Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PAGAR NUSA

masrur,s.pd.i.mpd.(msr)
Sejak jaman dahulu, di lingkungan Pesantren NU, terdapat banyak sekali
aliran silat; baik aliran silat yang ada di Jawa timur, Jawa barat, Jawa tengah,
Banten, silat Betawi, silek Minang, silat Mandar, Silat Mataram, dan lain lain. Karena
beragamnya aliran silat tersebut maka dibentuklah PAGAR NUSA sebagai wadah
perkumpulan perguruan pencak silat dibawah naungan NU.
Disisi lain, pada suatu pertemuan KH. Mustofa Bisri Rembang menceritakan
kepada Prof. Dr. KH. Suharbillah Surabaya tentang semakin surutnya dunia
persilatan di halaman pesantren. Hal ini ditandai dengan hilangnya peran pesantren
sebagai Padepokan Pencak Silat. Sejak jaman walisongo kyai-kyai pesantren adalah
juga pendekar yang mengajarkan ilmu pencak silat dipesantrennya masing-masing.
Namun seiring waktu, kenyataan tersebut mulai hilang. Terutama disebabkan
semakin padatnya jadwal pendidikan pesantren karena orientasi penerapan standar
pendidikan modern.
Padahal diluar pesantren aneka ragam perguruan silat tumbuh semakin
menjamur. Mereka menggunakan pencak silat sebagai misi pengembangan agama
dan kepercayaannya masing-masing. Dan perguruan-perguruan silat yang
sebenarnya bersifat lokal ini, diantara mereka saling merasa paling kuat. Sehingga
tak jarang terjadi bentrokan diantara mereka. Dan yang merasa kalah kuat akhirnya
berguguran dan kemudian hilang dari peredaran. Karena kenyataan tersebut, KH.
Mustofa Bisri kemudian menyarankan KH. Suharbillah untuk menemui KH. Abdullah
Maksum jauhari di Lirboyo Kediri untuk menggagas persoalan ini.
Kegelisahan serupa juga dirasakan oleh KH. Syansuri Badawi Tebu Ireng.
Beliau menyayangkan maraknya tawuran antar pengikut perguruan silat yang
meresahkan masyarakat, terutama dikawasan kabupaten Jombang dan sekitarnya.
Kemudian Kyai Sansuri berinisiatif menemui PWNU Jawa Timur yang pada waktu
itu diketuai oleh KH. Hasyim Latif untuk menyampaikan masalah di masyarakat
tersebut.
Selanjutnya, KH. Hasyim Latif mengutus sekretaris PWNU Jawa Timur KH.
Ghofar Rahman, Ketua Lembaga Ma’arif KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr.
KH Suharbillah, SH. LLT. untuk menemui KH. Abdullah Maksum Jauhari atau yang
biasa dipanggil Gus Maksum di pesantren Lirboyo Kediri. Dalam pertemuan di
Lirboyo ini disepakati bahwa akan dibentuk sebuah wadah pencak silat yang
menaungi seluruh aliran pencak silat dilingkungan Nahdlatul Ulama. Dan Gus
Maksum yang sudah terkenal sebagai ahlinya pencak silat diminta untuk menjadi
ketua umumnya nanti jika sudah terbentuk wadah tersebut.
Pertemuan berikutnya untuk menggodok konsep wadah pencak silat NU
tersebut berlangsung di Pesantren Tebu Ireng pada 12 Muharram 1406 atau
bertepatan dengan 27 september 1985. Pertemuan ini dihadiri beberapa pendekar
antara lain: KH. Abdullah Maksum Jauhari Lirboyo, KH. Abdurahman Ustman
Jombang, KH. Muhajir Kediri, H. Athoillah Surabaya, Drs.Lamro Azhari Ponorogo,
Timbul Jaya Lumajang, KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr. KH Suharbillah,
SH. LLT. dan beberapa pendekar lainnya dari Cirebon, Kalimantan, Pasuruan dan
Nganjuk. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan antara lain :
a. Fatwa Ulama KH.Syansuri Badawi bahwa,”Pencak Silat Hukumnya boleh
dipelajari asal dengan tujuan perjuangan”.
b. Dibentuknya suatu Ikatan bersama untuk mempersatukan berbagai aliran silat
dibawah naungan NU.
Mengacu pada Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan
Pendirian Perguruan Pencak Silat NU yang disahkan pada 10 Desember 1985 dan
berlaku sampai dengan tanggal 15 januari 1986, maka diadakanlah pertemuan
lanjutan di pesantren Lirboyo Kediri pada tanggal 3 Januari 1986. Pertemuan itu
dihadiri oleh pendekar-pendekar dari Ponorogo, Jombang, Kediri, Nganjuk,
Pasuruan, Lumajang, Cirebon dan Kalimantan, Jawa tengah Dan beberapa
perwakilan PWNU Jawa Timur diantaranya KH. Ahmad Bukhori Susanto dan Prof.
Dr. KH. Suharbillah, SH. LLT. Musyawarah di Pesantren Lirboyo ini sekaligus
menandai lahirnya Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Nama itu
diciptakan oleh KH. Mujib Ridlwan dari Surabaya. KH. Mujib Ridlwan adalah putra
KH. Ridlwan Abdullah pencipta lambang NU.
Sebagai embrio sebelum terbentuknya kepengurusan nasional, maka
dibentuklah susunan kepengurusan Wilayah Jawa Timur sebagai berikut:
Ketua Umum : KH. Abdullah Maksum Jauhari
Sekretaris : KH. Drs. Fuad Anwar
Ketua Harian : KH. Drs. Abdurrahman Ustman
Ketua I : Prof. Dr. KH. Suharbillah, SH. LLT
Sekretaris I : Drs. H. Kuncoro
Sekretaris II : Lamro Azhari
Untuk membentuk kepengurusan Pagar Nusa ditingkat nasional, Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk
sebagai pengurus pagar nusa. Surat pengantar tersebut ditanda tangani oleh Ketua
Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH. Ahmad Siddiq. Tanda
tangan KH. Ahmad Siddiq ini merupakan tanda tangan terakhir beliau.
Setelah itu, pada tahun 1989 Musyawarah Nasional I direncanakan
terselenggara di Pesantren Zainul Hasan, Genggong Probolinggo. Rencana ini
mengacu pada surat kesediaan ditempati yang di tanda tangani oleh KH. Saifurrizal.
Rupanya tanda tangan beliau tersebut juga tanda tangan yang terakhir. Musyawarah
Nasional yang akhirnya terselenggara pada 1989 diadakan MUNAS Pagar Nusa
yang ke1 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong,
Kraksaan, Probolinggo. Dihadiri pendekar silat NU seluruh Nusantara, Munas itu
mengangkat Langsung KH.M.Abdullah Maksum Jauhari sebagai ketua umum
pertama Pagar Nusa, dan Prof.Dr. H.Suharbillah sebagai ketua Harian dan SekJen
H. Kuncoro (H.Masyhur).
PENYUSUNAN JURUS PAGAR NUSA
Surabaya - Pada awal penyusunannya Jurus Penyeragaman Pagar Nusa itu
meliputi Inventarisasi Gerak Dasar, Mengingat banyaknya Pencak Silat Pesantren
yang terwadahi dalam kerangka efektifitas dibuatlah invetarisasi model matrik Gerak
Dasar.
Proses penyusunan matrik gerak dasar ini bukan sekali jadi melainkan
berproses lama dalam bentuk berkali kali pertemuan, sekarang lebih keren disebut
Work Shop tetapi dengan intebsitas dan stressing lebih mendalam.
Dalam perjalanannya inventarisasi ini gerak dasar ini ternyata tidak bisa
terpisahkan dengan gerak yang kadang berupa rangkaian atau kuncian dll.
Hal demikian masih terlacak dalam buku materi gerak dasar yang ternyata isinya ada
yang berupa rangakaian pendek atau rangkaian kuncian.
Tak kurang dalam Penyusunan ini seluruh Pendekar sepuh memperagakan
sekaligus memaparkan, berargumen serta mempertahankan keaslian serta
efektifitasnya. Bahkan KH Agus Maksum Jauhari sendiri dengan tanpa membeda
bedakan juga turun Praktek sekaligus mengulas dan mempertahankan, sampai
kadang harus dikeroyok banyak Pendekar dalam praktiknya.
Dalam Buku Gerak Dasar yang usulan Gus Maksum yang disepakati Para
Pendekar antara lain Kuncian, Patahan, dan Belaan jika diserang dari belakang dsb.
Ketika Gerak Dasar selesai tersusun mengingat Kebutuhan di lapangan dan atas
inisiatip Para Pendekar disusunlah Rangkaian Dasar yang dikemudian hari dikenal
dengan sebutan Senam Dasar.
Penyusunan Senam Dasar ini berproses lebih lama dan berpindah pindah
tempat pertemuan mulai di Jl Raya Darmo 96, di Lirboyo, Pasuruan (Baujeng),
Pondok Pesantren Sidosermo, Situbondo (Rumah H Abdurrahman Surya), Lumajang
(R H Timbul Wijaya) dll. Dalam kerangka ilmiah dan sistematisasi susunan, maka
Senam Dasar dibuat dengan Format Salam dan 9 rangkaian yang masing masing
didahului sikap. Satu rangkaian terdiri dari 4 hitungan yang bisa berupa 4 gerakan
atau lebih dengan satu langkah (arah mata angin) dan kembali sikap.
Sengaja dalam penyusunannya disesuaikan dengan perkembangan peserta
didik silat yang dalam bahasa awam dikategorikan berdasar usia Pendidikan Formal.
Semua aspek memang telah diperhitungkan matang baik dari sisi kemudahan
(Yassiru wala tu'assiru), Pola langkah (satu langkah kembali), Jumlah dan tingkat
kesulitannya bedasar usia yang tepat, efektifitas penbelajaran dll.
Pada awalnya yang tersusun baru berupa jurus A, kemudian dikemudian hari
dibuatkan jawabannya yaitu B. Pertanyaan tentang penamaan, sesuai proses yang
memang disistemasi sesuai usia Pendidikan Formal tersebut secara alami terbawa
dalam penerapan dan sosialisasinya mengingat belum ada kesepakatan baku dari
Para Pendekar dan Penyusun.
Baru setelah Munas 2 (mohon koreksi bila salah) nama disepakati secara
baku yaitu Jurus Paket, Senam Dasar I, II, dst. Kemudian mengingat rangkaiannya
terdiri serang bela maka diberi keterangan A dan B, Nah sampai sekarang yang
populer dan dikenal oleh Anggota dan pelatih adalah nama Paket dan Tingkatan
sesuai Pendidikan Formal itu. Sedang penamaan Senam Dasar I-A I-B II-A II-B dst
kurang memasyarakat.
Agaknya perkembangan Natural lebih membudaya sebagai kultur dibanding
nama Formalnya yang hanya tertulis di Buku dan Dokument. [dna]

