Anda di halaman 1dari 6

BUKU PERINGATAN

PERSAUDARAAN SETIA HATI


1903 – 1963

Diberikan oleh : Bp. Rachmad Suronegoro


Untuk Sdr. Limonu Katili

TIDAK UNTUK UMUM


TIDAK UNTUK DIPERDAGANGKAN
KATA PENGANTAR

Sudah merupakan satu kelaziman – malahan dapatlah dipuji pula – bahwa sesuatu
perkumpulan, organisasi, perusahaan atau sekelompok manusia yang mengejar satu maksud
yang sama, setelah berdiri beberapa lama atau setelah bergabung beberapa lama, menerbitkan
sebuah buku peringatan yang antara lain memuat segala hal ikhwal yang berkait erat dengan
beridirinya itu. Pada pokoknya, dengan penerbitan itu diinginkan agar supaya semua pihak
yang mempunyai kepentingan dengan perkumpulan, organisasi, perusahaan atau kelompok
dan gabungan itu, mengetahui benar bagaimana kehidupannya – berdiri dan
perkembangannya – apakah ada kemajuan dan / atau kemunduran selama ia beridiri itu dan
apa yang menyebabkan maju-mundurnya itu dlsb. Menengok ke belakang sejenak, kadang-
kadang ada faedahnya pula.

Lebih-lebih bagi Persaudaraan SETIA HATI yang kini menjelang usia 60 tahun, terasa
keperluannya untuk segera membuat Buku Peringatan itu, bahkan usaha ke arah itu telah
dimulai semenjak tahun 1936 – yakni oleh Almarhum Saudara Munadji – kemudian
diteruskan oleh keputusan Suran pada tahun 1947, usaha-usaha mana senantiasa menemui
kegagalan, karena pelbagai hal, antara lain karena kekurangan bahan sumbangan dari para
Saudara dan soal keuangan.

Kemudian pada malam Musyawarah Perayaan Suran 1962, yakni pada hari Sabtu Legi
malam Ahad Pahing, tanggal 9 malam 10 Juni 1962, Saudara Roeslan Wiryosoemitro telah
memajukan sebuah naskah Buku Peringatan. Keputusan pembicaraan pada malam itu,
menghendaki agar supaya naskah tersebut diperbanyak dan selanjutnya dibagi-bagikan
kepada tempat-tempat di luar Madiun untuk dipelajari secara seksama dan di mana perlu
diadakan perubahan/tambahan. Selesai itu, supaya naskah yang telah ditinjau kembali itu,
segera mungkin dikembalikan kepada Madiun, di mana untuk keperluan yang khusus ini akan
dibentuk “Sidang Pengarang”. Sebagai tempat-tempat – di luar Madiun – yang ditunjuk oleh
Musyawaah Perayaan Suran 1962, ialah Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan
Malang. Waktu yang diberikan kepada tempat-tempat yang ditunjuk itu untuk menyelesaikan
tugasnya, ialah satu bulan terhitung mulai tanggal 16 Juni 1962 yang berarti bahwa tugas
tersebut berakhir pada tanggal 15 Juli 1962.

Selanjutnya, berdasarkan korespondensi yang berjalan antara “Badan Musyawarah


Persaudaraan Setia Hati Madiun” dan Jakarta, tugas menyusun Buku Peringatan tersebut
diserahkan oleh Madiun kepada Jakarta pada tanggal 20 Maret 1963.

Sesuai dengan pokok-pokok yang terurai di atas, Buku Peringatan ini semata-mata
diperuntukkan bagi para keluarga Persaudaraan SETIA HATI saja. Karenanya, ditulis dengan
dasar dan maksud serta tujuan sebagai berikut :

a. Dasar : Sebagai peringatan dan penghargaan para keluarga SETIA


HATI terhadap jasa-jasa Almarhum Bapak SETIA HATI,
ialah Ki Ngabehi Surodiwiryo, pencipta pencak-silat serta
ilmu kebatinan SETIA HATI..
Pencak-silat serta ilmu kebatinan ini dipergunakan oleh
beliau sebagai pedoman untuk mendirikan Persaudaraan
SETIA HATI.

b. Maksud dan Tujuan : Agar supaya hal-ikhwal Persaudaraan SETIA HATI


diketahui oleh para Saudara SETIA HATI beserta keluarga
nya masing-masing, terutama oleh para Saudara yang baru
masuk di kalangan Persaudaraan SETIA HATI, sesudah
wafatnya Ki Ngabehi Surodiwiryo pada hari Jum’at Legi
tanggal 10 November 1944 di Madiun dan agar Buku
Peringatan ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi para
Penerus Persaudaraan SETIA HATI.

