Anda di halaman 1dari 4

MINAT BACA

Menumbuhkan minat baca di kalangan anak didik (siswa) bukan hanya menjadi
tanggungjawab orangtua di rumah, melainkan juga menjadi tanggungjawab pihak sekolah,
tempat orangtua mempercayakan putra-putrinya untuk dididik oleh para guru dalam sebuah
proses yang dinamakan proses belajar-mengajar. Tanggungjawab pendidik tentu saja tidak
boleh hanya bermuara pada proses mengajar dalam pengertian sesempit para guru
mengantarkan pengetahuan pada siswa, mengembangkan bakat siswa, membentuk
kemampuannya untuk mengerti, memahami, menilai dan menyimpulkan serta mendiskusikan
pengetahuan, tetapi perlu juga menyentuh pada substansi yang disebut “perangsangan“ anak
didik untuk gemar membaca. Harus jujur diakui, budaya membaca dari para siswa sampai
saat ini belum menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan yang menggembirakan di tengah
gempuran digitalisasi. Hasil studi UNESCO dan PISA masih memperlihatkan rendahnya
minat baca masyarakat Indonesia. Pada dasarnya pihak sekolah memang bertanggungjawab
ikut menumbuhkan minat baca siswanya karena dari sana lah sumber kreativitas siswa akan
muncul. Mengajar berarti juga membantu siswa untuk mengembangkan fantasi, empati dan
hasrat-hasratnya. Penumbuhan dan pengembangan fantasi, empati dan hasrat siswa tentu saja
akan meningkatkan kreativitas. Lantas bagaimana pihak sekolah menyiasati persoalan ini?
Bagaimana pihak sekolah membiasakan siswanya dengan buku-buku bacaan edukatif dan
bermutu sehingga mampu membantu penumbuhan dan pengembangan fantasi positif, hasrat
dan empati mereka? Apresiasi karya siswa Di masa lalu penulis berkesempatan
mempraktikkan ilmu pedagogi di beberapa kelas di Jerman. Penulis menyibukkan diri dengan
praktik mengajar di Sekolah Dasar (Grundschule) hingga Sekolah Menengah Umum
(Gymnasium, Realschule dan Oberschule). Ada suasana dan perasaan lain yang penulis serap
dan rasakan, ketika sedang memasuki lorong-lorong sekolah dan ruang kelas. Suasana dan
perasaan yang tidak pernah penulis rasakan ketika memasuki lorong-lorong sekolah dan
ruang kelas di Indonesia.
Di sepanjang lorong sekolah terpampang hasil karya siswa entah lukisan, mainan atau
hasil karya ketrampilan lainnya yang kreatif dan tersebar di mana-mana, tetapi tetap estetis.
Dinding, pintu dan kaca jendela tak luput dari sergapan siswa untuk menampilkan dan
menunjukkan hasil kreasinya. Pemandangan di atas sudah menjadi pemandangan sehari-hari,
bukan karena sedang ada kunjungan pejabat atau pameran seni dan ketrampilan siswa. Ketika
memasuki ruang kelas dan memandang ke seluruh ruang kelas, terpampang jelas
pemandangan yang tidak jauh berbeda seperti di lorong-lorong sekolah. Hasil karya siswa
tertempel rapi di dinding, di kaca-kaca jendela bahkan tergantung di langit-langit ruangan.
Pemandangan yang menyenangkan, apalagi posisi bangku dan meja yang sering diatur penuh
variasi dan terkesan komunikatif. Ini bukan ruang taman kanak-kanak, melainkan ruang kelas
Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum. Cukup menarik. Namun ada perasaan yang
berbeda, ketika kita memandang kebanyakan ruang proses belajar-mengajar di Indonesia.
Kehadiran ruangan kelas terkesan kurang komunikatif, terkesan kaku dan serasa tidak
menjadi bagian dari diri siswa. Sense of belonging atas kelas dari siswa kurang
dikedepankan. Paling-paling yang wajib ditempel di dinding malahan foto presiden, wakil
presiden, pahlawan nasional dan karya-karya orang lain, bukannya karya siswa sendiri. Pada
dasarnya, hasil kreativitas siswa perlu diapresiasi tidak hanya dengan angka-angka (nilai)
oleh para guru dan setelah itu hasil karya mereka disimpan begitu saja di rumah, tetapi perlu
juga dinikmati dan diapresiasi oleh siapa saja yang melihatnya dengan dipajang di lorong
sekolah atau ruang kelas.

