Anda di halaman 1dari 100

SESI / PERKULIAHAN KE : 1

TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan


syarat keseimbangan

Pokok Bahasan : Pengetahuan dasar tentang ilmu statika

Deskripsi singkat: Menjelaskan tentang dasar-dasar Mekanika Rekayasa


sehingga mahasiswa diharapkan dapat memahami dasar Mekanika Rekayasa dan
prinsip Statis Tertentu.

I. Bahan Bacaan:
1. Bahan ajar yang telah disusun oleh dosen yang bersangkutan.
2. PEDC, 1983, Statika 1, PEDC-Bandung.
3. Sidharta S. Kamarwan, 1995, Statika, Universitas Indonesia, Jakarta
4. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 1, Kanisius, Yogyakarta.
5. Wesli, 2010, Mekanika Rekayasa, Graha Ilmu, Yogyakarta

II. Bacaan Tambahan:


1. PEDC, 1983, Statika 2, PEDC-Bandung
2. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 2, Kanisius, Yogyakarta
3. Hadi Y. CE, 1986, Ilmu Gaya Terpakai, Science Cipta Series,
Jakarta.

III. Pertanyaan Kunci


Ketika Anda membaca bahan ajar berikut, gunakan pertanyaan-
pertanyan berikut ini untuk memandu Anda:
1. Apa yang dimaksud ilmu statika ?
2. Apa perbedaan imu statika dengan ilmu dinamika?
3. Metode-metode apa yang digunakan untuk penentuan-penentuan
dalam ilmu statika ?

IV. Tugas:
Membuat rangkuman tentang pengetahuan dasar ilmu statika atau ilmu
keseimbangan.

-1-
BAB I
PENGETAHUAN DASAR

1.1. Pendahuluan

Sebuah konstruksi dibuat dengan ukuran-ukuran fisik tertentu haruslah


mampu menahan gaya-gaya yang bekerja dan konstruksi tersebut harus kokoh
sehingga tidak hancur dan rusak. Konstruksi dikatakan kokoh apabila konstruksi
tersebut dalam keadaan stabil, kestabilan tersbut akan terjadi jika gaya-gaya yang
bekerja pada konstruksi tersebut dalam arah vertical dan horizontal saling
menghilangkan atau sma dengan nol, demikian juga dengan momen-momen yang
bekerja pada konstruksi tersebut pada tiap titik buhul atau titik kumpul saling
menghilangkan atau sama dengan nol.
Pengetahuan mengenai mekenika rekayasa adalah suatu dasar untuk
sebagian besar ilmu teknik sipil, antara lain:
- perencanaan bangunan dari beton bertulang
- Perencanaan bangunan dari beton pratekan
- Perencanaan bangunan dari baja
- Perencanaan bangunan dari kayu
- Pondasi, dll.

1.2. Penyajian

Mekanika Rekayasa merupakan ilmu yang mempelajari tentang gaya-gaya


yang bekerja pada konstruksi dengan prinsip keseimbangan gaya. Dalam ilmu
mekanika rekayasa metode penyelesaian dengan statis tertentu dan metode
penyelesaian dengan metode statis tak tentu. Pada metode statis tertentu berlaku
prinsip keseimbangan momen pada tumpuan dan dapat dinyatakan sebagai berikut:
∑KV = 0 ……………………………………………………………(1.1)
∑KH = 0 ……………………………………………………………(1.2)

-2-
∑M = 0 ……………………………………………………………(1.3)

di mana:
KV = Gaya-gaya vertical
KH = Gaya-gaya horizontal
M = Momen

Dari persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa jumlah aljabar gaya-gaya


pada arah vertical haruslah sama dengan nol (persamaan 1.1), jumlah aljabar gaya-
gaya dalam arah horizontal haruslah sama dengan nol (persamaan 1.2) dan jumlah
momen pada titik tumpuan haruslah sama dengan nol. Dengan demikian terdapat 3
variabel yang akan diselesaikan dengan 3 buah persamaan. Secara matematis variable
tersebut dapat diselesaikan dengan cara persamaan linier. Pada metode statis tak tentu
ketiga hukum keseimbangan tersebut masih berlaku namun variable yang akan
diselesaikan lebih dari 3 buah sehingga diperlukan sejumlah persamaan lain sesuai
dengan jumlah variable yang akan diselesaikan, metode ini umumnya digunakan pada
konstruksi bangunan bertingkat banyak.
Dalam buku ini metode yang akan dibahas hanya metode statis tertentu saja,
untuk metode statis tak tentu akan dibahas pada buku lainnya. Pada buku ini akan
dibahas tentang gaya lintang, gaya normal dan momen yang bekerja masing-masing
balok yang ditumpu oleh dua tumpuan, balok kantilever, konstruksi portal yaitu
konstruksi balok yang ditumpu oleh tiang.
Untuk lebih mudah memahami dan mempelajari mekanika rekayasa
diharapkan pembaca terlebih dahulu mengerti dan memahami tentang materi vector
pada ilmu matematika. Vector adalah sebuah besaran yang mempunyai arah.

-3-
1.3. Penutup

Mekanika rekayasa penting dipelajari oleh mahasiswa karena mekanika


rekayasa merupakan dasar untuk menghitung perencanaan struktur pada sebagaian
besar bangunan teknik sipil, antara lain: bangunan gedung, misalnya; konstruksi
beton, konstruksi baja, kaonstruksi kayu, dan lain-lain.
Pada metode statis tertentu berlaku prinsip keseimbangan momen pada
tumpuan yang dinyatakan dengan ∑KV = 0, ∑KH = 0, dan ∑M = 0.

-4-
SESI / PERKULIAHAN KE : 1 - 3

TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan


gaya dan momen

Pokok Bahasan : Gaya

Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini Anda akan mempelajari tentang


pengertian gaya, menggambarkan suatu gaya, komposisi gaya, Resultan,
Seimbang dan komponen gaya. Disini dibahas juga mengenai pengertian momen
dan cara menghitung momen, serta berbagai contoh momen dan aplikasinya.

I. Bahan Bacaan:
1. Bahan ajar yang telah disusun oleh dosen yang bersangkutan.
2. PEDC, 1983, Statika 1, PEDC - Bandung.
3. Sidharta S. Kamarwan, 1995, Statika, Universitas Indonesia, Jakarta
4. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 1, Kanisius, Yogyakarta.
5. Wesli, 2010, Mekanika Rekayasa, Graha Ilmu, Yogyakarta

II. Bacaan Tambahan:


1. PEDC, 1983, Statika 2, PEDC - Bandung
2. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 2, Kanisius, Yogyakarta
3. Hadi Y. CE, 1986, Ilmu Gaya Terpakai, Science Cipta Series,
Jakarta.

III. Pertanyaan Kunci


Ketika Anda membaca bahan ajar berikut, gunakan pertanyaan-
pertanyan berikut ini untuk memandu Anda:
1. Apa yang dimaksud gaya ?
2. Bagaimana menghitung gaya cara grafis dan analitis?
3. Bagaimana cara menghitung momen?

IV. Tugas:
Menghitung gaya dengan cara grafis dan analitis.
Menghitung momen.

-5-
BAB II
GAYA

2.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian gaya dan momen. Dalam
mekanika rekayasa, gaya dapat diartikan sebagai muatan/beban yang bekerja pada
suatu konstruksi. Beban seperti ini disebut gaya luar, karena pembebanan dengan
muatan luar, jadi merupakan beban yang bekerja dari luar pada benda.

Besaran Gaya - Besarnya suatu gaya dapat digambarkan berupa panjang


anak panah.
Arah Gaya - Arah gaya ditunjukkan dengan arah mata panah.
Titik Tangkap - Titik tangkap sebuah gaya ditunjukkan oleh sebuah garis
melalui sumbu batang panah.

Contoh: Sebuah gaya P = 500 kN bekerja tegak


lurus ke bawah dapat digambarkan sebagai
Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Sifat Gaya

2.2. Penyajian

2.2.1 Gaya dan Resultan

Gaya merupakan kekuatan yang dapat membuat benda yang dalam keadaan
diam menjadi bergerak. Gaya biasanya dilambangkan sebagai besaran yang
mempunyai arah dan digambarkan seperti vector. Gaya bekerja sepanjang

-6-
bidang/jejak yang dilaluinya dan disebut dengan garis kerja gaya. Titik tangkap dari
sebuah gaya dapat dipindahkan sepanjang garis kerjanya. Apabila pada sebuah benda
dikerjakan sebuah gaya baik diangkat, ditarik atau didorong maka akan ada
perlawanan terhadap gaya tersebut dan gaya perlawanan tersebut disebut dengan
Reaksi. Besarnya reaksi sama dengan besarnya gaya yang dikerjakan (aksi).

Garis kerja gaya

1 2

R (Reaksi)

Gambar 2.2 Gaya Aksi dan Gaya Reaksi

Dari Gambar 2.2 diperlihatkan sebuah benda pada posisi 1 diberi gaya aksi
yang megakibatkan berpindah tempat pada posisi 2 hal ini terjadi karena gaya aksi
lebih besar dari gaya reaksi. Apabila gaya reaksi sama dengan gaya aksi maka benda
akan tetap dalam keadaan diam. Gaya reaksi ditimbulkan dari gaya gesekan antara
berat benda dengan lantai tempat benda tersebut berada.

Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah gaya dapat bekerja
pada setiap titik sepanjang garis kerjanya dengan akibat yang sama pada benda.
Prinsip ini dalam bahasa Inggris disebut Principle of Transmissibility.

Apabila ada 2 buah gaya atau lebih bekerja pada sebuah benda maka dapat
dilakukan penggabungan gaya-gaya tersebut yang disebut dengan Resultan Gaya (R).
Jika gaya-gaya yang bekerja searah maka resultannya adalah penjumlahan dari gaya-
gaya tersebut dan jika gaya-gaya yang bekerja berlawanan arah maka resultannya
adalah pengurangan dari gaya-gaya tersebut atau secara matematis dinyatakan dengan

-7-
jumlah aljabar dengan penertian besaran mutlak dari gaya tersebut dijumlahkan
antara yang bertanda positif dengan yang bertanda negative dan arah gaya resultan
tergantung dari arah gaya yang mempunyai besaran mutlak yang lebih besar.

Contoh 2.1

Pada sebuah benda bekerja P1 = 1,5 ton P2 = ton (seperti diperlihatkan Gambar 2.3),
Apabila gaya P1 bekerja kearah kiri dan P2 bekerja kearah kanan (Gambar 2.3.a)
tentukan besarnya gaya Resultan dan arahnya. Apabila gaya P 1 bekerja kearah kanan
dan P2 bekerja kea rah kanan juga (Gambar 2.3.b) tentukan besarnya gaya Resultan
dan arahnya.

P1 P2 R P1 P2 R

(A) (B)

Gambar 2.3 Resultan Gaya

Penyelesaian:

Pada kondisi 1 (Gambar A) P1 arag ke kiri sebesar 1,5 ton dan P2 arah ke
kanan sebesar 2 ton. Apabila arah ke kiri dinyatakan negative (-) dan arah ke kanan
dinyatakan positif (+) maka besar Resultan Gaya dan arahnya adalah:

R = P1 + P2 = -1,5 + 2 = +0,5 ton (karena positif maka arahnya ke kanan)

Pada kondisi 2 (Gambar B) P1 arah ke kanan sebesar 1,5 ton dan P2 arah
ke kanan sebesar 2 ton. Maka besarnya Resultan Gaya dan arahnya adalah:

R = P1 + P2 = +1,5 +2 = +3,5 ton (karena positif maka arahnya ke kanan)

-8-
Pada 2 buah gaya yang bekerja pada sebuah benda saling tegak lurus maka
penggabungan gaya-gaya tersebut (Resultan Gaya R) dapat dilakukan dengan
membentuk empat persegi panjang dari kedua gaya tersebut dan besarnya resultan
sebesar diagonal dari empat persegi panjang tersebut atau jumlah kuadrat akar gaya-
gaya tersebut.

P1 R

P2

Gambar 2.4 Resultan Gaya

Dari Gambar 2.4 diperlihatkan gaya P1 tegak lurus dengan gaya P2


penggabungan dari kedua gaya tersebut diperoleh Resultan sebesar:

R = √ P12 + P22 …………………………………………………………….(2.1)

Di mana:

R = Resultan gaya

P1 = Gaya vertical

P2 = Gaya horizontal

-9-
Contoh 2.2

Pada sebuah benda bekerja dua buah gaya saling tegak lurua di mana P 1 = 1,75 ton da
P2 = 2 ton (seperti diperlihatkan Gambar 2.4), apabila gaya P1 bekerja ke arah atas
dan P2 bekerja ke arah kanan tentukan besarnya gaya Resultan dan arahnya.

Penyelesaian:

R = √ P12 + P22 = √ 1,752 + 22

R = 2,66 ton (arah ke kanan atas)

Untuk 2 buah gaya yang bekerja membentuk sudut dengan bidang datar
maka penggabungan dari kedua gaya tersebut dilakukan dengan melukiskan jajaran
genjang dan resultan gaya tersebut adalah diagonal dari jajaran genjang tersebut
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5 berikut.

