Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITI

Dalam bab ini, akan disajikan beberapa ulasan data yang ditemukan dalam

penelitian, yaitu sebagai berikut: 1) Adanya atau terbentuknya Persaudaraan Setia

Hati Winongo Tunas Muda Madiun. 2) Penggolongan insan pesilat Persaudaraan

Setia Hati Winongo Tunas Muda Madiun ke dalam satuan masyarakat. 3) Upaya

pemberdayaan insan pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo supaya menjadi

insan pesilat yang berbudi pekerti luhur.

A. Sejarah Tebentuknya Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda

Madiun

1. Terbentuknya Persaudaraan Setia Hati (S-H)

Ki Ngabehi Soerodiwirjo lahir tahun 1869 di Surabaya, beliau adalah

pendiri dan sekaligus pencipta Pencak Silat Setia Hati “S-H” mempunyai silsilah

keturunan dari Bupati Gresik dan seluruh keluarganya masih ada keturunan dari

Batoro Katong Ponorogo, hal ini tertuang dalam buku Pencak Silat dalam 3

Zaman Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda.

30
31

Gambar. 4.1 Pendiri Persaudaraan Setia Hati “S-H”


(Sumber: Soewarno, 1994:17)

Soewarno (1994:18) mengemukakan bahwa.

Ki Ngabehi Soerodiwirjo (nama kecilnya Masdan) lahir pada hari


sabtu pahing. Beliau merupakan keturunan dari Bupati Gresik-
Surabaya ayahnya bernama Ki Ngabehi Soeromiharjo sebagai
Mantri Cacar Ngimbang (Lamongan) yang mempunyai 5 (lima)
putera yaitu: 1) Ki Ngabehi Soerodiwirjo (Masdan), 2) Noto
(Gunari) di Surabaya, 3) Adi (Soeradi) di Aceh, 4) Wongsoharjo di
Madiun, 5) Kartodiwirjo di Jombang. Saudara laki-laki dari
ayahnya bernama R.A.A Koesoemodinoto, menjabat sebagai
Bupati Kediri. Seluruh keluarga ini adalah keturunan dari Batoro
Katong di Ponorogo, Putra Prabu Brawijaya Majapahit.

Pada tahun 1903 beliau menjabat sebagai Polisi Dienar hingga mencapai

pangkat Sersan Mayor. Di Surabaya beliau dikenal keberaniannya dalam

memberantas kejahatan. Pada tahun itu juga beliau mendirikan Persaudaraan

Sedulur Tunggal Kecer atau STK. Tahun 1912 beliau berhenti dari Polisi Dienar,

beliau kemudian pergi ke Tegal dan ikut seorang paman dari almarhum saudara

Apu Suryawinata, yang menjabat sebagai Opzither Irrigatie. Tahun 1914 beliau

kembali lagi ke Surabaya dan bekerja pada D.K.A Surabaya. Selanjutnya beliau

pindah ke Madiun di Magazijn D.K.A dan Menetap di Desa Winongo.


32

Ki Ngabehi Soerodiwirjo meninggal dunia pada tahun 1944 di Desa

Winongo, yang diperkuat dalam buku Pencak Silat dalam Tiga Zaman. Soewarno

(1994:1) menyatakan bahwa “Persaudaraan “Setia-Hati” disingkat “S-H”

didirikan pada tahun 1903 oleh Almarhum Bapak Ki Ngabehi Soerodwirjo dengan

nama kecilnya Masdan, wafat pada tanggal 10-11-1944 di makamkan di makam

Winongo Kodia Madiun. Ibu Soerodiwirjo wafat pada tanggal 6-4-1969 di

makamkan di makam Desa Winongo juga”.

Menurut pendapat Pengasuh Persaudaraan Setia Hati Winongo tentang

sejarah terbentuknya pencak silat Setia Hati, bapak Agus Wiyono “Didirikan oleh

Almarhum Ki Ngabehi Soerodwiryo tepat pada hari jumat legi pada tanggal 10

Muharam atau 10 suro tahun 1323 Hijriah atau 1903 Masehi, waktu itu diberi

nama Sedulur Tunggal Kecer atau STK dengan nama Pencak Silatnya Joyo

Gendilo, nah tempat pendirian itu ada di desa Tambak Gringsing Surabaya,

kemudian tahun 1917 karena beliau bekerja di PT kereta api maka beliau pindah

ke Madiun, pada saat di Madiun beliau berkeinginan untuk mencari tempat tinggal

yang tidak jauh dari pekerjaannya, dalam hal ini kemudian ditunjuk itu nama Desa

Winongo kenapa Desa Winongo? Ini ada sejarahnya bahwa beliau mempunyai

seorang guru, guru ini adalah guru ahli kebatinan yaitu seorang Punggawa dari

Kerajaan Bali, yang pada saat itu dibuang oleh pemerintah Kolonial Belanda ke

Padang Sumatra Barat kemudian beliau mengambil Winongo itu karena beliau

gurunya yang kedua selama di Padang namanya yang dari Bali yaitu Nyoman Ide

Gempol kemudian di Padang sangat dikenal dengan nama Raja Kenanga Mangga

Tengah, kalau ingat Raja Kenanga Mangga Tengah apabila diambil nama

Kenanga dan Tengah, Kenanga ini mirip sekali dengan Desa Winongo dan tengah
33

dapat diartikan Madya atau Madiun nah ini petunjuk illahi bahwa beliau terkesan

dengan gurunya pada saat itu guru kedua dari Padang dalam arti tinggal di Padang

tapi asli Bali, sehingga beliau memilih karena ini adalah petunjuk illahi beliau

memilih berdomisili di Winongo Madiun. Itu secara singkatnya” (Wawancara, 06

Maret 2017).

Latar belakang berdirinya Persaudaraan Setia Hati menurut Bapak Agus

Wiyono “Itu awalnya pada saat itu masa penjajahan Kolonial Belanda, itu

sebenarnya untuk melawan Kolonial Belanda, dalam arti untuk meraih

kemerdekaan sebab pada saat itu putra-putra asuhnya Ki Ngabehi Soerodwiryo

juga pejuang kemerdekaan, intinya bahu membahu persaudaraan yang kedua

untuk melawan pemerintahan Kolonial Belanda mencapai kemerdekaan”

(Wawancara, 06 Maret 2017).

Latar belakang berdirinya Setia Hati juga termuat dalam buku karangan

Soewarno (1994:8) menyatakan bahwa.

Bapak Ki Ngabehi Soerodiwirjo yang pada waktu itu sebelum


Negeri kita Republik Indonesia lahir diantara 70.000.000 (tujuh
puluh juta) rakyat Indonesia termasuk juga saudara-saudara “S-H”
yang tampil ke depan sebagai perintis kemerdekaan, pada saat itu
di Surabaya. Bapak Ki Ngabehi Soerodiwirjo berkelahi dengan
pimpinan tentara Kerajaan Belanda dan Bapak Ki Ngabehi
Soerodiwirjo ada dipihak yang unggul. Tetapi kemudian Bapak Ki
Ngabehi Soerodiwirjo meninggalkan daerah Surabaya pergi ke
Winongo (Madiun) terus menetap bertempat tinggal di Winongo
sampai akhir hayatnya. Perjuangan itu tidak terhenti sampai disitu
saja tetapi masih diteruskan oleh para putera-putera asuhnya
sebagai perintis-perintis kemerdekaan, pejuang-pejuang
kemerdekaan dan sebagian besar angkatan 1945 sing melu
ngedekne Negoro (Negara Republik Indonesia).

Dari hasil wawancara dan dari penelaahan buku karangan Almarhum R.H

Hendro Soewarno dapat diketahui bahwa Persaudaraan Setia Hati yang didirikan

oleh Almarhum Ki Ngabehi Soerodiwirjo pada tahun 1903 di Surabaya tepatnya


34

di Desa Tambak Gringsing dengan nama awal adalah STK atau Sedulur Tunggal

Kecer dengan nama Pencak Silatnya yaitu Joyogendilo Cipto Mulyo. Kemudian

berubah nama menjadi Setia Hati “S-H” pada tahun 1917. Latar belakang

terbentuknya Persaudaraan Setia Hati ini salah satunya adalah untuk melawan

penjajah kolonial Belanda sebagai pencapaian kemerdekaan Negara Republik

Indonesia.

2. Terbentuknya Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW)

a. Latar Belakang Terbentuknya

Terbentuknya Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri setelah

meninggalnya pendiri Setia Hati yaitu Almarhum Ki Ngabehi Soerodiwirjo pada

tahun 1944 di Desa Winongo Kota Madiun.

Gambar 4.2 Pengasuh/Guru Besar Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas


Muda Madiun (Sumber: Soewarno, 1994:12)

Soewarno (1994:13) menyatakan bahwa.


