masrur,s.pd.i.mpd.(msr)
Sejak jaman dahulu, di lingkungan Pesantren NU, terdapat banyak sekali
aliran silat; baik aliran silat yang ada di Jawa timur, Jawa barat, Jawa tengah,
Banten, silat Betawi, silek Minang, silat Mandar, Silat Mataram, dan lain lain. Karena
beragamnya aliran silat tersebut maka dibentuklah PAGAR NUSA sebagai wadah
perkumpulan perguruan pencak silat dibawah naungan NU.
Disisi lain, pada suatu pertemuan KH. Mustofa Bisri Rembang menceritakan
kepada Prof. Dr. KH. Suharbillah Surabaya tentang semakin surutnya dunia
persilatan di halaman pesantren. Hal ini ditandai dengan hilangnya peran pesantren
sebagai Padepokan Pencak Silat. Sejak jaman walisongo kyai-kyai pesantren adalah
juga pendekar yang mengajarkan ilmu pencak silat dipesantrennya masing-masing.
Namun seiring waktu, kenyataan tersebut mulai hilang. Terutama disebabkan
semakin padatnya jadwal pendidikan pesantren karena orientasi penerapan standar
pendidikan modern.
Padahal diluar pesantren aneka ragam perguruan silat tumbuh semakin
menjamur. Mereka menggunakan pencak silat sebagai misi pengembangan agama
dan kepercayaannya masing-masing. Dan perguruan-perguruan silat yang
sebenarnya bersifat lokal ini, diantara mereka saling merasa paling kuat. Sehingga
tak jarang terjadi bentrokan diantara mereka. Dan yang merasa kalah kuat akhirnya
berguguran dan kemudian hilang dari peredaran. Karena kenyataan tersebut, KH.
Mustofa Bisri kemudian menyarankan KH. Suharbillah untuk menemui KH. Abdullah
Maksum jauhari di Lirboyo Kediri untuk menggagas persoalan ini.
Kegelisahan serupa juga dirasakan oleh KH. Syansuri Badawi Tebu Ireng.
Beliau menyayangkan maraknya tawuran antar pengikut perguruan silat yang
meresahkan masyarakat, terutama dikawasan kabupaten Jombang dan sekitarnya.
Kemudian Kyai Sansuri berinisiatif menemui PWNU Jawa Timur yang pada waktu
itu diketuai oleh KH. Hasyim Latif untuk menyampaikan masalah di masyarakat
tersebut.
Selanjutnya, KH. Hasyim Latif mengutus sekretaris PWNU Jawa Timur KH.
Ghofar Rahman, Ketua Lembaga Ma’arif KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr.
KH Suharbillah, SH. LLT. untuk menemui KH. Abdullah Maksum Jauhari atau yang
biasa dipanggil Gus Maksum di pesantren Lirboyo Kediri. Dalam pertemuan di
Lirboyo ini disepakati bahwa akan dibentuk sebuah wadah pencak silat yang
menaungi seluruh aliran pencak silat dilingkungan Nahdlatul Ulama. Dan Gus
Maksum yang sudah terkenal sebagai ahlinya pencak silat diminta untuk menjadi
ketua umumnya nanti jika sudah terbentuk wadah tersebut.
Pertemuan berikutnya untuk menggodok konsep wadah pencak silat NU
tersebut berlangsung di Pesantren Tebu Ireng pada 12 Muharram 1406 atau
bertepatan dengan 27 september 1985. Pertemuan ini dihadiri beberapa pendekar
antara lain: KH. Abdullah Maksum Jauhari Lirboyo, KH. Abdurahman Ustman
Jombang, KH. Muhajir Kediri, H. Athoillah Surabaya, Drs.Lamro Azhari Ponorogo,
Timbul Jaya Lumajang, KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr. KH Suharbillah,
SH. LLT. dan beberapa pendekar lainnya dari Cirebon, Kalimantan, Pasuruan dan
Nganjuk. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan antara lain :
a. Fatwa Ulama KH.Syansuri Badawi bahwa,”Pencak Silat Hukumnya boleh
dipelajari asal dengan tujuan perjuangan”.
b. Dibentuknya suatu Ikatan bersama untuk mempersatukan berbagai aliran silat
dibawah naungan NU.
