Kecelakaan Akibat Kerja-1
Kecelakaan Akibat Kerja-1
Kecelakaan Akibat Kerja-1
Disusun Oleh :
2021
KECELAKAAN AKIBAT KERJA
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja menurut Bennet dan
Rumondang (1985) pada umumnya selalu diartikan sebagai “kejadian yang tidak dapat
diduga“. Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja itu dapat diramalkan atau diduga dari
semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu
kewajiban berbuat secara selamat dan mengatur peralatan serta perlengkapan produksi
sesuai dengan standar yang diwajibkan. Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
perbuatan yang tidak selamat memiliki porsi 80 % dan kondisi yang tidak selamat
sebayak 20%. Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh:
Dari kedua teori kecelakaan kerja tersebut dapat disimbulkan bahwa yang
menjadi faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu faktor manusia dan lingkungan.
Namun, kedua teori tersebut menjelaskan bahwa faktor yang mendominasi
kecelakaan kerja adalah faktor tidak aman dari manusia (Unsafe Action). Faktor-
faktor yang menjadi pendukung atau penyebab tidak aman antara lain tidak
seimbangnya fisik (tidak sesuai kekuatan dan jangkauan, posisi tubuh salah,
kepekaan tubuh dan panca indra,cacat fisik dan cacat sementara), kurang
pendidikan atau pelatihan (pengalaman pelatihan/training oleh pekerja),
penggunaan APD tidak benar, human error (tidak melakukan pengamanan
sesuai SOP, menjalankan alat tanpa perintah,menggunakan alat yang rusak, dan
tidak mengembalikan alat seperti semula), karaktertistik (usia, gender, massa
kerja, tingkat pendidikan, status kerja), beban kerja antara lain (tekanan batas
waktu yang diberikan untuk mengerjakan tugas dan aktifitas mental),
kemampuan dan ketrampilan (kemampuan dan ketrampilan dalam menguasai
bidang pada pekerjaan tersebut), kekuatantubuh (kebutuhan dalam aktifitas
fisik), kurang motivasi antara lain (tidak ada umban balik, terlalu tertekan, tidak
mendapat pujian dari hasil karya).
D. Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja
Menurut ILO (1989:20) berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan
keselamatan kerja bidang industry meubel :
1. Peraturan
Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi. Peraturan di industri meliputi
kondisi kerja umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian
dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan pekerja,
pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama, dan pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi
Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya jika
dikaitkan dengan dunia industricontohnya konstruksi yang aman dari jenis peralatan
industri tertentu seperti penggunaan alat keselamatan kerja, kebiasaan yang aman dan
sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan.
3. Pengawasan
Pengawasan dilakukan supaya peraturan yang ada benar-benar dipatuhi atau tidak
dilanggar, sehingga apa yang menjadi sasaran maupun tujuan dari peraturan
keselamatan kerja dapat tercapai. Terutama pengawasan terhadap para pekerja untuk
menghindari kecelakaan kerja.
4. Pendidikan
Pendidikan sangat berpengaruh terhadap karakteristik serta perilaku seseorang.
Pendidikan juga berpengaruh terhadap angka kecelakaan kerja. Pekerja yang
mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi maka dalam bekerja lebih teliti dan
berhati-hati karna ilmu yang didapat lebih dari pekerja yang pendidikan rendah.Maka
dari itu perlu adanya seleksi dan pelatihan guna mengurangi hal-hal yang
menyebabkan kerugian.
5. Pelatihan atau training
Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi para
pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya
pemberian pelatihan karena pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal yang
ada di perusahaan yang baru ditempatinya. Pemberian pelatihan mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan sebelum terjun ke dunia kerja sudah
memiliki bekal terlebih dahulu tentang bagaimana cara dan sikap kerja yang yang
aman dan selamat, sehingga ketika terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari
potensi bahaya yang dapat menyebabkan celaka.
E. Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja
Pengertian kejadian menurut standar (Australian AS 1885, 1990) adalah suatu proses
atau keadaan yang mengakibatkan kejadian cidera atau penyakit akibat kerja. Ada
banyak tujuan untuk mengetahui klasifikasi kejadian kecelakaan kerja, salah satunya
adalah dasar untuk mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti dimana
kecelakaan terjadi, apa yang karyawan lakukan, dan apa peralatan atau material yang
digunakan oleh karyawan. Penerapan kode-kode kecelakaan kerja akan sangat membantu
proses investigasi dalam meginterpretasikan informasi-informasi yang tersebut diatas.
Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode-kode kecelakaan kerja,
salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 tahun 1990. Berdasarkan standar
tersebut, kode yang digunakan untuk mekanisme terjadinya cidera/sakit akibat kerja di
Industry Meubel dibagi sebagai berikut:
Jatuh dari atas ketinggian
Jatuh dari ketinggian yang sama
Menabrak objek dengan bagian tubuh
Terpajan oleh getaran mekanik
Terpajan oleh suara keras tiba-tiba
Terpajan suara yang lama
Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)
Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
Otot tegang lainnya
Kontak dengan listrik
Kontak atau terpajan dengan dingin atau panas
Terpajan radiasi
Kontak tunggal dengan bahan kimia
Kontak lainnya dengan bahan kimia
Kontak dengan, atau terpajan faktor biologi
Terpajan faktor stress mental
Longsor atau runtuh
Kecelakaan kendaraan/Mobil
Lain-lain dan mekanisme cidera berganda atau banyak
Mekanisme cidera yang tidak spesifik
F. Dampak Kecelakaan Akibat Kerja
Berdasarkan model penyebab kerugian yang dikemukakan oleh Det Norske Veritas
(DNV, 1996), terlihat bahwa jenis kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja meliputi
manusia/pekerja, properti, proses, lingkungan, dan kualitas.
Gambar 1.
The DNV Loss Causation Model
(Sumber : DNV International Rating System)
Studi yang dilakukan oleh Frank E. Bri, Jr. Pada 1969 terhadap 1.753.498 kecelakaan
kerja menunjukkan bahwa setiap kecelakaan serius atau cidera yang melumpuhkan
dilaporkan, maka ada 9.8 cidera ringan, 30.2 kecelakaan yang menyebabkan kerusakan
properti, dan 600 kecelakaan yang tanpa menimbulkan kerugian. Hasil studi tersebut
tergambar dalam piramida kecelakaan berikut :
Gambar 2.
Piramida Kecelakaan Kerja
(Sumber : Industrial Accident Prevention)
Studi yang dilakukan H.W. Heinrich menunjukkan bahwa biaya kerusakan properti yang
tidak diasuransi 5 sampai 50 kali lebih besar dibandingkan dengan biaya kompesansi dan
pengobatan cidera akibat kerja. Hasil studi tersebut tergambar dalam gunung es biaya
kecelakaan kerja berikut :
Gambar 3.
Gunung Es Biaya Kecelakaan Kerja
(Sumber : Industrial Accident Prevention)
G. Penanggulangan Kecelakaan Akibat Kerja
Langkah-langkah penanggulangan kecelakaan akibat kerja menurut ILO, yaitu sebagai
berikut :
1. Peraturan Perundang-Undangan
Ketentuan & syarat K3 mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik &
teknologi,
Penerapan ketentuan & syarat K3 sejak tahap rekayasa,
Penyelenggaraan pengawasan & pemantauan pelaksanaan K3.
2. Standarisasi
Standar K3 maju akan menentukan tingkat kemajuan pelaksana K3.
3. Inspeksi/Pemeriksaan
Suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tempat kerja masih memenuhi
ketentuan & persyaratan K3.
4. Riset Teknis, Medis, Psikologis & Statistik
Riset atau penelitian untuk menunjang tingkat kemajuan bidang K3 sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik & teknologi.
5. Pendidikan & Latihan
Peningkatan kesadaran, kualitas pengetahuan & keterampilan K3 bagi tenaga kerja.
6. Persuasi
Cara penyuluhan & pendekatan di bidang K3, bukan melalui penerapan & pemaksaan
melalui sanksi-sanksi.
7. Asuransi
Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan dengan pembayaran
premi yg lebih rendah terhadap peusahaan yang memenuhi syarat K3.
8. Penerapan K3 di Tempat Kerja
Langkah-langkah pengaplikasian di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat
K3 di tempat kerja.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.dinus.ac.id/6487/