R. Soewarno lahir di Ponorogo pada hari Sabtu Legi tahun 1924.
Beliau adalah putra dari (R. Purnomo yang menikah dengan R. Ayu
Katmiyati) kedua duanya adalah keturunan dari Prabu Brawijaya
Majapahit. Dari perkawinan R. Purnomo dengan R. Ayu Katmiyati
dikaruniai 3 Putra, yaitu: 1) R. Soewarno, 2) R.rr. Soekapti, 3) R.rr.
Soelastri.
35

Menurut pendapat pak Sugeng selaku sesepuh dalam wawancara “Yang

mendasari berdirinya Persaudaraan Setia Hati Winongo yaitu untuk mengaktifkan

Setia Hati Eyang Soero yang sudah tidak aktif atau mengalami kemunduran. Para

pemuda ingin Setia Hati dihidupkan lagi, oleh Bapak (Raden Djimat Hedro

Soewarno) dengan izin para saudara-saudara tua, kalau sekarang disebut Setia

Hati Panti itu mas, kemudian mendirikan Setia Hati dengan bendera yang berbeda

pada tahun 1965 yang dapat kita sebut Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas

Muda Madiun” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Menurut pendapat Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Winongo, Bapak

Agus Wiyono” Persaudaraan Setia Hati itu setelah beliau ada di Winongo

sebenarnya hanya Persaudaraan Setia Hati saja, karena beliau berdomisili di

Winongo karena Winongo tempat tinggal beliau untuk menggembleng ilmu secara

jasmani dan rohani untuk menimba ilmu untuk putra-putra asuhnya, yang

sebelumnya namanya S-H saja dan Winongo itu tempat tinggalnya saja jadi nama

daerah itu katut, karena S-H itu didirikan tahun 1903 belum namanya S-H, pada

tahun 1917 beliau itu merubah dengan STK dengan Pencak Silatnya yaitu Joyo

Gendilo Cipto Mulyo dengan nama Pencak silatnya adalah Setia Hati

(Wawancara, 06 Maret 2017).

Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda Madiun tetap didirikan oleh

Ki Ngabehi Soerodiwirjo, dari hasil wawancara dengan Bapak Agus Wiyono

“Oleh tetap Ki Ngabehi Soerodwiryo, ini ibaratnya ya dalam ketentara ya,

sebelum Marinir itu apa KKO, sebelum Kopasus yaitu RPKAD nah seperti itu dan

sebenarnya itu satu. Sama saja istilahnya karena pada saat itu Sedulur Tunggal

Kecer atau STK dengan Pencak Silatnya Joyo Gendilo Cipto Mulyo akhirnya
36

dipadukan jadi satu diubah namanya dengan Persaudaraan Setia Hati.

(Wawancara, 06 Maret 2017).

Pendapat tersebut didukung dari buku Pencak Silat dalam Tiga Zaman

Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda. Soewarno (1994:2)

mengemukakan bahwa.

Sejak awal tahun 1965 S-H mengalami kemuduran, tidak aktif, hal
ini disebabkan kecuali karena keadaan juga sebagian besar dari
saudara-saudara S-H sudah tua-tua, ditambah dengan makin
berkurangnya penerimaan saudara baru. Pada tanggal 1-11-1965
banyak sekali para pemuda yang mengajukan permintaan supaya S-
H dibangkitkan (di Actiefeer) sebab pada masa krisis itu mereka
sangat memerlukan dan haus akan pendidikan rokhani/jasmani.
Kian hari kian tambah banyak desakan dari para pemuda-pemuda
ini yang tidak dapat dibendung lagi. Sehingga bagi kami tidak ada
alternatif lain kecuali meluluskan permintaan mereka itu, walaupun
sesungguhnya bagi diri kami sendiri masih banyak sekali
kekurangan-kekurangannya, tetapi kami memberanikan diri karena
keadaaan. Sungguh diluar dugaan kami yang tanpa sengaja dan
rencana yang hingga kini mendapat perlindungan dan keridhaan
Tuhan. Hal ini mendapat dukungan kuat baik dari masyarakat luas
maupun dari pemerintah yang sangat diperlukan oleh HANKAM.

Dapat disimpulkan bahwa Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda

Madiun adalah hasil aktifan atau dihidupkannya lagi Pencak Silat Setia Hati Ki

Ngabehi Soerodiwirjo yang sempat mengalami kemunduran sejak awal tahun

1965 atau setelah Ki Ngabehi Soerodiwirjo wafat, kumunduran tersebut

dikarenakan saudara-saudara Setia Hati yang sudah tua dan minimnya penerimaan

saudara baru, pada tanggal 1-11-1965 para pemuda mendesak para sesepuh Setia

Hati untuk mengaktifkan kembali Setia Hati, dikarenakan para pemuda haus akan

pendidikan rokhani dan jasmani, kemudian dari perwakilan saudara tua yaitu

Raden Djimat Hedro Soewarno atas persetujuan saudara tua Setia Hati lainya,

beliau terpaggil untuk bergerak mengaktifkan lagi kegiatan-kegiatan dari Pencak

Silat Setia Hati. Ditahun 1965 Persaudaraan Setia Hati dibangkitkan dengan
37

pergantian nama yaitu Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda Madiun,

kata Winongo ditambahkan karena Ki Ngabehi Soerodiwirjo berdomisili di

Winongo karena Winongo tempat tinggal beliau untuk menggembleng ilmu secara

jasmani dan rohani.

b. Tujuan

Persaudaraan Setia Hati Winongo memiliki tujuan, seperti yang di

ungkapkan oleh Bapak Agus Wiyono selaku Ketua Umum, “Tujuan dari

Persaudaraan Setia Hati Winongo, untuk tujuan secara pokok adalah mengolah

raga dan mengolah batin untuk mencapai keluhuran budi guna mendapatkan

kesempurnaan hidup kebahagiaan serta kesejahteran lahir-batin di dunia dan di

akhirat, itu tujuannya” (Wawancara, 06 Maret 2017). Diperkuat lagi oleh pendapat

Bapak Sugeng, “Tujuan sudah tertuang di sumpah, bahwa menjadikan anak asuh

atau saudara Persaudaraan Setia Hati Winongo berbudi pekerti luhur mendapatkan

kesempurnaan hidup dan kesejahteraan lahir batin di dunia dan di akhirat

(Wawancara, 28 Februari 2017).

Tujuan Persaudaraan Setia Hati Winongo juga tertuang dalam buku Pencak

Silat dalam Tiga Zaman Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda. Soewarno

(1994:100) mengemukakan bahwa.

Dalam Setia Hati sendiri memiliki tujuan yang mulia yaitu “bela
Negara, mengolah raga dan mengolah batin untuk mencapai
keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup,
kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan di
akhirat, dengan jalan mengajarkan Silat (Pencak Silat) sebagai
olahraga atas dasar jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat
pula, yaitu dengan meninggalkan semua yang menjadi larangan-
larangan Tuhan, dan melaksanakan semua perintah-perintah-Nya (
MENS SANA IN CORPORE SANO - AMAR MA’RUF NAHI
MUNKAR)”.
38

Dapat disimpulkan dari pendapat di atas tujuan Persaudaraan Setia Hati

Winongo begitu mulia, untuk mengolah raga dan mengolah batin, untuk keluhuran

budi manusia. Serta menjauhi larangan Tuhan dan melaksanakan perintah-

perintahNya.

c. Sistem Kepengurusan

Sebagai Perguruan Pencak Silat yang cukup banyak anggotanya,

Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda Madiun telah memiliki

kepengurusan yang baik. Susunan kepengurusan dibentuk selama periode lima

tahun. Untuk periode 2016 sampai 2020, susunan kepengurusan dapat dilihat pada

tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Susunan Pengurus Pusat Persaudaraan “Setia-Hati” Winongo Tunas Muda
Periode 2016-2020
No Nama Umur Jabatan
1 H.R.G.S. Agus Wiyono Santoso, S.Sos 54 Tahun Ketua Umum
2 Isbayu Kuncoro, S.H 36 Tahun Sekretari I
3 Iwan Budi Prasetya, S.E 43 Tahun Sekretaris II
4 Kumastuti, S.E 43 Tahun Bendahara I
5 Endang Nur S, S.Pd 46 Tahun Bendahara II
6 Soetino HS 80 Tahun Dewan Penasehat
7 Wiwik Widoyoko 62 Tahun Dewan Penasehat
8 K. Setyawan, Drs 55 Tahun Dewan Penasehat
9 Safuan 67 Tahun Dewan Penasehat
10 Sangadji 67 Tahun Dewan Pusat
11 Surono 67 Tahun Dewan Pusat
12 Wiyono 50 Tahun Dewan Pusat
13 Budiono 50 Tahun Dewan Pusat
14 Suharto 52 Tahun Dewan Pusat
15 Sugiyanto 49 Tahun Dewan Pusat
16 Mahbud Zunaidi 48 Tahun Dewan Pusat
17 Shidiq Sapto Utomo 46 Tahun Dewan Pusat
Sumber: Pengurus Pusat Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda
39

d. Keanggotaan

Jumlah anggota atau saudara di Persaudaraan Setia Hati Winongo sampai

bulan Maret 2017 sebanyak 1.627.008 (Satu juta enam ratus dua puluh tujuh ribu

delapan) orang. keberadaan insan pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo

tersebar di berbagai pelosok Negara, menurut pendapat Bapak Agus Wiyono, “Ya

di seluruh Indonesia, juga di negeri Belanda juga ada bahkan yang paling banyak

di daerah Asian sendiri terutama yang dibawa saudara-saudara yang saat ini

menjadi TKI” (Wawancara, 06 Maret 2017). Menurut Bapak Sugeng,“Di mana

saja, sekarang ini sudah berkembang di muka bumi khususnya di Indonesia,

bahkan sudah sampai keluar Negeri, seperti Belanda, Jepang, Korea dan lain-lain”

(Wawancara, 28 Februari 2017).