JURUS TK (USIA DINI)


Pada awal awal Pagar Nusa berdiri masih berbunyi Perguruan, disaat Jurus
Paket belum terbentuk, sudah dimulai inventarisasi gerakan secara terbatas, artinya
yang terlibat tidak konperehensif representatif diwakili Pendwkar dengan jumlah yang
cukup.
Dengan mengingat Pagar Nusa sudah dianggap Perguruan yang layak jadi
referensi, maka ada Taman Kanak Kanak yang dikelola salah satu kerabat Bpk Tri
Sutrisno, waktu itu seingat saya belum Wakil Presiden, yang mana TK itu
mengajukan permintaan agar siswanya bisa ditampilkan dalam event yang diadakan
TK tersebut.
Sebagai Perguruan dibawah naungan NU tentu ini dianggap peluang awal
untuk menunjukkan eksistensinya.Singkat kata, Jurus dan penampilan gerakan silat
ini berjalan sukses.
Meloncat jauh setelah terbentuknya Jurus Penguruan Tinggi, Para dewan
Khos memandang perlu adanya Jurus Tingkat Usia Dini (TK). Setelah berkali kali
Musyawarah, dan keputusannya sudah mupakat dimulailah mencari dan menelusuri
Pendekar yang Ahli dengan gerakan sederhana tetapi tetap mengandung unsur
beladiri yang mumpuni.
Di saat itu meski sudah banyak Pendekar baik aliran Fisik maupun Tenaga
Dalam, tetapi belum juga ada inspirasi yang cukup dari Para Dewan Khos.
Suatu saat ketika ada acara Gelar Pendekar di Banyuwangi yang diadakan
Dewan Khos asal Banyuwang yaitu Abah Yai Dzul Qarnain, Beliau mempetkenalkan
seorang Pendekar Nyentrik berambut emas.Konon Pendekar itu banyak berkelana
menuntut Ilmu Beladiri baik Fisik maupun Tenaga Dalam, baik Jawa, Luar Jawa,
bahkan aliran China dan Negara Lain Beliau geluti.Pendekar pilih tanding yang
diperkenalkan ke Abah Suhar Billah tersebut bernama Abah Bagiono.
Setelah beberapa lama kenal, ketika Dewan Khos bersama para Pendekar
memulai rintisan rumusan awal Jurus TK (waktu itu istilah Usia Dini belum ada di
dunia Pendidikan) Bpk Husnan Sanusi atau yang lain (saya lupa), mengusulkan
secara Filosofi meniru gerakan Wudhu.
Nah usulan ini bersambut dengan usulan Abah Bagiono yang langsung
diperagakan dengan Praktek dan dibahas satu demi satu oleh para
Pendekar.Jurusnya tidak langsung jadi dan tidak langsung jumlah sebagaimana
jadi.Bertahap dan alot pembahasannya mengingat Gerak Wudhu harus dielaborasi
dengan gerakan silat.
Secara sepakat patokan yang dipakai adalah Sikap Awal sesuai urutan Jurus
Baku yang ada SD SMP dst., sedang lanjutannya Gerak Wudhu yang mengandung
unsur Kuda kuda dan Beladiri.
Pada gerakan beladiri memang berdasar Usulan 3 orang yaitu Bpk Suhar
Billah, H. Khoirul Anam (Gresik) dan Abah Bagiono (Banyuwangi) sebisa mungkin
gerakan Pencak Silat Tenaga Dalam Asmaul Husna, meski tidak harus.
Mengingat Jurus Asmaul Husna Abah Bagiono relatif berbeda dari Pendekar
Kebanyakan yang hadir maka menyesuaian dan penyusunan berjalan sangat
dinamis tidak satu arah.Itulah sebabnya materi yang sudah jadi, kita akan menjumpai
bahwa Jurus yang ada sangat banyak yang mirip dengan Jurus Asmaul Husna.
Jurus membersihkan tangan mirip dengan Jurus Lepasan (Fisik), Pangeran
Kamarasa (Jurus l) dan Perlautan Majzi (Jurus VII) yang biasa disebut Giles.Sedang
membersihkan hidung menggunakan sikap tangan Colok (Fisik) dan Pangeran Awal
Akhir (Tenaga Dalam)
Mambasuh muka meniru juru Jeblak (Wungkus Intisari) Dan Membasuh
tangan mirip dengan Dua Tendet (Tenaga Dalam). Sementara Membasuh Kepala
selaras dengan Jurus Penutup Asmaul Husna yaitu Jejer Wujud Kulo dilanjutkan
dengan Membasuh telinga mengambil ibarat dari gerak Jurus Liwat (Sunan Kalijogo)
Sedangkan membasuh kaki merupakan tehnik jatuhan Fisik dan Salam
(Simbolis Filosofis)
Adapun mengenai Simbolisasi Gerak Sholat Shalat sebagai jurus selanjutnya,
ternyata dalam tahap implementasi mengalami dilema etis yang banyak Para
Anggota Dewan Khos sendiri kurang berkenan termasuk Abah Suhar BiLlah.
Hal demikian saya ketahui antara lain setiap kali Gerakan Terakhir Wudhu
dilakukan Beliau selalu ngendikan Cukup Dik !

