Anda di halaman 1dari 15

Skeletonisasi Citra Pembentukan Rangka Tubuh Manusia Dengan

MATLAB 7.12

Megarani Tiara Putri

Fakultas Teknologi Industri


Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya, 100, Pondok Cina, Depok
Telp: (021) 78881112

Email: mega_game_394@student.gunadarma.ac.id

ABSTRAK
Proses segmentasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam
analisis citra. Pada prosedur ini objek yang diinginkan, akan dipakai untuk proses
– proses selanjutnya. Antara satu tahap segmentasi ke tahap segmentasi lain saling
berkaitan. Dimulai dari proses awal yaitu capture video yang berekstensi .avi,
menggunakan video orang berjalan. Kemudian dilanjutkan dengan tahap
segmentasi warna ke citra HSV, tahap pemisahan latar belakang dengan latar
depan objek, filtering citra dengan menggunakan metode filter median, proses
thresholding dengan menentukan nilai ambang piksel, tahap dilasi erosi citra dan
yang terakhir skeleton citra menggunakan algoritma stentiford.
Aplikasi ini menghasilkan citra skeleton dari rangka tubuh manusia yang
nantinya hasil skeleton tersebut dapat dipergunakan untuk penelitian selanjutnya
yaitu ekstraksi fitur dan analisis gait. Hasil citra skeleton merupakan
pengembangan dasar yang hanya terbatas dalam penyajian informasi tahap awal.
Citra skeleton yang dihasilkan akan membentuk citra rangka tubuh manusia yang
terdiri atas satu piksel hitam yang saling terhubung. Untuk implementasi proses
segmentasi citra ini, Penulis menggunakan MATLAB 7.12.

Kata Kunci: Stentiford, Segmentasi, Rangka, MATLAB


1. Pendahuluan
Gait Recognition atau sistem pengenalan gaya gerak berjalan manusia
merupakan salah satu sistem di bidang keamanan biometrik yang mengalami
peningkatan teknologi yang cukup pesat. Gait adalah cara atau sikap berjalan
kaki seseorang (Dawson, 2002). Tiap orang memiliki Gait yang berbeda.
Karakteristik ini yang kemudian digunakan untuk identifikasi individu karena
gait sulit untuk disembunyikan ataupun direkayasa (Boulgouris, 2005).
Proses gaya berjalan manusia ini dapat di representasikan dengan video
ataupun gambar. Output inilah yang nantinya akan dianalisis untuk
mendapatkan informasi yang berguna. Oleh sebab itu, proses pengolahan citra
sangat diperlukan. Disiplin ilmu yang melahirkan teknik – teknik untuk
mengolah citra dinamakan Pengolahan Citra Digital atau Digital Image
Processing.
Teknik pengolahan citra digital dapat diterapkan dalam melakukan
segmentasi citra. Segmentasi citra merupakan suatu proses pengelompokkan
citra menjadi beberapa region berdasarkan kriteria tertentu. Berdasarkan
pengertiannya, segmentasi memiliki tujuan menemukan karakteristik khusus
yang dimiliki suatu citra. Oleh karena itu, segmentasi sangat diperlukan pada
proses pengenalan pola atau pattern recognition. Salah satu proses awal yang
penting dalam pengenalan pola adalah tahap skeleton. Skeleton suatu objek
adalah hasil dari set garis singel piksel dari suatu pola .
Pembentukkan skeleton melibatkan algoritma penghapusan titik-titik
sampai semua garis atau kurva selebar satu piksel. Algoritma tersebut
biasanya dikenal dengan metode thinning. Metode thinning pun bermacam –
macam dalam penerapannya untuk membentuk sebuah skeleton, ada yang
mengimplementasikan algoritma Most Prominent Ridge Line (MPRL
algorithm), algoritma Susan Binary Post-Processing (SBPP algorithm),
algoritma Zhang-Suen (Zhang-Suen algorithm), algoritma Hilditch (Hilditch
algorithm), algoritma Rosenfeld (Rosenfeld algorithm), Algoritma Stentiford
(Stentiford Algorithm) dan masih banyak lagi.
Beberapa Peneliti sebelumnya, melakukan penelitian mengenai metode
thinning menggunakan algoritma MPRL (Most Prominent Ridge Line). Hasil
skeleton dari algoritma tersebut menghasilkan citra skeleton yang terputus dan
tidak terbentuk seluruh rangka tubuh manusianya sehingga banyak informasi
yang hilang dan menghasilkan skeleton yang kurang baik (Cicu Ratih
Damayanthi, 2009). Peneliti lainnya menggunakan Algoritma Zhang-Suen.
Algoritma tersebut memiliki efisiensi yang sederhana, cepat dan cukup baik
dalam menghasilkan citra skeleton (Ayu Hardianti, 2010).
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan Algoritma Stentiford
(Stentiford Algorithm) sebagai metode thinning untuk bentuk skeletonnya.
Algoritma Stentiford meupakan proses thinning menggunakan template,
dimana piksel tengah yang cocok dengan template pada citra dihapus.
Algoritmanya bersifat iteratif, yang mengikis (erodes) lapisan luar dari piksel
sampai tidak ada lagi lapisan yang dapat dihilangkan.