Menjadi insan Persaudaraan Setia Hati Winongo harus melalui tahap

pendaftaran dengan berbagai syarat dan ketentuan yang berlaku, pelaksanaan

pendaftaran seperti yang dijelaskan boleh Bapak Agus Wiyono “Di sini setiap hari

minggu, kenapa diambil hari minggu, karena hari minggu kan libur, mayoritas kan

kebanyakan pelajar. Kemudian mungkin khususnya di luar Jawa ya, itu lain

malam minggu, tempatnya di sini, namun harinya bisa selasa, rabu sampai kamis”

(Wawancara, 06 Maret 2017). Ketentuan usia untuk menjadi saudara Persaudaraan

Setia Hati Winongo sendiri menurut Bapak Agus Wiyono, “Usianya kalau sudah

akil balig, di samping sudah akil balig kan ini, anak itu punya pendirian yang tetap

tidak labil ya, jadi stabil” (Wawancara, 06 Maret 2017). Lebih diperjelas oleh

Bapak Sugeng selaku sesepuh, “Minimal 17 tahun, maksimalnya tidak terbatas

yang penting masih bisa bernafas” (Wawancara, 28 Februari 2017).


40

Di samping sudah akhil baliq, syarat yang harus terpenuhi bila ingin

menjadi saudara Persaudaraan Setia Hati Winongo menurut Bapak Sugeng “Tidak

ada aturan pakem, kalau menjadi calon saudara Persaudaraan Setia Hati Winongo

harus memenuhi syarat minimal usia 17 tahun, harus mengandidat atau mencari

tanda tangan saudara tua di wilayahnya masing-masing, tujuannya mendapat

informasi tentang Setia Hati, setelah menjadi insan Persaudaraan Setia Hati

Winongo rambu-rambunya yaitu sumpah” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Persaudaraan Setia Hati Winongo bersifat permanen, Bapak Sugeng

berpendapat, “Selamanya! dalam AD-ART sudah jelas bahwasnnya yang menjadi

pemutus Persaudaraan Setia Hati Winongo bilamana meninggal dunia. Namun

hubungan dengan keluarganya masih berlangsung terus” (Wawancara, 28 Februari

2017). Diperjelas lagi oleh pendapat Ketua Umum yaitu Bapak Agus Wiyono,

“Kalau di dalam ajaran ini, selama-lamanya. Bahkan andai kata saudara yang

telah meninggal punya keluarga juga dianggap saudaranya, jadi karena ini sifatnya

persaudaraan sampai nanti di alam kubur itu keluarganya masih menjadi saudara”

(Wawancara, 06 Maret 2017).

Persaudaraan Setia Hati Winongo memiliki identitas sosial sebagai tanda

pengenal bahwa mereka adalah insan pesilat dari Persaudaraan Setia Hati

Winongo, menurut pendapat dari siswa Persaudaraan Setia Hati Winongo yaitu

Mas Bagus berpendapat, “Ada di sabuk! berupa selendang bewarna kuning terus

ada lambangnya Persaudaraan Setia Hati Winongo, terus ada di seragamnya juga

ada, mungkin setahu saya itu saja” (Wawancara, 28 Februari 2017). Pendapat

tersebut diperkuat oleh pendapat Bapak Sugeng, “Ada! secara keorganisasian


41

berupa seragam, atribut resmi, sabuk bewarna kuning dengan Persaudaraan Setia

Hati Winongo” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Berdasarkan pendapat dari Bapak Agus Wiyono dan Bapak Sugeng

diketahui bahwa untuk menjadi anggota atau saudara Persaudaraan Setia Hati

Winongo harus memenuhi berbagai prasayarat yang diantaranya adalah sudah

akhil baliq minimal 17 tahun dan maksimal tidak terbatas, kemudian harus

meminta tanda tangan saudara tua Persaudaraan Setia Hati Winongo yang ada di

wilayahnya masing-masing. Ikatan saudara di Persaudaraan Setia Hati Winongo

sendiri bersifat selamanya, yang menjadi pemutus persaudaraan hanyalah

kematian, namun hubungan dengan keluarganya masih berlangsung terus, dan

tetap menjadi saudara. Mereka insan pesilat dari Persaudaraan Setia Hati Winongo

memiliki tanda pengenal berupa Sragam, badge, sabuk berwarna kuning.

e. Kegiatan

Kegiatan dari Persaudaraan Setia Hati Winongo menurut pendapat Bapak

Agus Wiyono, “Kegiatan secara rutin jelas itu latihan, mungkin juga sosial, dalam

hal ini seperti bakti sosial, menyumbangkan darah, dan kalau kegiatan rutin setiap

tahun ya Suran Agung dan Halal Bihalal” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Ditambah dengan pendapat Bapak Sugeng, “Kalau tahunan jelas acara Halal-

bihalal dan Suran Agung itu di pusat, mingguan yaitu latihan rutin diadakan di

cabang, ranting, sub ranting. Selebihnya mengikuti acara pencak silat IPSI. Kalau

di Ponorogo belum ada jadwal kegiatan yang tersusun rapi, biasanya acara-acara

diadakan mendadak” (Wawancara, 06 Maret 2017). ditambah pendapat Mas

Bagus, “Pencak Silatnya, terus ajaran-ajaran kerohanianya juga diajarkan”

(Wawancara, 28 Februari 2017).


42

Olahraga Pencak Silat memang menciptakan kesegaran jasmani dan

rokhani disisi lain juga mencetak bibit muda untuk mencapai prestasi dalam

olahraga Pencak Silat, di Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri juga mencetak

beberapa atlet dalam bidang olahraga Pencak Silat, hasil wawancara dengan salah

satu sesepuh Persaudaraan Setia Hati Winongo Bapak Sugeng berpendapat “Kalau

prestasi dalam naungan IPSI dibeberapa tempat sudah mengikuti, kemarin itu di

kejuaraan Jakarta Championship mendapat dua perak, dan kalau tidak salah di

tanggerang dan bekasi juga mendapat perunggu” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Menurut pendapat dari Bapak Agus Wiyono selaku Ketua Umum “Kalau

prestasi ini memang selama ini sebenarnya, ajaran Setia Hati ini tidak boleh ini ya

dibuat seperti atau dipamerkan seperti sistem kejuaraan, karena apa? Di dalam

Setia Hati itu karena mengingat sumpahnya ya, contoh sumpah nomor 4, nomor 3

dulu tidak boleh sombong, takabur, jubrio, dan dahwen, yang keempat tidak boleh

mendahului salah, bermusuhan atau bertengkar dengan siapapun juga terutama

dengan saudar-saudara seasuhan. Dalam makna ini sebenarnya kita tidak boleh

pamer, sombong itu diawali dengan rasa rya’, rasa pamer itu nanti memicu rasa

sombong, nah kalau sudah sombong, jika sudah sombong ini nanti takabur tidak

mau diingatkan orang lain, jubrio itu mengaku-aku dan lain-lain. Dahwen itu yang

jelas mempunyai rasa suudzhon, itu nggak boleh, sebenarnya untuk prestasi itu

bukan di Setia Hati, dari awalnya itu tidak ada sistem kejuaraan tapi mungkin

meraih prestasi secara internal sendiri” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Hasil wawancara tersebut dapat diketahui, bahwa dalam Persaudaraan

Setia Hati Winongo untuk prestasi dalam bidang olahraga Pencak Silat lebih ke

prestasi secara internal, yaitu kejuaraan Pencak Silat yang diadakan oleh
43

Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri. Karena di Persaudaraan Setia Hati

Winongo lebih ke pembelajaran kerohaniannya. Namun tidak mempungkiri

Persaudaraan Setia Hati Winongo tetap ikut di kejuaraan nasional naungan IPSI,

seperti kejuaran Jakarta Championship mendapat dua perak, di Tanggerang dan

Bekasi juga mendapat perunggu.

B. Penggolongan Insan Pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo Ke Dalam

Satuan Masyarakat

1. Pusat Orientasi Persaudaraan Setia Hati Winongo

Pusat Orientasi adalah tujuan tertentu yang mengikat suatu kesatuan

manusia untuk mewujudkannya. Persaudaraan Setia Hati Winongo bila ingin

disebut sebagai masyararakat salah satunya harus memiliki tujuan atau pusat

orientasi yang mengikat antara insan pesilat yang ada di Persaudaraan Setia Hati

Winongo.

Pusat orientasi atau tujuan dari Persaudaraan Setia Hati Winongo menurut

Bapak Agus Wiyono, “Tujuan dari Persaudaraan Setia Hati Winongo, untuk tujuan

secara pokok adalah mengolah raga dan mengolah batin untuk mencapai

keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup kebahagiaan serta

kesejahteran lahir-batin di Dunia dan di Akhirat, itu tujuannya” (Wawancara, 06

Maret 2017). Diperkuat pendapat Bapak Sugeng, “Tujuan sudah tertuang di

sumpah, bahwa menjadikan anak asuh atau saudara Persaudaraan Setia Hati

Winongo berbudi pekerti luhur mendapatkan kesempurnaan hidup dan

kesejahteraan lahir batin di Dunia dan di Akhirat (Wawancara, 28 Februari 2017).


44

Tujuan Persaudaraan Setia Hati Winongo juga tertuang dalam buku Pencak

Silat dalam Tiga Zaman Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda. Soewarno

(1994:100) mengemukakan bahwa.

Dalam Setia Hati sendiri memiliki tujuan yang mulia yaitu “bela
Negara, mengolah raga dan mengolah batin untuk mencapai
keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup,
kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan di
akhirat, dengan jalan mengajarkan Silat (Pencak Silat) sebagai
olahraga atas dasar jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat
pula, yaitu dengan meninggalkan semua yang menjadi larangan-
larangan Tuhan, dan melaksanakan semua perintah-perintah-Nya
(MENS SANA IN CORPORE SANO-AMAR MA’RUF NAHI
MUNKAR)”.

