Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM

MODULUS PUNTIR

OLEH:

JURUSAN/FREKUENSI : TEKNIK INDUSTRI/II


KELOMPOK : 4A
ANGGOTA KELOMPOK : 1. Miznalaila Kharisma (09120200081)
2. Cindy Amalia Amir (09120200082)
3. Alif Muslim (09120200083)
4. Nurul Fadilah (09120200084)
5. Aldi (09120200085)

LABORATORIUM FISIKA DASAR


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2021
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Modulus puntir adalah cara untuk melihat berputarnya suatu benda dan
gaya- gaya apa saja yang mempengaruhi benda tersebut sehingga bisa berputar.
Modulus puntir adalah rasio dari tegangan geser dan regangan geser,
pemahamannya sama dengan modulus muda, hanya saja perbedaannya terletak
pada arah gaya dan tegangan yang terjadi. Gaya yang terjadi harus diimbangi oleh
gaya penentang pada bagian dalam bahan benda. Benda memiliki kemampuan
terhadap gaya untuk menggeser suatu bidang kerja. Kemampuan tersebut harus
diperhitungkan dalam suatu tetapan geser dari benda tersebut.
Didalam kehidupan kita sehari-hari banyak sekali peristiwa yang sering kita
jumpai mengenai konsep modulus puntir ini.
Pada kasus elastis, berdasarkan pengandaian-pengandaian dimana tegangan
adalah perbandingan lurus dengan regangan dan yang belakangan ini berubah pula
secara linier dari pusat sumbu puntiran, maka tegangan akan berubah pula secara
linier dari sumbu pusat batang melingkar. Tegangan tersebut yang disebabkan
oleh penyimpangan- penyimpangan yang disebut dalam pengandaian diatas
adalah tegangan geser yang terletak pada bidang yang sejajar dengan irisan yang
diambil tegak lurus terhadap batang. Prinsip- prinsip tersebut telah dirumuskan
secara sistematik dan percobaan ini dilakukan untuk menerapkan kembali
rumusan / teori yang telah ada dalam kasus-kasus yang sederhana agar praktikan
lebih cepat memahami rumusan atau teori tadi.
Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian atau studi tentang nilai
modulus geser (Gmax). Dan banyak parameter yang akan mempengaruhi nilai
modulus geser (Gmax), yang paling utama dalam hal ini adalah jenis tanah
(lempung atau pasir), pengekangan yang efektif, rasio kekosongan (e), dan derajat
kepatuhan. Hardin dan Black (1969) rumus rumus yang akan dipakai untuk
menghitung nilai modulus. Dengan menggunakan batang logam didapatkan hasil
modulus puntirnya adalah G = 0,0625 x 10^12Pa analisis yang digunakan dalam

1
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

penelitian ini yakni dengan regresi linier tanpa robot. (Spektafest , GGM.
2013).
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Tujuan Instruksi Umum (TIU)
1. Kami dapat mengamati sudut puntir pada batang akibat dari momen
puntir.
2. Kami dapat dapat mengamati perbedaan sudut puntir pada batang
dengan jarak yang berbeda.
1.2.2 Tujuan Instruksi Khusus (TIK)
1. Kami dapat memberikan penjelasan mengenai sistematika dan tata cara
pengambilan data pada praktikum percobaan modulus puntir.
2. Kami dapat memberikan pemaparan mengenai analisa data percobaan.

2
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Modulus Puntir


Modulus puntir disebut juga Modulus geser, dan hanya terjadi pada zat
padat. Puntiran adalah suatu perlakuan terhadap material yang diberikan torsi 
yang tegak lurus terhadap diameter material tersebut pada kedua ujungnya secara
berlawanan. Salah satu hal yang berpengaruh pada percobaan ini adalah gravitasi,
karena berkaitan dengan berat (massa), lalu hukum yang menyatakan gaya tarik
benda atau gaya tarik menarik benda berbanding lurus dengan dua massa tersebut
serta berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara pusat dengan kedua benda
tersebut.
Selain berhubungan dengan gravitasi, modulus geser atau modulus puntir
pun berkaitan dengan adanya gerak jatuh bebas dan gerak vertikal ke atas. Gerak
jatuh bebas mempengaruhi massa m dari benda juga oleh gravitasi, Sedangkan
kecepatan sama dengan nol.
S=v .t ………………...…………………………………………….(2.2.1)

Dimana: S = jarak (km); v = kecepatan (km/jam); t = waktu tempuh (jam)


Gerak vertikal ke atas berlawanan dengan gaya gravitasi suatu benda dalam
hal ini arahnya yang membedakan. Gerak vertikal ke atas menunjukkan gaya
normal, yaitu gaya yang berlawanan dengan arah gravitasi.
Besarnya suatu gaya normal sangat bergantung dengan besarnya gaya
gravitasi suatu benda. Kecepatannya adalah sebesar :
………………………………………………………………………….……(2.2.2)
Vt =Vo−¿

Dimana: Vt = Kecepatan pada saat t (m/s); V0 = Kecepatan awal (m/s); g =


percepatan gravitasi (m/s2); t = Waktu(s)
Kecepatan akhirnya:

V t 2 =V o2−2>¿ …………………………………….……………………(2.2.3)
3
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Dimana: Vt = Kecepatan pada saat t (m/s); V0 = Kecepatan awal (m/s); g =


percepatan gravitasi (m/s2); t = Waktu(s)

