Anda di halaman 1dari 23

GAMBARAN POLA KONSUMSI MAKANAN SUMBER

MAGNESIUM, TINGKAT ASUPAN MAGNESIUM, DAN


KEJ ADIAN DISMENORE PADA REMAJ A PUTRI
DI SMK NEGERI 4 SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :
AMARTIYA POSVITA SARI
J 310 160 139

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
HALAMAN PERSETUJ UAN

GAMBARAN POLA KONSUMSI MAKANAN SUMBER MAGNESIUM,


TINGKAT ASUPAN MAGNESIUM, DAN KEJ ADIAN DISMENORE PADA
REMAJ A PUTRI DI SMK NEGERI 4 SURAKARTA

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

AMARTIYA POSVITA SARI


J 310 160 139

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Zulia Setiyaningr um, S,Gz., M.Gizi


NIDN: 0612079102

i
HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN POLA KONSUMSI MAKANAN SUMBER MAGNESIUM,


TINGKAT ASUPAN MAGNESIUM, DAN KEJ ADIAN DISMENORE
PADA REMAJ A PUTRI DI SMK NEGERI 4 SURAKARTA
OLEH
AMARTIYA POSVITA SARI
J 310 160 139
Telah diper tahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan Univer sitas Muhammadiyah Sur akar ta
Pada har i Rabu, 30 Desember 2020
Dan dinyatakan telah memenuhi syar at

Dewan Penguji :

1. Zulia Setiyaningr um, S.Gz., M.Gizi (...........................)


( Ketua Dewan Penguji )
2. Setyaningr um Rahmawaty, A., M.Kes., Ph. D (...........................)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Elida Soviana, S.Gz., M.Gizi (...........................)
(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Ir dawati ,S.Kep., Ns., M.Si.Med.


NIK/NIDN. 753/061-805-7001

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar Pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 30 Desember 2020


Penulis

AMARTIYA POSVITA SARI


J 310 160 139

iii
GAMBARAN POLA KONSUMSI MAKANAN SUMBER MAGNESIUM,
TINGKAT ASUPAN MAGNESIUM, DAN KEJ ADIAN DISMENORE
PADA REMAJ A PUTRI DI SMK NEGERI 4 SURAKARTA

Abstr ak

Dismenore merupakan nyeri perut yang disebabkan oleh kram rahim selama
menstruasi. Gejalanya dapat berupa mual, muntah, diare, dan kram. Salah satu zat
gizi yang dapat meringankan dismenore adalah magnesium. Magnesium berperan
dalam menekan pelepasan prostaglandin sehingga terjadi relaksasi miometrium
dan vasodilatasi pembuluh darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
gambaran pola konsumsi makanan sumber magnesium, tingkat asupan
magnesium, dan kejadian dismenore pada remaja putri di SMK Negeri 4
Surakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional yang bersifat
deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling
dengan jumlah sampel 47 siswi. Data kejadian dismenore diperoleh menggunakan
kuesioner. Data pola konsumsi makanan sumber magnesium dan jumlah asupan
magnesium selama 3 bulan terakhir diperoleh dengan cara wawancara daring
menggunakan aplikasi Whatsapp melalui chat dan videocall dengan instrumen
form FFQ Semi Kuantitatif. Kategori tingkat asupan magnesium dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019 untuk remaja dengan rentang usia
16-18 tahun. Data asupan magnesium dikategorikan menjadi kurang apabila
asupan magnesium responden < 230 mg dan baik apabila asupan magnesium ≥
230 mg. Berdasarkan hasil penelitian pola konsumsi sebagian besar sering
mengonsumsi makanan tinggi magnesium yang berasal dari golongan nabati yaitu
tahu sebanyak 1½ potong (70 g) dengan frekuensi 4 kali/minggu dan tempe
sebanyak 1½ potong (67 g) dengan frekuensi 4 kali/minggu. Sebagian besar
asupan magnesium responden termasuk kategori baik (61,7%). Sebagian besar
responden mengalami dismenore (83%). Kesimpulannya yaitu pola konsumsi
makanan sumber magnesium sudah bervariasi yaitu sudah mengonsumsi berbagai
jenis bahan makanan sumber magnesium dari berbagai golongan. Tingkat asupan
magnesium sebagian besar baik dan lebih banyak siswi yang mengalami
dismenore.

Kata kunci : Asupan Magnesium, Dismenore, Pola Konsumsi

Abstract

Dysmenorrhea is an abdominal pain caused by uterine cramps during


menstruation. The symptoms can include nausea, vomiting, diarrhea, and cramps.
One of nutrients that can relieve dysmenorrhea is magnesium because it can
relieve menstrual pain because magnesium has a role in suppressing the release of
prostaglandins so that myometrial relaxation and blood vessel vasodilation will
occur. This study was to describe magnesium source food consumption pattern,
magnesium intake level, and dysmenorrhea incidence among adolescent at
Vocational High School 4 Surakarta. This study was a descriptive research.