Dapat disimpulkan dari hasil wawancara tersebut pusat orientasi

Persaudaraan Setia Hati Winongo begitu mulia, menjadikan olah raga dan

mengolah batin, untuk keluhuran budi manusia. Serta menjauhi larangan Tuhan

dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.

2. Persamaan Ciri Persaudaraan Setia Hati Winongo

Persamaan ciri di sini adalah hal-hal yang sifatnya sama dan dapat

menjadikan identitas suatu kesatuan manusia. Berdasarkan Pusat Orientasi

Persaudaraan Setia Hati Winongo digolongkan ke dalam satuan masyarakat juga

dapat didasarkan atas persamaan ciri dalam kategori sosial, kerumunan, golongan

sosial, komunitas, kelompok, atau perkumpulan.

Berikut adalah hasil wawancara dengan Ketua Umum yang membuktikan

persamaan ciri Persaudaraan Setia Hati Winongo, Bapak Agus Wiyono

berpendapat, “Yang pertama di Persaudaraan Setia Hati Winongo ini digembleng

secara jasmani dan rokhani, akan tetapi untuk pertama kali yang diajarkan adalah

kerohaniannya karena ini sesuai dengan tujuan dan sasaran, kemudian dengan

sasaran ini jelas Persaudaraan Setia Hati ini adalah salah satu unsur yang agung
45

daripada pemahaman bangsa, karena di ajaran itu membangun manusia yang

seutuhnya, dengan membangun pribadi-pribadi yang bersusila mulia sebagai

manusia yang sopan, bersikap kesatria, berbudi pekerti luhur dan berjiwa besar,

sehingga ajaran ini dapat diterima di tengah-tengah masyarakat khususnya

masyarakat bangsa kita dan mungkin juga sampai keluar Negeri begitu!”

(Wawancara, 06 Maret 2017).

Ditambah oleh pendapat dari sesepuh, Bapak Sugeng berpendapat, “Kalau

menurut saya sebenarnya ilmu Setia Hati itu individu, mereka sendiri yang

mewujudkan tujuan tidak ada ketergantungan bersama-sama. Pada saat Kecer

(pendaftaran) harus menjalankan sumpah secara sungguh-sungguh dan mereka

yang harus menjalankan daripada sumpah yang sudah diucapkan. Kalau secara

organisasi menjalankan sumpah, samat-sinamatan, bersama-sama syiar ilmu Setia

Hati dalam kebaikan” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Dapat disimpulkan menurut hasil wawancara tersebut mengenai

persamaan ciri adalah setelah diberikan gemblengan secara jasmani dan rokhani

insan pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo wajib menjalankan sumpah yang

sudah diucapkan secara sungguh-sungguh, samat-sinamatan, bersama-sama syiar

ilmu Setia Hati dalam kebaikan.

3. Potensi Berinteraksi Persaudaraan Setia Hati Winongo

Potensi untuk berinteraksi adalah kemampuan untuk berinteraksi yang

didukung oleh prasarana yang memudahkan warganya untuk saling berhubungan

satu dengan yang lain, seperti contohnya seperti suku bangsa Bali, mempunyai

potensi untuk berinteraksi, yaitu bahasa Bali. Dalam suatu komunitas, kelompok,

atau perkumpulan terdapat potensi untuk berinteraksi, saat ini juga mengikat
46

Persaudaraan Setia Hati Winongo. Insan Persaudaraan Setia Hati Winongo bentuk

potensi berinteraksinya bermacam-macam.

Hasil wawancara dengan Bapak Agus Wiyono, potensi untuk berinteraksi

bagi Persaudaraan Setia Hati Winongo, “Jadi gini! karena di sini sifatnya

persaudaraan ya, persaudaraan itu diartikan adalah hubungan batin dan tidak

boleh saling menghianati antara saudara dengan saudara lain yang setiap saat ingat

dengan sumpah dan janjinya yang telah diucapkan diawal masuk. Jadi semua

sumpah dan janji itu harus dipertanggung jawabkan serta saling menjaga, dalam

menjaga apa saja. Kalau di sini itu diutamakan rasa persaudaraan, bukan material

tapi persaudaraan kenapa demikian, karena agar budaya bangsa kita ini tidak akan

punah, sehingga kita sebagai generasi yang mewasiati ajaran beliau, ini akan

mempertahankan budaya bangsa yaitu pencak silat, kemudian kenapa kita lebih

mengutamakan rasa persaudaraan karena dalam persaudaraan sendiri itu yang

pasti adalah kita ini saling menghormati, saling menghargai, samat-sinamatan

antara satu dengan yang lainya, sehingga ini nanti akan menambah nilai kekalnya

persaudaraan, saling menjaga umpama kalau kita ada saudara yang sakit kita juga

ikut merasakan, nanti kalau umpama ya, mungkin ada suatu pejabat ketika itu

mengikuti agenda tugas dari pekerjaan kemudian disisi lain mengikuti kepelatihan

selama beberapa bulan, keluarganya itu dijaga saudara-saudara lain, dalam arti

menjaga keselamatan dan yang lainya” (Wawancara, 06 Maret 2017). Menurut

Bapak Sugeng, “Samat-sinamatan atau silaturahmi, latihan rutin” (Wawancara, 28

Februari 2017).

Menurut hasil wawancara tersebut bahwa potensi untuk berinteraksi di

Peraudaraan Setia Hati Winongo diantaranya adalah selalu mengutamakan rasa


47

persaudaraan dengan cara saling menghormati, saling menghargai, samat-

sinamatan antara satu dengan yang lainya, saling menjaga antara saudara, dan

latihan rutin.

4. Prasarana Berinteraksi Persaudaraan Setia Hati Winongo

Selain mempunyai pusat orientasi, persamaan ciri, dan potensi untuk

berinteraksi, sayarat yang mengikat masyarakat adalah adanya prasarana untuk

berinteraksi. Prasarana berinteraksi adalah segala sesuatu yang merupakan

penunjang utama mendukung insan pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo

saling berinteraksi satu dengan yang lain.

Menurut Bapak Sugeng, “Biasanya di tempat latihan, padepokan pusat,

terus di tempat-tempat latihan mulai dari cabang, ranting, dan sub ranting”

(Wawancara, 28 Februari 2017). Menurut Bapak Agus Wiyono, ” Kebetulan kalau

kita sedang berkumpul, ada dua event yaitu Halalbihalal dan Suran Agung, nah ini

semua akan berkumpul meskipun hanya perwakilan, sehingga nanti satu dengan

yang lain itu saling bertemu yang sudah lama sekian tahun tidak bertemu, itu nanti

bisa berinteraksi satu dengan yang lain” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut prasarana berinteraksi Persaudaraan

Setia Hati Winongo adalah di tempat latihan, padepokan pusat, dan di tempat

kegiatan Suran Agung, Halal Bihalal.

5. Kontinuitas Persaudaraan Setia Hati Winongo

Kontinuitas Persaudaraan Setia Hati Winongo adalah pola tingkah laku

yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batas kesatuan yang bersifat

mantap dan terus menerus. Persaudaraan Setia Hati Winongo bersifat permanen,

Bapak Sugeng berpendapat, “Selamanya, dalam AD-ART sudah jelas


48

bahwasannya yang menjadi pemutus Persaudaraan Setia Hati Winongo bilamana

meninggal dunia. Namun hubungan dengan keluarganya masih berlangsung terus”

(Wawancara, 28 Februari 2017).

Diperjelas lagi oleh pendapat Ketua Umum yaitu Bapak Agus Wiyono,

“Kalau di dalam ajaran ini, selama-lamanya. Bahkan andai kata saudara yang

telah meninggal punya keluarga juga dianggap saudaranya, jadi karena ini sifatnya

persaudaraan sampai nanti di alam kubur itu keluarganya masih menjadi saudara”

(Wawancara, 06 Maret 2017).

Dapat disimpulkan bahwa, kontinuitas pola tingkah laku dari

mengutamakan rasa persaudaraan seperti menjalankan sumpah yang sudah

diucapkan secara sungguh-sungguh, samat-sinamatan, syiar ilmu Setia Hati dalam

kebaikan, saling menghormati, saling menjaga, semua itu sifatnya permanen.

Pemutus persaudaraan bilamana meninggal dunia, namun hubungan dengan

keluarganya masih berlangsung terus, bahkan keluarganya masih menjadi saudara.

6. Adat-Istiadat Sistem Norma Persaudaraan Setia Hati Winongo

Adat istiadat sistem norma adalah aturan-aturan khas yang mengatur pola

tingkah laku warganya. Dalam suatu komunitas, kelompok, atau perkumpulan,

harus memiliki aturan-aturan tersebut. Begitu juga di dalam Persaudaraan Setia

Hati Winongo.

Menurut pendapat Bapak Agus Wiyono, “Norma ya, dalam hal ini kita

mendidik secara rohani, di dalam ajaran Setia Hati itu yang pertama kali diisi

rohani, di sinilah akan diisi kerohanian dalam arti dari segi keagamaan sesuai

dengan keyakinan melalui kecer, kecer itu pemberian ilmu secara rohani nah itu

yang terakhir yaitu membaca sumpah, kalau secara jasmani, saudara silahkan
49

berlatih semaksimal mungkin, semampu mungkin, dan ilmu di dalam ajaran Setia

Hati itu tidak akan dijual belikan nah ingin menjadi saudaran itu harus memenuhi

prasyaratan, pertama mengajukan surat izin permohonan ingin menjadi saudara

Setia Hati, kedua surat izin dari kedua orang tua apabila yang bersangkutan masih

pelajar atau mahasiswa, yang ketiga memperkenalkan diri kepada saudara-saudara

tua dari Setia Hati dan yang keempat itu harus mengikuti kecer, baru sah menjadi

saudara Setia Hati” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Ditambah oleh pendapat Bapak Sugeng, “Tidak ada aturan pakem, kalau

menjadi calon saudara Setia Hati Winongo harus memenuhi syarat minimal usia

17 tahun, harus mengandidat atau mencari tanda tangan saudara tua di wilayahnya

masing-masing, tujuannya mendapat informasi tentang Setia Hati, setelah menjadi

insan Setia Hati Winongo rambu-rambunya yaitu sumpah” (Wawancara, 28

Februari 2017). Soewarno (1994:111) menjelaskan bahwa.