Gaya P1 diproyeksikan ke sumbu x dan sumbu y menjadi P1x dan P1y dan
gaya P2 diproyeksikan ke sumbu x dan sumbu y menjadi P2x dan P2y sehingga:

P1x = P1 cos α dan P1y = P1 sin α

P2x = P2 cos α dan P2y = P2 sin α

- 10 -
Y Px R

P1y Py

P2y

P1x P2x X

Gambar 2.5 Resultan Gaya dengan membentuk sudut

Sehingga:

Px = P1x + P2x dan P1y + P2y

Resiltan Gaya tersebut menjadi:

R = √ Px2 + Py2 ……………………………………………………………..(2.2)

Di mana:

R = Resultan gaya

Px = Jumlah gaya arah sumbu x

Py = Jumlah gaya arah sumbu Y

Besar sudut Resultan gaya terhadap bidang datar X menjadi:

Tgα = Py / Px ………………………………………………………….…..(2.3)

- 11 -
Di mana:

tgα =tangen sudut α

PX = jumlah gaya arah sumbu X

PY = jumlah gaya arah sumbu Y

Contoh 2.3

Pada sebuah benda bekerja dua buah gaya yaitu gaya P 1 = 1,75 ton yang
membentuk sudut 600 dengan bidang datar sumbu X dan gaya P2 = 2 ton yang
membentuk sudut 150 dengan bidang datar sumbu X. Tentukan besar Resultan
gaya sudut Resultan terhadap bidang datar sumbu X.

Penyelesaian:

P1x = P1 cos α = 1,75 cos 600 = 0,875 ton

P1y = P1 sin α = 1,75 sin 600 = 1,5155 ton

P2x = P2 cos α = 2 cos 150 = 1,932 ton

P2y = P2 sin α = 2 sin 150 = 0,5176 ton

Sehingga:

PX = P1x + P2x = 0,875 + 1,932 = 2,807 ton

PY = P1y + P2y = 1,5155 + 0,5176 = 2,0331 ton

Resultan gaya tersebut menjadi:

- 12 -
R = √ PX2 + PY2

R = √2,8072 + 2,03312

R = 3,466 ton

Besar sudut Resultan Gaya terhadap bidang datar X menjadi:

tgα = PY / PX

tgα = 2,0331 / 2,807 = 0,7243

Sehingga: α = 35,910

2.2.2 Momen

Momen terjadi apabila gaya bekerja mempunyai jarak tertentu dari titik
yang akan menahan momen tersebut dan besarnya momen tersebut adalah besarnya
gaya dikalikan dengan jaraknya.

Satuan untuk momen adalah satuan berat jarak (tm, kgm, kgcm. dsb.)

A B

M P’

Gambar 2.6 Gaya dan Momen

Dari Gambar 2.6 dapat dijelaskan bahwa apabila gaya sebesar P dikerjakan
di titik B akan timbul momen di titik A sebesar:

- 13 -
MA = P . L (+) ……………………………………………………………(2.4)

MB = 0 ………………………………………………………….…….…(2.5)

Momen dititik A bertanda positif karena arah putaran gaya P terhadap titik A
berputar searah dengan arah jarum jam. Momen pada titik B adalah 0 sebab tidak ada
jarak antara posisi gaya P dengan titik B.

Pada kondisi lain apabila gaya sebesar P’ dikerjakan di titik B maka akan timbul
momen di titik A sebesar:

MA = P . L (-) ………………………………………………………..…..(2.6)

MB = 0 …………………………………………………….…………….(2.7)

Momen di titik A bertanda negative karean arah putaran gaya P’ terhadap titik
A berputar berlawanan arah dengan jarum jam. Momen pada titik B adalah nol sebab
tidak ada jarak antara posisi gaya dengan titik B.

Pada pekerjaan sehari-hari seringkali dijumpai suatu gaya kecil dapat


menghasilkan suatu gerak yang besar, contoh:
1. Gaya yang diperlukan untuk mencabut paku dengan sebuah palu kakutua, seperti
Gambar 2.10a, sebesar L;
2. Gaya yang diperlukan untuk mengungkit suatu barang dengan menggunakan
linggis, seperti Gambar 2.10b, sebesar K.

Gambar 2.7 Momen

- 14 -
Bagian ini memperkenalkan pengertian Momen yang ditimbulkan oleh sebuah
gaya terhadap suatu titik, yaitu hasil kali gaya tersebut dengan jarak antara garis kerja
gaya itu terhadap titik itu, yang disingkat M, dihitung sebesar 50 kN x 40 cm =
2000 kN.cm.
Momen tersebut dimanfaatkan untuk mencabut “Gaya Paku”, sebesar F x 5
cm. Sehingga 5 x F = 2000, atau F = 400 kN.
Selanjutnya apakah perbedaan kedua contoh di atas? Kiranya cukup menarik
untuk diperhatikan bahwa contoh pertama mengakibatkan suatu putaran “lawan
jarum, jam” sedangkan contoh kedua mengakibatkan suatu putaran “searah jarum
jam”. Dengan demikian untuk membedakan arah momen lazimnya disepakati suatu
perjanjian di bawah ini.
Momen bernilai positif apabila mengakibatkan putaran searah jarum, dan
sebaliknya bernilai negaitif apabila mengakibatkan putaran lawan jarum jam.
Dengan demikian momen di atas akan bernilai MA = - 2000 kN.cm dan MC = + 50
kN.m
Apabila pada contoh di atas gaya 50 kN tidak mampu mengangkat barang
yang berat, maka diperlukan tambahan gaya untuk mengangkat barang berat seperti
dilukiskan pada Gambar 2.8. Bagaimana menghitung resultannya?

Gambar 2.8 Jumlah Momen

- 15 -
Segera dapat dihitung Mc = + 112,5 kN.m. Cobalah sendiri!
Di sini dapat disimpulkan bahwa Resultan momen dari beberapa gaya terhadap suatu
titik sama dengan jumlah Aljabar dari momen setiap gaya terhadap titik tersebut.
Sehubungan dengan pengertian resultan momen ini kiranya penting
mempelajari teori Varignon.
Teori tersebut berbunyi :
"Momen sebuah gaya terhadap sebuah titik sama dengan jumlah momen dari
komponen-komponen gaya tersebut terhadap titik itu".
Untuk membuktikan teori ini, dapat digambarkan suatu gaya R merupakan
resultan gaya, P dan Q yang bekerja pada titik A, seperti Gambar. 2.9.

Gamabr 2.9 Teori Varignon.

Titik 0 adalah suatu titik pusat momen yang dipilih. Tariklah gaya A0,
dan proyeksikan gaya momen p, q, r dari ketiga gaya tersebut lanjutnya, tariklah
tangan-tangan sudut-sudut  , , seperti pada gambar.

- 16 -
Selama gaya-gaya P dan Q merupakan sisi jajaran genjang dipahami bahwa ac = bd,
dan terbukti pula
ad = ab + bd = ab + ac
atau
R sin  = P sin  + Q Sin 
Kalikan persamaan ini dengan jarak A0, dan masukkan nilai p, q dan r ke dalam
persamaan tersebut, maka akan diperoleh :
R.A0 sin  = P.A0 sin  + Q-AO sin 
R.r = P.p + Q.q
yang membuktikan pernyataan teori Varignon.

2.3. Penutup
Dalam pelajaran mekanika, muatan/beban disimbolkan oleh gaya yang
digambarkan berupa anak panah. Gaya mempunyai besaran, arah, dan titik tangkap.
Beberapa buah gaya dapat diwakili oleh satu gaya yang disebut resultan, demikian
pula bila satu gaya dapat diurai menjadi dua atau lebih gaya yang disebut komponen
gaya.Untuk mempelajari gaya yang bekerja pada suatu konstruksi maka perlu pula
diketahui macam-macam komposisi/susunan gaya.
Momen adalah gaya dikalikan jarak siku-siku terhadap sebuah titik yang
ditinjau. Momen sebuah gaya terhadap sebuah titik sama dengan jumlah momen dari
komponen-komponen gaya tersebut terhadap titik itu.

- 17 -
Soal-soal
1. Jelaskan tentang Mekanika Rekayasa!
2. Jelaskan yang dimaksud dengan Gaya!
3. Apa yang dimaksud dengan Resultan Gaya?
4. Apa yang dimaksud dengan Momen?
5. Carilah resultan dari komposisi gaya-gaya, seperti Pada gambar dengan cara
grafik dan cara analisis.

- 18 -
SESI / PERKULIAHAN KE : 4 - 5

TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menghitung gaya-
gaya luar, reaksi perletakan dengan cara grafis maupun cara analitis.

Pokok Bahasan : Gaya-gaya luar

Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini Anda akan mempelajari tentang


pengertian gaya luar, muatan dan perletakan. Menerapkan gaya-gaya yang
bekerja pada suatu konstruksi statis tertentu, meninjau keseimbangan statik dan
menghitung reaksi perletakan.

I. Bahan Bacaan:
1. Bahan ajar yang telah disusun oleh dosen yang bersangkutan.
2. PEDC, 1983, Statika 1, PEDC - Bandung.
3. Sidharta S. Kamarwan, 1995, Statika, Universitas Indonesia, Jakarta
4. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 1, Kanisius, Yogyakarta.
5. Wesli, 2010, Mekanika Rekayasa, Graha Ilmu, Yogyakarta

II. Bacaan Tambahan:


1. PEDC, 1983, Statika 2, PEDC - Bandung
2. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 2, Kanisius, Yogyakarta.
3. Hadi Y. CE, 1986, Ilmu Gaya Terpakai, Science Cipta Series,
Jakarta.

III. Pertanyaan Kunci


Ketika Anda membaca bahan ajar berikut, gunakan pertanyaan-
pertanyan berikut ini untuk memandu Anda:
1. Berapa jenis muatan atau beban sebagai gaya luar?
2. Berapa jenis perletakan ?
3. Bagaimana menghitung reaksi perletakan dengan cara grafis?
4. Bagaimana menghitung reaksi perletakan dengan cara analitis?

IV. Tugas:
Menghitung reaksi perletakan pada konstruksi statis tertentu dengan
cara grafis dan cara analitis.

- 19 -
BAB III
GAYA-GAYA LUAR

3.1 Pendahuluan

Di dalam buku ini Muatan yang dimaksud akan diselenggarakan dan


digambarkan sebagai Gaya-khayal seperti yang telah dibahas pada Bab 1: yakni
Muatan Statika. Berbagai macam muatan tergantung pada perencanaan, bahan dan
tempat suatu bangunan akan didirikan. Ada pula suatu kondisi muatan pada. suatu
konstruksi dapat berubah dari waktu ke waktu, bahkan dapat berubah dengan cepat
sekali atau sebaliknya.
Muatan yang membebani suatu konstruksi akan dirambatkan oleh konstruksi
ke dalam tanah melalui pondasi. Gaya-gaya dari tanah yang memberikan perlawanan
terhadap gaya rambat tersebut disebut Reaksi.Muatan dan Reaksi yang menciptakan
kestabilan konstruksi disebut Gaya Luar.
Setelah anda mengikuti perkuliahan bab ini diharapkan anda mampu
menghitung gaya-gaya luar, reaksi perletakan dengan cara grafis maupun cara analitis
pada konstruksi statis tertentu.

3.2. Penyajian

Berikut ini akan dibahas Pengertian Gaya Luar yang meliputi Muatan dan Reaksi.

3.2.1 Muatan

Banyak contoh dapat dikemukakan antara lain : Berat Kendaraan, Kekuatan


Angin, Daya Air dan Berat Air. Muatan-muatan tersebut bagi bangunan-bangunan di
Indonesia dapat dicari pada Peraturan Muatan Indonesia 1970 NI-18.
Kiranya penting dikemukakan bahwa muatan tersebut mempunyai besaran,
arah dan garis kerja, misalnya :

- 20 -
- Angin, bekerja tegak lurus bidang yang menentangnya, dan diperhitungkan
misalnya 40 kN/m2, arahnya umumnya mendatar.
- Berat kendaraan, merupakan muatan titik yang mempunyai arah gaya tegak lurus
bidang singgung roda. dan terpusat pada gandar roda, dengan besaran misalnya 5
tN.
- Daya Air, bekerja tegak lurus dinding di mana ada air, besarnya daya air dihitung
secara hidrostatis, makin dalam makin besar dayanya.

Gambar 3.1. Muatan

Berdasarkan pengertian tersebut muatan-muatan dapat dibedakan atas


beberapa kelompok menurut cara kerjanya.

Gambar 3.2a Muatan

- 21 -
a). Ada muatan yang bekerjanya sementara dan ada pula yang terus menerus
(permanen). Muatan yang dimaksud adalah:
a.1). Muatan mati, yaitu muatan tetap pada konstruksi yang tidak dapat
dipindahkan atau tidak habis, misalnya:
- Berat sendiri konstruksi beton misalnya 2200 kN/m2, dan
- Berat tegel pada pelat lantai misalnya 72 kN/m2;
a.2). Muatan hidup, yaitu muatan sementara pada konstruksi yang dapat
berpindah-pindah, misalnya :
b). Ada muatan yang garis kerjanya dianggap satu titik, ada yang tersebar.
Muatan yang dimaksud adalah:
b.1). Muatan titik atau Muatan terpusat, yaitu muatan yang garis kerjanya
dianggap bekerja melalui satu titik, misalnya :
b.2). Muatan terbagi, yaitu muatan yang bekerja pada bidang, misalnya :
- Desak angin 40 kN/m2.
- Tekanan air pada dinding.
Muatan terbagi ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Muatan terbagi rata, yaitu muatan terbagi yang dianggap sama
pada setiap satuan luas, misalnya :
- Muatan sekelompok orang di dalam suatu ruang
dinyatakan sebagai p = 300 kN/m2.
- Muatan tegel dinyatakan q = 150 kN/m2.
 Muatan terbagi tidak rata teratur, yaitu muatan terbagi yang tidak
sama berat untuk setiap satuan luas, misalnya :
- Tekanan hidrostatik air pada dinding, lihat Gambar 3.2b. Bila
berat jenis air, maka tekanan pada kedalaman H dihitung
setiap satuan lebar dinding menjadi :
PH = c.H kN/m2
Dengan demikian resultan desakan air pada dinding sebesar :

- 22 -
P = 1/2. PH. H kN
P = 1/2.c.H2 kN
Yang menangkap Pada suatu garis kerja 2/3 H dari permukaan air. Muatan
ini berbentuk muatan-muatan di atas terdapat pula Muatan Terbagi Tidak
Rata. Carilah contoh muatan demikian!