Mengacu pada Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan
Pendirian Perguruan Pencak Silat NU yang disahkan pada 10 Desember 1985 dan
berlaku sampai dengan tanggal 15 januari 1986, maka diadakanlah pertemuan
lanjutan di pesantren Lirboyo Kediri pada tanggal 3 Januari 1986. Pertemuan itu
dihadiri oleh pendekar-pendekar dari Ponorogo, Jombang, Kediri, Nganjuk,
Pasuruan, Lumajang, Cirebon dan Kalimantan, Jawa tengah Dan beberapa
perwakilan PWNU Jawa Timur diantaranya KH. Ahmad Bukhori Susanto dan Prof.
Dr. KH. Suharbillah, SH. LLT. Musyawarah di Pesantren Lirboyo ini sekaligus
menandai lahirnya Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Nama itu
diciptakan oleh KH. Mujib Ridlwan dari Surabaya. KH. Mujib Ridlwan adalah putra
KH. Ridlwan Abdullah pencipta lambang NU.
Sebagai embrio sebelum terbentuknya kepengurusan nasional, maka
dibentuklah susunan kepengurusan Wilayah Jawa Timur sebagai berikut:
Ketua Umum : KH. Abdullah Maksum Jauhari
Sekretaris : KH. Drs. Fuad Anwar
Ketua Harian : KH. Drs. Abdurrahman Ustman
Ketua I : Prof. Dr. KH. Suharbillah, SH. LLT
Sekretaris I : Drs. H. Kuncoro
Sekretaris II : Lamro Azhari
Untuk membentuk kepengurusan Pagar Nusa ditingkat nasional, Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk
sebagai pengurus pagar nusa. Surat pengantar tersebut ditanda tangani oleh Ketua
Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH. Ahmad Siddiq. Tanda
tangan KH. Ahmad Siddiq ini merupakan tanda tangan terakhir beliau.
Setelah itu, pada tahun 1989 Musyawarah Nasional I direncanakan
terselenggara di Pesantren Zainul Hasan, Genggong Probolinggo. Rencana ini
mengacu pada surat kesediaan ditempati yang di tanda tangani oleh KH. Saifurrizal.
Rupanya tanda tangan beliau tersebut juga tanda tangan yang terakhir. Musyawarah
Nasional yang akhirnya terselenggara pada 1989 diadakan MUNAS Pagar Nusa
yang ke1 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong,
Kraksaan, Probolinggo. Dihadiri pendekar silat NU seluruh Nusantara, Munas itu
mengangkat Langsung KH.M.Abdullah Maksum Jauhari sebagai ketua umum
pertama Pagar Nusa, dan Prof.Dr. H.Suharbillah sebagai ketua Harian dan SekJen
H. Kuncoro (H.Masyhur).
PENYUSUNAN JURUS PAGAR NUSA
Surabaya - Pada awal penyusunannya Jurus Penyeragaman Pagar Nusa itu
meliputi Inventarisasi Gerak Dasar, Mengingat banyaknya Pencak Silat Pesantren
yang terwadahi dalam kerangka efektifitas dibuatlah invetarisasi model matrik Gerak
Dasar.
Proses penyusunan matrik gerak dasar ini bukan sekali jadi melainkan
berproses lama dalam bentuk berkali kali pertemuan, sekarang lebih keren disebut
Work Shop tetapi dengan intebsitas dan stressing lebih mendalam.
Dalam perjalanannya inventarisasi ini gerak dasar ini ternyata tidak bisa
terpisahkan dengan gerak yang kadang berupa rangkaian atau kuncian dll.
Hal demikian masih terlacak dalam buku materi gerak dasar yang ternyata isinya ada
yang berupa rangakaian pendek atau rangkaian kuncian.
Tak kurang dalam Penyusunan ini seluruh Pendekar sepuh memperagakan
sekaligus memaparkan, berargumen serta mempertahankan keaslian serta
efektifitasnya. Bahkan KH Agus Maksum Jauhari sendiri dengan tanpa membeda
bedakan juga turun Praktek sekaligus mengulas dan mempertahankan, sampai
kadang harus dikeroyok banyak Pendekar dalam praktiknya.
Dalam Buku Gerak Dasar yang usulan Gus Maksum yang disepakati Para
Pendekar antara lain Kuncian, Patahan, dan Belaan jika diserang dari belakang dsb.
Ketika Gerak Dasar selesai tersusun mengingat Kebutuhan di lapangan dan atas
inisiatip Para Pendekar disusunlah Rangkaian Dasar yang dikemudian hari dikenal
dengan sebutan Senam Dasar.