Sebuah benda yang bekerja pada batang katrol, digunakan pada sebuah
katrol dengan menggunakan seutas tali sehingga benda membentuk gaya ke atas
lalu terjadi perubahan sudut. 
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi modulus puntir:
1. Panjang benda
2. Sudut puntir yang diberikan pada suatu benda
3. Momen gaya pada benda
4. Jari-jari benda
Secara umum puntiran terjadi bila balok atau kolom mengalami perputaran
terhadap sumbunya yang dapat diakibatkan oleh beban dengan titik kerja yang
tidak terletak pada sumbu simetri. Bila balok mengalami puntiran, maka lapisan
pada penampang balok cenderung bergeser satu dengan yang lain. Karena kohesi,
maka bahan akan melawan pergeseran tersebut sehingga timbul lah tegangan
geser puntir pada balok. Hal ini dapat ditunjukkan dengan memuntir sebatang
rokok pada sumbu memanjang, akan timbul kerutan-kerutan berbentuk spiral pada
permukaan rokok yang menunjukkan garis geseran yang terjadi. Contohnya ialah
sebatang kapur tulis yang dipuntir pada sumbu memanjang, bidang patahan adalah
bidang geser puntir.
Salah satu batang di jepit keras-keras di T, ujung lainya bebas berputar dan
pada badanya di pasang keras-keras roda p, maka roda itu akan menghasilkan
momen M terhadap batang. Dengan jarum penunjuk yang melekat pada batang
dan pembagian skala s dapat di baca sudut puntiran batang, maka modulus puntir
dapat di hitung dari:
G=(2. m. l)/(π . θ . R )
4
………………………………………..………..(2.2.4)

atau
G=(360. g . r . l . m)/ (π 2 . a2 . R 2) ….…………………………….……..(2.2.5)

4
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Dimana: G = Modulus Puntir; M = momen yang bekerja pada batang; l = panjang


batang yang dipuntir; g = gaya gravitasi; r = jari-jari roda P; m = massa
beban; θ   = sudut puntir dalam radian; a = sudut puntiran dalam derajat
Mengenai jari-jari yang dihitung tersebut ada dua, yaitu jari-jari luar
sehingga untuk menentukan jari-jari luarnya dikurangi jari-jari dalam, dan
momen gaya yang bekerja pada batang ini mempunyai banyak momen gaya.
Suatu poros dijepit di salah satu ujungnya, ujung lainnya bebas, dan
dibebani dengan momen putir secara seragam di sepanjang poros dengan besar t
per satuan panjang.
Momen puntir per unit panjang dinyatakan dengan t, dan koordinat x
mempunyai origin di sebelah kiri. Diagram porsi batang ujung sebelah kiri dan
bagian x. Suatu elemen dengan panjang dx kita akan menentukan sudut putar pada
elemen silinder dengan panjang dx ini. Untuk kesetimbangan momen terhadap
sumbu batang, suatu momen puntir tx bekerja pada bagian sebelah kanan bagian.
Momen puntir tx ini menyebabkan elemen sepanjang dx terpuntir dengan sudut
putar. Total putaran pada ujung sebelah kiri diperoleh dengan integrasi
keseluruhan elemen sedemikian. Modulus Geser didefinisikan sebagai
perbandingan tegangan geser dan regangan geser. 
Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus pada
bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan sesuai
dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat (compressive). Bila
gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati, didapat tegangan tangensial
atau geser. Seringkali resultan gaya pada elemen luasan membentuk sudut dengan
bidang luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya tersebut diuraikan menjadi
komponen normal dan tangensial, serta menghasilkan kombinasi tegangan-
tegangan normal geser.
Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut regangan.
Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil dan
menghasilkan regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser yang
satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan geser. Karena regangan hanya
merupakan bilangan satuan modulus yang sama seperti satuan tegangan, yaitu

5
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

gaya persatuan luas. Tegangan biasanya dinyatakan dalam pound per inci


kuadrat atau dyne persenti meter kuadrat.
Hubungan antara setiap jenis tegangan dengan regangan yang bersangkutan
penting peran nya dalam cabang fisika yang disebut teori elastisitas pada kekuatan
bahan dibidang engineering. Apabila suatu jenis tegangan diluaskan grafiknya
terdapat regangannya akan ternyata bahwa diagram tegangan yang diperoleh akan
berbeda - beda bentuknya menurut jenis bahannya. Dua bahan yang termasuk
jenis
bahan yang sangat penting dalam ilmu dan teknologi dewasa ini ialah logam dan
karet yang di vulkanisir, hubungan proporsional antara tegangan dan regangan
dalam hal ini bahan itu elastis atau memperhatikan sifat elastis dan titik lainya
dinamakan batas elastis.
 Apabila momen puntir yang bekerja baik pada poros pejal maupun poros
berlubang dinaikkan terus, nilai momen puntir mungkin akan mencapai titik lelah
geser dari bahan bagian luar. Ini adalah batas maksimum untuk momen puntir
elastis dan dinyatakan dengan Te. Kenaikan selanjutnya dari momen puntir
menyebabkan tercapainya titik-titik lelah pada bahan untuk posisi lapis yang
semakin ke dalam, sampai keseluruhan lapisan bahan mencapai titik lelahnya dan
ini menunjukkan terjadinya momen puntir plastis penuh (fully plastic twisting
moment) Tp. Kita tidak bicarakan tegangan yang lebih besar dari batas titik lelah,
karena ini adalah batas momen puntir yang dapat diberikan oleh poros. Dari hasil
beberapa pengujian diperoleh bahwa Tp = 4/3(Te).
Dalam bahasa fisisnya, modulus puntir adalah gaya yang diberikan
persatuan luas penampang dengan luas yang sejajar dengan vektor gaya yang di
terapkan. Bentuk persamaannya adalah :
F Lo ….………………………………………..………………….(2.2.6)
G= ×
A ∆L
Dimana: ∆L = pertambahan panjang (m); LO = panjang mula mula (m); A = luas
permukaan (m2); F = Gaya (N); G = modulus puntir
Untuk material yang berbentuk silinder, konsep dari tegangan memuntir
tetap sama. Hanya saja, dalam perumusannya digunakan variabel variabel baru