Gambar 3.2b. Muatan Hidrostatik

2. Muatan Momen, yaitu muatan momen akibat dari muatan titik pada konstruksi
sandaran seperti pada Gambar 3.2c. Gaya horizontal pada sandaran
menyebabkan momen pada balok.

Gambar 3.2c. Momen

- 23 -
3.2.2 . Perletakan
Suatu konstruksi direncanakan untuk suatu keperluan tertentu. Tugas utama
suatu konstruksi adalah mengumpulkan gaya akibat muatan yang bekerja padanya
dan meneruskannya ke bumi. Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik maka
konstruksi harus berdiri dengan kokoh.
Pertama yang harus dipertimbangkan adalah stabilitas konstruksi. Suatu
konstruksi akan stabil bila konstruksi diletakkan di atas Pondasi yang baik, pondasi
ini akan melawan gaya aksi yang diakibatkan oleh muatan yang diteruskan oleh
konstruksi kepada pondasi. Gaya lawan yang timbul pada pondasi disebut Reaksi.
Dalam buku ini yang dimaksud digambarkan sebagai Perletakan. Untuk
menjamin stabilitas suatu konstruksi harus dipenuhi syarat Aksi sama dengan
Reaksi. Reaksi sebagai gaya yang bekerja pada pondasi dapat berupa momen atau
gaya, ataupun kombinasi momen dan gaya.
Oleh karena muatan umumnya bersifat nonkonkuren koplanar, maka gaya
reaksi yang mengimbangi juga bersifat nonkonkuren koplanar. Karena itu perlu
diciptakan tiga jenis perletakan, yaitu perletakan yang dapat menahan momen, gaya
vertikal dan gaya horizontal.
Berikut ini diuraikan tiga jenis perletakan yang merupakan jenis perletakan
yang umum digunakan. Pada bab-bab selanjutnya kiranya sangat perlu memahami
arti reaksi yang dapat disumbangkan oleh bermacam-macam perletakan.

A. Perletakan Sendi

Perletakan demikian terdiri dari poros dan lubang sendi. Pada perletakan
demikian dianggap sendirinya licin sempurna, sehingga gaya singgung antara poros
dan sendi tetap normal terhadap bidang singgung, dan karenanya arah gaya ini akan
melalui pusat poros, (Liha Gambar 3.4).
Dengan demikian Reaksi apa yang dapat disumbangkan oleh perletakan ini?
Andaikan suatu perletakan sendi A diletakkan pada alasnya mendatar, dan
andaikan RA adalah reaksi yang menahan muatan padanya.

- 24 -
Garis kerja reaksi ini akan melalui pusat poros dan titik sentuh bidang
singgung. Dengan demikian dari reaksi ini hanya dapat diketahui titik tangkap reaksi
RA saja, adapun besar dan arah reaksi tidak diketahui, tergantung pada gaya yang
mempengaruhinya.
Kedua elemen reaksi ini dapat digambarkan melalui komponen V A dan HA,
sebagai notasi dari Reaksi Vertikal dan Reaksi Horizontal diperletakan A. Perletakan
demikian digambarkan dengan tanda A seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Perletakan Sendi

B. Perletakan Geser
Seperti halnya dengan perletakan sendi maka titik tangkap reaksi perletakan
geser juga akan selalu melalui pusat porosnya. Apabila poros ini licin sempurna maka
poros ini hanya dapat meneruskan gaya yang tegak lurus bidang singgung di mana
poros ini diletakkan. Jadi suatu perletakan geser akan menyumbangkan satu gaya
reaksi yang tegak lurus bidang pada mana poros itu diletakkan, dan garis kerja gaya
reaksi akan melalui pusat porosnya, (Lihat Gambar 3.5).

- 25 -
Gambar 3.5 Perletakan Geser

Dengan demikian jelaslah bahwa pada perletakan geser gaya reaksinya


menangkap pada titik tertentu dan mempunyai arah tegak lurus perletakan, akan
tetapi besarnya reaksi masih belum diketahui, seperti Gambar 3.5.
Andaikan perletakan demikian diletakkan dengan alas mendatar dan
kemudian diletakkan pada salib sumbu X-Y melalui pusat poros, dan apabila
kemudian ada gaya bekerja pada konstruksi, maka akan hanya ada satu reaksi
Vertikal yang dapat disumbangkan oleh perletakan ini, sedangkan reaksi Horizontal
H = 0. Perletakan demikian digambarkan sebagai .

C. Perletakan Pendel
Ada pula perletakan Tiang (Link Support) seperti Gambar 3.6, yang
mempunyai sifat sama dengan perletakan geser, yaitu suatu perletakan yang titik
tangkap dan garis kerjanya diketahui. Dengan pengertian yang sama dengan uraian di
atas, perletakan tiang dapat meneruskan gaya melalui sumbu tiang yang bekerja
melalui pusat kedua poros pada kedua ujungnya. Karenanya suatu perletakan tiang
hanya dapat memberikan satu reaksi yang menangkap pada titik tertentu, dan yang

- 26 -
mempunyai satu arah tertentu pula. Perletakan demikian sering disebut: Pendel. (lihat
Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Perletakan Pendel (Link Support).

D. Perletakan Jepit
Suatu jenis perletakan yang lain adalah Perletakan Jepit, seperti Gambar 3.7.
Perletakan semacam ini seolah-olah dibuat dari balok yang ditanamkan pada
perletakannya, demikian sehingga mampu menahan gaya-gaya maupun momen dan
bahkan dapat menahan torsi.
Perletakan semacam ini dapat memberikan reaksi mendatar, tegak, momen
dan torsi, tetapi besarnya tidak diketahui. Dengan demikian pada perletakan Jepit ini
hanya diketahui titik tangkap reaksi saja, yaitu di perletakan Jepitnya. Perletakan
demikian dinyatakan sebagaimana tampak pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Perletakan Jepit.

- 27 -
Dari uraian tersebut dapat dimengerti bahwa Konstruksi merupakan suatu
elemen bangunan (free body) yang menahan keseimbangan antara Muatan (Aksi) dan
Reaksi. Gaya-gaya muatan, sebagai aksi dan reaksi ini bekerja di luar konstruksi.
Oleh karena itu muatan dan reaksi disebut Gaya Luar.

3.2.3 Keseimbangan Statik


Salah satu konstruksi yang lazim dibahas berupa suatu balok sederhana, yang
dimuati oleh sesusun muatan,-seperti Gambar 3.8a. Pada konstruksi demikian
biasanya muatannya diketahui, sedangkan reaksinya yang harus, dicari.

Gambar 3.8a. Muatan, Kontruksi dan Reaksi

Gambar 3.8b. Struktur Sederhana


Konstruksi tersebut dapat digambarkan sebagai suatu benda Free body, yang
dibebani Gaya-gaya Nonkonkuren Koplanar. Sistem gaya-gaya disini terdiri dari

- 28 -
sejumlah gaya muatan yang diketahui dan juga gaya reaksi yang tidak diketahui
besaran-besarannya.
Konstruksi ini akan stabil bila sistem gaya yang bekerja padanya dalam
keadaan seimbang. Sistem gaya-gaya yang Nonkonkuren Koplanar ini akan seimbang
bila memenuhi syarat Keseimbangan Statik, yakni: X = 0, Y = 0, dan M = 0.
Ketiga persamaan syarat keseimbangan statik di atas disebut: Persamaan Statik
Tertentu. Pada Gambar 3.8 dapat dilihat gaya reaksi yang dicari, yakni V A, HA dan
VB. Secara matematika ketiga reaksi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
ketiga persamaan statik tertentu di atas.
Untuk menyelesaikan soal tersebut (lihat Gambar 3.8b) dapat ditempuh cara
matematika berikut ini. Uraikan gaya-gaya ke dalam salib sumbu XY sehingga
didapat :
Gaya P menjadi Px = P cos 
Py = P sin 
Gaya q menjadi qx = 0
qy = q
Reaksi-reaksi VA, HA dan VB yang sudah diproyeksikan pada salib sumbu
tersebut.
Dengan Persamaan Statik Tertentu tersebut dapat dicari ketiga gaya reaksi,
yaitu :
X = 0, berarti HA – P Cos  = 0
Y = 0, berarti VA – VB – q.b - P sin  = 0
M = 0, harus dicari dari salah satu persamaan momen terhadap A atau B,
sehingga didapat :
MB = 0, berarti VA . ℓ - q.b (c + d +1/2b) – P sin  . d = 0
MA = 0 berarti VB + p sin  (a + b + c) + q.b (a+1/2b) = 0
Dengan ketiga persamaan tersebut, HA, VA dan VB dapat dicari.

- 29 -
Beberapa Kasus

Carilah reaksi-reaksi perletakan dari berbagai konstruksi pada kasus di bawah


ini.
Kasus 1. KantiIever

Suatu kantilever yang dibebani muatan terpusat P, seperti pada Gambar 3.9.
Carilah reaksinya.

Gambar 3.9. Kantilever dengan Beban Terpusat.

Pada konstruksi demikian, gaya reaksi hanya terdapat pada perletakan Jepit B
berupa reaksi vertikal VB dan momen jepit MB.
Dengan persamaan statik tertentu dapat dicari:
X = 0 : HB = 0
Y = 0 : VB – P = 0 VB= P

MB = 0 : - P. ℓ + MB = 0 MB = P. ℓ

- 30 -
Kasus 2. Kantilever
Suatu kantilever yang dibebani muatan terbagi rata, seperti Gambar 3.10.
dengan menggunakan hasil hitungan di atas dapat diselesaikan sebagai berikut :

Gambar 3.10. Kantilever dengan Beban terbagi Rata

Bila pada suatu titik X, sejauh x dari A terdapat elemen q.dx, maka dengan
menggunakan integrasi untuk seluruh muatan didapat :
a a

∫ q.dx = q.dx = q. x ∫ = q.a


VB = o o

a a

∫ q . dx ( ℓ − x )= q ( ℓx − 1/2 x 2 )∫
MB = o o

= q.a ( ℓ − 1/2 a )
Bila a = ℓ VB = q. ℓ dan M0B = ½ q. ℓ 2
Bila a = 1/2 ℓ VB = ½ q. ℓ dan M0B = 3/8 q. ℓ 2

Kasus 3. Kantilever
Suatu kantilever Gambar 3.12, dibebani muatan momen M1 dan M2.
Carilah reaksi-reaksinya!

Gambar 3.11. Kantilever dengan Beban Momen

- 31 -
Penyelesaian :
Dapat disimpulkan bahwa besarnya Reaksi Perletakan akibat muatan Momen
tidak tergantung pada titik tangkap Momen pada konstruksi.

Kasus 4. Kantilever
Suatu Kantilever dibebani muatan segi tiga seperti pada Gambar 3.13. Carilah
reaksi-reaksinya.

Gambar 3.12. Kantilever dengan Beban Terbagi Rata Segi Tiga

Penyelesaian :
X = 0 : HA = 0
Y = 0 : VA = ½ qb
MA= 0 : M0A = ½ qb (a + 2/3b)

Berapa besar reaksi bila a = 0?


Bila a = 0, berarti b = ℓ , sehingga reaksi-reaksi menjadi :
HA = 0
VA = ½ qℓ
M0A = ½ q ℓ 2

Hitunglah Reaksi-reaksi bila perletakan Jepitnya di B, sedang ujung A bebas!

- 32 -
Kasus 5. Kantilever
Carilah reaksi perletakan dari konstruksi yang dibebani muatan seperti pada
Gambar 3.13.

Gambar 3.13. Kantilever dengan Beban Terbagi Rata Horizontal

Penyelesaian :
Muatan merata terbagi q dapat diganti dengan Q = q.a yang menangkap di
tengah AB. Akibat gaya ini menimbulkan reaksi :

X = 0 :  HC = q.a
Y = 0 :  VC = 0
M0C= 0 :  M0C = ½ qa2

Kasus 7. Balok Sederhana


Balok diletakkan atas dua tumpuan A dan B dibebani muatan titik P seperti
pada Gambar 3.15. Carilah reaksinya.