Untuk mencapai maksud dan tujuan: setiap keluarga besar


Persaudaraan “Setia-Hati” yang selanjutnya disebut saudara dengan
istilah Saudara, harus mengamalkan dan mengamankan ajaran-
ajaran ke “S-H” an yang betul-betul harus dijaga kemurniannya
serta kelestariannya. Tidak mengingkari janji atau melanggar
sumpah yang telah diucapkan kepada Tuhan semasa masuk menjadi
saudara. Dengan demikian usaha ketenagaan, keamanan,
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir bathin di dunia dan di akhirat.
Insya Allah akan dapat tercapai.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dan penelaahan dokumen dapat

disimpulkan bahwa dalam Persaudaraan Setia Hati Winongo terdapat sistem

norma yang mengatur warganya. Seperti halnya saat melakukan pendaftaran

menjadi calon saudara, minimal berumur 17 tahun atau sudah akil baliq, mereka

harus mengajukan surat izin permohonan ingin menjadi saudara Setia Hati, kedua

surat izin dari kedua orang tua apabila yang bersangkutan masih pelajar atau
50

mahasiswa, yang ketiga memperkenalkan diri kepada saudara-saudara tua dari

Setia Hati dan yang keempat itu harus mengikuti kecer. Setelah menjadi saudara

rambu-rambunya yaitu sumpah atau janji yang sudah diucapkan dirinya sendiri

kepada Tuhan.

Menjalankan sumpah yang telah di ucapkan sangatlah penting untuk insan

pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo, karena dengan menjalankan sumpah

akan tercapainya maksud dan tujuan dari Setia Hati yaitu ketenagaan, keamanan,

kesejahteraan dan kebahagiaan lahir bathin di dunia dan di akhirat.

7. Identitas Sosisal Persaudaraan Setia Hati Winongo

Identitas sosial adalah ciri-ciri atau tanda pengenal bahwa suatu kesatuan

manusia itu merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatua-kesatuan

manusia lainya. Persaudaraan Setia Hati Winongo memiliki identitas sosial

sebagai tanda pengenal bahwa mereka adalah insan pesilat dari Persaudaraan Setia

Hati Winongo, menurut pendapat dari Saudara Persaudaraan Setia Hati Winongo

yaitu Mas Bagus berpendapat, “Ada di sabuk, berupa selendang bewarna kuning

terus ada lambangnya Persaudaraan Setia Hati Winongo, terus ada di seragamnya

juga ada, mungkin setahu saya itu saja” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Bapak Sugeng, “Ada! secara

keorganisasian berupa seragam, atribut resmi, sabuk bewarna kuning dengan

Persaudaraan Setia Hati Winongo”(Wawancara, 06 Maret 2017). Menurut mas

bagus, “Ada di sabuk, berupa selendang bewarna kuning terus ada lambangnya

Setia Hati Winongo, terus ada di seragamnya juga ada, mungkin setahu saya itu

saja” (Wawancara, 28 Februari 2017).


51

Ditambah pendapat dari insan pesilat, Mas Imam berpendapat, “Kalau di

Setia Hati Winongo itu simbulnya mas, kan berbeda dari perguruan lain, visi-

misinya juga berbeda, dan sabuknya bewarna kuning” (Wawancara, 28 Februari

2017).

Gambar. 4.3 Lambang Persaudaraan Setia Hati Winongo Dan Dipakai


Sebagai Badge (Sumber: Soewarno, 1994:103)

Berdasarkan informan tersebut, bahwa insan Pesilat Persaudaraan Setia

Hati Winongo memiliki identitas sosial sendiri, untuk membedakan bahwa mereka

dari Persaudaraan Setia Hati Winongo atau perguruan lainnya. Identitas sosial

terletak pada atribut yang dikenakan berupa bed, sabuk bewarna kuning, dan visi-

misi.

8. Lokasi Kesadaran Wilayah Persaudaraan Setia Hati Winongo

Lokasi kesadaran wilayah adalah tempat di mana suatu kesatuan hidup

manusia tinggal. Keberadaan insan Pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo

tersebar di berbagai pelosok Negara, menurut pendapat Bapak Agus Wiyono, “Ya

di seluruh Indonesia, juga di negeri Belanda juga ada bahkan yang paling banyak

di daerah Asian sendiri terutama yang dibawa saudara-saudara yang saat ini

menjadi TKI” (Wawancara, 06 Maret 2017).


52

Menurut Bapak Sugeng, “Di mana saja, sekarang ini sudah berkembang di

muka bumi khususnya di Indonesia, bahkan sudah sampai keluar negeri, seperti

Belanda, Jepang, Korea, dan lain lain” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa Persaudaraan

Setia Hati Winongo tersebar di berbagai daerah di Indonesia khususnya, dan di

berbagai Negara.

9. Organisasi Adat Persaudaraan Setia Hati Winongo

Organisasi adat adalah organisasi yang tidak dibentuk dengan sengaja,

tetapi telah terbentuk karena ikatan alamiah dan ikatan keturunan yang mengikat

warganya dengan adat-istiadat dan sistem norma yang sejak dulu telah tumbuh

dengan seolah-olah tidak disengaja.

Menurut pendapat Bapak Sugeng, “Kalau itu tidak ada mas” (Wawancara,

28 Februari 2017). Ditambah menurut pendapat Bapak Agus Wiyono, “Setia Hati

itu yang wajib menjadi pedoman, ada enam perkara pokok, yang pertama adalah

persatuan, persamaan, persaudaraan, kemerdekaan, tolong menolong bantu

membantu, dan asas musyawarah, jadi yang dikatakan persatuan itu adalah guyub

rukun antara saudara dengan saudara, tidak hanya dalam ucapan saja, tapi benar-

benar dijiwai rasa setia di dalam hati, sehingga akan menambah kekuatan yang

senantiasa mendapat petunjuk dan bimbingan dari Yang Maha Kuasa. La rasa

persasamaan dari Persaudaraan Setia Hati ini tidak pernah membeda-bedakan

antara saudara, atau umat baik itu yang kaya atau miskin, baik itu yang

berpendidikan atau buta huruf, yang berpangkat tinggi atau berpangkat rendah,

sebab bagi Tuhan semua manusia itu sama saja yang membedakan adalah iman

dan akhlaknya, yang bertakwa itulah yang mendapatkan keridhoan Tuhan. Dan
53

persaudaraan tadi sudah dijelaskan bahwa persaudaraan adalah hubungan batin

dan saling pengertian yang mendalam, tidak saling menghianati antara saudara

dengan saudara setiap saat ingat akan sumpahnya yang telah diucapkan dirinya

sendiri, dan saling menjaga dalam hal jiwa sosial. Kemudian yang keempat

kemerdekaan saudara Setia Hati sendiri tidak perlu mempunyai rasa was-was atau

rasa ketakutan, kita dalam hal ini bebas bertindak secara lahir maupun batin, akan

tetapi janganlah melanggar hukum yang berlaku, tidak perlu ragu-ragu, ketakutan

dan tetap membela mempertahankan kesucian dan tetap memayu hayuning

bawono. Yang kelima yaitu tolog menolong, bantu-membantu tapi dalam

kebaikan, janganlah kalian itu tolong menolong, bantu membantu dalam

penyelewangan atau kemunkaran. Jadi dalam ajaran Setia Hati itu perlu dipahami

ada Tat Twam Asi (menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan

menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri), Heb Uw Naasten Lief Gelijk

U Zelven (sesama manusia harus dicintai sebagaimana mencintai pada diri

sendiri), Kembang Tepus Kaki (kalau dicubit terasa sakit jangan mencubit orang

lain). kemudian yang keenam itu ada asas musyawarah, bila dipandang perlu

segera diadakan musyawarah, hendaknya sebelum musyawarah kita bersama-

sama memohon petunjuk kepada Tuhan, dengan sholat istiqarah dulu, sebab apa?

Setelah sholat istiqarah sebelum musyawarah tidak akan orang itu merasakan rugi,

dan tidak akan timbul kekecewaan dikemudian hari bila musyawarah itu

sebelumnya dilakukan istiqarah, tapi ingat bahwa berbuat baiklah sebagaimana

Tuhan telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah membuat kerusakan di muka

bumi, karena Allah pun tidak suka orang yang membuat kerusakan, terhadap apa

saja” (Wawancara, 06 Maret 2017).


54

Berdasarkan wawancara dari beberapa informan tersebut dapat dijelaskan

bahwa, di dalam Persaudaraan Setia Hati Winongo tidak ada ikatan keturunan

untuk menjadi anggota. Karena dalam Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri

tidak pernah membeda-bedakan antara saudara, atau umat baik itu yang kaya atau

miskin, baik itu yang berpendidikan atau buta huruf, yang berpangkat tinggi atau

berpangkat rendah.