FUNGSI SIKAP PASANG


Sebagaimana Jurus Pagar Nusa yang selalu diawali dengan "Sikap" sebagai
bentuk awalan Jurus, maka Sikap Pasang bisa diartikan sebagai bentuk awalan
serang bela dalam pertarungan.Dalam dunia persilatan sikap pasang merupakan
kode yang menjadi konsensus umum khususnya bagi yang sedang berhadapan
bahwa keduanya siap memulai pertarungan.
Lebih formal dalam suatu pertandingan Pencak Silat, Sikap Pasang
merupakan Kode Etik dan Kaidah yang " wajib" dilakukan jika pesilat memulai
serangan dan atau belaan, bahkan serangan itu tidak disahkan jika pihak yang
diserang juga tidak melakukan sikap pasang. Sehingga Sikap Pasang ini merupakan
"pernyataan resmi" bahwa kedua sudah siap menyerang atau menerima serangan.
Dalam berbaris "Kembangan" dapat diibaratkan aba aba petunjuk, "Sikap
Pasang" sebagai aba aba peringatan dan "Serangan/Belaan Pertama" sebagai aba
aba pelaksanaan.
Adapun bentuk Sikap Pasang meski secara umum sering disebutkan hanya
dua yaitu terbuka dan tertutup, tetapi harus dipahami bahwa secara faktual semenjak
zaman dahulu bahwa seluruh bentuk gerak dan sikap beladiri baik itu kesiagaan,
belaan, dan bahkan bentuk serangan dan kuncian pun bisa dipakai sebagai sikap
pasang.
Sedang secara umum batasan minimal sikap pasang adalah salah satu
tangan harus berada lebih tinggi atau sama dengan "Togok" yaitu bagian tubuh
pinggang ke atas.
Sikap pasang terbuka biasa diterjemahkan sebagai "pancingan" sedangkan
sikap tertutup sebagai perlindungan.
Mengapa sikap pasang "semi" yaitu tidak membuka dan tidak menutup
sebagai bentuk persiapan serangan walaupun paling sring digunakan tetapi jarang
disebutkan dalam dunia verbal (tulis), mungkin karena strategi ini memiliki dua unsur
yang sama dominan antara mau melakukan serangan dan melakukan belaan.
Yang juga sangat penting adalah dalam mempraktekkan Sikap Pasang ini
adalah unsur seni "Estetika" yang menjadi karakter suatu beladiri termunculkan dan
bisa dikenali.Kombinasi Sikap Pasang dengan langkah yang tepat dapat
menghindarkan Pesilat dari tampil kurang luwes dan "mewayang".
Dengan Sikap Pasang inilah kita dapat mengetahui apakah si Petarung itu
dari Silat, Karate, Tinju, Kungfu, Gulat dll.Kalau tetap sulit dibedakan berarti Si
Petarung yang nggak Trampil dan Menjiwai beladirinya

