Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam eksperimen ini, praktikan akan melakukan percobaan mengenai


modulus puntir pada suatu batang logam. Dari modulus puntir tersebut,
praktikan akan dapat memahami sifat elastisitas bahan dan momen gaya yang
bekerja.
Suatu batang yang ditarik oleh suatu gaya dikatakan benda dibawah
tegangan meenggang (tensile stress), sedangkan apabila benda diberi tekanan
menekan maka benda berada dibawah tekanan menekan (compressive stress)
yang merupakan lawan dari tegangan meregang. Apabila suatu benda diberi
gaya yang sama tetapi arahnya berlawanan dan tidak segaris maka benda
tersebut dibawah tegangan memuntir (shear stress).
Dalam praktikum ini, kita akan memahami gejala puntiran pada suatu
material. Dalam bahasa fisisnya, modulus puntir adalah gaya yang diberikan
persatuan luas penampang dengan luas yang sejajar dengan vektor gaya yang
diterapkan.
Untuk material yang berbentuk silinder, konsep dari tegangan memutir
tetap sama. Hanya saja, dalam perumusannya digunakan variabel-variabel baru
yang terdapat pada silinder.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan mpdulus puntir ?
2. Apa yang dimaksud dengan puntir ?
3. Bagaimana rumus modulus puntir ?

1.3 IDENTIFIKASI MASALAH


1. Melakukan percoban pengukuran berat beban dengan modulus puntir
2. Menghitung torsi dengan rumus T = rmg
3. Menghitung modulus puntir dengan rumus G = 2LT / πR4

1.4 TUJUAN PERCOBAAN


1. Memahami sifat elastis bahan di bawah pengaruh puntiran
2. Menentukan modulus geser suatu bahan dengan puntiran

1.5 SISTEMATIKA PERCOBAAN


Untuk memahami lebih jelas laporan ini, maka teori dan perhitungan-
perhitungan yang terdapat pada laporan praktikum-praktikum ini

1
dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika penyusunan
sebagai berikut :

1. BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, identifikasi dan tujuan masalah,
metode percobaan, dan sistematika penulisan.
2. BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan teori-teori pendukung dan
pengembangan yang berupa pengertian dan definisi yang diambil dari
beberapa sumber referensi dalam pembuatan laporan dan berkaitan
dengan penyusunan laporan serta beberapa literatur review yang
berhubungan dengan praktikum.
3. BAB III : PERCOBAAN DAN ANALISA PERCOBAN
Bab ini berisi jenis alat-alat ukur apa saja yang digunakan
dalam praktikum, prosedur pertanyaan yang di berikan saat praktikum,
data dan hasil percobaan yang didapatkan, serta analisa hasil akhir
pada praktikum.

4. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN


Yang terakhir pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang
diberikan untuk rangkaian proses praktikum yang telah di lakukan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 MODULUS PUNTIR


Bila sebatang logam pejal dengan panjang L dan jari – jari R, salah satu
ujungnya di jepit dan ujung yang lain di puntir dengan gaya F, maka akan
terjadi simpangan atau pergeseran sebesar α˚ (lihat gambar 1).

Gambar 2.1 simpangan atau pergeseran


Besar pergeseran (α˚) untuk setiap logam berbeda – beda, tergantung
koefisien kekenyalannya , . Hubungan tersebut dinyatakan sebagai berikut :

G = 2LT / πR4α

Keterangan :

G = modulus puntir (modulus geser = koefisien kekenyalan)

g = percepatan gravitasi

R = jari jari batang

L = panjang batang dari penjepit ke jarum petunjuk sekala

m = massa beban yang menyebabkan puntiran

α˚= besar simpangan pada jarak L

r = jari – jari roda pemuntir

M = momen gaya

Θ = sudut puntir dalam radius

3
2.2 Teori Dasar di Modul

Tegangan geser terjadi secara pararel pada bidang material benda dengan
tegangan normal yng terjadi tegak lurus dengan bidang. Kondisi teganan geser
dapat terjadi dengan melakukan geseran secara langsung (direct shear) dan
tegangan puntir (torsional stress). Fenomena geseran secara langsung dapat
dilihat pada saat kita menancapkan paku ke balok kayu. Pada setiap permukaan
di paku dan di kayu yang bersinggungan langsung dengan paku akan
mengalami geseran secara langsung. Sedangankan fenomena tegangan
puntiran, dapat terjadi apabila suatu spesimen mengalami momen torsi.
Dengan adanya tegangan geser, maka respon yang diterima material pun
berbeda.

