MODULUS PUNTIR
OLEH:
MAKASSAR
2021
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
penelitian ini yakni dengan regresi linier tanpa robot. (Spektafest , GGM.
2013).
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Tujuan Instruksi Umum (TIU)
1. Kami dapat mengamati sudut puntir pada batang akibat dari momen
puntir.
2. Kami dapat dapat mengamati perbedaan sudut puntir pada batang
dengan jarak yang berbeda.
1.2.2 Tujuan Instruksi Khusus (TIK)
1. Kami dapat memberikan penjelasan mengenai sistematika dan tata cara
pengambilan data pada praktikum percobaan modulus puntir.
2. Kami dapat memberikan pemaparan mengenai analisa data percobaan.
2
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
V t 2 =V o2−2>¿ …………………………………….……………………(2.2.3)
3
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Sebuah benda yang bekerja pada batang katrol, digunakan pada sebuah
katrol dengan menggunakan seutas tali sehingga benda membentuk gaya ke atas
lalu terjadi perubahan sudut.
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi modulus puntir:
1. Panjang benda
2. Sudut puntir yang diberikan pada suatu benda
3. Momen gaya pada benda
4. Jari-jari benda
Secara umum puntiran terjadi bila balok atau kolom mengalami perputaran
terhadap sumbunya yang dapat diakibatkan oleh beban dengan titik kerja yang
tidak terletak pada sumbu simetri. Bila balok mengalami puntiran, maka lapisan
pada penampang balok cenderung bergeser satu dengan yang lain. Karena kohesi,
maka bahan akan melawan pergeseran tersebut sehingga timbul lah tegangan
geser puntir pada balok. Hal ini dapat ditunjukkan dengan memuntir sebatang
rokok pada sumbu memanjang, akan timbul kerutan-kerutan berbentuk spiral pada
permukaan rokok yang menunjukkan garis geseran yang terjadi. Contohnya ialah
sebatang kapur tulis yang dipuntir pada sumbu memanjang, bidang patahan adalah
bidang geser puntir.
Salah satu batang di jepit keras-keras di T, ujung lainya bebas berputar dan
pada badanya di pasang keras-keras roda p, maka roda itu akan menghasilkan
momen M terhadap batang. Dengan jarum penunjuk yang melekat pada batang
dan pembagian skala s dapat di baca sudut puntiran batang, maka modulus puntir
dapat di hitung dari:
G=(2. m. l)/(π . θ . R )
4
………………………………………..………..(2.2.4)
atau
G=(360. g . r . l . m)/ (π 2 . a2 . R 2) ….…………………………….……..(2.2.5)
4
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
5
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
6
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
yang terdapat pada silinder. Gejala puntiran pada silinder diskemakan dengan
gambar berikut:
Gambar 2.2.1 Skema puntiran pada material berbentuk silinder (Spektafest, 2013)
Salah satu ujung batang di jepit keras – keras di T, sedangkan ujung lainnya
dibiarkan bebas berputar dan dipasangi erat roda P. Jika roda dengan pertolongan
katrol diberi beban maka roda itu akan menghasilkan momen M terhadap batang.
Dengan jarum penunjuk yang melekat pada batang dan pembagian skala S
dapat dibaca sudut puntiran batang. nilai α dihitung dalam derajat. Sehingga tidak
perlu di konversikan ke dalam satuan rad.
Dalam pembahasan sebelumnya, benda yang mendapatkan gaya diidealkan
sebagai benda tegar, tidak mengalami perubahan bentuk bila mendapat gaya.
Sesungguhnya benda mengalami perubahan bentuk saat mendapatkan gaya. Pada
bagian ini akan dibahas tentang hubungan perubahan bentuk tersebut dengan gaya
yang menyebabkannya.
Gambar di atas melukiskan suatu batang yang mempunyai penampang
serbasama ditarik dengan gaya F pada kedua sisinya. Batang dalam keadaan
tertarik. Bila dibuat irisan di batang (gambar b) yang tidak dekat ujung batang,
maka pada irisan tadi terdapat tarikan dengan gaya F yang merata di penampang
batang (sistem dalam keadaan seimbang). Dari sini dapat didefinisikan tegangan
di irisan tersebut sebagai perbandingan antara gaya F dengan luas penampang A.
