Anda di halaman 1dari 117

MEKANIKA TEKNIK

Laily Ulfiyah, S.T., M.T.


MEKANIKA TEKNIK

Edisi Pertama
Copyright @ 2023

ISBN 978-623-09-5382-8
14,8 x 21 cm
113 h.
cetakan ke-1, 2023

Penulis

Laily Ulfiyah, S.T., M.T.

Penerbit
Manggala Jaya Technology
Kantor: Jl. Dinarmas Selatan IV. No.29 Kec.Tembalang Kota
Semarang
official@mediamanggala.com
www.mediamanggala.com
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi dengan cara apapun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah
dari penerbit.

ii || MEKANIKA TEKNIK
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah
SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, Sholawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Buku Mekanika Teknik

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak


yang tidak dapat kami sebut satu per satu atas dukungannya
sehingga buku ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada buku


ini , kritik dan saran kami tunggu untuk kesempurnaan Buku ini.
Akhirnya semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
bagi penulis sendiri.

Semarang, Agustus 2023

Penulis

MEKANIKA TEKNIK || iii


DAFTAR ISI

BAB 1 KONSEP DASAR MEKANIKA ............................................... 1

BAB 2 STATIKA BENDA TEGAR .................................................... 13

BAB 3 KONSEP KESETIMBANGAN ............................................... 23

BAB 4 GAYA DALAM ....................................................................... 47

BAB 5 TEGANGAN DAN REGANGAN ........................................... 68

BAB 6 TRUSS...................................................................................... 82

BAB 7 TEGANGAN GESER .............................................................. 99

iv || MEKANIKA TEKNIK
BAB 1
KONSEP DASAR MEKANIKA

1.1 Pengertian Mekanika Teknik

Mekanika adalah Ilmu yang mempelajari dan meramalkan


kondisi benda diam atau bergerak akibat pengaruh gaya yang
bereaksi pada benda tersebut. Mekanika sendiri dapat dibedakan
menjadi mekanika benda tegar (mechanics of rigid bodies),
mekanika benda berubah bentuk (mechanics of deformable) dan
mekanika fluida (mechanics of fluids).

Mekanika Teknik ini terfokus pada mekanika benda tegar yang


terdiri atas statika yang mempelajari benda dalam keadaan diam
dan dinamika yang mempelajari benda dalam keadaan bergerak.
Pada benda tegar tidak pernah benar-benar tegar, melainkan tetap
mengalami deformasi akibat beban yang diterima tetapi
umumnya deformasi kecil, sehingga tidak mempengaruhi kondisi
keseimbangan atau gerakan struktur yang ditinjau maka
diabaikan. Pada Mekanika Teknik 1 ini, mempelajari benda tegar
dalam keadaan diam, yaitu statika.

MEKANIKA TEKNIK || 1
Prinsip Dasar Statika

Statika merupakan cabang ilmu mekanika yang mempelajari


tentang komposisi dan kesetimbangan suatu gaya yang bekerja
pada sebuah benda.

Kesetimbangan adalah suatu peristiwa suatu gaya-gaya yang


bekerja pada suatu benda yang sifatnya saling meniadakan
sehingga tidak menghasilkan perubahan gerak rotasi ataupun
translasi. Kesetimbangan tergantung pada wujud suatu benda,
yaitu padat, cair dan gas. Dalam statika dipelajari kesetimbngan
benda padat.

1. Hukum Kesetimbangaan (equilibrium law)


Dua buah gaya dikatakan setimbang jika:

a) Besarnya sama (K1 = K2) seperti yang ditunjukkan


pada Gambar 1.1.
b) Arah K1 dan K2 berlawanan
c) Berada dalam satu garis kerja gaya

K1
K2
-----------------------------
-------------

2 || MEKANIKA TEKNIK
Gambar 1.1 Gambaran Kesetimbangan

2. Paralelogram Gaya
Dua buah gaya yang bereaksi pada suatu partikel, dapat
digantikan dengan satu gaya (gaya resultan) yang
diperoleh dengan menggambarkan diagonal jajaran
genjang dengan sisi kedua gaya tersebut. Hal ini dapat
ditunjukkan seperti pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Gambaran Paralelogram Gaya

3. Hukum Superposisi
Aksi suatu sistem gaya-gaya tertentu pada sebuah benda
kaku tidak akan berubah jika pada sistem gaya tersebut
ditambahkan dan dikurangi sistem gaya-gaya yang lain
yang setimbang. Gambaran umum tentang hukum ini
dapat ditunjukkan pada Gambar 1.3.

MEKANIKA TEKNIK || 3
Gambar 1.3 Gambaran Hukum Superposisi

4. Hukum I Newton :

Bila resultan gaya yang bekerja pada suatu partikel sama


dengan nol (tidak ada gaya), maka partikel diam akan
tetap diam dan atau partikel bergerak akan tetap bergerak
dengan kecepatan konstan.
Dikenal dengan Hukum Kelembaman

5. Hukum II Newton :
Bila resultan gaya yang bekerja pada suatu partikel tidak
sama dengan nol partikel tersebut akan memperoleh
percepatan sebanding dengan besarnya gaya resultan dan
dalam arah yang sama dengan arah gaya resultan tersebut.

Jika F diterapkan pada massa m, maka berlaku:

4 || MEKANIKA TEKNIK
ΣF=m.a

6. Hukum III Newton :


Gaya aksi dan reaksi antara benda yang berhubungan
mempunyai besar dan garis aksi yang sama, tetapi
arahnya berlawanan.

Aksi = Reaksi

Prinsip Satuan
Mengacu pada Sistem Internasional (SI)

• Kecepatan : m/s
• Gaya :N
• Percepatan : m/s2
• Momen : N m atau Nmm
• Massa : kg
• Panjang : m atau mm
• Daya :W
• Tekanan : N/m2 atau pascal (Pa)
• Tegangan : N/mm2 atau Mpa
• Dll

Simbol Satuan

MEKANIKA TEKNIK || 5
Sistem Gaya

Gaya merupakan aksi sebuah benda terhadap benda lain dan


umumnya ditentukan oleh titik tangkap (kerja), besar dan arah.

Sebuah gaya mempunyai besar, arah dan titik tangkap tertentu


yang digambarkan dengan anak panah. Makin panjang anak
panah maka makin besar gayanya, hal ini dapat dilihat pada
Gambar 1.4.

Gambar 1.4 Gambaran Gaya

Resultan Gaya

6 || MEKANIKA TEKNIK
Sebuah gaya yang menggantikan 2 gaya atau lebih yang
mengakibatkan pengaruh yang sama terhadap sebuah benda,
dimana gaya-gaya itu bekerja disebut dengan resultan gaya.

Metode untuk mencari resultan gaya :

1. Metode Jajar Genjang


Metode jajaran genjang dengan cara membentuk bangun
jajaran genjang dari dua gaya yang sudah diketahui
sebelumnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.5.
Garis tengah merupakan R gaya.

Gambar 1.5 Resultan Gaya dengan Metode Jajar Genjang

2. Metode Segibanyak Gaya (Poligon)


Penggunaan metode poligon gaya, gaya-gaya yang
dipindahkan harus mempunyai besar, arah dan posisi yang
sama dengan sebelum dipindahkan. Untuk menghitung
besarnya R dapat dilakukan secara grafis (diukur) dengan
skala gaya yang telah ditentukan sebelumnya.

MEKANIKA TEKNIK || 7
Gambar 1.7 Resultan Gaya Metode Poligon

Komponen Gaya

Gaya dapat diuraikan menjadi komponen vertikal dan horizontal


atau mengikuti sumbu x dan y, seperti contoh pada Gambar 1.6.

FX adalah gaya horisontal, sejajar sumbu x

FY adalah gaya vertikal, sejajar sumbu y

8 || MEKANIKA TEKNIK
Gambar 1.6 Penguraian Gaya

Jika terdapat beberapa gaya yang mempunyai komponen x dan y,


maka resultan gaya dapat dicari dengan menjumlahkan gaya-gaya
dalam komponen x dan y.

RX = Σ FX
RY = Σ FY
1.1 Rangkuman
Mekanika adalah Ilmu yang mempelajari dan meramalkan
kondisi benda diam atau bergerak akibat pengaruh gaya yang
bereaksi pada benda tersebut. Mekanika sendiri dapat dibedakan
menjadi mekanika benda tegar (mechanics of rigid bodies),
mekanika benda berubah bentuk (mechanics of deformable) dan
mekanika fluida (mechanics of fluids).

