Anda di halaman 1dari 17

CYBER ESPIONAGE

Laporan Tugas Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah EPTIK tahun ajaran 2020/2021

Disusun Oleh:

Ahmad Supriyatna 12181579


Jodi Gustian Ilham 12181380
Leni Septi Elizabeth T 12181049
Maghfira Dwi Okta H 12181225
Putri Praphelia 12180171

Program Studi Sistem Informasi

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Bina Sarana Informatika

Karawang

2020/2021
LINK BLOG/WEBSITE

https://metamorfosa8.medium.com/cyber-espionage-b59affea231e

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................... i
BAB I PENDAULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 4
2.1. Cybercrime ............................................................................................... 4
2.2. Cyber Espionage ...................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 9
3.1. Analisa Kasus ........................................................................................... 9
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 14
4.1. Kesimpulan ............................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Internet sebagai media komunikasi yang paling berkembang saat ini, di mana

internet saling menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia, tanpa mereka

mengetahui keberadaan lawan komunikasinya. Informasi dapat dikirim dalam

berbagai bentuk seperti suara, gambar, teks, data, maupun kombinasinya. Saat ini

para pengguna internet hampir seluruh lapisan masyarakat menggunakannya,

terutama negara-negara yang telah maju sebagai media komunikasi yang begitu luas.

Dunia internet ini biasa disebut dengan dunia maya, atau dunia siber (cyber space).

Kemajuan teknologi informasi (internet) dan segala bentuk manfaat di dalamnya

membawa konsekuensi negatif tersendiri di mana semakin mudahnya para penjahat

untuk melakukan aksinya yang semakin merisaukan masyarakat. Penyalahgunaan

yang terjadi dalam cyber space inilah yang kemudian dikenal dengan cybercrime

atau dalam literatur lain digunakan istilah computer crime.

Cybercrime berasal dari kata cyber yang berarti dunia maya atau internet dan

kata crime yang berarti kejahatan. Jadi pengertian dari cybercrime adalah bentuk

kejahatan yang terjadi di internet (dunia maya). Cybercrime bisa juga didefinisikan

sebagai tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi kecanggihan

komputer sebagai alat kejahatan utama khususnya jaringan internet. Cybercrime

merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang

mendapat perhatian luas dari dunia internasional. Vollodymyr Golubev menyebutnya

1
2

sebagai the new form of anti-social behavior. Kehawatiran terhadap ancaman (threat)

cybercrime yang telah terungkap dalam makalah cybercrime yang disampaikan

dalam ITAC (information Technology Association of Canada) pada International

Information Industry Congress (IIC) 2000 Milenium Congres di Quebec pada

tanggal 19 September 2000, yang menyatakan bahwa “cybercrime is a real growing

threat to economic and social development aspect of human life and so can

electronically enabled crime”. Sebuah konten ataupun informasi yang terdapat di

internet pun bias saja menjadi sebuah kejahatan apabila informasi yang dikandung

tidak memiliki sumber yang jelas dan juga informasi tersebut memuat konten yang

sangat menyimpang. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik,

dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Selanjutnya pada Pasal 15

menyatakan : (1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan

Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap

beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. (2) Penyelenggara Sistem

Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya. (3)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat

dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak

pengguna Sistem Elektronik.

Cyber Espionage adalah tindakan atau praktek memperoleh rahasia tanpa izin

dari pemegang informasi (pribadi, sensitif, kepemilikan atau rahasia alam), dari

individu, pesaing, saingan, kelompok, pemerintah dan musuh untuk pribadi, ekonomi

, keuntungan politik atau militer menggunakan metode pada jaringan internet, atau

komputer pribadi melalui penggunaan retak teknik dan perangkat lunak berbahaya

termasuk trojan horse dan spyware . Ini sepenuhnya dapat dilakukan secara online
3

dari meja komputer profesional di pangkalan-pangkalan di negara-negara jauh atau

mungkin melibatkan infiltrasi di rumah oleh komputer konvensional terlatih mata-

mata dan tahi lalat atau dalam kasus lain mungkin kriminal karya dari amatir hacker

jahat dan programer software .