Bila gaya diberikan pada balok tersebut memberikan tegangan tarik, maka
balok tersebut juga mengalami perubahan bentuk yang disebut regangan. Bagian
pertama (O - a) tegangan sebanding dengan regangan, a adalah batas proporsional
tersebut. Dari a sampai b tidak sebanding lagi, tetapi bila beban diambil, kurva
akan kembali ke titik a lagi. Titik a sampai b masih bersifat elastik dan b adalah
7
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
batas elastik. Bila beban di ambil setelah melewati b, misal di c, kurva tidak
kembali ke b tetapi kembali melalui garis tipis. Sehingga panjang tanpa tegangan
menjadi lebih besar dari semula. Bila beban ditambah terus sampai patah di d, d
disebut titik patah. Bila b sampai d cukup besar, bahan tersebut bersifat ulet, tetapi
kalau sangat pendek disebut rapuh.
Karena regangan hanya merupakan bilangan satuan modulus yang sama
seperti satuan tegangan, yaitu gaya persatuan luas. Tegangan biasanya dinyatakan
dalam pound per inci kuadrat atau dyne per centi meter kuadrat.
Terdapat banyak peneliti yang melakukan studi tentang besarnya nilai
modulus geser maksimum (Gmax). Dan banyak parameter yang
akan
mempengaruhi besarnya nilai modulus geser maksimum (Gmax), yang paling
utama adalah jenis tanah (lempung atau pasir), effective confining preassure, void
ratio (e), dan derajat konsolidasi. Hardin dan Black (1969) mengusulkan suatu
rumus yang dipakai untuk menghitung nilai modulus. Ada beberapa model yang
mencoba meramalkan modulus geser logam (dan juga alloy). Model-model
modulus geser yang sudah digunakan dalam komputasi aliran plastik termasuk :
1. Model modulus geser MTS yang dikembangkan oleh dan digunakan dalam
hubungan dengan model tegangan aliran plastik "Mechanical Threshold
Stress" (MTS).
2. Model modulus geser "Steinberg-Cochran-Guinan" (SCG) yang
dikembangkan oleh dan digunakan dalam hubungan dengan model tegangan
aliran "Steinberg-Cochran-Guinan-Lund" (SCGL). Model modulus geser
"Nadal and LePoac" (NP) yang menggunakan teori Lindemann untuk
menentukan ketergantungan akan suhu dan model SCG untuk
ketergantungan akan tekanan dari modulus geser.
Karena dirasa penting bagi mahasiswa untuk mengetahui dan
menguasainya, maka dilakukanlah sebuah praktikum untuk memperdalam materi
fisika tentang modulus puntir.
Pembuatan Alat Praktikum Modulus Puntir ini tidak membutuhkan waktu
yang terlalu lama, namun dalam pengambilan data dan perhitungannya lah yang
8
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
( 360 °. L . m. g . r )
G= 2 4
…………..……………………………………………….(2.2.7)
π R ∝°
Dimana: G = Modulus Puntir; M = momen yang bekerja pada batang; I = panjang
batang yang dipuntir; g = gaya gravitasi; r = jari-jari roda P; m = massa
beban; a = sudut puntiran dalam derajat
Modulus puntir adalah cara untuk mengetahui berputarnya gaya-gaya apa
saja yang mempengaruhi benda tersebut sehingga bisa berputar. Gaya yang terjadi
harus diimbangi oleh gaya penentang pada bagian dalam bahan benda. Modulus
puntir didefinisikan sebagai rasio tegangan dalam sistem koordinasi kartesian
terhadap regangan sepanjang aksi pada jangkauan tegangan pada kurva tegangan.
Regangan pada titik tertentu disebut dengan modulus tangen. Modulus tangen dari
kemiringan linier awal disebut dengan modulus young.