2. Tinjauan Pustaka
1. Operasi Pengolahan Citra
Segmentasi merupakan suatu proses pengelompokkan citra
menjadi beberapa region berdasarkan kriteria tertentu. Berdasarkan
pengertiannya, segmentasi memiliki tujuan menemukan karakteristik
khusus yang dimiliki suatu citra. Oleh karena itu, segmentasi sangat
diperlukan pada proses pengenalan pola. Semakin baik kualitas segmentasi
maka semakin baik pula kualitas pengenalan polanya.
Pada dasarnya, proses skeletonisasi dapat disamakan dengan
proses thinning . Ada beberapa sumber yang menyamakan kedua istilah
tersebut. Sementara beberapa sumber yang lainnya menyatakan bahwa
thinning adalah salah satu metode yang dipakai dalam melakukan
skeletonisasi (thinning adalah bagian dari skeletonisasi). Akan tetapi
untuk memermudah pembahasan maka pada penulisan ini menggunakan
persepsi bahwa arti istilah skeletonisasi adalah berbeda dengan istilah
thinning. Thinning lebih merupakan metode dan bagian daripada
skeletonisasi.
Skeletonisasi merupakan salah satu pemrosesan citra yang
digunakan untuk mengurangi suatu daerah (region) menjadi suatu
grafik/kurva dengan memperoleh kerangka (skeleton) dari daerah tersebut.
Dengan demikian, image tersebut ditransformasikan menjadi bentuk
structural atau mengurangi suatu daerah yang tebal atau bergumpal
menjadi unit-unit dengan piksel tunggal. Dengan demikian, image
tersebut ditransformasikan menjadi garis-garis piksel.

2. Algoritma Stentiford
Metode ini adalah algoritma thinning dengan menggunakan teknik
template-based mark-and-delete. Metode ini cukup terkenal karena
reliable dan kefektifannya. Metode thinning jenis ini menggunakan
template untuk dicocokkan dengan citra yang akan dithinning. Algoritma
ini bersifat iteratif yang berguna untuk mengikis lapisan piksel terluar
sampai tidak ada lapisan lagi yang dapat dihilangkan. Template yang
dipakai adalah 4 buah template 3 x 3 yaitu,

Gambar 2.1 Template pada algoritma Stentiford

Berikut ini akan dijelaskan langkah–langkah algoritma Stentiford:


a. Cari piksel pada lokasi (i, j) dimana piksel – piksel pada image
cocok dengan template T1. Dengan template ini, maka semua
piksel di bagian atas dari image akan dihilangkan (remove).
Pencocokkan template ini bergerak dari kiri ke kanan dan dari atas
ke bawah.
b. Bila pixel tengah bukan merupakan endpoint dan mempunyai
jumlah konektivitas (connectivity number) 1, maka tandai piksel
tersebut untuk kemudian dihilangkan (remove).
Endpoint pixel : piksel yang merupakan batas akhir dan hanya
terhubung dengan 1 piksel saja. Contoh : suatu piksel hitam
hanya mempunyai satu tetangga saja yang hitam juga dari
kemungkinan delapan tetangga.
Connectivity number: merupakan suatu ukuran berapa banyak
obyek yang terhubung dengan piksel tertentu (dihitung
berdasarkan rumus 2.8).

