Anda di halaman 1dari 11

KEBIJAKAN DAN KEAMANAN SIBER

Oleh :
NIA MONICHA (210111100359)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2022

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................
2.1 Dampak negatif dari penyalahgunaan siber
2.2 Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan cybercrime di Indonesia
BAB III PENUTUP..............................................................................................
3.1 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan dalam bidang tekhnologi saat ini sangatlah mengalami kemajuan pesat.
Salah satu bidang tekhnologi yang sangat berkembang ialah internet. Perkembangan internet
yang semakin hari semakin meningkat baik tekhnologi dan penggunaannya, membawa
banyak dampak baik positif maupun negatif. Sifat internet yang tanpa adanya batasan ruang
dan waktu dapat mengubah banyak aspek serta memantik untuk munculnya suatu kejahatan.
Kejahatan dalam dunia maya atau internet ini dikenal dengan istilah cyber crime.Keamanan
siber (cyber security) adalah upaya yang di lakukan untuk melindungi sistem komputer dari
berbagai ancaman atau akses ilegal.Cyber Security mencakup alat kebijakan dan konsep
keamanan yang dapat digunakan untuk melindungi aset organisasi dan pengguna.
Pengertian tentang keamanan Keamanan Siber (cybersecurity) dapat disimpulkan
sebagai sebuah rangkaian aktifitas dan pengukuran yang dimaksudkan untuk melindungi dari
serangan, disrupsi, atau ancaman yang lainnya melalui elemen-elemen cyberspace (hardware,
software, computer network) (Fischer, 2009). Keamanan Siber dapat digambarkan di satu sisi
sebagai kebijakan, pedoman, proses, dan tindakan yang diperlukan agar transaksi elektronik
dapat dilakukan dengan risiko pelanggaran, intrusi, atau pencurian minimum. Dan di sisi lain,
keamanan siber adalah alat, teknik, atau proses yang digunakan untuk melindungi aset sistem
informasi. Keamanan siber terdiri dari infrastruktur "lunak" dan "keras". Komponen
infrastruktur lunak adalah Sumber Daya Manusia pengelola maupun pembuat kebijakan
(people); dan kebijakan,
Dari data di atas kita sangat paham bahwa kebijakan dan keamanan siber sangat
berharga dan perlu dijaga dengan sangat baik,sedangkan Dalam kesimpulan hasil penilaian
GCI secara keseluruhan, terdapat kesenjangan yang signifikan antara negara-negara dalam
hal kesadaran, pemahaman, pengetahuan dan kapasitas untuk menerapkan strategi,
kapabilitas dan program yang tepat untuk memastikan penggunaan TIK yang aman dan tepat
sebagai pendorong pengembangan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dampak negatif dari penyalahgunaan siber


Dalam keadaan kemajuan saat ini, sering disebut sebagai era disrupsi. Pada era ini,
perkembangan teknologi mengalami perubahan yang sangat cepat. Segala sesuatu yang
dulunya dilakukan secara manual, kini hanya dipermudah dengan teknologi yang sudah ada
seperti internet. Menurut Francis Fukuyama, disrupsi itu sendiri merupakan gangguan atau
kebingungan, dalam hal ini disebabkan oleh konteks zaman dengan kemajuan yang jelas,
terutama dalam konteks teknologi dan pola komunikasi yang dapat mengubah hubungan
dan Domain Informasi komunikasi (Ohoitimur, 2018). Namun, dengan perubahan teknologi
dalam kehidupan ini, ada juga efek negatif seperti kejahatan.
Kejahatan menururt R. Soesilo dapat diartikan secara yuridis dan sosiologis dimana
kejahatan dilihat dari aspek yuridis merupakan tindakan yang berlawanan dengan peraturan
perundang-undangan, maupun jika diartikan dari aspek sosiologis kejahatan diartikan sebagai
perbuatan yang merugikan bagi penderita, juga sangat merugikan bagi masyarakat umum
yang dapat menghilangkan keseimbangan, ketentraman, serta ketertiban (Ridwan &
Ediwarman, 1994). Penanganan hukum dalam cybercrime tetap diperlukan untuk mengatur
sikap tindak masyarakat
 Ruang siber (cyberspace) atau siber adalah ruang dimana suatu komunitas saling
terhubung dengan menggunakan jaringan (misalnya internet) untuk melakukan berbagai
kegiatan sehari-hari. Cyber crime atau kejahatan siber dapat diartikan sebagai sebagai
perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana atau
alat, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
Dunia kejahatan siber akrab dengan istilah hacker dan cracker. Hacker adalah orang yang
ingin mengetahui lebih dalam terkait informasi-informasi penting milik individu atau
organisasi. Sedangkan cracker orang yang merusak sistem keamanan dan biasanya
melakukan “pencurian” dan tindakan anarki, begitu mereka mendapat akses.
yang tanpa kita sadari selama ini bahaya siber telah beredar disekitar kita,
Selain hacker dan cracker, ada juga beberapa kejahatan siber yang sering terjadi di internet.
Berikut beberapa kejahatan siber yang harus diwaspadai:
1. Akses tanpa izin ke sistem dan layanan komputer

Jika ada orang asing tak dikenal memasuki rumah atau kamar kita, tentu kita akan khawatir
dan merasa tidak nyaman. Sama halnya dengan jenis kejahatan siber ini. Seorang menyusup
ke dalam sistem dan layanan komputer tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal yang
membuatnya berbahaya adalah pencurian data dan informasi dari sistem milik kita.
2. Konten ilegal

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal
yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu
ketertiban umum. Contohnya adalah mengunggah berita bohong (hoax) di sosial media,
pornografi, informasi rahasia negara, dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah.

3. Sabotase dan pemerasan siber

Beberapa tahun lalu mungkin sobat SMP pernah mendengar tentang ransomware WannaCry


yang menyandera data pribadi dan memeras korban jika data ingin kembali. Itu termasuk ke
dalam sabotase dan pemerasan siber.Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan
suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu sehingga data, program
komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana
mestinya, atau berjalan sesuai yang dikehendaki oleh pelaku.

4. Pelanggaran privasi

Waspada apabila mengisi sebuah formulir di internet yang harus mencantumkan data-data
pribadi seperti nomor telepon, alamat rumah, akses login surel, kata sandi, bahkan pin ATM.
Kejahatan siber ini sangat meresahkan karena privasi pengguna bisa tersebar,
diperjualbelikan, bahkan dapat berujung kepada penyalahgunaan data pribadi.

5. Pelanggaran kekayaan intelektual

Pernahkah kalian menyalin tulisan di internet untuk tugas sekolah? atau pernahkah
mengambil gambar dan video tanpa seizin pemiliknya? Berhati-hatilah karena tindakan
tersebut termasuk ke dalam pelanggaran kekayaan intelektual. Sebisa mungkin meminta izin
pemilik sebelum menggunakannya, bahkan lebih baik lagi jika kita yang menciptakan karya
sendiri.

Selain yang saya sampaikan di atas banyak sekali kejahatan siber yang bereedar disekitar
kita dan beebrapa kasus di antaranya lebih parah dan membahayakan data kita. berdasarkan
laporan Akamai yang mengungkap bahwa kejahatan internet di Indonesia meningkat dua kali
lipat. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi pertama negara berpotensi menjadi target
hacker, menggantikan Tiongkok. Laporan tersebut menyebutkan bahwa Indonesia
menyumbang 38 persen dari total sasaran trafik hacking di internet sesuai dengan hasil
investigasi dari 175 negara, dan Indonesia berada dalam posisi pertama tingkat kejahatan
sibernya. Berdasarkan pada laporan David Belson dari Akamai Research, kecepatan akses
internet tidak selalu menimbulkan potensi kejahatan internet yang mengancam Indonesia.
Jumlah serangan siber di Indonesia semakin meningkat, dari 28,430,843 pada tahun 2015
meningkat menjadi 135.672.984 pada tahun 2016. Dan 47% dari keseluruhan kasus yang
terjadi merupakan serangan malware, 44% merupakan penipuan, sedangkan sisanya
berbentuk kejahatan siber lainnya, seperti website defacement, dan aktivitas manipulasi data
dan kebocoran data (ID-SIRTII, 2017). Tren peningkatan kejahatan siber dalam bentuk
penyebaran konten ilegal, hate speech dan sejenisnya. Dampak kejahatan siber terhadap
sektor ekonomi berdasarkan data dari Norton Symantec selama tahun 2015 sampai dengan
Februari 2016, kejahatan online di Indonesia menimbulkan total kerugian sampai Rp 194.6
miliar (Symantec, 2016). Namun demikian, kerugian yang disebabkan karena tindak
kejahatan dengan memanfaatkan dunia Siber di Indonesia menurut data CIA mencapai 1,20%
dari tingkat kerugian akibat Kejahatan Siber yang terjadi di dunia.
Perkiraan Kerugian Akibat Kejahatan Siber: Perbandingan Dunia dan Indonesia
GDP* : GLOBAL INDONESIA

Percent of global GDP*: 1,20 %

Cost of** :

Genuine Cyber Crime: USD 3,457 m USD 43 m

Transitional Cyber Crime: USD 46,600 m USD 582 m

Cyber Criminal Infrastructure: USD 24,840 m USD 310 m

Traditional Crimes Cecoming USD 150,200 m USD 2,748 m


Cyber
Sumber: DAKA Advisory, “Meeting the cyber security challenge in Indonesia An analysis of
threats and responses A report from DAKA advisory”, 2018, hlm. 21, dalam
http://dakaadvisory.com/wp-content/uploads/ DAKAIndonesia-cyber-security-2013-web-
version.pdf, diakses pada 22 Oktober 2018 .

Dari data diatas dapat kita lihat berapa banyak kerugian yang dialami dunia khususnya
Indonesia jika kejahatan siber terus berlanjut tanpa adanya kesadaran dan antisipasi dari
semua pihak. Usaha untuk meningkatkan komitmen dunia dalam keamanan siber, dilakukan
dengan pemeringkatan Global Cybersecurity Index (GCI) oleh International
Telecommunication Union (ITU) kepada 193 negara-negara anggotanya. Penilaian tersebut
didasarkan pada lima pilar GCI framework yaitu legal, technical and procedure,
organizational, capacity building, dan international cooperation. Dari hasil penilaian GCI
pada tahun 2017, Indonesia masih berada pada mature stage, yang berarti belum termasuk
dalam jajaran Negara-negara Asia-Pacific yang dianggap memiliki komitmen tinggi dalam
keamanan siber (ITU, 2017).
Namun sayangnya Kendala dan juga tuntutan bagi organisasi pemerintah dalam
pelaksanaan eGovernment salah satunya adalah faktor keamanan informasi yang meliputi
kerahasiaan (confidentiality), keutuhan (integrity), dan ketersediaan (availability) dari
informasi. Oleh karena hal tersebut, strategi implementasi eGovernment juga harus meliputi
Sistem Manajemen Keamanan Informasi atau Information Security Management System
(ISMS) yaitu suatu pendekatan yang sistematis untuk mengelola dan mengamankan informasi
yang bersifat rahasia dan sangat penting dalam organisasi, meliputi aspek Sumber Daya
Manusia (people), prosedur standar (process), dan Sistem Teknologi Informasinya
(technology).Dan jika hanya Memfokuskan pada aspek teknologi untuk mengatasi
permasalahan keamanan informasi siber tidaklah mencukupi. Cybersecurity semestinya
adalah sebuah ekosistem dimana hukum (laws), organisasi (organizations), kemampuan
(skills), kerjasama (cooperation), dan technical implementation berjalan secara selaras untuk
dapat menjadi efektif (ITU, 2017). Dan hal tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, tapi memerlukan komitmen dari private sector dan consumers. Oleh karena itu
sangat penting untuk menumbuhkan cybersecurity culture sehingga warga negara memiliki
kesadaran untuk turut memonitor dan menyadari resiko saat menggunakan jaringan
elektronik.
Tapi sebenarnya bukan hanya pemerintah yang dapat bertanggung jawab terhadap
keamanan data pribadi seseorang ataupun suatu Lembaga tetapi kita juga memiliki tanggung
jawab untuk menjaga data pribadi yang kita miliki karena Siber Nasional diikuti dengan
ancaman terhadap Keamanan Siber Gobal. Dengan demikian, ancaman terhadap Keamanan
Siber Global adalah ancaman total terhadap Keamanan Internasional. contoh sederana yang
dapat kita terapkan adalah :
1.Bedakan alamat email untuk media sosial dan perbankan
2.Mengganti pasword email dan aplikasi secara berkala
3.Jangan klik tautan mencurigakan

2.2 Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan cybercrime di Indonesia


Perlindungan hukum menurut Setiono adalah tindakan atau cara untuk melindungi
seseorang secara individu maupun masyarakat dari tindakan sewenang-wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, yang bertujuan untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati
martabatnya sebagai manusia (Setiono, 2004). Sedangkan menurut Soerdjono Soekamto
perlindungan hukum diartikan sebagai upaya memenuhi hak serta pemberian bantuan guna
menciptakan rasa aman kepada saksi dan atau korban, dimana tindakan tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk seperti melalui restitusi, kompensasi, pelayanan medis dan bantuan
hukum (Soekanto, 1984).
Upaya pemberian perlindungan hukum bagi korban ini sejalan juga dengan Indonesia
sebagai negara hukum. Sebagai negara hukum Indonesia harus melakukan sesuatu sesuai
aturan yang berlaku. Dalam hal yang berkaitan dengan upaya perlindungan hukum bagi
rakyat, Philipus M. Hadjon membedakan dua macam sarana perlindungan hukum yaitu
(Hadjon, 1987): Perlindungan hukum secara preventif, perlindungan hukum secara preventif
diartikan sebagai subyek hukum diberikan kesempatan dalam hal mengajukan keberatan atau
pendapat sebelum munculnya suatu keputusan yang definitf oleh pemerintah.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum secara
represif dilakukan setelah terjadinya suatu permasalahan. Perlindungan hukum secara represif
bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi sehingga hak-hak yang
dimiliki setiap individu dapat terlindungi. Perlindungan hukum secara preventif maupun
represif dapat diartikan sebagai suatu representatif dari fungsi hukum yang merupakan usaha
untuk memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan serta kedamaian. Upaya
untuk melindungi setiap warga negara telah terdapat pada konstitusi negara Indonesia.
Terdapat beberapa hak dari setiap masyarakat untuk dilindungi. Setiap individu atau
kelompok sebagai korban dalam kejahatan melalui tekhnologi memiliki hak yang sama
dengan individu atau kelompok sebagai korban dari kejahatan pada dunia nyata.
Perlindungan hukum kepada korban cybercrime dapat dilihat dari beberapa hukum positif
yang mengatur hak dari seseorang diantaranya pada;
N BENTUK UNDANG- PASAL
O PERLINDUNGAN UNDANG

1 Hak mengembangkan diri, UUD 1945 Pasal 28 C, Pasal 28 F, Pasal


berkomunikasi dan memperoleh 28 D, Pasal 28 I
informasi,hak mendapat
perlakuan yang sama dalam
hukum, hak dilindungi dalam
pemenuhan HAM

2 Hak mengajukan laporan / Kitab Pasal 108 ayat (1), Pasal 116,
pengaduan,hak memberikan Undangundang Pasal 98 ayat (1), Pasal 81
keterangan secara bebas tanpa Hukum Acara
tekanan, hak memperoleh ganti Pidana
rugi

3 Hak perlakuan yang adil, hak Undangundang Pasal 3 Ayat 2, Pasal 4, Pasal
diakui sebagai pribadi, hak No. 39 Tahun 13, Pasal 14, Pasal 32, Pasal
berkomunikasi dan memperoleh 1999 Tentang 23, Pasal 5, Pasal 17, Pasal 20,
informasi, hak mengeluarkan Hak Asasi Pasal 21, Pasal 29, Pasal 30,
pendapat, hak memperoleh Manusia Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33,
perlakuan hukum yang sama, hak Pasal 34, Pasal 35, Pasal 44.
memperoleh keadilan, hak untuk
dilindungi dari ancaman

4 Hak untuk mendapatkan bantuan Undang – Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal
medis, Hak atas kompensasi, Hak Undang Nomor 9, Pasal 10, Pasal 29 Huruf a,
atas restitusi , Hak atas tidak 13 Tahun 2006 Pasal 30, Pasal 32
dapat dituntut secara pidana sebagaimana
maupun perdata terhadap telah diubah
kesaksiaannya, Hak untuk dapat dengan
member keterangan tertulis Hak Undangundang
untuk memperoleh keamanan atas Nomor 31
keberadaannya Tahun 2014
Tentang
Perlindungan
Saksi dan
Korban

5 - Undang – Dalam UU ITE setiap korban


Undang Nomor dilindungi dengan cara
19 Tahun 2016 dibentuknya suatu aturan
Tentang ITE mengenai setiap tindakan-
tindakan yang dapat
merugikan setiap orang yang
dilakukan di dunia maya.
Adapun aturan tersebut seperti
tentang penipuan di dunia
maya, ujaran kebencian, dan
penyebaran berita bohong
Kejahatan siber merupakan salah satu kejahatan yang grafiknya terus
meningkat.Hampir semua elemen terdapat di dalam masyarakat tanpa membedakan status
sosial dapat berpotensi terkena kejahatan siber tanpa terkecuali,seperti para
pelajar,mahasiswa,selebritis,lembaga profesional dan tidak sedikit pula para oknmu pejabat.
Untuk mengatasi kejahatan siber ini maka pemerintah pada tanggal 21 April 2008
telah mengundangkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE). Secara umum UU ITE dapat dibagi dua bagian besar yaitu
mengatur mengenai transaksi elektronik dan mengatur perbuatan yang dilarang
(cybercrimes). Perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan teknologi tentunya
sangat diperlukan, hal ini dikarnakan apabila suatu peristiwa pidana terjadi, aturan hukum
sering kali memfokuskan diri untuk menghukum pelaku kejahatan sehingga sering kali
korban dari kejahatan tersebut terabaikan. Padahal korban juga patut untuk diperhatikan
karena pada dasarnya korban merupakan pihak yang cukup dirugikan dalam suatu tindak
pidana. Dampak kejahatan menimbulkan korban dan kerugian. Kerugian yang timbul itu bisa
diderita oleh korban sendiri, maupun oleh pihak lain secara tidak langsung. Hakikat kejahatan
seharusnya dilihat sebagai sesuatu yang merugikan korban, karena itu pidana yang dijatuhkan
kepada pelanggar harus pula memperhatikan kepentingan si korban dalam bentuk pemulihan
kerugian yang dideritanya. Kerugian yang harus dipulihkan tersebut, tidak saja kerugian fisik
tetapi juga kerugian non fisik. Upaya perlindungan korban sebenarnya sangat penting. Karena
di samping dapat mengurangi penderitaan korban atas tindak pidana yang dialaminya, juga
dapat mencegah terjadinya korban yang berkelanjutan, sehingga hal ini dapat mengurangi
tingkat kriminalitas .
Fenomena cybercrime yang berkembang dengan pesat yang tidak mengenal batas
teritorial ini memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan
lain pada umumnya. Di dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU ITE disebutkan bahwa
Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban
umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk mengatasi kejahatan cybercrime dibutuhkan aparat penegak hukum yang
memahami dan menguasai teknologi, kendala yang dihadapi oleh korban adalah dikarnakan
ketidaktahuan, pengetahuan komputer dan internet sehingga apabila dirugikan tidak dapat
melaporkaan segala peristiwa pidana yang dialami tentunya ini menjadi permaslahan kita
bersama.
Asas dan tujuan undang-undang ini adalah pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian,
iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Jadi dapat diartikan
bahwa pengunaan teknologi informasi dan Transaksi elektronik diharapkan dijamin dengan
kepastian hukum, memiliki manfaat, penuh kehati-hatian, beritikad baik, dan adanya
kebebasan memilih teknologi dan netral. Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi
global lewat Internet, Undang-Undang diharapkan mampu untuk menjawab semua
permasalahan hukum terhadap perkembangan global teknologi serta antisipatif terhadap
semua permasalahan yang ada, termasuk dampak negatif penyalahgunaan internet yang pada
akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi penggunanya.
Terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para
pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana,
antara lain:
a. KUHP
b. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE
c. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi
d. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
e. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
f. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1) Seorang saksi dan korban berhak: a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian
yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. Ikut serta dalam proses memilih dan
menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. Memberikan keterangan tanpa
tekanan; d. Mendapat penerjemah; e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. Mendapatkan
informasi mengenai perkembangan kasus; g. Mendapat informasi mengenai putusan
pengadilan; h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i. Mendapatkan identitas baru; j.
Mendapatkan tempat kediaman baru; k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai
dengan kebutuhan; l. Mendapat nasehat hukum dan/atau; m. Memperoleh bantuan biaya
hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. kebutuhan para pelaku bisnis di
internet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya
bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah dipengadilan UU
ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan
hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Perbuatan yang dilarang
(cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37). Selanjutnya apabila diperlukan untuk
kasus tertentu korban kejahatan cybercrime dapat meminta bantuan kepada LPSK dan
selanjutnya mengenai perlindungan hukum terhadap saksi dan korban kejahatan diatur dalam
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).
Dalam perlindungan hukum terhadap korban cybercrime secara mendasar ada dua model
pendekatan yang dapat digunakan yaitu: 1) model hak-hak prosedural dalam hal ini korban
berperan lebih aktif dan dapat membantu jaksa dalam melakukan penuntutan dan hak hadir
dalam setiap tingkat proses peradilan dan 2) model pelayanan dalam hal ini melihat korban
sebagai sosok yang harus dilayani oleh Polisi dan aparat penegak hukum yang lainnya,
dengan demikian maka korban akan merasa dijamin kembali kepentingannya dalam suasana
yang adil. Pemberian bantuan kepada korban kejahatan dunia maya maupun di dunia nyata
harus dilakukan pada semua tahap pemeriksaan, mulai dari penyidikan, persidangan dan
pasca persidangan.

DAFTAR PUSTAKA
A.Buku
-Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, cybercrime, cyberlaw, Tinjauan Aspek Hukum Pidana,
PT. ---Tatanusa, Jakarta
B. Undang-undang
- Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
- dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban.
C.Akses internet
-http://ditsmp.kemdikbud.go.id/
-https://media.neliti.com/media/publications/43295-ID-perlindungan-hukum-terhadap-
korban-kejahatan-cyber-crime-di-indonesia.pdf
-http://eprints.ums.ac.id/87522/2/NASKAH%20PUBLIKASI%20edit.pdf

Anda mungkin juga menyukai