9
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
10
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Gambar 2.2.3 Batang Besi Vertikal yang Tergantung (Douglas C. Giancoli, 2005)
∆ L atau seterusnya disebut ∆ x merupakan pertambahan panjang pada batang
besi tersebut. Semakin besar gaya yang diberikan maka pertambahan panjangnya
∆ x juga akan semakin besar. Dapat disimpulkan bahwa pertambahan panjang
benda sebanding dengan besarnya gaya tarik. Perbandingan besar gaya tarik
terhadap pertambahan panjang benda ∆ x bernilai konstan. Konstan artinya
sebanding. Proporsionalitas kedua besaran tersebut dinotasikan dengan rumus
persamaan:
F=k ∆ x ………………………..……………………………………….(2.2.9)
Dimana: F = besarnya gaya yang diberikan atau gaya tarik (N), ∆ x = pertambahan
panjang benda (m), k = konstanta benda (N/m)
k merupakan koefisien elastisitas benda ataupun ukuran kelenturan pegas.
Hubungan ini pertama kali diketahui oleh Robert Hooke (1635 – 1703), oleh
karena itu dikenal juga sebagai Hukum Hooke. Hukum Hooke hanya berlaku
hingga batas elastisitas. Batas elastisitas merupakan gaya maksimum yang dapat
11
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
diberikan pada benda sebelum benda berubah bentuk secara tetap dan panjang
benda tidak dapat kembali seperti semula (menjadi plastis ataupun hancur).
Kita akan mengamati sebuah objek yaitu pegas, sebuah benda yang dapat
menjadi elastis. Pada kondisi pegas saat ditarik, terdapat gaya pada pegas yang
besarnya sama dengan gaya tarikan pada pegas tetapi arahnya berlawanan (
Faksi=−Freaksi ). Jika gaya tersebut disebut dengan gaya pegas maka gaya ini
pun sebanding dengan pertambahan panjang pegas. Perhatikan Gambar dibawah
ini.
Gambar 2.2.4 Pekerjaan yang dilakukan oleh Pegas (Sumber: Halliday – Resnick
– Walker, 2005)
Persamaan gaya pegas dinotasikan dengan rumus:
Fp=−F……………………………………………………………...……….(2.2.10)
Fp=−k . ∆ x ………………………………………………………….(2.2.11)
12
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1 1 1 1 1
= = = =…=
……………………………………………………………...……...…(2.2.12)
ks k 1 k 2 k 3 kn
Mendapatkan modulus elastisitas bukan cuma uji tarik. Uji tekuk (bending)
lebih akurat dalam penentuannya karena pada uji tersebut mesinnya lebih sedikit
menerima gaya daripada uji tarik.
Modulus elastisitas atau disebut juga Modulus Young yang menyatakan
tingkat kekakuan bahan. Yang dirumuskan dalam perbandingan antara tegangan
yang mampu ditahan suatu bahan sebelum mengalami deformasi plastis terhadap
regangan saat yield point terjadi. Modulus elastisitas merupakan salah satu sifat
bahan yang dapat diperoleh dari uji tarik. Deformasi Elastis adalah besarnya
bahan mengalami deformasi atau regangan bergantung kepada besarnya tegangan.
Pada sebagian besar metal, tegangan dan regangan adalah proporsional dengan
hubungan: E = modulus elastistas atau modulus young dikenal dengan Hukum
Hooke untuk logam harga E : 4,5 X 104 mpa S/D 40,7 X 104Mpa. Bahan disebut
mengalami Deformasi Elastis, jika tegangan dan regangan besarnya proporsional.
Deformasi elastis adalah tidak permanen, artinya jika beban dilepaskan
maka bahan kembali ke bentuk semula. Deformasi Elastis Non Linear Modulus
elastisitas dicari dengan modulus tangen atau modulus secant. Dalam skala atom,
deformasi elastis adalah perubahan jarak antar atom. Jadi besar modulus elastisitas
adalah besarnya tahanan atom-atom yang berikatan pada beban geser.
Deformasi Plastis pada kebanyakan logam, deformasi elastis hanya terjadi
sampai regangan 0.005. Jika bahan ber deformasi melewati batas elastis, tegangan
tidak lagi proporsional terhadap regangan. Daerah ini disebut daerah plastis. Pada
daerah plastis, bahan tidak bisa kembali ke bentuk semula jika beban dilepaskan.
13
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
14
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Gambar 2.2.6 Skala utama jangka sorong ketelitian 0,05 mm (Ramdani. 2013)
Sementara itu, skala vernier terdapat pada bagian rahang geser, sehingga
skala vernier ini akan ikut bergeser jika rahang geser digerakkan. Pada jangka
sorong metrik dengan ketelitian 0,05 mm skala vernier ini dibagi menjadi 20
bagian yang sama. Kedua puluh skala vernier tersebut sama dengan panjang 39
mm skala utama (gambar 2). Dengan demikian jarak setiap bagian pada skala
vernier adalah, 39 : 20 = 1,95 mm.
Untuk menentukan ketelitian jangka sorong ini dapat dihitung sebagai
berikut: Ketelitian = bagian skala utama - satu bagian skala vernier Ketelitian = 2
mm - 1,95 mm = 0,05 mm. Ketelitian = bagian skala utama - satu bagian skala
vernier Ketelitian = 2 mm - 1,95 mm = 0,05 mm.
2.3.1 Membaca Jangka Sorong
Cara membaca hasil pengukuran jangka sorong dapat yaitu sebagai berikut:
1. Melihat nilai pada skala utama. Ini dapat dilakukan dengan melihat nilai
pada skala utama yang berada di sebelah kiri garis nol dari skala vernier.
2. Melihat nilai pada skala vernier. Caranya dapat dilakukan dengan mencari
garis pada skala vernier yang berhimpit atau tepat segaris lurus dengan salah
satu garis pada skala utama. Kemudian dikalikan dengan ketelitian jangka
sorong.
3. Jumlahkan nilai pada skala utama dengan nilai pada skala vernier tersebut.
Misalkan pada pengukuran dimensi suatu benda, didapat hasil
pengukurannya seperti gambar di bawah ini.
15
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1. Nilai pada skala utama di sebelah kiri garis 0 pada skala vernier adalah 3
mm (panah merah).
2. Garis pada skala vernier yang tepat segaris lurus dengan salah satu garis
pada skala utama adalah garis ke 8 (panah biru). Dengan demikian nilai
pembacaan pada skala vernier adalah, 8 x 0,05 = 0,40 mm.
3. Nilai pembacaan jangka sorong, 3 + 0,40 = 3,40 mm.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
16
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Gambar 2.3.1 a). Jangka Sorong, b). Mikrometer Sekrup, c). Roll Meter, d).
Beban Pemberat, e). Alat Peraga Modulus Puntir
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
17
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1 1.994 0.3 15 2
2 1.994 0.3 14 3
3 1.994 0.3 14 5
4 1.994 0.5 15 4
5 1.994 0.5 15 4
6 1.994 0.5 15 4
1 2.417 0.72 22 4
2 2.417 0.72 22 4
3 2.417 0.72 22 4
4 2.914 0.72 25 5
5 2.914 0.72 25 5
6 2.914 0.72 25 5
18
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BAB V
PENGOLAHAN DATA
¿ { 0.14−(2× 0.0054) }
¿ { 0.14−(0.0108) }
¿ { 0.1292 m }
D H ={ D Luar−(2× Kedalaman) }
¿ { 0.15−(2 ×0.0052) }
¿ { 0.15−(0.0104 ) }
¿ { 0.1396 m }
¿ { 0.17−( 2× 0.0054) }
¿ { 0.17−( 0.0108) }
¿ { 0.1592 m }
20
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
D
Rn =
2
D
RV =
2
0.1292
¿
2
¿ 0.0646 m
D
RH=
2
0.1396
¿
2
¿ 0.0698 m
D
R D=
2
0.1592
¿
2
¿ 0.0796 m
R=
∑ Rn
n
0.0645+ 0.0698+0.0796
R=
3
0.2139
¿ =0.713 m
3
21
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
D 1 + D2 + D3
D=
3
0.0054+ 0.0054+0.0054
D=
3
0.0162
¿
3
D=0.0054 m
D
R=
2
0.0054
R=
2
¿ 0.0027 m
2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4
σ =W × R
W =m× g
¿ 1.994 × 9.81
¿ 19.56114 N
σ =19.56114 × 0.0027
22
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
¿ 0.052815078 Nm
π
θ={ θTinggi −θ Rendah } ×
180 rad
3.14
θ1= { 15−2 } ×
180
3.14
¿ { 13 } ×
180
40.82
¿
180
¿ 0.2267 rad
3.14
θ2= { 14−3 } ×
180
3.14
¿ { 11 } ×
180
34.54
¿
180
¿ 0.1918 rad
3.14
θ3 ={ 14−5 } ×
180
3.14
¿ {9 }×
180
28.26
¿
180
¿ 0.157 rad
3.14
θ 4= {15−4 } ×
180
23
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
3.14
¿ { 11 } ×
180
34.54
¿
180
¿ 0.1918 rad
3.14
θ5 ={ 14−3 } ×
180
3.14
¿ { 11 } ×
180
34.54
¿
180
¿ 0.1918 rad
3.14
θ6 ={ 14−3 } ×
180
3.14
¿ { 11 } ×
180
34.54
¿
180
¿ 0.1918 rad
2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4
24
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2× 0.0528 ×0.3
G 1= 4
3.14 ×0.0713 ×0.2267
0.3168
¿
0.00001839667
2× 0.0528 ×0.3
G 2=
3.14 ×0.0713 4 ×0.1918
0.3168
¿
0.00002434495
2 ×0.0528 ×0.3
G 3= 4
3.14 × 0.0713 ×0.157
0.3168
¿
0.00001271053
2 ×0.0528 × 0.5
G4 = 4
3.14 ×0.0713 × 0.1918
0.05281
¿
0.00001556454
¿ 3,392.96888954 N / m ².rad
2× 0.0528 ×0.5
G 5= 4
3.14 × 0.0713 ×0.1918
0.05281
¿
0.00001556454
¿ 3,392.96888954 N / m ².rad
25
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2 ×0.0528 ×0.5
G 6= 4
3.14 × 0.0713 ×0.1918
0.05281
¿
0.00001556454
¿ 3,392.96888954 N / m ².rad
15,139.5234686
¿
6
¿ 2,523.25391143 N/m²-rad
Tabel 2.5.1 Hasil Modulus Puntir pada Beban Tetap Panjang Batang Berubah
No L θ G G
0.2267
1 0.3 m 1,172.050078419 N/m².rad
rad
0.1918
2 0.3 m 1,301.54303048 N/m².rad
rad
3 0.3 m 0.157 rad 2,487.02369525 N/m².rad
2,523.25391143
0.1918 N/m²-rad
4 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
5 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
6 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
26
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4
W =m× g
W 1=2.417× 9.81
¿ 23.71077 N
W 2=2.417× 9.81
¿ 23.71077 N
W 3 =2.417 ×9.81
¿ 23.71077 N
W 4=2.914 × 9.81
¿ 28.58634 N
W 5 =2.914 ×9.81
¿ 28.58634 N
W 6 =2.914 ×9.81
¿ 28.58634 N
σ =W × R
σ 1=W 1 × R
σ 1=23.7107 ×0.0027
27
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
¿ 0.0640 Nm
σ 2=W 2 × R
σ 2=23.7107 ×0.0027
¿ 0.0640 Nm
σ 3=W 3 × R
σ 3=23.7107 ×0.0027
¿ 0.0640 Nm
σ 4=W 4 × R
σ 4=28.5863 × 0.0027
¿ 0.0771 Nm
σ 5=28.5863 ×0.0027
¿ 0.0771 Nm
σ 6=28.5863 ×0.0027
¿ 0.0771 Nm
π
θ={ θTinggi −θ Rendah } ×
180 rad
3.14
θ1= { 22−4 } ×
180
3.14
¿ { 18 } ×
180
28
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
56.52
¿
180
¿ 0.314 rad
3.14
θ2= { 22−4 } ×
180
3.14
¿ { 18 } ×
180
56.52
¿
180
¿ 0.314 rad
3.14
θ3 ={ 22−4 } ×
180
3.14
¿ { 18 } ×
180
56.52
¿
180
¿ 0.314 rad
3.14
θ 4= {25−5 } ×
180
3.14
¿ { 20 } ×
180
62.8
¿
180
¿ 0.3488 rad
3.14
θ5 ={ 25−5 } ×
180
3.14
¿ { 20 } ×
180
29
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
62.8
¿
180
¿ 0.3488 rad
3.14
θ6 ={ 25−5 } ×
180
3.14
¿ { 20 } ×
180
62.8
¿
180
¿ 0.3488 rad
2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4
2 ×0.0640 ×0.72
G 1= 4
3.14 ×0.0713 ×0.314
0.09216
¿
0.00002548105
¿ 3,616.80542992 N /m ². rad
2 ×0.0640 ×0.72
G 2=
3.14 ×0.0713 4 ×0.314
0.09216
¿
0.00002548105
¿ 3,616.80542992 N /m ². rad
2 ×0.0640 × 0.72
G 3= 4
3.14 × 0.0713 ×0.314
30
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
0.09216
¿
0.00002548105
¿ 3,616.80542992 N /m ². rad
2× 0.0771× 0.72
G4 = 4
3.14 ×0.0713 × 0.3488
0.111028
¿
0.00002830508
2 ×0.0771 ×0.72
G 5=
3.14 × 0.07134 ×0.3488
0.111028
¿
0.00002830508
2 ×0.0771 ×0.72
G 6= 4
3.14 × 0.0713 ×0.3488
0.111028
¿
0.00002830508
31
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
10,662.1807351
¿
6
¿ 1,777.03012252 N/m²-rad
Tabel 2.5.2 Hasil Modulus Puntir Pada Beban Berubah Panjang Batang Tetap
No σ θ G G
0.0640
1 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm
0.0640
2 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm
0.0640
3 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm 1,777.03012252
0.0771 0.3488 N/m²-rad
4 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