1
Samples were taken using purposive sampling technique as many as 47 female
students. Dysmenorrhea incidence data were obtained using questionnaire.
Magnesium source food consumption pattern and amount of magnesium intake
data for the past 3 months were obtained through online interview using Whatsapp
chat and videocall using the Semi Quantitative FFQ. Magnesium intake level was
compared to 2019 Nutrition Adequacy Rate for adolescents aged 16-18 years.
Magnesium intake data is categorized as deficient if the respondent's magnesium
intake <230 mg and good if the magnesium intake ≥ 230 mg. Most of the
magnesium source food consumption patterns is come from plant-based groups,
which is 1½ piece of tofu (70 g) with a frequency of 4 times/week and 1½ piece
of tempeh (67 g) with a frequency of 4 times/week. Most of the respondent’s
magnesium intake was in the good category (61.7%). Most of the respondents
experienced dysmenorrhea (83%). The conclution is magnesium source food
consumption pattern has varied, they have consumed various types of magnesium
source foods from various groups. The level of magnesium intake was mostly
good and more students had dysmenorrhea.

Keywords : Dysmenorrhea, Food Consumption Diet, Magnesium Intake

1. PENDAHULUAN
Remaja ialah masa dimana seseorang mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat pada fisik, psikologis, serta intelektualnya. WHO (2014) menjelaskan
bahwa remaja ialah penduduk dengan rentang umur 10–19 tahun, sedangkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2005 tahun 2014 menyebutkan bahwa
remaja merupakan penduduk dengan rentang umur 10–18 tahun (Kementrian
Kesehatan RI, 2014).
Remaja biasanya masih memiliki pola konsumsi yang kurang bervariasi
serta dalam jumlah yang sedikit sehingga menyebabkan asupan energi dan zat gizi
lainnya kurang dari kebutuhannya sesuai dengan kecukupan gizi remaja tersebut
(Majid, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mokoginta (2016)
pada 40 sampel remaja di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan rentang
usia 10-19 tahun, hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi makanan yang
dipilih oleh remaja kurang bervariasi terutama pada pemilihan makanan pokok,
sayuran, dan buah-buahan serta kecukupan zat gizi pada remaja <70% jika
dibandingkan dengan kebutuhan AKG remaja. Kebiasaan makan remaja bisa
dipengaruhi oleh orang tua, lingkungan, teman sebaya, harga, ketersediaan pangan,
keyakinan, budaya, dan kehidupan sosial (Brown, 2011). Pola konsumsi makanan

2
yang buruk akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sehingga lebih
rentan terhadap penyakit-penyakit kronis seperti penyakit jantung, kanker, dan
osteoporosis saat dewasa kelak (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Pada remaja perempuan masa pubertas ditandai dengan mengalami haid
atau menstruasi (Prawirahardjo, 2011). Haid merupakan tanda pertama anak
perempuan memasuki masa pubertas atau kedewasaan. Haid atau yang biasanya
disebut menstruasi ialah lepasnya lapisan endometrium uterus atau dinding rahim
yang menyebabkan pendarahan pada vagina (Sukarni dan Margareth, 2013).
Saat menstruasi atau haid, beberapa wanita akan mengalami dismenore.
Biasanya terjadi di perut bagian bawah atau tengah, paha, pinggang, dan panggul
(Mumpuni dan Andang, 2013). Dismenore merupakan nyeri perut yang
disebabkan oleh kram rahim selama menstruasi. Gejalanya dapat berupa mual,
muntah, diare, dan kram (Yahya, 2011). Prevalensi dismenore Indonesia
berdasarkan hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-KRR) tahun 2009 sebanyak 72,89% mengalami dismenore primer,
27,11% mengalami dismenore sekunder, dan angka kejadian dismenore berkisar
45-95% di kalangan perempuan usia produktif (BKKBN, 2009). Terdapat efek
negatif jangka pendek yang disebabkan oleh dismenore. Efek jangka pendek pada
remaja dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari sehingga mengganggu dalam
proses belajar mengajar, sulit berkonsentrasi, konflik emosional, kecemasan, dan
ketegangan (Proverawati dan Misaroh, 2009). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian dismenore pada remaja, antara lain yaitu usia menarche, lama
menstruasi, kebiasaan olahraga, dan riwayat keluarga (Lubis, 2018).
Beberapa zat gizi dapat mempengaruhi kejadian dismenore seperti kalsium,
magnesium, dan zat besi. Zat gizi tersebut banyak terdapat di dalam buah-buahan
dan sayur-sayuran (Kementrian Kesehatan RI, 2017). Magnesium dapat
meringankan nyeri atau gejala kram pada perut saat menstruasi jika dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup, yaitu sebanyak 230 mg/hari untuk remaja usia 16-18
tahun karena magnesium mempunyai peran menekan pelepasan prostaglandin
sehingga akan terjadi relaksasi miometrium dan vasodilatasi pembuluh darah.
Peran lain dari magnesium ialah menurunkan pelepasan katekolamin yang

3
menyebabkan kekuatan kontraksi miometrium berkurang, memperbaiki
vaskularisasi uterus, dan mengurangi sensasi nyeri (Wallace, 2010). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Estiani (2018) pada 99 sampel remaja putri di
SMA Negeri 4 Surabaya, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang memiliki asupan magnesium dalam kategori kurang mengalami
dismenore yaitu sebanyak 34 siswi (68%) dan responden dengan kategori asupan
magnesium cukup sebagian besar tidak mengalami dismenore yaitu sebanyak 28
siswi (57,2%).
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada 50 siswi di SMK
Negeri 4 Surakarta, didapatkan hasil siswi yang mengalami dismenore sebanyak
84%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Gustina (2015), yang
menyatakan bahwa tingginya angka kejadian dismenore pada remaja putri di
SMK Negeri 4 Surakarta, yaitu sebanyak 85,8% siswi mengalami dismenore. Dari
latar belakang, hasil penelitian terdahulu, dan hasil survey pendahuluan, peneliti
tertarik untuk melihat gambaran pola konsumsi makanan sumber magnesium,
tingkat asupan magnesium, dan kejadian dismenore pada remaja putri di SMK
Negeri 4 Surakarta.

2. METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian observasional yang bersifat deskriptif.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri di SMK Negeri 4 Surakarta yang
berjumlah 225 siswi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
non probability sampling dengan jumlah sampel 47 siswi. Kriteria inklusi pada
penelitian ini, yaitu siswi yang sudah mengalami menstruasi, siswi yang berusia
15-18 tahun, siswi yang dapat menggunakan alat komunikasi, dan bersedia
menjadi responden. Kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu siswi yang
mengundurkan diri dan siswi yang mengonsumsi obat atau jamu penghilang rasa
nyeri.
Data pola konsumsi dan tingkat asupan magnesium selama tiga bulan
terakhir diperoleh dengan cara wawancara daring menggunakan aplikasi
Whatsapp melalui chat dan videocall dengan instrumen form Food Frequency

4
Semi Kuantitatif dimana form ini tidak dilakukan pengujian validitas dan
reabilitas terlebih dahulu, namun langsung digunakan pada saat wawancara daring.
Sebelum melakukan wawancara menggunakan videocall, peneliti mengirimkan
Screenshot form Food Frequency Semi Kuantitatif kepada responden kemudian
meminta responden untuk menandai bahan makanan yang tidak pernah
dikonsumsi selama 3 bulan terakhir untuk memudahkan dan mempersingkat
waktu wawancara. Pada saat wawancara peneliti menjelaskan isi dari form Food
Frequency Semi Kuantitatif kepada responden mengenai bahan makanan, berapa
kali mengonsumsi makanan tersebut dalam hari/minggu/bulan, dan URT.
Kemudian peneliti menanyakan berapa kali dan seberapa banyak makanan
tersebut dikonsumsi dengan bantuan buku foto makanan untuk mempermudah
dalam memperkirakan banyak dan besar bahan makanan yang dikonsumsi oleh
responden. Wawancara berlangsung selama ± 30 menit dan setelah selesai,
responden diberi reward berupa pulsa sebesar Rp 25.000. Jumlah frekuensi makan
tersebut kemudian dikonversikan ke hari. Selanjutnya data tersebut diolah
menggunakan Nutrisurvey 2007 untuk mengetahui seberapa banyak magnesium
yang dikonsumsi oleh responden. Jumlah asupan tersebut kemudian dibandingkan
dengan AKG untuk mengetahui tingkat asupan magnesium responden.
Data kejadian dismenore diperoleh dengan cara pengisian kuesioner
kejadian dismenore oleh responden. Kuesioner terdiri dari pertanyaan usia
menarche, lama menstruasi, dan pilihan ya atau tidak mengalami nyeri haid saat
menstruasi. Pertama peneliti mengirimkan form kuesioner melalui chat Whatsapp
dalam bentuk word dan menjelaskan maksud dari usia menarche, lama menstruasi,
dan pilihan ya atau tidak pada pertanyaan kejadian dismenore kemudian
responden mengisi form tersebut dan mengirimkan kembali melalui chat
whatsapp kepada peneliti.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil dari survey pendahuluan, sebagian besar dari siswi masih
belum memiliki pola makan yang teratur. Terdapat beberapa siswi yang hanya
mengonsumsi sedikit jenis sayuran seperti bayam, kangkong, dan tauge. Di dalam

5
sekolah terdapat 2 kantin yang menjual makanan seperti soto, batagor, gorengan,
berbagai macam makanan dan minuman ringan, roti, keripik, makanan pokok, dan
berbagai macam lauk pauk seperti tumis kangkong, bening bayam, telur ceplok,
kerik tempe, ayam goreng, dan lain-lain. Di depan sekolah terdapat beberapa
pedagang yang menjual jajanan seperti cilok, batagor, maklor, pempek, es pisang
ijo, cakwe, dan bakso.
3.1 Kar akter istik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini ditinjau dari umur, usia menarche,
dan lama menstruasi. Deskripsi karakteristik responden disajikan sebagai berikut:
3.1.1 Gambaran Usia Responden
Responden dalam penelitian ini merupakan siswi kelas X SMK Negeri 4
Surakarta. Gambaran usia responden dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Gambar an Usia Responden Remaja Putr i di SMK Neger i 4
Sur akar ta
Usia (Tahun) n %
16 40 85,1
17 7 14,9
Total 47 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 16 tahun,


yaitu sebanyak 40 responden (85,1%).
3.1.2 Gambaran Usia Menarche Responden
Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa dialami oleh remaja
perempuan dalam rentang usia 10-16 tahun (Proverawati dan Maisaroh, 2009).
Gambaran usia menarche responden dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Gambar an Usia Menarche Responden Remaja Putr i di SMK Neger i
4 Sur akar ta dengan Rentang Usia 16-17 Tahun
Usia (Tahun) n %
10 1 2,1
11 11 23,4
12 24 51,1
13 4 8,5
14 7 14,9
Total 47 100

