny. N masalah yang muncul

adalah hambatan mobilitas fisik, gangguan pola tidur dan defisit perawatan

diri: eliminasi dan mandi. Alasan dipilih masalah gangguan mobilitas fisik

adalah ditemukan data pasien mengatakan ”sejak dirawat di rumah sakit,

saya hanya berbaring saja di tempat tidur dan tidak dapat melakukan

aktivitas lainnya karena kaki saya patah, aktivitas saya dibantu oleh

perawat dan keponakan saya seperti mandi, buang air besar, buang air

kecil, bergerak diatas tempat tidur, miring kiri dan kanan. Aktivitas pasien

seperti mandi, buang air besar, buang air kecil, bergerak ditempat tidur,dan

ambulasi tampak dibantu oleh keponakan pasien dan perawat. Alasan

dipilih gangguan pola tidur adalah pasien mengatakan, ”sejak dirawat di

rumah sakit, saya tidur jam 21.00 WIB dan bangun jam 05.00 WIB, setiap

malam saya terbangun karena nyeri saya datang. Pasien tampak banyak

menguap dan ekspresi wajah mengantuk. Alasan dipilih masalah defisit

perawatan diri: eliminasi dan mandi adalah adalah ditemukan data pasien

mengatakan ”sejak dirawat di rumah sakit, saya hanya berbaring saja di

tempat tidur dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya karena kaki saya

patah, aktivitas saya dibantu oleh perawat dan keponakan saya seperti

mandi, buang air besar, buang air kecil, bergerak diatas tempat tidur,

miring kiri dan kanan. Aktivitas pasien seperti mandi, buang air besar,

buang air kecil, bergerak ditempat tidur,dan ambulasi tampak dibantu oleh

keponakan pasien dan perawat.

Dalam hal ini penulis tidak mendapatkan hambatan yang berarti,


dikarenakan adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan pihak
ruangan yang memberikan data yang cukup serta klien kooperatif dan
aktif.
3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan yang diberikan kepada Ny. N disusun

berdasarkan prioritas masalah. Rencana keperawatan ini juga disesuaikan

dengan kondisi klien dan tindakan yang dibutuhkan klien pada saat

mengalami perawatan. Pada Ny. N adalah hambatan mobilitas fisik

berhubungan gangguan muskuloskeletal dengan rencana keperawatan

berupa: bantu untuk menghindari duduk dalam posisi yang sama dalam

jangka waktu yang lama, bantu pasien untuk perpindahan, sesuai

kebutuhan, bantu pasien dengan ambulasi awal dan jika diperlukan.

Sedangkan untuk diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan

imobilisasi yaitu: Tentukan pola tidur/ aktivitas pasien, monitor/ catat pola

tidur pasien dan jumlah jam tidur, monitor pola tidur pasien, dan catat

kondisi fisik (misalnya apnea tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/

