Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi saat ini, berbagai
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari akan berbasis komputer. Maka dalam suatu
instansi, komputer merupakan sarana dalam menciptakan dan mengembangkan
suatu sistem informasi handal. Oleh karena itu setiap orang harus mampu
mengikuti arus informasi yang berkembang di dunia teknologi ini. Teknologi
Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk
memproses, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam menghasilkan
informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
Informasi yang berkualitas ini akan memudahkan user dalam mengambil
keputusan secara tepat, cepat, dan bernilai strategis.
Salah satu upaya untuk memperkuat Sistem Manajemen Informasi suatu
organisasi adalah bagaimana membangun dan mengembangkan perangkat lunak
(software). Hal ini menjadi sangat urgen bagi perusahaan yang ingin bersaing
dalam area global terkait dengan proses pengembangan bisnis dan pemasarannya.
Perkembangan teknologi informasi, terutama dari sisi software telah menuntut
perusahaan untuk dapat menciptakan sistem informasi beserta software
pendukungnya yang memadai dari sisi teknologi yang dipakai, ruang lingkup
software yang digunakan, dan kesiapan sumber daya yang mendukungnya.
Oleh karena itu, diperlukan berbagai langkah-langkah strategis sebelum
memutuskan untuk membangun atau mengembangkan sistem informasi.
Pertimbangan terhadap kebutuhan akan suatu sistem informasi yang relevan
dengan tujuan perusahaan, kemudian adanya dukungan dari pimpinan, serta
pilihan kebijakan pembangunan/pengembangan sistem informasi yang
memberdayakan sumber daya internal atau menyerahkan kepada pihak ketiga.

1.2 Tujuan
Paper ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang pengertian
software serta urgensi software yang berkualitas, strategi dan langkah-langkah
pembangunannya yang bermanfaat bagi perusahaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Informasi Manajemen


Sistem Informasi Manajemen (SIM) menurut O’Brien (2011) dikatakan
bahwa SIM adalah suatu sistem terpadu yang menyediakan informasi untuk
mendukung kegiatan operasional, manajemen dan fungsi pengambilan keputusan
dari suatu organisasi. Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan sistem
informasi yang menghasilkan hasil keluaran (output) dengan menggunakan
masukan (input) dan berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi tujuan
tertentu dalam suatu kegiatan manajemen (Wikipedia, 2010).
Tujuan SIM, yaitu:
• Menyediakan informasi yang dipergunakan di dalam perhitungan harga
pokok jasa, produk, dan tujuan lain yang diinginkan manajemen.
• Menyediakan informasi yang dipergunakan dalam perencanaan,
pengendalian, pengevaluasian, dan perbaikan berkelanjutan.
• Menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sebuah sistem informasi
melakukan pemrosesan data dan kemudian mengubahnya menjadi informasi.
Menurut O’brien (2011) SIM merupakan kombinasi yang teratur antara people,
hardware, software, communication network dan data resources (kelima unsur ini
disebut komponen sistem informasi) yang mengumpulkan, merubah dan
menyebarkan informasi dalam organisasi seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Komponen Sistem Informasi


Sumber: O’Brien (2011)

2
Terdapat 3 peran utama sistem informasi dalam bisnis yaitu :
• Mendukung proses bisnis dan operasional
• Mendukung pengambilan keputusan
• Mendukung strategi untuk keunggulan kompetitif

Gambar 2. Tiga Peran Utama Sistem Informasi


Sumber: O’Brien (2011)

2.2 Software
2.2.1 Definisi Software
Menurut O’Brien dan Marakas (2011), bahwa perangkat lunak (software)
adalah program dan prosedur komputer yang berkaitan dengan operasi sistem
informasi. Kemudian, menurut Bambang Hariyanto (2008) mendefinisikan
Software dalam arti sempit adalah program yang dijalankan disuatu pemosresan.
Software dalam arti lebih luas terdiri dalam program-program yang dieksekusi
komputer dalam beraneka ukuran arsitektur, dokumen – dokumen berupa hard
copy dan bentuk –bentuk maya, dan data berupa angka - angka dan teks juga,
representasi informasi gambar, video, dan audio.
Perangkat lunak (Software) seharusnya merupakan produk yang dirancang
dan dibangun lewat aktivitas -aktivitas rekayasa perangkat lunak yang berdisiplin
dan sistematis agar dapat dihandalkan untuk mendukung aktivitas manusia sehari-
hari. Perangkat lunak (Software) seharusnya bukan hanya kegiatan kerajinan yang
hasil akhirnya sulit diprediksi.
Perangkat keras (hardware) komputer tidak akan dapat berbuat apa-apa
tanpa adanya perangkat lunak (Software). Menurut Jogiyanto (2005) mengatakan

3
bahwa Software adalah teknologi yang canggih dari perangkat keras akan
berfungsi apabila instruksi-instruksi tertentu telah di berikan kepada perangkat
keras tersebut. Instruksi-instruksi tersebut disebut dengan perangkat lunak
(Software).
Software adalah sebuah perangkat yang terdiri dari item-item /objek-objek
yang merupakan konfigurasi dari :
1) Program : perintah (program komputer) yang bila dieksekusi memberikan
fungsi dan unjuk kerja seperti yang diinginkan.
2) Dokumen : menggambarkan operasi dan kegunaan program.
3) Data : struktur data yang memungkinkan program memanipulasi informasi
secara proporsional.
2.2.2 Kualitas Software
Penjelasan oleh Wallace (2001) mendefinisikan kualitas software
merupakan keberadaan karakteristik dari suatu produk yang dijabarkan dalam
kebutuhannya, artinya kita harus melihat terlebih dahulu karakteristik-
karakteristik apa yang berhubungan atau tidak dengan kebutuhan-kebutuhan yang
diinginkan oleh pengguna komputer (user). Imam Yuadi mengatakan juga bahwa
Software Quality didefinisikan sebagai kesesuaian yang diharapkan pada semua
software yang dibangun dalam hal fungsi software yang diutamakan, standar
pembangunan software yang terdokumentasi dan karakteristik yang ditunjukkan
oleh software”.
Definisi tersebut terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Kebutuhan software adalah pondasi ukuran kualitas software, jika software
tidak sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan maka kualitas pun kurang.
2. Jika menggunakan suatu standar untuk pembangunan software maka jika
software tidak memenuhi standar tersebut maka dianggap kurang berkualitas.
3. Seringkali ada kualitas yang secara langsung diutarakan (tersirat) seperti
kemudahan penggunaan dan pemeliharaan yang baik.
Menurut McCall, et all (1997) dalam Pressman (2002) mengusulkan suatu
pengglongan faktor-faktor atau dimensi-dimensi yang mempengaruhi kualitas
suatu software. Pada dasarnya McCall membagi faktor-faktor tersebut menjadi 3
aspek penting, yaitu berhubungan dengan :