Gambar 3.15. Balok Sederhana dengan Beban Terpusat

- 33 -
Penyelesaian:
Pada konstruksi demikian reaksi-reaksi terdapat perletakan A berupa reaksi
vertikal VA dan horizontal HA, dan reaksi perletakan B berupa rekasi vertikal VB.
Selanjutnya AB dianggap sebagai Free body akan seimbang bila :
H = 0, HA = 0
V = 0, VA + VB - P = 0

MA = 0, P.a – VB. ℓ = 0


a
P
Dari persamaan terakhir dapat dihitung VB = ℓ
b
P
masukkan nilai VB ke dalam persamaan (7.2) akan didapat : VA = ℓ
Setelah memperhatikan penyelesaian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Semua gaya horizontal akan ditahan hanya oleh perletakan sendi saja.
2. Reaksi-reaksi vertikal didapat dengan menggunakan persamaan momen
salah satu titik perletakan, misalnya :
MA = 0, akan menghasilkan persamaan :

- VB ℓ + P.a = P, dan
a
P
menghasilkan : VB = ℓ
MB = 0, dengan cara yang sama menghasilkan :
a
P
VA = ℓ
Kasus 8. Balok Sederhana

Carilah reaksi-reaksi perletakan balok AB yang dibebani muatan seperti pada


Gambar 3.16.

- 34 -
Gambar 3.16. Balok Sederhana dengan Beban-beban Terpusat

Penyelesaian :
Pertama gaya-gaya diuraikan di dalam salib sumbu XY, sehingga
P1 menjadi X1 dan Y1
P2 menjadi X2 dan Y2
Dengan cara yang sama seperti kasus 7 menghasilkan :
H = 0 :  HA = X1 + X2
b+ c c
Y1 + . Y2
MB = 0 :  VA = ℓ ℓ
a a+ b
Y1 + . Y2
MA = 0 :  VB = ℓ ℓ

Kasus 9. Balok Sederhana


Carilah reaksi-reaksi perletakan balok AB yang dibebani muatan seperti
pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17. Balok Sederhana dengan Muatan Terbagi Rata


Penyelesaian :
Suatu elemen kecil q.dx pada jarak x dari A mengakibatkan

- 35 -
x
. q.dx
d.VB = ℓ
a+b a+b
x q
∫ xdx = 2ℓq . x 2∫a
a+b
∫ ℓ
. q.dx =

sehingga : VB = a a

2a + b
. q.b
Kalau dihitung akan mendapatkan VB = ℓ
2a + b
. q.b
Dengan cara yang sama didapatkan VB = 2ℓ

Bila a = 0, c = 0, b = ℓ , maka balok dibebani muatan penuh terbagi rata, maka


1
qℓ
reaksinya = VA = VB = 2

Kasus 10. Balok Sederhaan


Suatu konstruksi sederhana AC dengan pinggul pada BC, seperti Gambar
3.18, dibebani muatan P pada ujungnya. Carilah reaksinya!

Gambar 3.18. Balok Sederhana dengan Pinggul Dibebani Muatan Terpusat

Penyelesaian :

- 36 -
Dengan menggunakan persamaan momen pada salah satu tumpuan akan dapat
dihitung besarnya reaksi, yaitu :
e
.P
VA = ℓ (arah ke bawah)
ℓ+e
+ .P
VB = ℓ

Kasus 11. Balok Sederhana


Suatu balok sederhana atas dua tumpuan dengan pinggul dibebani muatan q
seperti Gambar 3.19. Carilah reaksinya bila b > e.

Gambar 3.20. Balok Sederhana dengan Pinggul Dibebani Muatan Terbagi Rata
Dengan cara hitungan matematika seperti Kasus 9, menghasilkan :
( b2 − e2 )
.q
VA = 2ℓ

( ℓ + e 2 ) − a2
.q
VB = 2ℓ
Bagaimana reaksinya bila b = 0. dan bagaimana reaksinya bila sebuah balok
AC dibebani muatan terbagi rata?

Kasus 12. Balok Sederhana


Carilah reaksi-reaksi perletakan balok sederhana yang dibebani muatan
momen, Gambar 3.20.

- 37 -
Gambar 3.20. Balok Sederhana dengan Momen

Penyelesaian :
MA = 0 - M – VB . ℓ = 0
M
VB = - ℓ
MB = 0 - M – VA . ℓ = 0
M
VA = - ℓ
Tanda negatif pada hitungan di atas, berarti arah pada gambar terbalik.

Kasus 13. Balok Sederhana dengan Pinggul

Gambar 3.21. Balok Sederhana dengan Pinggul Dibebani Momen

Penyelesaian :
Dengan cara yang sama dapat hitung :
M
VA = ℓ
M
VB = ℓ

- 38 -
Dari kasus 12 dan 13 di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Reaksi pada tumpuan akibat muatan momen akan berupa momen kopel;
2. Besarnya reaksi tidak tergantung dari letak momen.

3.3 Penutup
Muatan dan reaksi yang menciptakan kestabilan konstruksi disebut Gaya
Luar.
Dalam pengertian muatan, dikenal muatan-muatan seperti; muatan mati,
muatan hidup. Ada pula muatan titik atau muatan terpusat, muatan terbagi.
Disamping itu dikenal juga yang namanya muatan momen, muatan puntir, serta
muatan langsung dan muatan tidak langsung.
Muatan atau gaya yang bekerja pada suatu konstruksi akan dilawan oleh yang
namanya reaksi. Reaksi ini berupa gaya yang bekerja berdasarkan sifat perletakan.
Disini kita kenal beberapa perletakan yaitu; perletakan rol, sendi, pendel, dan
perletakan jepit.
Konstruksi akan stabil bila sistem gaya yang bekerja padanya dalam keadaan
seimbang,yaitu bila memenuhi syarat keseimbangan statik, yakni: ∑X = 0, ∑Y = 0,
dan ∑M = 0. ketiga persamaan ini disebut Persamaan Statis Tertentu.

Tugas:
Menghitung reaksi perletakan untuk kantilever dan balok sederhana

- 39 -
SESI / PERKULIAHAN KE : 6 - 9

TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menghitung gaya-
gaya dalam dan menggambar diagram gaya-dalam bidang momen, lintang
dan normal.

Pokok Bahasan : Gaya-dalam

Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini Anda akan mempelajari pengertian gaya-
dalam, cara menurunkan persamaan gaya-dalam dan menggambarkan diagram
gaya dalam momen, lintang dan normal pada suatu konstruksi statis tertentu.

I. Bahan Bacaan:
1. Bahan ajar yang telah disusun oleh dosen yang bersangkutan.
2. PEDC, 1983, Statika 1, PEDC - Bandung.
3. Sidharta S. Kamarwan, 1995, Statika, Universitas Indonesia, Jakarta
4. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 1, Kanisius, Yogyakarta.
5. Wesli, 2010, Mekanika Rekayasa, Graha Ilmu, Yogyakarta

II. Bacaan Tambahan:


1. PEDC, 1983, Statika 2, PEDC – Bandung.
2. Heinz Frick, 1978, Mekanika Teknik 2, Kanisius, Yogyakarta.
3. Hadi Y. CE, 1986, Ilmu Gaya Terpakai, Science Cipta Series, Jakarta

III. Pertanyaan Kunci


Ketika Anda membaca bahan ajar berikut, gunakan pertanyaan-
pertanyan berikut ini untuk memandu Anda:
1. Apa yang dimaksud gaya-dalam?
2. Apa perbedaan gaya-luar dan gaya-dalam?
3. Bagaimana menurunkan persamaan atau menghitung gaya-dalam
momen, lintang dan normal?
4. Bagaimana menggambar diagram gaya-dalam bidang momen,
lintang dan normal?

IV. Tugas:

- 40 -
Menghitung reaksi perletakan, menurunkan persamaan atau
menghitung gaya-dalam, dan menggambar diagram gaya-dalam bidang
momen. Lintang dan normal.

- 41 -
BAB IV
GAYA-DALAM

4.1 Pendahuluan

Pada Bab 3 telah dibahas masalah keseimbangan gaya-luar, yaitu


keseimbangan Muatan dan Reaksi pada konstruksi. Telah pula disebut bahwa suatu
konstruksi dibuat untuk suatu tujuan tertentu, oleh karena itu konstruksi harus stabil.
Dalam merencanakan suatu konstruksi yang stabil harus diperhitungkan syarat
keseimbangan luar tersebut, yakni AKSI = REAKSI.
Dalam hal konstruksi mencapai keseimbangan ini, maka konstruksi dianggap
sebagai Free Body yang menahan keseimbangan gaya-gaya luar. Timbullah
pertanyaan : Bagaimana suatu muatan pada konstruksi dapat menimbulkan reaksi?
Bila suatu konstruksi bebas dari muatan, maka konstruksi tersebut akan bebas
pula dari reaksi perletakan. Bilamana kemudian suatu konstruksi dibebani muatan,
maka perletakan segera memberi reaksi demikian sehingga keseimbangan tercapai.
Kiranya dapat diterima bahwa tidak ada pengantar (media) lain kecuali
kontruksi itu sendiri yang merambatkan gaya dari muatan sampai kepada perletakan.
Gaya-rambat ini diimbangi oleh gaya yang berasal dari kekuatan bahan konstruksi,
berupa gaya-lawan dari konstruksi, yang selanjutnya disebut gaya – dalam. Gaya-
rambat dan Gaya–dalam yang seimbang inilah yang dimaksudkan sebagai Arrested
Forces dalam pendahuluan buku ini. Mekanika Teknik dimaksudkan untuk
mempelajari tingkah laku konstruksi yang menahan muatan-muatan yang
direncanakan demikian sehingga Gaya-dalam harus menjamin stabilitas konstruksi
tersebut, dan karenanya harus pula menjamin keseimbangan dengan Gaya luar.
Analisis hitungan Gaya-dalam seperti halnya dengan Gaya – luar didasarkan
atas azas-azas gaya seperti pada Bab I. Urutan hitungan ini dapat diuraikan secara
singkat sebagai berikut :

- 42 -
1. Menetapkan dan menyederhanakan konstruksi menjadi suatu sistem yang
memenuhi syarat yang dimintakan.
2. Menetapkan muatan yang bekerja pada konstruksi ini.
3. Menghitung keseimbangan luar.
4. Menghitung keseimbangan dalam.
5. Memeriksa kembali semua hitungan.
Dari uraian yang lalu dapat diciptakan berbagai konstruksi. Dan dengan ini
banyak konstruksi dapat dikembangkan.
Konstruksi-konstruksi demikian seringkali terdiri dari konstruksi yang lebih
sederhana. Pembahasan berikut akan dibatasi oleh suatu konstruksi, sederhana, statik
tertentu dan koplanar, yakni suatu konstruksi yang :
1. Sumbunya berimpit dengan titik berat tampang-tampangnya dan merupakan
garis lurus atau suatu lengkung.
2. Sumbu konstruksi, muatan dan reaksi terletak pada satu bidang.
3. Untuk sementara dianggap sangat kaku.
Dengan syarat demikian konstruksi yang dibahas akan digambarkan, sebagai
suatu garis sesuai dengan sumbu konstruksi, yang selanjutnya disebut : Struktur.
Setelah mengikuti perkuliahan ini anda akan dapat menghitung dan
menggambarka gaya-gaya dalam bidang momen, lintang, dan normal.

- 43 -
4.2 Penyajian

4.2.1 Pengertian Gaya–Dalam


Misalkan ada sebuah balok dijepit salah satu ujungnya dan dibebani oleh gaya
P seperti pada Gambar 4.1, maka dapat diduga bahwa di dalam konstruksi tersebut
timbul gaya – dalam.

Gaya – dalam macam apakah yang


terjadi? Bagaimana arah dan garis
kerjanya?
Apabila konstruksi dalam keadaan
seimbang, maka pada suatu titik X
sejauh x dari B akan timbul gaya-dalam
yang mengimbangi P.
Gambar 4.1. Gaya-Dalam Normal.

Gaya–dalam yang mengimbangi gaya aksi ini tentunya bekerja sepanjang


sumbu batang sama besar dan mengarah berlawanan dengan gaya aksi ini. Gaya-
dalam ini disebut : Gaya normal, disingkat N. Bila gaya aksi berbalik arah, maka
berbalik pula arah Gaya normalnya. Nilai gaya normal di titik X ini dinyatakan
sebagai N.
Apa pula yang terjadi bila gaya aksi P
bekerja tegak lurus sumbu balok,
seperti, Gambar 4.2. Selidikilah gaya –
dalam di titik X sejauh x dari B yang
mengimbangi gaya aksi P.

Gambar 4.2 Gaya-gaya Dalam

- 44 -
Gambar 4.2b, menggambarkan gaya, P yang merambat sampai titik X dan
menimbulkan gaya sebesar P' dan M'.
Apabila struktur dalam keadaan seimbang maka, tiap-tiap bagian dari padanya
harus pula dalam keadaan seimbang. Selanjutnya, gaya P' dan M', harus pula
diimbangi oleh suatu gaya-dalam yang sama besar dan berlawanan arah, yaitu gaya-
dalam Lx dan Mx.
Gaya tersebut merupakan sumbangan dari bagian XA yang mengimbangi
gaya P’ dan M'.
Gaya - dalam yang tegak lurus sumbu ini disebut Gaya – lintang, di singkat
Lx, dan momen yang menahan lentur pada bagian ini disebut Momen lentur, disingkat
Mx.
Dari pembahasan di atas dapat dibedakan Gaya-gaya-dalam:
1. Yang bekerja searah sumbu balok, disebut Gaya normal (N);
2. Yang bekerja tegak lurus sumbu balok, disebut Gaya-lintang (L);
3. Yang menahan lentur sumbu balok, disebut Momen lentur (M).
Apabila balok dalam keadaan seimbang, maka tiap-tiap bagian dari balok
tersebut harus pula seimbang, dan gaya – dalam membentuk keseimbangan ini.
Dengan demikian maka Gaya-gaya-dalam pada tiap-tiap bagian dari konstruksi yang
stabil menjamin pula keseimbangan Gaya-gaya luar.
Dengan keseimbangan di atas maka besarnya gaya–dalam dapat di hitung.
Bagaimana caranya? Perhatikan komposisi gaya-gaya yang membentuk
keseimbangan ini!
Menurut pembahasan pada Bab 2 dan Bab 3, komposisi gaya-gaya yang
bekerja pada konstruksi lazimnya berupa gaya-gaya nonkonkuren koplanar. Suatu
sistem gaya-gaya Nonkonkuren Koplanar akan seimbang bila memenuhi syarat
Keseimbangan Statik.
Dengan cara matematika maka tiga gaya-dalam pada tiap-tiap tampang pada
konstruksi dapat diselesaikan dengan tiga persamaan Keseimbangan Statik, yang
selanjutnya persamaan ini disebut Persamaan Statik Tertentu.

