Anda di halaman 1dari 3

Bandung Lautan Api

Pada Maret 1946, dalam waktu 7 jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah
dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di
selatan. Setelah Proklamasi Kemerdekan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya
merdeka. Kemerdekaan itu harus dicapai dengan sedikit demi sedikit melalui perjuangan
rakyat yang rela mengobarkan segalanya.
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat,
melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela bila kota Bandung dimanfaatkan oleh
musuh.Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk
membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan
Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada 24 Maret 1946.

Kolonel A.H. Nasution selaku Komandan Divisi memerintahkan rakyat untuk meninggalkan
Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir meninggalkan kota.

Bandung dengan sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar sekutu tidak dapat
menggunakannya lagi. Banyak asap hitam mengepul membubung tinggi di udara.

Semua listrik mati, Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi.
Pertempuran yang paling menegangkan, di mana terdapat pabrik mesiu milik Sekutu. TRI
bermaksud untuk menghancurkan gudang tersebut.

Untuk itu diutuslah pemuda bernama Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu
berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan .Gudang besar itu meledak dan
terbakar di dalamnya.

Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan
TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, dan Bandung berubah menjadi lautan
api.

Pembumi hangusan tersebut merupakan langkah yang tepat, karena kekuatan TRI dan
rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI
bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung.
Istilah Bandung Lautan Api muncul dari seorang wartawan bernama Atje Bastaman,
yang menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar
Pameungpeuk, Garut. Dari puncak ia melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai
dengan Cimindi.
Candi Borobudur

Candi Borobudur adalah candi peninggalan dari agama Buddha yang terbesar di
dunia. Bangunan candi ini dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra
sekitar pada 824 Masehi.
Monumen Buddha ini memiliki luas yaitu 123 x 123 m². Candi Borobudur memiliki
sebanyak 504 patung Buddha, 72 stupa terawang, dan satu stupa induk. Candi Borobudur
memiliki arsitektur peta yang menggambarkan kekentalan dari gaya arsitektur yang berasal
dari India. UNESCO telah mengakui dan memakai kemegahan dari arsitektur Candi
Borobudur sebagai satu di antara momen Budha terbesar di Indonesia dan juga di dunia.
Dalam menyelesaikan pembangunan Candi Borobudur ini membutuhkan waktu
sekitar 75 tahun, di bawah komando dari arsitek Gunadarma dengan 60.000 m³ batuan
vulkanik yang diambil di Sungai Elo dan Progo, yang letaknya sekitar 2 km sebelah timur
candi.

Pada saat Candi Borobudur dibangun, sistem metrik belum dikenal dan satuan
panjang yang digunakan untuk membuat candi ini adalah tala, yang dihitung dengan cara
merentangkan ibu jari dan jari tengah atau pengukur panjang rambut dari dahi sampai dengan
dasar dagu.
Berdasarkan Prasasti Karang tengah dan Kahulunan, sejarawan J.G. de Casparis
memperkirakan pendiri Candi Borobudur adalah Raja Mataram Kuno dari dinasti Syailendra
bernama Samaratungga, ia membangun candi ini sekitar tahun 824 M. Candi ini baru dapat
diselesaikan pada masa Ratu Pramudawardhani yaitu putrinya.

Anda mungkin juga menyukai