MEKANIKA TEKNIK || 9
1.2 Referensi
Beer, Ferdinand P. E. Russell Johnston, Jr. Mechanics of
Materials. Second Edition. McGraw-Hill Book Co.
Singapore. 1985.
Beer, Ferdinand P., E. Russell Johnston. Vector Mechanics for
Engineers: STATICS. 2nd edition. McGraw Hill. New York.
1994.
El Nashie M. S. Stress, Stability and Chaos in Structural
Analysis: An Energy Approach. McGraw-Hill Book Co.
London. 1990.
Ghali. A. M. Neville. Structural Analysis. An Unified Classical
and Matrix Approach. Third Edition. Chapman and Hall.
New York. 1989.
Kamarwan, Sidharta S. STATIKA Bagian Dari Mekanika Teknik.
Edisi ke-2. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1995.
Khurmi, R.S. J.K. Gupta. A Textbook of Machine Design. S.I.
Units. Eurasia Publishing House (Pvt) Ltd. New Delhi.
2004.
Khurmi, R.S. trength Of Materials. S. Chand & Company Ltd.
New Delhi. 2001.
Popov, E.P. Mekanika Teknik. Terjemahan Zainul Astamar.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 1984

10 || MEKANIKA TEKNIK
1.3 Latihan Soal
1. Tentukan resultan dari gaya-gaya berikut dengan metode
grafis dan analisis.

2. Tentukan komponen gaya arah X dan Y serta resultannya


dari sistem gaya berikut:

MEKANIKA TEKNIK || 11
Jawaban

1. a. N
b. lb
2. c. Fx= lb, Fy= lb, R= lb
d. Fx= N, Fy= N, R= N

12 || MEKANIKA TEKNIK
BAB 2
STATIKA BENDA TEGAR

2.1 Benda tegar


Elemen yang tidak berubah bentuk.

Kopel
Kombinasi 2 buah gaya yang sama besar, garis aksi sejajar arah
saling berlawanan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kopel

Momen
Kecendurungan suatu gaya untuk memutar benda tegar sekitar
sebuah sumbu diukur oleh momen gaya terhadap sumbu tersebut.
Misal seperti pada Gambar 2.2:

MEKANIKA TEKNIK || 13
Gambar 2.2 Gambaran Momen Gaya

Momen di titik A (MA) dari suatu gaya F terhadap suatu sumbu


melalui A atau momen F terhadap A, didefinisikan sebagai
perkalian besar gaya F dengan jarak tegak lurus d dari A ke garis
aksi F.

MA = F . d

Dengan:

MA = Momen di titik A (Nm)

F = Gaya (N)

d = Garak dari titik A ke Gaya F (m)

14 || MEKANIKA TEKNIK
Momen Kopel
Pada Gambar 2.3 diketahui bahwa jumlah M disebut momen dari
kopel. M tidak tergantung pada pemilihan A sehingga momen M
suatu kopel adalah tetap besarnya sama dengan F.d dimana F
besar gaya dan d adalah jarak antara ke dua garis aksinya.

F = F’ F → M.A (+)

d = d1 – d2 F’ → M.A (-)

Momen yang terjadi :

M = F.d1 – F.d2

M = F (d1 – d2)

M = F.d

MEKANIKA TEKNIK || 15
Gambar 3.3 Momen Kopel

Berdasarkan Gambar 2.4 momen yang terjadi jika P + S = R

M = (P + S) p = Pp + Sp = R.p

Dua kopel dapat diganti dengan kopel tunggal yang momennya


sama dengan jumlah aljabar dari kedua momen semula. Kedua
gaya pada garis aksi yang sama dapat langsung dijumlahkan
untuk mencari momen.

Gambar 2.4 Penjumlahan Momen Kopel

16 || MEKANIKA TEKNIK
Teorema Varignon
Momen sebuah gaya terhadap setiap sumbu, sama dengan jumlah
momen komponen gaya (Fx, Fy), terhadap sumbu yang
bersangkutan.
➢ Momen dihitung dengan cara mengalikan gaya jarak
terhadap satu pusat momen.
➢ Gaya harus tegak lurus terhadap sumbu momen.
➢ Jika tidak tegak lurus, maka harus dicari komponen gaya
tegak lurus, baik Fx maupun Fy.

Contoh Soal
1. Sebuah gaya F : 800 N bekerja di braket seperti pada
gambar. Tentukan momen terhadap B.

MEKANIKA TEKNIK || 17
Penyelesaian:

Gaya F = 800 N dengan sudut 60º, gaya tersebut tidak


tegak lurus terhadap batang, maka:

• Fx = F cos 60º = 800 cos 60º = 400 N

• Fy = F sin 60º = 800 sin 60º = 693 N

Gunakan prinsip garis gaya untuk menghitung momen di


B akibat gaya Fx & Fy.

MBx = Fx . AC = 400 . 0,160 = 64 N.m (searah jarum


jam)

MBy = Fy . BC = 693 . 200 = 138,6 N.m (searah jarum


jam)

18 || MEKANIKA TEKNIK
Makan Jumlah Momen di B adalah:

MB = MBx + MBy = 64 + 138,6 = 202,6 Nm (searah


jarum jam)

2.3 Rangkuman
1. Kombinasi 2 buah gaya yang sama besar, garis aksi
sejajar arah saling berlawanan, disebut kopel.
2. Kecendurungan suatu gaya untuk memutar benda tegar
sekitar sebuah sumbu diukur oleh momen gaya terhadap
sumbu tersebut, disebut Momen.

2.4 Referensi

Rochim, T., 2001, Alat Ukur Geometrik dan Pemakaiannya,


Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Kalpakjian, S. dan Steven, R. S. 2001, Manufacturing Processes
for Engineering Materials, Prentice Hall, New Jersey.
Schey, J. A., 1987, Introduction to Manufacturing Processes,
McGraw-Hill international, Third Edition, Singapore.
Trent, E. M., 1977, Metal Cutting. Butterwowths, London.
T. Rochim., 1993, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan,
Jurusan Teknik Mesin-ITB, Bandung.

MEKANIKA TEKNIK || 19
Rochim, T., 2001, Spesifikasi, Metrologi, dan Kontrol Kualitas
Geometrik, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Sidi, P., 2009, Modul Ajar Teori Teknologi Mekanik, Jurusan
Teknik Pemesinan Kapal-PPNS, Surabaya.

20 || MEKANIKA TEKNIK
2.5 Soal Latihan
1. Sebuah gaya 300 N bekerja pada ujung tuas yang
panjangnya 3 m. Tentukan momen gaya tersebut terhadap
O.

2. Sebuah gaya 30 N dikenakan pada batang pengontrol AB


dengan panjang 80 mm dan sudut 300. tentukan momen
gaya terhadap B dengan: a) menguraikan gaya menjadi
komponen horisontal dan vertikal, b) menjadi komponen-

MEKANIKA TEKNIK || 21
komponen sepanjang AB dan yang berarah tegak lurus
terhadap AB.

Jawaban
1. 300,8 N.m

2. N.m

22 || MEKANIKA TEKNIK
BAB 3
KONSEP KESETIMBANGAN

3.1 Konsep Dasar

➢ Suatu partikel dalam keadaan keseimbangan jika resultan


semua gaya yang bekerja pada partikel tersebut nol.

➢ Jika pada suatu partikel diberi 2 gaya yang sama besar,


mempunyai garis gaya yang sama dan arah berlawanan,
maka resultan gaya tersebut adalah NOL. Hal tersebut
menunjukkan partikel dalam keseimbangan.

➢ Sebuah benda tegar dikatakan dalam keseimbangan jika


gaya–gaya yang bereaksi pada benda tersebut membentuk
gaya / sistem gaya ekvivalen dengan nol.

➢ Sistem tidak mempunyai resultan gaya dan resultan kopel.

➢ Syarat perlu dan cukup untuk keseimbangan suatu benda


tegar secara analitis adalah :
1. jumlah gaya arah x (horizontal) = 0 ( ΣFx = 0 atau ΣH
=0)
2. jumlah gaya arah y (vertical) = 0 ( ΣFy = 0 atau ΣV =
0)
3. jumlah momen = 0 ( ΣM = 0 )

MEKANIKA TEKNIK || 23
➢ Dari persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa benda
tidak bergerak dalam arah translasi atau arah rotasi
(diam).

➢ Jika ditinjau dari Hukum III Newton, maka keseimbangan


terjadi jika gaya aksi mendapat reaksi yang besarnya sama
dengan gaya aksi tetapi arahnya saling berlawanan.
Tumpuan

Tumpuan adalah tempat bersandarnya suatu konstruksi &


tempat bekerjanya reaksi. Masing-masing mempunyai
karakteristik berbeda. Berikut adalah macam-macam tumpuan:

1. Tumpuan sendi
2. Tumpuan bidang datar
3. Tumpuan rol
4. Tumpuan tali
5. Tumpuan jepit
6. Pendel
7. Tumpuan gesek
8. Tumpuan titik

Untuk lebih jelasnya, berikut dijelaskan masing-masing


karakteristik tumpuan pada bidang Mekanika Teknik atau
Analisis Struktur.

24 || MEKANIKA TEKNIK
1. Tumpuan Rol
Sifat-sifat pada tumpuan rol adalah sebagai berikut:

➢ Dapat memberikan reaksi berupa gaya vertikal (Ry =


Fy)
➢ Tidak dapat menerima gaya horizontal (Fx).
➢ Tidak dapat menerima momen
➢ Jika diberi gaya horisontal, akan
bergerak/menggelinding karena sifat roll.

MEKANIKA TEKNIK || 25
Contoh aplikasi tumpuan rol adalah pada stuktur bawah
jembatan seperti pada Gambar 3.1.