5 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
6 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
32
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BAB VI
ANALISA PENGOLAHAN DATA
No L θ G G
0.2267
1 0.3 m 1,172.050078419 N/m².rad
rad
0.1918
2 0.3 m 1,301.54303048 N/m².rad
rad
3 0.3 m 0.157 rad 2,487.02369525 N/m².rad
2,523.25391143
0.1918 N/m²-rad
4 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
5 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
6 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
Tabel 2.6.2 Hasil Modulus Puntir Pada Beban Berubah Panjang Batang
Tetap
No σ θ G G
0.0640
1 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm
0.0640 1,777.03012252
2 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm N/m²-rad
0.0640
3 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm
33
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
0.0771 0.3488
4 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
5 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
6 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
34
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Modulus puntir ini terjadi akibat adanya perputaran oleh salah satu ujung
batang yang diakibatkan oleh torsi atau momen puntir. Adapun hukum yang
berlaku pada percobaan ini adalah hukum hooke, dimana Hukum Hooke sendiri
berbunyi yaitu Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastisitasnya, pertambahan
panjang pegas itu tidak sebanding dengan gaya yang diberikan artinya semakin
besar gaya yang diberikan kepada pegas maka pertambahan panjang akan lebih
besar atau pada percobaan ini semakin besar gaya yang diberikan atau semakin
besar torsi yang diberikan maka sudut yang terjadi pada batang akan lebih besar
begitupun sebaliknya semakin kecil gaya yang diberikan maka semakin kecil pula
sudut yang terjadi akibat torsi.
Semakin besar tegangan puntir yang diberikan maka semakin besar juga
sudut θ pada material. Jika perhitungan dan pengambilan data dilakukan secara
akurat perbedaan antara pengukuran dan perhitungan tidak akan berbeda jauh.
Modulus Geser atau bilangan yang menggambarkan perubahan benda yang
elastis, atau suatu konstanta yang menyatakan besarnya gaya yang diperlukan
untuk memuntir suatu bahan per satuan luar tiap satu derajat. Pada percobaan ini
terlihat pada saat batang tambah beban maka logam akan memuntir dan pada saat
dikurangi beban maka batang tidak akan langsung kembali ke posisi awal, karena
35
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
batang tersebut mempunyai daya elastisitas sehingga saat partikel pada batang
tersebut bertambah.
7.2 Saran
7.2.1 Asisten
Kami berharap para asisten tetap semangat dan sabar dalam membimbing
kami.
7.2.2 Praktikum
Kerja samanya lebih di tingkatkan lagi dan teliti saat mengerjakan
praktikum.
Dalam ayat ini tersirat yang berhubungan dengan kenyataan yang telah
diketahui manusia dari berbagai gejala yang terlihat atau telah dilakukan
percobaan dan pengukurannya. Dalam kaitan masalah yang akan di bahas di sini,
bukan peristiwa pemuaiannya atau keseimbangannya, namun ada suatu sifat yang
menyertai dalam peristiwa itu yaitu sifat kelenturan atau elastis.
36
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
37
|Page Modulus Puntir