METODOLOGI PAGAR NUSA


Proses penyusunan Jurus Pagar Nusa dimulai dengan inventarisasi secara
konperehensif gerakan dan jurus dasar yang ada di pesantren pesantren yang
diwakili para pendekar baik dari unsur santri maupun Kiai, baik aliran Tenaga dalam
maupun Fisik.
Dari hasil inventarisasi ini menghasilkan Buku Gerak dasar yang disusun
berdasarkan sistematika yang runtut dari yang paling sederhana dan mudah sampai
yang paling sulit dan kompleks.
Dalam buku itu juga dilengkapi dengan Metodologi dan Kurikulum sistem
Penjenjangan. Masing masing gerak dasar berada pada tingkatan Sabuk warna apa
sesuai dengan tingkat kesulitannya secara betingkat (Progresif).
Gerak dasar inilah yang merupakan cikal bakal Kurikulum yang kini sudah
berkembang sesuai dengan dunia pendidikan saat ini yaitu model kurikulum 2013
yang berorientasi 4 ranah kompetensi muali dari Kompetensi Inti 1 (Religiusitas)
Kompetensi Inti 2 (Akhlaq Sosial) Kompetensi IntiI 3 (Kognitif), dan Kompetensi Inti 4
(Skill).
Tabel Tingkatan dan apa yang harus dikuasai secara deatail tentu ada pada
Kurikululum, Silabus, RPP dan Buku Materi yang telah tersusun. Buku Materi yang
ada terdiri dari Buku Sumber dan buku ajar. Buku sumber yaitu Buku Asli yang
Pertama dan Penyempurnaan serta Penambahan yang secara kontinyu dilakukan.
Sedangkan Buku Ajar merupakan buku yang disusun untuk keperluan Pendidikan dn
pengajaran yang tentu saja disesuaikan dengan kurikulum yang ada dan juga
disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Secara garis besar dibidang fisik Sistem tingkatan ditunjukkan pada tabel
dibawah ini.
BERDIRINYA PASUKAN INTI
Aspek paling dominan yang melatar belakangi berdirinya Pasukan Inti Pagar
Nusa adalah adanya saran, prediksi, dan Isyarah dari para Kiai Sepuh kepada Bapak
Prof. Dr. H. Suhar Billah, S.H., LLT., MBA. dalam rangka menghadapi tantangan
masa depan dari Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Isyarah dari begitu banyak Kiai Sepuh
baik yang disowani langsung maupun lewat batiniah serta sebagian kiai sepuh
tersebut tidak berdasarkan pribadi melainkan ada yang menyandarkan kepada
isyarah yang diterima dari tokoh yang sudah wafat. Isyarah isyarah, saran saran
serta petunjuk petunjuk itu, ditambah analisa yang dilakukan terhadap fenomena
realitas dan kondisi yang menyertai saat itu membuat Beliau ( Prof. H. Suhar Billah )
yakin akan pentingnya dibentuk sebuah pasukan yang diambil dari anggota pilihan
yang ada di Perguruan ini.
Sementara itu fakta situasi dan kondisi yang lebih dekat juga sangat
membutuhkan kehadiran sebuah Pasukan yang ramah terhadap masyarakat dan
tidak terlalu militeristik yang bisa langsung melayani, mengayomi, dan berpartisipasi
langsung terhadap kehidupan warga masyarakat,NKRI terlebih warga NU.
Di sisi lain Pagar Nusa adalah Organ NU yang bergerak khusus dibidang
Pencak Silat dengan segala aspeknya. Salah satu kompetensi yang dianggap oleh
NU dimiliki oleh Pagar Nusa adalah Bidang Pengamanan disamping yang telah lebih
dulu eksis yaitu Banser. Dibelakang hari langkah Pagar nusa ini juga diikuti IPNU
dengan membentuk Corp Brigade Pembangunan (CBP).
Melalui beberapa kali rapat yang dilakukan oleh Dewan Khos dengan
frekwensi yang sering dan berdekatan waktu akhirnya dibentuklah pasukan yang
diberi nama Pasukan Inti tepatnya pada tanggal (****) di Jl. Raya Darmo 96
Surabaya. Selanjutnya pasukan ini sengaja diakronimkan menjadi PASTI dengan
harapan lebih mudah dihafal dan dikenal, lebih tegas memberi arti dan makna serta
lebih pasti dalam tujuan.
Rapat pembentukan dilakukan di beberapa tempat dengan sistem bergilir
sesuai kesepakatan sebagaimana rapat rapat yang selalu diadakan Dewan khos.
Tokoh yang hampir selalu hadir dalam rapat pembentukan itu antara lain :
Prof. H. Suhar Billah (Ketua)
H. Ismail (Aspri Prof. H. Suhar Billah)
Timbul Wijaya, S.H. (belakangan jadi Komandan PASTI Nasional yang pertama)
Drs. H. Husnan Sanusi (Sekjend Pagar Nusa)
Bpk. Mahfudz Chaidari, B.A. (Perumus Jurus paling produktif)
H. Khoirul Anam (Ahli Gemblengan Gresik)
H. Afandi (ahli dibidang kepasukanan dan Komandan Banser)
H. Sunoto (Beladiri china dan Penghubung Kiai Sepuh daerah malang dan
sekitarnya)
Kiai Dzulqornain (Ahli Gemblengan Banyuwangi)
Bpk. Zainal Suwari (Anggota termuda Dewan Khos)

Semua nama sebagaimana tersebut merangkap sebagai anggota Dewan


Khos, sedang penyebutan keterangan hanya sebagai kapabilitas bidangnya masing
masing. Anggota lain memang hadir tetapi tidak seaktif sebagaimana nama nama
tersebut.
Tentu saja rapat dan hasilnya selalu seizin tokoh sentral dan Guru Besar
Pagar Nusa K.H. Agus Maksum Jauhari (Lirboyo Kediri). Komunikasi intensif terus
dilakukan dalam hal ini diwakilkan ke Prof. Suhar Billah baik melalui telepon maupun
sowan langsung, selama pembentukan Pasukan ini. [adm/sek]

