Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANTROPOLOGI KESEHATAN
“ KAITAN ANTARA BUDAYA HIDUP SEHAT DENGAN BUDAYA DI
SEKITAR KITA (SASAK) ”

Dosen Pengampu: Drg G.A Sri Puja W, M.Kes

DI SUSUN OLEH:
NAMA : LULUK DWI RAHMAYATI
NIM : P07120120068
TINGKAT : II/B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN MATARAM
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya dengan beragam suku dan budaya, yaitu sekitar
300 suku bangsa. Setiap suku memiliki keunikan masing-masing. Diantara suku – suku
diatas, disini kita akan membahas tentang Suku Sasak yang hidup di Pulau Lombok yang
tinggal di dusun Sade, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Sekitar 80% penduduk pulau ini
diduduki oleh Suku Sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti Suku Mbojo (Bima),
Dompu, Samawa (Sumbawa), Jawa dan Hindu (Bali Lombok). Suku Sasak adalah suku
terbesar di Propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa Tenggara Timur. Suku Sasak masih
dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi suku ini sebagian besar memeluk agama Islam.
Umumnya, kepala keluarga suku ini bekerja sebagai petani, sedangkan kaum wanitanya
memiliki sambilan sebagai penenun kain. Hasil Tenunan dipajang di teras rumah atau di
gazebo yang ada di sekitar rumah. Para wisatawan bisa berkeliling menyusuri lorong kecil
dari rumah ke rumah untuk melihat hasil tenun sambil melihat rumah adat suku Sasak yang
disebut bale tani. Keunikan dari rumah adat suku Sasak adalah lantai yang dibuat dari
campuran tanah liat, kotoran kerbau, dan kulit padi. Menurut mereka, campuran tersebut
lebih kokoh dibandingkan semen biasa dan memiliki arti tersendiri. Tanah menggambarkan
dari mana manusia berasal. Sedangkan kotoran kerbau menggambarkan kehidupan mereka
sebagai petani yang sangat memerlukan kerbau untuk membajak sawah. Budaya lain yang
masih ada hingga sekarang salah satunya yaitu Nasi Papah. Nasi papah yaitu nasi yang
dilumatkan dengan mulut yang kemudian diberikan kepada bayi dan itu sudah berlangsung
secara turun temurun. Menurut penduduk Pulau Lombok, nasi papah mempunyai pengaruh
besar pada perkembangan tubuh dan kecerdasan anak serta percaya bahwa bayi juga
memerlukan makanan pendamping selain ASI. Dari Pemaparan diatas, nampak jelas terlihat
banyak sekali hal yang perlu kita ketahui secara mendalam tentang Suku Sasak, sehingga
dapat memperluas khasanah keilmuan dan untuk lebih memahami bahwa indonesia
mempunyai berbagai suku dan adat istiadat masing-masing sehingga kita mempunyai bekal
untuk manentukan sikap dan jalan apa yang paling tepat untuk menyikapinya. Dalam
makalah ini akan dijelaskan beberapa adat istiadat maupun tradisi Suku Sasak yang berkaitan
dengan aspek kesehatan, diantaranya yaitu pemberian Nasi Papah „Pakpak‟, Pembangunan
Rumah Adat Suku Sasak dan tradisi Suku Sasak saat persalinan.

B. Tujuan
Tujuannya agar masyarakat setempat dapat menerapkan budaya hidup sehat, memberi
informasi untuk menciptakan budaya hidup sehat, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan terkait tentang budaya hidup sehat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Rumah Adat Suku Sasak dalam Aspek Kesehatan


Rumah adat suku sasak dalam aspek kesehatan hanya tersedia sebuah pintu dan
tidak ada jendela memungkinkan tidak adanya ventilasi udara dan pencahayaan yang
baik. Ventilasi sangatlah penting karena mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama
adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti
kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu
tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab
penyakit). Fungsi kedua dari pada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan
dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi
lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban
(humudity) yang optimum. Mengingat lantai rumah Suku Sasak tersebut yang terbuat dari
campuran tanah liat dan kotoran kerbau dan sebagainya serta menggunakan kotoran
tersebut sebagai bahan untuk mengepel lantai, memungkinkan adanya bakteri maupun
virus berbahaya yang tentu saja tidak baik bagi kesehatan, dan menimbulkan berbagai
macam penyakit saluran pernafasan.