- 45 -
Gaya-dalam bekerja pada titik berat tampang sepanjang garis struktur. Untuk
menghitung gaya-dalam ini diperlukan pengertian tanda. Menurut perjanjian tanda
yang lazim digunakan di dalam Mekanika Teknik seperti terlukis pada Gambar 4.3.
Gaya–normal diberi tanda positif apabila gaya itu cenderung menimbulkan
sifat tarik pada batang, dan diberi tanda negatif bila gaya itu cenderung
menimbulkan sifat desak atau tekan.
Gaya–lintang disebut positif apabila gaya itu cenderung menimbulkan patah
dan putaran jarum jam dan negatif, apabila gaya itu cenderung menimbulkan
kebalikannya.
Momen–lentur diberi tanda positif apabila gaya itu menyebabkan sumbu
batang cekung ke atas, dan diberi tanda negatif apabila menyebabkan sumbu batang
cekung ke bawah. Tanda-tanda ini dapat diikhtisarkan seperti Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Penentuan Tanda Gaya–Dalam

Banyak dijumpai, balok terletak horizontal, dan dengan mudah perjanjian ini
dapat digunakan. Namun seringkali dijumpai pula batang berdiri tegak, dan tanda-
tanda gaya-dalam perlu disesuaikan.

4.2.2 Analisis Struktur

Struktur yang paling sederhana yang lazim dipelajari berupa sebuah balok
sederhana. Hal ini disebabkan karena konstruksi bangunan umumnya terdiri dari
bagian-bagian berupa balok.

- 46 -
Dengan mempelajari sifat-sifat balok iri i diharapkan dapat dipelajari lebih
lanjut bentuk-bentuk konstruksi lain seperti konstruksi portal, rangka batang atau
konstruksi gabungan balok sepanjang masih dalam batas konstruksi statik tertentu.
Untuk mempelajari sifat-sifat itu, berikut ini akan diuraikan kasus-kasus
struktur yang sangat dasar.

4.2.3 Cara Menganalisis


Sebuah kantilever dibebani muatan P, 10 W dengan membentuk sudut a
terhadap AB, dan P. = 12 W pada. titik C, seperti Gambar 3.5. Tg  = 0,75. Tentukan
besarnya gaya-normal, gaya – lintang dan momen lentur di titik I dan II.

Gambar 4.4. Gaya-Dalam pada Kantilever.


Langkah 1.
Carilah keseimbangan gaya-luar!
P1 diuraikan menjadi Px = 6 tN dan Py = 8 tN. Selanjutnya carilah reaksi-
reaksinya seperti contoh pada Bab 2. Dengan cara itu dapat dihitung reaksi-
reaksinya : HB = 6 tN, VB = 20 tN, MB 96 tN.

Langkah 2.
Carilah keseimbangan gaya–dalam!

- 47 -
Apabila konstruksi stabil, gaya apakah yang terjadi pada tampang I dan
berapa besar gaya-gaya tersebut? Dengan memandang bagian AI sebagai free body
yang seimbang, tampaklah gaya-gaya – dalam yang harus mengimbangi gaya – luar.
Dengan persamaan statik tertentu dapat dihitung :
H = 0 : 6 – N1 = 0 : N1 = 6 tN
V = 0 : -8 + L1 = 0 : L1 = 8 tN
M1 = 0 : -8.1 + M1 = 0 : M1 = 8 tNm
Mengingat tanda gaya-dalam telah ditetapkan di dalam perjanjian, maka hasil
hitungan di atas perlu diperiksa. Dari pemeriksaan ini diperoleh :
N1 = 6 tN
L1 = 8 tN
M1 = 8 tNm.
Hitungan di atas didapat dengan cara memeriksa keseimbangan bagian
sebelah kiri potongan I – I. Bagaimana hitungan tersebut bila ditinjau keseimbangan
bagian sebelah kanan? Carilah sendiri! Dan cobalah pula mencari gaya-dalam
tampang II!
Nilai gaya-dalam pada potongan II – II;
NII = 6 tN
LII = 20 tN
MII = 56 tM

- 48 -
Latihan :

1. K = 400 kgN
Ditanya : a. Reaksi
b. Gaya-Dalam di D, C
dan A

2. K = 500 kgN; tg  = 4/3


Ditanya : a. Reaksi
b. Gaya-Dalam di E, D,
C, A

3. K, = 500 kgN, K2 = 600 kgN


Ditanya : a. Reaksi
b. Gaya-Dalam di 1, H,
dan III

4. P = 600 kgN
K = 1000 kgN
tg  = ¾
Ditanya : a. Reaksi
b. Gaya-Dalam di I, II,
dan III

- 49 -
4.2.4 Diagram Gaya Normal, Gaya–Lintang dan Moemen Lentur

Apabila sebuah balok sederhana dibebani muatan tetap, kiranya perlu


diselidiki Gaya–dalam apakah yang terjadi pada setiap titik pada sumbu?
Andaikan balok yang akan dipelajari berupa batang AB yang dibebani muatan
sebagai terlukis di dalam Gambar 4.5. Hitunglah gaya–dalam pada setiap titik dari
sumbu batang tersebut!
tg  = 4/3

Gambar 4.5. Diagram Gaya–Dalam

- 50 -
Langkah 1
Carilah keseimbangan Gaya - Luar.
P dapat diuraikan menjadi Px = 6 tN dan Py = 8 tN. Dengan syarat
keseimbangan dapat dicari reaksi-reaksi :
HA = 6 tN
VA = 10 tN
VB = 10 tN

Langkah 2.
Carilah keseimbangan Gaya – Dalam
Letakkan sistem ini dalam salib sumbu XY, demikian, sehingga titik A
berimpit dengan titik 0, dan sumbu batang AB berhimpit dengan absis X.
Gaya-dalam pada balok sepanjang AC, yang, dibatasi, pada 0 ¿ x ¿ 6, berlaku :
NX = - H A
LX = + VA - q.x.
MX = + VA . x - 1/2.q.x2
pada CD, atau 6 ¿ x ¿ 8, berlaku :
NX = -HA
LX = +VA – 6.q
Mx = VA. x – 6.q. (x – 3)
Selanjutnya pada bagian DB, pada batas 8 ≤ x ≤ 10, berlaku:
NX = 0
LX = -10
Mx = -10x + 100

Dengan memasukkan nilai x yang berlaku bagi masing-masing persamaan di


atas dapat dibuat daftar gaya-dalam sebagai berikut :

- 51 -
X Nx Lx Mx
0 -6 10 0
2 -6 6 16
4 -6 2 24
6 -6 -2 24
8 -6 -2 20
10 0 10 0

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas dan daftar gaya-dalam dapat


digambarkan diagram gaya-dalam seperti Gambar 4.5b, 4.5c, 4.5d, 4.5e.

Catatan :
1. Apakah yang membatasi nilai x ?
Nilai x dibatasi oleh : a) Bentuk konstruksi;
b) Muatan.
Pada contoh di atas x dibatasi oleh panjang konstruksi dari 0 sampai 10, dan
dibatasi pula oleh titik tangkap muatan yang membagi balok atas tiga daerah, yaitu
pertama dari 0 sampai dengan 6, kedua dari 6 sampai dengan 8, dan ketiga dari 8
sampai 10.
Perhatikan sembarang tampang X pada sumbu AB sejauh x dari titik
A. Hitunglah gaya-dalam yang terjadi pada tampang tersebut!
Dengan hitungan seperti uraian 4.2, akan didapat :
Nx = HA = -6 tN
Lx = VA - q.x = 10 – 2.x
Mx = VA.x – 1/2 qx2 = 10x – x2
Hasil hitungan ini mengingatkan pada persamaan Aljabar :
Yn = -6 berupa garis datar
Yx = -2x + 10 berupa garis lurus
Ym = -x2 + 10X berupa parabola

- 52 -
Jadi nilai Nx, Lx, dan Mx di atas adalah fungsi Aljabar yang dapat digambarkan
dalam bidang salib sumbu XY, seperti dilukis dalam Gambar 4.5c, 4.5d, 4.5e yang
disebut garis normal, garis gaya lintang, dan garis momen. Bidang yang dibatasi oleh
absis dan garis tersebut disebut: Bidang Normal, Bidang Gaya Lintang dan Bidang
Momen, yang secara keseluruhan disebut : Diagram Gaya – Dalam.
Persamaan di atas berlaku bagi gaya-dalam pada balok antara 0 dan 6. Dengan
uraian di atas persamaan gaya – dalam pada batas 0 ¿ x ¿ 6 berlaku :
NX = -6 (4.1a)
Lx = -2x + 10 (4.1b)
Mx = -X2 + 10X (4.1c)
Dengan cara yang sama dapat diturunkan persamaan gaya-dalam pada batas
6 ¿ x ¿ 8, berlaku :
NX = -6 (4.2a)
LX = VA – 6.q = -2 (4.2b)
MX = VA . x -6.q (x-3)
= -2x + 36 (4.2c)
6 ¿ x ¿ 8 berlaku :
NX = 0 (4.3a)
LX = -10 (4.3b)
Mx = -10x + 100 (4.3c)
Dengan pengertian di atas kiranya perlu diteliti nilai batas yang berlaku bagi
persamaan yang berbatasan. Hal ini dapat dipelajari dari daftar berikut.

- 53 -
Nilai Nilai gaya – dalam dari
Gaya dalam
x Persamaan (4.1) Persamaan (4.2)
6 NX -6 -6
LX -2 -2
MX 24 24
Persamaan (3.4.2) Persamaan (3.4.3)
8 NX -6 -0
LX -2 -0
MX +20 +20

Dengan demikian dalam menghitung gaya-dalam perlu diteliti harga batas


tersebut. Sebagai contoh L, di titik D dari persamaan (4.2) berbeda dari Lx pada
persamaan (4.3). Untuk, membedakannya dinyatakan sebagai LDki dan LDka' singkatan
dari gaya lintang di D sebelah kiri dan gaya lintang di D sebelah kanan.

2. Nilai Maksimum dan Minimum


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai gaya–dalam dapat
dinyatakan sebagai persamaan Aljabar, dan karenanya dapat dicapai nilai batas
maksimum/minimum.
Misalnya:
a. Carilah nilai maksimum/minimum dari persamaan momen
YM = -x2 + 10X
Nilai maksimum itu dapat dicari dengan menarik garis singgung persamaan
tersebut mendatar, yaitu bila :
dy dy
dx = 0, atau dx = -2x + 10 = 0.
atau
x =5
Hal ini berarti bahwa nilai momen maksimum terletak pada, titik x = 5. Bila nilai
ini dimasukkan ke dalam persamaan (4.1c) akan didapat :
Ym = 25

- 54 -
yang berarti
Mmaks = 25 tNM

b. Di mana letak momen lentur = 0?


Momen lentur sama dengan nol, bila persamaan (4.1c) tersebut memotong sumbu
X, berarti :
Ym = -x2 + 10X = 0
atau
Ym = -x (x – 10) = 0
Persamaan ini menunjukkan bahwa momen lentur sama dengan nol pada x 1 = 0
dan x2 = 10 M. Nilai manakah yang berlaku?

c. Selidikilah nilai-nilai batas gaya-lintang!


Pada soal di atas tidak terdapat nilai Gaya-lintang maksimum, karena persamaan
tersebut merupakan garis linear. Nilai tersebut sama dengan nol bila persamaan
(4.1.b) tersebut memotong sumbu X yang berarti :
Y1 = -2x + 10 = 0 atau x = 5
Berarti nilai gaya-lintang sama dengan nol terletak pada x = 5m.