26 || MEKANIKA TEKNIK
Gambar 3.1 Aplikasi Tumpuan Rol Pada Stuktur Atas Jembatan

2. Tumpuan Sendi/Engsel
Adapun sifat-sifat dari tumpuan sendi antara lain:

➢ Mampu menerima 2 reaksi gaya :


MEKANIKA TEKNIK || 27
a) gaya vertikal (Fy)

b) gaya horisontal (Fx)

➢ Tidak dapat menerima momen (M).


➢ Jika diberi beban momen, karena sifat sendi, maka
akan berputar.

Contoh Aplikasi tumpuan sendi yaitu pada stuktur bawah


jembatan seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Aplikasi Tumpuan Sendi pada Stuktur Bawah


Jembatan

28 || MEKANIKA TEKNIK
3. Tumpuan Jepit
Adapun sifat-sifat dari tumpuan jepit adalah sebagai
berikut:

➢ Dapat menerima semua reaksi:


a) gaya vertikal (Fy)

b) gaya horizontal (Fx)

c) momen (M)

➢ dijepit berarti dianggap tidak ada gerakan sama sekali.


Contoh aplikasi tumpuan jepit ini pada bangunan gedung
berlantai banyak, seperti pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Aplikasi Tumpuan Jepit pada Gedung


Berlantai Banyak

MEKANIKA TEKNIK || 29
Beban (muatan)
Merupakan aksi/gaya/beban yang mengenai struktur. Beban dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan cara bekerja dari
beban tersebut.
1. Beban titik/beban terpusat.
Beban yang mengenai struktur hanya pada satu titik tertentu
secara terpusat.

2. Beban terdistribusi merata.


Beban yang mengenai struktur tidak terpusat tetapi
terdistribusi, baik terdistribusi merata ataupun tidak merata.
Sebagai contoh beban angin, air dan tekanan.

30 || MEKANIKA TEKNIK
3. Beban momen.
Beban momen dapat berupa adanya beban titik pada
konstruksi menimbulkan momen atau momen yang
memang diterima oleh konstruksi seperti momen punter
(torsi) pada poros transmisi.

MEKANIKA TEKNIK || 31
➢ Dalam konstruksi mekanika teknik yang sesungguhnya,
beban yang dialami oleh struktur merupakan beban
gabungan. Misalnya sebuah jembatan dapat mengalami
beban titik, beban bergerak, beban terbagi merata, beban
angin dll.

➢ Semua beban harus dihitung dan menjadi komponen
AKSI, yang akan diteruskan ke tumpuan/peletakan,
dimana tumpuan akan memberikan REAKSI, sebesar
aksi yang diterima, sehingga terpenuhi :
AKSI = REAKSI

Kasus Sederhana
1. Balok Sederhana

Anggap AB sebagai free body (benda bebas)


Syarat keseimbangan statis :
a) Σ Fx = 0 → RHA = 0 (tidak ada aksi)

32 || MEKANIKA TEKNIK
b) Σ Fy = 0 → RVA + RVB – F = 0
c) Σ MA = 0 → F . a - RVB . L = 0

d)

2. Balok sederhana dengan muatan/beban lebih dari satu.

a) Σ MA = 0 diperoleh RVB
b) Σ MB = 0 diperoleh RVA
c) Σ Fy = 0 untuk pengecekan hasil perhitungan
d) Σ Fx = 0 → RHA = 0 (tidak ada aksi)

MEKANIKA TEKNIK || 33
3. Balok sederhana dengan beban merata.
➢ Beban terbagi merata Q (N/m)
Total beban = Q x L dengan L panjang beban.
➢ Beban terbagi merata dapat diwakili oleh satu beban titik
yang posisinya berada ditengah-tengah (titik berat beban),
digambarkan oleh FR = Q x L

a) Σ MA = 0
RVB = ½ QL = ½ FR
b) Σ MB = 0
RVA = ½ QL = ½ FR
c) Σ FH = 0, RHA = 0 (tidak ada gaya horisontal)

34 || MEKANIKA TEKNIK
4. Balok sederhana dengan beban overhang.

5. Balok sederhana dengan beban momen.

MEKANIKA TEKNIK || 35
6. Balok Kantilever

36 || MEKANIKA TEKNIK
Contoh Soal
1.

2.

MEKANIKA TEKNIK || 37
Penyelesaian:

3. Perhatikan konstruksi derek (crane) berikut. A tumpuan


sendi, B tumpuan roll. Beban derek tetap = 1000 kg
dengan pusat gravitasi di G. Derek digunakan untuk
memindahkan beban seberat 2400 kg. Tentukan reaksi di
A dan B dalam arah vertikal dan horisontal.

38 || MEKANIKA TEKNIK
Penyelesaian:
Fbeban = 2400 kg x 10 m/s2 (percepatan gravitasi)
= 24000 N = 24 kN
Fderek = 1000 kg = 10000 N = 10 kN

MEKANIKA TEKNIK || 39
Diagram Benda Bebas

40 || MEKANIKA TEKNIK
3.3 Rangkuman
Keseimbangan suatu benda tegar secara analitis adalah :
1. jumlah gaya arah x (horizontal) = 0 ( ΣFx = 0 atau ΣH
=0)
2. jumlah gaya arah y (vertical) = 0 ( ΣFy = 0 atau ΣV =
0)
3. jumlah momen = 0 ( ΣM = 0 )

3.4 Referensi
Beer, Ferdinand P. E. Russell Johnston, Jr. Mechanics of
Materials. Second Edition. McGraw-Hill Book Co.
Singapore. 1985.
Beer, Ferdinand P., E. Russell Johnston. Vector Mechanics for
Engineers: STATICS. 2nd edition. McGraw Hill. New
York. 1994.
El Nashie M. S. Stress, Stability and Chaos in Structural
Analysis: An Energy Approach. McGraw-Hill Book Co.
London. 1990.
Ghali. A. M. Neville. Structural Analysis. An Unified Classical
and Matrix Approach. Third Edition. Chapman and Hall.
New York. 1989.
Kamarwan, Sidharta S. STATIKA Bagian Dari Mekanika Teknik.
edisi ke-2. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1995.
MEKANIKA TEKNIK || 41
Khurmi, R.S. J.K. Gupta. A Textbook of Machine Design. S.I.
Units. Eurasia Publishing House (Pvt) Ltd. New Delhi.
2004.
Khurmi, R.S. Strenght Of Materials. S. Chand & Company Ltd.
New Delhi. 2001.
Popov, E.P. Mekanika Teknik. Terjemahan Zainul Astamar.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 1984.

42 || MEKANIKA TEKNIK
3.5 Latihan Soal
1. Tentukan gaya reaksi yang bekerja pada struktur
sederhana seperti gambar di bawah ini dengan cara
analitis!

2. Cari reaksi di A dan B dari konstruksi balok sederhana berikut


ini. Asumsi awal RVA dan RVB ke atas (↑)

MEKANIKA TEKNIK || 43
3.

4.

5. Hitung reaksi di tumpuan portal berikut dan perhatikan beban


yang diterima oleh portal. Periksa hasil perhitungan dengan
menggunakan persamaan keseimbangan statis.

44 || MEKANIKA TEKNIK
Jawaban
1. VA = 10 kN

VB = 10 kN
2. RVB = 21 kN
RVA = 6 kN
RHB = 0
3. Ftotal= 40 kN
Σ MA = 0
RVB = 23,4 kN ( ↑ )
RVA = 39,6 kN ( ↑ )
RHA = 0
4.

MEKANIKA TEKNIK || 45
➢ Tegangan tali (T) = 150 kN
TX = T sin 36,87º = 150 sin 36,87º = 90 kN
Ty = T cos 36,87º = 150 cos 36,87º = 120 kN
➢ Σ FX = 0
RHE – TX = 0
RHE = TX = 90 kN ( ← )
➢ Σ Fy = 0
RVE – Ty – 20 – 20 – 20 – 20 = 0
RVE = 200 kN ( ↑ )
➢ Σ ME = 0
ME + 20(7,5) + 20(5,4) + 20 (3,6) + 20(1,8) – Ty(4,5) = 0
ME = 174 kN.m ( BJJ )
5. RHA = 5 – (1)(3) = 5 – 3 = 2 kN ( ← )
RVB= 7,94 kN ( ↑ )
RVA= -0,94kN ( ↓ )

46 || MEKANIKA TEKNIK
BAB 4
GAYA DALAM

4.1 Gaya-gaya Dalam

Gaya-gaya yang bekerja di dalam struktur atau gaya yang


merambat dari muatan kepada reaksi perletakan disebut gaya
dalam. Gaya-gaya dalam dapat berupa :
1. Gaya Normal (N), yaitu gaya yang bekerja sejajar dengan
sumbu memanjang batang.
2. Gaya Lintang (L), yaitu gaya yang bekerja tegak lurus
dengan sumbu memanjang batang.
3. Gaya Momen (M), yaitu yang hendak membengkokkan
batang.