Uji puntir pada suatu spesimen dilakukan untuk menentukan elastisitas


suatu material. Specimen yang digunakan pada pengujian puntir adalah batang
dengan penampang lingkaran karena bentuk penampang ini sederhana
sehingga mudah diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran pada
salah satu ujungnya karena dua pembebanan akan memberikan
ketidakkonstanan sudut puntir yang diperoleh dari pengukuran.

Gambar 2.2 batang pandangan memanjang dan penampang lintang

Batang Silindris dengan Beban Puntiran Rumus tegangan dan regangan


geser untuk batang padat :

τ = Tc / Ip dan

4
Sedangkan Momen Inersia (J) pada keadaan maksimum silinder adalah :

Ip π D4

Pengukuran yang dilakukan pada uji puntir adalh momen puntir dan
sudut puntir. Pengukuran ini kemudian dikonversikan menjadi sebuah grafik
momen puntir terhadap sudut puntir (dalam putaran).

2.3 Teori Tentang Puntir Dari Internet

1. Puntiran

Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh,


kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen
deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran) pada bidang slip, modulus
kekakuan adalah konstanta yang penting, yang diperoleh dari pengujian
puntir (dalam banyak kasus). Deformasi puntiran tidak menunjukkan
tegangan uniform pada potongan lintang seperti halnya pada deformasi
lenturan. Untuk mendapat deformasi puntiran dengan tegangan yang uniform
perlu dipergunakan batang uji berupa silinder tipis.

Patahan karena puntiran dari bahan getas terlihat pada arah kekuatan
tarik, yaitu pada 450 terhadap sumber puntiran, sedangkan bagi bahan yang
liat patahan terjadi pada sudut tegak lurus terhadap sumbu puntiran setelah
gaya pada arah sumbu terjadi dengan deformasi yang besar, dari hal tersebut
sangat mudah menentukan keliatan dan kegetasan.

2. Diagram Tegangan Regangan

Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu-satunya yang harus


diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama
pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan,
dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini ditetapkan dengan
membuat pengujian bahan dan membandingkan hasilnya dengan standar
yang telah ada.

5
Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi
oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya
internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti
hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu
benda diberi beban. Mula-mula harus ditegaskan bahwa dalam praktek,
semua beban bekerja sedikit demi sedikit. Proses pembebanan ini dapat
diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat, namun tak akan pernah
sesaat.

Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan berubah
dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya. Pergeseran ini
mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang tergabung untuk
menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila beban bertambah,
perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya antar molekul juga
bertambah sampai pembebanan mencapai harga akhirnya.

Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan


berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam
keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini
pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan dan
sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih mudah
bila diperhatikan ‘benda tegar’, namun ini hanya merupakan suatu konsep;
karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata yang dapat
menahan beban,tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.

Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh
suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang
karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal
(yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini.

Intensitas tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut ‘tegangan’) di


suatu titik pada bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.

Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus
pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan

6
sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat
(compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati, didapat
tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya pada elemen luasan
membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya
tersebut diuraikan menjadi komponen normal dan tangensial, serta
menghasilkan kombinasi tegangan-tegangan normal geser.

Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut


regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil
dan menghasilkan regangan normal; atau lapisan-lapisan bahan dapat
bergeser yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan geser.
Untuk batang dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat yang
paling jelas terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan normal.
Intensitas regangan (biasanya disebut ‘regangan’ saja) untuk regangan
normal, didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran terhadap
ukuran semula.