10. Organisasi Buatan Persaudaraan Setia Hati Winongo

Organisasi buatan adalah organisasi yang dibentuk dengan sengaja

sehingga aturan-aturan dan sistem norma yang mengikat anggotanya juga disusun

dengan sengaja. Sesuai dengan pengertian di atas menurut Ketua Umum

Persaudaraan Setia Hati Winongo, Bapak Agus Wiyono berpendapat, “Ada, itu

kalau di sini adalah pusat, ada wilayah itu seperti DKI disebut Jabodetabek

(Jakarta, Bogor, Depok, Taggerang, Bekasi) di situ ada ketua wilayahnya terdapat

di Jakarta, kemudian wilayah itu membawai cabang, kemudian tingkat cabang,

cabang itu bisa dikatakan tingkat daerah di mana itu di Kota atau di Kabupaten,

kemudian kalau Kecamatan itu ada tingkat ranting, kalau di Desa atau Kelurahan

ada sub ranting” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Ditambah pendapat dari salah satu sesepuh Persaudaraan Setia Hati

Winongo, Bapak Sugeng berpendapat, “Ada, karena di seluruh Kabupaten

disebut cabang, turun ke Kecamatan yaitu ranting, turun ke Desa disebut sub

ranting” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam

Persaudaraan Setia Hati Winongo terdapat organisasi buatan, yang berada di


55

Pusat, Wilayah, kemudian Kabupaten, Kecamatan, dan Desa dengan dibentuknya

cabang, sub ranting dan ranting.

11. Sistem Pimpinan Persaudaraan Setia Hati Winongo

Syarat ikatan suatu komunitas, kelompok, atau perkumpulan adalah sistem

pimpinan. Adanya sistem pimpinan di dalam Persaudaraan Setia Hati Winongo

dan bagaimana bentuknya? Berikut ini hasil wawancara dari beberapa informan.

Menurut Bapak Agus Wiyono, “Ada, itu Pengasuh atau ketua umum kalau

di pusat ya, skretaris, bendahara, dan seksi-seksi yang lain. Demikian juga di

tingkat wilayah atau cabang itupun juga sama, kemudian di tingkat ranting atau

Kecamatan dan sub ranting di Desa itu sama saja” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Bapak Sugeng berpendapat sistem pimpinan di dalam Persaudaraan Setia Hati

Winongo sebagai berikut, “Ada, karena diseluruh Kabupaten disebut cabang,

turun ke Kecamatan yaitu ranting, turun ke Desa disebut sub ranting”

(Wawancara, 28 Februari 2017).

C. Upaya Pemberdayaan Insan Pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo

1. Keberadaan Persaudaraan Setia Hati Winongo di Lingkungan

Masyarakat.

Jumlah insan Pesilat dari Persaudaraan Setia Hati Winongo cukup banyak,

Sampai bulan Maret 2017 sendiri sudah mencapai lebih dari satu juta anggota,

yang tersebar diberbagai pelosok Negeri, bahkan sudah sampai ke Negara

Belanda, Jepang, Korea, Malaisya, dan lain-lain. Persaudaraan Setia Hati

Winongo dalam kenyataannya telah menjadi pilihan dari beberapa orang sebagai

wadah belajar Pencak Silat, dan Persaudaraan Setia Hati Winongo ini telah
56

diterima di tengah-tengah masyarakat umum, berbaur menjadi satu dengan

perguruan pencak silat yang lainya.

a. Pendapat Masyarakat

Beberapa masyarakat memberikan pendapat tentang Persaudaraan Setia

Hati Winongo yang ada di lingkungannya, seperti pendapat Bapak Sutopo, “Itu

sangat positif, positifnya itu sebagai wadah anak muda terutama melatih kesehatan

mental, dan untuk kesehatan sosial” (Wawancara, 01 Maret 2017). Ditambah

anggota masyarakat yang lainya, menurut Mas Indra, “Sebenarnya tau nggk nya

sih saya kurang tau, untuk kegiatan latihannya atau apa saya kurang tahu,

keponakan saya sendiri sih juga ikut, untuk masalah rohani, spiritual, dan fisik sih

juga oke buat para generasi muda” (Wawancara, 01 Maret 2017). Menurut

pendapat Bapak Harris, “Kalau pendapat saya tentang pencak silat Persaudaraan

Setia Hati Winongo boleh dikatakan aman dan baik, udah gitu aja” (Wawancara,

01 Maret 2017).

Tanggapan masyarakat sendiri dilihat dari keadaan sebenarnya di

lapangan, bagaimana proses dari insan Pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo

mentaati norma yang ada di masyarakat. Bapak Sutopo berpendapat, “Untuk

Pesilat Winongo, menurut pendapat saya sih sudah baik, ya 75% lah”

(Wawancara, 01 Maret 2017). Ditambah oleh pendapat Bapak Harris, “Kalau

menurut saya banyak sekali dan bermanfaat bagi masyarakat dan juga sudah patuh

dan taat dalam aturan organisasi Persaudaraan Setia Hati Winongo. Sudah

mentaati mas” (Wawancara, 01 Maret 2017).

Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Persaudaraan Setia Hati

Winongo menurut Bapak Agus Wiyono selaku Ketua Umum menyampaikan


57

bahwa “Kegiatan secara rutin jelas itu latihan, mungkin juga sosial, dalam hal ini

seperti bakti sosial, menyumbangkan darah, dan kalau kegiatan rutin setiap tahun

ya Suran Agung dan Halal Bihalal” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Masyarakat memberikan tanggapan mengenai kegiatan yang dilakukan

oleh Persaudaraan Setia Hati Winongo yang ada di lingkungannya. Bapak Sutopo

berpendapat, “Itu saya juga mendukung dan tidak merasa dirugikan, saya sangat

mendukung” (Wawancara, 01 Maret 2017). Menurut pendapat Mas Indra, “Itu

menurut saya sangat positif, soalnya itu ajang silaturahmi sebenarnya,

mengumpulkan teman-teman yang lain yang misalnya ikut tambah teman,

tambah pengalaman, olahraga juga sih, yang penting itu mempererat tali

silaturahmi” (Wawancara, 01 Maret 2017).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan, mengenai

keberadaan Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda Madiun di lingkungan

masyarakat. Bahwa insan pesilat dari Persaudaraan Setia Hati Winongo sudah

mematuhi norma atau adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Masyarakat pun

menerima baik keberadaan Persaudaraan Setia Hati Winongo di lingkungannya,

dengan adanya Pencak Silat tersebut dapat menjadi wadah bagi anak muda untuk

melatih kesehatan mental, kesehatan sosial, kerohanian dan fisik. Masyarakat

memberikan tanggapan positif dan juga mendukung bentuk kegiatan yang

dilakukan Persaudaraan Setia Hati Winongo di lingkungannya, serta tidak merasa

dirugikan.

b. Dampak Positif Dan Negatif di Lingkungan


58

Namun tidak dipungkiri dengan banyaknya insan pesilat di Persaudaraan

Setia Hati Winongo dan mengikuti kegiatan yang dilaksanakan di Perguruan

tersebut, pasti ada dampak positif dan negatifnya di masyarakat. Menurut Bapak

Sutopo, “Dampak positifnya di lingkungan ini, ya sebagai hubungan anak muda

dalam perkumpulan pemuda, untuk negatifnya kadang-kadang ada yang salah

paham bisa menimbulkan hal-hal yang tidak baik, seperti perkelahian”

(Wawancara, 01 Maret 2017). Bapak Harris berpendapat “Dampak positif untuk

lingkungan bagus mas, banyak masyarakat yang jualan di sekitar tempat Pusat

Persaudaraan Setia Hati Winongo, jualan makanan jualan baju juga mas. Kalau

dampak negatifnya itu tadi kalau ada mereka-mereka yang menerjang alur-alur

yang terlarang akan dikenakan sanksi” (Wawancara, 01 Maret 2017).

Menurut Ketua Umum Pusat Persaudaraan Setia Hati Winongo, Bapak

Agus Wiyono berpendapat, “Tentunya pasti ada, kalau positifnya kita mendidik

dengan cara, satu mendidik putra-putri agar bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa. Yang kedua mendidik putra-putri agar berbakti kepada kedua orang tua, yang

ketiga mendidik putra-putri taat kepada pemerintah dan setia kepada Bangsa.

Negatifnya, anak sekarang ini karena belum memahami hal itu bisa seperti

keangkuhannya, tapi kita selalu mendidik agar tidak seperti itu, nilai

kesombongan pasti ada, terutama generasi muda yang belum paham masalah ke

Setia Hati-an, mungkin bisa berpakaian seperti kaos bertuliskan Setia Hati, itu

negatif! Kalau seperti itu akan rawan pergesekan, ini negatifnya mungkin ini

harus segera diberitahukan, sehingga nanti namanya orang Setia Hati itu

membentuk pribadi-pribadi yang bersusila mulia, bertakwa kepada Tuhan, berbudi


59

pekerti luhur, kalau sudah tahu makna itu insyAllah tidak akan berbuat neko-

neko” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Adanya dampak negatif tersebut disadari juga oleh insan pesilat yang

mengikuti Persaudaraan Setia Hati Winongo. Menurut salah satu insan pesilat

yaitu Mas Bagus berpendapat “Menurut pribadi saya pernah mas, ya namanya

kerusuhan, keramaian antara organisasi itu pasti ada, itu paling yang memicu itu

oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang saya ketahui” (Wawancara, 28

Februari 2017). Ditambah oleh pengakuan Mas Imam selaku insan pesilat di

Persaudaraan Setia Hati Winongo, “Kalau ajarannya Persaudaraan Setia Hati

Winongo nggak ada yang jelek menurut saya, tergantung manusianya sendiri.