B. Nasi Papah dari Sisi Budaya


Nasi Papah atau dalam bahasa Lombok “Nasi Papak” yaitu makanan yang
telah dipapah atau dilumatkan dengan mulut ibu yang kemudian diberikan kepada bayi.
Budaya ini masih tetap berlangsung dari turun temurun di beberapa bagian Pulau
Lombok, yaitu Kabupaten Lombok Timur, khususnya di daerah-daerah pinggiran yang
agak terisolir. Budaya nasi papah tersebut menjadi permasalah dalam upaya
meningkatkan cakupan pemberian ASI Ekslusif. Tetapi dalam penyelesaiannya dan
penanganannya sangat sulit karena masyarakat di Kabupaten Lombok Timur ini sudah
memegang kepercayaan akan kebudayaannnya dari turun temurun.
Praktik pemberian nasi papah tersebut berlangsung sangat lama dan diteruskan
secara turun temurun. Sebagian Ibu-ibu percaya bahwa anak-anak memerlukan makanan
untuk dapat tumbuh dan berkembang. Untuk itu diperlukan makanan yang tersedia setiap
saat dan tidak membahayakan kesehatan baik dari segi ukuran maupun teksturnya.
Indikator yang dapat dilihat untuk dapat menentukan kekenyangan seorang bayi adalah
apabila dia terus menerus menangis walaupun sudah diberikan ASI. Untuk memenuhi
kebutuhan bayi maka ibu-ibu atau nenek akan memberikan berbagai jenis makanan mulai
dari madu, pisang, bubur dan lain sebagainya. Namun masih ada sebagian masyarakat
yang tinggal di daerah-daerah tertentu yang masih menerapkan kebiasaan memberikan
nasi papah kepada bayinya. Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih dahulu
sebelum diberikan kepada bayinya. Bahkan ada yang sengaja menyimpan untuk beberapa
kali pemberian makanan. Kebiasaan memberikan makanan kepada bayi berupa nasi
papah didapatkan secara turun temurun, dan ini merupakan bentuk kearifan local tentang
hubungan kasih sayang antara ibu dan bayinya. Kebudayaan nasi papah juga masih
berlangsung sampai sekarang bukan hanya dengan anggapan bahwa anak-anak
memerlukan makanan untuk berkembang sehingga harus diberikan madu, pisang, bubur
dan sebagainya, dan juga dengan kepercayaan bahwa nasi papah adalah kebudayaan yang
diwariskan oleh nenek moyang yang harus dijalani secara turun temurun. Tetapi ada juga
Sebagian masyarakat memberikan nasi papah berdasarkan keyakinan agama bahwa
Rasulullah Muhammad SAW pernah memberikan papahan kurma kepada anak-anak atau
bayi-bayi. Begitu juga dengan anjuran memberikan madu pada bayi yang baru lahir. Dari
ringkasan tersebut tentang darimana asal usul dan adanya kepercayaan pemberian nasi
papah, mungkin orang bertanya-tanya jika memang pemberian nasi papah adalah anjuran
Rasulullah Muhammad SAW mengapa budaya nasi papah hanya ada di Pulau Lombok
dan tidak di pulau-pulau lain, dan mungkin orang-orang bertanya-tanya sejauhmana
keshahihan hadist- hadist tersebut sehingga menjadi budaya di Pulau Lombok.