4
1. Sifat-sifat operasional dari software (Product Operation);
2. Kemampuan software dalam menjalani perubahan (Product Revision);
3. Daya adaptasi atau penyesuaian software terhadap lingkungan baru (Product
Transition).
ISO 9126 mendefinisikan kualitas produk software, model, karakteristik
mutu, dan metrik terkait digunakan untuk mengevaluasi dan menetapkan kualitas
sebuah produk software. Dalam ISO ini menetapkan 6 karakteristik kualitas yaitu:
1. Functionality: Kemampuan menutupi fungsi produk perangkat lunak yang
menyediakan kepuasan kebutuhan user.
2. Reliability: Kemampuan perangkat lunak untuk perawatan dengan level
performansi.
3. Usability: Kemampuan yang berhubungan dengan penggunaan perangkat
lunak.
4. Efficiency: Kemampuan yang berhubungan dengan sumber daya fisik yang
digunakan ketika perangkat lunak dijalankan.
5. Maintainanility: Kemampuan yang dibutuhkan untuk membuat perubahan
perangkat lunak.
6. Portability: Kemampuan yang berhubungan dengan kemampuan perangkat
lunak yang dikirim ke lingkungan berbeda.

Gambar 3. Karakteristik Kualitas Software menurut ISO 9126

5
2.2.3 Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering)
Menurut Boehm ‘Software Engineering’ IEEE Trans on Computer,
Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) merupakan penerapan pengetahuan keilmuan
secara praktis dalam perancangan dan pengembangan program dan dokumentasi
terkait yang diperlukan untuk mengembangkan, mengoperasikan dan memelihara
program-program tersebut.
Adapun tujuan RPL adalah:
a. memperoleh biaya produksi perangkat lunak yang rendah
b. menghasilkan pereangkat lunak yang kinerjanya tinggi, andal dan tepat waktu
c. menghasilkan perangkat lunak yang dapat bekerja pada berbagai jenis platform
d. menghasilkan perangkat lunak yang biaya perawatannya rendah
Ruang lingkup dari RPL meliputi :
• Software requirements berhubungan dengan spesifikasi kebutuhan dan
persyaratan perangkat lunak.
• Software design mencakup proses penentuan arsitektur, komponen, antarmuka,
dan karakteristik lain dari perangkat lunak.
• Software construction berhubungan dengan detil pengembangan perangkat
lunak, termasuk algoritma, pengkodean, pengujian, dan pencarian kesalahan.
• Software testing meliputi pengujian pada keseluruhan perilaku perangkat
lunak.
• Software maintenance mencakup upaya-upaya perawatan ketika perangkat
lunak telah dioperasikan.
• Software configuration management berhubungan dengan usaha perubahan
konfigurasi perangkat lunak untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
• Software engineering process berhubungan dengan definisi, implementasi,
pengukuran, pengelolaan, perubahan dan perbaikan proses RPL.
• Software quality menitikberatkan pada kualitas dan daur hidup perangkat
lunak.
2.3 Outsourcing Pembangunan atau Pengembangan Sistem Informasi
2.3.1 Definisi Outsorcing
Menurut O’Brien dan Marakas (2011), istilah outsourcing dalam arti luas
adalah pembelian sejumlah barang atau jasa yang semula dapat dipenuhi oleh

6
internal perusahaan tetapi sekarang dengan memanfaatkan mitra perusahaan
sebagai pihak ketiga. Kemudian menurut British Computer Society, outsourcing
adalah kegiatan memindahkan aktivitas dan layanan pada pihak lain diluar
perusahaan. Dengan definisi yang demikian luas dari outsourcing ini, konsep ini
seringkali juga disamakan dengan konsep lain seperti sub kontrak, supplier,
proyek atau istilah lain yang berbeda-beda dilapangan, namun pada dasarnya
adalah sama, yaitu pemindahan layanan kepada pihak lain. Dalam bahasan kali ini
layanan yang dimaksud adalah layanan teknologi informasi dan bidang-bidang
lain yang sejenis.
2.3.2 Bentuk Outsourcing
Bentuk kontrak outsourcing ini sendiri dapat berupa:
• Menambahkan pengelolaan TI dengan penambahan sumberdaya dari pihak
luar;
• Mengkontrakkan sistem secara utuh pada pihak luar;
• Mengkontrakkan hanya sistem operasional dan fasilitasnya.
Dari bentuk bentuk kontrak diatas outsourcing dapat dikategorikan
menjadi 4 macam yang menurut The Computer Sciences Corporation (CSC)
Index adalah sebagai berikut:
• Total outsourcing, outsourcing secara total pada seluruh komponen TI;
• Selective outsourcing, outsorcing hanya pada komponen-komponen tertentu;
• Transitional outsourcing, outsourcing yang fokusnya pada pembuatan sistem
baru;
• Transformational outsourcing, outsourcing yang fokusnya pada pembangunan
dan operasional dari sistem baru.
Beberapa bidang yang dapat dilakukan outsourcing oleh perusahaan antara
lain yaitu pemeliharaan dan perbaikan teknologi informasi maupun sistem
informasi, pelatihan karyawan mengenai kemampuan TI dan SI, pengembangan
aplikasi software mapun hardware, konsultasi, pengelolaan sumber data, servis
server, jaringan administrasi, servis desktop, layanan terhadap end user, dan
outsourcing terhadap total teknologi informasi perusahaan.

