Anda di halaman 1dari 5

‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم َع َلى م َُح َّم ٍد َس ِّي ِد َو َل ِد‬ َّ ‫ َوال‬،‫َّان‬ ِ ‫هلل ْال َملِ ِك ال َّدي‬ ِ ‫لحمْ ُد‬

‫لحمْ ُد‬ َ َ‫ا‬


‫ َوَأ ْش َه ُد َأنْ اَّل‬،‫ان‬ ِ ‫الز َم‬ َّ ِّ‫صحْ ِب ِه َو َت ِاب ِع ْي ِه َع َلى َمر‬ َ ‫ َو َع َلى آلِ ِه َو‬،‫ان‬ َ ‫َع ْد َن‬
‫ـزهُ َع ِن ْال ِجسْ ِم َّي ِة َو ْال ِج َه ِة‬َّ ‫ْك َل ُه ْال ُم َن‬ َ ‫ِإل َه ِإاَّل هللاُ َوحْ دَ هُ اَل َش ِري‬
ْ‫ َوَأ ْش َه ُد َأنَّ َس ِّي َد َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه الَّ ِذي‬،‫ان‬ ِ ‫ان َو ْال َم َك‬
ِ ‫الز َم‬َّ ‫َو‬
‫ َأمَّا َبعْ ُد‬. ‫آن‬ َ ْ‫ان ُخلُقُ ُه ْالقُر‬ َ ‫َك‬
‫ ْال َقاِئ ِل ِفي‬،‫ان‬ ِ ‫هللا ال َم َّن‬ ِ ‫ص ْي ُك ْم َو َن ْف ِسي ِب َت ْق َوىـ‬ ِ ‫ َفإ ِّني ُأ ْو‬،‫ِع َبادَ الرَّ حْ ٰم ِن‬
َ ‫ون هَّللا ِ َف َي ُسبُّوا هَّللا‬ ِ ‫ُون ِمنْ ُد‬ َ ‫ين َي ْدع‬ َ ‫ َواَل َت ُسبُّوا الَّ ِذ‬:‫آن‬ ِ ْ‫ِك َت ِاب ِه ْالقُر‬
‫ك َز َّي َّنا لِ ُك ِّل ُأ َّم ٍة َع َم َل ُه ْم ُث َّم ِإ َل ٰى َرب ِِّه ْم َمرْ ِج ُع ُه ْم‬ َ ِ‫َع ْد ًوا ِب َغي ِْر ِع ْل ٍم ۗ َك ٰ َذل‬
َ ُ‫َف ُي َن ِّبُئ ُه ْـم ِب َما َكا ُنوا َيعْ َمل‬
‫ون‬
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga
dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin. Takwa dalam
artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan
menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita
alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa
disangka-sangka, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran surah At-Talaq Ayat 2 dan 3:

ُ ‫َۚ و َمنْ َي َّت ِق هَّللا َ َيجْ َع ْل َل ُه َم ْخ َرجً ا * َو َيرْ ُز ْق ُه ِمنْ َحي‬


ُ‫ْث اَل َيحْ َت ِسب‬
Artinya, “Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS At-
Talaq: 2-3).
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhânahu wa ta’âla
Islam adalah agama yang penuh rahmat dan kasih sayang. Hal ini dapat kita lihat pada
substansi ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran maupun perilaku Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan manusia di seluruh alam semesta. Dengan
adanya sifat saling mengasihi maka akan tercipta kedamaian dan ketenteraman di tengah-
tengah masyarakat.
Sudah maklum bagi kita sebagai warga Indonesia, tidak semua warganya menganut agama
Islam. Indonesia adalah negara yang kaya akan perbedaan, dari mulai budaya, adat istiadat,
bahasa hingga agama. Dari sinilah muncul semboyan yang sudah sangat melekat pada diri
kita, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa
Indonesia tetap satu kesatuan.
Ya! Sikap toleransilah yang menyatukan kita sehingga bisa hidup bersama di tengah-tengah
keragaman manusia. Tanpa adanya sikap toleransi, mungkin kita akan mudah menyalahkan
orang lain yang tidak sepaham dengan kita. Lebih dari itu, bahkan dapat menyebabkan
adanya peperangan dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat.
Bagaimana tidak toleransi adalah nilai ajaran dari agama Islam itu sendiri, sedang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh sahabat
Ibnu ‘Abbas ra:

ُّ‫ َأي‬:‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ ِقي َل لِ َرس‬:‫َّاس َقا َل‬ ٍ ‫ْن َعب‬ ِ ‫َع ِن اب‬
‫ ْال َح ِني ِف َّي ُة ال َّس ْم َح ُة‬:‫ان َأ َحبُّ ِإ َلى هَّللا ِ؟ َقا َل‬ ‫ي‬
َ ‫د‬ْ ‫ْاَأل‬
ِ
Artinya, “Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: ‘Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam: ‘Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab: ‘Al-Hanifiyyah
As-Samhah (yang lurus lagi toleran)’.” (HR Bukhari)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Beberapa waktu lalu kita mendengar kabar mengenai seseorang yang menendang sesajen
di gunung Semeru sembari menyebutkan bahwa hal tersebutlah yang menjadikan
murkanya Allah sehingga azabnya turun kepada manusia. Mirisnya perilaku tersebut
direkam dan videonya pun tersebar di media sosial.
Khutbah ini tidak semata-mata ingin menyatakan bahwa menyediakan sesajen bagi roh
atau penunggu tempat tertentu hukumnya adalah halal di dalam agama Islam. Tidak sama
sekali. Kita mafhum sekali bahwa menyediakan sesajen dengan meyakini adanya zat selain
Allah yang dapat mendatangkan manfaat atau mara bahaya merupakan sebuah
kemusyrikan. Tidak ada di alam semesta ini yang dapat melakukannya kecuali Allah Tuhan
semesta alam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Surat Al-Ma'idah Ayat 76:

‫ض ًّرا َواَل َن ْفعًا ۚ َوهَّللا ُ ه َُو‬ ُ ِ‫ون هَّللا ِ َما اَل َي ْمل‬
َ ‫ك َل ُك ْم‬ ِ ‫ون ِمنْ ُد‬ َ ‫قُ ْل َأ َتعْ ُب ُد‬
‫ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم‬
Artinya, “Katakanlah: ‘Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang
tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?’ Dan Allah-
lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (QS. Al-Maidah: 76).
Ayat di atas jelas sekali bahwa tidak ada yang kuasa mendatangkan manfaat maupun
mudarat kecuali Allah subhanahu wa ta’ala saja. Akan tetapi poin yang perlu ditegaskan
adalah penting sekali bagi kita untuk menghormati sesuatu yang disembah oleh agama lain.
Menghormati tentu berbeda dengan meyakini. Kita harus menghormati, bukan berarti
harus meyakininya. Menghormati di sini adalah tidak mencaci praktik ibadah dan
sesembahan mereka.
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhânahu wa ta’âla
Mengenai hal ini Allah berfirman dalam Al-Quran surah al-An’am ayat 108:

‫هللا َع ْد ًو ۢا ِب َغي ِْر ِع ْل ۗ ٍم‬


َ ‫هللا َف َي ُسبُّوا‬ ِ ‫َواَل َت ُسبُّوا الَّ ِذي َْن َي ْدع ُْو َن ِمنْ ُد ْو ِن‬
‫ك َز َّي َّنا لِ ُك ِّل ا ُ َّم ٍة َع َم َل ُه ۖ ْم ُث َّم ِا ٰلى َرب ِِّه ْم مَّرْ ِج ُع ُه ْم َف ُي َن ِّبُئ ُه ْـم ِب َما َكا ُن ْوا‬ َ ِ‫َك ٰذل‬
‫َيعْ َملُ ْو َن‬
Artinya, “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar
pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka.
Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An'am: 108).
Ayat di atas jelas sekali melarang kita mencaci sesuatu yang disembah penganut agama
selain Islam. Prof. Muhammad Quraish Shihab, MA. menyebutkan dalam kitab tafsirnya
mengenai ayat ini.
“Janganlah kalian, wahai orang-orang Mukmin, mencela patung-patung yang disembah oleh
orang-orang musyrik selain Allah. Hal itu akan membuat mereka marah lantaran perbuatan
kalian, dengan berbalik mencela Allah akibat sikap melampaui batas dan kedunguan
mereka. Seperti apa yang Kami hiasi mereka dengan rasa cinta terhadap patung-patungnya,
masing-masing umat juga Kami hiasi dengan pekerjaannya sesuai kesiapannya. Kemudian,
semuanya hanya akan kembali kepada Allah di hari kiamat. Dia akan memberitahu mereka
hasil perbuatannya dan akan memberikan balasannya.”
Mengenai asal mula diturunkannya ayat di atas, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya
menyebutkan, Imam Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar, ia dari Qatadah: “Pada zaman
Nabi, ada seorang muslim yang mencela sesembahan orang-orang kafir, lalu celaan tadi
dibalas oleh orang kafir dengan berlebihan. Mereka mengata-ngatai dan mencemooh Allah
dengan celaan yang amat parah tanpa didasari ilmu”.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Marilah kita beragama dengan bijak, dengan sikap toleransi terhadap orang yang berbeda
keyakinan dengan kita. Jangan sampai sikap intoleran yang kita lakukan malah memecah
belah dan menghancurkan kerukunan yang sejak lama telah terjalin di antara umat
beragama di tengah masyarakat kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada kita untuk melakukan
tindak preventif, sebab cacian yang kita lontarkan kepada orang lain tentu akan menuai
‫‪balasan cacian yang serupa atau bahkan lebih parah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam‬‬
‫‪pernah menggambarkan sebab akibat dari perilaku caci-mencaci dalam sabdanya:‬‬

‫ض َي هَّللَا ُ َع ْن ُه َما‪َ -‬أنَّ َرسُو َل‬ ‫‪-‬ر ِ‬ ‫اص َ‬ ‫ْن ْال َع ِ‬ ‫ْن َع ْم ِرو ب ِ‬‫َعنْ َع ْب ِد هَّللَا ِ ب ِ‬
‫هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم َقا َل‪ِ :‬منْ اَ ْل َك َباِئ ِر َش ْت ُم اَلرَّ ج ُِل َوالِ َد ْي ِه‪ِ .‬قي َل‪:‬‬
‫َو َه ْل َيسُبُّ اَلرَّ ُج ُل َوالِدَ ْي ِه؟ َقا َل‪َ :‬ن َع ْم‪َ .‬يسُبُّ َأ َبا اَلرَّ ج ُِل‪َ ,‬ف َيسُبُّ َأ َباهُ‪,‬‬
‫َو َيسُبُّ ُأ َّمهُ‪َ ,‬ف َيسُبُّ ُأ َّمهُ‪ُ .‬م َّت َف ٌق َع َل ْي ِه‬
‫‪Artinya, '“Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah‬‬
‫‪shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang‬‬
‫‪tuanya.’ Ada seseorang bertanya, ‘Mungkinkah ada seseorang yang memaki orang tuanya‬‬
‫‪sendiri?” ‘Beliau bersabda, ‘Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain memaki ayahnya‬‬
‫‪dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya’.” (Muttafaqun ‘alaih).‬‬

‫آن ْال َع ِظي ِْم َو َن َف َع ِني َوِإيَّا ُك ْم ِب َما ِف ْي ِه ِمنْ‬


‫ك هللا لِي َو َل ُك ْم ِفي ْالقُرْ ِ‬ ‫ار َ‬‫َب َ‬
‫آ َي ِة َو ِذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‪َ .‬أقُ ْو ُل َق ْولِي َه َذا َفأسْ َت ْغ ِف ُـر َ‬
‫هللا ال َع ِظ ْي َم ِإ َّن ُه ه َُو‬
‫ال َغفُ ْو ُـر الرَّ ِحيْم‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ ُث َّم ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ‪َ .‬أ ْش َه ُد أنْ آل إ َل َه ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل‬
‫ك َلهُ‪َ ،‬وَأ ْش َه ُد أنَّ َسيِّدَ َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه الَّ ِذيْ اَل َن ِبيّ‬ ‫َش ِري َ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َع َلى َن ِب ِّي َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى َألِ ِه َوَأصْ َح ِاب ِه َو َمنْ‬ ‫بعدَ هُ‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ان ِإ َلى َي ْو ِم ال ِق َيا َم ِة‬ ‫َت ِب َع ُه ْم بِِإحْ َس ٍ‬