Mungkin orang-orang itu terlalu fanatik dan terpancing emosinya” (Wawancara,

28 Februari 2017).

Mengenai kerusuhan atau perkelahian yang terjadi menyangkut insan

pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo ditanggapi oleh beberapa subjek

penelitian mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut,

mulai dari Ketua Umum dan sesepuh dari Persaudaraan Setia Hati Winongo, serta

insan pesilat di Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri. Menurut Ketua Umum

yaitu Bapak Agus Wiyono berpendapat, “Dalam hal ini yang disalahkan ya ketua

umum, dalam hal ini dalam hal apa dulu, kalau dalam hal pelajaran, oke kita patut

disalahkan. Umpama dalam hal satu dengan yang lain mencari solusi terbaik,

seperti itu” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Pendapat dari sesepuh Persaudaraan Setia Hati Winongo, Bapak Sugeng

berpendapat, “Insanya! karena ajarannya tidak diperbolehkan untuk berbuat

kerusuhan. Ada salah satu sumpah bahwa Insan Persaudaraan Setia Hati Winongo
60

tidak boleh mendahului salah dengan siapapun juga baik itu sesama saudara atau

orang lain. Bahwasannya di Persaudaraan Setia Hati Winongo diajarkan prilaku

Ngalih, Ngalah, Ngabekti” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Menurut pendapat Mas Bagus “Yang disalahkan bukan perguruannya tapi

insannya mungkin ada yang bikin kerusuhan atau apa-apa itu mungkin insannya

yang harus dicari, setelah itu dibimbing atau gimana biar tidak terjadi kerusuhan

dan keributan” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kegiatan

yang dilakukan Persaudaraan Setia Hati Winongo pernah terjadi kerusuhan dan

perkelahian. Timbulnya perkelahian didasari banyak faktor yang diantaranya

adalah emosi yang labil, dipengaruhi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung

jawab, dan kurang pahamnya tentang ajaraan Setia Hati. Dalam ajaran

Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri tidak dibenarkan untuk melakukan

perkelahian atau kerusuhan namun masih ada insan pesilat yang belum

mengamalkan ajaran tersebut. Hal ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan

dengan upaya pemberdayaan atau pembinaan yang dilakukan oleh pihak-pihak

dari Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri dan dari pihak luar, seperti aparat

keamanan dan masyarakat.

c. Kelancaran Dalam Kegiatan

Kelancaran kegiatan di Persaudaraan Setia Hati Winongo tidak lepas dari

peran aktif pihak panitia penyelenggara dan aparat keamanan. Adanya kerja sama

antara pihak Persaudaraan Setia Hati Winongo dengan pihak keamanan seperti

yang dijelaskan oleh Bapak Sutowo selaku KASAT BINMAS Polres Madiun

Kota, “Setiap tahun mas, pelibatan anggota yang melaksanakan pengamanan


61

seluruh anggota Polres Madiun Kota dari tingkat Kapolres sampai bawah pada

pelaksanaan kegiatan Suran Agung maupun Halalbihalal, sejak saya ditempatkan

di sini hingga sekarang, pelaksanaan keamanaan itu mulai dari Kapolres hingga

tingkat bawah, setiap kegiatan Suran Agung yang dilaksanakan pencak silat

Persaudaraan Setia Hati Winongo yaitu kegiatan Suran Agung dan Halalbihalal,

itu pelibatan pengamanan di samping anggota Polres Madiun Kota dibantu oleh

TNI dan dari Brimob dan Polres yang terdekat” (Wawancara, 23 Maret 2017).

Diperkuat oleh pernyataan Anggota Polri SAT BINMAS Polres Ponorogo, Bapak

Luhur menyatakan, “Sering mas, dalam acara Suran Agung tadi dan acara Halal

Bihalal” (Wawancara, 15 Maret 2017).

Upaya yang dilakukan untuk kelancaran kegiatan baik itu sebelum, saat

kegiatan dan sesudah kegiatan dari pihak Persaudaraan Setia Hati Winongo

sendiri dijelaskan oleh Bapak Wiyono selaku Ketua Umum sebagai berikut “Satu

kita memanggil salah satu perwakilan cabang, dengan melalui musyawarah,

bahkan ini bukan musyawarah secara internal Setia Hati sendiri kita juga

kordinasi dengan pihak aparat keamanan, jadi selalu kordinasi diadakan rakor-

rakor seperti itu, sehingga apa yang kita rencanakan berjalan dengan lancar.

Kemudian tetap ada kordinasi antara Persaudaraan Setia Hati Winongo dengan

aparat keamanan, yaitu Polres” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Sedangkan upaya aparat keamanan (Polri) untuk kelancaran kegiatan

sebagai berikut, Bapak Sutowo menjelaskan “Ya, jadi sebelum pelaksanaan

biasannya dia mengundang dari pihak kepolisian seperti tadi oleh Kasat

mengadakan rakor untuk pengamanan mungkin membicarakan kegiatannya dan

sistem pengamannya. Jadi pra sebelum dan sesudah itu kita melakukan
62

pertemuan. Jadi pra bagaimana cara pengamannya bagaiamana kegiatannya

kemudian sesudahnya itu evaluasi” (Wawancara, 23 Maret 2017).

Menurut Bapak Luhur, “Yang pertama melaksanakan rapat kordinasi

dengan pengurus atau panitia, kemudian deteksi dini tentang kerusuhan yang

timbul, kemudian pengawalan dalam kegiatan dari awal kegiatan sampai akhir

kegiatan, yang terakhir evaluasi bersama panitia atau pengurus. (Wawancara, 15

Maret 2017).

Kerjasama untuk pembagian keamanan dari pihak Persaudaraan Setia Hati

Winongo maupun aparat keamanan (Polri) dijelaskan oleh Bapak Sutowo sebagai

berikut “Ya jadi kegiatan biasanya kita memberikan saran kepada mereka untuk

membentuk Satgas, jadi biasanya seperti tahun-tahun sebelumnya, Persaudaraan

Setia Hati Winongo melakukan kegiatan biasanya Satgas dari pihak Persaudaraan

Setia Hati Winongo dan Satgas dari pihak Setia Hati Terate di libatkan, jadi kalau

Persaudaraan Setia Hati Winongo punya gawe Satgas dari Setia Hati Terate yang

dinamakan Pamter yaitu pengamanan Terate itu tugasnya pada tempat atau lokasi

yang menjadi wilayahnya Terate, jadi pihak Terate atau Satgas Terate ditempatkan

di wilayahnya masing-masing, sedangkan Satgasnya Persaudaraan Setia Hati

Winongo yang punya gawe mengamankan warga yang ikut kegiatan tersebut. Jadi

masing-masing satgas itu meredam warganya masing-masing. Pokonya saling

menghormati satu sama lain” (Wawancara, 23 Maret 2017).

Menurut hasil wawancara tersebut disimpulkan bahwa disetiap kegiatan

dari Persaudaraan Setia Hati Winongo baik itu kegiatan Suran Agung dan

Halalbihalal atau yang lainnya, tetap ada kerjasama antara aparat keamanan mulai

dari Polres, TNI, Brimob dan Satgas dari Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri
63

dan Satgas dari Perguruan lain. Upaya keamanan sebelum, saat, dan sesudah

kegiatan antara lain yaitu musyawarah secara internal oleh pihak Persaudaraan

Setia Hati Winongo, kemudian kordinasi dengan aparat keamanan untuk

mengadakan rakor, membicarakan kegiatannya dan sistem pengamannya,

kemudian deteksi dini tentang kerusuhan yang timbul, kemudian pengawalan dari

awal kegiatan sampai akhir kegiatan, yang terakhir evaluasi. Pembagian

keamanan tidak lepas dari Satgas Perguruan pencak silat lain, yang berfungsi

mengamankan wilayah sesuai basis Perguruan itu sendiri, sedangkan Satgas dari

Persaudaraan Setia Hati Winongo mengamankan warganya yang ikut kegiatan

tersebut.

d. Saran-Saran Dari Masyarakat

Saran dari beberapa subjek penelitian untuk kemajuan olahraga Pencak

Silat dan untuk Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda Madiun adalah

sebagai berikut, menurut masyarakat umum, dari Bapak Sutopo berpendapat,

“Saran saya ya untuk peningkatan sarana dan prasarana, dan lebih ditingkatkan

kemajuan organsiasi pencak silat Persaudaraan Setia Hati Winongo. Tambahan

sedikit untuk kegiatan kegiatan akbar, usahakan saling menjaga masing-masing

demi keamanan tidak menjurus ke tindak kriminal dan berurusan dengan aparat

keamanan” (Wawancara, 01 Maret 2017).

Bapak Harris berpendapat “Kalau ke depannya saya menganjurkan,

ketulusan hati nurani, ketulusan dalam diri pribadi jangan sampai disalah gunakan

untuk, misalnya di luar dugaan yang kita tidak inginkan kita harus mentaati aturan

dan leluhur kita, kita sarankan Persaudaraan Setia Hati Winongo berkembang

dengan alur hati nurani, baik, jujur, dan gitu aja” (Wawancara, 01 Maret 2017).
64

Mas Bagus berpendaat “Untuk kedepannya itu mungkin supaya lebih baik

lagi tidak terpancing kerusuhan atau bikin onar, ya sebaiknya menjagalah sikap

dan sopan santun ini dari pribadi masing-masing supaya bisa terjalin ketertiban

dan keamanan” (Wawancara, 28 Februari 2017).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa masukan

atau saran dari anggota masyarakat untuk kemajuan olah raga pencak silat dan

kemajuan Persaudaraan Setia Hati Winongo adalah untuk meningkatkan sarana

dan prasarana, dalam kegiatan yang dilakukan menjaga antara insan pesilat

dengan masyarakat dan tidak terpancing kerusuhan tetap menjaga sikap, ketulusan

pribadi tetap harus di asah, jangan disalah gunakan.