6
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

yang terdapat pada silinder. Gejala puntiran pada silinder diskemakan dengan
gambar berikut:

Gambar 2.2.1 Skema puntiran pada material berbentuk silinder (Spektafest, 2013)
Salah satu ujung batang di jepit keras – keras di T, sedangkan ujung lainnya
dibiarkan bebas berputar dan dipasangi erat roda P. Jika roda dengan pertolongan
katrol diberi beban maka roda itu akan menghasilkan momen M terhadap batang.
Dengan jarum penunjuk yang melekat pada batang dan pembagian skala S
dapat dibaca sudut puntiran batang. nilai α dihitung dalam derajat. Sehingga tidak
perlu di konversikan ke dalam satuan rad.
Dalam pembahasan sebelumnya, benda yang mendapatkan gaya diidealkan
sebagai benda tegar, tidak mengalami perubahan bentuk bila mendapat gaya.
Sesungguhnya benda mengalami perubahan bentuk saat mendapatkan gaya. Pada
bagian ini akan dibahas tentang hubungan perubahan bentuk tersebut dengan gaya
yang menyebabkannya.
Gambar di atas melukiskan suatu batang yang mempunyai penampang
serbasama ditarik dengan gaya F pada kedua sisinya. Batang dalam keadaan
tertarik. Bila dibuat irisan di batang (gambar b) yang tidak dekat ujung batang,
maka pada irisan tadi terdapat tarikan dengan gaya F yang merata di penampang
batang (sistem dalam keadaan seimbang). Dari sini dapat didefinisikan tegangan
di irisan tersebut sebagai perbandingan antara gaya F dengan luas penampang A.
Bila gaya diberikan pada balok tersebut memberikan tegangan tarik, maka
balok tersebut juga mengalami perubahan bentuk yang disebut regangan. Bagian
pertama (O - a) tegangan sebanding dengan regangan, a adalah batas proporsional
tersebut. Dari a sampai b tidak sebanding lagi, tetapi bila beban diambil, kurva
akan kembali ke titik a lagi. Titik a sampai b masih bersifat elastik dan b adalah

7
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

batas elastik. Bila beban di ambil setelah melewati b, misal di c, kurva tidak
kembali ke b tetapi kembali melalui garis tipis. Sehingga panjang tanpa tegangan
menjadi lebih besar dari semula. Bila beban ditambah terus sampai patah di d, d
disebut titik patah. Bila b sampai d cukup besar, bahan tersebut bersifat ulet, tetapi
kalau sangat pendek disebut rapuh.
Karena regangan hanya merupakan bilangan satuan modulus yang sama
seperti satuan tegangan, yaitu gaya persatuan luas. Tegangan biasanya dinyatakan
dalam pound per inci kuadrat atau dyne per centi meter kuadrat.
Terdapat banyak peneliti yang melakukan studi tentang besarnya nilai
modulus geser maksimum (Gmax). Dan banyak parameter yang
akan
mempengaruhi besarnya nilai modulus geser maksimum (Gmax), yang paling
utama adalah jenis tanah (lempung atau pasir), effective confining preassure, void
ratio (e), dan derajat konsolidasi. Hardin dan Black (1969) mengusulkan suatu
rumus yang dipakai untuk menghitung nilai modulus. Ada beberapa model yang
mencoba meramalkan modulus geser logam (dan juga alloy). Model-model
modulus geser yang sudah digunakan dalam komputasi aliran plastik termasuk :
1. Model modulus geser MTS yang dikembangkan oleh dan digunakan dalam
hubungan dengan model tegangan aliran plastik "Mechanical Threshold
Stress" (MTS).
2. Model modulus geser "Steinberg-Cochran-Guinan" (SCG) yang
dikembangkan oleh dan digunakan dalam hubungan dengan model tegangan
aliran "Steinberg-Cochran-Guinan-Lund" (SCGL). Model modulus geser
"Nadal and LePoac" (NP) yang menggunakan teori Lindemann untuk
menentukan ketergantungan akan suhu dan model SCG untuk
ketergantungan akan tekanan dari modulus geser.
Karena dirasa penting bagi mahasiswa untuk mengetahui dan
menguasainya, maka dilakukanlah sebuah praktikum untuk memperdalam materi
fisika tentang modulus puntir.
Pembuatan Alat Praktikum Modulus Puntir ini tidak membutuhkan waktu
yang terlalu lama, namun dalam pengambilan data dan perhitungannya lah yang

8
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

membutuhkan kesabaran dalam pengerjaannya. Batang yang digunakan dalam


praktikum adalah batang silinder dari logam kuningan dan besi, untuk logam jenis
lain tidak digunakan karena kesulitan dalam mendapatkannya.
Kegiatan praktikum selalu dilakukan kegiatan pengukuran. Pengukuran
merupakan pengumpulan informasi, dengan melakukan pengumpulan dapat
diperoleh besarnya suatu besaran, dan juga diperoleh bukti yang kuantitatif.
Namun dalam pengamatan suatu gejala pada umumnya belum lengkap jika belum
memberikan informasi yang kuantitatif, sehingga untuk memperoleh informasi
tersebut memerlukan pengukuran suatu sifat fisis.
Bila sebatang logam pejal dengan panjang L dan jari-jari R, salah satu
ujungnya dijepit dan ujung yang lain dipuntir dengan gaya F, maka akan terjadi
simpangan atau pergeseran sebesar α ̊ . Lihat gambar dibawah ini:

Gambar 2.2.2 Alat modulus puntir (Spektafest, ggm 2013)


Besar pergeseran (α ̊) untuk setiap logam berbeda-beda, tergantung
koefisien kekenyalannya. Hubungan tersebut dinyatakan sebagai berikut :