Gaya Dalam adalah gaya yang menahan gaya rambat pada


konstruksi untuk mencapai keseimbangan. Misal suatu balok
dijepit diujung atasnya dan dibebani oleh gaya P seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.1, yang searah sumbu balok, maka
balok tersebut dipastikan timbul gaya dalam. Gaya dalam yang
mengimbangi gaya aksi (beban) bekerja sepanjang sumbu batang,
sama besar, dan berlawanan arah dengan gaya aksi. Gaya dalam

MEKANIKA TEKNIK ||47


tersebut dinamakan gaya normal, dan dinyatakan sebagai NX bila
gaya normal terletak di titik berjarak X dari B.

A NX

P P
Gambar 4.1 Gaya Normal bekerja sepanjang sumbu batang

Bila terdapat beban dengan arah tegak lurus terhadap sumbu


batang pada Gambar 4.2, maka akan timbul gaya (P`) dan momen
(M`) pada jarak X dari titik B.

48 || MEKANIKA TEKNIK
MX
A
P`
LX
M`

X
P
P
B

Gambar 4.2. Gaya Lintang dan Momen Lentur pada jarak X dari
B.
Gaya dalam yang menahan aksi P` dan momen M` adalah LX dan
MX. Gaya dalam yang tegak lurus terhadap sumbu batang
dinamakan Gaya Lintang/Geser (Shear Force) diberi notasi LX
dan momen yang mendukung lentur dinamakan Momen
Lentur/Lengkung (Bending Moment) bernotasi MX.

Perjanjian Tanda Gaya Dalam


Gaya normal diberi tanda positif (+) apabila gaya cenderung
menimbulkan sifat tarik pada batang dan negatif (-) bila gaya
cenderung menimbulkan sifat tekan seperti yang ditunjukkan

MEKANIKA TEKNIK ||49


pada Gambar 4.3. Gaya lintang disebut positif apabila gaya
cenderung menimbulkan patah dan searah jarum jam, dan negatif
bila sebaliknya.
a. Gaya Normal b. Gaya Lintang
N ki N ka
+ L ka L ki
+ -
L ka
N ki N ka L ki
-

M ki
- Mka
M ki +
Mka
c. Momen Lentur
Gambar 4.3. Perjanjian tanda gaya-gaya dalam

Momen lentur diberi tanda positif apabila gaya menyebabkan


sumbu batang cekung ke atas, dan bila cekung ke bawah diberi
tanda negatif.

Perhitungan Gaya Dalam.


Gaya Dalam pada Kantilever
1. Gaya Dalam pada Kantilever dengan Beban Terpusat

50 || MEKANIKA TEKNIK
Misal sebuah kantilever mendapat beban P1 = 10 ton dengan tg 
= 4/3 pada titik A, dan P2 = 12 ton pada titik C, seperti gambar
3.4. Tentukan besarnya gaya normal, gaya lintang dan momen
lentur dititik I dan II.
Langkah 1.
Mencari keseimbangan gaya luar. P1 diuraikan menjadi X1 = P
cos  = 10 x 3/5 = 6 ton dan Y1 = P sin  = 10 x 4/5 = 8 ton,
sehingga didapat reaksi
HB = 6 ton (), VB = 20 ton (), dan MB = 96 Tm.
P1 P2
Y1

 I II MB
X1 A C B HB
1m 1m 2m 2m

6m VB

Gambar 4.4. Kantilever dengan beban miring P1 dan P2

Langkah 2.
Mencari keseimbangan gaya dalam. Kita lihat pada titik I, dengan
menganggap A-I sebagai freebody yang seimbang, maka akan
tampak gaya-gaya dalam yang harus mengimbangi gaya luar
(lihat Gambar 4.5).

MEKANIKA TEKNIK ||51


Y1
MI

X1 NI
L I P2

MI L I
II MB
NI
C B HB

VB

Gambar 4.5. Keseimbangan gaya dalam pada batang A-I


Dengan persamaan statik tertentu dapat dihitung:
 H = 0 → - 6 + NI = 0 → NI = 6 Ton
 V = 0 → - 8 + LI = 0 → LI = 8 Ton
 MI = 0 → - 8 . 1 + MI = 0 → MI = 8 Tm
Mengingat tanda gaya dalam sesuai perjanjian maka hasil
hitungan perlu dicermati: NI = - 6 Ton, LI = - 8 Ton, dan MI = -
8 Tm
Begitu juga dengan titik II, dimana A-II dianggap freebody, maka
akan tampak gaya-gaya dalam yang mengimbangi gaya luar (lihat
Gambar 4.6).
Dengan persamaan statik tertentu dapat dihitung:
 H = 0 → 6 + NII = 0 → NII = - 6 Ton
 V = 0 → - 8 – 12 - LII = 0 → LII = - 20 Ton
 MI = 0 → - 8 . 4 – 12 . 2 - MII = 0 → MII = - 56
Tm

52 || MEKANIKA TEKNIK
Y1 P2
M II
N II
X1 C
L II

L II
MB
N II
B HB
M II
VB

Gambar 4.6. Keseimbangan gaya dalam pada batang A-II


X Nx Lx Mx

0 -6T -8T 0

1 -6T -8T - 8 Tm

2 -6T -8T - 16 Tm

2. Gaya Dalam pada Kantilever dengan Beban Terbagi


Merata
Bila beban merupakan terbagi rata, perlu diperhatikan bahwa
gaya lintang dan momen lentur pada batang akan tergantung dari
jarak beban terhadap titik tumpuan.

MEKANIKA TEKNIK ||53


q = 10 T/m

MB
A C B HB
4m 2m

6m
VB

Gambar 4.7. Kantilever dengan beban terbagi merata


Gaya luar dari batang pada Gambar 4.7 diperoleh: HB = 0, VB = q
. 4 = 10 . 4 = 40 Ton, dan MB = (q . 4) (2 + 2) = (10 . 4) 4 = 160
Tm. Bila terdapat elemen kecil beban q . dx pada jarak x dari A,
maka pada titik C akan mendapat reaksi gaya lintang dL = q . dx
dan momen lentur dM = (q . dx) . x (Gambar. 4.8). Dengan
memperhatikan hal tersebut dapat disimpulkan sbb:
L =  q dx = q.x dan

q 2
M =  q.x.dx = q  x.dx = x = (q.x) 1 2 x
2

54 || MEKANIKA TEKNIK
q = 10 T/m

MC
C
A
x LC
dx

LC
MC MB
C B

VB

Gambar 3.8. Keseimbangan gaya dalam pada titik C


- Nilai L tergantung jarak dari A ke C, misal pada jarak 1
m, maka nilai L = -10 T, sedang jarak 2 m → L = -20 T
dan pada jarak 4 m → LC = -40 T, sehingga nilai gaya
lintang L semakin jauh jarak dari A semakin besar nilai
(negatif) L, namun perlu diingat nilai VB = nilai LC,
sehingga gaya dalam pada batang CB sebesar LC.
- Untuk nilai M, jarak selain mempengaruhi besar beban
(q.x) juga mempengaruhi letak resultan beban ( x),
sehingga misal pada jarak 1 m, maka M = -5 Tm, pada
jarak 4 m → MC = -80 Tm. Nilai MC tidak sama dengan
nilai MB, berarti pada CB akan mendapat momen lentur
yang berbeda. Untuk batang CB, M = (q . AC) ( AC + x)
dimana x adalah jarak titik pada batang CB, sehingga

MEKANIKA TEKNIK ||55


diperoleh M = (-10 . 4) (2 + x) = -80 - 40.x. misal pada
jarak 1 m, maka M = - 80 - 40 = -120 Tm, dan pada jarak
2 m, maka MB = - 80 - 80 = -160 Tm.

3. Gaya Dalam pada Kantilever dengan Beban Momen


Bila beban merupakan momen, seperti Gambar 4.9 dibawah ini:

M MB
A B
Gambar 4.9. Kantilever dengan beban momen

Maka gaya dalam yang ada hanya momen lentur bernilai negatif
(batang cekung ke bawah).

Gaya Dalam pada Balok Sederhana


1. Gaya Dalam pada Balok Sederhana dengan Beban Terpusat
Pada suatu konstruksi balok sederhana seperti Gambar 4.10 di
bawah ini:

56 || MEKANIKA TEKNIK
P=2T

A B
6 4

VA VB

Gambar 4.10. Konstruksi balok sederhana

Dari keseimbangan gaya luar didapat VA = (4/10) x 2 = 0,8 T,


dan VB = (6/10) x 2 = 1,2 T. Gaya dalam akan ditinjau pada titik
P berada, serta AP dan PB dianggap sebagai freebody (lihat
Gambar 4.10).
Keseimbangan gaya dalam, (ditinjau dari A ke B):
Untuk 0  x  6, MX = VA . x = 0.8 . x, dan LA = VA
Untuk 6  x  10, MX = VB . (10 – x) = 1,2 . (10 – x) dan LB = -
VB
Sehingga didapat LA = 0,8 T dan LB = -1,2 T dan pada titik P
gaya lintang yang terjadi adalah (LA + LB) = (0,8 – 1,2) = -0,4 T.
Untuk momen lentur didapat: pada jarak 0 (titik A) M0 = 0, jarak
6, M6 = 0,8 x 6 = 4,8 Tm, atau M6 = 1,2 (10 – 6) = 1,2 (4) = 4,8
Tm, dan pada jarak 10, M10 = 1,2 (10 – 10) = 0

