***
Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan &
mapan pula.
Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.
Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran
dulu..
Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku
sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.
Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat
sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah
dengannya.
***
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa
waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena
sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi)
di tengah keharmonisan rumah tangga kami.
Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus
berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.
Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak
menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari
mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku
Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami
ku, aku dihina-hina oleh mereka
Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami
kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut
yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.
Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah
kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-
ayat suci Al Quran. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari
tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang
sakit karena kecelakaan.
Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami,
aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman
suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat
akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.
Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, lebih baik kau pulang saja, ada
kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja.
Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia
kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku.
Menangis mengapa mereka sangat membenciku.
***
Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut
kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.
Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku
memanggil ku ke taman belakang, ia baru saja selesai sarapan, ia mengajakku
duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di
kolam air mancur itu.
"Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga
sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan
aku akan pulang dengan mama ku, jawabnya tegas.
"Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu
disana?", tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit
rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu,
padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.
Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti, jawabnya tegas.
Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak
bertemu, ya kan?, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium
keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan
pada nya.
Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang &
cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.
Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama Suamiku, tapi
karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku
karena Suamiku sangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus
berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.
Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus
komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh
keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat
mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.
Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-
sama kemana pun ia pergi.
Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman,
karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.
***
Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa
sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya
aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.
Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun
jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan
aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami
pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang
kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut
rahim stadium 3.
Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-
tanya, "kapankah ia segera pulang? aku tak tahu.
Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau
membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.
Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita
padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku
hitung
Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat
foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.
Ia menulis, "aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari
lagi, aku akan kabarin lagi.
Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja
ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di
rumah.
Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum
kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan
menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.
Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam.
Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap
berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci
kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah
kami.
Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..
Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik
keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..
Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan
nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam,
mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.
Biasa nya kami selalu berjamaah, tapi karena melihat nya tidur sangat
pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengelus wajahnya dan
aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 rakaat.
***
Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari
balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya
tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari
atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk
mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.
Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku?
Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?
Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat
itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang
mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang
terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, "Loe pikir aja
sendiri!!!. Telpon pun langsung terputus.
Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku
berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau
berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.
Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap
seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan.
Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah
bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna,
harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua
akan berakhir.
Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah
menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk
berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai,
suamiku memanggilku.
Lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing
buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto
pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku
menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi
aku tak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi,
suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan
sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya
bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..
***
Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku
tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul
disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..
Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam
kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam
lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada
sebelum suamiku lahir, tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku
memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju
ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak
seperti rumah zaman peninggalan belanda.
Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak
atas semuanya, membuka pembicaraan.
"Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau
Fisha. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.
Nenek pun menjawab, "Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8
tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang
sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!".
Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah
dipisahkan dengan suamiku?
"Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau
menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan
akhirnya menikahlah ia dengan kau. Neneknya berbicara sangat lantang,
mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.
Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong
matanya.
"Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya,
neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin
aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya
keberanian itu.
Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari
ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata,
"kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?"
MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan
remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti
ini terhadapku..
Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di
pulau
Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan
gemetar aku menjawab dengan tegas.
Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat
berdiskusi dengannya melalui bathiniah.
Untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik
seorang wanita baru dirumah kami..
Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat
itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku
tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.
Aku lalu bertanya kepada suamiku, "Ayah siapakah yang akan menjadi
sahabatku dirumah kita nanti, yah?
Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku
buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak,
tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah
dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..
Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun
belakangan ini?
Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil
bertanya-tanya, "sudah tidak cantikkah aku ini?"
Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat
wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah
hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.
Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri
dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari
cermin meja rias itu.
Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, "terima kasih ayah, kamu
memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal
pergi kamu nanti! Iya kan?.
Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu,
kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi
pernikahan suamiku.
Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku.
Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas
rasa sayang dan cintanya itu..Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku
menulis curahan hatiku di laptopku.
"Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk
kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu,
lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan doa di ubun-
ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..,
perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu,
aku ingin menagis meledak.
Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku
langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar
"Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?, pintaku tuk menyakini
bahwa kuping ini tidak salah mendengar.
Dia mengangguk dan berkata, Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa
bunda?, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak
sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata, Kita lihat saja nanti ya!. Dia memelukku
dan berkata, "bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain
mama..
Aku pun menjawab, "bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu
itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang". Karena
dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu
menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul
pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.
Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak
mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak
suka dengan pernikahan ini?
Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti
aku dahulu, yang di musuhi.
Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan
perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang
mereka lakukan didalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu,
lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah.
Kudekati lalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu,
ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya
yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.
"Kamu datang ke sini, aku pun tahu, ia berkata seperti itu. Aku
tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata,
"maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya
aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa
dan juga adik-adikku
Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu
sudah sering terluka oleh sikapku yang egois. Dengan lembut suamiku
menjawab seperti itu.
Lalu suamiku berkata, Bun, Ayah minta maaf telah menelantarkan bunda..
Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai
ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan
satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda
dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat "seperti itu dan tulisan
seperti itu diberi tanda kutip ("seperti itu). Ayah ingin ngomong tapi
takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur
dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga
ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda..
Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di
dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat
betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.
Aku hanya menjawab, "Aku sudah ceritakan itu kan Yah.. Aku tidak pernah
berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar
hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih
mapan darimu waktu itu Yah.. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak
mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.."
Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian
dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan
suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.
Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.
Keesokan harinya
Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa
kekhawatiran.
Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang
terjadi padaku?
Aku berkata dengan suara yang lirih, Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin
bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah..
"Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah !!! Bunda sayang banget sama
Ayah.
Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku
sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku.
Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.
Untuk Ibu mertuaku : "Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu
sampai aku hidup didalam hati anakmu. Ketahuilah Ma.. dari dulu aku
selalu berdoa agar Mama merestui hubungan kami.
Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya
Ma?
Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma?
Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka
kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari
anakmu, tapi mengapa kau benci diriku.. Dengan Desi kau sangat baik
tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya..
==========================
===========================
Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia
adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat
terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia
memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti
itu ayah ?
Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti
membela adikmu, tak ada gunanya Yah..
Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi
dan
ibunya..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi
padamu..
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku..
Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu. Perempuan yang aku
benci, yang aku cemburui, tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian
keluarga suamiku. Aku harus sadar diri.
================================================== ===
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang
mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.
Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin Ayah masih bisa tidur
dengan belaian tangan Bunda yang halus..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat
di tidurmu yang panjang..
Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu
meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka.
Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja..
Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?
Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?
***
LOVE STORY.....................