Malware
Malware
Threat 2019
Microsoft telah meluncurkan hasil riset Asia Pasifik di edisi terbaru Security Endpoint Threat
Report 2019[1] yang mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki tingkat malware tertinggi di
kawasan ini. Indonesia juga mengalami kasus
penambangan cryptocurrency dan ransomware yang tinggi tahun lalu.
Temuan ini berasal dari analisis dari beragam sumber data Microsoft, termasuk 8 triliun
sinyal ancaman yang diterima dan dianalisis oleh Microsoft setiap hari, mencakup periode 12
bulan, dari Januari hingga Desember 2019.
“Ketika pertahanan keamanan berkembang dan penyerang mengandalkan teknik-teknik baru,
akses unik Microsoft ke miliaran sinyal ancaman setiap hari memungkinkan kami untuk
mengumpulkan data dan insights untuk menginformasikan respon kami terhadap serangan
siber,” kata Mary Jo Schrade, Assistant General Counsel, Microsoft Digital Crimes Unit,
Microsoft Asia.
“Laporan Microsoft Security Endpoint Threat bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang
lebih baik tentang gambaran ancaman yang berkembang dan membantu organisasi
meningkatkan tingkat keamanan siber mereka dengan mengurangi dampak serangan yang
semakin canggih.”
Kasus malware dan ransomware tetap tinggi di Indonesia
Menurut laporan ini, Asia Pasifik terus mengalami tingkat kasus yang lebih tinggi dari rata-
rata dunia untuk serangan malware (1,6 kali lebih tinggi) dan ransomware (1,7 kali lebih
tinggi).
Indonesia tercatat memiliki tingkat kasus malware tertinggi, yaitu 10,68 persen pada 2019.
Meskipun terjadi penurunan 39 persen tahun lalu, ini masih 2 kali lebih tinggi dari rata-rata
regional.
Indonesia juga terdaftar memiliki tingkat kasus ransomware tertinggi ke-2 di seluruh wilayah
Asia Pasifik, yaitu 0,14 persen, meskipun terjadi penurunan 46 persen tahun lalu. Ini 2,8 kali
lebih tinggi dari rata-rata regional.
“Seringkali, kasus malware tinggi berkorelasi dengan tingkat pembajakan dan keamanan
dunia maya secara keseluruhan, yang mencakup patching dan pembaruan perangkat lunak
secara berkala. Negara-negara yang memiliki tingkat pembajakan yang lebih tinggi dan
pengetahuan keamanan dunia maya lebih rendah cenderung lebih banyak terkena dampak
dari ancaman dunia siber. Patching perangkat lunak, menggunakan software yang sah, dan
menjaganya agar tetap diperbarui dapat mengurangi kemungkinan
infeksi malware dan ransomware,” jelas Haris Izmee, President Director Microsoft
Indonesia.
Tingkat kasus penambangan cryptocurrency 2 kali lebih tinggi dari rata-rata regional
Menurut riset, tingkat kasus penambangan cryptocurrency Indonesia berada di 0,10 persen
pada tahun 2019. Meskipun terjadi penurunan 72 persen dari tahun 2018, ini 2 kali lebih
tinggi dari rata-rata regional dan global, dan tingkat kasus tertinggi ke-4 di seluruh wilayah.
Dalam serangan seperti ini, komputer korban terinfeksi
dengan malware penambangan cryptocurrency, yang memungkinkan penjahat untuk
menggunakan sistem komputer tanpa sepengetahuan korban.
“Dengan fluktuasi nilai cryptocurrency sekarang serta meningkatnya waktu yang diperlukan
untuk menghasilkan uang digital ini, para penjahat kembali memfokuskan upaya mereka
untuk terus mengeksploitasi pasar yang memiliki kesadaran dan adopsi praktik keamanan
dunia maya yang rendah,” jelas Haris.