( 360 °. L . m. g . r )
G= 2 4
…………..……………………………………………….(2.2.7)
π R ∝°
Dimana: G = Modulus Puntir; M = momen yang bekerja pada batang; I = panjang
batang yang dipuntir; g = gaya gravitasi; r = jari-jari roda P; m = massa
beban; a = sudut puntiran dalam derajat
Modulus puntir adalah cara untuk mengetahui berputarnya gaya-gaya apa
saja yang mempengaruhi benda tersebut sehingga bisa berputar. Gaya yang terjadi
harus diimbangi oleh gaya penentang pada bagian dalam bahan benda. Modulus
puntir didefinisikan sebagai rasio tegangan dalam sistem koordinasi kartesian
terhadap regangan sepanjang aksi pada jangkauan tegangan pada kurva tegangan.
Regangan pada titik tertentu disebut dengan modulus tangen. Modulus tangen dari
kemiringan linier awal disebut dengan modulus young.
9
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Modulus young adalah perbandingan regangan terhadap regangan kesatu


arah. Atau bisa juga diartikan sebagai deskripsi matematis dari kecenderungan
suatu benda untuk ber deformasi secara elastis ketika suatu gaya dikenakan pada
benda tersebut.
Modulus elastis adalah rasio dari tegangan dan regangan, maka modulus
elastisitas adalah kemiringannya. Modulus elastisitas adalah angka yang
digunakan untuk mengukur objek atau ketahanan bahan untuk mengalami
deformasi elastis ketika gaya diterapkan pada benda itu. Modulus elastis
dirumuskan dengan:
tegangan
λ=
regangan ……………………………………………………………..(2.2.8)

Modulus puntir adalah bilangan yang menggambarkan perubahan benda


yang elastis atau konstanta yang menyatakan besarnya gaya yang diperlukan
untuk memuntirkan suatu bahan persatuan luar tiap satu derajat. Modulus puntir
adalah rasio dari tegangan geser dan regangan geser, sama dengan modulus
young, hanya saja perbedaannya terletak pada arah gaya dan tegangan yang
terjadi. Pada tegangan geser gaya diaplikasikan secara tangensial, pada tegangan
biasa gaya diaplikasikan secara tegak lurus sehingga arah regangannya pun
berbeda.

2.2 Hukum Hooke dan Elastisitas


Jika suatu benda diberikan suatu gaya yang cukup untuk merubah bentuk
benda tersebut maka kondisi benda tersebut dapat menjadi elastis, plastis, ataupun
hancur. Hancur merupakan kondisi kegagalan benda karena sudah melewati titik
patahnya (breaking point). Plastis merupakan kondisi benda yang tidak dapat
kembali lagi menjadi kondisi awalnya jika gaya yang diberikan dihilangkan.
Contoh benda yang bersifat plastis dapat kamu lihat pada plastisin, tanah liat, dan
bahkan permen karet.
Hukum Hooke berbunyi “Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastisitas
pegas, pertambahan panjang pegas berbanding lurus (sebanding) dengan gaya
tariknya”.

10
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Elastis atau Elastisitas adalah kemampuan sebuah benda untuk kembali ke


kondisi awalnya ketika gaya yang diberikan pada benda tersebut dihilangkan.
Contoh benda elastis adalah pegas. Selain bersifat elastis, pegas juga dapat
berubah menjadi bersifat plastis jika ditarik dengan gaya yang besar melewati
batas elastisnya. Jika pegas sudah menjadi plastis kamu pasti tahu bahwa pegas
tersebut sudah rusak. Suatu gaya diberikan pada suatu benda, contohnya pada
batang besi vertikal yang tergantung seperti pada gambar di bawah, maka panjang
batang besi tersebut akan berubah.

Gambar 2.2.3 Batang Besi Vertikal yang Tergantung (Douglas C. Giancoli, 2005)
∆ L atau seterusnya disebut ∆ x merupakan pertambahan panjang pada batang
besi tersebut. Semakin besar gaya yang diberikan maka pertambahan panjangnya
∆ x juga akan semakin besar. Dapat disimpulkan bahwa pertambahan panjang
benda sebanding dengan besarnya gaya tarik. Perbandingan besar gaya tarik
terhadap pertambahan panjang benda ∆ x bernilai konstan. Konstan artinya
sebanding. Proporsionalitas kedua besaran tersebut dinotasikan dengan rumus
persamaan:
F=k ∆ x ………………………..……………………………………….(2.2.9)

Dimana: F = besarnya gaya yang diberikan atau gaya tarik (N), ∆ x = pertambahan
panjang benda (m), k = konstanta benda (N/m)
k merupakan koefisien elastisitas benda ataupun ukuran kelenturan pegas.
Hubungan ini pertama kali diketahui oleh Robert Hooke (1635 – 1703), oleh
karena itu dikenal juga sebagai Hukum Hooke. Hukum Hooke hanya berlaku
hingga batas elastisitas. Batas elastisitas merupakan gaya maksimum yang dapat

11
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

diberikan pada benda sebelum benda berubah bentuk secara tetap dan panjang
benda tidak dapat kembali seperti semula (menjadi plastis ataupun hancur).
Kita akan mengamati sebuah objek yaitu pegas, sebuah benda yang dapat
menjadi elastis. Pada kondisi pegas saat ditarik, terdapat gaya pada pegas yang
besarnya sama dengan gaya tarikan pada pegas tetapi arahnya berlawanan (
Faksi=−Freaksi ). Jika gaya tersebut disebut dengan gaya pegas maka gaya ini
pun sebanding dengan pertambahan panjang pegas. Perhatikan Gambar dibawah
ini.