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Cybercrime

Cybercrime adalah tindakan pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi

internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace

ataupun kepemilikan pribadi. Secara teknik tindak pidana tersebut dapat dibedakan

menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing

memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama antara ketiganya adalah

keterhubungan dengan jaringan informasi publik (internet). Cybercrime dapat

didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan

telekomunikasi.

The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba

pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang

dikenal:

1. Cybercrime dalam arti sempit disebut computer crime, yaitu prilaku ilegal/

melanggar yang secara langsung menyerang sistem keamanan komputer

dan/atau data yang diproses oleh komputer.

2. Cybercrime dalam arti luas disebut computer related crime, yaitu prilaku

ilegal/ melanggar yang berkaitan dengan sistem komputer atau jaringan.

4
5

Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang berbasis

komputer dan jaringan telekomunikasi (internet) dalam beberapa literatur dan

prakteknya dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain:

1. Unauthorized access to computer system and service, yaitu kejahatan yang

dilakukan ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin,

atau tanpa pengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang

dimasukinya.

2. Illegal contents, yaitu kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke

internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dianggap

melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.

3. Data forgery, yaitu kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-

dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.

Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan

membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan

menguntungkan pelaku.

4. Cyber espionage, yaitu kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk

melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem

jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini

biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data

pentingnya tersimpan dalam suatu sistem komputerisasi.

5. Cyber sabotage and extortion, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan

membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data,

program komputer atau sistem jaringan komputer yang tersambung dengan

internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic

bomb, virus komputer atau suatu program tertentu, sehingga data, program
6

komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan

sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh

pelaku.

6. Offence against intellectual property, yaitu kejahatan yang ditujukan terhadap

hak kekayaan intelektual yang dimiliki seseorang di internet. Sebagai contoh

adalah peniruan tampilan web page suatu situs milik orang lain secara ilegal,

penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang

orang lain, dan sebagainya.

7. Infringements of privacy, yaitu kejahatan yang ditujukan terhadap informasi

yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya

ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir

data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh

orang lain, maka dapat merugikan orang secara materiil maupun imateriil,

seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, keterangan tentang cacat atau

penyakit tersembunyi, dan sebagainya.

2.2. Cyber Espionage

 Cyber memata-matai atau Cyber Espionage adalah tindakan atau praktik

memperoleh rahasia tanpa izin dari pemegang informasi (pribadi, sensitif,

kepemilikan atau rahasia alam), dari individu, pesaing, saingan, kelompok,

pemerintah dan musuh untuk pribadi, ekonomi , keuntungan politik atau militer

menggunakan metode pada jaringan internet, atau komputer pribadi melalui

penggunaan retak teknik dan perangkat lunak berbahaya termasuk trojan horse dan

spyware. Ini sepenuhnya dapat dilakukan secara online dari meja komputer

profesional di pangkalan-pangkalan di negara-negara jauh atau mungkin melibatkan


7

infiltrasi di rumah oleh komputer konvensional terlatih mata-mata dan tahi lalat atau

dalam kasus lain mungkin kriminal karya dari amatir hacker jahat dan programmer

software .

Cyber espionage merupakan salah satu tindak pidana cyber crime yang

menggunakan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak

lain dengan memasuki  jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.

Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen atau data-

data pentingnya tersimpan dalam satu sistem yang computerize.

A. Faktor Pendukung

1. Faktor ekonomi

Karna latar belakang ekonomi orang bisa melakukan apa saja, apalagi dengan

kecanggihan dunia cyber kejahatan semangkin mudah dilakukan dengan modal

cukup dengan keahlian dibidang komputer saja.

2. Faktor politik

Faktor ini biasanya dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari

informasi tentang lawan

3. Faktor sosial budaya

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya cyber

espionage diantaranya kemajuan teknoogi informasi, sumber daya manusia, dan

komunitas.