Penyusunan Senam Dasar ini berproses lebih lama dan berpindah pindah
tempat pertemuan mulai di Jl Raya Darmo 96, di Lirboyo, Pasuruan (Baujeng),
Pondok Pesantren Sidosermo, Situbondo (Rumah H Abdurrahman Surya), Lumajang
(R H Timbul Wijaya) dll. Dalam kerangka ilmiah dan sistematisasi susunan, maka
Senam Dasar dibuat dengan Format Salam dan 9 rangkaian yang masing masing
didahului sikap. Satu rangkaian terdiri dari 4 hitungan yang bisa berupa 4 gerakan
atau lebih dengan satu langkah (arah mata angin) dan kembali sikap.
Sengaja dalam penyusunannya disesuaikan dengan perkembangan peserta
didik silat yang dalam bahasa awam dikategorikan berdasar usia Pendidikan Formal.
Semua aspek memang telah diperhitungkan matang baik dari sisi kemudahan
(Yassiru wala tu'assiru), Pola langkah (satu langkah kembali), Jumlah dan tingkat
kesulitannya bedasar usia yang tepat, efektifitas penbelajaran dll.
Pada awalnya yang tersusun baru berupa jurus A, kemudian dikemudian hari
dibuatkan jawabannya yaitu B. Pertanyaan tentang penamaan, sesuai proses yang
memang disistemasi sesuai usia Pendidikan Formal tersebut secara alami terbawa
dalam penerapan dan sosialisasinya mengingat belum ada kesepakatan baku dari
Para Pendekar dan Penyusun.
Baru setelah Munas 2 (mohon koreksi bila salah) nama disepakati secara
baku yaitu Jurus Paket, Senam Dasar I, II, dst. Kemudian mengingat rangkaiannya
terdiri serang bela maka diberi keterangan A dan B, Nah sampai sekarang yang
populer dan dikenal oleh Anggota dan pelatih adalah nama Paket dan Tingkatan
sesuai Pendidikan Formal itu. Sedang penamaan Senam Dasar I-A I-B II-A II-B dst
kurang memasyarakat.
Agaknya perkembangan Natural lebih membudaya sebagai kultur dibanding
nama Formalnya yang hanya tertulis di Buku dan Dokument. [dna]
Sebagian dari Beliau beliau juga membekali Tim yang dikirim ke Jakarta
dengan Amalan amalan, seperti Mbah Liem yang merupakan Dewan Guru Besar
Khos memberi amalan 10.000 (penulis lupa 10.000 atau 7000 ) Fatihah dimakam
Sunan Ampel sebelum berangkat.
K.H. Anis Fuad Hasyim memberi amalan penutup mulut DPR yang harus
diamalkan dengan berpuasa di malam harinya membaca Wirid di Pos komando, dan
luar biasa pada siang sidang DPR yang diagendakan, apa yang disuarakan DPR di
media media sama sekali tidak keluar(tidak terungkap) di Gedung DPR.
Gemblengan secara masal pun marak di kantong kantong Pagar Nusa dan
NU di seluruh Indonesia lebih lebih di Jawa Timur. Pembentukan sekaligus
gemblengan Pasukan Inti kadan dilakukan dengan cara harus membagi pasukan
mengingat sebagian telah diberangkatkan ke Jakarta, seperti yang diadakan di
Gresik.
Di sana meski gemblengan dilakukan dengan penggebleng lapis II, Bpk
Sohiran karena Bpk. H. Khoirul Anam, Penggembleng utama bertugas di Jakarta,
tetapi Gemblengan ini tidak mengurangi kualitasnya sebab didukung dengan
tambahan kekuatan dari penggalian SDM di Gresik yang terkenal dengan
Gemblengannya. Tambahan amalan spiritual itu antara lain diberikan oleh Guru
besar dan Pewaris Pencak silat Aliran Cipari KH....... dan Jurus Taqorrub dari
KH...... dan amalan dari KH Robbah Maksum dan KH Sa’dan Maftuh.
Demo kontra Gus Dur terbesar (dihadiri Bpk Dr. H. Amien rais) justru ketika
Pasukan Inti baru saja ditarik dari depan Istana sehingga tinggal bagian inteligen
Informasi saja yang berada ditempat. Belaiu adalah Bpk Abdurrahim, Bpk zainal
Suwari beserta beberapa rekan. Sedang dari CPB IPNU pun juga demikian yaitu
Bpk Slamet.
