Wa0040.
Wa0040.
Niss : 7824
Kelas : XI IIS 3
A. Identitas Buku
1. Judul Buku : Laskar Pelangi
2. Pengarang : Andrea Hirata
3. Penerbit : Bentang Pustaka (Yogyakarta)
4. Tahun Terbit : 2005
5. Jenis Buku : Fiksi
6. Tebal Buku : 169
11. Langit ketujuh/68-80 Tuhan menakdirkan orang- Lintang adalah murid yang
orang tertentu untuk memiliki dianugerahi bakat jenius tidak
hati yang terang agar dapat hanya dalam berhitung, namun
memberi pencerahan pada juga kemampuan verbal dan
sekelilingnya. Dan di malam linguistik yang bagus,cara
yang tua dulu ketika Copernicus berpikir yang berwawasan luas.
dan Lucretius duduk di samping Meskipun begitu dia tetap
Lintang, ketika angka-angka dan rendah hati dan senang
huruf menjelma menjadi membagi ilmunya.
kunang-kunang yang berkelap-
kelip, saat itu Tuhan
menyemaikan biji zarah
kecerdasan, zarah yang jatuh
dari langit dan menghantam
kening Lintang. Sejak hari
perkenalan dulu aku sudah
terkagum-kagum pada Lintang.
Anak pengumpul kerang ini
pintar sekali. Matanya menyala-
nyala memancarkan inteligensi,
keingintahuan menguasai
dirinya seperti orang
kesurupan. Jarinya tak pernah
berhenti mengacung tanda ia
bisa menjawab.
12. Mahar/81-88 di siang yang panas Bakat adalah hal yang
menggelegak ini, ketika misterius,tidak otomatis timbul
pelajaran seni suara, di salah namun harus ditemukan.
satu sudut kumuh perguran
miskin Muhammadiyah, kami
menjadi saksi bagaimana nasib
menemukan bakat Mahar.
Mulanya Bu Mus meminta A
Kiong maju ke depan kelas
untuk menyanyikan sebuah
lagu, dan seperti diduga hal ini
sudah delapan belas kali
terjadi ia akan membawakan
lagu yang sama yaitu
Berkibarlah Benderaku karya
Ibu Sud.
13. Jam Tangan Plastik Lintang dan Mahar seperti Mahar adalah penyeimbang
Murahan/89-98 Faraday kecil dan Warhol Kejeniusan lintang dikelas,
mungil dalam satu kelas, atau lintang dengan otak kirinya dan
laksana Thomas Alva Edison mahar dengan otak
muda dan Rabindranath Tagore kanannya.Lintang dan mahar
junior yang berkumpul. bergantian memukau temannya
Keduanya penuh inovasi dan dengan ajaran mereka,dan
kejutan-kejutan kreativitas penemuan mereka serta
dalam bidangnya masing- pertunjukan
masing. Tanpa mereka, kelas Yang mereka sajikan.
kami tak lebih dari sekumpulan
kuli tambang melarat yang
mencoba belajar tulis rangkai
indah di atas kertas bergaris
tiga.
14. Orang-orang Sawang/99-103 Kami sangat menyukai pelangi. Mahar bercerita bahwa pelangi
Bagi kami pelangi adalah lukisan adalah lorong waktu dan
alam, sketsa Tuhan yang mereka senang memandangi
mengandung daya tarik pelangi karena kekaguman
mencengangkan. Tak tahu siapa mereka bersepuluh maka bu
di antara kami yang pertama mus menamai Mereka sebagai
kali memulai hobi ini, tapi jika laskar pelangi.
musim hujan tiba kami tak
sabar menunggu kehadiran
lukisan langit menakjubkan itu.
Karena kegemaran kolektif
terhadap pelangi maka Bu Mus
menamai kelompok kami Laskar
Pelangi.
15. Euforia Musim hujan/104-108 Hujan di Belitong selalu lama Penulis sangat memberikan
dan sejadi-jadinya seperti air kesan kepada pembaca,
bah tumpah ruah dari langit, mengingatkan kembali akan
dan semakin lebat hujan itu, masa kecil tatkala hujan datang,
semakin gempar guruh dan bermain dengan teman-
menggelegar, semakin kencang teman dibawah air hujan.
angin mengaduk-aduk
kampung, semakin dahsyat
petir sambar-menyambar,
semakin giranglah hati kami.