Gambar 2.2.4 Pekerjaan yang dilakukan oleh Pegas (Sumber: Halliday – Resnick
– Walker, 2005)
Persamaan gaya pegas dinotasikan dengan rumus:
Fp=−F……………………………………………………………...……….(2.2.10)

Fp=−k . ∆ x ………………………………………………………….(2.2.11)

Dimana: Fp = gaya pegas (N), ∆ x = pertambahan panjang pegas (m), k =


konstanta pegas (N/m)
Kamu tidak perlu khawatir terhadap tanda minus (-). Tanda tersebut hanya
menyatakan arah gaya pegas yang berlawanan dengan arah gaya tarik. Sifat pegas
yang elastis banyak digunakan dalam kegunaan sehari-hari. Contoh penggunaan
pegas dapat kamu lihat pada kasur pegas (spring bed) atau pada kendaraan
bermotor. Pada kendaraan bermotor pegas digunakan sebagai peredam kejut

12
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

(shockbreaker). Penggunaan pegas biasanya dipakai secara bersamaan dalam satu


sistem pegas. Nilai konstanta pegas tersebut akan berubah tergantung susunannya.
Dua buah pegas atau lebih yang disusun secara seri dinyatakan oleh rumus:

1 1 1 1 1
= = = =…=
……………………………………………………………...……...…(2.2.12)
ks k 1 k 2 k 3 kn

Jika pegas disusun secara paralel, maka dinyatakan dengan rumus:

kp=k 1+ k 2+ k 3+ …+kn ……………………………………….(2.2.13)

Mendapatkan modulus elastisitas bukan cuma uji tarik. Uji tekuk (bending)
lebih akurat dalam penentuannya karena pada uji tersebut mesinnya lebih sedikit
menerima gaya daripada uji tarik.
Modulus elastisitas atau disebut juga Modulus Young yang menyatakan
tingkat kekakuan bahan. Yang dirumuskan dalam perbandingan antara tegangan
yang mampu ditahan suatu bahan sebelum mengalami deformasi plastis terhadap
regangan saat yield point terjadi. Modulus elastisitas merupakan salah satu sifat
bahan yang dapat diperoleh dari uji tarik. Deformasi Elastis adalah besarnya
bahan mengalami deformasi atau regangan bergantung kepada besarnya tegangan.
Pada sebagian besar metal, tegangan dan regangan adalah proporsional dengan
hubungan: E = modulus elastistas atau modulus young dikenal dengan Hukum
Hooke untuk logam harga E : 4,5 X 104 mpa S/D 40,7 X 104Mpa. Bahan disebut
mengalami Deformasi Elastis, jika tegangan dan regangan besarnya proporsional.
Deformasi elastis adalah tidak permanen, artinya jika beban dilepaskan
maka bahan kembali ke bentuk semula. Deformasi Elastis Non Linear Modulus
elastisitas dicari dengan modulus tangen atau modulus secant. Dalam skala atom,
deformasi elastis adalah perubahan jarak antar atom. Jadi besar modulus elastisitas
adalah besarnya tahanan atom-atom yang berikatan pada beban geser.
Deformasi Plastis pada kebanyakan logam, deformasi elastis hanya terjadi
sampai regangan 0.005. Jika bahan ber deformasi melewati batas elastis, tegangan
tidak lagi proporsional terhadap regangan. Daerah ini disebut daerah plastis. Pada
daerah plastis, bahan tidak bisa kembali ke bentuk semula jika beban dilepaskan.

13
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Pada tinjauan mikro deformasi plastis mengakibatkan putusnya ikatan atom


dengan atom tetangganya dan membentuk ikatan yang baru dengan atom yang
lainnya.

2.3 Jangka Sorong


Jangka sorong merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur
dimensi benda, seperti mengukur bagian luar, mengukur bagian dalam, mengukur
kedalaman, dan mengukur bagian bertingkat. (Saripudin, 2007).

Gambar 2.2.5 Jangka sorong metrik (Ramdani. 2013)


Prinsip utama menggunakan jangka sorong adalah apabila kunci yang
terdapat pada jangka sorong dilonggarkan, maka papan skala nonius dapat
digerakkan sesuai keperluan. Dalam kegiatan pengukuran objek yang hendak
diukur panjangnya atau diameternya maka objek akan dijepit diantara 2 penjepit
(rahang) yang ada pada jangka sorong. Panjang objek dapat ditentukan secara
langsung dengan membaca skala utama sampai sepersepuluh cm (0,1cm)
kemudian menambahkan dengan hasil pembacaan pada skala nonius sampai
seperseribu cm (0,001cm).
Pada jangka sorong terdapat dua jenis skala, yaitu skala utama dan skala
vernier. Skala utama terdapat pada bagian rangka atau batang jangka sorong.
Untuk jangka sorong metrik, skala utama ini ditandai dengan satuan ukuran cm
dan mm, di mana setiap satu bagiannya memiliki jarak 1 mm. (Saripudin, 2007).

14
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Gambar 2.2.6 Skala utama jangka sorong ketelitian 0,05 mm (Ramdani. 2013)
Sementara itu, skala vernier terdapat pada bagian rahang geser, sehingga
skala vernier ini akan ikut bergeser jika rahang geser digerakkan. Pada jangka
sorong metrik dengan ketelitian 0,05 mm skala vernier ini dibagi menjadi 20
bagian yang sama. Kedua puluh skala vernier tersebut sama dengan panjang 39
mm skala utama (gambar 2). Dengan demikian jarak setiap bagian pada skala
vernier adalah, 39 : 20 = 1,95 mm.
Untuk menentukan ketelitian jangka sorong ini dapat dihitung sebagai
berikut: Ketelitian = bagian skala utama - satu bagian skala vernier Ketelitian = 2
mm - 1,95 mm = 0,05 mm. Ketelitian = bagian skala utama - satu bagian skala
vernier Ketelitian = 2 mm - 1,95 mm = 0,05 mm.
2.3.1 Membaca Jangka Sorong
Cara membaca hasil pengukuran jangka sorong dapat yaitu sebagai berikut:
1. Melihat nilai pada skala utama. Ini dapat dilakukan dengan melihat nilai
pada skala utama yang berada di sebelah kiri garis nol dari skala vernier.
2. Melihat nilai pada skala vernier. Caranya dapat dilakukan dengan mencari
garis pada skala vernier yang berhimpit atau tepat segaris lurus dengan salah
satu garis pada skala utama. Kemudian dikalikan dengan ketelitian jangka
sorong.
3. Jumlahkan nilai pada skala utama dengan nilai pada skala vernier tersebut.
Misalkan pada pengukuran dimensi suatu benda, didapat hasil
pengukurannya seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.2.7 Hasil pengukuran 3,40 mm (Ramdani. 2013)