DIKLAT PASUKAN INTI DAN PERISTIWA SETELAHNYA


DIKLAT PASUKAN INTI DI BANYUWANGI
Pada Pendidikan dan latihan ini istilah yang dipakai adalah Pendadaran yang
dilakukan di lingkungan dan dialam bebas yaitu di hutan dan pantai. Pada Diklat ini
para peserta yang lulus selain diberi materi fisik dan gemblengan juga masing
masing peserta mendapat Tongkat Komando dari kayu stigi asli sepanjang sekitar
setengah meter.
DIKLAT PASUKAN INTI DI JEMBER
Dalam Pendidikan dan latihan ini masih menggunakan Istilah Penataran
Pasukan Inti. Pada diklat ini disamping materi baku fisik beladiri PASTI juga
mendapat gemblengan langsung dari KH Muzakki (Pengasuh PP Al Qadiri Jember)
selaku tuan rumah.
Pada kegiatan ini juga pertama kali dirumuskan Beladiri efektif khusus
Pasukan Inti dengan nama BUSER (buru sergap). Buku yang disusun semalam jadi
atas usulan para Pendekar dan Dewan Khos ini sayangnya tidak diterbitkan dan
hanya sebagai dokumen atas pertimbangan tingkat bahayanya pemakainan jurus ini.
DIKLAT PASUKAN INTI DI SURABAYA
Pada Pendidikan dan Latihan ini digembleng oleh K.H. Masduqi Mahfudz
( Rois Syuriah PWNU Jatim), di Makam Pemimpin Para Wali Sonngo, Sunan Ampel
Surabaya dengan didahului Istighotsah dan Tahlil.
Di Surabaya pula pertama kali Pasukan Inti memiliki Diklat Pasukan Inti Baku
yang dipersiapkan dalam rangka pengamanan MUNAS NU di Asrama Haji Sukolilo.
Meski demikian diklatnya dilaksanakan di Taman Makam Bungkul Jl. Raya Darmo
Surabaya.
DIKLAT PASUKAN INTI DI GRESIK
Diklat pasukan Inti di Gresik menggunakan nama Pembekalan Khusus dan
dilaksanakan di Pondok pesantren Qomaruddin. Pondok ini merupakan Pondok
pesantren keluarga dan dibawah asuhan K.H. Robbah Maksum ( Bupati Gresik kala
itu).
Pada Pembekalan Khusus ini Pasukan Inti mendapat Gemblengan dari Bpk
Sohiran, KH Sa’dan maftuh dan KH Robbah Maksum. Pasukan juga diperkenalkan
Jurus Ciparian dan Menyaksikan langsung penyuntingan ( pembukuan) Jurus
Taqarrub. Sayangnya jurus ini baru sampai tahab sketsa, sedangkan tindak lanjut
sampai dibakukan tertunda sampai sekarang.
Sementara itu sejarah mencatat untuk penugasan Pasukan Inti mulai terlihat
pada saat Ijazah Akbar di Tambaksari Surabaya pada 25 Desember 1997 dan Ijazah
Kubro bertempat di Makodam Brawijaya V Surabaya pada tanggal 28 Mei 1998.
PERISTIWA NINJA DAN ISU SANTET
Tidak salah ternyata prediksi para Kiai Sepuh dan Orang orang Khusus yang
memberi saran pembentukan Pasukan Inti, kejadian kejadian yang menuntut
penanganan dengan keahlian sangat khusus secara beruntun terjadi dikantong
kantong NU. Sebagian peristiwa yang menggejala dan menjadi fenomena Nasional
adalah peristiwa ninja dan isu santet.
Terkait isu santet kiranya cukup dengan kutipan pemaparan dari Komandan
Pasukan Inti sebagai Wakil Ketua Tim Investigasi Kasus Santet yang dibentuk
PWNU Jawa Timur H. Timbul Wijaya sebagai berikut :
Isu santet di banyuwangi terjadi dalam beberapa gelombang dan gelombang
akhir akhir lebih parah setelah adanya radiogram pendataan para dukun santet oleh
Bupati banyuwangi. Dari penelitian ini digambarkan sebagai operasi yang sangat
sistematis dan massif yang melibatkan orang orang sangat terlatih.
Mengingat situasi dan kondisinya yang sangat besar sampai sampai tim ini
menyimpulkan bahwa sangat sulit rasanya untuk diselesaikan secara hukum secara
tuntas mengingat yang terlaibat hampir merata. Satu satunya solusi yang harus dan
ternyata dapat dilakukan adalah menghentikan bencana ini dengan melibatkan
semua warga yang wilayahnya terkena teror.
Pola pola demikian tidak jauh berbeda di seluruh wilayah di jawa Timur.
Didahului dengan tehnik pengkondisian secara psikologis bagi warga dengan isu isu
bahwa dalam waktu dekat akan menjalar teror ninja yang bisa memanjat dinding dan
kebal senjata. Tehnik ini biasanya disebarkan lewat orang orang yang secara
psikologis mudah dipengaruhi terutama ibu ibu. Selanjutnya ada kehebohan dengan
adanya listrik padam atau kehebohan di tengah malam terutama menjelang dan
sesudah subuh.
Karena massif dan meratanya teror ini dengan kesiapan warga NU, respon
Banser, Pasukan Inti dan Pengurus NU serta Kiai Kiai yang bahu membahu
menyiagakan warga, santri dan pasukannya, sampai sampai teror yang gagal dan
pelaku yang tertangkap pun tidak sedikit. Meski secara identitas dan motif serta
modusnya telah banyak diketahui oleh warga NU berdasar yang ketangkap dan
gagal meneror, tetapi atas kearifan dan pertimbangan yang lebih besar NU Banser
dan Pasukan Inti tidak terlalu berharap banyak dan ngotot penyelesaian ini secara
hukum mengingat sudah tahu relatif persis siapa yang dihadapi. Satu satunya
pilihan paling mungkin adalah yang penting teror ini berhenti. Dan terbukti sampai
hari ini tak ada penyelesaian yang jelas.
MASA REFORMASI
Selama masa reformasi Pasukan Inti terus menerus mempersolid diri dan
berkonsolidasi sekaligus membentuk pasukan pasukan di daerah daerah se
Indonesia. Sosialisasi tehnis dan Gemblengan digencarkan baik yang langsung
mendatangkan Penggembleng Pagar Nusa Pusat maupun Tokoh tokoh daerahnya
masing masing.
Pada masa ini disinyalir Gus Dur yang nota bene representasi NU akan
mendukung Megawati yang representasi PDI yang dikenal kritis terhadap
Pemerintahan saat itu. Didukung pula fakta tekanan terhadap NU sungguh sangat
luar biasa sehingga mau tidak mau justru organisasi ini menjadi lebih menyiapkan
diri menghadapi tekanan dan terlatih serta imun terhadap segala bentuk intimidasi.
Salah satu reaksi dan bentuk pertahanan di NU adalah konsolidasi dan
pembentukan organ organ yang dianggap urgen saat itu. Disini organisasi yang
berbentuk pasukan seperti Banser, Pasukan Inti, CBP dan Kelompok Santri
Keamanan Pondok sangat diharapkan dan menjadi tumpuan warga. [adm/sek]

PERAN SERTA PASUKAN INTI PADA MASA KEPRESIDENAN GUS DUR


Tepat ketika Gus Dur terpilih jadi Presiden Pengurus Pasukan Inti sedang
mengadakan kegiatan Gemblengan dan Penampilan sekaligus konsolidasi di Jambi.
Dalam kegiatan ini Pengurus Pusat juga membawa beberapa pelatih yaitu M. Syafii,
Mashuri dan Abdul Malik Madani guna melatih jurus baku (Sosialisasi Jurus Wajib).
Pada masa Kepresidenan Gus Dur gelombang protes dari pihak lawan politik
datang silih berganti tiada hentinya. Lebih lebih setelah Gus dur mengeluarkan
Statement DPR kayak anak TK. Dalam rangka membentengi Gus Dur di Istana
Pagar Nusa mengirim unsur unsur yang dianggap paling kompeten dalam hal itu.
Tim yang dikirim terdiri dari unsur Dewan Khos, Dewan Pendekar, dan Pasukan Inti.
Keseluruhan Tim yang dikirim Pagar Nusa Pusat bermarkas di Pos Komando
Jl. K.H. Agus Salim (Kantor PBNU sementara) karena Kantor PBNU Jl. Kramat Raya
sedang dibangun total. Dengan Pos yang demikian maka sangat mudah bagi
pasukan untuk setiap harinya melakukan pemantauan, penjagaan dan lain lain di
Istana dan Bundaran HI yang selalu ramai dengan intrik intrik demo lapangan oleh
yang kontra Gus Dur.
Operasi inteligen pertama di Jakarta dilakukan ketika pertama kali Pasukan
Inti diturunkan dalam kerangka memantau demo kontra Gus Dur di halaman gedung
MPR. Sebelum Pasukan Inti masuk halaman Gedung dua Anggota Inteligen
Pasukan Inti telah terlebih dahulu menyusup ke demonstran untuk orientasi dan
informasi medan. Dua orang tersebu adalah Radityo Ario Nugroho (Mantan
demonstran ITATS Surabaya) dan Adi Candra Irawan (Mahasiswa Unair Surabaya).
Diluar semua itu banyak sekali Tim lain seperti dari Banser, CBP, ANO, Para
Santri, dan simpatisan lain yang juga membentengi Gus Dur tetapi bermarkas
ditempat yang berbeda beda. Sedang pendukung Gus Dur di Jakarta dengan
semangat luar biasa selalu membantu dan memfasilitasi serta aktif berkoordinasi
dengan yang datang. Dari Pagar Nusa Jakarta terdapat dua jalur komando yaitu
Komanda KH Rozi Jailani untuk asli Jakarta dan ................. untuk pendatang dan
alumni Lirboyo.
Tim ini ternyata bertugas lebih panjang dari yang diperkirakan yaitu sekitar
satu tahun sampai lengsernya Gus Dur. Sistem yang dipakai adalah sift bergilir
mingguan, dimana separo tim lengkap (ada Dewan Khos, Dewan Pendekar dan
Pasukan Inti) bertugas seminggu sedang separo yang lain rehat pulang ke
daerahnya masing masing untuk selanjutnya bertugas di minggu berikutnya.
Hal demikian berlaku ketika kondisi kondusif. Jika kondisi kurang kondusif
maka seluruh pasukan dipanggil ke Jakarta dan bahkan sering harus nambah
anggota Pagar Nusa biasa mengingat jumlah anggota Pasukan Inti yang terbatas.
Di sisi lain Pagar Nusa juga terus membentengi secara spiritual melalui para Kiai
Sepuh, Dewan Guru Besar khos, dan Dewan Guru Khos yang biasanya tehnisnya
tidak hadir secara fisik. Beliau beliau secara aktif mengirim Doa, Khizib, dan amalan
amalan lain.