Masyarakat Pulau Lombok terkenal dengan rasa kebersamaan, rasa social yang tinggi,
apalagi dalam bentuk kebudayaan. Memang di Lombok Timur masih memberikan nasi
papah pada bayinya dengan anggapan bahwa anak-anak memerlukan makanan untuk
dapat tumbuh dan berkembang. tetapi, ditempat lain para ibu-ibu memberikan nasi papah
pada anak-anaknya
Dengan kepercayaan bahwa memberikan nasi papah adalah anjuran Rasulullah
Muhammad SAW. Dengan budaya yang berbeda anggapan dan kepercayaan tersebut,
masyarakat pulau Lombok tidak pernah saling cela dan saling beranggapan bahwa
adanya budaya nasi papah memang dari kepercayaannya dan bukan dari anggapan orang
dan mereka tidak pernah melupakan dan meninggalkan budaya tersebut walaupun banyak
orang yang menganggap budaya tersebut aneh dan berbeda dari daerah-daerah lain.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi lain, yang kemudian
disebut superorganic. Nasi papah mungkin sudah ada ratusan atau ribuan tahun lalu,
masyarakat pulau Lombok terus berkembang dan penduduknya terus bertambah dari
tahun ketahun salah satunya karena Orang-orang banyak yang beremigran kelombok.
Begitu pula dengan budaya nasi papah yang terus dijalani turun temurun. Budaya tersebut
tidak hanya turun temurun diturunkan dan diikuti oleh penduduk asli Lombok saja tetapi
juga terhadap orang yang bukan penduduk asli Lombok. Penduduk yang bukan asli
Lombok yaitu orang-orang yang beremigran kelombok. Orang-orang yang yang
beremigran kepulau Lombok otomatis akan bergaul dengan masyarakat disekitar,
beradaptasi dengan lingkungan dan akan mempelajari budaya setempat, salah satunya
yaitu budaya nasi papah. Mungkin pertama-tama orang akan memanggap budaya tersebut
aneh dan berbeda dari budaya lain atau budaya tempat tinggalnya dulu. tetapi, setelah
lama tinggal dan bergaul dengan masyarakat dilingkungannya lama-kelamaan orang
tersebut akan dipengaruhi dan mengikuti budaya tersebut dan secara turun temurun akan
tetap diikuti. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian
nilai social, norma social, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur social,
religious dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat. Nasi papah sudah menjadi bagian dari kebudayaan
masyarakat karena adanya anggapan itu sudah merupakan tradisi yang harus terus
dikembangkan dan dilestarikan. Sekarang seandainya kita menanyakan pada nenek-nenek
kita dikampung, mereka akan mengatakan bahwa kamu besar juga karena dulu diberikan
nasi papah dan kenyataannya kamu bisa hidup dan sukses seperti ini.
Dari anggapan tersebut para orang tua dan nenek-nenek menganggap bahwa
nasi papah adalah makanan yang berpengaruh besar terhadap perkembangan tubuh dan
daya kemampuan otak. Serta menurut masyarakat yang memegang teguh budaya nasi
papah, mereka menilai bahwa budaya nasi papah mempunyai nilai-nilai dan norma social
yang harus dan tetap dipertahankan karena dengan alasan dapat menyatukan perbedaan,
contohnya yaitu dapat menyatukan perbedaan ras, keyakinan, pendapat dan lain-lain.
Dalam hal perbedaan ras, masyarakat yang pindah dari daerah atau tempat yang beda
budaya, setelah pindah ke tempat yang berbudaya yang menganut budaya nasi papah,
otomatis dia juga akan menganut budaya tersebut, Karena nilai-nilai social yang ada
dalam masyarakat tersebut harus diikuti dan ditaati. mereka yang tinggal bermasyarakat
yang mempunyai aturan-aturan, harus dijalani dan tidak boleh dilanggar. Dan didalam
masyarakatnya tersebut semua para orang tua dan nenek- neneknya memberikan nasi
papah pada cucu dan anak-anaknya, tidak mungkin jika seseorang tersebut tidak
memberikan nasi papah pada anaknya jika dia tinggal didalam masyarakt yang
memegang budaya tersebut, karena menurut masyarakat disekitar, seseorang yang tinggal
didalam lingkup masyarakat hendaknya harus mengikuti budayanya karena mengikuti
budaya tersebut berarti mentaati nilai-nilai social yang ada. Masyarakat Lombok yang
memberi nasi papah pada anak-anaknya memang menganggap bahwa bila diberikan nasi
papah anak-anaknya akan menjadi pintar, sukses dan sebagainya, anggapan tersebut
menjelaskan bahwa pengetahuan dan pemahamannya sangat minim baik dalam bidang
kesehatan, social dan sebagainya. Kebudayaan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
meliputi system idea atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi, seni dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat. Banyak hal yang belum bisa dijelaskan secara nyata tentang pemberian
nasi papah tersebut. Ada beberapa factor yang menyebabkan orang memilih suatu budaya
terutama dalam makanan antara lain adanya nilai makanan, pantangan agama, takhayul
dan kepercayaan tentang kesehatan.
