Anda di halaman 1dari 3

Upaya Mengatasi Islamophobia di Indonesia

Jurnal karya Maulana Fazar

ISLAMOPHOBIA : MENGAPA ORANG MEMBENCI ISLAM?

Phobia sendiri diartikan sebagai rasa cemas dan takut. Rasa cemas dalam phobia dapat
dialami jika seseorang menghadapi objek atau sarana antisipasi ketika akan menghadapi situasi
tersebut. Sebagai tanggapanya, orang-orang akan menunjukkan sikap penghindaran yang
merupakan ciri umum dari segala bentuk phobia (De Clerq, 1994).

Islamophobia tak dapat dipisahkan dari masalah prasangka terhadap Islam dan orang
yang dipersepsikan sebagai muslim. Prasangka anti muslim didasari pada sebuah klaim bahwa
agama Islam merupakan agama “inferior” dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai yang
dominan pada sebuah lingkungan masyarakat (Abdel-Hady, 2004).

Istilah Islamophobia muncul karena disebabkan oleh fenomena baru ditengah masyarakat
yang membutuhkan penamaan. Prasangka anti Islam dan muslim berkembang begitu cepat
diberbagai media dalam negeri maupun luar negeri pada beberapa tahun belakangan ini sehingga
membutuhkan kosa kata baru untuk mengidentifikasinya. Penggunaan istilah Islamophobia tidak
akan menimbukan konflik namun dipercaya bahwa istilah baru ini dapat memainkan peranan
dalam usaha untuk mengoreksi persepsi masyarakat dan guna membangun hubungan yang lebih
baik (Young European Muslim, 2002).

Dari ketiga penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Islamophobia adalah suatu
bentuk ketakutan berupa rasa cemas yang dapat dialami oleh individu maupun kelompok sosial
terhadap agama Islam dan orang-orang muslim yang bersumber dari pandangan yang tertutup
tentang ajaran yang dibawa oleh Islam serta disertai prasangka bahwa islam adalah agama
“inferior” yang tak pantas untuk berpengruh terhadap nilai-nilai yang ada ditengah masyarakat.

Mengapa orang membenci atau takut pada komunitas Islam? Jawaban singkat yang dapat
menjelaskan mengapa orang membenci Islam yaitu disebabkan karena perasaan tidak tahu
bagaimana kalah dan menang. Perilaku sosial terjadi ketika seseorang bertindak dan mengambil
sikap negatif terhadapnya. Beberapa istilah terkait Prasangka adalah diskriminasi, etnosentrisme,
preferensi dalam kelompok, kelompok Bias, penyimpangan di luar kelompok, jarak sosial, dan
stereotip. Kita dapat mempelajarinya melalui pendekatan yang berbeda yaitu pendekatan
personal, kognitif, intergroup dan sosiokultural.

PENDEKATAN PERSONAL

Prasangka dan kebencian terhadap kelompok lain terkadang dapat tumbuh pada masa
kanak-kanak. Nesdale (Augoustinos dan Reynolds, 2001) menerangkan bahwa ada empat hal
yang dapat mempengaruhi perkembangan prasangka terhadap orang-orang di masa kanak-kanak
yaitu: keadaan emosi yang tidak memadai (emotional maladaptation), refleksi sosial,
perkembangan kognisi sosial dan identitas sosial.

Emotional Maladaptation. Ciri-ciri kepribadian yang mempengaruhi personal yang


memiliki kecenderungan mudah berprasangka merupakan ciri kepribadian otoriter (Adorno et al,
1982). Pendekatan ini juga menjelaskan bahwa anak-anak tumbuh dalam kondisi disiplin yang
penuh tekanan menyebabkan anak-anak frustrasi, marah, dan bermusuhan dengan orang tuanya.
Kemudian ini diteruskan ke orang lain yang memiliki sedikit kekuasaan. Pendekatan ini
cenderung mengabaikan kemampuan Anak-anak untuk belajar dari lingkungan yang berbeda dari
orang tua mereka.

Refleksi sosial. Anak-anak belajar prasangka secara sederhana melaluinya orang tuanya.
Sikap anak mencerminkan sikap dan nilai yang dibawa melalui didikan orang tua. Pendekatan
Pembelajaran Sosial (Bandura, 1977; Kinder dan Sears, 1981) menjelaskan bahwa anak-anak
mempelajari sikap dengan mengamati dan meniru perilaku linguistik dan nonverbal orang
tuanya. Proses pembelajaran ini terjadi untuk menerima penghargaan atau hadiah dari orang tua
atau anak ingin menyenangkan orang tuanya.