2. Upaya Pemberdayaan Untuk Insan Pesilat Persaudaraan Setia Hati

Winongo

Persaudaraan Setia Hati Winongo telah diterima dengan baik di tengah-

tengah lingkungan masyarakat, perguruan pencak silat tersebut telah memberikan

wadah bagi anak muda khususnya untuk belajar melatih kesehatan mental,

kesehatan sosial, kerohanian dan fisik. Dalam mempertahankan kepercayaan

masyarakat tersebut, dan untuk meminimalisir tindakan kriminal atau kerusuhan

yang menyangkut insan Persaudaran Persaudaraan Setia Hati Winongo serta untuk

keberlangsungan hubungan yang harmonis sesama manusia, perlu adanya upaya

pemberdayaan baik dari internal maupun external. Upaya pemberdayaan di sini

dilakukan oleh pihak Persaudaraan Setia Hati Winongo sendiri, aparat keamanan

dan oleh masyarakat.

Menurut pendapat Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Winongo yaitu

Bapak Agus Wiyono berpendapat, “Ini kita tetap selalu dan selalu menggembleng
65

jauh-jauh hari ini bukan sekedar dalam ucapan namun harus dilakukan, jadi

mengamalkan ajaran ini apabila telah memahaminya, ini ada wejangan dari

Almarhum beliau R. Djimat Hendro Soewarno bahwa ilmu Setia Hati ini yang

kita pelajari sekalipun kita mengerti, sekalipun kita memahami akan tetapi

menyimpang dalam pengamalannya Setia Hati ini akan hancur, terlebih sama

sekali tidak memahami maka semakin lama Setia Hati itu akan punah, dengan

jalan seperti inilah setiap latihan harus ada pembinaan secara kerohanian sehingga

tidak menyimpang, jadi antara jasmani dan rokhani harus seimbang” (Wawancara,

06 Maret 2017).

Pembinaan yang dimaksud dijelaskan oleh Bapak Agus Wiyono sebagai

berikut “Dalam arti pembinaan secara ke S-H an, ke S-H an itu luas, bisa secara

jasmani dan secara rohani, tapi di setiap pelatihan ada pembinaan pelatihan,

pelatihan ini secara jasmani juga secara fisik sehingga badan ini menjadi sehat,

dan secara rohani bagaimana kita itu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa jadi

tidak ada lagi yang lain, di sini jelas MENS SANA IN CORPORE SANO - AMAR

MA’RUF NAHI MUNKAR kalau kita ini diartikan bahwa jiwa yang sehat

terdapat pada tubuh yang kuat, akan tetapi apakah tubuh kita kuat pasti jiwa kita

sehat, belum tentu! Maka kita harus melaksanakan perintah-perintahNya dan

meninggalkan segala yang menjadi larangan-Nya” (Wawancara, 06 Maret 2017).

Upaya pemberdayaan bagi insan pesilat juga dilakukan oleh aparat

keamanan dari Polres Madiun Kota. Menurut KASAT BINMAS Polres Madiun

Kota, Bapak Sutowo menyampaikan bahwa “Nah ini dari sekian lama ini, sudah

muncul ide-ide dari Pemerintah khususnya Pemerintah daerah melalui pak camat

yaitu pesilat di Madiun ini sudah diberdayakan melalui kegiatan siskampling,


66

seperti di wilayah Taman sudah dicanangkan pos kampling terpadu artinya disitu

itu ada masayarakat umum gabungan dengan pencak silat yang ada di wilayahnya,

di Kecamatan-kecamatan ini sudah dibentuk juga paguyuban pencak silat tingkat

ranting atau tingkat Kecamatan antara Kecamatan satu dengan yang lain tidak

sama jumlah perguruan yang ada, seperti di Taman mungkin ada sekitar sembilan

sampai sepuluh perguruan, tapi di Kecamatan lain belum tentu sama jumlahnya

karena apa pembentukan paguyuban tingkat ranting itu kadang di situ ada kadang

di tempat lain itu tidak ada” (Wawancara, 23 Maret 2017).

Adapun upaya pembinaan lain yang dijelaskan oleh KASAT BINMAS,

Bapak Sutowo menyampaikan bahwa “Ada di sini mas di Polres Madiun Kota ini

antara tahun 2013-2014 oleh Bapak Kapolres pimpinan waktu itu, mencari solusi

bagaimana supaya kegiatan dibulan Suro itu tidak terjadi lagi tawuran atau

kerusuhan antar perguruan, maka dibentuklah atau dibuatkanlah kegiatan

sarahsehan sekaligus membentuk paguyuban pencak silat dan pencanangan

Madiun kampung pesilat, adanya kegiatan atau pencanangan tersebut dalam

tempo 5 tahun kebelakang ini sudah ada manfaatnya, sudah ada faedahnya bahwa

setelah terbentuknya paguyuban pencak silat dan pertemuan rutin setiap bulan

oleh ke-11 Perguruan kegiatan atau kasus-kasus tawuran atau kerusuhan antar

Perguruan itu sudah tidak ada lagi. Apalagi kegiatan pertemuan paguyuban ini

rutin, di samping pembinaan-pembinaan secara per-perguruan di samping sebelas

perguruan itu kita ada kesempatan, dan ada kegiatan kita selalu berikan

pembinaan” (Wawancara, 23 Maret 2017). Berikut adalah salah satu contoh bukti

dari upaya pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Polres Madiun Kota.
67

Gambar 4.4 Bukti DVD Salah Satu Upaya Pemberdayaan Insan Pesilat
Sumber: (Sat Binmas Polres Madiun Kota)

Menurut penuturan Bapak Luhur untuk upaya pembinaan adalah sebagai

berikut “Ada, dalam bentuk Forum Komunikasi Pencak Silat dan Beladiri

(FKPSB) hal ini tentang menjaga kerukunan antara perguruan dan menggunakan

ilmu beladiri sesuai dengan aturan. Melalui kegiatan seperti kejuaraan pencak silat

contohnya ” (Wawancara, 15 Maret 2017).

Adanya pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak Persaudaraan Setia Hati

Winongo bersama pihak keamanan (Polri) berdampak positif bagi perkembangan

insan pesilat Persaudaraan Setia Hati Winongo dalam mentaati norma yang

berlaku di masyarakat. Seperti pernyataan KASAT BINMAS Polres Madiun

Kota, Bapak Sutowo menjelaskan “Nah jadi setelah itu tadi setelah kita seringnya

melakukan pertemuan dengan Paguyuban Pencak Silat artinya apa kita

menghimbau kepada tokoh-tokohnya khususnya ketua umum ini selalu

memberikan bimbingan dan menyampaikan apa maunya masyarakat, maunya

petugas pengamanan khususnya kepolisian dan khususnya kepada masyarakat

bahwa masyarakat ini dengan adanya perguruan pencak silat dan pencanangan

kampung pesilat di Kota Madiun ini seneng-seneng saja yang penting ya itu tadi
68

kalau melakukan kegiatan tidak mengganggu aktivitas masyarakat yang ada dan

alhamdulillah sampai saat ini tidak ada lagi kejadian yang seperti itu. Jadi sudah

menyadari dari warga-warga perguruan” (Wawancara, 23 Maret 2017).

Ditambah dari pernyataan Bapak Luhur selaku anggota Polri SAT

BINMAS Polres Ponorogo “Baik mas, sekarang sudah tidak ada lagi yang

membuat keributan atau kerusuhan setelah dibentuknya Forum Komunikasi

Pencak Silat dan Beladiri (FKPSB). Dengan diadakan FKPSB tersebut maka para

pesilat semakin mengerti dengan aturan dan norma yang berlaku sehingga

persetruan antara perguruan tidak terjadi lagi.” (Wawancara, 15 Maret 2017)

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu Setia Hati

yang dipelajari sekalipun dapat dimengerti, sekalipun dapat memahami akan

tetapi menyimpang dalam pengamalanya Setia Hati akan hancur, terlebih sama

sekali tidak memahami maka semakin lama Setia Hati itu akan punah. Upaya

pemberdayaan secara internal sendiri dilakukan dengan cara pembinaan secara ke

S-H an, yaitu pembinaan secara jasmani dan rohani. Keduanya harus seimbang.

Upaya pemberdayaan oleh aparat keamanan untuk para insan pesilat yaitu

dengan adanya kegiatan siskampling, di situ ada masayarakat umum gabungan

dengan insan pesilat yang ada di wilayah tersebut, kemudian dibentuknya

paguyuban pencak silat di setiap Kecamatan yaitu pertemuan rutin dengan

perguruan-perguruan lain kegiatan pokoknya adalah pembinaan-pembinaan secara

per-perguruan, sarahsehan sekaligus pencanangan Madiun kampung pesilat,

kemudian dibentuk Forum Komunikasi Pencak Silat dan Beladiri (FKPSB) hal

ini tentang menjaga kerukunan antar perguruan dan menggunakan ilmu beladiri

sesuai dengan aturan, kegiatan seperti diadakannya kejuaraan Pencak Silat.

Anda mungkin juga menyukai