Anda di halaman 1dari 3

Metode Deduksi dan Induksi dalam Sastra Siswa

Sekar Maulida
sekarmaulida.2022@student.uny.ac.id

Abstrak
Membaca merupakan salah satu kegiatan yang memberikan dampak besar bagi pelakunya.
Kegiatan bisa dilakukan dengan berbagai fasilitas bacaan sepeti halnya karya sastra. Saat ini,
banyak sekali hasil karya sastra yang sangat menarik untuk dibaca, dari berbagai genre
bacaan bisa dinikmati oleh banyak usia. Sastra dapat berkembang seiringi berjalannya
waktu. Berbagai jenis karya sastra lahir bersama keadaan zaman yang melekat kuat. Namun
sastra dapat berkembang bersama dengan metode-metode filsafat ilmu yang sesuai untuk
merepresentasikan sastra didalamnya. Melalui kesadaran pembaca menggunakan
kacamata pendidikan, metode dekuksi induksi dalam filsafat ilmu telah banyak digunakan
dalam pembelajaran sastra siswa. Berbagai karya sastra yang terlibat dalam pembelajaran
telah mengiplementasikan metode ini. Melalui pembelajaran dengan metode ini siswa
diharapkan mampu untuk memahami isi dari karya sastra melalui dua metode yang
nyatanya keduanya tidak memiliki keselarasan makna. Saat siswa telah mengetahui
permaknaan karya sastra melalui metode deduksi dan induksi diharapkan mereka telah
sukses dalam memahami sebuah karya. Semakin tinggi seorang siswa dapat dengan mudah
memahami maksud dan tujuan dari sastra yang mereka baca, maka dapat dipastikan bahwa
siswa tersebut telah mampu dan tertarik terhadap dunua kesusastraan.
Keywords: siswa, karya sastra, metode deduksi dan induksi