MEKANIKA TEKNIK ||57


2. Gaya Dalam pada Balok Sederhana dengan Beban Terbagi
Merata
Bila beban pada balok sederhana berupa beban terbagi merata
yang berada ditengah-tengah konstruksi (Gambar 4.11), maka
perlu membagi balok tersebut menjadi 3 bagian, untuk ditinjau
gaya-gaya dalamnya.

q = 2 T/m

A B
3
C 4
D 3

VA VB

Gambar 4.11. Balok sederhana dengan beban terbagi merata

Dari keseimbangan gaya luar diperoleh:


 MB = 0 → VA . 10 – (q . 4) . (2 + 3) = 0, → VA = ((2 . 4) . 5)/10
=4T
 MA = 0 → (q . 4) . (2 + 3) - VB . 10 = 0, → VB = ((2 . 4) . 5)/10
=4T

58 || MEKANIKA TEKNIK
Keseimbangan gaya dalam (ditinjau dari titik A) lihat Gambar
4.12:
Untuk 0  x  3, MX = VA . x dan LX = VA → LA = VA = LC
M0 = 0, M3 = 4 . 3 = 12 Tm dan L0 = 4 T dan L3 = 4 T

L A
L B

MA
A B
C D
MB
VA VB

MC MD

L C
L D

Gambar 4.12 Gaya-gaya Dalam yang Terjadi pada Balok

Untuk 3  x  7, MX = VA . x – (q . (x – 3)) .  (x – 3) dan LX =


VA – q (x – 3)
M3 = 4 . 3 – 0 = 12 Tm,
M5 = 4 . 5 – (2. 2) .  (2) = 16 Tm
M7 = 4.7 – (2 . 4).  (4) = 12 Tm
L3 = 4 – 0 = 4 T
L5 = 4 – 2(2) = 0
L7 = 4 – 2(4) = - 4 T.

MEKANIKA TEKNIK ||59


Untuk 7  x  10, MX = -VB . (x – 10) dan LX = - VB → LB = -
VB = LD
M7 = - 4 (7 – 10) = 12 Tm
M10 = - 4 (0) = 0, dan L7 = - 4 T dan L10 = - 4 T.
Jadi pada titik berjarak 5 m dari A (=  L), gaya lintang = 0 dan
momen lentur menjadi maksimum.

3. Gaya Dalam pada Balok Sederhana dengan Beban Momen


Balok sederhana dengan beban momen seperti Gambar 4.13.

M = 10 Tm

A B
6 4

VA VB

Gambar 4.13. Balok dengan Beban Momen

Dari keseimbangan luar didapat VA = - M/L = M/L () = 1 T, VB


= M/L = 1 T
Keseimbangan dalam:
0  x  6, MX = VA . x dan LX = VA

60 || MEKANIKA TEKNIK
M0 = 0
M6 = -1 . 6 = - 6 Tm
L0 = -1 T
L6 = -1 T
6  x  10, MX = VB . (10 – x) dan LX = - VB
M6 = 1 (10 – 6) = 4 Tm, M10 = 1 (0) = 0, dan L6 = - 1 T, L10 = - 1
T

4. Gaya Dalam pada Balok Sederhana Berpinggul dengan


Beban Terpusat
Balok sederhana berpinggul dengan beban terpusat P, seperti
Gambar 4.14.

P=4T

A B

10 m 2m

VA VB
Gambar 4.14. Balok Pinggul dengan Beban Terpusat

MEKANIKA TEKNIK ||61


Keseimbangan luar:
VA = - (2/10) . P = - 0,8 T dan VB = ((10 + 2)/10) . P = 4,8 T
Keseimbangan dalam:
0  x  10, MX = VA . x dan LX = VA
M0 = - 0,8 . 0 = 0
M10 = - 0,8 . 10 = - 8 Tm
L0 = - 0,8 T
L10 = - 0,8 T
10  x  12, MX = P . (x – 12) dan LX = P
M10 = 4 (10 – 12) = - 8 Tm
M12 = 0
L10 = 4 T
L12 = 4 T
5. Gaya Dalam pada Balok Sederhana Berpinggul dengan
Beban Terbagi Merata
Gambar 4.15 memperlihatkan balok pinggul dengan beban
terbagi merata.
Keseimbangan luar:
(b 2 − c 2 ) (4 2 − 2 2 )
VA = .q = .2 = 1,2 ton dan
2L 2.10
( L − c) 2 − a 2 (10 + 2) 2 − 6 2
VB = .q = .2 = 10,8 ton
2L 2.10

62 || MEKANIKA TEKNIK
q = 2 T/m

A B

6m 4m 2m

VA VB
Gambar 4.15. Balok Berpinggul dengan Beban Terbagi Merata
Keseimbangan dalam:
0  x  6, MX = VA . x dan LX = VA
M0 = 1,2 . 0 = 0
M6 = 1,2 . 6 = 7,2 Tm
L0 = 1,2 T
L6 = 1,2 T
6  x  10, MX = VA . x – (q/2)(x - 6)2 dan LX = VA – q (x – 6)
M6 = 1,2 . 6 – (2/2) (6 – 6)2 = 7,2 Tm, M8 = 1,2 . 8 – (2/2) (8 – 6)2
= 5,6 Tm,
M10 = 1,2 . 10 – (2/2) (10 – 6)2 = - 4 Tm, dan L6 = 1,2 – 2 (6 – 6)
= 1,2 T, L7 = 1,2 – 2 (7 – 6) = - 0,8 T, L10 = 1,2 – 2 (10 – 6) = -
6,8 T
10  x  12, MX = – (q/2)(12 - x)2 dan LX = q/2 . (12 – x)

MEKANIKA TEKNIK ||63


M10 = - (2/2) (12 – 10)2 = - 4 Tm, M12 = - (2/2) (12 – 12)2 = 0,
dan L10 = (2/2) . (12 – 10) = 2 T, L12 = (2/2) (12 – 12) = 0

6. Gaya Dalam pada Balok Sederhana Berpinggul dengan


Beban Momen
Bila beban berupa momen pada balok berpinggul (Gambar
4.16)

M = 24 Tm

A B

10 m 2m

VA VB
Gambar 4.16. Balok Berpinggul dengan Beban Momen

Keseimbangan luar:
VA = - M/L = - 24/10 = - 2,4 T, dan VB = M/L = 24/10 = 2,4 T
Keseimbangan dalam:
0  x  10, MX = VA . x dan LX = VA
M0 = 2,4 . 0 = 0, M10 = 2,4 . 10 = 24 Tm, dan L0 = L6 = 2,4 T
10  x  12, MX = – M dan LX = 0
M10 = - 24 Tm = M12 dan L10 = L12 = 0

64 || MEKANIKA TEKNIK
4.3. Rangkuman
Dalam Suatu Konstruksi ada beberapa gaya dalam yang
bekerja, yaitu:
1. Momen
2. Gaya Lintang
3. Gaya Normal

4.4. Referensi
Ferdinand P. Beer, E. Russell Johnston, Jr, [1981], Mechanics of
Materials, Student edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Hibbler, R.C., [2000], Mechanics of Materials, Fourth Edition,
New Jersey, Prentice Hall.
Timoshenko, S.P., Gere, J.M., [1984], Mechanics of Materials,
Second SI Edition, PWS Egineering, Boston,
Massachusetts.

MEKANIKA TEKNIK ||65


4.5. Latihan Soal
1.

2.

66 || MEKANIKA TEKNIK
Jawaban
1.

2.

MEKANIKA TEKNIK ||67


BAB 5
TEGANGAN DAN REGANGAN

5.1 Sifat-sifat Elastis Bahan


Apa yang terjadi jika sebuah kawat atau batang logam ditarik
oleh gaya? Jawabannya dapat kalian lihat pada Gambar 5.1(a).
Batang yang panjang mula-mula l0 menjadi l saat ditarik gaya F,
berarti terjadi pertambahan panjang Δl. Sifat seperti ini
dinamakan elastis. Jika pemberian gaya tidak melebihi sifat
elastisnya maka penambahan panjang itu akan kembali lagi
seperti pada Gambar 5.1(b).

68 || MEKANIKA TEKNIK
Gambar 5.1 Bahan yang elastis akan bertambah panjang saat
diberi gaya.
Ada tiga besaran yang perlu diperhatikan pada sifat ini yaitu
seperti penjelasan berikut.
a. Regangan atau strain
b. Tegangan atau stress
c. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas adalah besaran yang menggambarkan
tingkat elastisitas bahan. Modulus elastisitas disebut juga

MEKANIKA TEKNIK || 69
modulus Young yang didefinisikan sebagai perbandingan
stress dengan strain.

Tegangan (Stress)

Tegangan (stress) didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan


oleh benda untuk kembali ke bentuk semula. Atau gaya F yang
diberikan pada benda dibagi dengan luas penampang A tempat
gaya tersebut bekerja. Gambaran tentang tegangan dapat dilihat
pada Gambar 5.2.

Gambar. 5.2 (a) Sebuah batang yang tertegang. (b)


Tegangan di irisan tegak lurus sama dengan F/A. (c)
dan (d) Tegangan di irisan yang miring dapat
diuraikan menjadi tegangan normal Fn/A’ dan
tegangan tangensial (singgung) F1/A’.