Cara membacanya ialah:

15
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

1. Nilai pada skala utama di sebelah kiri garis 0 pada skala vernier adalah 3
mm (panah merah).
2. Garis pada skala vernier yang tepat segaris lurus dengan salah satu garis
pada skala utama adalah garis ke 8 (panah biru). Dengan demikian nilai
pembacaan pada skala vernier adalah, 8 x 0,05 = 0,40 mm.
3. Nilai pembacaan jangka sorong, 3 + 0,40 = 3,40 mm.

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

16
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Gambar 2.3.1 a). Jangka Sorong, b). Mikrometer Sekrup, c). Roll Meter, d).
Beban Pemberat, e). Alat Peraga Modulus Puntir

3.2 Prosedur Percobaan


Pertama-tama kami menimbang massa beban. Kemudian, mengukur
diameter roda (puly) secara vertikal, horizontal, diagonal dan mengukur diameter
batang logam. Setelah itu, kami mengatur skala pada busur derajat hingga
jarumnya tepat berada pada posisi di tengah, kemudian kami memasang beban
pada roda dan mengukur beban yang tercipta. Lalu setelah itu, kami mengsetel
kembali panjang batang sesuai ukuran yang ditentukan sampai data terkumpul.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

17
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

4.1 Pulley dan Diameter Batang


Pulley
Diameter
No Keterangan
Diameter Luar (m) Kedalam (m) Batang (m)

1 V = 0.14 V = 0.0054 0.0054 V = Vertikal


2 H = 0.15 H = 0.0052 0.0054 H = Horizontal
3 D = 0.17 D = 0.0054 0.0054 D = Diagonal

4.2 Beban Tetap Panjang Batang Berubah

No Beban (kg) Panjang Batang (m) θ₁ θ₂

1 1.994 0.3 15 2

2 1.994 0.3 14 3

3 1.994 0.3 14 5

4 1.994 0.5 15 4

5 1.994 0.5 15 4

6 1.994 0.5 15 4

4.3 Beban Berubah Panjang Batang Tetap

No Beban (kg) Panjang Batang (m) θ₁ θ₂

1 2.417 0.72 22 4

2 2.417 0.72 22 4

3 2.417 0.72 22 4

4 2.914 0.72 25 5

5 2.914 0.72 25 5

6 2.914 0.72 25 5

18
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Hari/Tanggal Praktikum : Minggu/ 21 Maret 2021


Frekuensi : II
Anggota Kelompok : 1.Miznalaila Kharisma (09120200081)
2. Cindy Amalia Amir (09120200082)
3. Alif Muslim (09120200083)
4. Nurul Fadilah (09120200084)
5. Aldi (09120200085)

Makassar, 21 Maret 2021


Asisten

(Indra Pranata Syachruddin)

BAB V
PENGOLAHAN DATA

5.1 Pulley dan Diameter Batang


19
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

5.1.1 Mencari Diameter Pulley

D n= { DLuar −(2 × Kedalaman) }

D V ={ D Luar −(2× Kedalaman)}

¿ { 0.14−(2× 0.0054) }

¿ { 0.14−(0.0108) }

¿ { 0.1292 m }

D H ={ D Luar−(2× Kedalaman) }

¿ { 0.15−(2 ×0.0052) }

¿ { 0.15−(0.0104 ) }

¿ { 0.1396 m }

D D= { D Luar −(2 × Kedalaman ) }

¿ { 0.17−( 2× 0.0054) }

¿ { 0.17−( 0.0108) }

¿ { 0.1592 m }

5.1.2 Mencari Jari-Jari Pulley

20
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

D
Rn =
2

D
RV =
2

0.1292
¿
2

¿ 0.0646 m

D
RH=
2

0.1396
¿
2

¿ 0.0698 m

D
R D=
2

0.1592
¿
2

¿ 0.0796 m

5.1.3 Mencari Rata-Rata dari Jari-Jari Pulley

R=
∑ Rn
n

0.0645+ 0.0698+0.0796
R=
3

0.2139
¿ =0.713 m
3
21
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

5.1.4 Mencari Diameter dan Jari-Jari Batang

D 1 + D2 + D3
D=
3

0.0054+ 0.0054+0.0054
D=
3
0.0162
¿
3
D=0.0054 m
D
R=
2

0.0054
R=
2

¿ 0.0027 m

5.2 Beban Tetap Panjang Batang Berubah


5.2.1 Mencari Modulus Puntir

2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4

σ =W × R

W =m× g

¿ 1.994 × 9.81

¿ 19.56114 N

σ =19.56114 × 0.0027

22
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

¿ 0.052815078 Nm

π
θ={ θTinggi −θ Rendah } ×
180 rad

3.14
θ1= { 15−2 } ×
180

3.14
¿ { 13 } ×
180

40.82
¿
180

¿ 0.2267 rad

3.14
θ2= { 14−3 } ×
180

3.14
¿ { 11 } ×
180

34.54
¿
180

¿ 0.1918 rad

3.14
θ3 ={ 14−5 } ×
180

3.14
¿ {9 }×
180

28.26
¿
180

¿ 0.157 rad

3.14
θ 4= {15−4 } ×
180
23
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

3.14
¿ { 11 } ×
180

34.54
¿
180

¿ 0.1918 rad

3.14
θ5 ={ 14−3 } ×
180

3.14
¿ { 11 } ×
180

34.54
¿
180

¿ 0.1918 rad

3.14
θ6 ={ 14−3 } ×
180

3.14
¿ { 11 } ×
180

34.54
¿
180

¿ 0.1918 rad

2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4

24
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2× 0.0528 ×0.3
G 1= 4
3.14 ×0.0713 ×0.2267