Tidak hanya hasil kreativitas yang dinilai guru baik yang dipajang, tetapi semua hasil karya
kreativitas siswa entah bagaimanapun hasilnya. Ada nilai positif yang bisa kita peroleh dari
pemanjangan karya siswa seperti ini, yaitu penumbuhan sikap percaya diri, sikap bangga
akan karya orang lain atau karya sendiri dan penumbuhan sikap mau menghargai karya orang
lain. Di samping itu, ada dimensi lain yang secara tidak langsung mau ditampakkan, yaitu
dimensi “perangsangan” kreativitas siswa. Hal ini berarti bahwa cara-cara demikian menjadi
pemacu fantasi positif dan hasrat siswa untuk terus berkreasi. Satu hal yang lebih menarik
dan sangat mengusik perhatian, yaitu apa yang penulis lihat di sudut ruang kelas. Di sudut
ruangan dari masing-masing kelas selalu ada rak buku tempat memajang buku-buku bacaan
untuk para siswa dari kelas masing-masing. Ada banyak jenis buku seperti: novel, roman,
kumpulan puisi, komik, cerita rakyat, biografi tokoh-tokoh internasional, buku-buku
kebudayaan dari negara lain dan bahkan beberapa buku pelajaran ikut dipajang. Penumbuhan
minat baca siswa Apa yang ingin dicapai pihak sekolah dengan memajang buku-buku bacaan
tersebut di setiap sudut ruang kelas? Ternyata, satu tujuannya ialah keinginan pihak sekolah
merangsang para siswa agar gemar membaca. Pihak sekolah memahami benar peran dan
tanggungjawabnya untuk membantu siswa dalam memahami betapa pentingnya budaya
membaca sejak dini. Pihak sekolah berusaha mendekatkan buku-buku bacaan yang edukatif
dan bermutu dengan siswanya. Buku-buku bacaan tidak harus selalu tersimpan rapi di
perpustakaan dan pada saat yang sama terjadi bahwa siswa sering malas pergi ke
perpustakaan. Perpustakaan sering tampak hanya sebagai gudang buku dan pada praktiknya
buku-buku jarang disentuh oleh siswa, apalagi dibaca.

Kadang banyak buku yang rusak bukan karena sering dipakai dan dibaca, melainkan karena
dimakan rayap. Kisah tragis sebuah buku, yaitu apabila keberadaanya tidak pernah diserap
ilmunya dan rusak. Alangkah lebih bijaksananya, apabila buku-buku yang tersimpan rapi
akan rusak karena sering dibaca dan disari ilmunya, bukan karena dimakan rayap.
Ketertarikan seseorang akan sesuatu muncul salah satunya berawal dari penglihatan.
Kehadiran buku-buku bacaan yang dipajang di kelas pertama-tama dimaksudkan sebagai
perangsang. Siswa dipancing dengan berbagai jenis buku bacaan bermutu yang sesuai dengan
tingkat kemampuan di masing-masing kelas. Sebuah prestasi besar apabila para siswa tertarik
melihat dan lantas timbul dalam diri mereka keingintahuan akan isi buku tersebut. Reaksi
awal yang demikian pada saatnya akan menggerakkan siswa untuk mendekat, menyentuh dan
membolak-balik halaman buku, terlebih apabila sampul buku sungguh sangat menarik. Jika
siswa setiap hari dihadapkan pada situasi demikian, akan tiba saatnya siswa tertarik untuk
membaca buku-buku bacaan yang dipajang, entah hanya untuk sesaat atau meminjamnya. Ini
adalah ide dan siasat yang cukup mengesankan. Sebuah jalan pikiran yang tidak terlalu jelek
dan logis juga dari sudut pandang ilmu psikologi. Siswa akhirnya tidak akan merasa asing
dengan buku-buku bacaan sejak dari Sekolah Dasar. Di Jerman, siswa boleh membaca buku-
buku bacaan tersebut pada saat jam-jam kosong atau kala sedang tidak ada pelajaran. Kalau
siswa ingin membawa pulang buku tertentu untuk dibaca di rumah, siswa tinggal
menghubungi guru kelas atau seorang siswa yang diberi tanggungjawab untuk mengurusnya
(teman kelasnya).

Siasat “perangsangan“ di atas adalah satu dari banyak metode agar siswa gemar dan memiliki
budaya membaca sejak Sekolah Dasar. Perangsangan demikian merupakan bentuk
tanggungjawab instansi sekolah yang ingin melihat anak didiknya menjadi siswa yang
memiliki nalar dan daya kreativitas memadai untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Dengan banyak membaca buku-buku bacaan bermutu akan timbul dengan sendirinya
daya kreativitas yang tinggi karena kemampuan fantasi, empati dan hasrat siswa yang terus
diasah. Tidak mengherankan, banyak hasil karya dan kreativitas siswa terpampang di setiap
lorong dan ruang kelas di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum. Satu bentuk
siasat yang cukup menarik untuk dipraktikkan di Indonesia, agar siswa memiliki budaya
membaca sejak dini dan agar kisah tragis buku-buku bacaan di perpustakaan tidak terus
berlanjut.
Menum
MINAT BACA
buhkan

Kelompok II :

Erda
Safira Nurul Arini
Julia Rahmadani
Rachmad Dwi Nuryanto
Afdul Setiawan
Fajar Ramadhan
Riswan Firmansyah

Anda mungkin juga menyukai