3. Perjanjian tanda pada diagram


Untuk memperoleh kesamaan diagram lazimnya ditetapkan perjanjian tanda
sebagai berikut :

Tanda diagram
Gaya dalam
Positif Negatif

Normal Ke atas Ke bawah


Lintang Ke atas Ke bawah
Momen lentur Ke bawah Ke atas

- 55 -
4.2.5. Hubungan Antara Muatan, Gaya Lintang, dan Momen Lentur
Pada akhir pembahasan yang lalu timbul pertanyaan apakah ada hubungan
antara muatan, gaya lintang dan momen lentur? Untuk membahas pertanyaan
tersebut, pelajarilah suatu struktur sederhana yang dibebani muatan penuh terbagi
rata, seperti terlukis pada Gambar 3.7.
Selidikilah gaya-dalam yang terjadi di suatu titik m, sejauh x dari titik A. Dan
bandingkanlah nilai tersebut dengan gaya-dalam di titik n sejauh jarak deferensi dx
dari m.
Gaya-dalam di m dapat dihitung sebesar :
Mm = VA.x - 1/2 qx2 = 1/2 qlx -
1/2 qx2 (4.1)
Lm = 1/2 ql – qx (4.2)
Gaya-dalam di n dapat dihitung
sebesar :
Mn = Va (x + dx) - 1/2q
(x + dx)2 (4.3)
Ln = 1/2 qL – q (x + dx)
(4.4)
Persamaan (4.3) dan (4.4)
tersebut dapat ditulis pula
sebagai :
Mn = Mm + dM = Mm + Lm . dx -
q.dx. 1/2 dx (4.5)
Ln = Lm + dL = Lm - q.dx (4.6)
Gambar 4.6 Gaya Dalam Pada Struktur dengan
Muatan Terbagi Rata

- 56 -
Persamaan tersebut setelah diselesaikan didapat :
dM
dx = Lx (4.7)
dL
dx =q (4.8)

dengan cara mengabaikan nilai deferensial Pangkat dua 1/2 q-dx 2 yang dianggap
sangat kecil terhadap M, dan nilai itu cukup teliti bagi perhitungan struktur.
Kiranya perlu ditambahkan bahwa perubahan nilai beban di tiap titik adalah
dq
tetap, Yang berarti dx = 0.
Dengan demikian memang terbukti adanya hubungan antara muatan, gaya–
lintang dan momen lentur. Hubungan itu tampak pula pada persamaan-persamaan di
atas, yaitu : Gaya–lintang merupakan fungsi turunan dari momen lentur, dan beban
merupakan fungsi turunan dari gaya–lintang atau sebaliknya gaya–lintang merupakan
jumlah integrasi dari beban, dan momen lentur merupakan jumlah integrasi dari
gaya–lintang.
Jika Mx = merupakan fungsi Pangkat dua.
dM
dx = Lx fungsi liner.
dL
dx = q fungsi tetap.
atau sebaliknya.
Bila qx = - q fungsi tetap.

Lx = ∫ q x . dx fungsi linear.

Mx = ∬ qx . dx fungsi parabola.
dL
Selanjutnya, perhatikan persamaan dx - q

- 57 -
menyatakan derajat Pertumbuhan gaya–lintang pada, tiap titik sama dengan intensitas
muatan pada struktur itu di titik tersebut. Hal ini tampak akibatnya pada kemiringan
diagram gaya–lintang pada setiap titik pada diagram itu.
Dengan kata lain perubahan gaya-lintang antara dua tampang pada jarak
deferensi dx dapat ditulis: dL = - q.dx.
Oleh karena itu perbedaan gaya-lintang pada dua titik C dan D sama, dengan
jumlah beban antara dua titik tersebut, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

LD – LC = ∫ q.dx
atau

LD = LC + ∫ q.dx (4.8)
Dengan pendekatan yang sama dapat dikemukakan
MD = MC + Lx . dx (4.9)

Dalam hitungan sehari-hari sering dijumpai cara deferensial, seperti tampak pada
penyelesaian contoh kasus di atas, yakni :
MX = VA . x - 1/2 q.x2 = 1/2 qlx - 1/2 q.x2.
dM
Lx = dx = VA - qx = 1/2 ql - qx.
Selanjutnya dapat dicari nilai batas persamaan itu, seperti momen maksimum,
momen minimum letak momen lentur sama dengan nol, gaya–lintang sama dengan
nol dan sebagainya.
Untuk mencari nilai momen maksimum perlu menarik garis singgung pada
puncak lengkungan itu. Garis singgung pada garis momen yang dimaksudkan adalah :
dM
dx = 0 (4.10)
dM
Padahal dx sama dengan Lx, sehingga momen lentur maksimum
terletak pada gaya–lintang sama dengan nol.

- 58 -
Nilai-nilai lain dapat diselesaikan secara Aljabar biasa. Penyelesaian cara
grafik dapat dipelajari pada bagian akhir buku ini.

Latihan :
Pada struktur-struktur di bawah ini carilah :
a. Reaksi perletakan.
b. Persamaan gaya dalam.
c. Diagram gaya dalamnya.

1)

2) K1 = 200 kN
K2 = 400 kN

Struktur yang paling sederhana dipelajari berupa balok kantilever dan balok
yang terletak di atas dua tumpuan. Dengan mempelajari balok yang paling sederhana
ini diharapkan akan dapat mempelajari sifat-sifat konstruksi lainnya yang dibebani
berbagai muatan. Selanjutnya berdasarkan pengertian di atas diharapkan dapat
mengembangkan sendiri berbagai konstruksi yang harus direncanakan.
Struktur balok ini banyak dimanfaatkan sebagai gelegar jembatan, balok
loteng, gording, menara dan lain-lain.

- 59 -
Pada bagian ini akan dibahas kasus-kasus yang umumnya dipengaruhi oleh
gaya-gaya yang tegak lurus sumbu balok.
Untuk sementara dapat diungkapkan bahwa momen lentur yang besar
menuntut konstruksi yang besar pula. Dalam usaha mendapatkan konstruksi yang
lebih ringan namum mempunyai kemampuan yang tinggi pada konstruksi balok dapat
ditempuh jalan dengan bentuk :
(a) Konstruksi dengan pinggul;
(b) Konstruksi tak langsung;
(c) Konstruksi Gerber.

Penutup
Gaya-dalam adalah gaya yang merambat dari muatan kepada reaksi
perletakan melalui media konstruksi. Gaya-gaya dalam dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Gaya normal (N)
2. Gaya lintang (L), dan
3. Gaya Momen lentur (M)
Gaya-gaya dalam pada tiap-tiap bagian dari konstruksi yang stabil menjamin pula
keseimbangan gaya gaya luar.

Contoh soal 1
Suatu kantilever dibebani muatan titik P = 1,5 tN, seperti Gambar 3.8.
Diminta :
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya - dalam.
c. Menggambarkan diagram bidang momen lentur dan gaya – lintang.

- 60 -
Penyelesaian :
a. Keseimbangan – luar.
VB =P = 1,5 tN
MB = P.5 = 7,5 tN
b. Keseimbangan – dalam.5 > x > 0.
MX = -1,5x (1)
LX = -1,5 (2)

Gambar 4.7 Balok kantilever

c. Dari persamaan tersebut dapat dibuatkan daftar gaya-dalam sebagai berikut.

X MX LX
0 0 - 1,5
1 - 1,5 - 1,5
2 -3 - 1,5
3 - 4,5 - 1,5
4 -6 - 1,5
5 - 7,5 - 1,5

Persamaan (1) merupakan persamaan linear dan persamaan (2) merupakan


persamaan garis mendatar, karenanya dari persamaan tersebut dapat dilukiskan suatu
diagram seperti: pada Gambar 4.7b dan. 4.7c di atas.
Contoh Soal 2:
Suatu kantilever dibebani muatan terbagi rata q, seperti pada Gambar 4.8.
Diminta :
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya-dalam.

- 61 -
c. Menggambarkan diagram bidang
momen dan gaya – lintang.
Penyelesaian:
a. Keseimbangan – luar.
Setelah dihitung dapat :
VB = q.a
MB = q.a. (b + 1/2 a).
b. Keseimbangan – dalam.
0<x<a Mx = - 1/2 qx2
LX = - qx.
a<x<1 MX = - q.a (x - 1/2a)
Lx = - qa.
c. Diagram gaya-dalam
Gambar 4.8. Diagram Gaya–Dalam pada Kantilever
Akibat Muatan Terbagi Rata.

Dari persamaan di atas dapat dibuat daftar gaya-dalam dan selanjutnya


dilukiskan diagram gaya-dalamnya, seperti pada Gambar 4.8b, 4.8c

X MX LX

0 0 0
1/2 - 1/8 q a2 - 1/2 q a
a - 1/2 q a 2
-qa
ℓ - q a ( ℓ - ½ a) - qa

Contoh Soal 3. Kantilever


Suatu kantilever dibebani muatan momen M, yang menangkap pada suatu titik C
pada, batang, seperti pada Gambar 4. 9.

- 62 -
Diminta :
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya-dalam.
c. Menggambarkan diagram bidang
momen lentur dan gaya-lintang.
Penyelesaian:
a. Keseimbangan-luar.
Dari perhitungan diperoleh reaksi:
VB = 0
MB = M
b. Keseimbangan-dalam
0<x< a MX = 0
LX = 0
a<x< 1 MX = M
LX = 0
Gambar 4.9 Diagram Gaya-Dalam pada
Kantilever Akibat Muatan
Momen.

Dari persamaan tersebut jelaslah bahwa gaya-dalam yang timbul hanya


momen lentur antara titik C dan perletakan B saja, dan berbentuk diagram segi empat.
Dari uraian ini menunjukkan bahwa pengaruh momen pada, konstruksi hanya
pada bagian CB, itu pun hanya dalam bentuk momen lentur saja.

Contoh Soal 4. Balok di atas dua perletakan.


Suatu balok sederhana terletak di atas dua perletakan dibebani muatan titik P
= 2 N, seperti pada Gambar 4.10.
Diminta :
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya-dalam.

- 63 -
c. Menggambarkan diagram bidang momen dan gaya-lintang.
Penyelesaian :
a. Keseimbangan luar

VA = b/ℓ P = 0,8 tN

VB = a/ℓ P = 1,2 tN
b. Keseimbangan-dalam.
6>x>0 MX = 0,8 x
Lx = 0,8
10 > x > 6. MX = -1,2 (x – 10)
LX = -1,2
c. Dari persamaan tersebut dapat buat
daftar gaya-dalam sebagai berikut.
X MX LX
0 0 0,8
2 1,6 0,8
4 3,2 0,8
6 4,8 0,8/ - 1,2
8 2,4 - 1,2
10 0 - 12

Gambar 4.10. Diagram Gaya-Dalam pada Balok


Sederhana akibat Beban Terpusat.

Perlu diperhatikan nilai batas pada x = 6, di titik tersebut terdapat nilai LX kiri,
Lx kanan dan Mmaks = 4,8 tM.

Contoh Soal 5. Balok dengan muatan terbagi rata


Suatu balok sederhana terletak di atas dua tumpuan dibebani muatan terbagi rata q,
seperti pada Gambar 4.11.
Diminta :

- 64 -
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya-dalam.
c. Menggambarkan diagram gaya-
lintang dan momen lentur.
Penyelesaian:
a. Keseimbangan-luar
Berdasarkan hitungan pada kasus 9,
Bab 2, didapat reaksi perletakan :
(b + 2 c) . q.b
VA = 2ℓ
(b + 2a) . q. b
VB = 2ℓ
b. Keseimbangan-dalam
0< x< a: MX = VA.x
L X = VA
Gambar 4.11. Diagram Gaya-Dalam pada Balok
Sederhana Akibat ban Terbagi Rata.

a < x < (a + b) : MX = VA.x - 1/2. q (x - a)2


LX = VA - q (x - a)
(a + b) < x < 1 MX = - VB (X - 1)
Lx = - VB

c. Diagram Bidang Momen dan Gaya-lintang


Dari persamaan di atas dapat dilukiskan diagram gaya-dalamnya.
Apabila bebannya merupakan muatan penuh terbagi rata, maka didapat M maks = 1/8.
ql2, ditengah bentang, seperti terlihat pada Gambar 4.11d.

Contoh Soal 6. Balok dengan Muatan Momen

- 65 -
Suatu balok sederhana terletak di atas dua Perletakan dibebani muatan M
seperti Pada Gambar 4.12.

Diminta :
a. Menghitung reaksi Perletakan.
b. Menurunkan Persamaan gaya-dalam.
c. Menggambar diagram bidang momen dan gaya-lintang.
Penyelesaian :
a. Keseimbangan-luar.
M M
VA = ℓ , VB = ℓ
tanda negatif reaksi VA berarti arah
reaksi ke bawah dan besarnya sama
dengan VB
b. Keseimbangan-dalam
0 < x < a MX = - VA.x
L X = - VA
a < x< MX = VB (1 -x)
LX = - VB
Gambar 4.12. Diagram Gaya-Dalam pada balok
Sederhana Akibat Muatan Momen

Dari persamaan tersebut dapat dibuat daftar gaya dalam dan nilai-nilai batas untuk
kemudian dibuat diagram-diagramnya.
x MX Lx

0 0 - M /ℓ
a b
M, M,
a ℓ ℓ - M /ℓ
ℓ 0 - M /ℓ

- 66 -
Contoh Soal 7. Balok dengan pinggul
Beberapa manfaat mekanika teknik dalam konstruksi dapat dipelajari sistem
struktur ini.
Suatu balok sederhana terletak di atas dua perletakan dengan pinggul dibebani
muatan P, seperti pada Gambar 4.13.
Diminta :
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya-dalam.
c. Menggambarkan diagram bidang momen dan gaya-lintang.
Penyelesaian:
a. Keseimbangan-luar.

VA = e/ℓ .P. = - 0,6 tN.