6
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar usia menarche atau
menstruasi pertama responden dimulai pada usia 12 tahun, yaitu sebanyak 24
responden (51,1%) dan paling muda dimulai pada usia 10 tahun, yaitu sebanyak 1
responden (2,1%). Menarche merupakan sebuah tanda penting untuk seorang
perempuan karena dapat menunjukkan adanya produksi hormon yang normal
yang dibuat oleh hipotalamus kemudian diteruskan ke ovarium dan uterus
(Proverawati dan Maisaroh, 2009). Menstruasi dimulai saat puncak dari pubertas.
Anak perempuan mulai melepaskan sel telur dari rahim sebagai bagian dari siklus
bulanan atau yang biasa disebut dengan siklus menstruasi (Verawaty dan Rahayu,
2012).
3.1.3 Gambaran Lama Menstruasi Responden
Lama menstruasi adalah jarak waktu menstruasi atau haid responden yang dimulai
dari hari pertama keluarnya darah menstruasi hingga berhenti, berlangsung sekitar
3-7 hari (Samsulhadi, 2011). Gambaran lama menstruasi responden dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Gambar an Lama Menstr uasi Responden Remaja Putr i di SMK
Neger i 4 Sur akar ta dengan Rentang Usia 16-17 Tahun
Lama Menstr uasi
n %
(Har i)
≤ 7 Hari 40 85,1
> 7 Hari 7 14,9
Total 47 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar lama menstruasi yang dialami


responden ≤ 7 hari yaitu sebanyak 40 responden (85,1%), sedangkan responden
yang mengalami menstruasi lebih lebih dari 7 hari hanya sebanyak 7 responden
(14,9%).
Menurut Soetjiningsih (2010), saat menstruasi akan terjadi pendarahan
dari vagina wanita yang berlangsung lebih kurang selama 2-7 hari dan akan
mengeluarkan setidaknya 40 ml volume darah. Namun, pada beberapa kasus juga
terdapat wanita yang mengalami haid lebih lama yaitu lebih dari 10 hari dan
mengeluarkan lebih banyak darah. Lamanya hari seorang wanita mengalami
pendarahan saat menstruasi bervariasi. Normalnya pendarahan menstruasi

7
berlangsung selama 3-7 hari, namun pada wanita yang mengalami menstruasi
lama bisa melebihi 7 hari. Lama menstruasi yang tidak normal bisa menandakan
adanya suatu penyakit, diantaranya yaitu gangguan pembekuan darah, obesitas,
infeksi atau peradangan panggul, dan kanker serviks (Wiknjosastro, 2009). Oleh
karena itu, remaja perlu melakukan pengecekan apabila terjadi keanehan pada
siklus menstruasinya guna mencegah agar masalah yang terjadi dapat segera
teratasi.
3.2 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Sumber Magnesium
Data pola konsumsi makanan sumber magnesium diperoleh dengan cara
wawancara daring kepada responden menggunakan form Food Frequency
Questionnaire (FFQ) Semi Kuantitatif. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
jenis, jumlah porsi, dan frekuensi makan responden sesuai dengan bahan makanan
yang tertera pada form FFQ semi kuantitatif selama 3 (tiga) bulan terakhir.
Gambaran pola konsumsi makanan sumber magnesium responden dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Pola (J enis, J umlah, dan Fr ekuensi) Konsumsi Bahan Makanan
Sumber Magnesium yang Ser ing Dikonsumsi Responden Remaja Putr i di
SMK Neger i 4 Sur akar ta dengan Rentang Usia 16-17 Tahun
Ber at Rata- Fr ekuensi Rata-Rata
Sumber Rata Sekali Konsumsi J umlah Intake
Magnesium Konsumsi per Minggu Konsumer Magnesium
(g) (x) (mg/mgg)
Tahu 70 4 44 174,4
Tempe 67 4 47 112
Coklat 68 3 23 93,9
Pisang 100 2 35 17,4
Daging 68 2 46 8,2
Ayam
Cilok 205 2 27 39,4
Bayam Hijau 65 2 38 15,8
Tauge 20 2 32 2,8
Jagung 185 1 28 5,9
Batagor 243 1 26 20,2

Tabel 4 menunjukkan data dari sebagian bahan makanan sumber


magnesium yang sering dikonsumsi oleh responden yang diperoleh menggunakan
Form Food Frequency Semi Kuantitatif (FFQ). Pola konsumsi makanan ialah

8
susunan jenis, jumlah, dan frekuensi makanan yang dikonsumsi individu atau
kelompok dalam jangka waktu tertentu (Khomsan, 2010). Pola makan yang tepat
terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan yang
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan.
Jenis bahan makanan sumber magnesium dari golongan serelia dan umbi-
umbian yang paling sering dikonsumsi ialah jagung (32 mg/100 g) dengan rata-
rata sekali makan sebanyak 1 tongkol (185 g). Frekuensi konsumsi jagung ialah 1
kali per minggu. Jagung sering dikonsumsi dengan cara direbus atau dicampur
dengan sayur bening bayam. Jenis bahan makanan sumber magnesium dari
golongan hewani yang memiliki kandungan magnesium tertinggi terdapat pada
ikan segar (54 mg/100 g), namun responden jarang mengonsumsi makanan ini.
Lauk hewani yang sering dikonsumsi oleh responden ialah daging ayam (20
mg/100 g) dengan rata-rata sekali makan sebanyak 1 ½ potong (68 g). Frekuensi
konsumsi ayam yaitu sebanyak 2 kali per minggu. Responden biasanya
mengonsumsi daging ayam dengan cara diolah menjadi ayam goreng, ayam
tepung, atau gulai ayam. Jenis bahan makanan sumber magnesium dari golongan
nabati yang paling sering dikonsumsi dan memiliki kandungan magnesium
tertinggi yaitu tahu (103 mg/100 g) dan tempe (70 mg/100 g) dengan rata-rata
konsumsi responden sebanyak 1 ½ potong (70 g) dalam satu kali makan.
Frekuensi konsumsi tahu dan tempe merupakan yang paling sering yaitu sebanyak
4 kali per minggu. Responden biasanya mengonsumsi tahu dan tempe dalam
bentuk olahan digoreng dan dikonsumsi sebagai salah satu lauk pada menu makan
utamanya. Jenis bahan makanan sumber magnesium dari golongan sayuran yang
memiliki kandungan magnesium tertinggi terdapat pada daun katuk (151 mg/100
g) dan daun kelor (151 mg/100 g). Namun responden jarang mengonsumsi
sayuran ini. Sayuran yang sering dikonsumsi oleh responden adalah bayam hijau
(62 mg/100 g) dengan rata-rata konsumsi yaitu sebanyak ¾ mangkok (65 g) dan
tauge (36 mg/100 g) dengan rata-rata konsumsi sebanyak 2 sdm (20 g) dalam
sekali makan. Frekuensi konsumsi bayam hijau dan tauge yaitu sebanyak 2 kali
per minggu. Cara pengolahan bayam yang sering dikonsumsi responden ialah
sebagai sayur bening dan untuk tauge biasanya direbus kemudian dikonsumsi