ketidaknyamanan, dan frekuensi buang air kecil? Dan/ atau psikologis

(misalnya, ketakutan atau kecemasan) keadaan yang mengganggu tidur,

anjurkan pasien untuk memantau pola tidur, sesuaikan lingkungan

(misalnya, cahaya, kebisingan, suhu, kasur dan tempat tidur) untuk

meningkatkan tidur, bantu untuk menghilangkan situasi stress sebelum

tidur, bantu meningkatkan jumlah jam tidur, jika diperlukan, anjurkan

untuk tidur siang di siang hari, jika diindikasikan, untuk memenuhi

kebutuhan tubuh, diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik

untuk meningkatkan tidur. Sedangkan untuk diagnosa defisit perawatan


diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, yaitu: Beri privasi

privasi selama eliminasi, ganti pakaian pasien setelah eliminasi, bantu

(memandikan pasien) dengan menggunakan kursi untuk mandi, bak tempat

mandi, mandi dengan berdiri, dengan menggunakan cara yang tepat atau

sesuai dengan keinginan (pasien), cuci rambut sesuai dengan kebutuhan

atau keinginan, bantu dalam hal kebersihan (misalnya deodorant atau

farfume), monitor kondisi kulit saat mandi, letakkan handuk, sabun,

deodorant, alat bercukur, dan asesoris lain yang diperlukan di sisi tempat

tidur atau kamar mandi, sediakan barang pribadi yang diinginkan

(misalnya, deodorant, sikat gigi, sabun mandi, shampo, lotion, dan produk

aromaterapi, fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat, berikan

bantuan sampai pasien benar-benar mampu merawat diri secara mandiri.

Tidak ada hambatan dalam menyusun rencana, karena pasien

kooperatif dengan perawat. Intervensi yang ada di teori yang tidak

dimasukkan ke intervensi pada kasus Ny. N adalah peningkatan mekanika

tubuh karena tidak sesuai dengan kasus Ny. N.

4. Implementasi Keperawatan

Tahap pelaksaan merupakan tahap lanjut dari proses keperawatan

dalam mengatasi masalah yang timbul, perlu disusun suatu rencana

tindakan keperawatan yang tepat dan rasional dan dibutuhkan suatu

perencanaan dengan menentukan tujuan, hasil yang diharapkan, rencana

tindakan keperawatan yang sesuai dengan prioritas masalah, keadaan

pasien dan fasilitas rumah sakit.


Berdasarkan pada kasus Ny. N tindakan yang dilakukan oleh peneliti

dilapangan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan aktivitas adalah pada

tanggal 14 Mei 2018, yaitu: membantu pasien untuk perpindahan, sesuai

dengan kebutuhan dengan cara membantu pasien duduk diatas tempat

tidur, membantu pasien untuk menghilangkan stres sebelum tidur siang

dengan cara komunikasi terapeutik, membantu pasien untuk menghindari

duduk dalam posisi yang sama dalam jangka waktu yang lama, membantu

pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan aktivitas yang

meningkatkan kondisi terjaga, dengan tepat dengan cara menutup tirai

pasien. Mengkaji ulang keadaan umum pasien.

Pada tanggal 15 Mei 2018 pelaksanaan keperawatan yang telah

dilaksanakan adalah mengkaji keadaan umum pasien, membantu klien

mandi di tempat tidur dan memonitor kondisi kulit saat mandi. Meletakkan

handuk, sabun, deodorant, dan asesoris lain yang diperlukan di sisi tempat

tidur, membantu pasien untuk perpindahan, sesuai dengan kebutuhan

dengan cara membantu pasien duduk diatas tempat tidur, membantu pasien

buang air kecil dan memberi privasi selama eliminasi, membantu pasien

membersihkan area perineum, memonitor pola tidur pasien,

menginstruksikan pasien untuk menghindari tidur dengan posisi telungkup.

Mengkaji ulang keadaan umum

Pada tanggal 16 Mei 2018 pelaksanaan keperawatan yang telah

dilaksanakan adalah mengkaji keadaan umum pasien. Membantu klien

mandi di tempat tidur dan memonitor kondisi kulit saat mandi. Meletakkan
handuk, sabun, deodorant, dan asesoris lain yang diperlukan di sisi tempat

tidur. Membantu pasien buang air besar dan memberi privasi selama

eliminasi. Membantu pasien membersihkan area perineum. Membantu

pasien buang air kecil dan memberi privasi selama eliminasi. Membantu

pasien membersihkan area perineum. Pasien tampak sulit untuk duduk

diatas pispot. Membantu klien meningkatkan jumlah jam tidur dengan cara

menganjurkan klien tidur nyenyak pada siang hari. Membantu pasien

untuk perpindahan, sesuai dengan kebutuhan dengan cara membantu

pasien duduk diatas tempat tidur. Mengkaji ulang keadaan umum pasien.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Lesmana,