Bahan-bahan yang dioleh itu diperoleh dari para Saudara SETIA HATI sendiri. Oleh
karena sepanjang kehidupan Persaudaraan SETIA HATI tidak pernah diadakan pencatatan
yang teratur terhadap peristiwa-peristiwa penting yang pernah dialaminya – memang
Persaudaraan SETIA HATI tidak dapat dipersamakan dengan organisasi/perkumpulan lainnya
yang mempunyai administrasi yang rapih dan tersusun baik – maka mula-mula “Sidang
Pengarang Madiun” berpengharapan akan mendapat bahan-bahan itu dari para Saudara di
semua tempat, namun kenyataannya hanya menerima bahan-bahan dari Saudara-saudara di
Malang dan dari Saudara Hadisoebroto di Madiun, sedangkan yang diterima dari Yogyakarta,
sebenarnya hanya merupakan pengolahan semata-mata dari naskah yang diajukan oleh
Saudara Roeslan Wiryosoemitro seperti juga yang diterima dari Jakarta.

Berkas yang disampaikan oleh “Badan Musyawarah Persaudaraan SETIA HATI


Madiun” kepada Jakarta, berisi bahan-bahan itu semua.

Panitia yang disusun di Jakarta mengisyafi benar, bahwa dari sekian “banyak” bahan
yang telah ada padanya, tidak semua dapat dipergunakan untuk dimasukkan dalam Buku
Peringatan itu, banyak yang harus ditinggalkan dan banyak pula dari naskah yang telah dibuat
terlebih dahulu oleh Saudara Roeslan Wiryosoemitro harus diubah ataupun ditambah. Dalam
menyusun Buku Peringatan ini, Panitia di Jakarta mengambil pedoman sebagai berikut :

a. Buku ini adalah eksklusif sekali. Sebagaimana telah diuraikan di muka, semata-mata
hanya diperuntukkan bagi para Saudara SETIA HATI saja beserta segenap
keluarganya, dus tidak untuk umum dan tidak untuk diperdagangkan.

b. Hal-hal yang telah kita ketahui bersama dan yang telah menjadi bagian pula yang
“intergreerend” dari ilmu kebatinan kita, seharusnya tidak perlu dimasukkan dalam
Buku Peringatan ini, misalnya mengenai uba-rampe selametan dan sebagainya, karena
itu memang tidak dimuat dalam Buku Peringatan ini.

c. Banyak kejadian yang sewaktu hidupnya dialami oleh Ki Ngabehi Surodiwiryo, tidak
perlu dicantumkan dalam Buku Peringatan ini, karena tidak sesuai dengan zaman
sekarang ini. Memang mungkin sekali bagi masyarakat dahulu yang masih terpecah-
belah, kejadian-kejadian itu dapat diikutsertakan dalam Buku Peringatan, namun
suasana Kemerdekaan Nasional yang tidak ingin diliputi hasrat kerukunan dan
persatuan serta kesatuan Nasional, fakta-fakta itu sangat ganjil sekali untuk
dirumuskan di sini.

d. Last but not least, alangkah baiknya apabila fakta-fakta yang disusun itu tidak
merupakan bahan-bahan pameran atau pun propaganda, sedikit-dikitnya jangan
sampai menimbulkan kesan keluar, seolah-olah karena begitu mendalam rasa cinta
kita kepada SETIA HATI, kita lantas mabok SETIA HATI dan menonjol-nonjolkan
diri serta menunjukkan kepada khalayak ramai keistimewaan SETIA HATI yang ke
semuanya itu sebetulnya merupakan satu larangan besar yang harus kita jauhkan dari
diri kita. Justru karena itulah, maka fakta-fakta yang dijelaskan di sini, hendaknya pula
telah tersaring begitu rupa, hingga merupakan fakta-fakta yang obyektif benar, lepas
dari segala segi propaganda yang negative.

Panitia Penyusun “Buku Peringatan Persaudaraan SETIA HATI di Jakarta dapat


mengumumkan di sini, bahwa isi Buku Peringatan itu telah disusun dengan dasar-dasar yang
dipedomankan .pada alinea di atas.

Semoga hasil karya Panitia di Jakarta itu dapat memuaskan para Saudara SETIA
HATI hendaknya. Selanjutnya, Panitia mengucapkan harapan pula, semoga para Saudara
SETIA HATI di mana pun berada, sukalah kiranya – senantiasa ingat akan sumpahnya, hidup
rukun dengan sesame umat manusia dan memperkembangkan terus cita-cita Persaudaraan
SETIA HATI, sambil mengharumkan nama SETIA HATI. Sesuai pula dengan cita-cita Bapak
SETIA HATI, yakni Ki Ngabehi Surodiwiryo almarhum.

