Anda di halaman 1dari 7

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTS) SEBAGAI SOLUSI

PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DAN UPAYA


MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK
Posted by ARDAN SIRODJUDDIN BLOG on 13:52

Sampah di Kota Semarang menggunung. Setiap hari lebih dari 4.000 meter kubik sampah
dihasilkan dari aktivitas warga. Namun, baru sekitar 65 persen yang terangkut petugas
kebersihan kota ke tempat pembuangan akhir. Sisanya dibuang di lingkungan warga.
Penanganan sampah seperti itu sulit dipertahankan. Pasalnya, penangan oleh warga tergantung
lahan yang dimilikinya. Warga di pinggiran kota mungkin dapat mengolah sampahnya.
Sebaliknya, warga di daerah padat penduduk tidak dapat banyak berkutik karena keterbatasan
lahan. Padahal, kelompok ini justru menghasilkan sampah lebih banyak dibanding lainnya.
Pada tahun 2004, hampir semua kecamatan dengan kepadatan diatas 10.000 ribu jiwa per
kilometer persegi menghasilkan sampah sekitar 361 meter kubik per hari. Semarang Selatan,
Semarang Tengah, Semarang Utara, dan Semarang Timur masuk daftar ini. Sementara itu,
sampah yang terangkut hanya dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang tanpa
pengolahan lebih lanjut. Dengan kapasitas 3.000 meter kubik per hari, TPA seluas 45 hektar ini
setiap hari mendapat setoran 2.500 meter kubik sampah. Oleh karena itu, penanganan sampah
secara konvensional harus ditinggalkan. Sebagian besar sampah yang berupa sampah organik
masih dapat diolah dan dimanfaatkan lagi dengan sistem modern. (Litbang Kompas, 2006:1)
Tahun 1992, pembuatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang di Kelurahan
Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang sempat ditentang warga sekitarnya karena akan
menganggu kenyamanan lingkungan. Apalagi, TPA ini menjadi pusat pembuangan sampah
seluruh warga Semarang yang setiap hari tak kurang dari 600 ton. Saat itu, tokoh warga dan
pemerintah Kota Semarang bersepakat warga diberi “bonus” bantuan bergulir sapi. Sebagai
tahap awal, Dinas Pertanian Kota Semarang meminjamkan sekitar 100 ekor sapi untuk
diusahakan warga. (Ichwan Susanto, 2006: 1).
Dari tahun ke tahun, cadangan energi fosil Indonesia semakin menipis. Menurut Sumber
Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (2003) energi minyak akan habis untuk masa 10 tahun mendatang, energi gas akan habis
untuk 30 tahun mendatang dan energi batubara akan habis untuk 88 tahun mendatang.
Saat ini banyak pembangkit listrik yang beroperasi menggunakan bahan bakar minyak. Hal ini
sangat riskan karena cadangan energi minyak akan segera habis. Sementara Pembangkit Listrik
Tenaga Air tidak bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat
karena terganggu oleh iklim.
Konsumsi energi listrik yang terus meningkat tidak dibarengi dengan penyediaan energi listrik.
Kondisi ini menyebabkan defisit energi listrik. Langkah PLN menghimbau masyarakat untuk
melakukan penghematan listrik pada pukul 17.00 – 22.00 WIB terbukti tidak efektif. Oleh karena
itu perlu energi alternatif untuk mengatasi defisit energi listrik ini.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, kami mengangkat masalah tersebut menjadi topik
dalam karya tulis dengan judul “Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) sebagai Solusi
Penanganan Sampah di Kota Semarang dan Upaya Mengatasi Krisis Energi Listrik”.

A. Pengertian Sampah
“Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau
utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan
manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”. (Kamus Istilah Lingkungan,
1996).
Menurut Tandjung, Dr. M.Sc., dalam Agung Suprihatin, dkk (1996 :7) “Sampah adalah sesuatu
yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula”.
Menurut Tusy Agustin Adibroto (2004 : 1), “Sampah bukanlah sesuatu yang harus dibuang
melainkan dapat diolah menjadi produk baru. Sampah juga tidak perlu berkonotasi kotor dan bau
bila dikelola dengan baik “.

B. Jenis Sampah
Menurut Ari Nilandari (2006 : 58), berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan
sebagai :
1) Sampah Organik
2) Sampah Anorganik
Sampah Organik terdiri dari bahan – bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan
organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan
alumunium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang
sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada
tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Kertas, koran, dan
karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah
organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik
lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka di dimasukkan ke dalam kelompok sampah
anorganik.