2016) rencana tindakan keperawatan yang dilakukan adalah kaji

kemampuan pasien dalam merawat dirinya, untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan merawat diri. Bantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hambatan/ keterbatasan tidak ada karena pasien sangat kooperatif

dalam menjalankan asuhan keperawatan. Ada beberapa intervensi yang

tidak dirumuskan pada kasus Ny. N adalah peningkatan mekanika tubuh,

karena tidak sesuai dengan kasus Ny. N.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan fase akhir dari proses keperawatan ini dilakukan

untuk menilai keberhasilan atau mengetahui apakah masalah yang ada

sudah teratasi sesuai dengan tujuan yang diterapkan. Dari evaluasi

tindakan keperawatan selama 3 hari dari tanggal 14 Mei 2018 sampai

dengan tanggal 16 Mei 2018 pada kasus Ny. N dengan fraktur femur
dextra dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas. Evaluasi pada tanggal 14

Mei 2018, diagnosa keperawatan yaitu: hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal belum teratasi ditandai

dengan pasien mengatakan hanya berbaring saja di tempat tidur dan tidak

dapat melakukan aktivitas lainnya karena kakinya patah, aktivitas dibantu

oleh perawat dan keponakan seperti mandi, buang air besar, buang air

kecil, bergerak diatas tempat tidur, miring kiri dan kanan. Pasien terpasang

traksi di kaki kanan. Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah 130/70

mmHg, nadi: 81 x/ menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36oC. Gangguan

pola tidur berhubungan dengan imobilisasi belum teratasi ditandai dengan

pasien mengatakan tidur jam 21.00 WIB dan bangun tidur jam 05.00 WIB,

setiap malam pasien terbangun karena nyeri datang. Pasien tampak banyak

menguap dan ekspresi wajah mengantuk. Defisit perawatan diri: eliminasi

dan mandi belum teratasi ditandai dengan pasien mengatakan hanya

berbaring saja di tempat tidur dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya

karena kakinya patah, aktivitas dibantu oleh perawat dan keponakan

seperti mandi, buang air besar, buang air kecil, bergerak diatas tempat

tidur, miring kiri dan kanan. Pasien terpasang traksi di kaki kanan.

Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah 130/70 mmHg, nadi: 81 x/

menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36oC.

Evaluasi pada tanggal 15 Mei 2018, diagnosa keperawatan yaitu:

Hambatan mobilitas fisik belum teratasi ditandai dengan pasien

mengatakan hanya berbaring di tempat tidur dan tidak dapat melakukan


aktivitas lainnya karena kakinya patah, aktivitas dibantu oleh perawat dan

keponakan seperti mandi, buang air besar, buang air kecil, bergerak di atas

tempat tidur, miring kiri dan kanan. Pasien terpasang traksi di kaki kanan.

Observasi tanda-tanda vital: Tekanan darah 120/90 mmHg, nadi: 87 x/

menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36,2OC. Gangguan pola tidur belum

teratasi ditandai dengan pasien mengatakan tidur jam 22.00 WIB dan

bangun jam 03.00 WIB, setiap malam pasien terbangun karena nyeri

datang. Pasien tampak menguap dan ekspresi wajah mengantuk. Defisit

perawatan diri: eliminasi dan mandi belum teratasi ditandai dengan pasien

mengatakan hanya berbaring di tempat tidur dan tidak dapat melakukan

aktivitas lainnya karena kakinya patah, aktivitas dibantu oleh perawat dan

keponakan seperti mandi, buang air besar, buang air kecil, bergerak di atas

tempat tidur, miring kiri dan kanan. Pasien terpasang traksi di kaki kanan.

Observasi tanda-tanda vital: Tekanan darah 120/90 mmHg, nadi: 87 x/

menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36,2OC.