B. Landasan Hukum

UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik) yang disahkan

DPR pada 25 Maret 2008 menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari

negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. UU ini

merupakan cyberlaw di Indonesia, karena muatan dan cakupannya yang luas dalam
8

membahas pengaturan di dunia maya. UU ITE yang mengatur tentang cyber

espionage adalah sebagai berikut :

1. Pasal 30 Ayat 2 ”mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara

apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan/atau dokumen

elektronik”

2. Pasal 31 Ayat 1 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi dan/atau

Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik

tertentu milik Orang lain”

Dan untuk ketentuan pidananya ada pada :

a. Pasal 46 Ayat 2 “ Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta

rupiah)”

b. Pasal 47 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan

ratus juta rupiah).


BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Analisa Kasus

A. Contoh Kasus

Australia sudah lama melakukan aksi mata-mata terhadap Indonesia. Duta

Besar Australia di Indonesia Sir Walter Crocker (1955-1956) dalam biografinya

mengakui, lembaga sandi Australia, Defense Signal Directorate (Australian Signal

Directorate) secara rutin memecahkan dan membaca sandi diplomatik Indonesia

sejak pertengahan 1950.

Pada tahun 1960-an Badan intelijen sinyal Inggris, Government

Communications Headquarters (GCHQ), membantu Defence Signal Directorate

(DSD) Australia yang sekarang berganti nama Australian Defence Directorate

(ASD) memecahkan kunci alat sandi produksi Swedia, Hagelin, yang digunakan

Kedutaan Besar Indonesia di Darwin Avenue, Canberra. Pos pemantauan lain

Defence Signal Directorate mengoperasikan intersepsi sinyal dan markas

pemantauan di Kepulauan Cocos, di Samudra Hindia, 1.100 kilometer barat daya

Pulau Jawa. Fasilitasnya meliputi radio pengawasan, pelacak arah, dan stasiun satelit

bumi. Dari pos pemantauan tersebut Agen mata-mata elektronik Australia Defence

Signals Directorat (DSD) 'menguping' komunikasi Angkatan Laut dan militer

Indonesia.

Mantan pejabat intelijen pertahanan Australia mengatakan, pemantauan

Australia terhadap komunikasi angkatan laut dan militer Indonesia dilakukan sampai

9
10

memungkinkan melakukan penilaian terhadap keseriusan Indonesia untuk mencegah

penyelundupan manusia.

Pada tahun 1999, laporan rahasia DSD mengenai Indonesia dan Timor Timur

bocor. Laporan itu menunjukkan intelijen Australia masih mempunyai akses luas

terhadap komunikasi militer Indonesia, bahkan rakyat sipil di negeri ini. Oleh sebab

itu pembakaran ibu kota Timor Timur, Dili, oleh tentara Indonesia pada September

1999 tidak lagi mengejutkan intelijen Australia.

Kemudian pergerakan Spionase terhadap Indonesia tidak hanya sampai disitu,

berdasarkan informasi yang di bongkar oleh Edward Snowden menunjukkan bahwa

Australia dalam aksi spionasenya menyadap presiden, ibu negara dan sejumlah

pejabat Indonesia. Penyadapan tersebut terungkap bahwa pada tahun 2007, Intelijen

Australia melakukan pengumpulan informasi nomor kontak pejabat Indonesia saat

Konferensi Perubahan Iklim di Bali. Operasi ini dilakukan dari sebuah stasiun di

Pine Gap, yang dijalankan dinas intelijen Amerika, CIA, dan Departemen Pertahanan

Australia. Kemudian dinas badan intelijen Australia DSD, sekarang ASD

mengoperasikan program bersandi Stateroom, memanfaatkan fasilitas diplomatik

Australia di berbagai negara, termasuk di Jakarta. “Buka rahasia mereka, lindungi

rahasia kita (reveal their secrets, protect our own)”. Itulah semboyan salah satu dinas

badan Intelijen Australia tersebut.

Operasi pengintaian ini terungkap menurut dokumen Edward Snowden, dengan

nama sandi Reprieve yang merupakan bagian dari program intelijen „Lima Mata‟.