VB = ( ℓ + e)/ ℓ .P = 3,6 tN.
b. Keseimbangan-dalam
0 < x < 10 MX = - 0,6 x
LX = - 0,6
10 < x < 12 Mx = 3. (x - 12)
LX = 3.
c. Dari persamaan tersebut dapat dibuat daftar gaya-dalam, serta dicari nilai batas.
Sebagai berikut.

X MX LX

0 0 - 0,6
2 - 1,2 - 0,6
4 - 2,4 - 0,6
6 - 3,6 - 0,6
8 - 4,8 - 0,6
10 - 6,0 - 0,6/+3,0
12 0 +,3,0

- 67 -
Gambar 4.13. Diagram Gaya-Dalam Akibat Beban Terpusat
pada Balokdengan Pinggul.

Perhatikan nilai gaya-lintang pada batas x = 10,00 m. Pada struktur ini timbul momen
negatif.

Contoh Soal 8. Balok dengan pinggul


Suatu balok sederhana terletak di atas dua tumpuan dengan pinggul dibebani
muatan rata, seperti pada Gambar 4.14.
Diminta :
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya-dalam.
c. Menggambarkan diagram gaya-melintang dan momen lentur.
Penyelesaian :
a. Keseimbangan-luar
Berdasarkan kasus-kasus pada Bab 2 dapat dihitung reaksi perletakan
(b2 − e2 ) . q
VA = 2ℓ
2 2
(ℓ − e ) − a . q
VA = 2ℓ

- 68 -
b. Keseimbangan-dalam
0<x<a MX = VA.x
L X = VA
a<x< ℓ MX = VA .x - 1/2,q.(x-a)2
LX = VA - q. (x-a)
< x < ( ℓ + e)
MX = -1/2q ( ℓ + e – x)2
Lx = +q ( ℓ + e - x).

c. Dari persamaan tersebut perlu dipelajari nilai-nilai batas, dan sekaligus disusun
daftar gaya-dalam sehingga dapat dilukiskan diagram gaya-dalam.

Gambar 4.14.Diagram Gaya-Dalam Akibat Muatan Terbagi Rata


pada Balok dengan Panggul

- 69 -
Contoh Soal 9. Balok pinggul dengan beban momen
Suatu balok sederhana dengan pinggul pada salah satu ujung dibebani muatan
Momen M pada ujung tersebut, seperti Gambar 4.15
Diminta :
a. Menghitung reaksi perletakan.
b. Menurunkan persamaan gaya-dalam.
c. Menggambar diagram gaya-dalam.
Penyelesaian:
a. Keseimbangan-luar.
M M
VA = ℓ VB = ℓ
b. Keseimbangan-dalam
0<x< ℓ MX = VA . x
LX = VA
ℓ < x < ( ℓ + e) MX = -M
LX = 0
c. Diagram gaya-dalam

X MX LX

0 0 - M
M
ℓ -M

( ℓ + e) -M 0

- 70 -
Gambar 4.15. Diagram Gaya-Dalam Akibat Muatan Momen pada
Balok dengan Pinggul

SESI / PERKULIAHAN KE : 10 - 12

TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menghitung titik
berat dan momen inersia suatu penampang.

Pokok Bahasan : Titik berat dan momen inersia

Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini Anda akan mempelajari pengertian dan
perhitungan titik berat dan momen inersia suatu penampang. Dalam perhitungan
titik berat dapat dilakukan dengan cara grafis untuk penampang sederhana dan
cara analitis. Perhitungan titik berat dan momen inersia ini merupakan dasar untuk
menghitung tegangan lentur, geser, dan tegangan utama.

I. Bahan Bacaan:
1. Bahan ajar yang telah disusun oleh dosen yang bersangkutan.
2. PEDC, 1983, Ilmu Kekuatan bahan, PEDC - Bandung.
3. Daryanto, 1994, Mekanika Bangunan, Buni Aksara, Jakarta.
4. Sidharta S. Kamarwan, 1995, Mekanika Bahan, Universitas
Indonesia, Jakarta

II. Bacaan Tambahan:

III. Pertanyaan Kunci


Ketika Anda membaca bahan ajar berikut, gunakan pertanyaan-
pertanyan berikut ini untuk memandu Anda:
1. Apa yang dimaksud titik berat dan momen inersia?
2. Bagaimana menghitung titik berat cara grafis dan cara analitis untuk
penampang sederhana?

- 71 -
3. Bagaimana menghitung titik berat dan momen inersia cara analitis
untuk penampang gabungan?

IV. Tugas:
Menghitung titik berat dan momen inersia suatu penampang gabungan
cara analitis.

BAB V
TITIK BERAT DAN MOMEN INERSIA

5.1 Pendahuluan
Kita membebani suatu bidang F dengan suatu beban merata q = 1 (misalnya
bidang itu terdiri satu pelat dari bahan bangunan seragam). Kemudian kita bagi
biadng F atas sembarang jumlah biadng kecil fi. Hasil atau ukuran bidang kecil fi ini
merupakan suatu gaya beban merata.
Titik berat S kita ketahui sebagai titik tangkap resultante gaya fi dalam arah
horisontal dan vertikal.
Atas dasar ketentuan bahwa
Y
Xi
momen resultante (MR) menjadi
sama dengan jumlah momen gaya
F   Fi
Xs (Mp) masing-masing.
S Syarat persamaan momen ini
berlaku tidak hanya pada dua
Yi gaya yang sejejar melainkan pada
Ys
jumlah gaya yang sejajar tidak
X
Gambar 5.1 Titik Berat Benda tertentu .

Maka dapat kita tentukan: Xs . ∑fi = ∑Xi . fi dan Ys . ∑fi = ∑Yi . fi


Dengan menggunakan dua rumus ini kita bisa menentukan jarak titik berat Ys dan Xs

- 72 -
Ys =
∑ Yi . fi Xs =
∑ Xi . fi
∑ fi ∑ fi

- 73 -
5.2. Penyajian

5.2.1.Titik Berat
Pengertian gaya ini dapat digunakan untuk mencari titik berat suatu
tampang.
Untuk ini perlu dicatat beberapa anggapan, yaitu:
1. Luas tampang dinyatakan sebagai gaya.
2. Titik berat sepotong garis, segi empat, segi tiga, lingkaran, setengah lingkaran
diketahui.
Sebagai contoh
Carilah titik berat tampang ABCDEF, seperti
Gambar 5.2. Letakkan tampang tersebut pada
salib sumbu XY.
Selanjutnya dapat diikhtisarkan hitungan dalam
daftar berikut.

Gambar 5.2. Titik Berat Penampang

Letak titik
Bagian Luas My Mx
berat bagian
ABGF 400 (5,200) 400.5 = 2000 8000
CDEG 600 (25,10) 600.25 = 15000 6000
1000 = 17000 14000

( 17000 14000
,
Titik berat terletak 1000 1000
) = ( 17 ,14 )

- 74 -
Contoh 2:
Sampai sekarang kita telah membicarakan batang-batang yang dibebani
secara aksial. Untuk batang-batang ini distribusi tegangannya merata/seragam pada
penampang tersebut.
Distribusi tegangan pada batang yang dibebani secara aksial;
- Gaya tiap satuan luas :  (A = 1).
- Gaya total P yang bekerja pada batang harus P = 8.
- Luas total A = 8

Jadi jelas untuk menentukan posisi P kita. harus menghitung Resultan gaya-
gaya tiap satuan luas.

Penyelesaian secara grafis

Dengan poligon gaya dan segi banyak batang dalam dua arah x dan y

- 75 -
atau

Penyelesaian secara analisis


4σ . 0,5 + 2σ ( 1,5 . 2, .5 )
x = 8σ
4 . 0,5 + 2 .1,5 + 2 . 2,5
= 8
= 1,25
3 σ . 0,5 + 1σ . 1,5 + 1σ . 2,5 + 3σ . 3,5
y = 8σ
3 . 0,5 + 1 . 1,5 + 1 . 2,5 + 3 . 3,5
= 8
= 2,0

Gaya P yang bekerja pada TB (titik berat adalah gaya aksial.


Titik TB disebut titik berat/titik pusat penampang.

Karena gaya-gaya tiap satuan luas  dapat juga disebabkan berat sendiri G
dan tidak oleh gaya P. Dalam hal ini letak TB menjadi pusat gaya dari gaya berat.
Dari ilmu Fisika diperoleh bahwa titik berat dari potongan tipis sebuah benda
dapat ditentukan dengan menggantung benda tersebut dengan seutas benang dan
memberi tanda pada jalur yang dilewati benang. Hal ini dilakukan dalam situasi yang
berbeda dalam keadaan seimbang.

- 76 -
Perpotongan garis-garis vertikal (garis kerja G) memberikan titik berat/titik
pusat.
Untuk potongan yang sederhana dapat kita tentukan sebagai berikut :

Letak titik berat dalam arah vertikal

Titik berat secara umum


Jika ambil  = 1 kita dapat melihat bahwa contoh terdahulu dapat pula dijabarkan
sebagai berikut :

- 77 -
ΔA 1 x 1 + ΔA 2 x 2 + ΔA 3 x 3 ∑ ΔA . x Sb
x = ΔA 1 + ΔA 2 + ΔA 3 = A = A
ΔA 1 y 1 + ΔA 2 y 2 + ΔA 3 y 3 ∑ ΔA . y Sa
yc = ΔA 1 + ΔA 2 + ΔA 3 = A = A

Sa dan Sb disebut statis momen terhadap sumbu a dan b.

Kesimpulan
Jika kita ingin menghitung letak titik berat (TB) untuk bentuk-bentuk yang
sukar, hendaknya bentuk tersebut kita bagi menjadi bagian-bagian sederhana yang
telah diketahui luasnya A dan letak titik beratnya terhadap dua sumbu yang dipilih
bebas sebagai referensi. Rumus-rumus :

∑ ΔA . x Sb
xc = A = A

- 78 -
∑ ΔA . y Sa
yc = A = A

Rumus di atas akan M=berikan letak titik berat.

Contoh

Elemen
A y Sa x Sb

1 20 11 220 0 0
2 4.5 9 40,5 -3 -13,5
3 4.5 9 40,5 +3 +13,5
4 40 5 200 0 0
A= 69 Sa = 501 Sb = 0

Sa 501
= = 7, 26
x = A 69
Sb 0
= =0
y = A 69

1. Statis Momen dan Titik Berat

Statis momen Sx =  . y
Terhadap titik berat TB
Sebuah potongan adalah nol
Contoh

- 79 -
A A
. y + (− y ) =0
Sx = 2 2

- 80 -
5.2.2. Momen Inersia

Untuk penampang empat persegi panjang, kita dapatkan :


2
b.h
σ.
M= 6
 = Tegangan pada serat paling atas atau
serat paling bawah.
h
Dan dari rumus umum, untuk y = 2
kita dapatkan :
σ
. Ix
M = h/2
Kedua rumus di atas menggambarkan keadaan yang sama
bh3 Ix
σ. =σ .
6 h/2

bh 3
Ix = h/2 Momen inersia untuk penampang empat persegi panjang

Momen inersia menggambarkan ketahanan bahan terhadap lenturan


dihubungkan dengan penampang melintang :

I kecil, berarti ketahanan


terhadap lentur kecil

I besar, berarti ketahanan terhadap lentur besar

Momen inersia terhadap sebuah garis sembarang

- 81 -
Ketentuan-ketentuan :

 Sa = A . y

 Ia = A . y2
Sa
yG = A

y =
yG - y
2 − 2 yG . y + y2
y =
y
G
2

Ia = A . y2G -
2 y G . A . y + A . y2
2
y G

⏟ ΔA − 2 y G ∑
⏟ ΔA . y + ∑
⏟ ΔA . y
2

A Sx = 0 Ix
Ia =
Sx = 0 terhadap titik berat, persamaan di atas menjadi :
2
G
Ia = A . y + Ix
2
G
Ix = I x − A . y
Ini berarti bahwa I minimum sebuah penampang adalah I terhadap titik
beratnya sendiri.

Imin = Ix

3. Momen Inersia untuk Penampang Gabungan


Jika sebuah penampang dibentuk dari beberapa bagian, kita dapat menggunakan
rumus-rumus terdahulu untuk tiap-tiap bagian kemudian menjumlahkan hasilnya.

- 82 -
4. Momen Inersia untuk Segitiga
Momen inersia Ix untuk sebuah segitiga sama dengan setengah Ix untuk
persegi empat ditambah akibat perpindahan tempat terhadap sumbu yang dipilih
dengan h/6.

- 83 -
() ()
2 3 2
1 h 1 bh 1 h
Ix AΔ . − . b .h
Ix = 2 - 6 = 2 12 2 6

bh3
Ix = 36

5. Momen Inersia untuk Sebuah Lingkaran


Suatu pendekatan yang baik telah didapat, dengan mengganti lingkaran dengan
sebuah bujur sangkar dengan luas yang sama.