Evaluasi pada tanggal 16 Mei 2018, diagnosa keperawatan yaitu:

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ganggguan muskuloskeletal

belum teratasi ditandai dengan pasien mengatakan hanya berbaring saja di

tempat tidur dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya karena kaki

patah, aktivitas dibantu oleh perawat dan keponakan seperti mandi, buang

air besar, buang air kecil, bergerak di atas tempat tidur, miring kiri dan

kanan. Pasien terpasang traksi di kaki kanan. Observasi tanda-tanda vital:

Tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 89 x/menit, pernafasan: 20 x/ menit,


O
suhu: 36,4 C. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi

belum teratasi ditandai dengan pasien mengatakan tidur jam 20.00 WIB

dan bangun jam 05.00 WIB, setiap malam terbangun dan tidak bisa tidur

lagi karena kakinya nyeri. Pada saat dikaji pasien tampak banyak menguap

dan ekspresi wajah mengantuk. Defisit perawatan diri: eliminasi dan

mandi berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ditandai dengan

pasien mengatakan hanya berbaring saja di tempat tidur dan tidak dapat

melakukan aktivitas lainnya karena kaki patah, aktivitas dibantu oleh

perawat dan keponakan seperti mandi, buang air besar, buang air kecil,

bergerak di atas tempat tidur, miring kiri dan kanan. Pasien terpasang

traksi di kaki kanan. Observasi tanda-tanda vital: Tekanan darah: 130/90

mmHg, nadi: 89 x/menit, pernafasan: 20 x/ menit, suhu: 36,4 OC.

Hambatan/ keterbatasan tidak ada karena pasien sangat kooperatif

dalam menjalankan asuhan keperawatan.


BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Fraktur merupakan suatu kondisi terjadinya diskontinuitas tulang.

Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,

kecelakaan lalu lintas, tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain

seperti proses degeneratif dan patologi (Noorisa, Apriliwati, Aziz, &

Bayusentono, 2016).

2. Pengkajian yang dilakukan bahwa pada klasifikasi Ny. N mengalami

fraktur batang femur yang disebabkan oleh trauma langsung dan

penatalaksanaannya berupa pemasangan skin traksi yang disebabkan oleh

cedera traumatik dikarenakan jatuh dan langsung patah secara spontan,

tanda dan gejala yang dialami pada Ny. N adalah tidak dapat melakukan

berbagai aktivitas selain di atas tempat tidur. Aktivitas yang tidak dapat

dilakukan pada Ny. N adalah mandi, buang air besar, buang air kecil,

bergerak di atas tempat tidur dan ambulasi tampak dibantu oleh keponakan

pasien dan perawat. Uji kekuatan otot: tangan kanan 4, tangan kiri 4, kaki

kanan 1, kaki kiri 1. Pasien juga tidak dapat tidur dengan nyenyak ketika

rasa nyeri datang.

3. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada NY. N diambil dari domain aktivitas yaitu

kelas 1: tidur/ istirahat dengan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan

dengan imobilisasi. Selanjutnya untuk diagnosa kedua yaitu kelas 2:

aktivitas/ olahraga dengan diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan


dengan gangguan muskuloskeleteal. Dan untuk diagnosa ketiga diambil

dari kelas 5: perawatan diri dengan diagnosa defisit perawatan diri:

eliminasi dan mandi.

4. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan yang penulis susun pada kasus Tn. S sesuai dengan

masalah keperawatan dengan domain aktivitas adalah Instruksikan untuk

menghindari tidur dengan posisi telungkup, bantu untuk menghindari

duduk dalam posisi yang sama dalam jangka waktu yang lama, bantu

pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan, terapkan/ sediakan alat bantu