Kolaborasi intelijen „Lima Mata‟ mencakup Amerika Serikat, Inggris, Selandia

Baru, Kanada, dan Australia. Dokumen rahasia yang dipublikasikan luas oleh

Guardian Australia bersama Australian Broadcasting Corporation serta The Sydney


11

Morning Herald bahwa penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia berdasarkan

bukti slides rahasia Departemen pertahanan Australia. Dalam Slides 6 halaman

tersebut yang di sadap Australia yaitu :

1. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

2. Ibu Ani Yudhoyono .

3. Wakil Presiden Boediono.

4. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

5. Mantan Juru Bicara Kepresidenan Bidang Luar Negeri Dino Patti Djalal.

6. Mantan Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng.

7. Mantan Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa.

8. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati.

9. Mantan Menteri Koor. Politik Hukum dan HAM Widodo AS, dan 10. Mantan

Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil.

B. Pembahasan Kasus

Cyber espionage biasanya melibatkan penggunaan akses tersebut kepada

rahasia dan informasi rahasia atau kontrol dari masing - masing komputer atau

jaringan secara keseluruhan untuk strategi keuntungan dan psikologis , politik,

kegiatan subversi dan fisik dan sabotase . Baru-baru ini, cyber mata-mata melibatkan

analisis aktivitas publik di situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Operasi

tersebut, seperti non-cyber espionage, biasanya ilegal di negara korban sementara

sepenuhnya didukung oleh tingkat tertinggi pemerintahan di negara agresor. Situasi

etis juga tergantung pada sudut pandang seseorang, terutama pendapat seseorang dari

pemerintah yang terlibat. Penyadapan merupakan tindakan mendengarkan, merekam,

mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik yang


12

tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi ataupun jaringan

nirkabel. Australia telah mempunyai aturan hukum yang jelas dan rinci yang

mengatur tentang penyadapan. Pada tanggal 1 Desember 2014, Australia telah

mengesahkan ”Telecommunications (Interception and Access) Act 1979” yang secara

khusus mengatur mengenai larangan penyadapan telekomunikasi.

Terdapat dua bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Indonesia yaitu

upaya hukum preventif dan upaya hukum represif. Upaya hukum preventif adalah

usaha untuk menghindari atau mencegah perbuatan pelanggaran agar tidak terulang

kembali.

Dalam kasus ini, Indonesia dapat menempuh upaya hukum preventif secara

bilateral untuk menghindari atau mencegah perbuatan pelanggaran yang melibatkan

dua pihak. Dalam hal ini Indonesia telah menandatangani Code of Conduct on

Framework for Security Cooperation bersama Australia yang menyepakati untuk

tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu,

termasuk penyadapan.

Upaya hukum represif adalah suatu tindakan ketika sebuah aturan telah

dilanggar. Upaya hukum represif secara multilateral merupakan upaya hukum

terakhir yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa yang melibatkan lebih dari dua

pihak. Apabila dikaitkan ke dalam kasus penyadapan Australia, Indonesia dapat

membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (ICJ). Indonesia harus dapat

memastikan bahwa yang melakukan penyadapan merupakan organ negara atau agent

of state. DSD merupakan badan intelijen milik pemerintah Australia atau dengan

kata lain DSD adalah salah satu organ negara Australia. ICJ sebagai organisasi

internasional memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus penyadapan


13

Australia terhadap Indonesia. Pasal 34 ayat (1) Statuta ICJ menyatakan: “Only states

may be parties in cases before the Court”. Berdasarkan ketentuan tersebut Indonesia

dapat mengajukan kasus penyadapan Australia ke Mahkamah Internasional.


BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena

pemanfaatan teknologi.

2. Cyber espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet

untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan cara

memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran.

3. Adapun cara untuk mencegah terjadinya kejahatan ini di antaranya :

a. Perlu adanya cyber law, yakni hukum yang khusus menangani kejahatan-

kejahatan yang terjadi di internet. karena kejahatan ini berbeda dari

kejahatan konvensional.

b. Perlunya sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat yang bisa

dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus.

c. Penyedia web-web yang menyimpan data-data penting diharapkan

menggunakan enkrispsi untuk meningkatkan keamanan.

d. Para pengguna juga diharapkan untuk lebih waspada dan teliti sebelum

memasukkan data-data nya di internet, mengingat kejahatan ini sering

terjadi karena kurangnya ketelitian pengguna.

14

Anda mungkin juga menyukai