Pemilihan makanan juga dapat disebabkan karena makanan itu dianggap baik
oleh masyarakat dan yang tidak kalah penting adalah ketersediaan bahan makanan dan
kemampuan mengeksploitasi bahan makanan tersebut. Kondisi tersebut tercermin dari
kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan prokdusi pangan dan peningkatan
pendapatannya. Selain factor makanan agama dan lain-lain, factor sosial budaya dan
religi juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan dan konsumsi pangan masyarakat.
Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang besar terhadap pemilihan
bahan digunakan untuk dikonsumsi. Karena aspek sosial budaya merupakan fungsi
pangan dalam suatu masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan,
agama, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat tersebut. Masyarakat menganggap
pemberian nasi papah aman-aman saja dan tidak menimbulkan permasalahan yang berarti
bagi kesehatan. Dengan memberikan nasi papah merupakan bentuk ekspresi kasih sayang
orang tua kepada anaknya. Mereka merasa menjadi lebih aman, tenang. Kontak air liur
juga dipercaya akan mempererat hubungan emosional antara orang tua dan si anak.
Foster dan Andersen, 1986 mengatakan bahwa makanan adalah suatu konsep budaya,
suatu pernyataan yang sesungguhnya mengatakan zat ini sesuai bagi kebutuhan kita.
Sedemikian kuat kepercayaan-kepercayaan kita mengenai apa yang dianggap makanan
dan apa yang dianggap bukan makanan sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan
orang untuk menyesuaikan makanan tradisional mereka demi kepentingan kesehatan dan
gizi yang lebih baik. Masyarakat yang menganut kepercayaan bahwa nasi papah sangat
baik untuk bayi, perlu diberikan pemahaman dan pengetahuan karena masyarakat hanya
tahu budaya harus dipertahankan dan harus dijalani secara turun-temurun tanpa
mengetahui dampak dari budaya yang dijalani tersebut.

E. Kaitan Budaya Dengan Kesehatan


Budaya suatu daerah memang ada yang berbentuk nyata dan ada pula yang
berbentuk abstrak. Seperi halnya budaya nasi papah yang berbentuk nyata. Makanan
adalah suatu benda yang bisa dimakan yang bisa membuat manusia kenyang. Tetapi nasi
papah berbeda dari makanan yang semestinya dimakan manusia serta yang memakannya
belum waktunya untuk memakannya. Budaya yang berbentuk nyata yang seperti ini
sangat perlu ditandatangani Karena itu menyangkut kesehatan. Orang yang melumatkan
nasi tersebut perlu diperhatikan apakah dia sehat atau malah sebaliknya Karena pemberi
nasi papah itu akan melumatkan nasi dimulutnya kemudian akan memberikannya kepada
bayi. Seandainya pemberi nasi itu berpenyakitan, secara langsung bayi tersebut tertular
melalui kontak liur. Dampak dari pemberian nasi papah itu mungkin tidak terlihat secara
langsung tetapi, seandainya bayi telah tertular maka penyakit tersebut akan bersarang
didalam tubuhnya, hal itulah yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan serta daya
pikirnya. Nasi Papah dari Pandangan Kesehatan Sebagian besar para ahli sepakat bahwa
makanan terbaik bagi bayi adalah Air Susu Ibu karena mengandung zat gizi yang
lengkap bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi khususnya sampai berumur 6 bulan,
dan setelah itu baru diberikan makanan tambahan berupa makanan pendamping sesuai