‫از‬ ‫ص ْي ُك ْم َو َن ْف ِسيْ ِب َت ْق َوى ِ‬


‫هللا َف َق ْد َف َ‬ ‫َأمَّا َبعْ ُد‪َ ،‬ف َيا َأ ُّي َها ال َّناسُ ُأ ْو ِ‬
‫صلُّ ْو َن َع َلى ال َّن ِبيِّ ‪ٰ ،‬يَأ‬ ‫ْال ُم َّتقُ ْو َن‪َ .‬ف َقا َل هللاُ َت َعا َلى‪ِ :‬إنَّ َ‬
‫هللا َو َماَل ِئ َك َت ُه ُي َ‬
‫ص ِّل َع َلى َسيِّدَ َنا‬ ‫صلُّ ْوا َع َل ْي ِه َو َسلِّم ُْوا َتسْ لِ ْيمًا‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬
‫يُّها الَّ ِذي َْن آ َم ُن ْوا َ‬
‫ت‬ ‫م َُح َّم ٍد َو َع َلى َأ ِل َسيِّدَ َنا م َُح َّمدٍ‪ .‬الل ُه َّم ْ‬
‫اغ ِفرْ لِ ْلمُْؤ ِم ِني َـْن َو ْالمُْؤ ِم َنا ِـ‬
‫ت‪.‬ـ الل ُه َّم ْاد َفعْ َع َّنا‬ ‫مْوا ِ‬‫ت‪ ،‬اََأْلحْ يا ِء ِم ْن ُه ْم َو ْاالَ َ‬ ‫َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما ِ‬
‫الزالَ ِز َل َو ْال ِم َح َن َوس ُْو َء ْال ِف َت ِن َو ْال ِم َح َن َما‬‫ْال َبالَ َء َو ْا َلو َبا َء والقُر ُْو َن َو َّ‬
‫َظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َط َن َعنْ َب َل ِد َنا ِإ ْن ُدو ِني ِْسيَّا خآص ًَّة َو َساِئ ِر ْالب ُْلدَ ِ‬
‫ان‬
‫ْالمُسْ لِ ِمي َْن عام ًَّة َيا َربَّ ْال َعا َل ِمي َْن‬

‫اطاًل َوارْ ُز ْق َنا‬


‫اط َل َب ِ‬ ‫اللَّ ُه َّم َأ ِر َنا ْال َح َّق َح ًّقا َوارْ ُز ْق َنا ا ِّت َب َ‬
‫اع ُه َوَأ ِر َنا ْال َب ِ‬
‫اجْ ِت َنا َبهُ‪َ .‬ر َّب َنا آ ِتنا َ ِفى ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َو ِفى ْاآل ِخ َر ِة َح َس َن ًة َو ِق َنا َع َذ َ‬
‫اب‬
‫ار‪َ .‬واَ ْل َحمْ ُد هّٰلِل ِ َربِّ ْال ٰع َل ِمي َْن‬
‫ال َّن ِ‬

‫بى َو َي ْن َهى‬ ‫ان َوِإيْتا ِء ِذي ْالقُرْ َ‬ ‫حْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫هللا‪ ،‬نَّ هللا َيْأ‬
‫ِ‬ ‫س‬ ‫َ‬ ‫ِإل‬‫ا‬ ‫و‬‫َ‬ ‫ل‬
‫ِ‬ ‫د‬ ‫لع‬
‫َ‬ ‫ا‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ر‬
‫ُ‬ ‫م‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ٍع َبادَ ِ ِإ‬
‫ظ ُك ْـم َل َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن‪َ ،‬و ْاذ ُكرُوا َ‬
‫هللا‬ ‫َع ِن ْال َفحْ شا ِء َو ْال ُم ْن َك ـر َو ْال َب ْغي َي ِع ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫هللا َأ ْك َبرْ‬
‫لى ِن َع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم‪َ ،‬و َل ِذ ْك ُر ِ‬ ‫ْال َع ِظ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم‪َ ،‬وا ْش ُكر ُْوهُ َع َ‬

Anda mungkin juga menyukai