Dalam Masa satu tahun itu dengan sistem komando yang baik dan visi yang
tepat hampir tidak pernah tejadi bentrok secara fisik langsung kecuali hanya hal hal
kecil seperti ketika Kantor PBNU Jl. Agus Salim diserbu secara anarkis oleh
demonstran kontra Gus Dur. Dalam peristiwa ini bentrok pertempuran secara fisik
betul betul terjadi meski akhirnya demonstran lari kalangkabut, ada yang loncat Bus
Kota ada yang dibonceng dan banyak yang lari tunggang langgang. Bentrok keras
justru terjadi antara kontra Gus Dur dengan Mahasiswa Adma Jaya, yang mana
pihak Adma jaya akhiernya meminta bantuan Pasukan Inti yang dibawah Pimpinan
Bpk. Zainal Suwari.
Justru pada demo demo gabungan/besar kebanyakan pihak kontra dan pro
sangat rukun dan saling membantu dan shalat berjama’ah bersama ketika waktu
Shalat tiba, meski tentu saja sebelum dan sesudahnya mengambil posisi
berhadapan dan saling dorong dan gontok gontokan.
Demo gabungan pendukung Gus Dur di Gedung MPR berhasil menerobos
kawat berduri dimotori Pagar Nusa Lirboyo di bawah pimpinan Abdul Latif,
sementara Pasukan inti Pusat yang dikomandani H. Timbul Wijaya bertindak sebagai
Pasukan Supporting berjibaku dengan pengalihan perhatian tembakan gas air mata.
Dalam rangka Long March warga NU dalam rangka memberi support
Presiden Gus Dur yang dilakukan dari Monas (Istana) sampai gedung MPR atas
prakarsa Ketua Korlap H Imam Ghozali Aro ( Mas Iga) Pasukan Inti menyempatkan
untuk rekaman lagu lagu penyemangat demo di Jl. Karah (dekat Jawa Pos) tempat
dimana Iringan Pencak Silat Jurus Baku Pagar Nusa dibuat.
Menjelang maklumat dibacakan yang menjadi ending Kepemimpinan Gus
Dur, posisi Pasukan Inti berada di Batu Ceper dalam pengawalan dan supporting
para Kiai yang rencananya akan mendekat ke Istana guna memberi dukungan Gus
Dur. Namun rencana ini terkendala izin trayek dan transportasi yang tidak dapat
diperoleh ditambah hampir semua bus lokal (Jakarta dan sekitar) tak ada yang
berani masuk Jakarta karena kondisi mencekam. Padahal malam hari sebelumnya
atas informasi Pasukan Inti yaitu Bpk Zainal suwari dan M. Sugeng sempat
menghadap Kiai Khotib Umar yang saat dipercaya para Kiai memimpin rombongan
menuju Jakarta bahwa Kondisi jakarta tidak serawan itu dan tidak ada
penghadangan berlebihan dengan tank oleh aparat keamanan.
Dalam kondisi sedemikian rawan Pasukan Inti mendapat berita dengan
klasifikasi A1 bahwa dalam istana para Kiai yang menemui Gus Dur sudah gamang
melihat kondisi dan situasi Jakarta. Sebagian besar ragu ketika dimintai
pertimbangan tentang kemungkinan Dekrit. Usulan sangat tegas dan tanpa ragu
justru disampaikan sesepuh Ansor yang juga Ketua PKB jawa Timur Drs. H. Choirul
Anam bahwa Gus Dur harus Dekrit.
Sementara diantara rombongan pendukung Gus Dur juga ada yang
berspekulasi gamang seperti yang dilakukan KH Faqih (sesepuh IPNU) yang
mengatakan diatas kertas Gus Dur jatuh. Namun hal ini ditepis dan minimalisir oleh
Prof. Suhar Billah dengan mengatakan Gus Dur jadi Presiden juga bukan diatas
kertas, jatuh tidaknya itu justru tergantung bagaimana kita melakukan dukungan itu
maksimal atau mlempem. Belakangan hari ini cocok dengan statement Mahfudz MD
yang mengatakan konstitusional atau tidak itu tidak hanya ditentukan oleh formalnya
tetapi juga oleh dukungan mayoritas rakyat (defakto), seperti Dekrit Sukarno kembali
ke UUD 1945 yang secara kacamata kertas inkonstitusional tetapi defakto sampai
sekarang diakui keabsahannnya karena adanya penerimaan masyarakat.
Dengan kondisi yang anti klimak demikian ( Gus Dur dilengser secara
inkonstitusional) Pasukan Inti dan seluruh Kiai pulang kembali ke Jawa Timur. Meski
demikian dalam perjalanan masih sangat banyak rombongan yang justru baru dalam
perjalanan berangkat ke Jakarta untuk sedianya mendukung dan memberi tambahan
Pasukan Pro Gus Dur. [adm/sek]