umunya. Air susu ibu juga memiliki banyak kelebihan selain yang disebutkan tersebut
seperti mengandung zat antibody terutama pada ASI yang pertama keluar yang disebut
colustrum. ASI juga tidak perlu dibeli, bisa tersedia setiap saat dengan suhu yang sesuai
kebutuhan bayi dan banyak lagi manfaat lainnya. Pemberian makanan pendamping ASI
juga perlu memperhatikan tingkatan umur bayi, dimana semakin besar umumnya maka
kebutuhannya juga akan semakin meningkat. Umumnya makanan pendamping ASI yang
dibuat secara rumahan sangat sedikit mengandung Mikronutrient yang justru sangat
dibutuhkan bayi untuk tumbuh da berkembang terutama utuk perkembangan
kecerdasannya. ASI sangat penting bagi pertumbuhan dan daya tahan tubuh (sel imun)
anak. ASI mencakup semua kebutuhan bayi yang baru lahir sampai berumur 6 bulan.
Seandainya nasi papah diberikan kepada bayi dimana umurnya dibawah 6 bulan yang
daya tahan tubuhnya lemah, tidak pernah terbayangkan bahwa banyak virus yang masuk
kedalam tubuhnya.
Pemberian nasi papah jelas sangat kurang dari asfek pemenuhan kebutuhan gizi
tersebut, dimana biasanya yang dipapah hanya makanan sumber Karbohdrat saja seperti
beras dan sangat jarang ditambahkan makanan yang lain baik makanan sumber protein
maupun vitamin dan mineral. Sehingga akan sulit memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.
Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu degan bayi,
dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang
berhubungan dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat mudah untuk
ditularkan pada bayinya. Misalnya Tuberculosis. Dari segi kebersihan dan keamanan
pangan nasi papah masih perlu dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit
yang diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas nilai gizi
jelas merugikan si bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan sari makanan sedangkan
bayinya akan mendapatkan ampasnya.

F. Konsep Kelahiran
Kelahiran seorang bayi adalah salah satu peristiwa paling penting dalam siklus
kehidupan orang Sasak. Kelahiran dalam pengetahuan orang Sasak dibayangkan sebagai
sebuah keadaan yang menegangkan dan sakral. Oleh karena itu, harus diadakan upacara
adat dan selamatan untuk menjaga dan menghormati jabang bayi. Selain itu, ritual juga
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan yang telah memberi anugrah
dan keselamatan. Menjelang masa-masa kelahiran, bagi seorang ibu yang hamil pertama
kali, orang Sasak menggelar upacara adat baretes. Dalam upacara ini dilaksanakan
selamatan kecil dengan mengundang tetangga dekat. Di sela-sela selamatan dibacakan
lontar yang berisi kisah tentang seorang perempuan yang bernama Juarsah di hadapan
perempuan yang hamil, sambil dililitkan sebuah benang ke perutnya. Saat cerita sampai
kepada bagian kelahiran Juarsah, benang tersebut diputus lalu perempuan yang sedang
hamil tersebut dimandikan di halaman rumahnya. Kelahiran seorang bayi dalam konsep
orang Sasak tidak hanya berhubungan dengan kesehatan sang ibu, makanan sang ibu di
mana itu berhubungan dengan asupan gizi, kasih sayang dari suami, dan doa kedua
orangtuanya. Akan tetapi, lebih dari itu semua, kelahiran juga sangat berkaitan dengan
perilaku sang ibu saat hamil.
