Anda di halaman 1dari 6

Berpaling

Oleh: Kang_Soek

Aku secara diam-diam keluar dari rumah. Walau sebelumnya aku telah
diperingatkan untuk menjaga rumah dan isi-isinya. Ini bukan kali pertama aku
membangkang darinya, tapi semua kebangkangan ini bermula darinya.

Di hari yang mulai gelap itu aku langkahkan kakiku keluar dari rumah, mencari
ketenangan hati yang sekarang terasa diabaikan, menuju seseorang yang juga dapat
memberi kebahagiaan seperti yang dulu ia berikan dan tak lagi kurasa.

Sudah lebih dari enam hari aku keluar rumah secara diam-diam tanpa izin dan
sepengetahuannya. Terbang mencari kesenangan dan pulang dengan kepuasan sebelum
ia lebih dulu menginjakkan kakinya, lalu berpura-pura tidak terjadi apa-apa kala ia telah
tiba di rumah.

Sebuah taksi berwarna biru muda berhenti di depanku ketika aku melambai-
lambaikan tangan. Terlihat lelaki tua dengan wajah ceria menyambutku dengan senyum.
Aku bergegas memasuki mobil dan menyebutkan sebuah tempat pada lelaki tua itu.

"Kafe Paradise yang di jalan Damai, ya Pak!” kataku.

“Oke, Mbak!” kata supir itu dengan senyumnya yang terlihat dari kaca mobiln
yang dikendarainya.

Mobil melaju menuju tempat yang kusebutkan. Selama perjalanan menuju kafe
Paradise aku hanya terdiam tanpa kata. Memandangi suasana luar kaca mobil yang telah
malam dengan hiasan lampu-lampu kota yang berwarna-warni. Tak sedikitpun hati
mengingat atau khawatir dengan dia yang di sana. Karena aku tahu ia akan pulang pada
jam yang sama seperti hari-hari kemarin. Dan pastinya ia juga sedang berbahagia di
sana dengan kekasih gelapnya.

Sudah hampir dua minggu terakhir ini ia jarang memperhatikanku dan pulang di
malam yang amat larut. Katanya diminta lembur oleh atasannya. Tapi siapa yang
percaya padanya di kala mata melihat beberapa orang yang tak kukenal berpakaian
sama seperti seragam kerjanya pulang selalu lebih awal seperti biasanya. Tak salah lagi,
sifat selingkuhnya ketika zaman kuliah dulu kembali kambuh.

Hingga detik ini aku memang tak pernah secara langsung melihatnya
bermesraan dengan wanita lain setelah kami menikah. Tapi jika kembali mengingat
masa-masa perkuliahan dulu saat ia dikenal sebagai playboy, tak diragukan lagi ia pasti
kembali dengan sifatnya yang dulu. Sebelum menikah ia memang telah bersumpah
untuk tidak akan lagi selingkung dariku, tapi aku kini meragukan sumpah suamiku itu.

Mobil berhenti tepat di depan kafe Paradise, kafe yang sudah beberapa hari ini
kujadikan tempat bertemu dengannya. Namanya Dimas Darmawan, dialah orang yang
beberapa hari ini selalu membuatku tersenyum bahagia. Dia bukan orang yang baru
kukenal. Dia adalah mantan kekasihku dulu yang telah kuabaikan demi memilih
suamiku. Kini ia kembali hadir menemani dan mengobati kekecewaan hatiku pada sang
suami. Aku masuk kedalam kafe dan mencari keberadaannya. Kulihat ia dengan kemeja
birunya sedang duduk di singgah sana. Aku menghampirinya.

“Hai, Dim!” sapaku padanya dengan keceriaan.

“Eh, sudah datang toh?” jawabnya terkejut saat menyadari kehadiranku. Aku
hanya tersenyum dan langsung mengambil tempat duduk.

“Sudah lama?” tanyaku.

“Ah, gak juga. Mau minum apa, Yang?” tawarnya dengan sebutan “Yang.” Aku
tak keberatan ia memanggilku begitu. Karena pada dasarnya akupun masih menyimpan
rasa pada sosoknya.

“Seperti biasa aja, Dim,” kataku.

“Oke.” Ia kemudian memanggil karyawan kafe dan memesan Mocacino,


minuman favoritku semasa kuliah dulu dan juga Espresso.