Perkembangan kognisi sosial. Menurut teori perkembangan kognitif sosial (Aboud,


1988) Prasangka terhadap kelompok lain dimulai pada usia 5 tahun, memuncak pada usia 7
tahun yang kemudian anak-anak mulai memahami perbedaan. Prasangka terjadi Karena proses
persepsi yang terkait dengan ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui. Tajfel (Augoustinos
dan Reynolds, 2001) menjelaskan bahwa Perbedaan fisik yang terlihat juga dapat menimbulkan
prasangka pada anak maupun orang dewasa, tetapi prasangka antar etnis, agama dan kelompok
homoseksual tetap dapat terjadi walaupun tidak ada perbedaan fisik.

Identitas sosial. Teori identitas sosial yang diajukan oleh Tajfel dan Turner (Augoustinos
dan Reynolds, 2001) menjelaskan bahwa prasangka dan diskriminasi terhadap suatu kelompok
etnis lain dimulai karena kehendak personal untuk mempopulerkan kelompoknya terhadap
Identitas kelompok sosial yang lain. Tujuannya adalah untuk meningkatkan harga diri mereka
dari kelompok lain.

PENDEKATAN KOGNITIF

Pendekatan kognitif lebih menekankan pada diskusi stereotip. Orang mengklasifikasikan


dan membuat stereotip untuk mengurangi jumlahnya Informasi penting yang dapat dicerna.
Istilah stereotip dikemukakan oleh Lippmaan (1922) yang menjelaskan tentang kepercayaan
yang diwariskan oleh karakteristik seperti kepribadian, perilaku yang diharapkan, dan nilai-nilai
Dimiliki oleh personal. Prasangka sering terjadi karena kekeliruan atau ketertutupan saat
memproses informasi yang berasal dari stereotip negatif.
PENDEKATAN INTERGROUP

Penjelasan lebih lanjut tentang fenomena prasangka dari teori identitas sosial dan
kategori sosial fokus pada psikologi kelompok. Pendekatan ini mengkaji konteks sosial ketika
setiap kelompok berinteraksi. Ini lebih membantu untuk memahami prasangka sebagai bagian
dari proses kelompok dengan adanya fenomena di dalam dan di luar kelompok. Teori identitas
sosial antara lain seperti preferensi kelompok memberikan pandangan bahwa "kita lebih baik
dari mereka". Teorema klasifikasi sosial menjelaskan hubungan antara individu dan kelompok.
Situasi yang menjelaskan mengapa seorang individu bergabung dengan suatu kelompok dan
mengapa ketika orang tersebut bertindak sebagai individu atau anggota kelompok. Teori ini
dapat menjelaskan gejala konflik sosial yaitu sikap para anggotanya. Kelompok mengenali
struktur sosial hubungan antar kelompok berdasarkan pemahaman subjektif antar kelompok
masyarakat (Turner, 1999). Pendekatan antar kelompok juga menjelaskan bahwa individu
cenderung menekankan kehadirannya atas persamaan dalam kelompok dan perbedaan antar
kelompok.

PENDEKATAN SOSIO-KULTURAL

REFERENSI

Abdel-Hady, Z. (2004). “Islamophobia…A Threat….A Challenge! Published paper on


“International Conference On Muslim and Islam in 21st Century: Image and Reality”.
Kualalumpur: International Islamic University of Malaysia.
De Clerq, (1994). Tingkah Laku Abnormal: Dari Sudut Pandang Perkembangan.
Jakarta: Grasindo.
Kinder, D. R dan Sears, D. O. (1981). Prejudice and Politics: symbolic racism versus racial
threats to the good life. Journal of Personality and Social Psychology, 40, 414-431.

Tajfel, H. (1972). Social Categorization. In. S. Moscovici (ed) Introduction a la psychologie


sociale (pp 272-302). Paris: Larousse.

Tajfel,H dan Turner, J.C. (1979). An Integrative Theory of Intergroup Conflict.

Monterey, CA: Brooks/Cole.

Young European Muslims, (2002). Islamophobia and The West. Young European Muslims 5
(2002): 10th April 2004, http://lancashiremosques.com/data/ newsletter/issue5.pdf.

Anda mungkin juga menyukai