Kiai dan Orang orang Khusus tersebut antara lain


KH Muslimin Imampuro Klaten
KH Abdullah Abbas Buntet
KH Abdullah Faqih Langitan
KH Mas Ansor Muhajir Surabaya
KH Sufyan Situbondo
KH Khotib Umar Jember
KH Abdul Halim Mbah Sambu Lampung
Abah Upik Malang
KH Maksum Pasuruan
KH Masduqi Mahfudz Malang
KH Soleh Qosim Sidoarjo
KH. Syaiful Zuhri Ketileng Semarang
KH. Muhaiminan Gunardo Paraan Temanggung
KH. Datuk Rajo Alam Minang Sumatra Barat
Dan berjumlah 99

Sebagian dari Beliau beliau juga membekali Tim yang dikirim ke Jakarta
dengan Amalan amalan, seperti Mbah Liem yang merupakan Dewan Guru Besar
Khos memberi amalan 10.000 (penulis lupa 10.000 atau 7000 ) Fatihah dimakam
Sunan Ampel sebelum berangkat.
K.H. Anis Fuad Hasyim memberi amalan penutup mulut DPR yang harus
diamalkan dengan berpuasa di malam harinya membaca Wirid di Pos komando, dan
luar biasa pada siang sidang DPR yang diagendakan, apa yang disuarakan DPR di
media media sama sekali tidak keluar(tidak terungkap) di Gedung DPR.
Gemblengan secara masal pun marak di kantong kantong Pagar Nusa dan
NU di seluruh Indonesia lebih lebih di Jawa Timur. Pembentukan sekaligus
gemblengan Pasukan Inti kadan dilakukan dengan cara harus membagi pasukan
mengingat sebagian telah diberangkatkan ke Jakarta, seperti yang diadakan di
Gresik.
Di sana meski gemblengan dilakukan dengan penggebleng lapis II, Bpk
Sohiran karena Bpk. H. Khoirul Anam, Penggembleng utama bertugas di Jakarta,
tetapi Gemblengan ini tidak mengurangi kualitasnya sebab didukung dengan
tambahan kekuatan dari penggalian SDM di Gresik yang terkenal dengan
Gemblengannya. Tambahan amalan spiritual itu antara lain diberikan oleh Guru
besar dan Pewaris Pencak silat Aliran Cipari KH....... dan Jurus Taqorrub dari
KH...... dan amalan dari KH Robbah Maksum dan KH Sa’dan Maftuh.
Demo kontra Gus Dur terbesar (dihadiri Bpk Dr. H. Amien rais) justru ketika
Pasukan Inti baru saja ditarik dari depan Istana sehingga tinggal bagian inteligen
Informasi saja yang berada ditempat. Belaiu adalah Bpk Abdurrahim, Bpk zainal
Suwari beserta beberapa rekan. Sedang dari CPB IPNU pun juga demikian yaitu
Bpk Slamet.
Dalam Masa satu tahun itu dengan sistem komando yang baik dan visi yang
tepat hampir tidak pernah tejadi bentrok secara fisik langsung kecuali hanya hal hal
kecil seperti ketika Kantor PBNU Jl. Agus Salim diserbu secara anarkis oleh
demonstran kontra Gus Dur. Dalam peristiwa ini bentrok pertempuran secara fisik
betul betul terjadi meski akhirnya demonstran lari kalangkabut, ada yang loncat Bus
Kota ada yang dibonceng dan banyak yang lari tunggang langgang. Bentrok keras
justru terjadi antara kontra Gus Dur dengan Mahasiswa Adma Jaya, yang mana
pihak Adma jaya akhiernya meminta bantuan Pasukan Inti yang dibawah Pimpinan
Bpk. Zainal Suwari.
Justru pada demo demo gabungan/besar kebanyakan pihak kontra dan pro
sangat rukun dan saling membantu dan shalat berjama’ah bersama ketika waktu
Shalat tiba, meski tentu saja sebelum dan sesudahnya mengambil posisi
berhadapan dan saling dorong dan gontok gontokan.
Demo gabungan pendukung Gus Dur di Gedung MPR berhasil menerobos
kawat berduri dimotori Pagar Nusa Lirboyo di bawah pimpinan Abdul Latif,
sementara Pasukan inti Pusat yang dikomandani H. Timbul Wijaya bertindak sebagai
Pasukan Supporting berjibaku dengan pengalihan perhatian tembakan gas air mata.
Dalam rangka Long March warga NU dalam rangka memberi support
Presiden Gus Dur yang dilakukan dari Monas (Istana) sampai gedung MPR atas
prakarsa Ketua Korlap H Imam Ghozali Aro ( Mas Iga) Pasukan Inti menyempatkan
untuk rekaman lagu lagu penyemangat demo di Jl. Karah (dekat Jawa Pos) tempat
dimana Iringan Pencak Silat Jurus Baku Pagar Nusa dibuat.
Menjelang maklumat dibacakan yang menjadi ending Kepemimpinan Gus
Dur, posisi Pasukan Inti berada di Batu Ceper dalam pengawalan dan supporting
para Kiai yang rencananya akan mendekat ke Istana guna memberi dukungan Gus
Dur. Namun rencana ini terkendala izin trayek dan transportasi yang tidak dapat
diperoleh ditambah hampir semua bus lokal (Jakarta dan sekitar) tak ada yang
berani masuk Jakarta karena kondisi mencekam. Padahal malam hari sebelumnya
atas informasi Pasukan Inti yaitu Bpk Zainal suwari dan M. Sugeng sempat
menghadap Kiai Khotib Umar yang saat dipercaya para Kiai memimpin rombongan
menuju Jakarta bahwa Kondisi jakarta tidak serawan itu dan tidak ada
penghadangan berlebihan dengan tank oleh aparat keamanan.
Dalam kondisi sedemikian rawan Pasukan Inti mendapat berita dengan
klasifikasi A1 bahwa dalam istana para Kiai yang menemui Gus Dur sudah gamang
melihat kondisi dan situasi Jakarta. Sebagian besar ragu ketika dimintai
pertimbangan tentang kemungkinan Dekrit. Usulan sangat tegas dan tanpa ragu
justru disampaikan sesepuh Ansor yang juga Ketua PKB jawa Timur Drs. H. Choirul
Anam bahwa Gus Dur harus Dekrit.
Sementara diantara rombongan pendukung Gus Dur juga ada yang
berspekulasi gamang seperti yang dilakukan KH Faqih (sesepuh IPNU) yang
mengatakan diatas kertas Gus Dur jatuh. Namun hal ini ditepis dan minimalisir oleh
Prof. Suhar Billah dengan mengatakan Gus Dur jadi Presiden juga bukan diatas
kertas, jatuh tidaknya itu justru tergantung bagaimana kita melakukan dukungan itu
maksimal atau mlempem. Belakangan hari ini cocok dengan statement Mahfudz MD
yang mengatakan konstitusional atau tidak itu tidak hanya ditentukan oleh formalnya
tetapi juga oleh dukungan mayoritas rakyat (defakto), seperti Dekrit Sukarno kembali
ke UUD 1945 yang secara kacamata kertas inkonstitusional tetapi defakto sampai
sekarang diakui keabsahannnya karena adanya penerimaan masyarakat.
Dengan kondisi yang anti klimak demikian ( Gus Dur dilengser secara
inkonstitusional) Pasukan Inti dan seluruh Kiai pulang kembali ke Jawa Timur. Meski
demikian dalam perjalanan masih sangat banyak rombongan yang justru baru dalam
perjalanan berangkat ke Jakarta untuk sedianya mendukung dan memberi tambahan
Pasukan Pro Gus Dur. [adm/sek]