Sambil menunggu minuman kami datang, kami terus berbincang-bincang


membicarakan semua hal yang menarik. Dimas memang masih seperti yang kukenal.
Suka bercanda dan selalu membuatku nyaman berada di dekatnya. Perlakuannya
melebihi apa yang pernah diberikan suamiku. Dulu Anton suamiku juga sebenarnya
sama dengan Dimas. Tapi bukankah itu dulu? Sekarang ia bahkan tak lebih dari lelaki
hidung belang yang lupa dengan kekasih pertamanya. Tidak masalah. Dia selingkuh,
akupun bisa selingkuh. Sekarang status pernikahan kami adalah suamiku jika ia berada
di rumah dan istrinya jika aku berada di rumah. Salah siapa? Bukan salahku, karena
bukan aku yang memulai.

“Masih kesal dengan suamimu?” tanya Dimas tiba-tiba padaku.

“Ah, sudah tidak kupedulikan. Kan ada kamu,” kataku pada Dimas. Ia hanya
tersenyum mendengar jawabanku.

“Kenapa juga kamu masih bertahan kalau dia seperti itu? Kamu hanya akan
mendapat sakit hati saja, Rin.” Kali ini ia memanggilku dengan sebutan nama.

“Entahlah, aku bingung,” hanya itu jawabku.

Pesanan minum kami akhirnya datang. Mocacino kesukaanku dan Espresso


yang merupakan kopi kesukaan Dimas. Kopi terbaik dari Itali dengan warnanya yang
hitam juga aroma dan rasanya yang selalu dibangga-banggakan oleh Dimas. Kami
menikmati minuman malam itu sambil kembali berbincang.

Tak lama kemudian handphone di tasku berdering. Sebuah pesan singkat


meluncur disana.

Istriku tercinta.

Seperti biasa, malam ini aku kembali lembur dan pulang sedikit larut. Maaf tak
bisa menemani tidurmu dan jangan bergadang menungguku pulang. Esok pagi kau
akan menjumpai suamimu ini terbaring lelap di sampingmu. Jangan lupa bangunkan
aku seperti biasa.

Your Love

Aku menutup kembali handphoneku dan memasukkannya ke dalam tas.


Sebenarnya, tanpa membuka handphone pun aku sudah tau pesan itu dari siapa dan
isinya apa. Karena pesan itu yang akhir-akhir ini selalu hadir di jam yang sama dengan
isi pesan yang sama. Padahal ia juga selalu mengatakannya setiap akan berangkat kerja.

“Dari suamimu?’ tanya Dimas. Aku hanya tersenyum. Tak lama ia mengganti
ekspresi wajahnya dengan wajah yang amat serius.

“Rin, aku ingin kita seperti dulu lagi. Berdua sepanjang hari tanpa sembunyi-
sembunyi seperti ini. Aku ingin setiap waktu bersamamu tanpa harus menunggu
suamimu tidak di rumah. Aku tidak ingin kamu kesepian seperti ini, terabaikan oleh
suamimu” katanya sambil memegang kedua tanganku secara halus. “Sebaiknya kita
katakan saja semua pada suamimu, aku yakin kalau ia tahu dia pasti akan melepasmu,
karena sekarang kamu sudah diabaikannya,” lanjut Dimas.

“Maaf, Dim. Aku belum berani mengatakan semuanya di depan suamiku.


Karena aku belum menemukan sedikit pun bukti perselingkuhannya. Dia memang
kuyakini berselingkuh, tapi kalau aku menuduhnya tanpa bukti dan meminta cerai justru
ia yang akan menyerangku balik dengan tuduhan yang sama. Aku tak mau jadi
tersangka dalam perceraian kami karena suamikulah tersangka sebenarnya yang harus
dipandang buruk ketika kami bercerai nanti,” jelasku pada Dimas.

Dimas hanya diam mendengan jawabanku yang demikian, kemudian


melanjutkan menikmati kopi Espressonya yang masih hangat seperti Mocacino milikku.
Suara musik kafe semakin terasa meriah. Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan
pikul 23.00 malam. Satu jam lagi aku harus kembali kerumah, berpura-pura terlelap di
kamar sebelum suamiku pulang. Pertemuan malam itu kami akhiri dengan berdansa
mesra bersama pengunjung kafe lainnya.