Sudah selayaknya kiranya apabila dari tempat ini kita sekalian mengucapkan banyak-
banyak terima kasih terhadap kepada Almarhum Ki Ngabehi Surodiwiryo atas jasa-jasanya
terhadap diri kita putera-puteranya, karena sewaktu beliau masih hidup, telah sudi dan sempat
menurunkan kepada kita ajaran-ajaran lahir dan batin – sebagai hasil pengalaman beliau di
zaman yang silam – terutama mengenai “kaprawiran”, “ka-utamen” dan “kaluhuran budhi”
yang kesemuanya itu dalam anggapan kita semua tak ternilai harganya. Khusus dalam waktu
yang baru saja lampau yang penuh dengan kesulitan yang beraneka warna dan corak ragam
nya itu, ajaran-ajaran beliau sangat berguna sekali dalam memberi kepada kita pedoman,
keteguhan dan ketabahan hati, kepercayaan akan adanya keadilan, kemurahan dan kekuasaan
Allah SWT, hingga segenap putera-puteranya merasakan sebagai suatu kewajiban untuk
meneruskan ajaran-ajaran itu dengan ikut serta pula dalam usaha “memayu rahayuning
bawono”.

Amin – Amin – Amin Ya Robul ‘alamien.

Jakarta, 20 Mei 1963

Panitia Penyusun Buku Peringatan


Persaudaraan SETIA HATI
dr. Singgih Joyohusodho
S. Wignyomijoyo
Rakhmad Suronagoro
Nuriman
Sukoco
Pesan Joyosumarto
Brigjen Santoso SH.
Suwignyo Hadikusumo
NB. : Naskah diterima oleh Musyawarah Suran tahun 1963,
pada hari Minggu Legi tanggal 9 Juni 1963, pkl. 01.30
di Panti SETIA HATI di Winongo, Madiun
Diaturkan
Yth. Raden Rakhmad
Margoyudan I no.12,
Solo

Madiun, 28-09-1904
Wiyosipun pun Bapa kekalih ngaturaken kasugengan dumateng panjenengan sarimbit tuwin para
putra-putra sampun kirang satunggal punapa-punapa.
Kejawi saking punika pun Bapa kekalih matur kasuwun menggah peparing panjenengan sarimbit
sampun Bapa tampi ingkang kalayan bingahing manah ingkang suci lahir batos, rehning sapunika
kaleres dinten Lebaran Ariyadi 1875 sumonggo hanglanggengaken pasederekan esh. kepanggih lan
wilujeng.
Salam taklim pun Bapa-bapa lan asih,
Surodiwiryo
Winongo – Madiun.
BAB I
PENDAHULUAN

Untuk mengetahui apa yang mungkin akan terjadi nanti, alangkah bijaksananya,
apabila kita suka mempelajari dan mengerti apa yang sekarang sedang berjalan dan untuk juga
mengerti apa yang sekarang sedang berlangsung, ada baiknya apabila kita suka mempelajari
kejadian-kejadian yang tidak saja baru saja berlaku, akan tetapi pula sejarah yang sudah
bersilam lama. Juga bagi kita yang tergabung di dalam Persaudaraan SETIA HATI dalil ini
tidak merupakan suatu pengecualian pula, lebih-lebih jikalau kita ingin membuat suatu Buku
Peringatan yang mencakup satu masa yang lamanya lebih daripada setengah abad, dapatlah
kiranya dipertanggungjawabkan sepenuhnya, apabila kita menengok jauh lebih ke belakang
lagi daripada masa yang kita ingin teropong itu. Terutama kalau kita ingin mengetahui dan
mengerti sebanyak mungkin peri kehidupan/perbuatan/kelakuan dan alam pikiran seseorang,
sudah sewajarnyalah dan selayaknya pula apabila kita mengetahui pula tempat dan
lingkungan atau milieu dan “zaman” di waktu orang itu dilahirkan dan hidup seterusnya.
Kiranya begitu pula halnya terhadap Almarhum Ki Ngabehi Surodiwiryo yang nanti di Bab
lain ingin kita bentangkan pula Riwayat Hidupnya.

Zaman di dalam mana Almarhum Ki Ngabehi Surodiwiryo dilahirkan dan dibesarkan


adalah zaman colonial, khususnya

Anda mungkin juga menyukai