3. Tegangan

Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu- satunya yang harus


diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama
pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan,
dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini ditetapkan dengan
membuat pengujian bahan dan membandingkan hasilnya dengan standar
yang telah ada.

Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi
oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya
internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti
hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu
benda diberi beban. Mula-mula harus ditegaskan bahwa dalam praktek,
semua beban bekerja sedikit demi sedikit. Proses pembebanan ini dapat
diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat, namun tak akan pernah
sesaat.

7
Gambar2.3 Diagram Tegangan
-
Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan berubah
dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya. Pergeseran ini
mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang tergabung untuk
menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila beban bertambah,
perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya antar molekul juga
bertambah sampai pembebanan mencapai harga akhirnya.

Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan


berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam
keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini
pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan dan
sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih mudah
bila diperhatikan benda tegar, namun ini hanya merupakan suatu konsep
karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata yang dapat
menahan beban, tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.

Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh
suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang
karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal
(yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini. Intensitas
tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut tegangan) di suatu titik pada
bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.

Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus
pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan
sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat

8
(compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati, didapat
tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya pada elemen luasan
membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya
tersebut diuraikan menjadi komponen normal dan tangensial, serta

Gambar 2.4 Poros yang mengalami Puntiran

menghasilkan kombinasi tegangan-regangan normal geser.

4.Regangan

Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut


regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil
dan menghasilkan regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser
yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan geser. Untuk batang
dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat yang paling jelas
terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan normal. Intensitas
regangan (biasanya disebut regangan saja) untuk regangan normal,
didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran terhadap ukuran
semula.

5. Puntiran Poros Berpenampang Lingkaran

Akibat puntiran murni pada poros berpenampang lingkaran adalah


timbulnya tegangan geser murni dalam bahan. Bila poros dibagi menjadi dua
bagian oleh bidang transversal khayal, akan terlihat bahwa permukaan-
permukaan pada kedua pihak dari bidang ini cenderung berputar, relatif yang
dianggap terdiri dari lapisan-lapisan tipis transversal yang jumlahnya tak
terhingga, masing-masing relatif berputar sedikit terhadap lapisan berikutnya
bila torsi diberikan, akibatnya poros akan terpuntir. Pergerakan angular salah
satu ujung relatif terhadap yang lain disebut sudut puntiran.

9
Tegangan puntir disebabkan oleh momen puntir yang bekerja pada
penampang batang. Dalam menganalisa tegangan puntir, momen torsi yang
biasanya dinyatakan dalam vektor rotasi diubah menjadi vektor translasi
dengan menggunakan aturan tangan kanan. Lipatan jari tangan menunjukkan
arah vektor rotasi dan jari jempol menunjukkan vektor translasi. Seperti
halnya gaya aksial, tegangan puntir muncul (momen puntir ada) bila batang
tersebut dipotong. Metode irisan tetap digunakan untuk mendapatkan momen
puntir dalam, sehingga tegangan puntir dapat dicari. Momen puntir dalam ini
yang akan mengimbangi momen puntir luas sehingga bagian struktur tetap
dalam kondisi seimbang.

Untuk mencari hubungan antara momen puntir dalam dengan tegangan


pada penampang batang bulat, perlu dibuatkan asumsi sbb:

a. Potongan normal tetap di bidang datar sebelum maupun sesudah


puntiran.

b. Regangan geser berbanding lurus terhadap sumbu pusat.

c. Potongan normal tetap berbentuk bulat selama puntiran.

d. Batang dibebani momen puntir dalam bidang tegak lurus sumbu


batang.

e. Tegangan puntir tidak melebihi batas proporsional.

f. Tegangan geser berubah sebanding dengan regangan linear.

Berdasarkan asumsi yang diambil (butir 2 dan 6) maka tegangan geser


maksimum terletak pada keliling penampang sehingga dapat dicari
hubungan antara tegangan geser dengan jarak terhadap sumbu pusat. Gaya
geser inilah nantinya akan mengantisipasi momen torsi luar.