70 || MEKANIKA TEKNIK
Gambar 5.2 (a) memperlihatkan sebuah batang yang penampang
lintangnya uniform dan luasnya A. Batang ini pada masing–
masing ujungnya mengalami gaya tarik F yang sama besarnya
dan berlawanan arahnya. Dikatakanlah bahwa batang itu dalam
keadaan tertegang.
Tegangan didefinisikan sebagai:

(5.1)

Tegangan merupakan sebuah besaran skalar dan memiliki


satuan N/m² atau Pascal (Pa). F adalah gaya (N), dan A adalah
luas penampang (m2). Selain itu, Tegangan dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Tegangan normal
Tegangan normal yaitu intensitas gaya normal per unit
luasan. Tegangan normal dibedakan menjadi tegangan
normal tekan atau kompresi dan tegangan normal tarik.
Apabila gaya-gaya dikenakan pada ujung-ujung batang
sedemikian rupa sehingga batang dalam kondisi tertarik,
maka terjadi tegangan tarik pada batang, jika batang
dalam kondisi tertekan maka terjadi tegangan tekan.

MEKANIKA TEKNIK || 71
2. Tegangan geser adalah gaya yang bekerja pada benda
sejajar dengan penampang.
3. Tegangan volume adalah gaya yang bekerja pada suatu
benda yang menyebabkan terjadinya perubahan volume
pada benda tersebut tetapi tidak menyebabkan bentuk
benda berubah.

Tegangan, tidak seperti gaya, bukanlah besaran vektor karena


tidak dapat memberinya arah yang tertentu. Gaya yang bekerja
terhadap potongan benda itu di sisi tertentu suatu irisan ada
mempunyai arah yang tertentu. Tegangan termasuk salah satu
besaran fisika yang disebut tensor. Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Batang yang Mengalami Tekanan


Regangan (strain)

Perubahan relatif dalam ukuran atau bentuk suatu benda karena


pemakaian tegangan disebut regangan (strain). Regangan adalah
suatu besaran yang tidak memiliki dimensi karena rumusnya
yaitu meter per meter. Definisi regangan berdasarkan rumusnya

72 || MEKANIKA TEKNIK
adalah perubahan panjang Δl dibagi dengan panjang awal benda l
.
Secara matematis dapat ditulis:

atau e = Δl / l
(5.2)

Bahan-bahan logam biasanya diklasifikasikan sebagai bahan liat


(ductile) atau bahan rapuh (brittle). Bahan liat mempunyai gaya
regangan (tensile strain) relatif besar sampai dengan titik
kerusakan seperti baja atau aluminium. Sedangkan bahan rapuh
mempunyai gaya regangan yang relative kecil sampai dengan
titik yang sama. Batas regangan 0,05 sering dipakai untuk garis
pemisah diantara kedua kelas bahan ini. Besi cor dan beton
merupakan contoh bahan rapuh.

Modulus Elastisitas

Modulus elatisitas suatu benda dapat dihitung melalui pemberian


beban sebagai tegangan yang diberikan pada benda tersebut dan
mengamati penunjukan oleh garis rambut sebagai regangannya.
Besar pelenturan (f) ditentukan melalui persamaan matematis
sebagai berikut:

MEKANIKA TEKNIK || 73
(5.3)

Dari rumus pelenturan diatas dapat ditentukan persamaan


matematis Modulus Elastisitasnya:

atau (5.4)

Contoh Soal 1
Kawat logam panjangnya 80 cm dan luas penampang 4 cm2.
Ujung yang satu diikat pada atap dan ujung yang lain ditarik
dengan gaya 50 N. Ternyata panjangnya menjadi 82 cm.
Tentukan:
a. regangan kawat,
b. tegangan pada kawat,
c. modulus elastisitas kawat!

74 || MEKANIKA TEKNIK
Penyelesaian:
l0 = 80 cm
l = 82 cm
Δl = 82 - 80 = 2 cm
A = 4 cm2 = 4.10- 4 m2
F = 50 N

Hukum Hooke

Hubungan antara tegangan dan regangan erat kaitannya dalam


teori elastisistas. Apabila hubungan antara tegangan dan regangan
dilukiskan dalam bentuk grafik, dapat diketahui bahwa diagram
tegangan-regangan berbeda-beda bentuknya menurut jenis
bahannnya. Hal ini membuktikan bahwa keelastisitasan benda

MEKANIKA TEKNIK || 75
dipengaruhi bahan dari bendanya. Dapat kita ambil contoh grafik
keelastisitasan suatu logam kenyal pada Gambar 5. 4.

Gambar 5.4 Hubungan Tegangan dan Regangan

Pada bagian awal kurva, tegangan dan regangan bersifat


proporsional sampai titik a tercapai. Hubungan proporsional
antara tegangan dan regangan dalam daerah ini sesuai dengan
Hukum Hooke.
Pada Gambar 5.5 kalian telah belajar tentang elastisitas bahan
termasuk pada pegas. Sifat elastisitas pegas ini juga dipelajari
oleh Robert Hooke (1635- 1703). Pada eksperimennya, Hooke
menemukan adanya hubungan antara gaya dengan pertambahan
panjang pegas yang dikenai gaya. Besarnya gaya sebanding

76 || MEKANIKA TEKNIK
dengan pertambahan panjang pegas. Konstanta perbandingannya
dinamakan konstanta pegas dan disimbulkan k. Sehingga dapat
dituliskan persamaan:

(5.5)

Dengan:
F = gaya (N)
Δx = pertambahan panjang pegas (m)
k = konstanta pegas (N/m)

Gambar 5.5 Pegas yang Ditarik Gaya F

MEKANIKA TEKNIK || 77
Contoh Soal

1. Sebuah pegas memiliki panjang 20 cm. Saat ditarik


dengan gaya 12,5 N panjang pegasnya menjadi 22 cm.
Berapakah panjang pegas jika ditarik gaya sebesar 37,5
N?
Penyelesaian:
x0 = 20 cm
F1 = 12,5 N → x1 = 22 cm
Δx1 = 22 − 20 = 2 cm
F2 = 37,5 N → Δx2 = ?
x2 = ?
Dari keadaan pertama dapat dihitung konstanta
pegas sebagai berikut.
F1 = k Δx1

Berarti panjang pegas saat diberi gaya F2 dapat diperoleh:

, jadi panjangnya menjadi,

78 || MEKANIKA TEKNIK
5.1 Rangkuman
Ada tiga besaran yang perlu diperhatikan pada sifat
elastisitas bahan, yaitu seperti penjelasan berikut.
a. Regangan atau strain
b. Tegangan atau stress
c. Modulus elastisitas

5.2 Referensi
Ferdinand P. Beer, E. Russell Johnston, Jr [1981], Mechanics of
Materials, Student edition, McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Hibbler, R.C., [2000], Mechanics of Materials, Fourth Edition,
New Jersey, Prentice Hall.
Timoshenko, S.P., Gere, J.M., [1984], Mechanics of Materials,
Second SI Edition, PWS Egineering, Boston, Massachusetts.
William Nash, Strength of Materials, 1999, Strength of Materials
(Schaum’s Outlines), McGraw-Hill International Book
Company.

MEKANIKA TEKNIK || 79
5.3 Latihan Soal
1. Batangan seperti gambar berikut ini direkatkan untuk
menopang gaya 50 kN. Bagian atas terbuat dari baja dan
memiliki panjang 10 m, berat jenis 7.7 x 104 Nm-3 dan
luas 6000 mm2, bagian bawah terbuat dari kuningan dan
memiliki berat jenis 8.25 x 104 Nm-3, panjang 6 m serta
luas 5000 mm2. Modulus elastisitas baja adalah 200 GNm-
2
dan modulus elastisitas kuningan 90 GNm-2, carilah
tegangan maksimum yang terjadi!

2. Sebuah batang prismatik dengan penampang berbentuk


empat persegi panjang (20 x 40 mm) dan panjang 2.8 m
dikenakan suatu gaya tarik aksial 70 kN. Pemanjangan
yang dialami batang adalah 1.2 mm. Hitunglah tegangan
dan regangan tarik dalam batang!

80 || MEKANIKA TEKNIK
3. Tabung antara batang perunggu dan batang baja diikat
secara kaku seperti diperlihatkan pada gambar. Beban
aksial bekerja pada kedudukan seperti diperlihatkan pada
gambar. Carilah tegangan pada setiap beban!

Jawaban
1. 9.5 Mpa

2. dan

3. σb = 28.6 Mpa
σa = 5 Mpa
σs = 12.5 Mp

MEKANIKA TEKNIK || 81
BAB 6
TRUSS

6.1 Rangka batang (Truss)

➢ Konstruksi yang dirancang untuk menumpu beban dan


biasanya berupa struktur yang dikekang/disambung jepit
penuh dan stasioner.

➢ Rangka batang terdiri dari batang-batang lurus yang


berhubungan pada titik-titik kumpul (SIMPUL) yang terletak
di setiap ujung batang. Oleh karena itu batang-batang ini
merupakan BATANG DENGAN DUA GAYA, yaitu batang
yang mengalami dua gaya sama besar dan berlawanan arah.
Dua gaya tersebut merupakan gaya aksial yaitu berupa gaya
tarik atau gaya tekan, hal ini ditunjukkan pada Gambar 6.1.