7
2.3.3 Keunggulan dan Kelemahan Outsourcing
Banyak perusahaan dan organisasi memilih melakukan pengembangan
sistem informasi dengan cara outsourcing dibandingkan cara lainnya. Pemilihan
tersebut dilandasi beberapa pertimbangan yang melihat bahwa outsoursing
mempunyai lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan kelemahan yang
dimilikinya.
Keunggulan outsourcing dibandingkan pendekatan lain yaitu:
1. Perusahaan tidak perlu melakukan investasi yang mahal di bidang teknologi
untuk mengembangkan sistem informasi perusahaannya. Pembangunan SI
dapat diserahkan kepada vendor yang mempunyai core competence di bidang
IT dan mempunyai pengetahuan dan pengelaman di bidangnya. Hal tersebut
juga menghindarkan resiko perusahaan untuk mengeluarkan biaya tambahan
karena kegagalan implementasi SI.
2. Perusahaan dapat berkonsentrasi untuk menjalankan core bisnisnya, bersamaan
waktunya dengan proses instalasi sistem informasi. Sehingga tidak
mengganggu rutinitas kegiatan bisins perusahaan atau kegiatan organisasi.
3. Jaminan mutu kualitas dari hasil aplikasi sistem informasi yang dibangun oleh
vendor yang berpengalaman.
4. Aplikasi sistem informasi yang dibangun dapat sesuai dengan harapan
manajemen perusahaan, bahkan dapat menjadi competitive advantage
dibandingkan dengan perusahaan lain dengan kemampuan vendor untuk
membangun sistem dengan teknologi terbaru disesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan.
Kondisi tersebut diperkuat dengan alasan yang dikemukakan oleh O’Brien
dan Marakas (2011) mengenai 10 pertimbangan alasan perusahaan memilih
outsourcing sebagai berikut:
1. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasional. Pemilihan outsourcing
memang membutuhkan biaya yang mahal pada awal kontraknya, tetapi
pertimbangan resiko yang akan ditanggung oleh perusahaan lebih kecil
dibandingkan dengan membangun sendiri dengan kemampuan kurang akan
mengakibatkan permasalahan di kemudian hari dan berdampak pada segi
pembiayaan perusahaan.

8
2. Meningkatkan fokus perusahaan pada kegiatan utama usahanya tanpa dibebani
permasalahan pengembangan sistem informasi.
3. Mendapatkan akses terhadap sistem informasi premium atau kelas dunia bagi
penerapan sistem informasi di perusahaannya.
4. Sumber daya manusia dalam perusahaan dapat lebih fokus melakukan
pekerjaan pada kegiatan utama perusahaan tanpa dibebani kegiatan
pengembangan sistem informasi. Tentu saja hal ini diharapkan akan
meningkatkan produktifitas perusahaan.
5. Memberi jalan keluar terhadap permasalahan ketidak tersediaan sumber daya
dari perusahaan yang ahli dalam pengembangan sistem informasi, sehingga
dapat mengurangi resiko salah penerapan sistem informasi.
6. Menunjang akselerasi tujuan perusahaan untuk mempercepat mendapatkan
keuntungan/ benefit dengan penerapan sistem informasi yang sesuai.
7. Menghindarkan dari kendali internal mengenai tidak berfungsinya sistem
informasi karena penerapan sistem informasi yang salah atau gagal.
8. Peningkatan benefit perusahaan akan menyebabkan perusahaan dapat
meningkatkan pertumbuhan modal usaha.
9. Berbagi resiko terhadap implementasi sistem informasi antara perusahaan dan
vendor. Kesalahan implementasi tidak ditanggung penuh oleh perusahaan saja,
oleh karena itu dibutuhkan kerjasama yang baik dalam proses perencanaan
sistem informasi antara perusahaan dan vendor.
10. Perusahaan dapat mengontrol pemasukan dan pengeluaran kas dengan
bantuan sistem informasi yang tepat.
Selain kelebihan, bahwa outsourcing juga mempunyai beberapa
kelemahan dalam pelaksanaannya. Kelemahan outsourcing antara lain:
1. Pelanggaran kontrak kerja oleh vendor lebih banyak akan mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan. Misalnya hasil aplikasi tidak sesuai dengan harapan
perusahaan menimbulkan kerugian biaya dan waktu.
2. Perusahaan akan kehilangan kontrol terhadap aplikasi sistem informasi yang
dibangun oleh vendor apabila terjadi ganguan pada sistem informasi yang
sangat penting bagi perusahaan. Penanganan ganguang yang hanya dapat
diperbaiki oleh vendor mengakibatkan ketergantungan bagi perusahaan.

9
3. Perusahaan lain dapat meniru sistem informasi yang dikembangkan oleh
vendor yang sama.
Untuk mengurangi resiko perusahaan yang diakibatkan karena vendor
yang tidak bonafide dan tidak mempunyai itikad baik, O’Brien dan Marakas
(2011) menyarankan agar perusahaan memperhatikan 10 faktor dalam memilih
vendor sistem informasi yaitu sebagai berikut:
1. Komitmen terhadap kualitas, yaitu aplikasi sistem informasi yang dihasilkan
oleh vendor harus mempunyai berkualitas bagus dan dapat dilakukan
pengembangan, dapat diandalkan oleh perusahaan, mudah dipelajari dan dapat
digunakan oleh pengguna.
2. Harga yang compatible, yaitu harga yang sesuai untuk sistem informasi yang
berkualitas yang diinginkan oleh perusahaan.
3. Reputasi vendor yang baik akan mempengarui perusahaan dalam memilih
pengembang. Semakin berpengalaman vendor dan mempunyai reputasi yang
baik, maka kecenderungan perusahan memilih semakin tinggi.
4. Fleksibilitas syarat kontrak, yaitu perusahaan akan cenderung memelih vendor
yang tidak kaku terhadap syarat-syarat kontrak dalam mengembangkan sistem
informasinya sehingga hasil aplikasi yang diharapkan dapat optimal sesuai
kebutuhan pengguna.
5. Lingkup sumber daya vendor yang ahli dalam bidang IT dan sistem informasi.
6. Kemampuan menambahan nilai lebih/ value yang diterima oleh perusahaan
dari penerapan sistem informasi yang dapat diterapkan oleh vendor.
7. Kesesuaian atau kesepahaman terhadap nilai-nilai kultural antara perusahaan
dan vendor yang hendak mengembangkan sistem informasi perusahaan.
Dengan kesesuaian ini diharapkan vendor memahami spirit dalam perusahaan
dan penerapan sistem informasi tidak akan bertentangan dengan hal tersebut.
8. Hubungan yang berkelanjutan, yaitu perusahaan mengharapkan hubungan
berkelanjutan kaitannya dengan maintanance sistem informasi yang
dikembangkan oleh vendor.
9. Lokasi menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan vendor, misalnya
kedekatan lokasi perusahaan dan kantor vendor sehingga dapat mempermudah
komunikasi.