0.3168
¿
0.00001839667

¿ 1,172.050078419 N / m². rad

2× 0.0528 ×0.3
G 2=
3.14 ×0.0713 4 ×0.1918

0.3168
¿
0.00002434495

¿ 1,301.54303048 N / m². rad

2 ×0.0528 ×0.3
G 3= 4
3.14 × 0.0713 ×0.157

0.3168
¿
0.00001271053

¿ 2,487.02369525 N /m². rad

2 ×0.0528 × 0.5
G4 = 4
3.14 ×0.0713 × 0.1918

0.05281
¿
0.00001556454

¿ 3,392.96888954 N / m ².rad

2× 0.0528 ×0.5
G 5= 4
3.14 × 0.0713 ×0.1918

0.05281
¿
0.00001556454

¿ 3,392.96888954 N / m ².rad

25
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2 ×0.0528 ×0.5
G 6= 4
3.14 × 0.0713 ×0.1918

0.05281
¿
0.00001556454

¿ 3,392.96888954 N / m ².rad

G1 +G2+ G3+G 4 +G5 +G6


G=
6

1,172.050078419+1,301.54303048+2,487.02369525+3,392.96888954+ ¿3,392.96888954 +3,392.


¿
6

15,139.5234686
¿
6

¿ 2,523.25391143 N/m²-rad

Tabel 2.5.1 Hasil Modulus Puntir pada Beban Tetap Panjang Batang Berubah

No L θ G G
0.2267
1 0.3 m 1,172.050078419 N/m².rad
rad
0.1918
2 0.3 m 1,301.54303048 N/m².rad
rad
3 0.3 m 0.157 rad 2,487.02369525 N/m².rad
2,523.25391143
0.1918 N/m²-rad
4 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
5 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
6 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad

26
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

5.3 Beban Berubah Panjang Batang Tetap


5.3.1 Mencari Modulus Puntir

2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4

W =m× g

W 1=2.417× 9.81

¿ 23.71077 N

W 2=2.417× 9.81

¿ 23.71077 N

W 3 =2.417 ×9.81

¿ 23.71077 N

W 4=2.914 × 9.81

¿ 28.58634 N

W 5 =2.914 ×9.81

¿ 28.58634 N

W 6 =2.914 ×9.81

¿ 28.58634 N
σ =W × R

σ 1=W 1 × R

σ 1=23.7107 ×0.0027

27
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

¿ 0.0640 Nm

σ 2=W 2 × R

σ 2=23.7107 ×0.0027

¿ 0.0640 Nm

σ 3=W 3 × R

σ 3=23.7107 ×0.0027

¿ 0.0640 Nm

σ 4=W 4 × R

σ 4=28.5863 × 0.0027

¿ 0.0771 Nm

σ 5=28.5863 ×0.0027

¿ 0.0771 Nm

σ 6=28.5863 ×0.0027

¿ 0.0771 Nm

π
θ={ θTinggi −θ Rendah } ×
180 rad

3.14
θ1= { 22−4 } ×
180

3.14
¿ { 18 } ×
180

28
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

56.52
¿
180

¿ 0.314 rad

3.14
θ2= { 22−4 } ×
180

3.14
¿ { 18 } ×
180

56.52
¿
180

¿ 0.314 rad

3.14
θ3 ={ 22−4 } ×
180

3.14
¿ { 18 } ×
180

56.52
¿
180

¿ 0.314 rad

3.14
θ 4= {25−5 } ×
180

3.14
¿ { 20 } ×
180

62.8
¿
180

¿ 0.3488 rad

3.14
θ5 ={ 25−5 } ×
180

3.14
¿ { 20 } ×
180

29
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

62.8
¿
180

¿ 0.3488 rad

3.14
θ6 ={ 25−5 } ×
180

3.14
¿ { 20 } ×
180

62.8
¿
180

¿ 0.3488 rad

2 ×σ n × l n
G n=
π × Rn ×θ n
4

2 ×0.0640 ×0.72
G 1= 4
3.14 ×0.0713 ×0.314

0.09216
¿
0.00002548105

¿ 3,616.80542992 N /m ². rad

2 ×0.0640 ×0.72
G 2=
3.14 ×0.0713 4 ×0.314

0.09216
¿
0.00002548105

¿ 3,616.80542992 N /m ². rad

2 ×0.0640 × 0.72
G 3= 4
3.14 × 0.0713 ×0.314

30
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

0.09216
¿
0.00002548105

¿ 3,616.80542992 N /m ². rad

2× 0.0771× 0.72
G4 = 4
3.14 ×0.0713 × 0.3488

0.111028
¿
0.00002830508

¿ 392.254815127 N /m². rad

2 ×0.0771 ×0.72
G 5=
3.14 × 0.07134 ×0.3488

0.111028
¿
0.00002830508

¿ 392.254815127 N /m². rad

2 ×0.0771 ×0.72
G 6= 4
3.14 × 0.0713 ×0.3488

0.111028
¿
0.00002830508

¿ 392.254815127 N /m². rad

G1 +G2+ G3+G 4 +G5 +G6


G=
6

3,616.80542992+3,616.80542992+3,616.80542992+ 392.254815127+¿ 392.254815127+392.2548