Misalnya, jika seorang perempuan Sasak hendak melahirkan, maka sang suami
akan sibuk mencari belian bayi (dukun bayi) yang dianggap mengetahui seluk beluk
perempuan yang akan melahirkan. Apabila perempuan tersebut mengalami kesukaran
dalam proses kelahiran bayinya, maka menurut belian hal itu disebabkan oleh perilaku
kasar perempuan tersebut terhadap orangtuanya (ibunya) atau kepada suaminya. Dalam
kondisi seperti ini, biasanya belian menyarankan agar perempuan tersebut meminum air
bekas cuci tangan orangtuanya (ibunya) dan suaminya. Bahkan, di beberapa desa di
Lombok, perempuan tersebut disuruh meminum air bekas mencuci kemaluan suaminya.
Selain cara itu, belian menasehatkan agar perempuan yang akan melahirkan tersebut
diinjak ubun-ubunnya oleh suaminya. Cara-cara ini dilakukan untuk mempercepat
kelahiran jabang bayi. Ketika jabang bayi telah lahir, maka orang Sasak menganggap
bayi tersebut lahir tidak sendirian, akan tetapi berdua, mereka menyebutnya dengan adi‟
dan kaka‟. Adi‟ adalah bayinya sendiri sedangkan kaka‟ adalah ari-ari yang masih
menempel di pusar jabang bayi. Oleh karena itu, saat kelahiran, ari-ari dirawat dan
dihormati seperti halnya jabang bayi. Ari-ari dicuci sampai bersih seakan memandikan
orang yang sudah mati, kemudian dimasukkan ke dalam periuk atau tempurung kelapa
setengah tua, lalu dikubur di halaman rumah. Sebagai tanda dibuatlah gundukan tanah
pada kuburan tersebut dan diletakkan lekesan (sepah sirih) di dekat gundukan tersebut.
Lekesan dianggap sebagai simbol doa agar jabang bayi kelak berumur panjang. Berbeda
dengan kebiasaan di atas, di beberapa desa di Lombok, ari-ari tidak dikubur dalam tanah,
akan tetapi diletakkan di atas tiang bambu yang ada di pekarangan rumah atau kebun.
Ari-ari sebelumnya di masukkan ke dalam tempurung kelapa lalu direkatkan kembali
dengan adonan tanah liat dan dibungkus dengan kain putih. Setelah lahir, bayi tersebut
harus terus dijaga, diperingati dan dihormati hingga bayi kurang lebih berumur setahun,
dengan menyelenggarakan upacara adat atau selamatan. Tujuannya agar bayi tetap
dalam keadaan sehat dan selamat dari gangguan dari roh-roh jahat. Pada saat jabang bayi
berusia tujuh hari, orang Sasak menggelar upacara adat molang mali‟, yaitu
mengoleskan tepah sirih ke dada dan dahi sang ibu dan bayinya, yang dilakukan oleh
belian bayi. Orang Sasak juga meyakini bahwa ketika bayi berusia tujuh hari, maka
pusarnya telah gugur. Usia tersebut juga dianggap sebagai usia yang tepat untuk
memberi nama pada jabang bayi. Pusar bayi yang gugur biasanya akan dibungkus
dengan kain putih lalu disimpan di dalam rumah. Pada beberapa desa di Lombok, saat
perayaan upacara molang mali‟, biasanya juga dianggap sebagai waktu yang tepat untuk
pertama kali jabang bayi boleh keluar dari rumah dan menjejakkan kakinya di tanah. Jika
jabang bayi tersebut berjenis kelamin perempuan, maka kakinya akan dijejakkan di
tempat menenun. Adapun jika bayinya laki-laki maka kakinya akan dijejakkan di tempat
yang ada alat pertaniannya. Penjejakkan kaki dilakukan sebanyak tujuh kali. Bayi yang
lahir juga dipahami orang Sasak sebagai amanat Tuhan agar bayi tersebut dibersihkan
dan dididik sesuai dengan ajaran agama dan perintah Tuhan. Oleh karena itu, sebagai
simbol pembersihan, orang Sasak menggelar upacara ngurisang (potong rambut).