Kami biarkan hujan yang deras
mengguyur tubuh kami yang
kumal. Ancaman dibabat rotan
oleh orangtua kami anggap sepi
16. Puisi Surga Dan Rawanan Nama burung pelintang pulau Masing-masing daerah memiliki
Burung pelintang Pulau/109- selalu menarik perhatian siapa mitos tersendiri yang diyakini
117 saja, di mana saja,terutama di oleh orang-orang. Walaupun
pesisir. Sebagian orang malah terdengar aneh dan sulit
menganggap burung ini dimengerti tetapi sangat
semacam makhluk gaib. Nama penting bagi masyarakat.
burung ini mampu
menggetarkan nurani orang-
orang pesisir sehubungan
dengan nilai-nilai mitos dan
pesan yang dibawanya.
17. Ada Cinta Di Toko Kelontong Tubuh Syahdan yang kecil Tokoh Syahdan sangat lucu juga
Bobrok itu/118-133 terlonjak-lonjak di atas batang membuat pembaca merasa
sepeda laki punya Pak Harfan kasihan karena sepeda
saat ia bersusah payah kebesaran dengan bebannya
mengayuh pedal. Sepeda itu yang berat. Sedikitnya
terlalu besar untuknya sehingga mengingatkan akan masa kecil
tampak seperti kendaraana sewaktu pertama kali bisa naik
yang tak bisa ia kuasai, apalagi sepeda.
dibebani tubuhku di tempat
duduk belakang. Namun, ia
bertekad terus mengayuh
sekuat tenaga. Siapa pun yang
melihat pemandangan itu pasti
prihatin sekaligus tertawa. Tapi
suasana hatiku sedang tidak
peka untuk segala bentuk
komedi. Aku duduk di belakang,
tak acuh pada
kesusahannya.
18. Moran/134-142 Pak Harfan, yang berjiwa Apa yang dikatakan oleh tokoh
demokratis, mengadakan rapat Pak Harfan sangat benar, anak-
terbuka di bawah pohon anak serta pengajar haruslah
fillicium. Rapat ini melibatkan bangga dengan sekolah yang
seluruh guru dan murid dan mengedepankan nilai religi
Mujis.Beliau diserang bertubi- tersebut.
tubi oleh para guru yang tak
setuju ikut karnaval, tapi beliau
dan Bu Mus berpendirian
sebaliknya. Suasana memanas.
Kami terjebak di tengah.
“Karnaval ini adalah satu-
satunya cara untuk
menunjukkan kepada dunia
bahwa sekolah kita ini masih
eksis di muka bumi ini. Sekolah
kita ini adalah sekolah Islam
yang mengedepankan
pengajaran nilai-nilai religi, kita
harus bangga dengan hal itu!”
19. Sebuah Kejahatan Demikianlah karnaval kami Setiap anak haruslah memiliki
terencana/143-153 seetiap tahun. Tak cita-cita agar mereka dapat
melambangkan cita-cita. semangat dalam belajar,
Mungkin karena kami tak berani walaupun keadaan ekonomi
bercita-cita. Setiap siswa yang tak memadai dalam
disarankan memakai pakaian melanjutkan pendidikan juga
profesi orang tua karena kami profesi orang tua yang hanyalah
tak punya biaya untuk petani atau bahkan
membuat atau menyewa baju pengangguran bukan alasan
karnaval. untuk memadamkan semangat
Semuanya adalah wakil profesi dalam mengubah kehidupan
kaum marginal. Maka dalam hal menjadi lebih baik.
ini Kucai juga berpakaian rapi
seperti Harun dan ia melambai-
lambaikan sepucuk kartu
pensiun kepada para penonton
sebab ayahnya adalah
pensiunan. Sedangkan
beberapa adik kelasku
terpaksa tidak bisa mengikuti
karnaval karena ayahnya
pengangguran.
20. Miang sui/154-169 Aku tak dapat menggambarkan penulis menggambarkan
perasaanku bahwa A Ling seseorang yang suasana hatinya
adalah sepupu A Kiong yang sangat rindu. Ia
membuatku bersemangat merindukan gadis penjual kapur
sekaligus waswas. Kami giring A tulis yang sangat dikaguminya.
Kiong menuju kebun bunga
sekolah dan kami duduk di
bangku kecil. A Kiong menyimak
dengan saksama ceritaku tapi ia
tak bereaksi apa-apun, tak ada
sedikit pun perubahan air
mukanya, ia tidak mengerti apa
maksud pembicaraan kami. Ia
mengernyitkan dahinya.