¿
6

31
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

10,662.1807351
¿
6

¿ 1,777.03012252 N/m²-rad

Tabel 2.5.2 Hasil Modulus Puntir Pada Beban Berubah Panjang Batang Tetap

No σ θ G G
0.0640
1 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm
0.0640
2 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm
0.0640
3 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm 1,777.03012252
0.0771 0.3488 N/m²-rad
4 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
5 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
6 392.254815127 N/m².rad
Nm rad

32
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BAB VI
ANALISA PENGOLAHAN DATA

6.1 Tabel Hasil Pengolahan Data


Tabel 2.6.1 Hasil Modulus Puntir pada Beban Tetap Panjang Batang
Berubah

No L θ G G
0.2267
1 0.3 m 1,172.050078419 N/m².rad
rad
0.1918
2 0.3 m 1,301.54303048 N/m².rad
rad
3 0.3 m 0.157 rad 2,487.02369525 N/m².rad
2,523.25391143
0.1918 N/m²-rad
4 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
5 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad
0.1918
6 0.5 m 3,392.96888954 N/m².rad
rad

Tabel 2.6.2 Hasil Modulus Puntir Pada Beban Berubah Panjang Batang
Tetap

No σ θ G G
0.0640
1 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm
0.0640 1,777.03012252
2 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm N/m²-rad
0.0640
3 0.314 rad 3,616.80542992 N/m².rad
Nm

33
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

0.0771 0.3488
4 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
5 392.254815127 N/m².rad
Nm rad
0.0771 0.3488
6 392.254815127 N/m².rad
Nm rad

6.2 Pembahasan Hasil Pengolahan Data


Berdasarkan data tersebut dapat di simpulkan bahwa hubungan atau
pengaruh
periode dan panjang kawat terhadap konstanta puntir yaitu semakin besar periode
osilasi maka konstanta puntirnya semakin kecil. Dalam hal ini periode osilasi
berbanding terbalik dengan konstanta puntir. Dalam hal ini periode osilasi
berbanding terbalik dengan konstanta puntir. Adapun pengaruh panjang tali dan
periode terhadap modulus geser yaitu semakin panjang tali maka modulus
gesernya akan semakin besar, karena panjang kawat berbanding lurus dengan
modulus geser. Sedangkan semakin besar periode osilasi maka modulus gesernya
akan semakin kecil karena periode osilasi berbanding terbalik dengan modulus
geser. Dan pula pengaruh konstanta puntir terhadap modulus geser yaitu semakin
besar konstanta puntir maka modulus geser juga semakin besar.

34
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Modulus puntir ini terjadi akibat adanya perputaran oleh salah satu ujung
batang yang diakibatkan oleh torsi atau momen puntir. Adapun hukum yang
berlaku pada percobaan ini adalah hukum hooke, dimana Hukum Hooke sendiri
berbunyi yaitu Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastisitasnya, pertambahan
panjang pegas itu tidak sebanding dengan gaya yang diberikan artinya semakin
besar gaya yang diberikan kepada pegas maka pertambahan panjang akan lebih
besar atau pada percobaan ini semakin besar gaya yang diberikan atau semakin
besar torsi yang diberikan maka sudut yang terjadi pada batang akan lebih besar
begitupun sebaliknya semakin kecil gaya yang diberikan maka semakin kecil pula
sudut yang terjadi akibat torsi.
Semakin besar tegangan puntir yang diberikan maka semakin besar juga
sudut θ pada material. Jika perhitungan dan pengambilan data dilakukan secara
akurat perbedaan antara pengukuran dan perhitungan tidak akan berbeda jauh.
Modulus Geser atau bilangan yang menggambarkan perubahan benda yang
elastis, atau suatu konstanta yang menyatakan besarnya gaya yang diperlukan
untuk memuntir suatu bahan per satuan luar tiap satu derajat. Pada percobaan ini
terlihat pada saat batang tambah beban maka logam akan memuntir dan pada saat
dikurangi beban maka batang tidak akan langsung kembali ke posisi awal, karena
35
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

batang tersebut mempunyai daya elastisitas sehingga saat partikel pada batang
tersebut bertambah.

7.2 Saran
7.2.1 Asisten
Kami berharap para asisten tetap semangat dan sabar dalam membimbing
kami.
7.2.2 Praktikum
Kerja samanya lebih di tingkatkan lagi dan teliti saat mengerjakan
praktikum.

7.3 Ayat yang Berhubungan


Qur’an Surah Ar-Rahman ayat 7:
َ‫ض َع   ْال ِميْزَ ا ن‬
َ ‫   َوا ل َّس َمآ َء   َرفَ َعهَا   َو َو‬

"Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan,"

Dalam ayat ini tersirat yang berhubungan dengan kenyataan yang telah
diketahui manusia dari berbagai gejala yang terlihat atau telah dilakukan
percobaan dan pengukurannya. Dalam kaitan masalah yang akan di bahas di sini,
bukan peristiwa pemuaiannya atau keseimbangannya, namun ada suatu sifat yang
menyertai dalam peristiwa itu yaitu sifat kelenturan atau elastis.

36
|Page Modulus Puntir
PRAKTIKUM FISIKA DASAR
LABORATORIUM FISIKA DASAR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

Douglas C. Giancoli, (2005). “Hukum Hooke”


Giancoli C.(2001). Fisika Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga Halliday –
Resnick – Walker, (2005). “Gaya Pegas”
Ramdani. (2013). “Cara-Mengukur Menggunakan Jangka Sorong”
Spektafest , GGM. (2013). “Laporan Modulus Puntir (M4). Laporan
Praktikum Fisika Dasar” 1 ITENAS Bandung
Saripudin, Aip, dkk. (2007). “Praktis Belajar Fisika untuk Kelas X
SMA/MA” Jakarta: Visindo Media Persada.
https://www.studiobelajar.com/hukum-hooke/

37
|Page Modulus Puntir

Anda mungkin juga menyukai