Rambut bayi yang dibawa sejak lahir dianggap orang Sasak sebagai bulu panas yang
akan berpengaruh buruk pada sifat bayi, untuk itu harus dihilangkan. Upacara adat
ngurisang biasanya dilakukan dengan mengundang tetangga, handai tolan, dan orang-
orang yang pandai mengaji untuk mengadakan selamatan dengan membaca serakalan
atau barzanji (syair-syair yang mengagungkan Nabi Muhammad SAW). Saat serakalan
atau barzanji dilantunkan, bayi digendong oleh bapaknya kemudian diajak berkeliling
menghadap para hadirin dan secara simbolik seluruh hadirin satu per satu memotong
sedikit rambut bayi tersebut. Pengaruh Sosial Pengetahuan orang Sasak tentang
kelahiran bayi ini memiliki pengaruh terhadap kehidupan sosial mereka, antara lain:
Solidaritas sosial. Upacara adat yang diselenggarakan mengiringi kelahiran bayi orang
Sasak dihadiri para tetangga dan handai tolan. Selain bertujuan untuk menyaksikan
peristiwa penting tersebut, secara sosial upacara tersebut berpengaruh terhadap
menguatnya solidaritas sosial orang Sasak, baik sebagai keluarga maupun masyarakat.
Dalam konteks ini, maka penyelenggaraan upacara adat patut untuk diapresiasi sebagai
kebudayaan yang tidak selamanya menyimpang dari ajaran agama.

G. Status sosial
Berbagai upacara adat yang melibatkan banyak orang, secara sosial berpengaruh
terhadap status sosial orangtua bayi. Sebagai orangtua yang dapat menyelenggarakan
upacara bagi anaknya, maka status sosialnya akan berbeda dengan orangtua yang tidak
dapat menyelenggarakannya, apalagi upacara tersebut diselenggarakan dengan mewah.
Dalam sistem sosial orang Sasak, biasanya orangtua yang demikian akan dipandang
sebagai orang yang kaya dan taat kepada ajaran adat atau agama. Efeknya mereka akan
diperlakukan berbeda dalam aktifitas-aktifitas sosial, misalnya akan dijadikan panitia
dalam perhelatan upacara adat atau agama. Menghargai dan menghormati manusia.
Pengetahuan tentang kelahiran ini secara sosial juga tampak jelas sekali mengajarkan
masyarakat Sasak untuk menghargai manusia. Hal ini tampak dari upacara adat dan hal-
hal yang harus dilakukan ketika bayi tersebut lahir. Kelahiran adalah awal kehidupan
manusia, untuk itu harus dihormati dan dihargai. Menghormati dan menghargai manusia
secara tidak langsung juga menghormati kehidupan itu sendiri. Menghargai dan
menghormati perempuan. Secara sosial pengetahuan ini juga mengajarkan masyarakat
untuk menghargai dan menghormati kaum perempuan. Perempuan dengan kodratnya
melahirkan, telah sabar dan kuat mengandung bayi hingga melahirkannya. Proses
kelahiran yang menegangkan membutuhkan keberanian seorang perempuan, untuk itu
sosoknya harus dihargai dan dihormati dengan kasih sayang dan penjagaan dari seorang
suami. Konsep Kelahiran Suku Sasak dalam Aspek Kesehatan Berdasarkan data dari
Kepala Dinas Kesehatan NTB, dari banyaknya wilayah di Indonesia yang memiiki angka
kematian bayi dengan jumlah yang cukup tinggi salah satunya yaitu NTB. Angka
Kematian Bayi (AKB) di wilayah Nusa Tenggara Barat masih sekitar 61,2 per 1.000
kelahiran hidup jauh di atas nasional 35 per 1.000 kelahiran hidup dan angka tersebut
terus ditekan dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan program
pemeriksaan ibu hamil secara teratur. Perempuan yang mengalami kesukaran dalam
proses persalinan, sebelumnya dianggap pernah berperilaku kasar terhadap orangtua
(ibunya) atau kepada suaminya di masa lampau. Dalam kondisi seperti ini, biasanya
belian menyarankan agar perempuan tersebut meminum air bekas cuci tangan
orangtuanya (ibunya) dan suaminya. Bahkan, di beberapa desa di Lombok, perempuan
tersebut disuruh meminum air bekas mencuci kemaluan suaminya. Hal ini sangat
bertentangan dengan aspek kesehatan, dimana air bekas cucian tangan dari ibu atau
suami perempuan tersebut mengandung berbagai macam bakteri bahkan virus yang
dapat membahayakan kesehatan perempuan tersebut beserta bayinya, begitupun dengan
air bekas cucian kemaluan suaminya yang kemungkinan lebih banyak terdapat bakteri
maupun virus berbahaya. Hal-hal tersebut jika masih saja dilakukan akan berdampak
buruk bagi ibu dan bayi,dan dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit. Selain cara
itu, belian menyarankan agar perempuan yang akan melahirkan tersebut diinjak ubun-
ubunnya oleh suaminya, hal ini juga sangat membahayakan kesehatan fisiologis ibu.
Angka kematian bayi di NTB tinggi salah satunya yaitu karena budaya mereka dalam
konsep kelahiran dimana sang suami harus mencari belian (dukun beranak) ketika
menjelang kelahiran anaknya untuk membantu istrinya dalam proses melahirkan. Seperti
yang kita ketahui bahwa dukun beranak tidak memiliki pengetahuan medis yang ilmiah,
sehingga dalam menangani proses kelahiran mereka menggunakan metode-metode yang
sering tidak masuk akal bahkan berbahaya. Beberapa contoh yang telah disebutkan
tersebut jelas dapat berdampak negatif terhadap ibu dan janin dalam kandungannya.
Dengan adanya beberapa budaya yang dilakukan suku Sasak tersebut jelas terpapar
bahwa besar sekali kemungkinan bayi untuk mati dalam janin ibunya, karena masuknya
bakteri- bakteri kedalam janin yang dapat mengganggu kondisi bayi dengan melakukan
hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam prosesi kelahiran seperti meminum air bekas cucian
tangan orang tua ataupun air bekas cucian kemaluan suaminya. Atau dengan salah satu
cara mereka yaitu sang suami dianjurkan untuk menginjak ubun-ubun istrinya. Dalam
pernyataan ini belum didapatkan referensi yang tepat apakah hanya sekedar menyentuh
atau benar-benar menginjak. Dengan perlakuan itu juga sudah sangat jelas akan
menimbulkan dampak berbahaya bagi sang ibu dan janinnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Suku Sasak adalah sukubangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa
Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat
suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya.
Dari berbagai macam budaya atau tradisi yang dimiliki oleh Suku Sasak beberapa berkaitan
dengan aspek kesehatan, diantaranya pembangunan rumah yang lantainya terbuat dari
campuran kotoran kerbau, pemberian nasi papah untuk bayi yang semestinya masih diberikan
ASI eksklusif dan konsep melahirkan suku sasak yang terbilang berbahaya karena jika
perempuan yang hendak melahirkan mengalami kesulitan maka sang Belian (dukun)
menganjurkan perempuan tersebut meminum air bekas cucian tangan ibu atau suaminya,
bahkan juga air bekas cucian kemaluan suaminya. Beberapa kebudayaan tersebut apabila
terus dilestarikan maka akan menimbulkan berbagai dampak negative dan berbahaya bagi
kelangsungan kondisi kesehatan suku tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

B.G. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia

http://www.ask.com/web?qsrc=2417&o=15185&l=dis&q=nasi+papah.budaya+lombok
(19.05 20-05-2013) http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasak (21.54 23-05-2013) Foster. G.
M, Andersen
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sasak ( 18.44 24-05-2013)
http://www.indonesia.travel/id/destination/478/lombok/article/112/desa-sade-sasak-lombok-
dan- tata-cara-hidup-mereka-yang-patut-anda-simak (14.09 23-05-2013)

Anda mungkin juga menyukai