(tongkat, walker, atau kursi roda) untuk ambulasi, jika pasien tidak stabil,

bantu pasien dengan ambulasi awal dan jika diperlukan, dorong pasien

untuk “bangkit sebanyak dan sesering yang diinginkan jika sesuai,

Tentukan pola tidur/ aktivitas pasien, monitor/ catat pola tidur pasien dan

jumlah jam tidur, monitor pola tidur pasien, dan catat kondisi fisik

(misalnya apnea tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ ketidaknyamanan, dan

frekuensi buang air kecil? Dan/ atau psikologis (misalnya, ketakutan atau

kecemasan) keadaan yang mengganggu tidur, anjurkan pasien untuk

memantau pola tidur, sesuaikan lingkungan (misalnya, cahaya, kebisingan,

suhu, kasur dan tempat tidur) untuk meningkatkan tidur, dorong pasien

untuk menetapkan rutinitas tidur untuk memfasilitasi perpindahan dari

terjaga menuju tidur, bantu untuk menghilangkan situasi stress sebelum

tidur, bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan

aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga, dengan tepat, bantu


meningkatkan jumlah jam tidur, jika diperlukan, anjurkan untuk tidur

siang di siang hari, jika diindikasikan, untuk memenuhi kebutuhan tubuh,

diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk

meningkatkan tidur, Beri privasi privasi selama eliminasi, ganti pakaian

pasien setelah eliminasi, siram toilet/ bersihkan alat-alat untuk eliminasi

(kursi toilet/ commode, pispot), bantu (memandikan pasien) dengan

menggunakan kursi untuk mandi, bak tempat mandi, mandi dengan berdiri,

dengan menggunakan cara yang tepat atau sesuai dengan keinginan

(pasien), cuci rambut sesuai dengan kebutuhan atau keinginan, bantu

dalam hal kebersihan (misalnya deodorant atau farfume), tawarkan

mencuci tangan setelah eliminasi dan sebelum makan. Monitor kondisi

kulit saat mandi, letakkan handuk, sabun, deodorant, alat bercukur, dan

asesoris lain yang diperlukan di sisi tempat tidur atau kamar mandi,

sediakan barang pribadi yang diinginkan (misalnya, deodorant, sikat gigi,

sabun mandi, shampo, lotion, dan produk aromaterapi, fasilitasi pasien

untuk menggosok gigi dengan tepat, berikan bantuan sampai pasien benar-

benar mampu merawat diri secara mandiri.

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan sampai hari ketiga adalah

mengkaji keadaan umum, mengobservasi tanda-tanda vital, membantu

pasien untuk berpindah sesuai dengan kebutuhan, membantu pasien buang

air kecil/ buang air besar dan memberi privasi selama eliminasi, membantu

pasien untuk menghilangkan stres, membantu pasien untuk menghindari


duduk dalam posisi yang sama, membantu klien mandi di tempat tidur,

memonitor kondisi kulit saat mandi, meletakkan handuk, sabun,

deodorant, dan asesoris lain yang diperlukan di sisi tempat tidur,

memonitor pola tidur pasien.

6. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan setelah dilakukan implementasi selama 3 hari,

didapatkan masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena data

subjektif: Pasien mengatakan, ”saya hanya berbaring saja di tempat tidur

dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya karena kaki saya patah,

aktivitas saya dibantu oleh perawat dan keponakan saya seperti mandi,

buang air besar, buang air kecil, bergerak diatas tempat tidur, miring kiri

dan kanan. Dan data objektif: Pasien terpasang traksi di kaki

kanan.Tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 89 x/ menit, pernafasan: 20 x/

menit, suhu: 36,4 oC.

B. Saran

1. Bagi Akademis

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya

dalam hal asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur Femur Dextra

dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di Rumah Sakit Bhayangkara

Anton Soedjarwo Pontianak.

2. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi tambahan ilmu bagi pelayanan di

Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pasien dengan


Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas dengan

baik.

3. Bagi Profesi Kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan pada pasien dengan

Fraktur Femur Dextra dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

berikutnya.
Daftar Pustaka

Aprilinan, D., Asih, S. W., & Shodikin, M. (2016). Efektifitas Latihan Otot Isometrik
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Dengan Fracture Lower
Extermity Di Poli Orthopedi Dan Trauatologi RSD dr. Soebandi Jember .
zIntervention Classification (NIC). Indonesia: United Kingdom.

Asrizal, R. A. (2014). Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung .

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).


Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia: United Kingdom.

Dharma, K. K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan . Jakarta: Trans Info

Media.

Djamal, R., Rompas, S., & Bawotong, J. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Irina A RSUP Prof DR R D Kandou Manado.
Universitas Sam Ratulangi Manado .

Djamil, M. (2015, Agustus). Distribusi Fraktur Femur yang Dirawat Di Rumah Sakit.

Ekawati, I. D. (2008). Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Post Fraktur Cruris
1/3 Tengah Dextra Dengan Pemasangan Plate Dan Screw Di Bangsal Bougenville
Rumah Sakit Orthopedi. Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta .

Faridah, V. N. (2016). Aroma Terapi Minyak Atsiri Mawar Efektif Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Tidur Pada Pasien Post Operasi Fraktur. STIkes Muhammadiyah
Lamongan .

Hayati, N. (t.thn.). Pemilihan Metode Yang Tepat Dalam Penelitian (Metode


Kuantitatif Dan Metode Kualitatif. Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN
Imam Bonjol Padang .

Hardani, S. (2016). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada kasus Post Orif Fraktur


Interochantor Femur Sinistra Di RS Orthopedi Prof. Soeharso Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta .

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2017). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan . Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.
Heriana, P. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.

Irawan, A. B. (2013). Pembelajaran Biologi Mengenai Sistem Rangka Manusia.

Kaprisyah, R. (2013). Insidensi Infeksi Luka Operasi Akut Berdasarkan Gejala Klinik
Pada Pasien Fraktur Tertutup Di RSU Dokter Soedarso Pontianak. Universitas
Tanjungpura .

Kistiantari, R. (2009). Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Post Operasi


Fraktur Femur 1/3 Distal Dextra Dengan Pemasangan Plate And Screw Di RSAL
DR. Ramelan Surabaya. Fakultas Ilmu Kesehatan .

Lesmana, A. C. (2016). Meningkatkan Kemandirian Dalam Merawat Diri Pada Pasien


Dengan Fraktur Femur 1/3 Proksimal Dextra Post Orif Hari ke 2 Di RSOP. DR.
R. Soeharso Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta .

Lusianawaty, T. (2015). Faktor Yang Berperan Pada Lama Rawat Inap Akibat Cedera
Pada Kelompok Pekerja Usia Prodktif Di Indonesia.

Mahartha, G. R., Maliawan, S., & Kawiyana, K. S. (2013). Manajemen Fraktur Pada
Trauma Musuloskeletal. Universitas Udayana .

Marlina. (t.thn.). Mobilisasi Pada Pasien Fraktur Melalui Pendekatan Konseptual


Model Dorothea E. Orem . Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh .

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Indonesia: United Kingdom.

Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono, S. (2016). The Characteristic Of
Patiens With Femoral Fracture In Departement Of Orthopaedic And
Traumatology RSUD DR. Soetomo Surabaya. Universitas Airlangga .

Parahita, P. S., & Kurniyanta, P. (t.thn.). Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada


Cedera Fraktur Ekstermitas.

Safii, L. I. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Demam Thypoid Di


Bangsal Sofa RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Universitas MUhammadiyah
Surakarta .

Sumilat, N. P. (2017). Standar Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Blud RSUD


Baubau. Universitas Dalam Negri Allaudin Makassar .

Wahyuni, S. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Nn. E Dengan Close
Fraktur Clavicula 1/3 Tengah Dextra Di Instalasi Bedah Sentral RS Orthopedi
Prof. DR. Soeharso Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta .
Wandira, S. (2017). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasca Pemasangan Open
Reduction Internal Fixatie (Orif) Fraktur Medial Humeri Sinistra Di RST. Dr.
Soedjono Magelang . Universitas Muhammadiyah Surakarta .

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Bengkulu: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai