Oleh :
NIA MONICHA (210111100359)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................
2.1 Dampak negatif dari penyalahgunaan siber
2.2 Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan cybercrime di Indonesia
BAB III PENUTUP..............................................................................................
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Jika ada orang asing tak dikenal memasuki rumah atau kamar kita, tentu kita akan khawatir
dan merasa tidak nyaman. Sama halnya dengan jenis kejahatan siber ini. Seorang menyusup
ke dalam sistem dan layanan komputer tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal yang
membuatnya berbahaya adalah pencurian data dan informasi dari sistem milik kita.
2. Konten ilegal
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal
yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu
ketertiban umum. Contohnya adalah mengunggah berita bohong (hoax) di sosial media,
pornografi, informasi rahasia negara, dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah.
4. Pelanggaran privasi
Waspada apabila mengisi sebuah formulir di internet yang harus mencantumkan data-data
pribadi seperti nomor telepon, alamat rumah, akses login surel, kata sandi, bahkan pin ATM.
Kejahatan siber ini sangat meresahkan karena privasi pengguna bisa tersebar,
diperjualbelikan, bahkan dapat berujung kepada penyalahgunaan data pribadi.
Pernahkah kalian menyalin tulisan di internet untuk tugas sekolah? atau pernahkah
mengambil gambar dan video tanpa seizin pemiliknya? Berhati-hatilah karena tindakan
tersebut termasuk ke dalam pelanggaran kekayaan intelektual. Sebisa mungkin meminta izin
pemilik sebelum menggunakannya, bahkan lebih baik lagi jika kita yang menciptakan karya
sendiri.
Selain yang saya sampaikan di atas banyak sekali kejahatan siber yang bereedar disekitar
kita dan beebrapa kasus di antaranya lebih parah dan membahayakan data kita. berdasarkan
laporan Akamai yang mengungkap bahwa kejahatan internet di Indonesia meningkat dua kali
lipat. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi pertama negara berpotensi menjadi target
hacker, menggantikan Tiongkok. Laporan tersebut menyebutkan bahwa Indonesia
menyumbang 38 persen dari total sasaran trafik hacking di internet sesuai dengan hasil
investigasi dari 175 negara, dan Indonesia berada dalam posisi pertama tingkat kejahatan
sibernya. Berdasarkan pada laporan David Belson dari Akamai Research, kecepatan akses
internet tidak selalu menimbulkan potensi kejahatan internet yang mengancam Indonesia.
Jumlah serangan siber di Indonesia semakin meningkat, dari 28,430,843 pada tahun 2015
meningkat menjadi 135.672.984 pada tahun 2016. Dan 47% dari keseluruhan kasus yang
terjadi merupakan serangan malware, 44% merupakan penipuan, sedangkan sisanya
berbentuk kejahatan siber lainnya, seperti website defacement, dan aktivitas manipulasi data
dan kebocoran data (ID-SIRTII, 2017). Tren peningkatan kejahatan siber dalam bentuk
penyebaran konten ilegal, hate speech dan sejenisnya. Dampak kejahatan siber terhadap
sektor ekonomi berdasarkan data dari Norton Symantec selama tahun 2015 sampai dengan
Februari 2016, kejahatan online di Indonesia menimbulkan total kerugian sampai Rp 194.6
miliar (Symantec, 2016). Namun demikian, kerugian yang disebabkan karena tindak
kejahatan dengan memanfaatkan dunia Siber di Indonesia menurut data CIA mencapai 1,20%
dari tingkat kerugian akibat Kejahatan Siber yang terjadi di dunia.
Perkiraan Kerugian Akibat Kejahatan Siber: Perbandingan Dunia dan Indonesia
GDP* : GLOBAL INDONESIA
Cost of** :
Dari data diatas dapat kita lihat berapa banyak kerugian yang dialami dunia khususnya
Indonesia jika kejahatan siber terus berlanjut tanpa adanya kesadaran dan antisipasi dari
semua pihak. Usaha untuk meningkatkan komitmen dunia dalam keamanan siber, dilakukan
dengan pemeringkatan Global Cybersecurity Index (GCI) oleh International
Telecommunication Union (ITU) kepada 193 negara-negara anggotanya. Penilaian tersebut
didasarkan pada lima pilar GCI framework yaitu legal, technical and procedure,
organizational, capacity building, dan international cooperation. Dari hasil penilaian GCI
pada tahun 2017, Indonesia masih berada pada mature stage, yang berarti belum termasuk
dalam jajaran Negara-negara Asia-Pacific yang dianggap memiliki komitmen tinggi dalam
keamanan siber (ITU, 2017).
Namun sayangnya Kendala dan juga tuntutan bagi organisasi pemerintah dalam
pelaksanaan eGovernment salah satunya adalah faktor keamanan informasi yang meliputi
kerahasiaan (confidentiality), keutuhan (integrity), dan ketersediaan (availability) dari
informasi. Oleh karena hal tersebut, strategi implementasi eGovernment juga harus meliputi
Sistem Manajemen Keamanan Informasi atau Information Security Management System
(ISMS) yaitu suatu pendekatan yang sistematis untuk mengelola dan mengamankan informasi
yang bersifat rahasia dan sangat penting dalam organisasi, meliputi aspek Sumber Daya
Manusia (people), prosedur standar (process), dan Sistem Teknologi Informasinya
(technology).Dan jika hanya Memfokuskan pada aspek teknologi untuk mengatasi
permasalahan keamanan informasi siber tidaklah mencukupi. Cybersecurity semestinya
adalah sebuah ekosistem dimana hukum (laws), organisasi (organizations), kemampuan
(skills), kerjasama (cooperation), dan technical implementation berjalan secara selaras untuk
dapat menjadi efektif (ITU, 2017). Dan hal tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, tapi memerlukan komitmen dari private sector dan consumers. Oleh karena itu
sangat penting untuk menumbuhkan cybersecurity culture sehingga warga negara memiliki
kesadaran untuk turut memonitor dan menyadari resiko saat menggunakan jaringan
elektronik.
Tapi sebenarnya bukan hanya pemerintah yang dapat bertanggung jawab terhadap
keamanan data pribadi seseorang ataupun suatu Lembaga tetapi kita juga memiliki tanggung
jawab untuk menjaga data pribadi yang kita miliki karena Siber Nasional diikuti dengan
ancaman terhadap Keamanan Siber Gobal. Dengan demikian, ancaman terhadap Keamanan
Siber Global adalah ancaman total terhadap Keamanan Internasional. contoh sederana yang
dapat kita terapkan adalah :
1.Bedakan alamat email untuk media sosial dan perbankan
2.Mengganti pasword email dan aplikasi secara berkala
3.Jangan klik tautan mencurigakan
2 Hak mengajukan laporan / Kitab Pasal 108 ayat (1), Pasal 116,
pengaduan,hak memberikan Undangundang Pasal 98 ayat (1), Pasal 81
keterangan secara bebas tanpa Hukum Acara
tekanan, hak memperoleh ganti Pidana
rugi
3 Hak perlakuan yang adil, hak Undangundang Pasal 3 Ayat 2, Pasal 4, Pasal
diakui sebagai pribadi, hak No. 39 Tahun 13, Pasal 14, Pasal 32, Pasal
berkomunikasi dan memperoleh 1999 Tentang 23, Pasal 5, Pasal 17, Pasal 20,
informasi, hak mengeluarkan Hak Asasi Pasal 21, Pasal 29, Pasal 30,
pendapat, hak memperoleh Manusia Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33,
perlakuan hukum yang sama, hak Pasal 34, Pasal 35, Pasal 44.
memperoleh keadilan, hak untuk
dilindungi dari ancaman
4 Hak untuk mendapatkan bantuan Undang – Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal
medis, Hak atas kompensasi, Hak Undang Nomor 9, Pasal 10, Pasal 29 Huruf a,
atas restitusi , Hak atas tidak 13 Tahun 2006 Pasal 30, Pasal 32
dapat dituntut secara pidana sebagaimana
maupun perdata terhadap telah diubah
kesaksiaannya, Hak untuk dapat dengan
member keterangan tertulis Hak Undangundang
untuk memperoleh keamanan atas Nomor 31
keberadaannya Tahun 2014
Tentang
Perlindungan
Saksi dan
Korban
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1) Seorang saksi dan korban berhak: a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian
yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. Ikut serta dalam proses memilih dan
menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. Memberikan keterangan tanpa
tekanan; d. Mendapat penerjemah; e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. Mendapatkan
informasi mengenai perkembangan kasus; g. Mendapat informasi mengenai putusan
pengadilan; h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i. Mendapatkan identitas baru; j.
Mendapatkan tempat kediaman baru; k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai
dengan kebutuhan; l. Mendapat nasehat hukum dan/atau; m. Memperoleh bantuan biaya
hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. kebutuhan para pelaku bisnis di
internet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya
bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah dipengadilan UU
ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan
hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Perbuatan yang dilarang
(cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37). Selanjutnya apabila diperlukan untuk
kasus tertentu korban kejahatan cybercrime dapat meminta bantuan kepada LPSK dan
selanjutnya mengenai perlindungan hukum terhadap saksi dan korban kejahatan diatur dalam
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).
Dalam perlindungan hukum terhadap korban cybercrime secara mendasar ada dua model
pendekatan yang dapat digunakan yaitu: 1) model hak-hak prosedural dalam hal ini korban
berperan lebih aktif dan dapat membantu jaksa dalam melakukan penuntutan dan hak hadir
dalam setiap tingkat proses peradilan dan 2) model pelayanan dalam hal ini melihat korban
sebagai sosok yang harus dilayani oleh Polisi dan aparat penegak hukum yang lainnya,
dengan demikian maka korban akan merasa dijamin kembali kepentingannya dalam suasana
yang adil. Pemberian bantuan kepada korban kejahatan dunia maya maupun di dunia nyata
harus dilakukan pada semua tahap pemeriksaan, mulai dari penyidikan, persidangan dan
pasca persidangan.
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku
-Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, cybercrime, cyberlaw, Tinjauan Aspek Hukum Pidana,
PT. ---Tatanusa, Jakarta
B. Undang-undang
- Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
- dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban.
C.Akses internet
-http://ditsmp.kemdikbud.go.id/
-https://media.neliti.com/media/publications/43295-ID-perlindungan-hukum-terhadap-
korban-kejahatan-cyber-crime-di-indonesia.pdf
-http://eprints.ums.ac.id/87522/2/NASKAH%20PUBLIKASI%20edit.pdf