10
2.4.1 Model Proses Pengembangan Perangkat Lunak
Proses pengembangan perangkat lunak terdiri atas beberapa model, antara
lain sebagai berikut:
a. Code and Fix. Model ini terdiri atas tahapan Code (Pemrograman) dan Fix
(Perbaikan/ Pemeliharaan) dengan kriteria transisi berupa Code (Program).
Model proses ini merupakan proses pengembangan perangkat lunak pada awal
era pengolahan data yang memiliki ciri menggunakan 3GL atau lebih rendah
dan biaya pemeliharaan yang besar.
b. System Development Life Cycle (SDLC). SDLC merupakan proses pembuatan
dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang digunakan untuk
mengembangkan sistem-sistem tersebut. Konsep ini umumnya merujuk pada
sistem komputer atau informasi. Model ini terdiri atas tahapan investigasi,
analisis, desain, implementasi, dan pemeliharaan. Model SDLC ini merupakan
perbaikan dari code and fix, dan sampai saat ini merupakan salah satu proses
perangkat lunak yang paling banyak digunakan.
c. Prototyping. Model ini memiliki tahapan: identifikasi kebutuhan awal,
prototyping, penggunaan dan evaluasi prototipe (feedback), revisi prototyping,
penerimaan/persetujuan end user, implementasi sistem, operasionalisasi dan
pemeliharaan. Model prototyping merupakan salah satu proses perangkat lunak
yang mulai banyak digunakan saat ini. Model ini banyak memanfaatkan 4GL
dan Application Generator. Bila dibandingkan dengan SDLC, model
prototyping memiliki produktivitas lebih baik namun kelengkapan fungsi dari
sistem dan keterpaduan (integrasi) sistem kurang baik.
d. Spiral. Model ini memiliki tahapan: determine, objectives, alternatives, dan
constraints. Model ini merupakan kombinasi SDLC, Prototyping dan Risk
Analysis dan digunakan untuk pengembangan proyek yang berskala besar,
dengan memperhatikan pengaruh resiko dilihat dari segi finansial maupun
keamanan (jiwa manusia).
e. CASE. CASE (Computer Aided Software Engineering) adalah adalah metode
berbasis proses pengembangan perangkat lunak yang didukung oleh perangkat
keras dan perangkat lunak.

11
III. PEMBAHASAN

3.1 Jelaskan atribut atribut dari software yang berkualitas? Apa yang perlu
dilakukan dalampembangunan sistem informasi agar software
penunjang sistem informasi yang dibangun tersebut memenuhi standar
kualitas yang telah ditetapkan oleh ISO?
Sesuai dengan teori, bahwa software yang berkualitas merupakan software
yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna (user) dan sesuai dengan kriteria-
kriteria yang dijadikan standar kualitas suatu software. Adapun standar
internasional yang dijadikan acauan dalam menilai bahwa software itu berkualitas
atau tidak ditentukan berdasarkan International Organization for Standardization
(ISO) atau best practice lainnya.
Dari sisi produk, ISO yang mengatur standarisasi kualitas software
(perangkat lunak) adalah ISO 9126. ISO 9126 adalah standar internasional untuk
mengevaluasi kualitas software dan merupakan pengembangan dari ISO 9001
tentang Standar Manajemen Mutu. ISO 9126 mendefinisikan kualitas produk
perangkat lunak, model, karakteristik mutu, dan metrik terkait yang digunakan
untuk mengevaluasi dan menetapkan kualitas sebuah produk software. Standar ini
dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing menjelaskan model kualitas,
metrik eksternal, metrik internal, dan metrik kualitas yang digunakan. Ada enam
atribut kualitas software yang ditetapkan oleh ISO 9126, yaitu fungsionalitas
(functionality), kehandalan (reliability), kebergunaan (usability), efisiensi,
portabilitas, serta keterpeliharaan (maintainability).
Keenam atribut tersebut dibagi lagi menjadi beberapa subatribut, dengan
penjelasan sebagai berikut :
Tabel 1. Atribut dan Subatribut Kualitas Software menurut ISO 9126
Attribut Penjelasan Subattribut
Sekumpulan atribut • Suitability
yang menerangkan suatu set fungsi • Accuracy
berikut properties yang telah • Interoperability
Functionality ditentukan sebelumnya. • Security
• Functionality
• Compliance

Reliability Sekumpulan atribut • Maturity

12
Attribut Penjelasan Subattribut
yang menerangkan kehandalan • Fault Tolerance
suatu perangkat lunak dalam • Recoverability
kondisi dan jangka waktu yang • Reliability
telah ditentukan. • Compliance

• Understandability
Sekumpulan atribut yang
• Learnability
menerangkankan sejauh mana
• Operability
Usability kegunaan dari suatu perangkat
• AttractivenessUsability
lunak sesuai kebutuhan awal yang
• Compliance
telah disepakati.
Sekumpulan atribut yang
• Time Behaviour
menerangkankan hubungan antara
• Resource Utilisation
Efficiency untukkerja/kehandalan suatu
• Efficiency Compliance
perangkat lunak terhadap jumlah
sumberdaya yang digunakan.
Sekumpulan atribut yang • Analyzability
menerangkankan usaha yang • Changeability
diperlukan untuk melakukan • Stability
Maintainability perbaikan dan perubahan terhadap • Testability
suatu perangkat lunak. • Maintainability
• Compliance

Sekumpulan atribut yang


• Adaptability
menerangkankan kemampuan
• Installability
suatu perangkat lunak untuk
• Co-Existence
Portability dipindahkan dalam lingkungan
• Replaceability
yang berbda. Contoh: aplikasi
• Portability Compliance
dapat digunakan dalam dua system
operasi yang berbeda).

Menurut McCall, et all (1997) mengusulkan suatu penggolongan faktor-


faktor atau dimensi-dimensi yang mempengaruhi kualitas suatu software. Pada
dasarnya McCall membagi faktor-faktor tersebut menjadi 3 aspek penting, yaitu
berhubungan dengan :
1. Sifat-sifat operasional dari software (Product Operation), yang terdiri dari :
a) Correctness - sejauh mana suatu software memenuhi spesifikasi dan mission
objective dari users;
b) Reliability- sejauh mana suatu software dapat digunakan dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan requirement yang dibutuhkan.