9
sebagai pecel ataupun tambahan soto. Jenis bahan makanan sumber magnesium
dari golongan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah pisang (29 mg/
100 g). Rata-rata responden mengonsumsi pisang sebanyak satu buah dalam satu
kali makan (100 g). Frekuensi konsumsi pisang ialah 2 kali per minggu.
Responden sering mengonsumsi pisang tanpa diolah maupun dengan cara diolah
menjadi pisang goreng ataupun jemput-jemput pisang. Jajanan sumber
magnesium yang sering dikonsumsi oleh responden terdiri dari coklat (115
mg/100 g) dengan rata-rata konsumsi yaitu sebanyak 1 batang (68 g), cilok (32
mg/100 g) dengan rata-rata konsumsi sebanyak 10 butir (205 g), dan batagor (83
mg/100 g) dengan rata-rata konsumsi yaitu sebanyak 1 porsi (243 g) dalam sekali
makan. Frekuensi konsumsi jajanan ini yaitu sebanyak 3 kali per minggu untuk
coklat, 2 kali per minggu untuk cilok, dan 1 kali per minggu untuk batagor.
Responden biasa membeli jajanan tersebut di kantin sekolah, di depan sekolah
saat pulang sekolah, atau disekitaran rumahnya.
Bahan makanan sumber magnesium yang berasal dari golongan nabati
yaitu tahu dan tempe menjadi bahan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh
responden selama 3 bulan terakhir ini dan merupakan sumber utama asupan
magnesium respoden bila dibandingkan dengan bahan makanan lainnya. Tahu
mencukupi sebanyak 174,4 mg kebutuhan magnesium dan tempe sebanyak 112
mg kebutuhan magnesium responden dalam seminggu. Frekuensi konsumsi tahu
dan tempe juga merupakan yang paling sering dibandingkan dengan bahan
makanan lainnya yaitu sebanyak 4 kali dalam satu minggu. Beberapa faktor dapat
mempengaruhi pola makan seseorang diantaranya yaitu faktor ekonomi, faktor
sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).
Sumber utama magnesium ialah sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan.
Selain itu, daging, coklat, dan susu juga merupakan sumber magnesium yang baik
(Almatsier, 2012).
3.2 Gambar an Tingkat Asupan Magnesium Responden
Data tingkat asupan magnesium diperoleh dengan cara wawancara daring kepada
responden menggunakan form Food Frequency Questionnaire (FFQ) Semi
Kuantitatif. Wawancara dilakukan untuk mengetahui frekuensi dan jumlah porsi

10
makan responden sesuai dengan bahan makanan yang tertera pada form FFQ semi
kuantitatif selama 3 (tiga) bulan terakhir. Selanjutnya data tersebut diolah
menggunakan Nutrisurvey 2007 untuk mengetahui seberapa banyak magnesium
yang dikonsumsi oleh responden. Kebutuhan asupan magnesium sehari-hari bagi
remaja Indonesia pada usia 16-18 tahun sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) 2019 yaitu sebanyak 230 mg/hari. Data asupan magnesium dikategorikan
menjadi kurang dan baik. Dikategorikan kurang apabila asupan magnesium
responden < 230 mg dan baik apabila asupan magnesium responden ≥ 230 mg.
Gambaran tingkat asupan magnesium responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat Asupan Magnesium Responden Remaja Putr i di SMK
Neger i 4 Sur akar ta dengan Rentang Usia 16-17 Tahun
Kategor i Asupan Magnesium n %
Kurang 18 38.3
Baik 29 61.7
Total 47 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam


kategori asupan magnesium baik (≥ 230 mg/hari) yaitu sebanyak 29 responden
(61,7%), sedangkan responden yang termasuk kedalam kategori kurang (< 230
mg/hari) yaitu sebanyak 18 orang (38,3%). Dari hasil wawancara menggunakan
form FFQ, banyak responden yang memiliki asupan magnesium baik dikarenakan
banyak responden yang mengonsumsi bahan makanan tinggi magnesium dalam
kesehariannya seperti jagung, sumber protein nabati seperti tahu, tempe, dan susu
kacang kedelai, serta sayur-sayuran hijau.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adyana (2016) pada 31
sampel remaja di SMA Negeri 10 Kota Semarang, hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki asupan magnesium baik yaitu sebanyak
30 responden (83,9%), sedangkan responden yang termasuk kategori kurang
sebanyak 1 responden (16,1%). Hasil penelitian ini sejalan dengan Muijah (2019)
pada 81 remaja putri di SMA 74 Jakarta yang menunjukan bahwa sebagian besar
responden termasuk kedalam kategori asupan magnesium baik yaitu sebanyak 57
responden (70,4%), sedangkan responden dengan kategori asupan magnesium
kurang sebanyak 24 responden (29,6%).