2
πD
Lingkaran A = 4
Bujursangkar A = H2
H = 0,88 D

4
0,88 D D
=
Ix  12 20

6. Momen Inersia Penemapang dengan Lubang


Lubang dianggap luas negatif
1 2
πD
Luas : A = bh - 4
Letak titik berat (TB)

Sa
=
h πD 2 h
(b . h) −
2 4 2 (
−e )
A π
b . h − D2
Y= 4

- 84 -
Momen Inersia :

( ) ( )
2 2
h h
Ix Ix φ y − − Aφ y − +e
Ix = 1  - 2 + A 2 2

bh3
Dengan : Ix 12 A = b . h
2
D
4
πD 4
Ix 20 Aφ =

7. Perhitungan momen inersia penampang melintang


Untuk penampang komposit, hasil perhitungan biasanya dibuatkan dalam bentuk
tabel.
Contoh :

- 85 -
yi y 2
1 . i Ai Ai . i Ixi Ai . y
1 60 29 1740 20 50460

2 26 15 390 1465 5850

3 60 1 60 20 60

146 2190 1505 56370



cm2 cm3 cm4 cm4

2190
y = = 15 cm
Titik berat : 146

Ix = ∑ I xi + ∑ ΔΑ i . y2i
= 1505 + 56370 = 57875 cm4
2
Δ y c = 146,152
2
Ix =
I x − Δ y c = 25025 cm4

Catatan untuk Penampang I


Dalam rumus umum :

Ix = y2 . A

Kita lihat bahwa flens/sayap dengan A yang besar dan Y yang besar pula
memberikan sumbangan terbesar kepada Ix.

- 86 -
Suatu harga pendekatan untuk Ix kemudian adalah :
2
Ix = 2 . AF.L . y F .L
Dalam contoh di atas :
Ix = 2,60 . 142 = 23520 cm4 (= 94 & dari Ix teoritis).

5.3. Penutup

Untuk menghitung letak titik berat (TB) pada bentuk-bentuk penampang


yang sukar (penampang gabungan), maka bentuk tersebut dibagi menjadi bagian-
bagian sederhana terlebih dahulu yang mudah diketahui luasnya A dan letak titik
beratnya. Selanjutnya dapat juga dihitung Momen Inersia penampang gabungan
tersebut.

- 87 -
SESI / PERKULIAHAN KE : 12 - 14

TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu tegangan-


regangan.

Pokok Bahasan : Tegangan

Deskripsi singkat: Dalam pertemuan ini Anda akan mempelajari tentang


Tegangan Normal Tarik dan Tekan, Tegangan lentur dan geser.

I. Bahan Bacaan:
1. Bahan ajar yang telah disusun oleh dosen yang bersangkutan.
2. PEDC, 1983, Ilmu Kekuatan bahan, PEDC - Bandung.
3. Daryanto, 1994, Mekanika Bangunan, Buni Aksara, Jakarta
4. Sidharta S. Kamarwan, 1995, Mekanika Bahan, Universitas
Indonesia, Jakarta

II. Bacaan Tambahan:

III. Pertanyaan Kunci


Ketika Anda membaca bahan ajar berikut, gunakan pertanyaan-
pertanyan berikut ini untuk memandu Anda:
1. Bagaimana menghitung tegangan normal tarik dan tekan?
2. Bagaimana menghitung tegangan lentur dan geser?
3. Bagaimana menghitung tegangan utama?

IV. Tugas:
Menghitung tegangan normal tarik dan tekan, tegangan lentur dan geser
serta tegangan utama.

- 88 -
VI
TEGANGAN

6.1 Pendahuluan

Jika kita ingin memeriksa bahwa batang mempunyai cukup kekuatan, maka
kita harus membandingkan gaya dalam yang ada pada batang tersebut dengan
ketahanan/kekuatan bahan dari batang yang bersangkutan. Jika kita ingin
menggambarkan ketahanan/kekuatan bahan dengan suatu pengertian yang tak
tergantung banyaknya. bahan, maka kita memakai konsep tegangan, yakni :

Tegangan intensitas gaya-gaya dalam tiap satuan luas.

Tegangan didapat dengan mendistribusikan gaya pada penampang elemen


dibagi intensitas tiap satuan luasnya.

6.2. Penyajian

6.2.1. Batang-batang dengan Gaya Normal N.

Jika kita perhatikan sebuah batang- yang dibebani secara, aksial oleh gaya.
normal N, gaya normal N akan didistribusikan pada seluruh penampang batang.
Penyebaran/pendistribusian gaya. normal tiap satuan luas disebut tegangan normal
n.

Batang dibebani :

- 89 -
Tegangan pada penampang
X = X.
N
 = A
N = Tegangan normal
N = Gaya normal
A = Luas penampang

Contoh : Batang tarik dengan N = T = 56 KN = 56000N


A = 20 x mm2 = 400 mm2
56000 N
2
Tegangan tariknya t = 400 = 140 mm
Jika batang tarik dibuat dari baja St 37, kita dapat mengetahui peraturan
bahwa diizinkan untuk mengambil tegangannya 160 Dari sini dapat kita katakan
bahwa batang mempunyai kekuatan cukup untuk memikul beban tanpa patah.

6.2.3. Tegangan Izin

Untuk bahan-bahan konstruksi yang berbeda dimungkinkan menemukan


perilaku bahan di bawah pembebanan dengan percobaan dan digambarkan dalam
diagram  – .

- 90 -
Tegangan yang diizinkan didapat dengan membagi tegangan patah dengan
suatu faktor keamanan.
ij = Tegangan izin
ke = Tegangan patah
= factor keamanan

Karena perilaku bahan dalam diagram  -  tidak lurus (linear), maka


perilaku bahan disederhanakan menjadi sebuah garis lurus (linear), sehingga modulus
elastisitas dapat ditentukan dengan pendekatan tersebut: E = tg .
Peraturan-peraturan untuk bahan yang berbeda (baja, beton, kayu)
memberikan harga-harga tegangan izin dan modulus elastisitasnya. untuk keperluan
perhitungan.
1. Pemeriksaan kekuatan sebuah batang
Jika tegangan yang timbul dalam sebuah batang lebih kecil dibanding
tegangan izin bahan yang diberikan dalam peraturan, maka batang tersebut aman
(kuat).
 < ij

2. Deformasi akibat geser

Jika kita mengerjakan sebuah gaya H pada elemen yang sangat pendek (ℓ < b) ,
maka elemen akan mengalami deformasi.

Gaya H diimbangi oleh gaya-gaya L dalam elemen.


Gaya L bekerja merata pada luasan : L =  . A

- 91 -
Sudut deformasi  (gamma) adalah sebanding dengan faktor perbandingan
seharga adalah 1/G.

1

 = G  = G.

(sejalan dengan  = E - )
G disebut modulus geser dan ia adalah karakteristik dari bahan yang dipakai
sebagian besar G  0,4E
Catatan :

Jika elemen panjangnya lebih besar dua kali tingginya (ℓ > 2h) , maka kita
berbicara tentang "beam" (balok). Dalam hal ini berlaku prinsip elastisitas. Jika
ℓ ≤ 2h , maka dibutuhkan perlakuan khusus.

Lebih lanjut tentang gaya-gaya dalam dan tegangan-tegangan: lengkungan


sebuah balok.
Jika suatu batang tidak dibebani gaya aksial, seperti dalam hal ini sebuah balok
dibebani oleh sebuah gaya melintang maka balok akan melengkung/melentur.
Contoh

- 92 -
Deformasi diperlihatkan untuk sebuah balok yang dibebani.

Lebih baik kita perhatikan sebuah elemen balok dengan panjang semula
ℓ 0 untuk
elemen ini didapatkan :
- Serat atas bertambah pendek dengan Δℓ .
- Serat bawah bertambah panjang dengan Δℓ .
Elemen balok: deformasi diperlihatkan.
- Kita anggap (Hipotesa Bemoulli) bahwa deformasi disebar merata pada tinggi
h, dari - Δℓ . pada serat atas sampai + Δℓ pada serat bawah dan nol pada
ketinggian titik berat (TB). Pada ketinggian ini disebut garis netral/sumbu
netral dari deformasi.
- Kita anggap bahwa perilaku elastisitas bahan sesuai dengan hukum Hooke : 
=E.
Pada a) Kita gambarkan deformasi berdasarkan pada sumbu
vertikal yang dipilih.
Δℓ
b) Kita ubah deformasi menjadi regangan :  = ℓ 0 .
c) Kita gunakan hukum Hooke  = E . .

Dari Sini kita dapat menentukan


pembagian tegangan pada penampang balok.
Kita dapatkan tegangan tekan pada serat
atas dan tegangan tarik pada serat bawah.
Tegangan lentur/lengkung yang bekerja
pada penampang melintang adalah seharga
dengan gaya kopel D dan T yang bekerja
dengan lengan gaya Z. Kopel ini membentuk

- 93 -
momen yang dibutuhkan untuk keseimbangan
Freebody.

(Catatan : perilakunya sama dengan


rangka batang, dalam mana momen dilengkapi
oleh sebuah gaya kopel).

Gaya-gaya D dan T dibentuk oleh


tegangan total  yang bekerja pada penampang
melintang. D sama dengan volume tegangan
tekan dan T sama dengan volume tegangan
tarik.
1
− σ b.
D = 2
h
2 ( )
σ (b . )
1 h
T = 2 2
D + T = 0 (seimbang)

Z : adalah jarak antara titik berat volume tegangan dan volume tegangan listrik
momen dalam M menjadi : M = D.Z = T.Z
Keterangan :
D = Gaya tekan
T = Gaya tarik

( )
2
1 h 2 bh
σ b. h σ.
Untuk penampang segi empat : M = 2 2 . 3 = 6
1 2
. bh , W x
Jika Wx = 6 tergantung dari bentuk penampang melintang dan disebut
‘Modulus Ketahanan’ atau “Momen Tahanan”

- 94 -
Karenanya dapat juga kita tulis : M =  . Wx

- 95 -
3. Pembahasan secara umum teori lenturan/lengkungan
Kita ambil sebatang balok yang melentur dengan penampang melintang
sembarang dan kita amati deformasi pada elemennya. Hipotesa Bemoulli dan hukum
Hooke tetap dipakai.
Jika titik berat penampang tidak di tengah-tengah tinggi balok, deformasi pada
serat atas dan serat bawah akan berbeda (menurut hipotesa Bemoulli).
Sebagaimana deformasi, menurut hukum Hooke tegangan pada serat atas akan

berbeda dengan tegangan pada serat bawah. Untuk sebuah elemen dengan panjang
ℓ0
akan kita dapatkan:

Pada elemen kecil tak terhingga A bekerja sebuah tegangan  seperti  =


K dapat kita-katakan bahwa pada tiap elemen bekerja gaya K. Gaya ini
menyebabkan momen M = K . y mengacu pada garis netral N.A.

σB
.y
Tegangan  dapat dinyatakan sebagai :  = yb

σB
y . ΔA
Sehingga K =  . A = y b

σB 2
y . ΔA
dan M = K . y y b

Sebagaimana tiap-tiap elemen menghasilkan sebuah M kita dapat


menjumlahkan semua elemen-elemen dan didapatkan :

- 96 -
σ σB
∑ y B . y 2 ΔA
M= b karena y b konstan, kita menulis
σB
. ∑ y 2 . ΔA
y
M= b Momen inersia penampang terhadap sumbu X melalui
TB penampang.

Jika M diketahui dari statistik balok, kita dapat menghitung tegangan dalam balok.

M
σ= .y
Ix

Catatan :
σ
. Ix
Jika kita bandingkan rumus umum M = y dengan rumus M =  . Wx kita
dapat melihat ada bentuk hubungan :

Ix
Wx = y

diantara modulus ketahanan/momen tahan dengan momen inersia

Contoh lenturan dengan penampang tak simetris

- 97 -
2
yi y 2i y
Ai Ai . i Yi . Ixi Ai . y i

20 13 169 260 6,67 3380

24 6 36 144 288 864

44 404 294,67 4244

Cm2 Cm3 Cm4 Cm4

404
y = = 9,2 cm
Titik berat : 44
Ix = 294,67 + 4244 – 44 (9,2)2 = 814,5 cm4
Untuk momen yang berat M = 0,10 tm = 10.000 kg/cm
M
. y; y
I
 = x diukur dari titik berat ke bawah.
10.000
(− 4,8 )
Untuk y = -4,8 cm  A = 814 ,5 = -59 kg/cm2 (tekan)
10 .000
(+9,2 )
y = 9,2 cm  B = 814 ,5 = 113 kg/cm (tarik)

- 98 -
Hubungan antara Ix dan Wx dan penerapannya pada penampang tak simetris
Telah kita ketahui bahwa di antara modulus penampang/momen tahanan W x
dan momen inersia Ix ada hubungan sebagai berikut :

Ix
Wx = y
Pada penampang tak simetris, serat-serat ekstrim ditempatkan dengan
jarak y yang berbeda dari titik berat. Sehingga kita mempunyai dua macam Wx.

Ix
WxA = yA

Ix
WxB = yB

Tegangan-tegangan yang disebabkan M dapat dinyatakan :

M M
A B
A = W z dan B = W z

Banding/Lenturan Untuk Balok I : Perhitungan Dengan Cara Pendekatan


Seringkali memakai baja profil berbentuk 1. Kita uraikan di sini kemungkinan
menyederhanakan perhitungan. Kita perhatikan sebuah penampang balok I dengan
momen dalam A Tegangan dapat dihitung dengan rumus :

- 99 -
M
. y
I
 = x

6.3. Penutup
Tegangan pada penampang adalah besar beban dibagi dengan luas
penampang. Tegangan Normal, dapat berupa Tegangan Tarik atau Tegangan Tekan.
Sedangkan Tegangan Lentur adalah besar gaya aksial pada sebuah balok yang akan
melengkung/melentur. Tegangan Geser adalah besar Gaya dibagi dengan luas bidang
geser

- 100 -

Anda mungkin juga menyukai