Besar momen inseria polar dari luas penampang, yang


dinotasikan sebagai Ip, sehingga :

Ip π D4

10
Besarnya tegangan secara umum :

τ=

Dimana :

t = tegangan geser

I p = Momen inersia polar penampang luas.

c = jari-jari lingkaran

Dalam mendesain bagian-bagian struktur yang menyangkut kekuatan,


maka tegangan geser yang memenuhi syaratlah yang dipilih. Karena batang
yang mengalami puntiran sering dipakai untuk meneruskan gaya, maka
percobaan puntiran pada batang sering dilakukan.

6. Sifat-sifat Mekanik

Bagaimanapun baiknya suatu kristal dipersiapkan, pasti memiliki cacat-


cacat kisi yang akan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
strukstur kristal tersebut. Dengan mengamati sifat mekanik logam, akan
diperoleh sifat-sifat cacat kisi tersebut. Pada beberapa cabang industri,
pengujian mekanik yang biasa dilakukan seprti uji tarik, kekerasan, impak,
creep dan fatik, digunakan untuk mempelajari keadaan cacatnya (defect
state) tetapi untuk memeriksa kualitas produk yang dihasilkan berdasarkan
suatu standar spesifikasi.

a. Tensile Strength, biasanya dilakukan pengujian tarik terhadap suatu


material logam untuk mengetahui seberapa besar ketahanan material tersebut
terhadap beban tarik.
b. Kekerasan, didefinisikan sebagai ketahanan suatu material logam
terhadap penetrasi, memeberikan sifat-sifat deformasinya.
c. Impak, Suatu bahan mungkin memiliki kakuatan tarik (Tensile
Strength) yang tinggi tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi pembebanan
kejut (tumbukan)
d. Creep (pemuluran), didefinisikan sebagai aliran plastis pada kondisi
tegangan yang konstan.

11
e. Fatiq, adalah fenomena yang berkaitan dengan perpatahan logam
secara premature karena tegangan rendah yang terjadi berulang kali dan
terutama berperanan penting dalam industri penerbangan.

7. Pengertian Dasar

a. Ketangguhan adalah ukuran besarnya energi yang diperlukan untuk


mengubah bentuk suatu material.
b. Kekerasan adalah ketahanan suatu material yang terhadap penetrasi
yang diberikan pada permukaannya.
c. Momen adalah hasil kali gaya dengan jarak gaya ke titik pusat.
M=FxL

Dimana : M = Momen

F = Gaya

L = Jarak

d. Gaya adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan benda


bermassa mengalami sebuah percepatan
Dimana : F = gaya
m = massa
a = percepatan
e. Sudut Puntir /angle of twist (θ) adalah suatu poros dengan panjang L
dikenai momen puntir T secara konstan dikeseluruhan panjang poros.

8. Hal-hal yang Mempengaruhi Kekuatan Material Terhadap Puntiran


a. Panjang batang, semakin panjang batang yang dikenai beban puntir
maka puntiran akan semakin besar.
b. Sifat-sifat material antara lain modulus geser, struktur material, dan
jenis material.
c. Luas penampang batang atau material dimana gaya puntir bekerja.
d. Bentuk penampang batang yang dikenai puntiran.
e. Arah gaya puntir pada batang

12
BAB III
PERCOBAAN DAN ANALISIS

3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Seperangkat alat puntir


2. Dua batang logam
3. Seperangkat beban

3.2 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Memasang batang logam emas. Mengencangkan semua sekrup kuat-kuat
2. Memeriksa kebebasan gerak puntiran ujung batang yang beroda
3. Mengamati kedudukan jarum penunjuk
4. Mengukur beban secara berturut-turut tambahkan beban satu persatu. Setiap
penambahan, amati kedudukan jarum penunjuk.
5. Mengurangi beban satu persatu dan mengamati kedudukan jarum penunjuk
6. Mengulangi percobaan tersebut dengan mengganti batang logam emas
dengan batang logam besi