C. Sumber Sampah
Menurut Agung Suprihatin, dkk (1996 : 7) sumber sampah berasal dari :
a. Sampah dan Pemukiman
Umumya sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan, perlengkapan rumah tangga
bekas, kertas, kardus, gelas, kain, sampah kebun/halaman, dan lain-lain.
b. Sampah dari Pertanian dan Perkebunan
Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik, seperti jerami dan sejenisnya. Sebagian
besar sampah yang dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk.
Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak
mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat
tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan
gulma, namun plastik ini bisa didaur ulang.
c. Sampah dari Sisa Bangunan dan Konstruksi Gedung
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini bisa berupa bahan
organik maupun anorganik. Sampah Organik, misalnya : kayu, bambu, triplek. Sampah
Anorganik, misalnya : semen, pasir, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca, dan kaleng.
d. Sampah dari Perdagangan dan Perkantoran
Sampah yang berasal dari perdagangan seperti : toko, pasar tradisional, warung, pasar swalayan
ini terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan
restoran.
Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri
dari kertas, alat tulis menulis (bolpoint, pensil, spidol, dll), toner foto copy, pita printer, kotak
tinta printer, baterai bahan kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak,
dan lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah dan
harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.
e. Sampah dari Industri
Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia
serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap
yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang
seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.

D. Efek Samping Sampah terhadap Manusia dan Lingkungan


Efek sampah terhadap manusia dan lingkungan menurut Agung Suprihatin,dkk (1996 : 12-15)
meliputi :
a. Dampak terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak
terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai
binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan
yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
1) Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah
dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah
(haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya
kurang memadai.
2) Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
3) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu
penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk kedalam
pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
4) Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat
mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah
yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
b. Dampak terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau sungai akan mencemari air.
Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini
mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke
dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-gas organik, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
c. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
1) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena
sampah bertebaran dimana-mana.
2) Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan
3) Pengeloaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk
mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya
produktivitas).
4) Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan
dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
5) Infrastuktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti
tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang
atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan
jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

E. Macam-Macam Energi
Energi adalah kekuatan untuk melakukan kerja. Energi berasal dari bahan bakar antara lain :
1. Kayu
Sejak manusia menemukan api, kayu bakar digunakan untuk mendapatkan kehangatan dan
memasak. Di Indonesia, kayu bakar digunakan oleh pabrik-pabrik kecil seperti pabrik gentang,
batu bata, dan makanan. Sebagian besar dapur rumah tangga di pedesaan Jawa dan jutaan rumah
di Asia, Afrika dan Amerika menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya.
2. Bahan Bakar Fosil
Diperlukan waktu yang sangat lama untuk menghasilkan batu bara, minyak dan gas alam.
Bahan-bahan bakar itu merupakan sisa tanaman dan binatang yang hidup jutaan tahun yang lalu.
Itulah sebabnya bahan bakar ini disebut bahan bakar fosil. (Ary Nilandari, 2006 : 3).
Batu bara sedikit mirip dengan batu dan sedikit mirip dengan arang. Ditemukan di bawah tanah.
Manusia mulai menambangnya pada tahun 1700-an dan menggunakannya sebagai bahan bakar
untuk menjalankan pabrik-pabrik di zaman itu.
Minyak adalah bahan bakar yang paling banyak digunakan di Indonesia dan seluruh dunia.
Untuk memperoleh minyak, orang menggali sumur sangat dalam. Ketika minyak ditemukan
kemudian dipompa kepermukaan. Minyak yang baru keluar dari dalam bumi disebut minyak
mentah, warnanya hitam, kental dan lengket. Setelah disuling, minyak mentah ini dimurnikan
menjadi beberapa jenis bahan seperti bensin, solar dan aspal.
Disebut gas alam karena bahan bakar ini keluar dari perut bumi sudah dalam bentuk gas. Gas
alam diperoleh dari sumur-sumur minyak. Gas alam banyak digunakan untuk memasak dan
pemanasan.
3. Panas Bumi
Di perut bumi air mengalir melalui celah-celah batu an pada akhirnyamencapai batu yang begitu
panas hingga air mendidih dan menguap. Inilah yang disebut geiser. Uap seperti ini digunakan
untuk menyalakan generator dan membangkitkan listrik.
4. Surya
Sinar matahari mengandung energi yang besar dan tidak menimbulkan pencemaran. Energi yang
besar ini dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik melalui sel-sel surya.
5. Angin
Jika kita menerbangkan layang-layang, kita bisa merasakan kuatnya tenaga angin. Tenaga angin
ini dapat digunakan untuk membangkitkan listrik.
6. Air
Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Peristiwa ini dapat dimanfaatkan
untuk membangkitkan listrik. Orang membangun bendungan cukup tinggi di sungai untuk
menahan air. Kemudian air dialirkan melalui pipa-pipa di bawah menuju turbin. Turbin
menyemprotkan air dengan kuat untuk menyalakan generator yang membangkitkan listrik.
7. Nuklir
Menurut Adi Wardojo, dkk dalam buku Mengenal Reaktor Nuklir dan Manfaatnya halaman 1,
sejarah reaktor nuklir ini di temukan sehingga dapat digunakan untuk membangkitkan listrik
merupakan sumbangan yang besar atas usaha-usaha penelitian yang dilakukan oleh para ahli
física nuklir, antara lain Rutherford, Lise Meitner, Otto Frisch, Otto Hahn dan F. Strassman.
Pada tahun 1939 Lise Meitner dan Otto Frisch telah berhasil menemukan proses pembelahan inti
uranium. Bekerjasama dengan Otto Hahn dan F. Strassman mereka menemukan cara/metoda
untuk menghasilkan energi dari reaksi pembelahan inti uranium (fissi). Hasil penemuan ini
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh kelompok ilmuwan fisika nuklir yang dipimpin oleh
Enrico Fermi di Universitas Chicago. Hingga pada tahun 1942 berhasil dibuat dan dioperasikan
reaktor nuklir yang pertama di dunia. Hasil ini merupakan titik kulminasi dari usaha-usaha
sarjana fisika untuk memahami sifat, kelakuan dan struktur inti. Sejak tahun 1942 teknologi
reaktor nuklir dikembangkan untuk memanfaatkan hasil penelitian tersebut, sehingga akhirnya
dalam tahun 1960-an dapat dibuat prototipe reaktor daya yang memenuhi syarat-syarat, baik
teknis, ekonomis, maupun keamanan untuk dipergunakan sebagai pembangkit tenaga listrik

F. Kondisi Kelistrikan Nasional


Kondisi kelistrikan nasional saat ini masih jauh dari harapan. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengungkapkan 100 juta jiwa penduduk Indonesia yang tinggal di daerah terpencil
dan tertinggal, sampai kini belum bisa menikmati listrik. Itu terjadi karena infrastruktur listrik
nasional belum merata. (Suara Merdeka edisi 15 Oktober 2006).
Presiden juga mengatakan, berdasarkan rasio elektrifikasi nasional, infrastruktur listrik yang ada
saat ini hanya memenuhi 55 persen dari total penduduk Indonesia. (Suara Merdeka edisi 15
Oktober 2006).
Presiden menjelaskan, total produksi listrik nasional yang tersalurkan ke masyarakat dalam 10
tahun terakhir hanya 25.000 megawatt (MW). Produksi listrik dari seluruh instalasi yang ada tak
bisa mencukupi dan masih jauh dari harapan. (Suara Merdeka edisi 15 Oktober 2006).

PEMBAHASAN
A. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS)
Menurut Agus Rusyana Hoetman, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Sumber
Daya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT, Indonesia bisa memanfaatkan biomass
dari sampah perkotaan, tandan kelapa sawit, sekam padi, ampas tebu, dan potongan kayu yang
jumlahnya melimpah untuk mengatasi defisit energi listrik di masa mendatang. Potensi sumber
listrik dari biomass itu bisa mencapai 50 ribu megawatt. Pemanfaatan biomass sebagi sumber
listrik saat ini sudah tidak mengalami kendala, karena sudah muncul banyak teknologi
pembangkit listrik yang mampu mengubah biomass menjadi sumber listrik. Kapasitas
pembangkit listrik biomass juga sudah banyak yang mencapai di atas satu megawatt sehingga
bisa menjadi sumber listrik bagi pabrik dan ribuan rumah. Menurut Agus Rusyana Hoetman,
pemanfaatan energi biomass sebagai sumber listrik jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan
pemanfaatan bahan baker fosil, seperti solar dan batu bara. (Media Indonesia edisi 14 januari
2004).
Indonesia sangat potensial memanfaatkan biomass sebagai sumber energi listrik yang selama ini
kurang dimanfaatkan. Sampah perkotaan, tandan kosong kelapa sawit, sekam padi, ampas tebu,
dan potongan kayu sangat melimpah, tetapi karena tidak dimanfaatkan justru sering menjadi
problem, sebab hanya dipandang sebagai sampah.
Menurut Jusri Jusuf pakar bioenergi dari Yayasan Pengembangan Keterampilan dan Mutu
Kehidupan Nusantara, sampah ternyata bukan hanya dapat diolah menjadi pupuk kompos atau
semacamnya, tetapi juga bisa diolah untuk menghasilkan tenaga listrik. Bahkan, sampah di
Jakarta yang diproduksi rata-rata 20.000 ton per hari tersebut dapat memproduksi energi listrik
berdaya 100 megawatt dan memberikan pendapatan rata-rata Rp 320 miliar per tahun.
(www.energi.lipi.go.id edisi 6 Desember 2004).
Sampah perkotaan yang organik pada dasarnya ialah biomass (senyawa organik) yang dapat
dikonversi menjadi energi melalui sejumlah proses pengolahan, baik dengan maupun tanpa
oksigen yang bertemperatur tinggi. Energi yang dihasilkan berbentuk energi listrik, gas, energi
panas dan dingin yang banyak dibutuhkan industri, seperti cool storage, gedung perkantoran, dan
hotel. Termasuk pupuk untuk pertanian dan perkebunan.
Menurut DR. Ir. Tusy Agustin Adibroto (Republika edisi 18 Agustus 2004), dalam konsep
pengelolaan sampah terpadu di kota besar seperti Jakarta, sampah yang jumlahnya 6.000 ton per
hari itu dipilih menjadi organik (4080 ton) yang dikomposkan serta anorganik (1920 ton) yang di
daur ulang. Sisa proses tersebut (1080 ton) dapat diangkut ke TPA/sanitary landfill atau diolah
dalam incinerator. Dengan incinerator, sampah tersebut dibakar sehingga sisanya tinggal 215 ton
(3,6 persen) saja. Sisa pembakaran tersebut dapat digunakan sebagai bahan bangunan atau
dikirim ke TPA. Tempat Pembuangan Akhir (TPA), seperti Bantargebang, akan diubah menjadi
reusable sanitary landfill. Dengan perubahan itu, TPA hanya akan menampung 10 sampai 20
persen saja (sekitar 1000 ton sampah) residu sampah.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menjadikan sampah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah (PLTS) adalah sebagai berikut:
1) Pemisahan Jenis Sampah
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih jenis sampah. Di Jepang telah dibuat
peraturan tentang pengelolaan sampah, yang diatur oleh pemerintah kota. Mereka telah
menyiapkan dua buah kantong plastik besar dengan warna berbeda, hijau dan merah. Namun
selain itu ada beberapa kategori lainnya yaitu: botol PET, botol beling, kaleng, batu baterai,
barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masing-masing memiliki cara
pengelolaan dan jadwal pembuangan berbeda. Sebagai ilustrasi, cara membuang botol minuman
plastik adalah botol PET dibuang di keranjang kuning punya pemerintah kota. Setelah
sebelumnya label plastik yang menempel kita lepas, label dan penutup botol plastik harus masuk
ke kantong sampah berwarna merah dan dibuang setiap hari kamis. Apabila dalam label itu ada
label harga yang terbuat dari kertas, pisahkan label kertas tersebut dan masukkan ke kantong
sampah berwarna hijau dan buang setiap hari selasa. Dengan mencontoh apa yang dilakukan oleh
orang Jepang, kita bisa memulai membuang sampah dengan memisahkan sampah menurut
jenisnya.
2) Pembakaran Sampah
Sampah padat dibakar di dalam incinerator. Hasil pembakaran adalah gas dan residu
pembakaran. Kelebihan sistem pembakaran ini adalah:
a) Membutuhkan lahan yang relatif kecil dibanding sanitary landfill.
b) Dapat dibangun di dekat lokasi industri.
c) Residu hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik.
d) Dapat digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas, listrik dan
pencarian logam.
Secara umum proses pembakaran di dalam incinerator adalah:
a) Sampah yang dibakar dimasukkan di dalam tempat penyimpanan atau penyuplai.
b) Berikutnya, sampah diatur sehingga rata lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakaran.
c) Hasil pembakaran berupa abu, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai penutup sampah pada
landfill.
d) Sedangkan hasil berupa gas akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan scrubber
atau ditampung untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi.

B. Manfaat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah


Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah mempunyai dua manfaat yaitu :
1) PLTS menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini berarti
mambantu menutupi defisit energi listrik PLN. Jadi, sudah waktunya sampah diolah jadi energi
listrik. Dengan begitu, krisis listrik yang dihadapi dapat teratasi dan tarif pun bisa murah.
2) Keberadaan TPA tidak hanya menguntungkan pengelola tetapi juga masyarakat sekitar.
Adanya PLTS membuat masyarakat sekitar TPA dapat menggunakan listrik dengan gratis. Solusi
ini dapat mencegah penolakan masyarakat sekitar terhadap keberadaan TPA.

Anda mungkin juga menyukai