DR. KH. Suharbillah


Ia dikenal sebagai kiai dan pendekar pencak silat. Supaya lebih kuat, ilmu
bela diri itu harus dilengkapi dengan ilmu batin, berupa tirakat, doa, dan berbagai
wirid.
Maraknya fenomena supranatural pada awal 2004 – yang juga ditunjang oleh
media massa – rupanya cukup menggelisahkan kalangan ulama pesantren. Bukan
hanya karena penggunaan idiom-idiom keagamaan untuk memamerkan kemampuan
supranatural, tapi juga kekhawatiran akan ekses negatif yang merusak mentalitas
dan akidah umat.
Yang paling gerah tentu saja para kiai, yang kebetulan bersentuhan langsung
dengan bidang supranatural – yang dalam bahasa agama disebut ilmu hikmah.
Salah seorang di antaranya ialah K.H. Muhammad Suharbillah, pengajar di Pondok
Pesantren Sidoresmo, Surabaya, yang juga guru besar pemimpin Ikatan Pencak
Silat Pagar Nusa, yang bernaung di bawah panji-panji Nahdlatul Ulama.
Menurut pendekar pencak silat yang bertubuh tegap, tinggi besar, dan
bercambang lebat itu, maraknya bisnis ilmu hikmah di zaman modern sekarang ini
tidak terlepas dari budaya serba instan di masyarakat. “Sekarang ini masyarakat kan
maunya serba praktis dan instan. Ingin mempunyai kekuatan dan kemampuan, tapi
tidak mau belajar dan bersusah payah,” katanya.
Gara-gara kecenderungan itu, kata Kiai Suhar, muncullah orang-orang yang
mengaku bisa mentransfer kekuatan gaib, tentu dengan imbalan uang, sehingga
seseorang bisa mendadak sakti. Untuk melengkapi daya pikat, mereka
menggunakan nama diri aneh-aneh. Ada yang pakai Ki atau Romo, ada pula yang
pakai Gus, padahal dia bukan putra seorang kiai. Dalam tradisi pesantren, putra
seorang kiai biasanya memang dipanggil Gus.
“Parahnya, ilmu yang disenangi masyarakat biasanya justru yang aneh-aneh
dan rada gendheng (agak gila). Apalagi biasanya pembelajarannya sepotong-
sepotong. Ini berbahaya. Sebab, pengajaran instan itu biasanya tidak dilengkapi
dengan ilmu tauhid dan akhlak, hingga rentan terhadap munculnya kemusyrikan,
karena salah niat. Juga karena mengultuskan sesuatu, dan karena kesombongan,”
tambahnya.
Lahir di Desa Prambon, Tugu, Trenggalek, Jawa Timur, pada 1948, selepas
Pendidikan Guru Agama di kampung halamannya, ia nyantri di Pesantren Kedunglo,
Kediri, selama setahun. Kemudian ke Surabaya melanjutkan pendidikan di Sekolah
Persiapan Institut Agama Islam Negeri. Usai sekolah di Surabaya, Suhar kembali ke
Kedunglo. Baru satu tahun mondok, ayahnya wafat. Ia pun kemudian pindah ke
Surabaya mengikuti abangnya yang menjadi anggota KKO-AL (kini Marinir AL).
Di Surabaya, meski kuliah di IAIN, ia ingin tetap tinggal dan mengaji di
pesantren. Maka ia pun memilih Pesantren Sidoresmo – lebih dikenal dengan
sebutan Pesantren Dresmo – untuk nyantri. “Alhamdulillah, kok kerasan sampai
sekarang. Bahkan saya masih punya kamar di asrama putra, yang saya tempati
sejak pertama kali nyantri,” kenang Kiai Suhar.
Tanpa terasa, sudah 37 tahun Kiai Suhar mengabdi di pesantren yang
didirikan oleh Sayid Ali Ashghar, putra Sayid Sulaiman Bethek, Mojoagung,
Mojokerto. Bahkan selama 35 tahun ia dipercaya sebagai kepala sekolah.
Belakangan ia juga ditugasi sebagai koordinator kepala sekolah di lingkungan
Yayasan An-Najiyyah.
Sabung Bebas
Ketika Suhar mulai nyantri, Pesantren Dresmo diasuh oleh K.H. Mas Muhajir,
cicit sang pendiri. Dari kiai yang alim dan wara’ itu, Suhar merasa ikut kecipratan
berkahnya. “Dulu saya pernah sowan minta ijazah ini-itu tetapi selalu ditolak,”
kenang Suharbillah. “Waktu itu beliau cuma bilang, ‘Gampang, sampeyan niku
tanggungan kula.’ (Gampang, Anda itu tanggungan saya). Alhamdulillah, hingga kini
setiap kali menghadapi masalah berat, saya selalu mengirim surah Al-Fatihah dan
bertawasul kepada Allah SWT melalui beliau, dan Allah pun selalu membukakan
jalan.”
Mengajar di sekolah, bagi kiai Suhar, yang hingga kini belum berkeluarga,
memberi kenikmatan tersendiri. Di samping mengajar, ia juga melatih pramuka.
Bahkan di luar kegiatan pesantren, ia pun mengasuh sebuah perguruan pencak silat
di kampung halamanya. Ia mengaku, banyak hal bisa didapat dan disumbangkannya
melalui pramuka dan pencak silat. Berkat ketekunan mengurus pramuka dan pencak
silat, Kwartir Daerah Pramuka Jawa Timur memberangkatkan dia naik haji pada
1994. Dua tahun ia kembali menunaikan ibadah haji atas biaya Gus Dur sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya mengembangkan Pagar Nusa. Baru pada 2002 ia
berhaji atas biaya sendiri. “Pada haji terakhir itu saya ingin benar-benar datang
sebagai Suharbillah saja, tanpa embel-embel apa pun.”
Perkenalan Suharbillah dengan dunia pencak silat dimulai sejak ia masih
duduk di sekolah dasar. Guru pencak pertamanya ayahnya sendiri, yang memang
seorang pendekar. Dan dari sang ayah itulah minat dan bakat pencak silatnya
menurun. Bakat itu semakin subur ketika pertama kali ia nyantri di Pesantren