Cn = ∑ Nk – (Nk. Nk + 1. Nk + 2) (2.1)

Nk merupakan nilai dari 8 tetangga di sekitar piksel yang


akan dianalisa dan nilai S = {1, 3, 5, 7}. N0 adalah nilai dari
piksel tengah (central pixel). N1 adalah nilai dari piksel pada
sebelah kanan piksel tengah dan sisanya diberi nomor berurutan
dengan arah berlawanan jarum jam.

Gambar 2.2 Penomoran piksel pada algoritma Stentiford

Contoh :

Gambar 2.3 Keterangan Jumlah Konektivitas


Bagian a) menjelaskan tentang jumlah konektivitas = 0.
Bagian b) menjelaskan tentang jumlah konektivitas = 1.
Bagian c) menjelaskan tentang jumlah konektivitas = 2.
Bagian d) menjelaskan tentang jumlah konektivitas = 3.
Bagian e) menjelaskan tentang jumlah konektivitas = 4

c. Ulangi langkah 1 dan 2 untuk semua piksel yang cocok dengan


template T1.
d. Ulangi langkah 1–3 untuk template T2, T3 dan T4.
Pencocokkan template T2 akan dilakukan pada sisi kiri dari obyek
dengan arah dari bawah ke atas dan dari kiri ke kanan.
Pencocokkan template T3 akan dilakukan pada sisi bawah dari
obyek dengan arah dari kanan ke kiri dan dari bawah ke atas.
Pencocokkan template T4 akan dilakukan pada sisi kanan dari
obyek dengan arah dari atas ke bawah dan dari kanan ke kiri.
e. Piksel - piksel yang ditandai untuk dihilangkan (remove) dibuat
sama dengan background (di-set 0 untuk binary image). Contoh
hasil dari algoritma Stentiford :

Gambar 2.4 Citra Asli

Setelah diolah dengan algoritma Stentiford akan menghasilkan


seperti ditunjukan gambar 2.5:

Gambar 2.5 Thinning Dengan Algoritma Stentiford


3. Proses Segmentasi Citra
Proses-proses dalam pembuatan program skeletonisasi citra pembentukan
rangka tubuh manusia dengan MATLAB 7.12, memiliki 7 tahapan, meliputi
pengambilan video orang berjalan, kemudian dilanjutkan dengan tahap segmentasi
warna ke citra HSV, pemisahan latar belakang dan objek, filterisasi citra dengan
menggunakan filter median, tahap thresholding, dilasi dan erosi citra serta tahap
terakhir yaitu skeletonisasi citra, untuk lebih jelasnya terdapat pada bagan di
gambar 3.1.

Capture Video

Segmentasi Warna HSV

Pemisahan Latar Depan


Dan Latar Belakang

Filterasi Citra

Thresholding

Erosi dan Dilasi Citra

Skeletonisasi

Gambar 3.1. Tahap Segmentasi Citra

4. Hasil Uji Coba


Tabel 4.1 adalah hasil ujicoba citra yang digunakan sebagai objek
dalam segmentasi citra, terdiri dari 32 data citra RGB yang berbeda dimulai dari
capture citra RGB dengan file input video rangga2.avi, mengalami filterasi citra
dengan median filter dengan matriks 3 x 3, proses erosi dan dilasi citra, hingga
skeletonisasi citra.

Tabel 4.1 Uji Coba


“Skeletonisasi Citra Pembentukan Rangka Tubuh Manusia Dengan MATLAB
7.12”
frame Capture Segmentasi Filterisasi Dilasi dan Skeletonisasi
Warna Erosi
HSV
Frame
ke-1

