Karya:Raditya Dika
‘Tapi aku kan bapaknya, gak apa-apa juga kalau dia bangun
sebentar,’ kata si suami. Istrinya menjawab dengan sabar, ‘Tapi
aku ibunya, dan anak kamu umurnya baru lima tahun, butuh tidur
nyenyak biar dia tumbuh besar.’’
‘Iya, ini kalau dibolehin gendong, kamu juga kebagian kecup dahi.
Janji,’ kata si suami. Si istri tertawa. Suaminya melihat dia dengan
mata sendu, dia berkata, ‘Maaf ya kalau aku kecewain kamu.’
‘Aku gak pernah kecewa sama kamu, Mas. Gak pernah,’ kata si
istri, pelan.
‘Iya, kamu kan bisa tuh ngeliat dan bicara sama hantu. Aku lihat
banyak yang sukses jadi konten kreator, bikin Youtube, bikin
buku, masuk TV, seharusnya aku lebih ngedukung kamu ya.
Seharusnya aku jadi suami yang lebih bisa membuat istrinya
nyaman dalam meraih potensi dirinya. Yah minimal bayarin
kelas public speaking, atau beliin kamera, sewaktu aku masih
punya sedikit uang.’
Si istri tersenyum, tipis. ‘Kamu kenapa sih selalu bisa bikin aku
senyum?’
‘Ingat lah, di hari aku ngelamar kamu. Fotonya masih aku simpen
tuh, di laci paling bawah, di deket charger handphone-ku yang
rusak.’ Si suami menunjuk ke arah laci.
‘Iya,’ kata si istri. ‘Dan aku kan bilang, berapa pun cukup asal
sama kamu.’
‘Aku masih simpan lho, test pack yang dulu,’ lanjut si istri.
‘Masih banget. Aku post di second account aku, yang gak ada yang
tahu, yang biasa aku pakai buat order sambal teri goreng kesukaan
kamu. Yang penjualnya nyebelin itu lho.’
‘Dulu kita masih punya uang ya buat beli hal-hal kayak gitu,’ kata
si suami. ‘Maaf ya, kamu pasti kecewa sama aku.’
‘Aku gak pernah kecewa sama kamu, Mas,’ kata istrinya. ‘Gak
pernah.’