PENDAHULUAN
Membaca beribaratkan pencarian harta karun. Harta karun terbesar dan
abadi yang akan menjadi asset terbaik bagi pemiliknya serta memberikan dampak
positif yang luar biasa bagi pelakunya. Dalam artian bahwa, seorang pembaca akan
mendapatkan ilmu luar biasa yang tidak akan pernah habis selama waktu-kewaktu
dan terus abadi tinggal di benak manusia. Pada era millennial saat ini, kemudahan
serba didapat. Dari segala aspek keperluan di muka bumi, pasti dapat dipastikan
kemudahan hadir sebagai solusinya. Pemanfaatan dapat dilakukan oleh penduduk
bumi untuk berlomba-lomba membangun tembok kokoh peradaban baru yang maju
serta berkecukupan. Segala hal baru hadir pada era saat ini, dari elektronik hingga
media cetak tersaji sedemikian rupa yang menarik. Termasuk kegiatan yang telah
terjelaskan pada permulaan, yaitu membaca.
Seperti ujaran kebanyakan orang, membaca adalah membuka jendela dunia.
Dengan kegiatan membaca, seseorang akan mengetahui segala hal yang disimpan
oleh tubuh dunia. Dengan ketekunan pembaca, kesuksesan di dunia akan diraih
dengan mudah. Keminatan terhadap suatu bacaan tergantung pada setiap individu.
Terdapat dua aspek berbeda antara lain mudah dan tidak mudah. Kemudahan akan
didapat jika seseorang berniat penuh untuk dapat membaca secara sukarela.
Namun sebaliknya jika seseorang tidak memiliki niat untuk bisa meningkatkan minat
baca, maka bagi seorang individu tersebut terasa berat untuk menjalaninya. Pada
kenyataannya meningkatkan minat baca seseorang di era ini ibarat menakhlukan
tembok besar, tinggi, nan tebal. Pada kesimpulannya sangatlah sulit. Sebagai
contohnya siswa di Indonesia. Telah menjadi permasalahan sosial pada rendahnya
minat baca warga Indonesia khususnya mereka yang masih duduk di bangku
sekolah. Amalia (2019) menuturkan bahwa di Indonesia sendiri minat baca
masyarakatnya sangat rendah. Menurut data UNESCO pada tahun 2016, minat baca
masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya dari 1.000
orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Minat baca Indonesia berada di
peringkat 60. Tidak terkecuali, siswa juga kurang minat dalam membaca. Minat baca
adalah sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk menganalisa dan mengingat
serta mengevaluasi bacaan yang telah dibacanya, yang merupakan pengalaman
belajar menggembirakan. Minat baca mempengaruhi bentuk serta intensitas
seseorang dalam menentukan cita-citanya kelak dimasa yang akan datang, hal
tersebut juga adalah bagian dari proses pengembangan diri yang harus senantiasa
diasah sebab minat membaca tidak diperoleh dari lahir. Rendahnya minat baca
sangat berpengaruh besar terhadap mutu pendidikan. Sebagai contoh, keadaan
lingkungan membaca siswa tingkat sekolah dasar. Siswa sekolah dasar yang rentang
umur tergolong anak-anak, mereka akan lebih tertarik membaca dengan konten
warna-warni yang menarik. Namun nyatanya, rendahnya minta baca juga terjadi di
lingkungan sekolah dasar. Siswa menganggap bahwa membaca adalah kegiatan
yang membosankan. Siswa lebih cenderung menyukai kegiatan yang serba instan,
tidak perlu dengan membaca. Sebagai contohnya, ketika guru memberikan tugas.
Siswa mencari bahan dan jawaban langsung di internet, dan tidak perlu membaca
buku untuk mencari jawabannya (Astutik, 2016).
Atas kesadaran pemerintah Indonesia terhadap pentingnya membaca bagi
siswa di Indonesia, dapat dipastikan kegiatan membaca tidak luput dari kurikulum
yang ada. Dalam cangkang kurikulum, kegiatan literasi patut untuk digalakkan demi
meningkatnya minat baca sastra oleh siswa. Kegiatan ini dinilai penting bagi setiap
sekolah dengan pengimplementasiannya yang berbeda-beda. Tak jarang kegiatan
literasi ditemui pada banyak sekolah yang melaksanakannya dengan meminta siswa
untuk membawa sebuah karya sastra yang mereka sukai dan membacanya
Bersama-sama dengan semua murid di sekolah dalam satu waktu, seperti pada pagi
hari sebelum pembelajaran dimulai.
Langkah yang tepat untuk meningkatkan minat baca dari siswa yaitu dengan
menyadarkan kepada mereka seberapa pentingnya memiliki pengalaman membaca
dengan meningkatkan minat terhadap karya sastra. Membaca tidak dapat
dipisahkan dalam dunia pendidikan. Dalam proses belajar, kemampuan membaca
menjadi hal yang utama. Siswa akan lebih mudah memahami materi yang
disampaikan oleh guru ketika siswa memiliki kemampuan membaca yang baik.
Sebagai contoh ketika guru menjelaskan materi, ada beberapa hal yang belum
dipahami oleh siswa. Kemudian guru menyuruh siswa untuk membaca. Siswa yang
memiliki kemampuan membaca baik akan mudah memahami materi yang belum
dipahaminya. Sehingga langkah utama yang baik dengan melakukan kegiatan
membaca yang diterapkan pada proses pembelajaran seperti pada mata pelajaran
Bahasa seperti Bahasa Indonesia, Inggris, dan Jawa.
Dengan begitu, adanya kegiatan literasi disekolah sangat membantu siswa
dalam meningkatkan minat baca mereka. Karya sastra yang dibaca siswa bermacam-
macam genrenya. Sebagai sample siswa yang duduk di bangku sekolah menengah
pertama (SMP). Mereka akan lebih menyukai sastra yang mengandung
kegembiraan dan percintaan. Dalam proses pembelajaran sastra, banyak guru yang
menerapkan metode deduksi dan induksi. Metode ini dinilai mudah untuk
diimplementasikan dengan pembelajaran. Dengan kedua metode ini siswa dapat
memahami makna dari bacaan dengan dua sub makna yang saling bersinggungan.
Salah satu metode yang cukup efektif diterapkan dalam pembelajaran adalah
pendekatan induktif. Melalui pendekatan induktif tersebut diharapkan para siswa
mampu untuk menemukan suatu kesimpulan atas suatu permasalahan dengan cara
melihat hal-hal yang sifatnya khusus kemudian dipikirkan dan dianalisa menjadi
sesuatu yang lebih umum. Terkadang dalam menghadapi suatu permasalahan kita
tidak dapat menemukan hal-hal khusus untuk disimpulkan menjadi sesuatu yang
lebih umum. Jika seperti itu maka pendekatan induktif kemungkinan tidak bisa
dijalankan sehingga harus memakai metode yang sebaliknya yaitu pendekatan
deduktif. Metode deduktif ini sering disebut juga sebagai penalaran deduktif
(Dwiwarna, 2022).
Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang bertolak
dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah
kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Ia sering pula diartikan dengan istilah
logika minor, dikarenakan memperdalami dasardasar pensesuaian dalam pemikiran
dengan hukum, rumus dan patokanpatokan tertentu. Pola penarikan kesimpulan
dalam metode deduktif merujuk pada pola berfikir yang disebut silogisme. Yaitu
bermula dari dua pernyataan atau lebih dengan sebuah kesimpulan. Yang mana
kedua pernyataan tersebut sering disebut sebagai premis minor dan premis mayor.
Serta selalu diikuti oleh penyimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua
premis tersebut. Namun kesimpulan di sini hanya bernilai benar jika kedua premis
dan cara yang digunakan juga benar, serta hasilnya juga menunjukkan koherensi
data tersebut (Mustofa,2016).
Namun belum mendapatkan kepastian bahwa apakah kedua metode deduksi
dan induksi dapat memperlakukan karya sastra sebagaimana mestinya dalam
pembelajaran tingkat sekolah menegah pertama (SMP). Sehingga, perlu
pembuktian terkait pengaplikasian.

Anda mungkin juga menyukai