3.3 PERTANYAAN
1. Ukurlah diameter kedua batang logam yang akan ditentukan modulus
puntirnya dan ukur pula diameter roda pemutar
2. Masukkan satu ujung batang ke dlam penjepit diam dan ujung lain ke dalam
penjepit pemuntir. Kemudian pasanglah jarum pengamat sudut puntir pada
jarak tertentu dari penjepit diam. Catat jarak tersebut.
3. Bebanilah roda pemutar bertirut-turut dengan beban yang tersedia. Setiap
penambahan beban adalah 0,5 kg. Setelah bebrapa saat catatlah sudut puntir
yang ditunjukan oleh jarum penunjuk pada setiap penambahan beban.
Lakukan penambahan beban sampai 6-7 kali ( berarti sampai 3,0 – 3,5 kg).
4. Setelah semua beban digantungkan, kurangilah berturut-turut beban
tersebut dengan 0,5 kg setiap kali pengurangan. Tunggu beberapa saat,
kemudian catat kedudukan jarum pengamat sudut puntir untuk setiap
pengurangan beban.

13
3.4 DATA HASIL PENGUKURAN
3.4.1 Torsi ( T )
Rumus = r m g
r = 5,65 cm
g = 10

1. Batang logam emas


a. T1 = 5,65 . 0,5 . 10
= 28,25
b. T2 = 5,65 . 0,9 . 10
= 50,85
c. T3 = 5,65 . 3 . 10
= 169,5
d. T4 = 5,65 . 3 . 10
= 169,5
e. T5 = 5,65 . 3 . 10
= 169,5
f. T-1 = 5,65 . 2,9 . 10
= 163,85
g. T-2 = 5,65 . 2,5. 10
= 141,25
h. T-3 = 5,65 . 1,9 . 10
= 107,35
i. T-4 = 5,65 . 1,4 . 10
= 79,1
j. T-5 = 5,65 . 0,8 . 10
= 45,2
2. Batang logam besi
a) T1 = 5,65 . 0,3 . 10
= 16,95
b) T2 = 5,65 . 0,4 . 10
= 22,6
c) T3 = 5,65 . 0,6 . 10

14
= 33,9
d) T4 = 5,65 . 0,9 . 10
= 50,85
e) T5 = 5,65 . 1 . 10
= 56,5
f) T6 = 5,65 . 1,9 . 10
= 107,35
g) T-1 = 5,65 . 1,3 . 10
= 73,45
h) T-2 = 5,65 . 1 . 10
= 56,5
i) T-3 = 5,65 . 0,9 . 10
= 50,85
j) T-4 = 5,65 . 0,8 . 10
= 45,2
k) T-5 = 5,65 . 0,4 . 10
= 22,6
3.4.2 Modulus Puntir ( G )
Rumus : 2 LT / πR4 α
L = 60,024
Π = 3,14
Remas = 4,00424
Rbesi = 4,0041

1. Batang logam emas


a. G1 = 2 . 60,024 . 28,25
3,14 . (4,00424)4 . 0,5
= 3391,3 = 8,4026
403,6
b. G2 = 2 . 60,024 . 50,85
3,14 . (4,00424)4 . 0,9
= 6104,4 = 8,4024

15
726,5
c. G3 = 2 . 60,024 . 169,5
3,14 . (4,00424)4 . 3
= 20348,1 = 8,4027
2421,6
726,5
d. G4 = 2 . 60,024 . 169,5
3,14 . (4,00424)4 . 3
= 20348,1 = 8,4027
2421,6
726,5
e. G5 = 2 . 60,024 . 169,5
3,14 . (4,00424)4 . 3
= 20348,1 = 8,4027
2421,6
f. G-1 = 2 . 60,024 . 163,85
3,14 . (4,00424)4 . 2,9
= 19669,8 = 8,4026
2340,9
g. G-2 = 2 . 60,024 . 141,25
3,14 . (4,00424)4 . 2,5
= 16956,7 = 8,4024
2018,07
h. G-3 = 2 . 60,024 . 107,35
3,14 . (4,00424)4 . 1,9
= 12887,15 = 8,40248
1533,73
i. G-4 = 2 . 60,024 . 79,1
3,14 . (4,00424)4 . 1,4
= 9495,79 = 8,40246
1130,12
j. G-5 = 2 . 60,024 . 48,2