***

Aku terkejut bukan main ketika di hari ulang tahunku, Anton suamiku secara
surprize menghadiahkanku sebuah mobil Avanza berwarna hitam di sebuah tempat
romantis yang menjadi tempat perayaan ulang tahunku. Aku benar-benar tak dapat
percaya semua ini. Mungkinkan dugaanku selama ini salah? Hatiku diserbu ribuan
tanda tanya.
“Rina, kau ingat, kan apa saja keinginanmu dulu yang kamu minta padaku di
hari pernikahan kita?” tanya Anton. Aku tak menjawab, karena aku masih terbelalak
dan gugup.

“’Pokoknya setelah menikah nanti, keluarga kita harus punya rumah dan mobil.
Setelah itu baru kita boleh punya anak, ya Yang?’ Begitu katamu dulu” Suamiku
menjawab pertanyaannya sendiri dengan meniru suaraku dulu.

“Kamu tahu istriku, karena keinginanmu itulah aku semakin semangat dan
termotivasi untuk terus bekerja keras. Aku ingin kau hidup bahagia dan saat nanti kita
punya anak, anak kita tidak akan terlantar. Kau memang benar saat itu mengatakan hal
demikian padaku.” Aku rapuh mendengar pernyataannya. Bagaimana ini?

Tiba-tiba ia mengeluarkan sebuah kotak perhiasan dari saku bajunya. Sebuah


kalung cantik amat menawan terlihat dari kotak perhiasan itu. Ia mengambilnya dan
memasangkan di leherku. Kemudian matanya menatap tajam padaku sembari
memegang kedua tanganku.

“Istriku, maaf kalau dalam satu bulan ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku.
Aku hanya ingin segera mengabulkan permintaanmu agar kita bisa hidup damai saat
nanti kita punya anak. Saat atasanku menawarkan kerja tambahan di kantor, aku dengan
senang menerimanya karena itu akan mempercepat keinginanmu terkabul. aku ingin
segera melunasi rumah kita dan juga mobil cicilan ini. Setelah itu kita akan hidup
seperti biasa bersama anak kita kelak. Jadi kumohon kamu terus bersabar sampai aku
menyelesaikan semua,” katanya dengan tersenyum bahagia dan dilanjut dengan kecupan
mesra di keningku, sedang aku, hatiku dirundung ketakutan dan rasa bersalah. Ia lalu
memelukku erat dan mesra.

Air mataku jatuh dalam pelukannya di hari ulang tahunku. Bukan karena
bahagia, tapi karena rasa bersalahku. Bodohnya aku tak mempercayai suamiku yang
berjuang mati-matian demi keinginanku yang kuanggap angin lalu saja tapi ditanggapi
serius olehnya. Akulah yang menyebabkan ia bekerja keras, akulah yang memulai
kerusakan keluargaku. Bukan suamiku. Bukan ia yang berselingkuh, bukan ia yang
khianat, tapi akulah yang bejat. Bukan ia pelaku yang harus dipandang rendah, tapi aku.
Aku....
Aku terus menangis di pelukannya. Sungguh, andai waktu bisa terulang kembali,
aku ingin mengulang semuanya. Mempertahankan kesetiaanku pada suamiku dan tak
tergoda rayuan mantan kekasihku, Dimas. Sungguh, aku ingin mengulang semuanya.

“Tuhan, mungkinkah ini belum terlambat? Aku ingin melupakan kelakuan


bejatku di hari yang lalu itu dan membina kesetiaan yang lebih kuat lagi dengan
suamiku tercinta. Masihkah ini belum terlambat, Tuhan?” kata hatiku berharap.

Aku menghapus air mataku, mencoba melupakan kejadian-kejadian kemarin.


Aku memutuskan untuk melupakan dan memulai semua dari awal lagi. Aku kini
tersenyum memandang suamiku. Namun itu tak berlangsung lama. Sebuah pesan
singkat mengejutkan mendarat di handphoneku.

Yang, selamat ulang tahun.


Ini adalah hari terakhir kesedihanmu, kau tak boleh lagi bersedih karena
kelakuan suamimu yang raja selingkuh itu. Hari ini aku putuskan akan menemi
suamimu dan mengatakan tentang hubungan kita berdua. Semua harus berakhir.
Aku harus menemuinya.

Yang menyayangimu, Dimas

Cerpen di atas telah diikutkan dalam Lomba


Menulis Cerpen Bertema Backstreet Love dan
telah dibukukan dalam Antologi Cerpen
berjudul MY SECRET LOVE bersama cerpen
nominator lainnya.

Anda mungkin juga menyukai