Gambar 6.1 Batang dengan Dua Gaya

Berlaku Hukum III Newton: AKSI = REAKSI

82 || MEKANIKA TEKNIK
➢ Pembahasan dibatasi pada: statis tertentu atau rangka
batang sederhana.

Syarat Rangka Batang Sederhana


1. Sumbu batang berimpit dengan garis penghubung antara
kedua ujung sendi/simpul. Titik pertemuan disebut titik
simpul. Garis yang menghubungkan semua simpul pada
rangka batang disebut Garis Sistem.
2. Muatan/beban yang bekerja pada rangka batang harus
ditangkap/diteruskan pada simpul.
3. Garis sistem dan gaya luar harus terletak pada satu bidang
datar.
4. Rangka batang ini harus merupakan rangka batang statis
tertentu, baik ditinjau dari keseimbangan luar dan
keseimbangan dalam.

Berikut Gambar 6.2 adalah contoh aplikasi rangka batang


sederhana.

MEKANIKA TEKNIK || 83
Gambar 6.2 Aplikasi Rangka Batang Sederhana

Bagian Rangka Batang:


➢ Batang Tepi, tepi atas dan tepi bawah.
➢ Batang Pengisi Diagonal
➢ Batang Pengisi Tegak
➢ Simpul
➢ Tumpuan

84 || MEKANIKA TEKNIK
Kekakuan Rangka Batang

Jika jumlah simpul disimbolkan dengan S, jumlah batang B,


jumlah reaksi R, maka :
➢ 2S – B – R = 0 rangka batang kaku
➢ 2S – B – R < 0 rangka batang tidak kaku
➢ 2S – B – R > 0 rangka batang statis tak tertentu.

Untuk rangka batang yang diletakkan pada tumpuan sendi dan


roll, maka jumlah reaksi (R) yang diberikan berjumlah 3 reaksi (1
dari roll dan 2 dari sendi).

Analisis Struktur Rangka Batang

Untuk menganalisi struktur rangka batang, dilakukan 2 langkah,


yaitu:
1. Memeriksa kekakuan rangka, untuk statis tertentu harus
memenuhi: 2S – B – R = 0.
2. Menghitung keseimbangan gaya dalam.
Σ FX = 0 , Σ Fy = 0 , Σ M = 0
Metode Sambungan (Metode Kesimbangan Titik Simpul)

➢ Analisi dilakukan di sambungan/simpul/pin


➢ Batang merupakan batang dan gaya, dimana satu gaya
pada setiap ujung batang.

MEKANIKA TEKNIK || 85
➢ Berlaku Hukum III Newton : Aksi = reaksi (gaya besar
sama tetapi arah berlawanan).
➢ Digunakan untuk menghitung gaya pada semua.

Contoh Soal
1. Cari reaksi di tumpunan dari konstruksi rangka batang
sederhana berikut dan hitung gaya masing-masing batang
serta tentukan gaya tarik atau tekan.

Penyelesaian:
Pengecekan stabilitas :
Jumlah simpul (S) = 4
Jumlah batang (B) = 5
Jumlah reaksi (R) = 3
2S – B – R = 2(4) – 5 – 3 = 0 Rangka batang stabil
Σ MB = 0
RVC (3,5) – 70 (1,2) – 24 (7) = 0
RVC = 72 kN (↑)
Σ MC = 0

86 || MEKANIKA TEKNIK
RVB (3,5) + 70 (1,2) + 24 (3,5) = 0
RVB = - 48 kN (↓)
Pengecekan :
Σ FV = 0 = 72 – 24 – 48 = 0 perhitungan benar
• Σ FHB = 0
RHB - 70 = 0
RHB = 70 kN (←)
Untuk menghitung besar gaya pada tiap simpul, maka
digunakan prinsip polygon gaya tertutup. Analisis tiap
simpul dapat dibuat dalam bentuk diagram yang dikenal
dengan Diagram Maxwell.

MEKANIKA TEKNIK || 87
88 || MEKANIKA TEKNIK
Hasil Akhir

Analisa Rangka Batang dengan Metode Potongan


Prinsip Dasar :
1. Seluruh gaya yang bekerja pada potongan (bagian kiri
atau kanan struktur yang terpotong), harus memenuhi
persamaan keseimbangan statis :
Σ Fx = 0 (FH)
Σ Fy = 0 (FV)
ΣM=0
2. Perhitungan gaya batang tidak harus dimulai secara
berurutan, tetapi dapat langsung pada batang yang
diinginkan.
3. Potongan harus melalui/memotong batang yang akan
dihitung gayanya, sehingga dapat digambarkan diagram
benda bebasnya (DBB).

MEKANIKA TEKNIK || 89
4. Batang yang akan dihitung gaya batangnya dianggap
mengalami tarikan dan diberi nilai positif (+). Hal ini
dimaksudkan sebagai asumsi awal untuk mempermudah
analisis.
5. Maksimum jumlah batang yang dapat/boleh dipotong
adalah: 3 batang.
6. Analogi pernyataan prinsip dasar tersebut ditunjukkan
pada Gambar 6.3.

Jika diinginkan untuk mencari harga gaya pada batang BD, BE,
BC maka dapat

90 || MEKANIKA TEKNIK
dilakukan pemotongan pada tersebut ditunjukkan dengan garis (n

– n ).
FBE dapat diuraikan arah x dan y (vertikal dan horisontal)
Untuk menyelesaikan :
➢ FBD dengan Σ ME = 0
➢ FCE dengan Σ MB = 0
➢ FBE dengan Σ Fy = 0
➢ Di cek dengan Σ FX = 0 , Σ Fy = 0 , Σ M = 0
Contoh Soal
Cari gaya pada bagian EF dan GI pada rangka batang berikut.
Apakah rangka batang seimbang/stabil ? Gunakan metode
potongan.

MEKANIKA TEKNIK || 91
Penyelesaian:
Potongan n – n untuk mencari FEF
Potongan m – m untuk mencari FGI
➢ Σ MB = 0
RVJ (32) – 28(8) – 28(24) – 16(10) = 0
RVJ = 33 kN ( ↑ )
➢ Σ MJ = 0
RVB (32) + 16 (10) – 28 (24) – 28 (8) = 0
RVB = 23 kN ( ↑ )
➢ Σ FX = 0
RHB – 16 = 0
RHB = 16 kN ( ← )
Mencari FEF / FDF / FEG

92 || MEKANIKA TEKNIK
Asumsikan :
FEG , FEF , FDF = gaya tarik
➢ Σ Fy = 0
FEF + 28 – 23 = 0
FEF = - 5 kN (tekan)
➢ Σ ME = 0
FDF (10) + 28 (8) – 16 (10) = 0
FDF = - 6,4 kN (tekan)
➢ Σ MX = 0
FEG – 16 – 6,4 = 0
FEG = 22,4 kN (tarik)
Mencari FGI
Σ MH = 0
FGI (10) + 33 (8) – 16 (10) = 0
FGI = - 10,4 kN (tekan)

MEKANIKA TEKNIK || 93
6.3. Rangkuman
1. Rangka batang terdiri dari batang-batang lurus yang
berhubungan pada titik-titik kumpul (SIMPUL) yang
terletak di setiap ujung batang.
2. Untuk menganalisi struktur rangka batang, dilakukan 2
langkah, yaitu:
➢ Memeriksa kekakuan rangka, untuk statis tertentu
harus memenuhi: 2S – B – R = 0.
➢ Menghitung keseimbangan gaya dalam.
Σ FX = 0 , Σ Fy = 0 , Σ M = 0
6.4. Referensi

Ferdinand P. Beer, E. Russell Johnston, Jr [1981], Mechanics of


Materials, Student edition, McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Hibbler, R.C., [2000], Mechanics of Materials, Fourth Edition,
New Jersey, Prentice Hall
94 || MEKANIKA TEKNIK
Timoshenko, S.P., Gere, J.M., [1984], Mechanics of Materials,
Second SI Edition, PWS Egineering, Boston,
Massachusetts
6.5. Latihan Soal
1. Hitung gaya reaksi di tumpuan dan gaya tiap batang.
Berikan tanda pada batang tersebut gaya tarik atau gaya
tekan.

2. Hitung gaya reaksi di tumpuan dan gaya tiap batang.


Berikan tanda pada batang tersebut gaya tarik atau gaya
tekan.

MEKANIKA TEKNIK || 95
Jawaban
1. RVC = 60 kN (←), RVA = - 60 kN (→), RHA = 105 kN
(↑), FAB = 65 kN (tarik di simpul), FHAC = 80 kN (tarik
di simpul), FBC = 100 kN (tekan di simpul)

96 || MEKANIKA TEKNIK
2. RVC = 19 kN (↑),RVC = 19 kN (↑),FVDA = 7 kN ( tekan
di simpul A), FBD = 25,5 kN (tekan di simpul D), FHDE
= 22,5 kN (tarik di simpul D)

MEKANIKA TEKNIK || 97
98 || MEKANIKA TEKNIK
BAB 7
TEGANGAN GESER

7.1 Pengertian Tegangan Geser

Tegangan geser merupakan tegangan yang bekerja sejajar atau


menyinggung permukaan. Perjanjian tanda untuk tegangan geser
sebagai berikut: Tegangan geser yang bekerja pada permukaan
positif suatu elemen adalah positif, apabila bekerja dalam arah
positif dari salah satu sumbu-sumbu positif dan negatif apabila
bekerja dalam arah negatif dari sumbu-sumbu. Tegangan geser
yang bekerja pada permukaan negatif suatu elemen adalah positif
apabila bekerja dalam arah negatif sumbu dan negatif apabila
bekerja dalam arah positif.

Prinsip Tegangan Geser

Sifat-sifat suatu bahan dalam keadaan geser dapat ditentukan


secara eksperimental dari uji-uji geser langsung (direct shear)
atau puntiran (torsion). Uji-uji yang kemudian dilakukan dengan
memuntir pipa-pipa berongga, sehingga menghasilkan suatu
keadaan geser murni. Pada Gambar 7.1 berikut adalah diagram
tegangan geser.

MEKANIKA TEKNIK || 99
Gambar 7.1 Diagram Tegangan Geser
Sebagai suatu contoh dapat dilihat pada sambungan baut seperti
pada Gambar 7.2. Tegangan geser pada baut diciptakan olah aksi
langsung dari gaya-gaya yang mencoba mengiris bahan.
Tegangan geser dapat diperoleh dengan membagi gaya geser
terhadap luas.

(7.1)
Dimana, τ = Gaya geser (MPa)
A = luas bidang geser

Gambar 7.2 Tegangan Geser pada Baut

Bagian awal dari diagram tegangan-regangan geser sebuah garis


lurus, seperti dalam keadaan tarik. Untuk daerah elastis linier,

100 || MEKANIKA TEKNIK


tegangan geser berbanding lurus dengan regangan geser, jadi
diperoleh persamaan berikut bagi hukum Hooke untuk keadaan
geser.

τ = G⏀ (7.2)
Dimana,
τ = Tegangan geser (MPa)
G = Modulus geser (N/m2)
⏀ = Regangan geser (rad)

➢ Tegangan geser pada permukaan-permukaan yang


berhadapan besarnya sama tapi arahnya berlawanan.
➢ Tegangan geser pada permukaan-permukaan yang saling
tegak lurus besarnya sama tetapi memiliki arah-arah yang
sedemikian rupa sehingga kedua tegangan mengarah ke, atau
menjauhi garis perpotongan kedua
Permukaan.

Regangan
Ketika suatu penampang mendapat dua gaya yang sama besar dan
berlawanan arah dan bekerja secara tangensial pada penampang
tersebut, akibatnya benda tersebut cendrung robek melalui

MEKANIKA TEKNIK || 101


penampang tersebut, tegangan yang ditimbulkan disebut tegangan
geser. Regangannya disebut regangan geser. Diagram regangan
geser ditunjukkan pada Gambar 7.3.

Gambar 7.3 Diagram Tegangan Geser

Misalkan sebuah kubus dengan panjang l mempunyai tumpuan


tetap pada permukaan dasar AB. Misalkan sebuah gaya P
diberikan pada permukaan DC, tangensial terhadap permukaan
AB. Karena gaya, misalkan kubus berubah dari ABCE ke
ABC1D1 melalui sudut ⏀ seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
2.7.

(7.3)

102 || MEKANIKA TEKNIK


Tegangan Geser Prinsipal
Tegangan geser prinsipal adalah tegangan geser pada penampang
sebuah bidang dan selalu diikuti oleh tegangan geser
penyeimbang (balancing shear stress) pada penampang bidang
dan normal terhadapnya.
Misalkan sebuah blok segiempat ABCD mendapat tegangan
geser pada permukaan AD dan CB seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 7.4. Misalkan ketebalan satu satuan. Maka gaya yang
bekerja pada permukaan AD dan CB:

Gambar 7.4 Tegangan Geser Prinsipal

Dapat dilihat bahwa gaya-gaya ini membentuk sebuah kopel,


dimana harga momennya adalah τ.AB x AB yaitu gaya X jarak.
Jika balok dalam keadaan setimbang, maka harus ada kopel
penyeimbang yang besar momennya harus sama dengan besar
momen ini. Misalkan tegangan geser τ’ terdapat pada permukaan
AB dan CD seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.8. Maka
gaya-gaya yang bekerja pada permukaan AB dan CD:

MEKANIKA TEKNIK || 103


Kita bisa melihat bahwa gaya-gaya ini juga membentuk kopel
yang besar momennya sama dengan τ.AB x AB. Dengan
menyamakan kedua momen ini maka:

atau

Sebagai akibat dari kedua kopel, diagonal BD balok akan


mendapat gaya tarik, sedangkan diagonal AC mendapat gaya
tekan. Tegangan geser disebut regangan komplementer.

Modulus Geser atau Modulus Rigiditas

Secara eksperimen diperoleh bahwa di dalam batas elastik,


tegangan geser proporsional (berbanding lurus) terhadap
regangan geser. Secara matematik:

atau (7.4)
Dimana:

Untuk harga modulus rigiditas berbagai material ditunjukkan


pada Tabel 7.1.

104 || MEKANIKA TEKNIK


Tabel 7.1 Nilai Modulus Rigiditas Material

Hubungan Antara Modulus Elastisitas dan Modulus Rigiditas

Misalkan sebuah kubus dengan panjang l mendapat tegangan


geser seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7.5(a). Terlihat
bahwa karena tegangan-tegangan tersebut, kubus mengalami
distorsi, seperti diagonal BD akan bertambah panjang dan
diagonal AC akan bertambah pendek. Misalkan tegangan geser
akan menimbulkan regangan seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 7.6(b). Terlihat bahwa diagonal BD akan mengalami
distorsi menjadi BD’.

MEKANIKA TEKNIK || 105


Gambar 7.5 Kubus yang Mendapat Tegangan Geser

Kita lihat bahwa regangan linier diagonal BD adalah setengah


dari regangan geser dan berupa tarik. Dengan cara yang sama
dapat dibuktikan bahwa diagonal AC adalah juga setengah dari
regangan geser, tetapi berupa tekan. Regangan linier diagonal
BD:

(7.5)

Misalkan tegangan geser ini bekerja pada sisi AB, CD, CB dan
AD. Kita tahu bahwa akibat dari tegangan ini akan berupa
tegangan tarik pada diagonal BD dan tegangan tekan pada
diagonal AC. Maka regangan tarik pada diagonal BD karena
tegangan tarik pada diagonal BD:

(7.6)

106 || MEKANIKA TEKNIK


dan regangan tarik pada diagonal BD karena tegangan tekan pada
diagonal AC:

(7.7)

Efek kombinasi dari kedua tegangan di atas pada diagonal BD,

(7.8)
Dengan Menyamakan persamaan 7.5 dan 7.8, maka:

(7.9)
Dimana,
m = modulus rigiditas
E = modulus elastisitas

Contoh Soal
1. Sebuah sambungan terlihat seperti gambar, jika P= 30 kN
carilah tegangan geser yang terjadi pada a-a.

MEKANIKA TEKNIK || 107


Penyelesaian:

2. Sebuah spesimen paduan mempunyai modulus elastisitas


120 GPa dan modulus rigiditas 45 GPa. Carilah rasio
Poisson material tersebut.
Penyelesaian:
Diketahui:
E = 120 GPa
C = 45 GPa

108 || MEKANIKA TEKNIK


7.1 Rangkuman
1. Tegangan geser merupakan tegangan yang bekerja sejajar
atau menyinggung permukaan.
2. Tegangan geser pada permukaan-permukaan yang
berhadapan besarnya sama tapi arahnya berlawanan.
3. Tegangan geser proporsional berbanding lurus terhadap
regangan geser.

7.2 Referensi

Ferdinand P. Beer, E. Russell Johnston, Jr [1981], Mechanics of


Materials, Student edition, McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Hibbler, R.C., [2000], Mechanics of Materials, Fourth Edition,
New Jersey, Prentice Hall
Timoshenko, S.P., Gere, J.M., [1984], Mechanics of Materials,
Second SI Edition, PWS Egineering, Boston,
Massachusetts.
William Nash, Strength of Materials, 1999, Strength of Materials
(Schaum’s Outlines), McGraw-Hill International Book
Company.

MEKANIKA TEKNIK || 109


7.3 Latihan Soal
1. Suatu kayu disambungkan seperti gambar, carilah
tegangan geser yang dialami oleh sambungan lem ini.

2. Jika sambungan baut dikenai beban aksial tarik P sebesar


30 kN dan diameter baut 10 mm. Tentukan nilai rata-rata
tegangan geser pada bidang a-a atau b-b.

3. Dari gambar berikut ini, tentukan beban yang diijinkan,


jika tegangan kerja ijin 80 MPa.

110 || MEKANIKA TEKNIK


Jawaban
1.

2. 19.3MPa
3.

MEKANIKA TEKNIK || 111

Anda mungkin juga menyukai