11
Sebagian besar responden sering mengonsumsi tahu dan tempe sebagai
salah satu lauk pada makanan utamanya dimana kedua bahan makanan ini
mengandung tinggi magnesium. Rata-rata responden mengonsumsi tahu dan
tempe sebanyak 280 g (5 ½ potong) dan 268 g (5 ½ potong) dalam satu minggu.
Selain itu, responden juga sering mengonsumsi berbagai macam jajanan yang
mengandung tinggi magnesium seperti coklat, cilok, dan batagor yang
menyebabkan asupan magnesium hariannya tinggi. Penyerapan utama magnesium
terjadi di usus halus, meskipun beberapa dapat juga diserap di usus besar.
Magnesium yang akan diserap melalui usus hanya sekitar 24-76% dari total
magnesium yang dikonsumsi dan sisanya akan dikeluarkan bersama dengan feses
(Jahnen-Dechent, 2012).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhuda (2019) pada 87
sampel remaja putri di SMK Negeri 1 Martapura, hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki asupan magnesium kurang yaitu
sebanyak 71 responden (82,8%), sedangkan responden yang termasuk kategori
baik sebanyak 15 responden (17,2%). Perbedaan ini dapat disebabkan karena
remaja putri di SMK Negeri 1 Martapura kurang mengonsumsi makanan sumber
magnesium terutama sayuran hijau dan lauk nabati, dimana terdapat beberapa
siswi hanya mengonsumsi sayuran 1-3 kali per minggu, bahkan terdapat siswi
yang tidak suka mengonsumsi sayuran hijau, serta rata-rata siswi hanya
mengonsumsi lauk nabati sebanyak 3 kali dalam seminggu. Sedangkan remaja
putri di SMK Negeri 4 Surakarta rata-rata mengonsumsi sayuran sebanyak 1 kali
per hari dan mengonsumsi lauk nabati seperti tahu dan tempe sebanyak 4 kali
dalam seminggu. Remaja biasanya masih memiliki pola konsumsi yang kurang
bervariasi serta dalam jumlah yang sedikit sehingga menyebabkan asupan energi
dan zat gizi lainnya kurang dari kebutuhannya sesuai dengan kecukupan gizi
remaja tersebut (Majid, 2016). Kebiasaan makan remaja bisa dipengaruhi oleh
orang tua, lingkungan, teman sebaya, harga, ketersediaan pangan, keyakinan,
budaya, dan kehidupan sosial (Brown, 2011).
Magnesium berperan dalam mengatasi gangguan menstruasi pada wanita,
salah satunya yaitu pada gejala dismenore. Magnesium berperan menekan

12
pelepasan prostaglandin sehingga akan terjadi relaksasi miometrium dan
vasodilatasi pembuluh darah. Magnesium menghambat pelepasan asetilkolin
presinaps dan reseptor N-methyl D-aspartate (NMDA) yang menyebabkan
transduksi sinyal terhambat sehingga penghantaran impuls nyeri berkurang. Peran
lain dari magnesium ialah menurunkan pelepasan katekolamin yang menyebabkan
kekuatan kontraksi miometrium berkurang, memperbaiki vaskularisasi uterus, dan
mengurangi sensasi nyeri (Wallace, 2010).
Magnesium berperan dalam merelaksasikan otot, mengurangi migren,
transmisi sinyal syaraf, dan sebagai penenang alami yang dapat membantu para
wanita saat mengalami PMS (Lustyk dan Gerrish, 2010). Magnesium juga
berfungsi sebagai penghalang bagi kalsium untuk mencapai ke dalam sel-sel
syaraf dengan cepat. Proses ini merupakan cara magnesium membantu
merelaksasikan syaraf untuk menghindari terjadinya ketegangan syaraf yang
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya dismenore atau nyeri haid (Saryono
dan Sejati, 2009).
Segala aspek kehidupan manusia sudah diatur di dalam Islam, termasuk
adab makan dan minum yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari manusia
seperti mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, hingga peraturan jenis
dan jumlahnya. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Maaidah ayat 88 (Al-
Quran Terjemahan, 2015): Yang Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi
baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada
Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS. Al-Maaidah: 87-88)
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk memakan
makanan yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka.
“Halal” disini berarti halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan
“baik” adalah dari segi kemanfaatannya, yaitu mengandung gizi, vitamin, protein,
dan sebagainya. Manusia seharusnya menghindari makanan yang tidak baik untuk
tubuhnya dan memilih makanan yang halal karena pasti membawa kabaikan bagi
tubuh.

13
3.3 Gambar an Kejadian Dismenore Responden
Dismenore merupakan nyeri pada perut yang berasal dari kram perut atau dinding
rahim dan terjadi selama haid atau menstruasi yang disebabkan oleh lepasnya
lapisan dinding endometrium. Rasa nyeri diakibatkan oleh kontraksi otot perut
yang terjadi secara terus menerus saat darah keluar. Kontraksi ini terjadi sangat
sering kemudian mengakibatkan otot menegang (Yahya, 2011).
Data kejadian dismenore diperoleh dengan cara pengisian kuesioner
kejadian dismenore oleh responden. Kuesioner terdiri dari pilihan ya atau tidak
mengalami dismenore pada saat menstruasi terakhir. Kejadian dismenore primer
dibagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu dismenore (mengalami nyeri haid) dan tidak
dismenore (tidak mengalami nyeri haid). Gambaran kejadian dismenore primer
responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Gambar an Kejadian Dismenore Pr imer Responden Remaja Putr i di
SMK Neger i 4 Sur akar ta dengan Rentang Usia 16-17 Tahun
Kategor i n %
Dismenore 39 83
Tidak Dismenore 8 17
Total 47 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami


dismenore atau mengalami nyeri haid yaitu sebanyak 39 responden (83%),
sedangkan responden yang tidak mengalami dismenore atau tidak mengalami
nyeri haid sebanyak 8 responden (17%).
Dismenore primer muncul beberapa waktu setelah menstruasi pertama
(menarche) setelah 12 bulan atau lebih, disebabkan oleh siklus-siklus menstruasi
pada bulan-bulan pertama setelah menstruasi pertama (menarche) biasanya
berjenis anovulator yang tidak dibarengi dengan rasa nyeri (Lestari, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 83% responden mengalami dismenore. Hal
ini dapat disebabkan karena pada saat remaja produksi prostaglandin masih tinggi
terutama 6-12 bulan setelah menstruasi pertama. Pada masa ini terjadi
peningkatan prostaglandin yang dilepaskan dari endometrium sekretori sehingga
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus yang menyakitkan (Bajrai, 2010).
Prostaglandin merupakan senyawa yang menstimulasi terjadinya kontraksi

14
miometrium yang kuat. Meningkatnya kadar prostaglandin dapat menyebabkan
peningkatan tonus miometrium dan nyeri haid pada saat menstruasi yang
diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan akibat ransangan oleh senyawa
ini (Suparmi, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusnaningsih
(2020) pada 160 sampel remaja putri di Madrasah Aliyah Darul Ulum dan
Miftahul Jannah Palangka Raya sebanyak 138 siswi (86%) mengalami dismenore.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Juliana (2019) pada 92 sampel remaja
putri di SMA Negeri 1 Manado didapatkan hasil sebanyak 74 siswi (80.5%)
mengalami dismenore. Hal ini menunjukkan masih tingginya angka kejadian
dismenore remaja putri pada beberapa tempat di Indonesia.
Gejala yang biasanya dialami pada saat dismenore menurut Stoppard
(2010), yaitu kram perut pada awal menstruasi hingga 3 hari kedepan, berkeringat,
sering buang air kecil, perut kembung, mual dan muntah, nyeri punggung dan
panggul yang menjalar ke bagian punggung dan atas paha. Beberapa faktor dapat
menjadi penyebab terjadinya dismenore yaitu, faktor kejiwaan, faktor individual,
faktor saluran leher rahim, dan faktor endokrin (Yahya, 2011). Selain itu terdapat
faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya nyeri haid yaitu usia menarche dini,
lama menstruasi lebih dari normal, status gizi, umur, dan riwayat keluarga.
Terdapat ayat suci Al-Quran yang menjelaskan tentang haid, yaitu surah
Al-Baqarah ayat 222 yang berbunyi (Al-Quran Terjemahan, 2015) yang Artinya:
222. Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah,
“Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan
jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang
menyucikan diri.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan petunjuk tentang masa
haid itu berakhir setelah suci, yakni setelah kering dan terhentinya darah tersebut.
Bukan tergantung pada jumlah hari tertentu. Sehingga yang dijadikan dasar
hukum atau patokannya adalah keberadaan darah haid itu sendiri. Jika ada darah
dan sifatnya dalah darah haid, maka berlaku hukum haid. Namun jika tidak

15
dijumpai darah, atau sifatnya bukanlah darah haid, maka tidak berlaku hukum
haid padanya.

4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pola konsumsi makanan sumber
magnesium remaja putri di SMK Negeri 4 Surakarta sebagian besar sering
mengonsumsi makanan tinggi magnesium yang berasal dari golongan nabati yaitu
tahu sebanyak 1 ½ potong (70 g) dalam satu kali makan dengan frekuensi 4
kali/minggu dan tempe sebanyak 1 ½ potong (67 g) dalam satu kali makan dengan
frekuensi 4 kali/minggu. Remaja putri mempunyai tingkat asupan magnesium
kurang sebanyak 38,3% dan baik sebanyak 61,7%. Remaja putri yang mengalami
dismenore sebanyak 83% dan tidak mengalami dismenore sebanyak 17%.
4.2 Sar an
Responden dapat meningkatkan asupan makanan sumber magnesium bagi yang
memiliki kategori kurang sehingga dapat mencukupi asupan hariannya sesuai
dengan anjuran AKG. Beberapa contoh bahan makanan tinggi magnesium yaitu
jagung, ikan, ayam, tahu, tempe, daun katuk, bayam, tauge, dan pisang.

DAFTAR PUSTAKA
Adyana, Arini Widhi. 2016. Hubungan antara Asupan Natrium, Kalium, Kalsium,
dan Magnesium dengan Kejadian Hipertensi pada Remaja di SMA Negeri
10 Kota Semarang. Jurnal Riset Gizi. 4(1): 1-8.
AKG. 2019. Angka Kecukupan Gizi Energi, Protein, Lemak, Mineral dan Vitamin
yang di Anjurkan Bagi Bangsa Indonesia . Lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2019.
Almatsier, Sunita. 2012. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah.
Bajrai. 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita . Jakarta: EGC.

16
BKKBN. 2009. Panduan Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Jakarta: Direktorat Remaja dan
Perlindungan Hak-Hak Reproduksi.
Brown, Judith. 2011. Nutrition Through the Life Cycle. Wadsworth (US):
Cengage Learning.
Cakrawati, Dewi dan Mustika NH. 2012. Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan.
Bandung: Alfabeta.
Estiani, Kartika. 2018. Hubungan Status Gizi dan Asupan Magnesium dengan
Kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada Remaja Putri. Media Gizi
Indonesia . 13(1): 20-26.
Gustina, Tina. 2015. Hubungan Antara Usia Menarche dan Lama Menstruasi
dengan Kejadian Dismenore Primer pada Remaja Putri di SMK Negeri 4
Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Jahnen-Dechent, Wilhelm dan M. Ketteler. 2012. Magnesium Basic. Clinical
Kidney Journal. 5(1): i3-i14.
Juliana, Indah, Sefti R., Franly O. 2019. Hubungan Dismenore dengan Gangguan
Siklus Haid pada Remaja di SMAN 1 Manado. Ejurnal Keperawatan. 7(1):
1-8.
Lestari, Ni Made S.D. 2013. Pengaruh Dismenore pada Remaja . Dalam Seminar
Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013. Singaraja.
Lubis, Putri Yanti. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Dismenore Primer pada Remaja Siswi SMA Dharma Sakti Medan. Skripsi.
Jurusan Kebidanan Medan Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan.
Lustyk, Kathleen dan Winslow G. 2010. Premenstrual Syndrome and
Premenstrual Dysphoric Disorder: Issues of Quality of Life, Stress and
Exercise. USA: Springer Science + Business Media LCC.
Kementrian Kesehatan RI. 2014. INFODATIN Situasi Kesehatan Reproduksi
Remaja . Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2017. Tabel Komposisi Pangan Indonesia . Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.

17
Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: Pt. Raja
Grafindo Persada.
Kusnaningsih, Aida. 2020. Prevalensi Dismenore pada Remaja Putri di Madrasah
Aliyah Darul Ulum dan Miftahul Jannah Palangka Raya. Jurnal Surya
Medika . 5(2): 1-8.
Majid, Hazreen Abdul, Liyana R., S. Pei Ying, Tin Tin Su, M. Yazid J., Nabila
A.A.M. 2016. Dietary Intake Among Adolescents in a Middle-Income
Country: An Outcome from the Malaysian Health and Adolescents
Longitudinal Research Team Study (the MyHeARTs Study).
http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.371/journal.pone.015544, 11
(5): 1-9. doi:https://doi.org/10.1371/journal .pone.0155447.
Mokoginta, Farah, Fona B., Aaltje E.M. 2016. Gambaran Pola Asupan Makanan
pada Remaja di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Jurnal E-
Biomedik. 4(2): 1-10.
Muijah, Siti, Debby E. S., dan Lintang P. D. 2019. Status Gizi dan Asupan Zat
Gizi Mikro (Tiamin, Piridoksin, Kalsium, Magnesium) Berhubungan
dengan Sindrom Pramenstruasi. ARGIPA. 4(1): 45-53.
Mumpuni, Yekti., dan T. Andang. 2013. 45 Penyakit Musuh Kaum Wanita .
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Nurhuda, Syarifah Sofia. 2019. Asupan Kalsium dan Magnesium serta Aktifitas
Fisik Berhubungan dengan Dismenore pada Remaja. Jurnal Riset Pangan
dan Gizi. 2(1): 12-22.
Prawirahardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Proverawati, Atikah, dan Maisaroh. 2009. Menarch: Menstruasi Pertama Penuh
Makna . Yogyakarta: Nuha Medika.
Samsulhadi. 2011. Haid dan Siklusnya . Dalam Anwar, M., Baziad, A., Prabowo,
P. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Saryono dan W. Sejati. 2009. Sindrom Premenstruasi Mengungkap Tabir
Sensitifitas Perasaan Menjelang Menstruasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya . Jakarta:
Sagung Seto.

18
Stoppard, Miriam. 2010. Panduan Kesehatan Keluarga . Jakarta: Erlangga.
Sukarni, Icemi., dan Margareth Z.H. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sulistyoningsih. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Suparmi, Raden Abkar dan Retno Mawarti. 2016. Upaya Mengurangi Dismenore
Primer dengan Ekstrak Jahe Asam Jawa pada Mahasiswi Kebidanan
STIKES Aisyiyah Surakarta. GASTER. 14(2): 78-89.
Verawaty, Sri Noor dan Lisdyawati R. 2012. Merawat dan Menjaga Kesehatan
Seksual Wanita. Bandung: Gafindo Media Pratama.
Wallace Suzanne, Keightley A, Gie C. 2010. Dysmenorrhoea. The Obstetrical &
Gynecology. 12(3): 149–154.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
WHO. 2014. Health for the World’s Adolescents: A Second Chance in the Second
Decade. Geneva: World Health Organization Department of
Noncommunicable Disease Surveillance.
Yahya, Nadjibah. 2011. Kesehatan Reproduksi Pranikah. Surakarta: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.

19

Anda mungkin juga menyukai