13
c) Efficiency- seberapa banyaknya sumber daya programmer dan coding
program yang dibutuhkan suatu software untuk melakukan fungsinya;
d) Integrity – sejauh mana kontrol keamaan software dan data terhadap pihak
yang tidak berhak menggunakannya.
e) Usability- usaha yang diperlukan untuk mempelajari, mengoperasikan,
menyiapkan input, dan mengartikan output dari software.
2. Kemampuan software dalam menjalani perubahan (Product Revision), yang
terdiri dari:
a) Maintainability- usaha yang diperlukan untuk menemukan dan
memperbaiki kesalahan terhadap software;
b) Flexibility- usaha yang diperlukan untuk melakukan modifikasi terhadap
operasional software;
c) Testability- usaha yang diperlukan untuk menguji suatu software untuk
memastikan apakah melakukan fungsi yang dikehendaki atau tidak.
3. Daya adaptasi atau penyesuaian software terhadap lingkungan baru (Product
Transition), yang terdiri dari :
a) Portability- usaha yang diperlukan untuk mentransfer software dari suatu
hardware dan sistem tertentu agar dapat berfungsi pada hardware dan
sistem lainnya;
b) Reusability- sejauh mana suatu software (atau bagian software dapat
dipergunakan kembali pada pembuatan software lainnya;
c) Interoperability- usaha yang diperlukan untuk menghubungkan suatu
software dengan software lainnya.
Dalam rangka membangun sistem informasi agar software penunjang
dapat memenuhi ISO, maka dapat dilakukan dengan melakuakan Rekayasa
Perangkat Lunak (RPL)/software engineering. Sesuai teori bahwa RPL
merupakan penerapan pengetahuan keilmuan secara praktis dalam perancangan
dan pengembangan program dan dokumentasi terkait yang diperlukan untuk
mengembangkan, mengoperasikan dan memelihara program-program tersebut.
(Boehm ‘Software Engineering’ IEEE Trans on Computer). Tujuan rekayasa ini
adalah untuk (i) menghasilkan software yang kinerjanya tinggi, andal dan tepat

14
waktu, (ii) menghasilkan software yang dapat bekerja pada berbagai jenis
platform, dan (iii) menghasilkan software yang biaya perawatannya rendah.
Beberapa langkah dalam RPL ini meliputi (i) Pengembangan perangkat
lunak (software development), (ii) Manajemen proyek (project management), (iii)
Metrik perangkat lunak (software metric), (iv) Pemeliharaan perangkat lunak
(software maintenance), (v) Jaminan kualitas perangkat lunak (software quality
assurance), (vi) Manajemen konfigurasi perangkat lunak (software configuration
management).

3.2 Mengapa kita perlu memperhatikan faktor “maintainaibility” dari


suatu software? Jelaskan urgensinya!
Menurut ISO 9126 bahwa maintanability merupakan sekumpulan atribut
yang menerangkan usaha yang diperlukan untuk melakukan perbaikan dan
perubahan terhadap suatu perangkat lunak. Selain itu, maintanability juga disebut
sebagai pemeliharaan sistem (system maintenance), yang meliputi proses
monitoring, evaluasi, dan modifikasi dari sistem yang tengah beroperasi agar
dihasilkan performa yang dikehendaki. Pemeliharaan ini juga meliputi perbaikan
jika ada perubahan lingkungan eksternal.
Maintanability menjadi urgen dalam suatu software karena merupakan
upaya untuk menjaga software agar selalu siap pakai dan
menghindari/meminimalisir terjadinya kerusakan atau gangguan pada software.
Berdasarkan ISO 9126, bahwa maintainability memiliki sub attribute meliputi
Analyzability, Changeability, Stability, Testability dan Compliance. Menurut Mc
Call, 1997 bahwa posisi maintanability terletak pada saat product revision, yaitu
ketika kemampuan software dalam melakukan perubahan. Perlu dipahami bahwa
Ketersediaan dokumentasi yang memadai meliputi user requirement, desain
fungsi, user manual, pencatatan perubahan (biasanya dalam bentuk change
request) dan dokumen penunjang lainnya seperti kebijakan perusahaan menjadi
faktor penentu maintainability.
Ada 3 alasan yang mendasari pentingnya pemeliharaan sistem atau
maintenance system, yaitu sebagai berikut :
a. Memperbaiki Kesalahan (Correcting Errors)

15
Maintenance dilakukan untuk mengatasi kegagalan dan permasalahan yang
muncul saat sistem dioperasikan.
b. Menjamin dan Meningkatkan Kinerja Sistem (Feedback Mechanism)
Bentuk aktivitas maintenance seperti ini dilakukan pada saat tinjauan sistem
secara periodik. Tinjauan periodik atau audit sistem dilakukan untuk menjamin
sistem berjalan dengan baik, dengan cara memonitor sistem secara terus-
menerus terhadap potensi masalah atau perlunya perubahan terhadap sistem.
c. Menjaga Kemutakhiran Sistem (System Update)
Selain sebagai proses perbaikan kesalahan dan kajian pasca implementasi,
system maintenance juga meliputi proses modifikasi terhadap sistem yang telah
dibangun karena adanya perubahan dalam organisasi atau lingkungan bisnis.
Sehingga, system maintenance menjaga kemutakhiran sistem (system update)
melalui modifikasi-modifikasi sistem yang dilakukan.

3.3 Apa‐‐apa saja yang perlu diperhatikan bila organisasi mengambil


kebijakan outsourcing dalam pengembangan sistem informasinya?
Jelaskan!
Menurut O’Brien dan Marakas (2011), istilah outsourcing dalam arti luas
adalah pembelian sejumlah barang atau jasa yang semula dapat dipenuhi oleh
internal perusahaan tetapi sekarang dengan memanfaatkan mitra perusahaan
sebagai pihak ketiga. Tujuannya agar organisasi dapat lebih berkonsentrasi kepada
aktivitas inti bisnisnya dengan mepertimbangkan aspek investasi, risiko, dan
efisiensi. Alasan penggunaan outsourcing pada umumnya adalah penghematan
biaya (cost saving), lebih fokus pada kegiatan utama (core business), pemanfaatan
sumber daya (resource), waktu, dan infrastruktur yang lebih baik.
Perusahaan yang ingin menggunakan strategi outsourcing untuk
mengembangkan sistem informasi di perusahaan mereka harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Menentukan pengembang yang ditunjuk untuk membangun sistem informasi
dengan hati-hati. Sebaiknya, pihak luar yang dipilih memang benar-benar telah
berpengalaman.