Kedunglo. Di pesantren bercorak salaf itu memang sering digelar pertandingan
pencak silat sabung bebas.
“Sejak itulah saya semakin mencintai seni bela diri tradisional tersebut.
Kebetulan setelah di Surabaya saya juga mengaji di Pesantren Dresmo, yang
pengasuhnya seorang kiai pendekar dan pencinta ilmu bela diri,” tuturnya. Sejak dulu
Pesantren Dresmo memang dikenal memiliki kelebihan dalam olah kanuragan alias
kesaktian. Hingga kini semua kiai dan sesepuh pesantren membuka diri membantu
umat, dari konsultasi agama, perkawinan, pindah rumah, sampai masalah-masalah
yang berkaitan dengan kanuragan.
Selama mempelajari ilmu pencak silat, Suhar sempat mendapat pengalaman
berharga. Dalam Pekan Maulid di Daha, Kediri, pada 1960-an, ia menyaksikan
atraksi pencak silat yang jurus-jurusnya unik. Ia langsung tertarik mempelajarinya.
Suhar menganggap jurus itu begitu sederhana, sehingga ia mengira dalam empat
atau lima hari sudah bisa menguasainya. Ia lalu berguru jurus yang disebut Cikaret
itu kepada Pak Markaban, di Jagalan, Kediri. Belakangan baru disadari, ternyata
untuk menguasai satu jurus saja ia harus berlatih selama tiga bulan. Bahkan untuk
gerakan bantingan, ia menghabiskan waktu dua tahun lebih.
Sejak zaman Walisanga, pencak silat (lengkap dengan ilmu hikmahnya)
memang merupakan tradisi pesantren. Para kiai tempo dulu rata-rata memang
pendekar tangguh. Sebelum babat alas (merintis) pesantren, mereka membekali diri
dengan ilmu bela diri, baik fisik maupun batin, antara lain berguru ke beberapa
pesantren di Banten, Dresmo Surabaya, atau ke Buntet Cirebon. “Ilmu agama dan
ilmu bela diri merupakan pasangan bekal dakwah yang diajarkan sejak zaman
Walisanga,” tutur Kiai Suharbillah. Tradisi itu menguat ketika para kiai dan santrinya
harus menghadapi penjajah, baik di zaman Belanda maupun awal kemerdekaan.
Begitu pula di tahun 1960-an, ketika Partai Komunis Indonesia mendominasi
kehidupan politik dan secara tak langsung meminggirkan peran kaum muslimin.
Pagar Bangsa
Pada 1970-an, kesadaran akan pentingnya seni bela diri tumbuh kembali, dan
muncul gagasan untuk membentuk sebuah wadah untuk memelihara dan
mengembangkannya. Ketika itulah, dipelopori oleh Gus Maksum dari Pesantren
Lirboyo, beberapa kiai berkumpul membentuk sebuah organisasi bernama Perkasa
(Pertahanan Kalimat Syahadat). Sekitar 15 tahun kemudian, Gus Maksum, Kiai
Suhar, dan beberapa pendekar lainnya bertemu kembali. Ketika itulah muncul nama
baru, yaitu Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama. Belakangan, atas usul alm. K.H.
Anas Thohir, nama organisasi disempurnakan menjadi Pagar Nusa (pagar NU dan
bangsa), sehingga namanya menjadi IPS NU Pagar Nusa.
Hikmah berdirinya Pagar Nusa baru dirasakan oleh Kiai Suhar pada 1998,
sekitar 13 tahun kemudian, terutama ketika terjadi kasus pembunuhan terhadap
beberapa kiai NU oleh segerombolan orang bertopeng seperti layaknya ninja. Persis
sebagaimana dipesankan oleh para kiai sepuh ketika mendirikan Pagar Nusa. Ketika
itu mereka berpesan, “Suk emben, Ngger, bakal ana gegeran neng pesantren (Suatu
saat nanti, Nak, akan ada huru-hara di dunia pesantren).”
Untuk belajar dan mempraktikkan bela diri pencak silat, kalangan pesantren
sebelumnya lazim melalukan tirakat seperti puasa dan membaca wirid dengan dosis
tertentu untuk mendukung doa mohon perlindungan, pertolongan, dan kekuatan lahir
batin kepada Allah SWT. “Dalam keyakinan kami, bentuk pertolongan dan
kekuatannya seperti apa, itu terserah kepada Allah SWT. Bisa secara langsung, bisa
juga melalui perantaraan makhluk lain, seperti malaikat, jin muslim, atau orang biasa,
sesuai kapasitas orang yang meminta atau kadar kebutuhannya,” kata Kiai Suhar.
“Lha wong bantuan Allah SWT kepada Rasulullah SAW dalam Perang Badar
saja melalui ribuan malaikat yang turun berduyun-duyun. Sedangkan jika tirakatnya
tidak karena Allah SWT, pasti yang membantu ya setan,” ujarnya. Karena itu, ia
berpesan agar umat Islam tidak gampang tergoda memiliki khadam (pembantu)
berupa jin. “Selain hal itu tidak dibenarkan agama, minta pertolongan kepada bangsa
jin risikonya sangat berat. Jika tidak kuat, bukan tak mungkin jin itu justru akan
mengganggu mental atau keluarga dan keturunannya,” katanya lagi.
Menurut Kiai Suhar, ilmu hikmah berupa “tenaga dalam” berbasis Asmaul
Husna sesungguhnya untuk melengkapi keterbatasan ilmu silat. Ilmu silat sebagai
sarana untuk mengolah energi dalam tubuh manusia dilakukan dengan latihan olah
napas. Untuk mengatasi keterbatasan fisik tersebut, ilmu bela diri harus diperkuat
dengan zikir dan doa. Sementara, untuk mengantisipasi kecelakaan dalam latihan,
seorang pendekar harus membekali diri dengan ilmu pengobatan, seperti ilmu pijat,
ramuan tradisional, atau rangkaian doa-doa syifa’ (pengobatan) yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW melalui para ulama ahli hikmah. (msr)

Anda mungkin juga menyukai