Frame
ke-2

Frame
ke-3

Frame
ke-4

Frame
ke-5

Frame
ke-6

Frame
ke-7
Frame
ke-8

Frame
ke-9

Frame
ke-10

Frame
ke-11

Frame
ke-12

Frame
ke-13

Frame
ke-14

Frame
ke-15

Frame
ke-16

Frame
ke-17
Frame
ke-18

Frame
ke-19

Frame
ke-20

Frame
ke-21

Frame
ke-22

Frame
ke-23

Frame
ke-24

Frame
ke-25

Frame
ke-26

Frame
ke-27
Frame
ke-28

Frame
ke-29

Frame
ke-30

Frame
ke-31

Frame
ke-32

Tabel 4.1 adalah tabel kumpulan citra yang telah disegmentasi yang telah
diuji coba, terdiri dari 32 data. Tingkat keberhasilan segmentasi pada citra dapat
dilihat pada tabel 4.2, simbol √ menandakan tingkat keberhasilan dan simbol x
menandakan kegagalan segmentasi. Dari Tingkat keberhasilan ini dapat terlihati
hasil citra skeletonisasi yang baik dan tidak baik. Citra skeletonisasi yang benar –
benar baik dapat dipergunakan untuk penelitian berikutnya yaitu ekstrasi fitur dan
analisis gait.

Tabel 4.2 Tingkat Keberhasilan Citra Hasil Skeletonisasi


Objek Tingkat Keberhasilan
Citra Skeletonisasi Frame ke-1 Belum ada objek
Citra Skeletonisasi Frame ke-2 Belum ada objek
Citra Skeletonisasi Frame ke-3 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-4 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-5 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-6 X
Citra Skeletonisasi Frame ke-7 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-8 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-9 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-10 X
Citra Skeletonisasi Frame ke-11 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-12 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-13 X
Citra Skeletonisasi Frame ke-14 X
Citra Skeletonisasi Frame ke-15 X
Citra Skeletonisasi Frame ke-16 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-17 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-18 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-19 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-20 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-21 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-22 X
Citra Skeletonisasi Frame ke-23 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-24 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-25 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-26 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-27 X
Citra Skeletonisasi Frame ke-28 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-29 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-30 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-31 √
Citra Skeletonisasi Frame ke-32 √
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa citra hasil skeletonisasi yang
didapatkan ada yang baik dan ada yang kurang baik. Terdapat 23 citra
skeletonisasi yang dapat dikategorikan cukup baik yaitu telah melalui proses
thinning sampai tersisa hanya satu piksel saja, piksel – piksel saling terhubung
serta tidak menyisakan piksel-piksel hitam lain di sekitar objek. Pada frame 6, 10,
13, 14, 15, 22 dan 27 piksel hasil thinning tidak terhubung dan terputus sangat
jauh antara satu piksel dengan piksel hitam lainnya dan terlihat masih adanya
piksel – piksel hitam lain yang belum terhapus.

5. Penutup
1. Kesimpulan
Segmentasi citra menjadi sebuah citra skeleton dengan
menggunakan aplikasi MATH WORK R2011a atau biasa dikenal dengan
MATLAB 7.12 telah dapat diimplementasikan dengan baik.
Dimulai dari pengambilan citra dari hasil 32 frame pertama yang
ada pada video kemudian segmentasi warna HSV, proses pemisahan latar
belakang dengan latar depan menggunakan fungsi imsubtract, tahap
filtering menggunakan filter median dengan matriks berordo 3x3, tahap
tresholding dimana hasil dari filter median tersebut diolah ke citra biner,
proses morfologi dengan dilasi erosi dan yang terakhir tahap skeletonisasi
maka didapatkanlah hasil sebuah citra skeleton. Hasil dari semua citra
skeletonisasi itupun bisa dikatakan cukup baik setelah di tahap uji coba,
program tersebut diimplementasikan. Hasil akhir menyatakan bahwa
akurasi program ini adalah 76,67% dimana ada 23 hasil citra skeleton yang
bisa di katakan cukup baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil dari suatu segmentasi
citra menjadi sebuah citra skeleton dengan menggunakan aplikasi
MATLAB 7.12 ini antara lain adalah kualitas video. Kualitas video yang
baik dan dengan pencahayaan yang terang akan menghasilkan segmentasi
citra yang baik pula. Aplikasi ini dibuat dengan MATLAB 7.12 atau
MathWork R2011a karena saat ini MATLAB 7.12 atau MathWork
R2011a masih menjadi salah satu pilihan utama untuk pembuatan
aplikasi pengolahan citra digital.