16
3,14 . (4,00424)4 . 0,8
= 5786,31 = 7,16
807,23
2.Batang logam besi
a) G1 = 2 . 60,026 . 16,95
3,14 . (4,0041)4 . 0,3
= 2034,88 = 8,4037
242,14
b) G2 = 2 . 60,026 . 22,6
3,14 . (4,0041)4 . 0,4
= 2713,17 = 8,4038
322,85
c) G3 = 2 . 60,026 . 33,9
3,14 . (4,0041)4 . 0,6
= 4069,7 = 8,4036
484,28
d) G4 = 2 . 60,026 . 50,85
3,14 . (4,0041)4 . 0,9
= 6104,6 = 8,4039
726,4
e) G5 = 2 . 60,026 . 56,5
3,14 . (4,0041)4 . 1
= 6782,9 = 8,4040
807,1
f) G6 = 2 . 60,026 . 107,35
3,14 . (4,0041)4 . 1,9
= 12887,5 = 8,4039
1533,5
g) G-1 = 2 . 60,026 . 73,45
3,14 . (4,0041)4 . 1,3
= 8817,8 = 8,4043
1049,2

17
h) G-2 = 2 . 60,026 . 56,5
3,14 . (4,0041)4 . 1
= 6782,9 = 8,4040
807,1
i) G-3 = 2 . 60,026 . 50,85
3,14 . (4,0041)4 . 0,9
= 6104,6 = 8,4039
726,4
j) G-4 = 2 . 60,026 . 45,2
3,14 . (4,0041)4 . 0,8
= 5426,3 = 8,4037
645,7
k) G-5 = 2 . 60,026 . 22,6
3,14 . (4,0041)4 . 0,4

= 2713,1 = 8,4048

322,8

3.4.3 Grafik Penambahan Beban dan Pengurangan Beban


1. Batang logam emas

Tabel 3.1. Penambahan dan pengurangan beban pada batang logam emas

No Penambahan Beban Pengurangan Beban


(x) (y)
1. 0,5 2,9
2. 0,9 2,5
3. 3 1,9
4. 3 1,4
5. 3 0,8

18
Batang logam emas
3.5

Pengurangan Beban
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4
Penambahan beban

Gambar 3.1. Kurva hubungan penambahan dan pengurangan batang I

2.Batang logam besi

Tabel 3.2. Penambahan dan pengurangan beban pada batang logam besi

No Penambahan Beban Pengurangan Beban


(x) (y)
1. 0,3 1,3
2. 0,4 1
3. 0,6 0,9
4. 0,9 0,8
5. 1 0,4
6. 1,9 -

Batang logam besi


1.4
Pengurangan Beban

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Penambahan Beban

Grafik 3.2 Penambahan dan pengurangan batang II

19
3.4.4 Data Pengamatan
a) Sudut puntiran terhadap massa beban
- Pada batang logam emas

Tabel 3.3 Sudut terhadap massa batang logam emas

Percobaan Sudut puntiran Massa beban


No
(x) (y)
Penambahan 1 0,5 0,5
1.
Penambahan 2 0,9 0,9
2.
Penambahan 3 3 3
3.
Penambahan 4 3 3
4.
Penambahan 5 3 3
5.
Pengurangan 1 2,9 2,9
6.
Pengurangan 2 2,5 2,5
7.
Pengurangan 3 1,9 1,9
8
Pengurangan 4 1,4 1,4
9.
Pengurangan 5 0,8 0,8
10.

3.5
3
2.5
Massa Beban

2
1.5
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Sudut Puntiran

Gambar 3.3 Kurva hubungan sudut puntiran terhadap massa batang I

20
- Pada batang logam besi

Tabel 3.4. Sudut terhadap massa pada batang logam besi

Percobaan Sudut puntiran Massa beban


No
(x) (y)
Penambahan 1 0,3 0,3
1.
Penambahan 2 0,4 0,4
2.
Penambahan 3 0,6 0,6
3.
Penambahan 4 0,9 0,9
4.
Penambahan 5 1 1
5.
Penambahan 6 1,9 1,9
6.
Pengurangan 1 1,3 1,3
7.
Pengurangan 2 1 1
8.
Pengurangan 3 0,9 0,9
9.
Pengurangan 4 0,8 0,8
10.
Pengurangan 5 0,4 0,4
11.

2
1.8
1.6
1.4
Massa beban

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2
Sudut Puntiran

Gambar 3.4 Kurva hubungan sudut puntiran terhadap massa batang II

21
3.4.5 Analisa Data
Data yang kami peroleh terdapat perubahan kecil dari setiap
penambahan beban. Hal ini diakarenakan nilai modulus puntir
sebanding dengan gaya yang bekerja pada batang dan berbanding
terbalik dengan sudut puntir. Ini artinya meskipun gaya yang
diberikan besar, disaat yang sama sudut untir ikut membesar
sehingga nilai modulus puntir pada batang cenderung tetap. Pada
torsi, semakin besar masa jenis batang maka semakin besar pula
tegangan torsi. Tegangan torsi inilah yang berpengaruh pada
modulus puntir.
Pada percobaan yamg dilakukan, radius dan panjang batang
mempengaruhi nilai modulus puntir dan torsi. Pengaruh jarak antara
sensor dan elemen penganggu mempengaruhi nilai torsi yang
diperoleh. Perubahan sudut akan merubah jarak antara sensor.
Batang besi yang digunakan mempunyai karakteristik yang
hampir sama karena hasil perhitungannya tidak jauh berbeda.

22
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 PENUTUP

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin besar tegangan puntir yang diberikan maka semakin besar juga
sudut θ pada material.
2. Pada kuningan dengan F yang sama tetapi sudut θ nya lebih besar, ini
menandakan bahwa baja lebih kaku dari kuningan.
3. Jika perhitungan dan pengambilan data dilakukan secara akurat perbedaan
antara pengukuran dan perhitungan tidak akan berbeda jauh.
4. Sifat mekanik kekuatan baja lebih tinggi dibandingkan dengan kuningan
5. Dari perbandingan hasil pengukuran dan perhitungan hasilnya perhitungan
lah lebih akurat.

4.2 SARAN
1. Alat yang digunakan dapat mendukung berjalannya praktikum
2. Di sediakannya alat praktikum fisika di kampus esa unggul citraraya
3. Keseragaman panduan laporan praktikum

23
DAFTAR PUSTAKA

M, Safitri.2018.”Praktikum Fisika 2”.Prodi Teknik Industri Universitas Esa


Unggul.
Mulya, Rudini.2014.”Praktikum Fisika Industri Modulus Puntir”
(http://rudinimulyaindustrialengineeringumb.blogspot.com/2014/0
3/modulus-puntir-industrial-engineering.html ).diakses 25 Oktober
2019.

Jahuddin, Maruf.”Modul 5 Modulus Puntir”


(https://www.academia.edu/6839620/MODUL_5_MODULUS_P
UNTIR ).diakses 25 Oktober 2019.

Burhanudin, Muhammad. 2011.”Laporan Akhir Praktikum Fisika Dasar I”


( https://alvinburhani.wordpress.com/2011/02/11/laporan-akhir-
praktikum-fisika-dasar-i/ ).diakses 30 Oktober 2019.

Ridjadi.2013.”Laporan Modulus Puntir M4”


( https://alvinburhani.wordpress.com/2011/02/11/laporan-akhir-
praktikum-fisika-dasar-i/ ).diakses 31 Oktober 2019.

24

Anda mungkin juga menyukai