16
b. Menandatangani kontrak. Kontrak dimaksudkan sebagai pengikat tanggung
jawab dan dapat dijadikan sebagai pegangan dalam melanjutkan atau
menghentikan proyek jika terjadi masalah selama masa pengembangan.
c. Merencanakan dan memonitor setiap langkah dalam pengembangan agar
keberhasilan proyek benar-benar tercapai. Kontrol perlu diterapkan pada setiap
aktivitas dengan maksud agar pemantauan dapat dilakukan dengan mudah.
d. Menjaga komunikasi yang efektif antara personil dalam perusahaan dengan
pihak pengembang dengan tujuan agar tidak terjadi konflik atau hambatan
selama proyek berlangsung.
e. Mengendalikan biaya dengan tepat denngan misalnya memperhatikan proporsi
pembayaran berdasarkan persentasi tingkat penyelesaian proyek.
Kunci utama dalam kesuksesan outsourcing adalah pemilihan vendor yang
tepat (choose the right vendor) karena outsourcing merupakan kerjasama jangka
panjang sehingga penunjukkan vendor yang tepat sebagai mitra perusahaan
menjadi sangat krusial baik dari pertimbangan aspek teknologi, bisnis, maupun
tujuan finansial. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan dituntut untuk dapat
memahami dasar pertimbangan dalam pemilihan supplier, dimana ada beberapa
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan vendor adalah
a. Pengetahuan/kemampuan dalam industri yang dibidanginya (Industry
Knowledge);
b. Kemampuan teknis;
c. Kemampuan keuangan;
d. Kemampuan dalam menyampaikan infrastruktur jasa yang dikelolanya.
Beberapa keunggulan kebijakan outsourcing dalam pengembangan sistem
informasi, yaitu:
a. Perusahaan dapat mengonsentrasikan diri pada bisnis yang ditangani. Masalah
mengenai hardware, sofware, dan maintenance sistem merupakan tanggung
jawab pihak vendor.
b. Lebih praktis serta waktu pengembangan sistem relatif lebih cepat, efektif, dan
efisisen karena dikerjakan oleh orang yang profesional di bidangnya.
c. Penghematan waktu proses dapat diperoleh karena beberapa outsourcer dapat
dipilih untuk bekerja bersama-sama menyediakan jasa ini kepada perusahaan.

17
d. Dapat membeli partner/provider sesuai anggaran dan kebutuhan.
e. Memudahkan akses pada pasar global jika menggunakan vendor yang
mempunyai reputasi baik.
f. Resiko ditanggung oleh pihak ketiga. Resiko kegagalan yang tinggi dan biaya
teknologi yang semakin meningkat, akan lebih menguntungkan bagi
perusahaan jika menyerahkan pengembangan sistem informasi kepada
outsourcer agar tidak mengeluarkan investasi tambahan.
g. Biaya pengembangan sistem informasi dapat disesuaikan dengan anggaran dan
kebutuhan perusahaan. Mahal atau murahnya biaya pengembangan sistem
informasi tergantung jenis program yang dibeli.
h. Mengurangi resiko penghamburan investasi jika penggunaan sumber daya
sistem informasi belum optimal. Jika hal ini terjadi maka perusahaan hanya
menggunakan sumber daya sistem yang optimal pada saat-saat tertentu saja,
sehingga sumber daya sistem informasi menjadi tidak dimanfaatkan pada
waktu yang lainnya.
i. Dapat digunakan untuk meningkatkan kas dalam aset perusahaan karena tak
perlu ada aset untuk teknologi informasi.
j. Memfasilitasi downsizing sehingga perusahaan tak perlu memikirkan
pengurangan pegawai.
Beberapa kelemahan kebijakan outsourcing dalam pengembangan sistem
informasi, yaitu:
a. Terdapat kekhawatiran tentang keamanan sistem informasi karena adanya
peluang penyalahgunaan sistem informasi oleh vendor, misalnya pembajakan
atau pembocoran informasi perusahaan.
b. Ada peluang sistem informasi yang dikembangkan tidak sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dikarenakan vendor tidak memahami kebutuhan sistem
dalam perusahaan tersebut.
c. Transfer knowledge terbatas karena pengembangan sistem informasi
sepenuhnya dilakukan oleh vendor.
d. Relatif sulit melakukan perbaikan dan pengembangan sistem informasi karena
pengembangan perangkat lunak dilakukan oleh vendor, sedangkan perusahaan
umumnya hanya terlibat sampai rancangan kebutuhan sistem.

18
e. Dapat terjadi ketergantungan kepada konsultan.
f. Manajemen perusahaan membutuhkan proses pembelajaran yang cukup lama
dan perusahaan harus membayar lisensi program yang dibeli sehingga ada
konsekuensi biaya tambahan yang dibayarkan.
g. Resiko tidak kembalinya investasi yang telah dikeluarkan apabila terjadi
ketidakcocokan sistem informasi yang dikembangkan.
h. Mengurangi keunggulan kompetitif perusahaan. Mungkin saja pihak
outsourcer tidak fokus dalam memberikan layanan karena pada saat yang
bersamaan harus mengembangkan sistem informasi/jaringan klien lainnya.
i. Perusahaan akan kehilangan kendali terhadap aplikasi yang di-outsource-kan.
Jika aplikasinya adalah aplikasi kritikal yang harus segera ditangani jika terjadi
gangguan, perusahaan akan menanggung resiko keterlambatan penanganan jika
aplikasi ini di-outsource-kan karena kendali ada pada outsourcer yang harus
dihubungi terlebih dahulu.
j. Jika kekuatan menawar ada di outsourcer, perusahaan akan kehilangan banyak
kendali dalam memutuskan sesuatu apalagi jika terjadi konflik diantaranya.
Selanjutnya, apabila perusahaan melakukan keputusan untuk
melaksanakan outsourcing, IT Governance Institute (2005) memberikan aturan
baku untuk outsourcing yang memiliki tahapan outsourcing life cycle sebagai
berikut :
1. Kesesuaian penandatanganan kontrak dan penandatanganan proses yang
diselesaikan.
2. Persetujuan Service Level Agreement (SLA).
3. Proses Opersional yang dikembangkan.
4. Transisi tahapan layanan dan waktu pembayaran.
5. Tim operasional, artikulasi yang jelas hubungan dan interface.
6. Transisi dan Transformasi rencana penyelesaian.
7. Undang-undang sukses, bonus dan penalti.
8. Konsensus dalam menentukan tanggung jawab.
9. Penilaian kelanjutan kinerja dan gaya supplier outsource.

19
3.4 Kalau anda dipercaya untuk memimpin pembangunan sistem informasi
terintegrasi bagi perusahaan di tempat anda bekerja langkah apa saja
yang akan anda lakukan? Jelaskan!
Andaikata saya dipercaya pimpinan untuk memimpin pembangunan
sistem informasi terintegrasi bagi perusahaan, maka langkah-langkah yang saya
lakukan adalah menggunakan System Development Life Cycle (SDLC). Dalam
Rekayasa Perangkat Lunak, konsep SDLC mendasari berbagai jenis metodologi
pengembangan software. Sistem ini berisi framework untuk perencanaan dan
pengendalian pembuatan sistem informasi, yaitu proses pengembangan software.
SDLC memiliki beberapa fase yang secara alur terkait satu sama lain,
yaitu:
a. Investigasi (Investigate). Tujuan investigasi adalah melakukan analisis awal,
mencari solusi alternatif, mendeskripsikan biaya dan keuntungan, dan
menyerahkan rencana awal dengan beberapa rekomendasi. Produk dari fase ini
berupa laporan studi kelayakan mengenai rencana pengembangan sistem
informasi yang meliputi kelayakan secara organisasi, kelayakan secara
ekonomi, kelayakan secara teknik, dan kelayakan secara operasional.
Beberapa langkah dalam fase pertama ini adalah:
• Melakukan analisis awal, yaitu dengan mencari apa yang menjadi tujuan
organisasi dan sifat serta cakupan masalah, selanjutnya melihat apakah
masalah yang dipelajari cocok dengan tujuan tersebut. Hal ini saya lakukan,
misalnya dengan melakukan internview dengan para manajer, pelanggan,
dan karyawan, menyebarkan kuisioner secara tepat kepada end users dalam
organisasi, melakukan observasi secara personal, melakukan pemeriksaan
dokumen, laporan, atau melakukan pengembangan, simulasi, dan observasi
model aktivitas pekerjaan.
• Mengajukan solusi-solusi alternative, Solusi-solusi alternative bisa
diperoleh dengan mewawancarai orang dalm organisasi, klien ayau
pelanggan yang terpengaruh oleh system, pemasok dan konsultan.
• Mendeskripsikan biaya dan keuntungan , anda perlu mendaftarkan biaya
maupun keuntungan secara terperinci. Biaya akan tergantung dari
keuntungan yang bisa menawarkan penghematan.

20
• Menyerahkan rencana awal, Semua yang anda temukan digabung dalam
suatu laporan tertulis, pembaca laporan ini bisa saja eksekutif yang punya
wewenang untuk memutuskan dan menjalankan proyek. Anda harus
mendeskripsikan solusi-solusi potensial, biaya, dan keuntungan dan
memberikan rekomendasi bagi anda.
b. Analisis (Analysis). Tujuan analisis sistem adalah mengumpulkan data,
menganalisis data, dan menuliskan laporan. Dalam fase ini, saya akan
mengikuti arahan dari pihak managemen setelah mereka membaca laporan
studi kelayakan (fase pertama). Pihak manajemen memberi perintah untuk
menganalisis atau mempelajari sistem yang sudah ada untuk memahami
perbedaan sistem baru dengan sistem yang sudah ada. Produk dari fase kedua
ini berupa functional requirements, yang meliputi user interface requirements,
processing requirements, storage requirements, dan control requirements.
Beberapa langkah dalam fase kedua ini adalah:
• Mengumpulkan data, dalam upaya mengumpulkan data, anda akan
meninjau dokumen tertulis, mewawancarai pegawai dan manager, membuat
kuesioner dan mengobservasi rang dan proses-proses di tempat kerja.
• Menganalisa data, data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis. Ada
banyak piranti analitik yang dapat dipakai, piranti pemodelan
memungkinkan analisis system menampilkan representasi system dalam
bentuk gambar, misal data flow diagram atau diagram aliran data. Dan
Perangkat CASE (Computer Aided Software Engineering) adalah program
yang mengotomatisasi berbagai aktivitas SDLC. Contoh programnya ialah
Analyst Pro, Visible Analyst dan System Architect.
• Menulis laporan, perlu membuat laporan setelah selesai melakukan analisis.
Ada 3 bagian, yang pertama, harus menjelaskan cara bekerja system yang
sudah ada. Kedua, harus menjelaskan masalah-masalah pasa system yang
ada. Ketiga harus mendeskripsikan ketentuan-ketentuan untuk system baru
dan memberikan rekomendasi tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya.
c. Desain (Design). Tujuan desain sistem adalah membuat desain awal, lalu
desain yang detail, dan membuat laporan. Produk dari fase ini adalah system
spesifications, yang meliputi User interface specifications, Database

21
specifications, Software specifications, Hardware and facilities specifications,
dan Personal specifications.
Beberapa langkah dalam fase ketiga ini adalah:
• Membuat desain awal, desin awal mendeskripsikan kpabilitas fungsional
secar umum dari system system informasi yang diusulkan. Perangkat yang
digunakan pada fase ini adalah perangkat CASE dan perangkat lunak
managemen proyek. Prototyping juga digunakan pada tahap ini,prototyping
ialah pengguna workstation, perangkat CASE dan aplikasi perangkat lunak
lain untuk membuat model kerja dari komponen system sehingga system
baru bisa segera diuji dan dievaluasi. Jadi prototype adalah system dengan
kemapuan kerja terbatas yang dikembangkan untuk menguji konsep-konsep
desain.
• Membuat desain yang detail, desain yang detail menggambarkan bagaimana
sistem informasi yang diusulkan mampu memberikan kapabilitas yang
digambarkan secara umum dalam desain awal.
• Menulis laporan, semua pekerjaan dala desain awal dan desain yang detail
akan dikemas dalam laporan yang terperinci. Anda bisa melakukan
persentasi atau diskusi saat menyerahkan laporan ini kepada manajemen
senior.
d. Implementasi (Implementation). Beberapa langkah dalam fase keempat ini
adalah:
• Konversi ke system baru, proses transisi dari system informasi yang lama ke
yang baru, melibatkan konversi perangkat keras, perangkat lunak, dan file.
Ada empat strategi untuk melakukan konversi, yaitu :
a) Implementasi langsung : pengguna hanya berhenti menggunakan
system yang lama dan mulai mengguanakn yang baru.
b) Implementasi parallel : Sistem lama dan system yang baru berjalan
berdampingan sampai system baru menunjukkan keandalannya di saat
system lama tidak berfungsi lagi.
c) Implementasi bertahap : bagian-bagian dari system baru dibuat dalam
fase terpisah-entah waktu yang berbeda(parallel) atau sekaligus dalam
kelompok-kelompok (langsung).

22
d) Implementasi pilot : seluruh system dicoba, namun hanya oleh beberapa
pengguna. Stelah keandalannya terbukti barulah system bisa
diimplementasikan pada pengguna lainnya.
• Melatih pengguna, ada banyak piranti yang bisa digunkan membuat
pengguna membuat pengguna mengenal system baru dengan baik,dari
dokumentasi hingga video tape hingga pelatiah diruang kelas secara
langsung ataupun satu per satu.
e. Pemeliharaan (Maintenance). Fase ini merupakan penyesuaian dan
peningkatan sistem dengan cara melakukan audit dan evaluasi secara periodik
dan dengan membuat perubahan berdasarkan kondisi-kondisi baru. Meskipun
pengonversian sudah lengkap, bahkan pengguna sudah dilatih, sistem tidak
bisa berjalan dengan sendirinya. Inilah tahap dimana sistem harus dimonitor
untuk memastikan bahwa sistem itu berhasil. Pemeliharaan tidak hanya
menjaga agar mesin tetap berjalan, namun juga meng-upgrade dan meng-
update sistem agar bisa mengikuti perkembangan produk, jasa, layanan,
peraturan pemerintah, dan ketentuan lain yang baru.
Setelah beberapa saat, biaya pemeliharaan akan meningkat seiring makin
banyaknya usaha untuk mempertahankan system agar tetap responsive
terhadap kebutuhan pengguna. Dalam beberapa hal, biaya pemeliharaan ini
bisa membengkak, menandakan bahwa sekaranglah saat yang tepat untuk
memulai lagi SDLC.

23
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Dari sudut pandang produk, pengukuran kualitas perangkat lunak dapat
menggunakan standard dari ISO 9126 atau best practice yang dikembangkan
para praktisi dan pengembang perangkat lunak. Karakteristik software
berkualitas menurut ISO 9126 yaitu: functionality, reliability, usability,
efficiency, maintainability, dan portability. Adapun hal yang perlu dilakukan
dalam membangun sistem informasi agar software penunjang yang dibangun
dapat memenuhi ISO adalah dengan melakukan Rekayasa Perangkat Lunak
(RPL)/Software Engineering. RPL ini bertujuan menghasilkan software yang
kinerjanya tinggi, andal dan tepat waktu, menghasilkan software yang dapat
bekerja pada berbagai jenis platform, dan menghasilkan software yang biaya
perawatannya rendah.
2. Tiga alasan pentingnya pemeliharaan sistem atau system maintenance:
Memperbaiki Kesalahan (Correcting Errors), Menjamin dan Meningkatkan
Kinerja Sistem (Feedback Mechanism), Menjaga Kemutakhiran Sistem
(System Update). System maintenance menjadi urgen karena pada system
maintenance terjadi usaha perbaikan secara berkelanjutan untuk
mempertemukan kebutuhan organisasi terhadap sistem dengan kinerja sistem
yang telah dibangun.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan perlu diperhatikan bila organisasi mengambil
kebijakan outsourcing dalam pengembangan sistem informasinya, antara lain:
menentukan pengembang yang ditunjuk untuk membangun sistem informasi
dengan hati-hati dan sebaiknya yang dipilih memang benar-benar telah
berpengalaman, menandatangani kontrak sebagai pengikat tanggung jawab,
merencanakan dan memonitor setiap langkah dalam pengembangan agar
keberhasilan proyek benar-benar tercapai, menjaga komunikasi yang efektif
antara personil dalam perusahaan dengan pihak pengembang dengan tujuan
agar tidak terjadi konflik atau hambatan selama proyek berlangsung, dan
mengendalikan biaya dengan tepat. Selain itu, perlu juga diketahui kelebihan
dan kelemahan serta aturan baku dalam penggunaan outsourcing.

24
4. Saat ini metode pengembangan sistem informasi yang umum digunakan adalah
System Develpoment Life Cycle (SDLC). SDLC adalah langkah-langkah dalam
pengembangan sistem informasi. SDLC menyediakan framework yang lengkap
untuk aktivitas rekayasa bentuk dan pembangunan sistem informasi yang
formal. Penggunaan SDLC yang memadai akan menghasilkan sistem informasi
yang berkualitas. Penggunaan SDLC akan lebih optimal apabila menjalankan
beberapa fase, yaitu nvestigasi, analisis, desain, implementasi, dan
pemeliharaan sistem..

25
DAFTAR PUSTAKA

Britton, Carol. 2001. Object-Oriented Systems Development. McGraw-Hill.


hlm. 27-34, 268.
IEEE Standard Glossary of Software Engineering Technology, IEEE Std 610.12-
1990, Institute of Electrical and Electronics Engineers, New York. 1990.
Imam Suroso, Arif. 2012 Materi Kuliah Sistem Informasii Manajemen, MB IPB.
J.A. McCall, P.K. Richards, and G.F. Walters. 1977. Factors in Software Quality,
Tehnical Report RADC-TR-77-369, US Department of Commerce.
Jogiyanto, 2003. Sistem Teknologi Informasi (Pendekatan Terintegrasi: Konsep
Dasar, Teknologi, Aplikasi, Pengembangan dan Pengelolaan). Penerbit
Andi Yogyakarta, Yogyakarta.
Mulyanto, Aunur R. 2008. Rekayasa Perangkat Lunak Jilid 1 untuk SMK.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional : Jakarta.
O’Brien, J. A., Marakas, G. M. 2011. Management Information Systems. Tenth
edition. The Mc Graw-Hil Companies.Inc. New York.
Pressman, Roger.S. "Software Engineering : A Practioner's Approach." 5th.
McGrawHill. 2001.
Scardino, Lorrie. 2002. Improving Sourcing Deals,Gartner Research.
Kahany, Ervan. F. et all 2010. SDLC (Systems Development Life Cycle).
http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/24/sdlc-systems-development-
life-cycle/ (diakses pada tanggal 30 Maret 2012).
Susanto, Edi. 2010. Outsourcing dan Implikasinya dalam Pengembangan dan
Penerapan Sistem.
http://edisusantodasmoon.wordpress.com/2010/07/31/outsourcing-
implikasinya-dalam-pengembangan-dan-penerapan-sistem-informasi/
(diakses pada tanggal 31 Maret 2012).

26
.
.
.

27

Anda mungkin juga menyukai