2. Saran
Untuk pengembangan ke depannya, aplikasi ini sebaiknya dapat
lebih baik dalam menghasilkan citra skeleton. Interface dapat dibuat
semenarik mungkin bagi user dan kemudahan dalam menggunakan
aplikasi ini pun harus lebih diperhatikan. Dalam program ini masih
menggunakan fungsi – fungsi standar yang ada di dalam MATLAB. Untuk
ke depannya agar lebih bisa mendalami MATLAB itu sendiri dan
mengimplementasikan algoritma – algoritma di dalam MATLAB,
sehingga dapat menghasilkan program yang baik, sesuai keinginan dan
sempurna.

6. Daftar Pustaka
[1] Ayu Hardianti. 2010. Image Segmentation Of Shape And Skeleton
Human Body Using Filter Median And Thinning Method. Skripsi
Universitas Gunadarma. Depok.

[2] Boulgouris, N. V., Dimitrios Hatzinakos, Konstantinos N. P. 2005.


Gait Recognition: A Challenging Signal Processing Technology for
Biometric Identification. IEEE Signal Processing Magazine. USA.

[3] Cicu Ratih Damayanthi. 2009. Segmentation Of Shape And


Skeleton Human With Use Gaussian And Thinning Method. Skripsi
Universitas Gunadarma. Depok.

[4] Darma Putra.2008. Sistem Biometrika. Andi. Jakarta.

[5] Dawson, Mark R. 2002. Gait Recognition. Imperial Collage of


Science, Technology and Medicine. London.

[6] Digital Library Telkom Institute Of Technology. “Sistem ruang


warna”.
http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?option=com_content&view=article
&id=668:sistem-ruang-warna&catid=15:pemrosesan-sinyal&Itemid=14.
[01 Juli 2011].
[7] Gunaidi Abdia Away. 2010. The Shortcut Of Matrix Laboratory
MATLAB Programming. Informatika. Bandung.

[8] Gonzalez, R.C. & Woods, R.E. 2002. Digital Image Processing
Second Edition. Prentice Hall. New Jersey.

[9] I Gusti Ngurah Winanda Wijaksana. “Morphologi”.


http://www.scribd.com/doc/51643630/Morphologi-Thinning-dan-
Thickening. [04 Juli 2011].

[10] Jason Rupard. “Skeletonization (part 1)”.


http://www.rupj.net/portfolio/docs/skeletonization.pdf. [03 Juli 2011].

[11] Jernihta Pardede. “Studi Perbandingan Beberapa Algoritma


Thinning Dalam Pengenalan Pola”.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20155. [01 Agustus 2011].

[12] Liu, Zongyi, Sudeep Sarkar. 2006. Improved Gait Recognition by


Gait Dynamics Normalization. Vol.28 No. 6. IEEE Transaction on Pattern
Analysis and Machine Intelligence. USA.
[13] Mark D. Fairchild. 2005. Color Appearance Models, Second
Edition. WILEY. UK.

[14] Marvin CH. Wijaya. 2007. Pengolahan Citra Digital


Menggunakan Matlab Image Processing Toolbox. Informatika. Bandung.

[15] Piccardi. “Background Substraction Review”.


http://www.staff.it.uts.edu.au/~massimo/BackgroundSubtractionReview-
Piccardi.pdf . [03 Juli 2011].

[16] Purwiyanti. “Penentuan Letak Derau pada Citra Berderau Salt And
Pepper Berdasarkan Sifat Ketetanggaan Piksel”.
http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip 2009/PROSIDING dies ke-43 UNILA
2008/ ARTIKEL Pdf/SRI PURWIYANTI 216-223.pdf/. [24 Juni 2010].

[17] Rinaldi Munir. 2004.Pengolahan Citra Digital Dengan


Pendekatan Algoritmik. Informatika. Bandung.

[18] T. Sutoyo. 2009. Teori Pengolahan Citra Digital. ANDI.


Semarang.

[19] Yuniar Supardi. 2007. Cara Mudah Belajar C Dan Flowchart


Dalam Praktek. Dinastindo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai