Anda di halaman 1dari 111

Plagiarism Checker X - Report

Originality Assessment

39%
Overall Similarity

Date: Oct 12, 2022 Remarks: Moderate similarity Verify Report:


Matches: 5200 / 13327 words detected, you better improve Scan this QR Code
Sources: 88 the document (if needed).

v 8.0.7 - WML 4
FILE - MOSES.DOCX
SKRIPSI

HUBUNGAN 30 TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT MAKASSAR

OLEH :

MOSES.TAWUN

NIM : 120191823

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKSSAR

TAHUN 2022

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT MAKASSAR

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Dalam Program Studi Ilmu

Keperawatan Pada Sekolah 33 Tinggi Ilmu Keperawatan Famika Makassar

OLEH :
MOSES TAWUN

NIM : 120191823

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKSSAR

2022

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dibuat dan dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang

pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.

Sungguminasa, 13 Juli 2022

Yang menyatakan

MOSES TAWUN

NIM : 120491811
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT MAKASSAR

Disusun 37 dan diajukan oleh :

MOSES TAWUN

NIM : 120191823

Dinyatakan telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diajukan dalam ujian Skripsi.

Sungguminasa, 13 Juli 2022

Disetujui oleh :

PEMBIMBING I

Ns. Wiwiek Hidayati Jaya, S.Kep., M.Kes NIDN : 0915129001

PEMBIMBING II

Ns. Wahyuni Wahab, S.Kep

NIDN : 0921058306
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh :

MOSES TAWUN

NIM : 120191823

Telah 80 dipertahankan dihadapan Tim Penguji dalam Ujian Proposal

Pada hari : Rabu

Tanggal : 13 Juli 2022

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan disetujui sebagai tugas akhir (Proposal)

Tim Penguji :

1. Dr. Yudit Patiku, S.Si.,S.Kep., Ns., M.Kes ( )

2. Ns. Robertus Mashyuri, S.Kep., M.MKep ( )

Tim Pembimbing :

1. Ns. Wiwiek Hidayati Jaya, S.Kep., M.Kes ( )

2. Ns. Wahyuni Wahab, S.Kep ( )

Mengetahui

KETUA STIK FAMIKA

Dr. Ns Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., M.Kes

NIDN : 0916096903

KETUA PRODI S1
Ns. AMBOANTO, S.Kep., M.MKep

NIDN : 99099132589

MOTTO

“Cinta Itu Indah Tetapi Yang Lebih Indah Dari Itu Adalah Masa Depanku Dan Masa

Depanmu”

“Hai Anakku, Janganlah Engkau Melupakan Ajaranku, Dan Biarlah Hatimu Memelihara

perintahku, Karena Panjang Umur Dan Lanjut Usia Serta Sejahtera Akan Ditambahkannya

Kepadamu, Janganlah Kiranya Kasih Dan Setia Itu Meninggalkan Engkau! Kalungkan Itu

Pada Lehermu, Dan Tuliskan 47 Itu Pada Loh Hatimu, Maka Engkau Akan Mendapat

Kasih Dan Penghargaan Dalam Pandangan Allah Serta Manusia.”

(Amsal 3 : 1-4)

Kupersembahkan Hasil Karya ini Kepada :

Tuhan Yesus, Mama Papa, Keluarga Besar Tawun, RahanSerang, Laiyan, Dan Sairatu,

Sahabat, dan Semua Orang Yang Mendukung Saya, Semua Orang Yang Mengasihi Saya

Bahkan menopang dan Ada Bersama-sama dengan Saya Sampai hari ini tiba.

By. M.T

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TUHAN yang maha Esa, Yesus Kristus Sang

Juruselamat yang oleh cinta dan kasih sayang-Nya, melalui tuntunan Kuasa Roh Kudus

yang memberi hikmat, pengertian, dan pengetahuan serta kemampuan bagi penulis,

sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan persiapan, penyusunan serta

pelaksanaan Skripsi 55 ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul

“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT MAKASSAR TAHUN 2022”. Merupakan salah satu tugas yang disusun

dalam rangka memenuhi syarat untuk melakukan penelitian dan menempuh ujian akhir S-1

Keperawatan pada STIK FAMIKA Makassar

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini dapat selesai karena adanya bantuan dan

kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa terima kasih, serta penghormatan yang sebesar-besarnya kepada

kedua orang tua tercinta Ayah Ruben Tawun dan Ibu Karolina Laiyan, Alamarhum/a Opa

dan Oma Terkasih, Opa Moses Tawun, dan Opa Melwat Laiyan dan Oma Agustina

Tawun, dan Oma Agustina Kudmasa serta kakak-kakak saya yang tersayang Bu Jen

Weradity serta Keluarga, Usi Agustina Weradity berserta Keluarga, Usi Ima Serbunan

serta Keluarga, Bu Gerson Tawun serta keluarga, Bu Melwat Tawun serta keluarga, Bu

Genes Masela serta keluarga, dan Adik Tika Tawun, dan keluarga besar Tawun, Masela

dan Rahanserang di Wunlah, dan Keluarga besar Laiyan, Huninhatu dan Sairatu di

Makatian, yang selama ini menjadi alasan terbesar dalam hidup saya untuk meraih cita-

cita dan telah menjadi panutan terbaik dan telah banyak memberikan dukungan berupa

nasihat dan materi untuk saya, memberikan yang terbaik sehingga penulis bisa sampai

pada tahap ini.

1. DR. Oichida, Selaku Ketua 33 Yayasan Fani Mitra Karya Makassar.

2. Dr. Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., Ns., M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Keperawatan (STIK) Famika Makassar.

3. Ns. Robertus Mashyuri, S.Kep.,M.MKep Selaku pembimbing Akademik.


4. Ns. WiwieK Hidayati Jaya, S.Kep., M.Kes 60 Selaku pembimbing I dan Ns.Wahyuni

Wahab, S.Kep selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran dalam membimbing penulis selama penyusunan Skripsi ini.

5. Dr. Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., Ns., M.Kes selaku penguji l, dan Ns. Robertus Mashyuri,

S.Kep., M.MKep selaku penguji II, yang telah memberikan masukan dan saran demi

perbaikan isi Skripsi ini.

85 6. Bapak dan Ibu Dosen Serta Staf STIK FAMIKA Makassar yang telah membantu

penulis selama menempuh pendidikan di STIK FAMIKA Makassar.

7. Sahabat-sahabat saya Jek Elat, Neles, Rino, Titus, Helmi, Efri, Niko, Ayub, dan Ayu,

serta adik Nias yang telah mendoakan, meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan

memberikan motivasi bagi penulis 55 sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini

dengan baik.

Dalam penulisan Skripsi 26 ini penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis bersedia menerima

kritikan dan saran yang konstruktif demi sempurnanya Skripsi ini. Akhirnya penulis

mengucapkan terima kasih atas segala Doa, dukungan dan bantuan yang diberikan

semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sunggguminasa, 13 Juli 2022

Penulis

MOSES TAWUN

NIM:120191823

DAFTAR ISI
SKRIPSI i

SURAT PERNYATAAN ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

MOTTO v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

ABSTRAK xiii

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 8

D. Manfaat Penelitian 8

BAB II 10

TINJAUAN PUSTAKA 10

A. Tuberkulosis 10

B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan 30

C. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan 41

BAB III 52

KERANGKA KERJA PENELITIAN 52

A. Kerangka Konsep 52

B. Varibel Penelitian 53

C. Hipotesis Penelitian 54

BAB IV 55
METODE PENELITIAN 55

A. Desain Penelitian 55

B. Populasi dan Sampel 55

C. Pengumpulan Data dan Analisa Data 57

D. Etika Penelitian 60

BAB V 62

37 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 62

A. Hasil Penelitian 62

B. Pembahasan 70

BAB VI 75

PENUTUP 75

A. Kesimpulan 75

B. Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 54

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 :

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli 2022

65

Tabel 5.2 :

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Terakhir di BBKPM Makassar, Kota

Makassar, Juli 2022

66

Tabel 5.3 :

27 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli


2022

67

Tabel 5.4 :

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli

2022

68

Tabel 5.5 :

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli

2022

68

Tabel 5.6 :

Analisa mencari Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Pasien Terhadap Minum

Obat Anti Tuberkulosis Paru 66 Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar, Kota

Makassar

69

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Lembaran Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 : Lembaran Persetujuan Responden

Lampiran 4 : Instrumen Penelitian


33 SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

(STIK) FAMIKA MAKASSAR

JULI, 2022

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT (BBKPM) MAKASSAR

OLEH MOSES TAWUN, NIM : 120191823

( xiii + 6 Tabel + 9 Lampiran + 76 Halaman )

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan

kepatuhan pasien terhadap minum obat anti tuberculosis paru di Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.

Desai penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode analitik melalui pendekatan Cross

Sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah adala semua pasien TB paru yang tercatat

di BBKPM Makassar. 23 Penelitian penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Juni - 21

Juli 2022 di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar dengan jumlah sampel 30

responden. Uji yang digunakan adalah uji Chi Square dengan Fisher Exact.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 30 responden ada 10 (33,3%) responden yang

memiliki pengetahuan baik dan kepatuhan ialah patuh terhadap minum obat anti

tuberculosis paru, kemudian ada 3 (10,0%) responden yang memiliki pengetahuan baik

tetapi kepatuhan tidak patuh terhadap 8 minum obat anti tuberculosis paru, serta 2

(6,7%) responden yang memiliki pengetahuan kurang dan kepatuhan ialah patuh terhadap

minum obat anti tuberculosis paru, dan 15 (50,0%) responden yang memiliki pengetahuan

kurang dan kepatuhan tidak patuh terhadap minum obat anti tuberculosis paru.

Berdasarkan hasil uji statistic pada table 2 x 2 menggunakan uji chi square dengan

turunan Fisher Exact dengan tariff signifikan 0.05 Berdasarkan hasil uji statistiknya

didapatkan p-value = .001 atau p-value < 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan Ho

ditolak 67 Ha diterima, artinya ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan

Pasien Terhadap Minum Obat Anti Tuberkulosis Paru Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat Makassar, Kota Makassar.

Penelitian ini disarankan kepada petugas kesehatan balai paru agar lebih aktif untuk

menyampaikan informasi tentang kesehatan khususnya mengenai penting 8 minum obat

anti tuberculosis paru, dan memberikan penyuluhan terkait penyakit TB Paru dan

pencegahan penyakit TB Paru.

Kata kunci : Hubungan, Pengetahuan, Kepatuhan, Minum Obat Anti Tuberkulosis Paru

Pustaka : 14 ( 2009 – 2022 )

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) 40 paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Sumber penularan yaitu pasien TB Basil Tahan Asam

(BTA) positif melalui percik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila 48 tidak

segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya

hingga kematian (Kemenkes RI, 2015). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang

besar di dunia. 61 World Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang


tergabung di dalamnya mengupayakan untuk mengurangi tuberkulosis (TB) Paru dalam 20

tahun terakhir. Global Tuberculosis Report 2018 melaporkan bahwa 2/3 kasus tuberkulosis

terdapat di 8 negara termasuk Indonesia yang berada di urutan ketiga (8%) setelah India

(27%) dan China (9%). Jumlah kasus baru TB di Indonesia mencapai angka 420.994

kasus pada tahun 2017. (Kemenkes RI, 2018 ; Global TB Report, 2018 ) dalam

(MUHAMMAD ZAKI RAHMANI).

Berbagai faktor yang mempengaruhi masih tingginya angka TB secara garis besar terbagi

atas faktor host (penderita), lingkungan dan agen (kuman MTB). Penelitian yang dilakukan

oleh

Duarte menyimpulkan bahwa 49 banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

kejadian penyakit TB, baik dihubungkan dengan faktor penderita seperti usia, jenis

kelamin, penyakit komorbid, konsumsi rokok dan alkohol, kondisi sosioekonomi, dan

malnutrisi maupun faktor lingkungan diluar penderita seperti riwayat kontak dengan

penderita TB sebelumnya. Deteksi dini tentang faktor risiko tersebut diharapkan dapat

meningkatkan kewaspadaan petugas kesehatan sehingga dapat menjaring penderita TB

lebih cepat dan penatalaksaan lebih baik. (Narasimhan, 2013 ; R.Duarte et al ,

2018) dalam (MUHAMMAD ZAKI RAHMANI).

12 Dalam Global tubercolosis report dilaporkan Pada tahun 2018, diperkirakan 10 juta

orang jatuh sakit dengan tuberculosis (TB) di seluruh dunia. Sebanyak 5,7 juta pria, 3,2

juta wanita dan 1,1 juta anak-anak. Ditahun yang sama, 30 negara dengan beban TB

tinggi menyumbang 87% dari kasus TB baru. 62 Delapan negara menyumbang dua

pertiga dari total dimana India memimpin di urutan pertama diikuti oleh Cina, Indonesia,

Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. 12 Di Indonesia, notifikasi naik

dari 331.703 pada 2015 menjadi 563 879 pada 2018 (+ 70%), termasuk peningkatan

121.707 (+ 28%) antara 2017 dan 2018 (World Health Organization, 2019). Insidensi TB di

Indonesia pada tahun 2018 adalah 316 per 100.000 penduduk. Sementara itu berdasarkan

data Riskesdas Tahun 2018 estimasi kasus TB sekitar 845.000 penduduk menderita TB

pada tahun 2018 (Minitry of Health Indonesia, 2018). Berdasarkan 8 data (World Health
Organization, 2019), perkiraan angka kematian di Indonesia adalah 35 per 100.000

penduduk artinya sekitar 93.000 orang meninggal karena TB pada tahun 2018 (World

Health Organization, 2019). Dalam (SUDIRMAN EFENDI)

Menurut data status kesehatan di Indonesia, tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis

di Indonesia adalah 81,3%, yang belum mencapai target WHO sebesar 85% (Kemenkes,

2015). Potensi efek samping obat lebih sering disebabkan oleh pengobatan teratur,

kombinasi atau beberapa obat, dan penggunaan obat dalam jangka panjang. Paru-paru

merupakan organ pada sistem pernapasan pada dan berhubungan juga dengan system

peredaran darah, fungsi utama dari paru-paru yaitu menukar oksigen dari udara dengan

karbondioksida dari darah (Aji, 2016) dalam (Bela Saptarani 2021).

Berdasarkan data seluruh Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan, Kota Makassar

menduduki peringkat pertama dengan jumlah penderita TB Paru BTA Positif sebanyak

1.951 kasus, menyusul Kabupaten Wajo sebanyak 606 kasus dan Kabupaten Bone

sebanyak 458 kasus (Dinkes Provinsi Sulsel, 2018) dalam (MUHAMMAD ZAKI RAHMANI,

2020).

Berdasarkan data Dinas kesehatan Kota Makassar, peringkat Puskesmas yang memiliki

jumlah pasien TB terbanyak per tahun yaitu Puskesma Kaluku Bodoa (227 orang),

Jumpandang Baru (170), Kassi-Kassi (165), Bara-Barayya (151), Rappokalling (145

orang). Saat ini fakultas Kedokteran Unhas telah bekerjasama dengan beberapa

Puskesmas di Makassar, salah satunya dalam rangka pemberantasan dan tatalaksana TB

yang lebih baik di masyarakat (Dinkes kota Makassar 2018) dalam (MUHAMMAD ZAKI

RAHMAN, 2020)

Kemudian, 14 data Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa, Pada tahun 2014 jumlah kasus

yang positif terkena penyakit Tuberkulosis ada sebanyak 1021 kasus. Mengalami

penurunan pada tahun 2015 jumlah kasus Positif Tuberkulosis sebanyak 1016 kasus dan

meningkat drastis menjadi 1229 8 kasus pada tahun 2016. 14 Pada tahun 2016 masih

tampak bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Gowa masih bertumpu di Kecamatan

Somba Opu yakni sebesar 19,95 persen, kemudian diikuti oleh Kecamatan Pallangga
sebesar 15,12 persen, Kecamatan Bajeng sebesar 9,55 persen, hal inilah yang menjadi

salah satu penyebab tingginya kejadian kasus penyakit Tuberkulosis di tiga kecamatan

tersebut yaitu pada tahun 2016 jumlah kasus kejadian penyakit Tuberkulosis adalah

sebanyak 194 kasus di kecamatan Somba Opu, disusul Kecamatan Palangga sebanyak

134 kasus dan di kecamatan Bajeng sebanyak 94 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten

Gowa, 2016) dalam (KURNIAWAN JAMALUDDIN)

Keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru sangat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien

dalam menelan obat. 31 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada 1943 Streptomisin ditetapkan

sebagai anti tuberkulosis paru pertama yang efektif. Setelah itu ditemukan Thiacetazone

dan Asam Para-aminosalisilat (PAS). 5 Pada 1951 ditemukan Isoniazid (Isoniccotinic

Acid Hydrazide; INH), diikuti dengan penemuan Pirazinamid (1952), Cycloserine (1952),

Ethionamide (1956), Rifampin (1957), dan Ethambutol (1962). Namun kemajuan

pengobatan tuberkulosis paru mendapat tantangan dengan bermunculnya strain M.

Tuberkulosis yang resisten terhadap OAT (Kemenkes RI, 2016) dalam Tri Retno

Widianingrum 2017).

Pengetahuan berpengaruh pada kesembuhan pasien tuberkulosis karena pada penelitian

menunjukkan ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan pengetahuan,artinya

pasien yang memiliki pengetahuan kurang memiliki peluang untuk tidak patuh minum

obat.Hasil 45 penelitian ini sesuai dengan penelitian Sudiro(2001) pada 70 responden di

BKPM Surakarta yang menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara tingkat

pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis paru dengan tingkat ketaatan

terhadap program pengobatan (p=0,001).(Gendhis dkk,2011) dalam (Rosdiana Syakur et

al, 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dhewi (2011) yang mengatakan dimana 3 tingkat

kepatuhan pasien TB paru dalam meminum OAT hanya sebesar 26%. Penelitian Fauziyah

(2016) juga mengatakan prevalensi kepatuhan dalam meminum 34 OAT pada pasien TB

paru di salah satu Puskesmas Kabupaten Jember hanya sebesar 44,2%. Hasil yang tidak

jauh berbeda serupa dengan hasil penelitian Prasetya (2016) di mana prevalensi 3
kepatuhan pasien TB paru hanya sebesar 46,5% sehingga masih dianggap rendah.

Meningkatnya angka ketidakpatuhan pasien TB paru dalam meminum OAT ini adalah

disebabkan karena terapi pengobatan OAT yang membutuhkan waktu cukup lama untuk

terapi yaitu dengan kurun waktu minimal 6 bulan. Hal ini menyebabkan kejenuhan 5

penderita tuberkulosis paru yang cenderung berhenti berobat (Kemenkes RI, 2018) dalam

(Sinta Ratna Dewi et al, 2022).

Berdasarkan data dari Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar

Provinsi Sulawesi Selatan banyak di jumpai. Angka kejadian pada tahun 2020, penderita

penyakit tuberkulosis paru positif sebanyak 384 pasien dan penderita penyakit tuberkulosis

paru negatif sebanyak 6.342 pasien, jadi jumlah keseluruhan yang menderita penyakit

TB.Paru sebanyak 6.726 pasien dan di tahun 2021 telah mengalami peningkatan

kasus,penderita penyakit tuberkulosis paru positif sebanyak 442 pasien dan penderita

tuberkulosis paru negatif sebnayak 6.979 pasien jadi, jumlah keseluruhan yang menderita

penyakit TB.Paru sebanyak 7.421 pasein, Triwulan April sampai juni tahun 2022 penderita

penyakit tuberkulosis paru positif sebanyak 335 pasien dan penderita penyakit tuberkulosis

paru negatif sebanyak 1.998 pasien jadi jumlah keseluruhan yang menderita penyakit

TB.Paru sebanyak 2.333 pasien ( 66 Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM )

Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, 2022 ).

Berdasarkan hasil studi dan uraian dalam latar belakang diatas maka peneiti tertarik untuk

meneliti “ Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien Terhadap Minum Obat

Anti Tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk

meremuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah Ada “HUBUNGAN TINGKAT

PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP MINUM OBAT ANTI

TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT

MAKASSAR ?”  

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Diketahuianya “HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN

TERHADAP MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN

PARU MASYARAKAT MAKASSAR ?”  .

2. Tujuan khusus

a. Terukurnya Pengetahuan pasien 5 tentang penyakit Tuberkulosis Paru di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat Makassar Tahun 2022.

b. Terukurnya Kepatuhan pasien terhadap minum obat Anti TBC Paru di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat Makassar Tahun 2022.

c. Teranalisisnya Hubungan Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien terhadap 8 minum obat

anti tuberculosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberi dampak dan masukan berupa informasi dan pengalaman bagi para

professional keperawatan, perawat, peneliti, dan pasien agar dapat memberikan layanan

yang bermutu dengan pengetahuan yang cukup tentang penyakit tuberkulosis dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan dalam melakukan pelayanan

keperawatan, sehingga dapat meningkatkan rasa aman bagi perawat untuk melakukan

tindakan keperawatan.

2. Manfaat Praktis

a) Peneliti

Hasil peneltian ini dapat menjadikan pengalaman yang berharga dan special dalam

melakukan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan penyakit tuberkulosis dalam

memperhatikan keselamatan perawat dalam bekerja, dan dapat dipakai sebagai referensi

bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan tentang penelitian tingkat

pengetahuan dan kepatuhan pasien terhadap 8 minum obat anti tuberkulosis.

b) Institusi

Sebagai acuan dan tolak ukur dalam mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami
factor pendorong yang berhubungan dengan pengetahuan tentang perawatan pasien

Tuberkulosis di lapangan kerja.

c) Instansi Kesehatan

Hasil peneltian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi tenaga kesehatan,

khususnya perawat dalam meningkatkan motivasi pasien untuk patuh dalam minum obat

anti tuberkulosis, dan mengurangi rasa kecemasan dan rasa bosan bagi pasien, selama

mengikuti perawatan Tuberkulosis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis

1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang tidak dapat ditoleransi yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis TBC. Saat penderita menyebarkan mikroba ke udara sebagai

tetes (percikan lendir) yang Ini masuk melalui mulut atau hidung, saluran pernapasan

bagian atas, dan bronkus dan mencapai alveoli. (Handayani. 2019) dalam (Nike Nur

Ahdiyah et al 2021).

1 Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal pada

manusia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman

ini pada umumnya menyerang paru – paru dan dapat menyerang di luar paru – paru,

sepertu kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus atau saluran pencernaan, selaput otak

dan sebagainya. (Laban, 2012) (dalam Eva Kusdamayanty et al).

2. Etiologi

8 Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan Panjang 1 – 4 mm

dan tebal 0,3 – 0,6 mm. 1 struktur kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang membuat

kuman lebih tahan terhadap asam, serta dari berbagai gangguan kimia dan fisik
(Ardiansyah, 2012).

Bakteri Mycobacterium tuberculosis ini sering disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini

akan mati dengan sinar langsung, akan tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di

tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant (tertidur

lama) selama beberapa tahun (Mutia, 2013).

1 Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin (misalnya di dalam

lemari es) karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali menjadi lebih aktif.

Selain itu bakteri ini juga bersifat aerob. Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran

pernapasan yang vital. Bakteri Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru

– paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer.

Kemudian, di kelenjar getah 41 bening terjadilah primer kompleks yang disebut

tuberculosis primer. Dalam sebagian besar kasus, bagian yang terinfeksi ini dapat

mengalami penyembuhan (Ardiansyah, 2012).

3. Tanda dan Gejala

1 Menurut Naga (2012), ada beberapa tanda saat seseorang terkena tuberkulosis paru,

diantaranya:

1) Batuk – batuk berdahak lebih dari dua minggu

2) Batuk – batuk dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah

3) Dada terasa sakit atau nyeri, dan

4) Dada terasa sesak pada waktu bernafas

Menurut Laban (2012), tanda dan gejala Tuberkulosis dibedakan antara dewasa dan anak

– anak, antara lain:

1) Dewasa:

a) Batuk terus menerus hingga tiga minggu atau lebih dan kadang mengeluarkan darah

b) Sesak nnapas dan nyeri di dada

1 c) Badan lemah, nafsu makan menurun, dan berat badan menurun

d) Berkeringat pada malam hari

e) Demam ringan (meriang) lebih dari sebulan


2) Anak – anak:

a) Berat badan turun selama tiga bulan berturut turut tanpa sebab yang jelas

b) Berat badan anak tidak bertambah (kurus)

c) Tidak ada nafsu makan

d) Demam lama dan berulang

e) Muncul benjolan di daerah leher, ketiak dan lipat paha.

4. Cara Penularan

1 Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman wilayah perkotaan kemungkinan

besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah

kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis biasanya secara

inhalasi, sehingga tuberkulosis paru merupakan manifestasi klinis yang peling sering

disbanding organ lainnya. 56 Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil

yang mengandung basil tahan asam (BTA). 1 Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial

ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat yang ketat dapat

mengurangi angka morbiditas dan mortalitas (Setiati, 2014).

Kuman yang berada dalam paru – paru pederita 86 menjadi satu indikasi tercepat

penularan penyakit tuberkulosis kepada orang lain. 1 Penyebaran kuman tuberkulosis ini

terjadi di udara melalui dahak yang berupa droplet pada saat penderita batuk atau bersin,

kuman TB paru yang berbentuk droplet yang sangat kecil ini berterbangan melalui udara

dan bisa menyerang siapapun yang mengirupnya. Droplet yang tidak masuk ke tubuh yang

ditularkannya, masih bisa bertahan di udara selama beberapa jam dan ketika droplet ini

mengering, kuman yang ada di dalamnya masih bisa ditularkan kepada orang lain. Apabila

kuman ini terhirup dan masuk ke dalam paru – paru, kuman ini dapat membelah diri dan

berkembang biak. Dari sinilah terjadi infeksi dari suatu penderita ke penderita lainnya

(Ardiansyah, 2012).

Setiap kali penderita tuberkulosis ini sedang batuk, penderita ini akan megeluarkan sekitar

kurang lebih 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana

droplet ini dapat tinggal di udara dalam waktu yang sangat lama. Setiap satu BTA positif
akan menularkan kepada 10 – 15 orang lainnya, sehingga resiko untuk tertular

tuberkulosis ini sebesar 17% (Wahid, 2013).

Resiko 57 terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber

infeksi dan tidak berhubungan dengan factor genetik dan factor pejamu lainnya. 1 Risiko

tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak usia 3 tahun, risiko rendah pada masa

kanak – kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda dan usia lanjut.

Setiap penderita yang memiliki BTA (+) berpotensi tinggi untuk menularkan penyakitnya

ini. Sehingga memungkinkan untuk tertularkan kepada orang lain sebesar 17%.

Sebaliknya, jika BTA (-) dianggap tidak menularkan (Widoyono, 2011).

5. Pengobatan Tuberkulosis

Menurut Laban (2012), pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan beberapa tujuan, yaitu

sebagai berikut:

1) Menyembuhkan penderita

2) Mencegah kematian

3) Mencegah kekambuhan

4) Menurunkan risiko penularan

Bagi penderita tuberkulosis, ada satu hal penting yang harus diperhatikan dan dilakukan,

yaitu keteraturan dalam meminum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) sampai dinyatakan

sembuh. Biasanya penderita mengonsumsi OAT tersebut antara 1– 6 bulan. Apabila tidak

ada keteraturan dalam meminum obat, maka akan terjadi beberapa hal yaitu kuma

penyakit tuberkulosis akan kebal terhadap obat sehingga sulit untuk diobati, dan yang

paling parah adalah kuman dapat berkembang lebih banyak dan menyerang organ lain.

Sehingga,ketika kuman tersebur kebal obat akan membutuhkan waktu yang lebih lama

untuk penderita bisa sembuh (Laban 2012).

Pada umumnya, pengobatan penyakit tuberkulosis akan selesai dalam waktu 6 bulan,

yaitu 2 bulan pertama setiap hari (tahap intensif) dilanjutkan tiga kali dalam seminggu

selama 4 bulan (tahap lanjut). Pada kasus tertentu, penderita bisa minum obat setiap hari

selama 3 bulan lamanya. Dan dilanjutkan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Bila
pengobatan dilakukan, penderita tidak akan menularkan penyakitnya ke orang lain (Laban

2012).

6 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.

Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah

penyebaran lebih lanjut dari kuman TB (KemenKes RI, 2014). Pengobatan yang adekuat

harus memenuhi prinsip, diantaranya adalah:

1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.

2) Diberikan dalam dosis yang tepat

3) Ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)

4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta

tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan

Obat 1 Anti Tuberkulosis (OAT) bukanlah obat tunggal, melainkan kombinasi antara

beberapa jenis, yaitu isoniazid, rimfampisin, pirasinamid, dan etambutol pada tahap

intensif; dan isoniazid, rifampisin pada tahap lanjutan. Pada kasus tertentu, ditambahkan

suntikan streptomisin (Laban 2012).

Penderita dengan tuberkulosis pada dahulu hanya memakai satu macam obat saja.

Dengan hanya digunakannya satu macam obat itu, banyak terjadi resistensi karena

sebagian besar bakteri penyebab tuberkulosis bisa dimatikan, tetapi sebagian kecil bakteri

tidak dapat dimatikan. Bagian kecil ini dapat berkembang biak dengan cepat. Maka dari itu,

untuk mencegah terjadinya resistensi ini, pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan

memakai panduan obat, sedikitnya diberikan dua macam obat yang bersifat bakterisid,

yaitu obat primer dan obat sekunder (Setiati, 2014).

Menurut Setiati (2014), dibawah ini merupakan pengobatan tuberkulosis paru

menggunaakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT):

1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC paru BTA (+), BTA (-)

2) Kategori II (2 HRZES/1 HRZE/H3R3E3) untuk pasien ulangan 1 pengobatan

kategorinya I-nya gagal atau pasien yang kambuh.


3) Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+)

4) Kategori IV (RHZES + obat lini) untuk pasien dengan tuberkulosis kronik

5) Kategori IV (OAT lini 2 atau H seumur hidup) untuk pasien MDR TB.

Nama obat dan dosis OAT yang dipakai di Indonesia:

Tabel 1. Dosis OAT di Indonesia

Nama Obat

Dosis Harian

Dosis Berkala

BB < 50 kg

BB > 50 kg

3 x seminggu

Isoniazid

300 mg

400 mg

600 mg

Rifampisin

450 mg

600 mg

600 mg

Pirazinamid

1000 mg

2000 mg

2–3g

Streptomisin

750 mg

1000 mg

1000 mg
Etambutol

750 mg

1000 mg

1-1,5 g

Etionamid

500 mg

750 mg

PAS

99 g

10 g

Sumber: Setiati (2014)

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2009), pengembangan pengobatan

TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan

menghindari MDR TB (Multi Drug Resisten Tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS

untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO, International Union

Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk

mengganti panduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO.

1. DOTS (Directly Observed Treatment Short course)

a) Definisi DOTS

1 Menurut Widoyono (2011), sejak tahun 1995, WHO merekomendasikan program

pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Short course). DOTS (Directly Observed Treatment Short course) yang

merupakan strategi kesehatan yang paling Cost-effective yaitu memerlukan biasaya

pengobatan yang lebih murah namun mampu menghasilkan angka penyembuhan yang

lebih tinggi.

DOTS (Directly Observed Treatment Short course) diperkenalkan pada tahun 1990-an dan
menjadi landasan bagi The Stop TB Strategy yang diluncurkan bersamaan dengan The

Global Plan to Stop TB 2006 – 2015 untuk mengurangi prevalensi dan angka kematian

akibat Tuberkulosis sehubungan dengan Millenium Development Goals (MDGs) pada

tahun 2015. Indonesia mengembangka strategi Directly Observed Treatment Succes Rate

(DOTS) tersebut menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) (Jordan & Davies, 2010).

DOTS (Directly Observed Treatment Short course) adalah strategi yang dilaksanakan

pada pelayanan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien tuberkulosis.

Strategi ini terdiri dari lima komponen menurut Kemenkes RI (2012), yaitu:

a. Komitmen Politis

Komitmen politis adalah suatu komitmen mulai dari pengambil keputusan termasuk dalam

hal keberlangsungan pendanaan, para pelaksana di fasilitas pelayanan kesehatan dalam

pengendalian program tuberkulosis serta komitmen pasien dalam menyelesaikan

pengobatan tuberkulosis sampai sembuh.

b. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Pemeriksaan dahak dilaksanakan dengan mikroskopis langsung. Diagnosis tuberkulosis

81 paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis BTA

(Basil Tahan Asam)

c. 1 Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kepada PMO

Pengobatan OAT jangka pendek yang tersandar agi semua kasus tuberkulosis dengan

tatalaksana kasus yang tepat, dengan pengawasan langsung menelan obat.

d. Jaminan Ketersediaan OAT yang bermutu

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang disediakan pemerintah untuk pengendalian

tuberkulosis diberikan secara cuma – cuma dan dikelola dengan manajemen logistic yang

efektif demi menjamin ketersediannya.

Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil

pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

1. 3 Pengawas Menelan Obat (PMO)

a) Pengertian Pengawas Menelan Obat (PMO)


Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah strategi untuk pengawasan kepatuhan penderita

Tuberkulosis dalam meminum Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Keberadaan Pengawas

Menelan Obat (PMO) adalah suatu hal yang penting bagi kesehatan penderita

Tuberkulosis. Kepatuhan penderita Tuberkulosis dalam meminum 1 obat dapat membuat

bakteri dalam tubuh tidak aktif dan dapat mengurangi angka penularan Tuberkulosis itu

sendiri. Pengawas Minum Obat sendiri mempunyai peran yang sangat penting yaitu

mengawasi pasien Tuberkulosis agar menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara

teratur sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh dokter dan dinyatakan sembuh oleh dokter.

Penderita Tuberkulosis dapat dinyatakan sembuh apabila jika dilakukan pengecekkan BTA

didapatkan hasil negatif (Kemenkes RI, 2011).

1 b) Persyaratan Pengawas Menelan Obat (PMO)

Pengawas Menelan Obat (PMO) sendiri bisa berasal dari tenaga kesehatan maupun

anggota keluarga. Keluarga yang diberikan tugas sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO)

harus dikenal, dipercaya dan disetujui, baik itu bagi petugas kesehatan maupun penderita.

(Jufrizal, 2016).

1 Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2009), syarat Pengawas

Menelan Obat (PMO) antara lain:

1) PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama

pengobatan dengan OAT

2) PMO terdiri dari petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader

dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien.

Menurut PPTI (2010), dalam memilih Pengawas Menalan Obat (PMO) untuk penderita

tuberkulosis, haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Seseorang yang dikenal, dipercaya disegani dan dihormati oleh penderita tuberkulosis,

tinggal dekat dengan pederita tuberkulosis 3 dan disetujui baik oleh petugas kesehatan

maupun penderita tuberkulosis. 1 Sebaiknya dipilih anggota keluarga terdekat atau kader

kesehatan yang telah dilatih atau petugas kesehatan yang bertempat tinggal tidak jauh dari

tempat tinggal penderita tuberkulosis.


2) 6 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama – sama dengan penderita

tuberkulosis. Sebelum menjadi PMO, setiap individu akan diberikan penjelasan atau

pelatihan sebagai berikut:

a) Cara menelan obat setiap haru secara teratur sampai selesai pengobatan

b) Cara pemberian OAT dan jenis OAT sesuai kategorinya

c) Cara mengeluarkan dahak untuk periksa ulang

Cara pengisian buku kader untuk pencatatan dan pelaporan pelaksanaan PMO. Kartu

control disediakan dalam Buku Saku Pegangan untuk PMO agar dapat membantunya

untuk memberikan obat kepada penderita tuberkulosis pada waktu yang tepat dan rutin.

Sangat 11 penting bagi PMO untuk melihat langsung penderita tuberkulosis saat menelan

obatnya dan kemudian baru mencatatnya di kartu kontrol. Selanjutnya, PMO harus segera

membawa kartu tersebut ke fasilotas pelayanan kesehatan setelah perbekalan obat yang

diberikan kepadanya habis.

2. Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO)

Menurut PPTI (2010), seseorang yang telah ditunjuk untuk menjadi Pengawas Menelan

Obat (PMO) harus mampu melaksanakan tugasnya sebagai berikut:

1) Memfasilitasi penderita tuberkulosis untuk memenuhi jadwal pengobatannya. Sebelum

diminum 3 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus dicek dahulu dan pada saat diminum,

PMO harus melihat langsung penderita menelan semua OAT. Repson secepatnya bila

penderita melewatkan jadwal pengobatan. Bila lebih dari 24 jam, segera kunjungi rumah

penderita untuk memberikan obat. Bila penderita menolak, hubungi petugas kesehatan

untuk membantu. Bila 11 PMO atau penderita akan bepergian maka buat kesepakatan

tentang minum obat. Minta bantuan untuk menggantikan PMO sementara.

2) Mencatat di kartu kontrol tiap penderita selesai menelan obatnya

3) Tingkatkan semangat penderita tuberkulosis untuk melanjutkan pengobatannya

4) Pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengambil perbekalan pengobatan tip

bulan. Tunjukkan kartu pengobatan penderita tuberkulosis. Review dan diskusi terkait

perkembangan penderita dan masalah yang dihadapi oleh petugas


5) Waspada terhadap adanya efek samping pengobatan. Bila efek samping semakin berat,

rujuk penderita ke fasilotas pelayanan kesehatan terdekat

6) Pastikan penderita pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan ketika harus melakukan

pemeriksaan ulang sputum (dahak)

3. 5 Peran Pengawas Menelan Obat

Tuberkulosis benar – benar menelan obat yang diberikan dari awal obat itu diberikan

sampai selesai pengobatan. 3 Pengawas Menelan Obat (PMO) selain mengingatkan

penderita untuk teratur meminum obat, juga memiliki peran lain yaitu mengingatkan

penderita untuk mengambil obat di pelayanan kesehatan dan memeriksa dahak secara

continue sesuai jadwal. Pengawas Menelan Obat (PMO) juga harus memperhatikan

penderita apakah ada efek samping atau gejala dari Obat Anti Tuberkulosis (OAT) itu. Jika

Pengawas Menelan Obat (PMO) menjumpai efek samping atau gejala dari penderita

Tuberkulosis, Pengawas Menelan Obat (PMO) wajib membawa penderita ke pelayanan

kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan. Keberhasilan pengobatan pada penderita

Tuberkulosis itu sendiri dapat meningkatan angka kesembuhan Tuberkulosis di Indonesia

maupun dunia (Jufrizal, 2016).

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2009), peran Pengawas Menelan

Obat (PMO) antara lain:

1) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik

2) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat

3) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan 24 ulang dahak sesuai jadwal yang telah

ditentukan

4) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai

5) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan

obat

6) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat

7) Melakukan kunjungan rumah

8) Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB


Sementara itu, peran Pengawas Menelan Obat (PMO) menurut Departemen Kesehatan RI

(2009), antara lain:

1) Memastikan penderita 42 tuberkulosis menelan obat sesuai aturan dari awal sampai

selesai pengobatan

2) Membuat kesepakatan antara Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan jadwal penderita

menelan obat

3) Pengawas Menelan Obat (PMO) menyaksikan langsung obat ditelan oleh penderita

4) Mendampingi dan 3 memberikan dorongan kepada penderita agar berobat secara

lengkap serta teratur.

5) Mendorong penderita 6 untuk tetap menelan obatnya disaat bosan

6) Mendengar setiap keluhan penderita

7) Meyakinkan penderita bahwa penyakitnya bisa disembuhkan dengan cara meminum

obat secara teratur

8) Menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pegobatan agar pasien tidak putus

obat

9) Mengingatkan penderita tuberkulosis untuk mengambil obat dan periksa ulang dahak

sesuai jadwal

10) Mengingatkan pasien waktu untuk mengambil obat berdasarkan jadwal pada kartu

identitas pasien

11) Memastikan bahwa pasien sudah mengambil obat

12) Mengingatkan pasien waktu untuk periksa dahak ulang berdasarkan jadwal pada kartu

identitas pasien

13) Memastikan bahwa pasien sudah melakukan periksa dahak ulang

14) Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping OAT dan merujuk ke sarana

pelayanan kesehatan

15) Menanyakan apakah pasien mengalami keluhan setelah menelan OAT

16) Melakukan tindakan sesuai dengan keluhan yang dialami pasien

17) Menenangkan pasien bahwa keluhan yang dialami bisa ditangani


18) Memberikan penyuluhan tentang TB kepada keluarga pasien atau orang yang tinggal

serumah

19) TB disebabkan oleh kuman, tidak disebabkan oleh guna - guna atau kutukan dan

bukan penyakit keturunan

20) TB dapat disembuhkan dengan berobat lengkap dan teratur,

21) Cara penuluran TB, gejala-gejala TB dan cara pencegahannya

22) Cara pemberian obat (tahap awal dan lanjutan)

23) Pentingnya pengawasan agar pasien berobat secara lengkap dan teratur

24) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan

ke sarana pelayanan kesehatan.

Selain itu, sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO), pencatatan dan pelaporan

merupakan suatu hal yang tidak kalah penting dalam system informasi penanggulangan

tuberkulosis. Semua unit pelaksana pengobatan tuberkulosis harus melaksanakan suatu

system pencatatan dan pelaporan yang baku. Pencatatan dilakukan berdasarkan

klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah baku pula. Ada

beberapa pencatatan yang dilakukan di 32 pelayanan kesehatan meliputi beberapa item

yaitu:

1) Kartu pengobatan Tuberkulosis

2) Kartu identitas penderita TB

3) Register laboratorium TB

4) Formulir pindah penderita TB

5) Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi 8 minum obat pada pasien TB

Faktor yang mempengaruhi pasien dalam minum obat adalah:

1) Faktor predisposing meliputih

1. Pengetahuan

2. Keperrcayaan

3. Keyakinan
4. Biaya

5. Sikap

2) Faktor enabling meliputih

ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatahan

3) Faktor reinfactoring yaitu

a. Dukungan keluarga dan

b. Sikap petugas kesehatan

B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Pengertian

35 Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap

objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). 46 Dengan

sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera

penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005 p.50).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. 9 Pengetahuan

sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan

pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. 28

Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung

dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap

seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan

menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010, p.12).

2. Proses Perilaku “TAHU”

Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah semua

kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak dapat

diamati oleh pihak luar (Dewi & Wawan, 2010, p.15). 7 Sedangkan sebelum mengadopsi

perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus (objek).

b) Interest(merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada

stimulus.

c) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya

tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik

lagi.

d) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan

sikapnya terhadap stimulus.

3. Tingkat Pengetahuan (Wawan & Dewi,2010,p.12-14)

Pengetahun yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu

(Notoatmodjo, 2003) :

a. 9 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari sebelumnya. Termasuk

ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu

tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 21 Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 13

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

c. 9 Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 25 Aplikasi disini dapat diartikan sebagai

aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah 13 kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. 43 Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk 25 kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 7 Dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu kreteria

9 yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

4. Cara Nonilmiah Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokan menjadi dua, yakni :

a. 2 Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah

1) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam

memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba coba atau dengan kata yang lebih

dikenal “trial and error”. Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup

lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini
masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu

cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak

jasanya, terutama dalam meletakan dasar-dasar mennemukan teoriteori dalam berbagai

cabang iilmu pengetahuan.

2) Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang

bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease oleh Summers pada

tahun 1926.

3) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan dan tradisi-

tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut

baik atau tidak kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,

melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. 38 Para pemegang otoritas, baik

pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya

mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.

2 4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung

maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu

pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal

ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

5) Cara Akal Sehat

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.

Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya

mau menuruti nasihat orang tuanya,atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman

fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara

menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa
hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan

anak. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan cara yang

masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.

6) 9 Kebenaran

Melalui Wahyu Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

Tuhan melalui para Nabi. 2 Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-

pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional

atau tidak.

7) Kebenaran secara Insiitif

Kebenaran secara insiatif diperoleh manusia cepat sekali melalui proses diluar kesadaran

dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui insiitif

sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan

yang sisitematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan insiatif atau suara

hati atau bisikan hati saja.

8) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut

berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam

memperoleh pengetahuannya. 9 Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran

pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun

deduksi.

2 9) Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan

khusus ke pertanyaan yang bersifat umum. Proses berpikir induksi berasal dari hasil

pengamatan indra atau halhal yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak

dari hal-hal yang konkrIt kepada hal-hal yang abstrak.

10) Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataanpernyataan umum yang ke khusus.

Aristoteles (384-322SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara
yang disebut “silogisme”. Silogisme merupakan suatu bentuk deduksi berlaku bahwa

sesuatu yang dianggap benar secara umumpada kelas tertentu, berlaku juga

kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas

itu.

5. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistimatis,

logis dan ilmiah. Cara ini disebut „metode penelitian ilmiah‟, atau lebih popular disebut

metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh

Francis Bacon (1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan

dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan

terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup

tiga hal pokok yakni :

1. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan

pengamatan.

2. Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

3. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah

pada kondisi-kondisi tertentu.

6. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistimatis,

logis dan ilmiah. Cara ini disebut „metode penelitian ilmiah‟, atau lebih popular disebut

metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh

Francis Bacon (1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan

dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan

terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup

tiga hal pokok yakni :

1. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan

pengamatan.
2. Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

3. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah

pada kondisi-kondisi tertentu.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan (Dewi & Wawan, 2010 p.11)

a. Faktor Internal

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. 7 Menurut YB Mantra yang

dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan

serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin 2 tinggi pendidikan

seseorang makin mudah menerima informasi.

Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalha

kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga.

7 Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu

yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. 2 Sedangkan menurut

Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

lebih matang dalam dalam berfikir dan bekerja.

7 b. Faktor Eksternal

1) Faktor lingkungan Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan

merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

dari sikap dalam menerima informasi.

8. Kriteria Tingkat Pengetahuan (Dewi & Wawan, 2010,p.18)

Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :


a) Baik : Hasil presentase 76%-100%.

b) Cukup : Hasil presentase 56% - 75%.

c) Kurang : Hasil presentase >65%.

C. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan

1) 16 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang berarti taat, suka menurut perintah.

Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan dokter atau oleh orang lain (Santoso, 2005). Menurut Notoatmodjo (2003) 50

kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati

peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo,2003).

20 Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat,

mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan

kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek

anjuran hingga mematuhi rencana.

Menurut Safarino (dalam Tritiadi, 2007) mendefinisikan kepatuhan atau ketaatan

(compliance atau adherence) sebagai: “tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan

perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sacket (Dalam Neil Niven, 2000) mendefinisikan

kepatuhan pasien sebagai “sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh professional kesehatan”. Pasien mungkin 58 tidak mematuhi tujuan atau

mungkin melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan.

2) Faktor – Faktor 3 yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut penelitian yang di lakukan oleh Lestari dan Chairil pada tahun 2017, kepatuhan

minum obat antituberkulosis (OAT) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Motivasi Ingin Sembuh

Motivasi merupakan respon terhadap tujuan. Penderita TB paru menginginkan

kesembuhan pada penyakitnya. Hal tersebut yang menjadi motivasi dan mendorong
penderita untuk patuh minum obat dan menyelesaikan program pengobatan.

2. Dukungan Keluarga

Keluarga memiliki peran penting untuk kesembuhan penderita karena keluarga mampu

memberikan dukungan emosional dan mendukung penderita dengan memberikan

informasi yang adekuat. Dengan adanya keluarga, pasien memiliki perasaan memiliki

sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu

penguasaaan diri terhadap emosi pasien.

3. Pengawasan dari PMO

Pengawas Minum Obat (PMO) adalah seseorang yang dengan sukarela membantu pasien

TB paru selama dalam masa pengobatan. PMO biasanya adalah orang yang dekat

dengan pasien dan lebih baik apabila tinggal satu rumah bersama dengan pasien. Tugas

dari seorang PMO adalah mengawasi dan memastikan pasien agar pasien menelan obat

secara rutin hingga masa pengobatan karena pasien sering lupa minum obat pada tahap

awal pengobatan. Namun, dengan adanya PMO pasien dapat minum obat secara teratur

sampai selesai pengobatan dan berobat secara teratur sehingga program pengobatan

terlaksanakan dengan baik.

4. Pekerjaan

Status pekerjaan berkaitan dengan kepatuhan dan mendorong individu untuk lebih

percaya diri dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah kesehatan sehingga

keyakinan diri mereka meningkat. Pasien TB yang bekerja cenderung memiliki

kemampuan untuk mengubah gaya hidup dan memiliki pengalaman untuk mengetahui

tanda dan gejala penyakit. Pekerjaan membuat pasien TB lebih bisa memanfaatkan dan

mengelola waktu yang dimiliki untuk dapat mengambil OAT sesuai jadwal di tengah waktu

kerja.

5. Tingkat Pendidikan

Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif dan dapat juga dilakukan dengan penggunaan buku-

buku oleh pasien secara mandiri. Usaha-usaha ini sedikit berhasil dan membuat seorang
dapat menjadi taat dan patuh dalam proses pengo Keluarga memiliki peran penting untuk

kesembuhan penderita karena keluarga mampu memberikan dukungan emosional dan

mendukung penderita dengan memberikan informasi yang adekuat. Dengan adanya

keluarga, pasien memiliki perasaan memiliki sebuah tempat yang aman dan damai untuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaaan diri terhadap emosi pasien.

22 3) Cara Mengukur Kepatuhan

Menurut Feist (2014) setidaknya terdapat lima cara yang dapat digunakan untuk mengukur

kepatuhan pada pasien, yaitu :

a. 4 Menanyakan pada petugas klinis

Metode ini adalah metode yang hampir selalu menjadi pilihan terakhir untuk digunakan

karena keakuratan atas estimasi yang diberikan oleh dokter pada umumnya salah.

b. Menanyakan pada individu yang menjadi pasien

Metode ini lebih valid dibandingkan dengan metode yang sebelumnya. 4 Metode ini juga

memiliki kekurangan, yaitu: pasien mungkin saja berbohong untuk menghindari

ketidaksukaan dari pihak tenaga kesehatan, dan mungkin pasien tidak mengetahui

seberapa besar tingkat kepatuhan mereka sendiri. Jika dibandingkan dengan beberapa

pengukuran objektif atas konsumsi obat pasien, penelitian yang dilakukan cenderung

menunjukkan bahwa para pasien lebih jujur saat mereka menyatakan bahwa mereka tidak

mengkonsumsi obat.

c. Menanyakan pada individu lain yang selalu memonitor keadaan pasien.

Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, observasi tidak mungkin dapat

selalu dilakukan secara konstan, terutama pada hal-hal tertentu seperti diet makanan dan

konsumsi alkohol. Kedua, pengamatan yang terus menerus menciptakan situasi buatan

dan seringkali menjadikan tingkat kepatuhan yang lebih besar dari pengukuran kepatuhan

yang lainnya. Tingkat kepatuhan yang lebih besar ini memang sesuatu yang diinginkan,

tetapi hal ini tidak sesuai dengan tujuan pengukuran kepatuhan itu sendiri dan

menyebabkan observasi yang dilakukan menjadi tidak akurat.

d. Menghitung banyak obat


Dikonsumsi Pasien Sesuai Saran Medis Yang Diberikan Oleh Dokter. Prosedur ini

mungkin adalah prosedur yang paling ideal karena hanya sedikit saja kesalahan yang

dapat dilakukan dalam hal menghitung jumlah obat yang berkurang dari botolnya. Tetapi,

metode ini juga dapat menjadi sebuah metode yang tidak akurat karena setidaknya ada

dua masalah dalam hal menghitung jumlah pil yang seharusnya dikonsumsi. 4 Pertama,

pasien mungkin saja, dengan berbagai alasan, dengan sengaja tidak mengkonsumsi

beberapa jenis obat. Kedua, pasien mungkin mengkonsumsi semua pil, tetapi dengan cara

yang tidak sesuai dengan saran medis yang diberikan.

39 e. Memeriksa bukti-bukti biokimia

Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada metode-

metode sebelumnya. Metode ini berusaha untuk menemukan bukti-bukti biokimia, seperti

analisis sampel darah dan urin. 4 Hal ini memang lebih reliabel dibandingkan dengan

metode penghitungan pil atau obat diatas, tetapi metode ini lebih mahal dan terkadang

tidak terlalu ‘berharga’ dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Lima cara

untuk melakukan pengukuran pada kepatuhan pasien yaitu menanyakan langsung kepada

pasien, menanyakan pada petugas medis, menanyakan pada orang terdekat pasien,

menghitung jumlah obat dan memeriksa bukti-bukti biokimia. Pada kelima cara

pengukuran ini terdapat beberapa kekurangan dan kekunggulan masing-masing dalam

setiap cara pengukuran yang akan diterapkan.

4) Cara – Cara Mengurangi Ketidakpatuhan

Menurut 15 Dinicola dan Dimatteo (dalam Neil, 2000) ada berbagai cara untuk mengatasi

ketidakpatuhan pasien antara lain:

a. 19 Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak dari pasien yang tidak

patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi nasihat-nasihat pada awalnya. Pemicu

ketidakpatuhan dikarenakan jangka waktu yang cukup lama serta paksaan dari tenaga

kesehatan yang menghasilkan efek negatif pada penderita sehingga awal mula pasien

mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi tidak patuh.

b. Perilaku sehat, hal ini 16 sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, sehingga perlu
dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga

mempertahankan perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap

diri sendiri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan

antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan agar terciptanya perilaku sehat.

c. Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dan sahabat merupakan

faktor-faktor penting dalam kepatuhan pasien.

22 5) Cara Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994) ada berbagai cara untuk meningkatkan kepatuhan, diantaranya :

a) Segi Penderita

Usaha yang dapat dilakukan penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani

pengobatan yaitu:

1) Meningkatkan kontrol diri.

15 Penderita harus meningkatkan kontrol dirinya untuk meningkatkan ketaatannya dalam

menjalani pengobatan, karena dengan adanya kontrol diri yang baik dari penderita akan

semakin meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani pengobatan.

2) 4 Meningkatkan efikasi diri.

Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang penting dari kepatuhan. Seseorang

yang mempercayai diri mereka sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang kompleks

akan lebih mudah melakukannya.

3) Mencari informasi tentang pengobatan.

18 Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan dengan kepatuhan serta kemauan

dari penderita untuk mencari informasi mengenai penyakitnya dan terapi medisnya,

informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik

atau melalui program pendidikan di rumah sakit.

b) Segi Tenaga Medis

4 Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita untuk meningkatkan

kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain:

1) Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter.


Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki komunikasi antara

dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk menanamkan kepatuhan dengan

dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.

2) Memberikan informasi yang jelas kepada pasien.

Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan

pasien dan apa yang ia katakan secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau

benar.

3) Memberikan dukungan sosial.

87 Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan sosial. 51 Selain itu keluarga

juga dilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karena hal tersebut juga

akan meningkatkan kepatuhan, Smet (1994) menjelaskan bahwa dukungan tersebut bisa

diberikan dengan bentuk perhatian dan memberikan nasehatnya yang bermanfaat bagi

kesehatannya.

15 4) Pendekatan perilaku.

Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat mengelola dirinya dalam

usaha meningkatkan perilaku kepatuhan. 18 Dokter dapat bekerja sama dengan keluarga

pasien untuk mendiskusikan masalah dalam menjalani kepatuhan.

BAB III

KERANGKA KERJA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Pengetahuan merupakan suatu kajian atau hasil tahu dalam diri seseorang terhadap objek

tertentuh dari pemantauan seseorang, dan pengetahuan penderita Tuberkulosis sangat

penting dalam pengobatan Tuberkulosis, karena pengetahuan sangat penting bagi proses

pengobatan pasien penderita Tuberkulosis.

Kepatuhan merupakan perilaku seseorang dalam melakukan aturan atau kewajiban yang

harus dipenuhi, dan Kepatuhan sangat penting dalam pengobatan pasien penderita

Tuberkulosis, karena kepatuhan merupakan hal dasar bagi penderita tuberkulosis dalam

menjalani pengobatan khususnya kepatuhan dalam 8 minum obat anti tuberkulosis paru.

Berdasarkan hal diatas, maka kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Garis Penghubung

B. Varibel Penelitian

1. Klasifikasi Variabel Penelitian

a. Variabel Independen : Tingkat Pengetahuan

b. Variabel Dependen : Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis Paru

2. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

a) 5 Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan klien atau

pasien penderita Tuberkulosis Paru terkait pengobataan Tuberkulosis Paru.


Kriteria Objektif :

Baik : Jika nilai rata-rata jawaban responden >6.

Kurang : Jika nilai rata-rata jawaban responden <6.

b) 8 Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Paru dalam penelitian ini adalah disiplin

dan kebiasaan merupakan aturan atau anjuran yang harus ditaati oleh pasien/klien sesuai

ajuran pengobatan Tuberkulosis Paru.

Kriteria Objektif:

Patuh : Jika nilai rata-rata jawaban responden >10.

Tidak Patuh : Jika nilai rata-rata jawaban responden <10.

C. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan tingkat pengetahuan dan kepatuhan pasien terhadap minum obat anti

tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar.

68 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rencana penelitian yang disususn sedemikian rupa sehingga

peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Agus Riyanto, 2011).

Desain penelitian yang di gunakan 5 dalam penelitian ini adalah analitik melalui

pendekatan Cross Sectional yang merupakan suatu penelitian yang semua variabelnya

baik dependen maupun independen diobservasi atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu

yang sama (Notoatmodjo, 2010)

Pendekatan 34 Cross Sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan kepatuhan pasien terhadap minum obat anti tuberkulosis paru di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek, total penderita Tuberkulosis yang akan di

teliti dan memenuhi karakteristik yang telah ditentukan (Agus Riyanto, 2011).

Pada penelitian ini populasinya adalah semua pasien Tuberkulosis Paru yang tercatat di

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar 1 tahun terakhir.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian 69 dari populasi yang akan diteliti atau sebagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Agus Riyanto, 2011).

70 Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien Tuberkulosis Paru yang tercatat di

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. Dengan teknik pengambilan sampel

Nonprobaliti Sampling (Accidental Sampling) yaitu pengambilan sampel yang dilakukan

secara 63 kebetulan yaitu siapa saja yang bertemu dengan peneliti dapat digunakan

sebagai sampel (Sugiyono,2015:156).

Dalam penelitian ini untuk pengambilan sampel digunakan kriteria inklusi dan eksklusi.

a) Kiteria inklusi

1) Pasien Tuberkulosis Paru yang tercatat di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

Makassar

2) Pasien yang bersedia menjadi responden

3) Pasien yang sedang dalam pengobatan Tuberkulosis Paru dalam rentang waktu 1-6

bulan

4) Pasien yang ada pada saat penelitian berlangsung

b) Kiteria Eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Pasien yang tidak ada pada saat penelitian berlangsung

3) Pasien bukan penderita Tuberkulosis Paru

4) Pasien yang pernah putus obat

C. Pengumpulan Data dan Analisa Data

1. Instrument Pengumpulan Data

Instrumen 37 yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar penilaian untuk
variable Pengetahuan, kepatuhan pasien, dan obat anti tuberkulosis. Lembar koesioner di

buat oleh peneliti berdasarkan tinjauan teori.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar.

b. Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 21 Juni – 21 Juli 2022.

3. Prosedur Pengumpulan Data

a. Metode Pengumpulan Data

1) Data primer, yaitu 8 data yang diperoleh dari hasil lembar koesioner

2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari tempat instansi terkait dengan prosedur

sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan permohonan izin dari institusi yaitu STIK FAMIKA MAKASSAR

kepada kepala BMKPD sehingga didapatkan surat pengantar ke Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat Makassar.

b. Setelah mendapat izin maka peneliti meminta data-data pasien responden dari petugas

Puskesmas yang bertanggung jawab terhadap perawatan penyakit Tuberkulosis Paru.

4. Pengolahan Data

Data sekunder yang dikumpulkan dalam penilaian akan diolah melalui prosedur

pengolahan data secara manual dengan melakukan:

1) Editing

Pengecekan, pengkoreksian data untuk melengkapi data yang masih kurang atau kurang

lengkap.

2) Koding

Pengkodean lembar penilaian, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah memberikan

kode yang disediakan pada lembar penilaian sesuai dengan jawaban.

3) Tabulasi

Setelah pemberian kode, selanjutnya dengan pengolahan data kedalam tabel menurut
sifat yang dimilikinya.

4) Analisa Data

76 Data dianalisa melalui persentase dan perhitungan jumlah dengan cara sebagai

berikut:

a) Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari tiap-tiap variabel yang

diteliti.

b) Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen dalam bentuk tabulasi silang atara kedua variabel tersebut.

Menggunakan uji statistic dengan tingkat kemaknaan (α) = 0, 05 (5%) dengan

menggunakan rumus Chi-Square.

Yaitu:

Keterangan:

X2 = Chi-square

O = Nilai observasi

E = Nilai yang diharapkan

          = Jumlah data

Penilaian:

a. Apabila x2 hitung > dari x2 tabel, Ho ditolak atau Ha diterima, artinya ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Apabila x2 hitung ≤ dari x2 tabel, H0 diterima atau Ha ditolak, artinya 21 tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

D. 52 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat rekomendasi dari institusi

dengan mengajukan permohonan izin kepada instasi atau lembaga tempat penelitian.
Setelah mendapat persetujuan, maka kegiatan penelitian ini dimulai dengan menekankan

masalah etika yang meliputi :

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan ini berikan kepada responden yang akan diteliti 34 yang memenuhi

kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila responden

menolak, maka penelitian 77 tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak

responden.

2. Tanpa Nama (Anonymity )

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama, tetapi lembar

tersebut diberikan kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality )

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan 88 hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengantar

78 Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar, kota

Makassar mulai dari 21 Juni – 21 Juli 2022. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

accidental sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden yang memenuhi

kriteria untuk diteliti. Hasil penelitian ini diperoleh melalui pembagian kuesioner. Lembar

kuesioner tersebut dibagikan kepada responden dan peneliti mendampingi responden saat

mengisi kuesioner. Hasil pengolahan data pada variabel penelitian ini disajikan secara 5

analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study yang bertujuan untuk mencari

hubungan pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam minum obat anti tuberculosis paru

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar, Kota Makassar. Hasil pengolahan

data ini digunakan dengan tujuan penyederhanaan atau meringkas kumpulan data yang

telah diolah dari hasil penelitian yang sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut

menjadi informasi yang bermanfaat.

2. Gambaran Lokasi Penelitian

a. Sejarah Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar

Sejarah Singkat Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar, Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar, yang dahulu di Provinsi Sulawesi

Selatan dikenal Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), didirikan pada tanggal 27

Juni 1959, beralamat di Jl.HOS. Cokroaminoto. Pada tanggal 30 April 1960 oleh Gubernur

Sulawesi, Andi Pangerang Dg Rani, meresmikan keberadaannya dan sekaligus melantik


Dr Med RN Tyagi (Kebangsaan India) sebagai kepala. Sejak tahun (1965-1995), beliau

dibantu secara sukarela oleh Dr Med WJ Meyer (Kebangsaan Jerman). Dengan adanya

pengembangan kota, gedung BP4 dipindahkan ke Jl. A.P.Pettarani no 43 dan diresmikan

oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 13 November 1993. Sejak tanggal 14 September

2005, berdasarkan Permenkes RI No. 1352/Menkes/PER/IX/2005, 71 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Kesehatan Paru Masyarakat sebagai Unit

Pelaksana Teknis milik Kementrian Kesehatan RI dan berubah nama menjadi Balai Besar

Kesehatan paru Masyarakat (BBKPM) Makassar Sulawesi Selatan.

Berdasarkan SK Permenkes 1352/MENKES/PER/IX/2005 72 menetapkan BBKPM

Makassar sebagai UPT Departemen Kesehatan dengan tingkat eselon IIb dan selanjutnya

disempurnakan dengan SK Permenkes Nomor 532/MENKES/PER/IV/2007. 36 Sesuai

dengan SK tersebut maka BBKPM Makassar mempunyai wilayah kerja 10 (sepuluh)

propinsi, yang meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Utara, Gorontola, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Kegiatan dan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan BBKPM Makassar meliputi

Rawat Jalan terdiri dari Poliklinik TB dan Non TB, Poliklinik Khusus oleh dokter ahli Paru,

Pelayanan Rujukan, IGD, Pemeriksaan Laboratorium (darah, urine, kimia darah dan

mikrobiologi), Pemeriksaan Radiologi (Rontgen dan USG), Pelayanan Fisioterapi, Upaya

Promosi Kesehatan paru Masyarakat serta Pelayanan Pendidikan Pelatihan dan penelitian

di bidang kesehatan paru.

b. Keadaan Geografis

Penelitian yang telah dilaksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat yang

terletak di Kotamadya Makassar Propinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi di …………….

Letak geografis Kota Makassar terletak antara 119024’17’38’ BT dan 508’6’19” LS. Luas

wilayah Kota Makassar adalah 175,77 km2, secara administrasi pemerintahan, kota

Makassar terbagi menjadi 14 kecamatan, 143 kelurahan 971 RW dan 4.789 RT. Kota

Makassar :

Sebelah Utara : Kabupaten Maros


Sebelah Timur : 82 Kabupaten Maros

Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa

Sebelah Barat : Selat Makassar

3. Analisa Variabel Yang Diteliti

a. Analisa Univariat

1) Karakteristik Responden

a) Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

27 Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli 2022

UMUR (TAHUN)

FREKUENSI

(f)

PERSENTASE (%)

19-24 Tahun

23.3

25-30 Tahun

14

46.7

31-35 Tahun

6.7

36-40 Tahun

3.3

41-48 Tahun

20.0
Jumlah (n)

30

100

Sumber : Data Primer

29 Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan umur, kelompok umur tertinggi adalah umur 25 – 30 tahun sebanyak 14

(46,7%) responden dan kelompok terendah adalah umur 36 – 40 tahun sebanyak 1 (3,3%)

responden.

b) Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

27 Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Terakhir di BBKPM Makassar, Kota

Makassar, Juli 2022

Pendidkan Terakhir

Frekuensi (f)

Persentase (%)

SMP

16.7

SMA

15

50.0

S1

10

33.3

Jumlah (n)

30

100

Sumber : Data Primer


29 Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan kelompok Pendidikan Terakhir, kelompok tertinggi adalah SMA sebanyak 15

(50,0%) responden dan kelompok terendah adalah SMP sebanyak 5 (16,7%) responden.

c) Karakteristik Responden 27 Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli

2022

Pekerjaan

Frekuensi (f)

Persentase (%)

PNS

11

36.7

TNI

6.7

SUPIR MOBIL

13.3

IRT

13

43.3

Jumlah (n)

30

100

Sumber : Data Primer

29 Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan Pekerjaan, kelompok tertinggi adalah IRT sebanyak 13 (43,3%) responden


dan kelompok terendah adalah TNI sebanyak 2 (6,7%) responden.

2) Karakteristik Variabel Yang Diteliti

a) Pengetahuan

27 Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli

2022

Pengetahuan

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Baik

13

43.3

Kurang

17

56.7

Jumlah (n)

30

100

Sumber : Data Primer

29 Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan Pengetahuan bahwa responden dengan pengetahuan baik sebanyak 13

(43,3%) dan pengetahuan kurang sebanyak 17 (56,7%) responden.

b) Kepatuhan

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan di BBKPM Makassar, Kota Makassar, Juli

2022

Kepatuhan

Frekuensi (f)
Persentase (%)

Patuh

12

40.0

Tidak Patuh

18

60.0

Jumlah (n)

30

5 100

Sumber : Data Primer

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa distribusi frekuensi berdasarkan

Kepatuhan bahwa responden dengan Patuh sebanyak 12 (40,0%) dan tidak patuh

sebanyak 18 (60,0%) responden.

b. Analisa Bivariat

Tabel 5.6

Analisa mencari Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Pasien Terhadap 8

Minum Obat Anti Tuberkulosis Paru Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar,

Kota Makassar

Pengetahuan

Kepatuhan

Total

Patuh

Tidak Patuh

F
5 %

Baik

10

33.3%

10.0%

13

43.3%

Kurang

6.7%

15

50.0%

17

56.7%

Jumlah (n)

12

40.0%

18

60.0%

30

100%

Sumber : Data primer

Hasil analisa Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Pasien Terhadap Minum

Obat Anti Tuberkulosis Paru Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar, Kota

Makassar, diperoleh dari 30 responden ada 10 (33,3%) responden yang memiliki


pengetahuan baik dan kepatuhan ialah patuh terhadap minum obat anti tuberculosis paru,

kemudian ada 3 (10,0%) responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi kepatuhan

tidak patuh terhadap 8 minum obat anti tuberculosis paru, serta 2 (6,7%) responden yang

memiliki pengetahuan kurang dan kepatuhan ialah patuh terhadap minum obat anti

tuberculosis paru, dan 15 (50,0%) responden yang memiliki pengetahuan kurang dan

kepatuhan tidak patuh terhadap 5 minum obat anti tuberculosis paru.

Hasil uji statistic pada table 2 x 2 menggunakan uji chi square dengan turunan Fisher

Exact dengan tariff signifikan 0.05. Berdasarkan hasil uji statistiknya didapatkan p-value =

.001 atau p-value < 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan Ho ditolak 67 Ha diterima,

artinya ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Kepatuhan Pasien Terhadap Minum

Obat Anti Tuberkulosis Paru Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar, Kota

Makassar.

B. Pembahasan

Hasil penelitian yand diperoleh dari 30 responden ada 10 (33,3%) responden 5 yang

memiliki pengetahuan baik dan kepatuhan pasien dalam minum obat anti tuberculosis

paru, menurut asumsi peneliti dengan pengetahuan yang baik maka akan baik pula

kepatuhan pasien dalam minum obat, hal ini dikarenakan dari hasil yang didapatkan

responden yang berpengetahuan baik adalah dominan pendidikan sekolah menengah

keatas selain itu pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh adanya informasi mengenai

tuberkolisis paru yang didapatkan oleh responden itu sendiri. 53 Pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu

obyek tertentu. Penginderaan ini 13 terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. 7 Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang ( Notoatmodjo, 2003).

17 Hal ini sesuai dengan penelitian Muhlisi (2004) didalam Dian Novita Kumalasri (2009)

yang mengatakan bahwa, Tingkat pengetahuan yang rendah akan mempunyai peluang

untuk tidak patuh terhadap pengobatan dibanding yang mempunyai pengetahuan yang
tinggi. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan antara 8 pengetahuan dengan

kepatuhan minum obat anti tuberkulosis, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fitria &

Mutia, (2016) didalam Tri Retno Widianingrum (2017) bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. Hal ini juga didukung oleh

hasil penelitian dari Purwanto, (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada

pasien TB. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan pada pasien TB antara lain

faktor internal yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan umur, sedangkan faktor eksternal

meliputi faktor lingkungan sosial, budaya dan ekonomi (Notoatmodjo, 2014).

Kemudian ada 3 (10,0%) 5 yang memiliki pengetahuan baik tetapi tidak patuh dalam

minum obat anti tuberculosis paru, menurut asumsi peneliti seseorang memiliki

pengetahuan yang baik akan tetapi tidak patuh dalam minum obat anti tuberculosis paru,

hal ini dikarenakan pasien tidak ada keinginan dan tidak patuh dalam berobat.

Serta 2 (6,7%) responden yang memiliki pengetahuan kurang dan patuh dalam minum

obat anti tuberculosis paru, menurut asumsi peneliti ada responden yang memiliki

pengetahuan yang kurang namun responden tersebut memiliki niat dan keinginan yang

tinggi untuk sembuh sehingga membuat responden 5 patuh dalam minum obat anti

tuberculosis walaupun pengetahuannya kurang, sedangkan 15 (50,0%) responden yang

memiliki pengetahuan kurang dan tidak patuh dalam minum obat anti tuberculosis paru.

Menurut asumsi peneliti ketidakpatuhan dalam 8 minum obat anti tuberculosis

dipengaruhi oleh pengetahuan dan perilaku responden dalam menjalani pengobatan, dan

kurangnya dukungan keluarga bagi responden sehingga membuat responden niat dan

keinginan responden kurang dalam pengobatan tuberculosis. 5 Menurut Wulandari

(2015) Ketidakpatuhan ini disebabkan karena factor perilaku (Predisposisi, Enabling,dan

Reinforcing) dan non perilaku. Sedangkan menurut asumsi peneliti dalam penelitian ini,

ketidakpatuhan minum obat disebabkan oleh ketidaktahuan tentang pentingnya

pengobatan, dan semakin kurang pengetahuan pasien tentang kepatuhan minum obat

maka semakin tidak patuh pasien dalam minum obat anti tuberculosis paru. Hal ini
dipengaruhi oleh pengetahuan pasien yang masih minim soal pengetahuan tentang

penyakit serta pengobatan tuberkulosis. Selain itu, kemampuan akan adanya reaksi dari

obat yang dikonsumsi. Efek samping obat seperti gatal-gatal, mual, muntah, nyeri tulang

dan sakit kepala dapat menjadi pencetus dimana pasien merasa kondisi kesehatannya

tidak membaik, sehingga pasien tidak lagi patuh dalam menelan obat tuberkulosis.

Hasil uji statistic pada table 2 x 2 menggunakan uji chi square dengan turunan Fisher

Exact dengan tarif signifikan 0,05. Berdasarkan hasil uji statistiknya di dapatkan p-value =

0,000 atau p-value < 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan Ho ditolak Ha diterima,

artinya ada hubungan tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan pasien dalam minum obat

anti tuberculosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.

Menurut asumsi peneliti sangat berkaitan erat dengan pengetahuan karena

ketidakpatuhan responden dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap responden, dan

dukungan orang terdekat, yang membuat responden tidak patuh dalam pengobatan

tuberculosis. Kepatuhan merupakan dorongan dalam diri seseorang orang untuk bertindak

dalam suatu aturan yang dibuat, sedangkan pengetahuan merupakan dominan 13 yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Kepatuhan dapat timbul dari

pengetahuan, kepercayaan, manfaat, sarana yang ada dan adanya kebutuhan. Sehingga

pengetahuhan yang baik akan menimbulkan kepatuhan yang tinggi. Hal ini sejalan

penelitian Dian Novita Kumalasri (2009) didalam Muhlisi (2004) yang mengatakan bahwa,

Tingkat pengetahuan yang rendah akan mempunyai peluang untuk tidak patuh terhadap

pengobatan dibanding yang mempunyai pengetahuan yang tinggi. 17 Menurut teori

Crofton, et.al.(2002), yang menyatakan kesadaran dan kepatuhan ini sangat penting sebab

jika tidak penyakit TB akan kembali dan jangka waktu pengobatan harus dimulai dari awal

lagi. Menurut Depkes RI (2009), yang menyatakan pengawasan dan penyuluhan untuk

mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatan yang diberikan (tingkat kepatuhan)

dilaksanakan oleh seorang "Pengawas obat" atau juru TBC. Menurut hasil penelitian yang

dilakukan oleh Iin Nurhidayah yang mengatakan bahwa kepatuhan responden dalam

minum obat disebabkan karena motivasi penderita yaitu peran keluarga yang baik dan
pendidikan yang relatif tinggi.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

29 Hasil penelitian yang dilakukan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Makassar pada bulan juli dengan jumlah sampel 30 responden . berdasarkan analisis

karakteristik responden, analisis univariat dan analisa bivariate dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Responden dengan pengetahuan baik sebanyak 13 (43,3%) responden 5 dan

pengetahuan kurang sebanyak 17 (56,7%) responden.

2. Reponden dengan kepatuhan patuh 12 (40,5%) responden dan kepatuhan tidak patuh

18 (60,0%) responden.

3. Hasil uji statistic pada table 2 x 2 meggunakan uji chi square dengan turunan Fisher

Exact dengan tarif signifikan 0,05. Berdasarkan hasil uji statisticnya didapatkan p-value =

.001 atau p-value < 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan Ho di tolak Ha diterima,

artinya ada hubungan tingkat pengetahuan dan kepatuhan pasien terhadap minum obat

anti tuberculosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar

Disarankan kepada petugas kesehatan balai paru agar lebih aktif untuk menyampaikan

informasi tentang kesehatan khususnya mengenai penting minum obat anti tuberculosis

paru

2. Bagi Masyarakat

Disarankan agar lebih banyak mencari tahu informasi tentang pengobatan tuberculosis

paru, khususnya hal-hal yang mempengaruhi kepatuhan dalam 8 minum obat anti
tuberculosis paru.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti berharap agar Skripsi ini dapat dijadikan bahan referensi selanjutnya dan dapat

meniliti dengan judul yang sama dengan variabel dan uji statistic yang berbeda.

Lampiran 1.

No

Jenis Kegiatan

Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Tahun 2022

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

23 1

4
1

Menenal Masalah


2

Pengajuan Judul


3

Mengumpulkan Referensi

Menyusun Proosal

Asistensi Proposal

6

Seminar Proposal


7

Revisis Proposal
8

Uji Validitas
9

Pelaksanaan Riset
10

Penyususnan Dan Pengolahan Data


11

Seminar Skripsi
12

Perbaikan Skripsi
Lampiran 2.

LEMBAR PENJELASAN RESPONDEN

Kepada Yth

Bpak/Ibu/Sudara(i)

Di –

Tempat

Dengan hormat,

Saya bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Moses.Tawun

Nim : 120191823

Alamat : Jln. Kenanga

Saya adalah mahasiswa program pendidikan S-1 Keperawatan/Ners STIK FAMIKA

Makassar yang akan mengadakan penelitian tentang


“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN TERHADAP

MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT MAKASSAR”

saya sangat mengharapkan partitisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudar(I) dalam peneltian ini

demi kelancaran pelaksanaan penelitian, dan saya akan menjamin kerahasiaan dan

segala bentuk informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/Saudar(I) berikan, dan apabila ada hal-

hal yang masih ingin ditanyakan, saya akan memberikan kesempatan yang sebesar-

besarnya untuk meminta penjelasan dari peneliti.

79 Demikian Penyampaian dari saya, atas perhatian dan kerja samanya saya ucapkan

terima kasih.

Makassar,...........2022

Peneliti

Ttd

Moses.Tawun

NIM. 120191823

Lampiran 3.

83 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya bertanda tangan dibawah ini menyatakan untuk berpartisipasi sebagai responden

pada penelitian yang dilaksanakan oleh Mahasiswa STIK FAMIKA Makassar atas nama

Nama : Moses.Tawun

NIM : 120191823

Alamat : Jln. Kenanga

Judul Peneitian : “HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PASIEN

TERHADAP MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN

PARU MASYARAKAT MAKASSAR ”

Saya menyadari bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini dan akan memberikan
informasi yang sebenar-benarnya yang dibutuhkan oleh peneliti, dan saya mengerti bahwa

penelitian ini tidak merugikan saya dan telah diberikan kesempatan oleh peneliti untuk

meminta penjelasan sehubungan dengan penelitian ini.

Saya mengerti bahwa hasil peneitian ini akan menjadi bahan masukan bagi pihak Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar, sebagai upaya dalam meni gkatkan

kepatuhan pasien Tuberulosis dalam 8 minum obat anti Tuberkulosis Paru.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka saya menyatakan bersedia menandatangani

lembar persetujuan ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Makassar, 2022

Responden

(.............................)

Lampiran 4

INSTRUMEN PENELITIAN

(LEMBAR KOISIONER)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DAN KEPATUHAN PASIEN

TERHADAP 8 MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR

KESEHATAN PARU MASYARAKAT MAKASSAR

Nomor Responden : ………………………….

A. Pentujun 64 Pengisian

1. Isilah terlebih dahulu biodata anda pada tempat yang telah disediakan

2. Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan sebelum anda menjawabnya

B. Data Responden
1. No. Responden :

2. Nama (Inisial) : :

3. Umur :

4. Jenis Kelamin : :

5. Pendidikan :

6. Pekerjaan :

 Untuk Variabel Tingkat Pengetahuan

Alternative jawaban

Ya :1

Tidak : 0

NO

PERTANYAAN

JAWABAN

YA

TIDAK

1.

Apakah Saudara mengenal penyakit TB paru ?


2.

Apakah Penyakit Tuberkulosis tidak dapat disembuhkan

3.

Tuberkulosis paru 84 adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mikrobakterium tuberkulosa.

4.

Bakteri Mikrobakterium tuberkulosa merupakan penyebab penyakit

tuberkulosis paru.

5.

Gejala yang dirasakan penderita tuberculosis paru adalah batuk lebih dari 3 minggu,

demam dan disertai infulensa.

6.

Nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita

tuberkulosis paru.
7.

65 Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan

bukan merupakan gejala-gejala dari tuberkulosis

paru.

8.

Penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin

penderita tuberkulosis paru

9.

10 Minum obat dengan teratur bukan termasuk kedalam pencegahan penyakit

tuberkulosis paru

10.

Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin termasuk dalam pencegahan tuberkulosis

paru.

11.

Pencegahan penyakit tuberkulosis paru dengan cara tidak meludah sembarang tempat.

12.

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi termasuk kedalam
pencegahan penyakit tuberkulosis paru.

 Untuk Variabel Kepatuhan Pasien

Alternative jawaban

Ya :1

Tidak : 0

NO

PERTANYAAN

JAWABAN

YA

TIDAK

1.

Apakah anda mengerti tentang jadwal waktunya minum obat ?

2.
Apakah anda 10 mengkonsumsi obat tuberkulosis sesuai dengan jumlah dan dosis yang

ada dietiket obat sesuai anjuran dokter ?

3.

Apakah obat tuberkulosis yang diberikan oleh dokter habis anda minum secara teratur

sesuai dengan dosis dokter ?

4.

Apakah anda pernah lupa untuk minum obat ?

5.

Apakah anda pernah melewatkan jadwal pengambilan obat untuk alasan

lain selain melupakan?

6.

Apakah anda pernah 73 mengurangi atau berhenti minum obat tanpa memberitahu dokter

karena anda merasa lebih buruk ketika anda meminumnya ?

7.

5 Minum obat setiap hari adalah ketidaknyamanan untuk beberapa orang, apakah anda

merasa terganggu pada masa pengobatan ?


8.

Ketika anda merasa seperti gejala efek samping, apakah anda berhenti

meminum obat anda ?

9.

Apakah anda tidak menghabiskan obat yang dianjurkan oleh dokter karena merasa mual.

10.

Apakah anda selalu mengambil obat tepat waktu ?

11.

Ketika anda berpergian atau meninggalkan rumah, apakah anda pernah lupa untuk

membawa obat anda ?

12.

10 Apabila obat sudah habis saya tidak segera datang buat mengambil obat karena malas

datangnya.

13.

Apakah anda sering mengalami kesulitan mengingat untuk mengambil seluruh obat ?

14.
Apakah anda sering ke Puskesmas untuk mengambil di Puskesmas jika obatnya telah

habis

15.

Apakah anda minum obat sesuai dengan jenis obat yang yang diberikan dokter kepada

anda

16.

10 Selain obat tuberkulosis yang diberikan oleh dokter, kadang-kadang saya meminum

jamu supaya penyakit saya

cepat sembuh.

17.

Petugas selalu menjelaskan mengenai bagaimana cara meminum obat yang baik dan

benar

18.

Petugas tidak pernah menjelaskan secara rinci mengenai bagaimana cara meminum obat

dengan baik dan benar

19.

Apakah petugas TB menjelaskan tentang frekuensi menelan obat (tiap hari atau 3 kali

seminggu)
20.

Apakah petugas TB menjelaskan tentang efek samping obat

FREQUENCIES VARIABLES=UMUR JENIS_KELAMIN PEKERJAAN PENDIDIKAN

TINGKAT_PENGETAHUAN

KEPATUHAN_MINUM_OBAT_ANTI_TUBERKULOSIS_PARU

/BARCHART FREQ

/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies
Statistics

UMUR

74 JENIS KELAMIN

PEKERJAAN

PENDIDIKAN

TINGKAT PENGETAHUAN

KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

Valid

30

30

30

30

30

30

Missing

Frequency Table
UMUR

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

19-24 Tahun

23.3

23.3

23.3

25-30 Tahun

14

46.7

46.7

70.0

31-35 Tahun

6.7

6.7

76.7

36-40 Tahun

3.3

3.3

80.0

41-48 Tahun
6

20.0

20.0

100.0

Total

30

100.0

100.0

JENIS KELAMIN

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Perempuan

17

56.7

56.7

56.7

Laki-Laki

13

43.3

43.3

100.0

Total
30

100.0

100.0

PEKERJAAN

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

PNS

11

36.7

36.7

36.7

TNI

6.7

6.7

43.3

SUPIR MOBIL

13.3

13.3
56.7

IRT

13

43.3

43.3

100.0

Total

30

100.0

100.0

54 PENDIDIKAN

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

SMP

16.7

16.7

16.7

SMA

15
50.0

50.0

66.7

S1

10

33.3

33.3

100.0

Total

30

100.0

100.0

TINGKAT PENGETAHUAN

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

BAIK

13
43.3

43.3

43.3

KURANG

17

56.7

56.7

100.0

Total

30

100.0

100.0

8 KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

PATUH

12

40.0

40.0

40.0
TIDAK PATUH

18

60.0

60.0

100.0

Total

30

100.0

100.0
Bar Chart
CROSSTABS

/TABLES=TINGKAT_PENGETAHUAN BY

KEPATUHAN_MINUM_OBAT_ANTI_TUBERKULOSIS_PARU

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ

/CELLS=COUNT EXPECTED ROW COLUMN TOTAL

/COUNT ROUND CELL.

59 Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid

Missing
Total

Percent

Percent

Percent

TINGKAT PENGETAHUAN * KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

30

100.0%

0.0%

30

100.0%
TINGKAT PENGETAHUAN * KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

Crosstabulation

8 KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

Total

PATUH

TIDAK PATUH

TINGKAT PENGETAHUAN

BAIK

Count

10

13

Expected Count

5.2

7.8

13.0

% within TINGKAT PENGETAHUAN


76.9%

23.1%

100.0%

% within KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

83.3%

16.7%

43.3%

% of Total

33.3%

10.0%

43.3%

KURANG

Count

15

17

Expected Count

6.8

10.2

17.0

% within TINGKAT PENGETAHUAN

11.8%

88.2%

100.0%

% within KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

16.7%

83.3%

56.7%
% of Total

6.7%

50.0%

56.7%

Total

Count

12

18

30

Expected Count

12.0

18.0

30.0

% within TINGKAT PENGETAHUAN

40.0%

60.0%

100.0%

% within KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU

100.0%

100.0%

100.0%

% of Total

40.0%

60.0%

100.0%
Chi-Square Tests

Value

df

Asymp. 75 Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square

13.032a

.000

Continuity Correctionb

10.458

.001

Likelihood Ratio

14.020

1
.000

Fisher's Exact Test

.001

.000

Linear-by-Linear Association

12.597

.000

N of Valid Cases

30

a. 0 cells (,0%) 44 have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,20.

b. Computed only for a 2x2 table

x
1

10

51

76
Sources
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3581/3/BAB II.pdf
1 INTERNET
7%
https://text-id.123dok.com/document/6qme58o7z-cara-memperoleh-kebenaran-nonilmiah.html
2 INTERNET
6%
https://id.123dok.com/article/obat-anti-tuberkulosis-oat-pengobatan-tb-paru.ye3jv91q
3 INTERNET
3%
http://digilib.uinsby.ac.id/18566/5/Bab 2.pdf
4 INTERNET
2%
https://www.researchgate.net/publication/348043372_PENGETAHUAN_PENDERITA_TUBERKULOSIS_PARU_TERH
5 ADAP_KEPATUHAN_MINUM_OBAT_ANTI_TUBERKULOSIS
INTERNET
2%
https://synersia.org/tuberkulosis/
6 INTERNET
2%
https://suryadun.blogspot.com/2016/01/teori-perilaku-dan-teori-pengetahuan.html
7 INTERNET
1%
https://www.researchgate.net/publication/344716081_HUBUNGAN_PENGETAHUAN_DAN_SIKAP_DENGAN_KEP
ATUHAN_MINUM_OBAT_ANTI_TUBERKULOSIS_PADA_PASIEN_TB_PARU_DI_PUSKESMAS_TELADAN_MEDAN_TA
8 HUN_2019
INTERNET
1%
https://123dok.com/article/pengetahuan-knowledge-pengertian-pengetahuan.y6pep14q
9 INTERNET
1%
https://adoc.pub/kuesioner-penelitian-skripsi-hubungan-pengetahuan-penderita-.html
10 INTERNET
1%
https://kesmas-id.com/ingin-sembuh-ini-lho-peran-penting-pmo-buat-pasien-tb/
11 INTERNET
1%
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/14827/2/R012191004_tesis_bab 1-2.pdf
12 INTERNET
1%
http://www.definisi-pengertian.com/2015/04/definisi-dan-pengertian-pengetahuan.html#:~:text=Pengetahuan
“merupakan hasil tahu setelah melakukan penginderaan terhadap,besar pengetahuan manusia diperoleh
13 melalui mata dan telinga.
INTERNET
<1%
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/14808/1/Kurniawan Jamaluddin 70100114051.pdf
14 INTERNET
<1%
https://text-id.123dok.com/document/y9g6levq-hubungan-kontrol-diri-dengan-perilaku-kepatuhan-
15 pengobatan-pada-penderita-diabetes-mellitus-di-puskesmas-rangkah-surabaya.html
INTERNET
<1%
https://adoc.pub/bab-ii-tinjauan-pustaka-kepatuhan-berasal-dari-kata-dasar-pa.html
16 INTERNET
<1%
https://123dok.com/document/qog53wkz-pengetahuan-tuberkulosis-kepatuhan-tuberkulosis-puskesmas-
17 publikasi-pengetahuan-tuberkulosis.html
INTERNET
<1%
https://www.kajianpustaka.com/2019/06/pengertian-jenis-dan-meningkatkan-kepatuhan-pengobatan.html
18 INTERNET
<1%
https://www.farmasiexperience.com/kepatuhan-penderita-diabetes-militus-dalam-menjalani-terapi/
19 INTERNET
<1%
http://repo.poltekkesdepkes-sby.ac.id/4569/11/MANUSKRIP.pdf
20 INTERNET
<1%
https://123dok.com/document/qm0mkj4y-pengetahuan-pengertian-pengetahuan-efektivitas-komunikasi-
21 informasi-pengetahuan-padangsidimpuan.html
INTERNET
<1%
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2744/1/3. BAB II (TINJAUAN PUSTAKA).pdf
22 INTERNET
<1%
https://adoc.pub/iii-metodologi-penelitian-ini-dilaksanakan-pada-tanggal-1-sa.html
23 INTERNET
<1%
https://kurniakhairunisa030493.blogspot.com/2013/12/tb.html
24 INTERNET
<1%
https://adoc.pub/bab-ii-tinjauan-pustaka-sebagian-besar-manusia-diperoleh-mel.html
25 INTERNET
<1%
https://academia.co.id/kata-pengantar/
26 INTERNET
<1%
https://text-id.123dok.com/document/ky67ergq0-karakteristik-individu-distribusi-frekuensi-berdasarkan-usia-
tabel-5-2-distribusi-frekuensi-berdasarkan-pekerjaan-tabel-5-3-distribusi-frekuensi-berdasarkan-keluhan-
27 utama-pada-penderita-knf-distribusi-frekuensi-keluhan-utama-pada-penderita-knf.html
INTERNET
<1%
https://freehary.blogspot.com/2009/08/teori-pengetahuan.html
28 INTERNET
<1%
https://adoc.pub/artikel-ini-adalah-hasil-karya-saya-sendiri-dan-semua-sumber.html
29 INTERNET
<1%
https://core.ac.uk/download/pdf/323116001.pdf
30 INTERNET
<1%
https://www.researchgate.net/publication/348043372_PENGETAHUAN_PENDERITA_TUBERKULOSIS_PARU_TERH
ADAP_KEPATUHAN_MINUM_OBAT_ANTI_TUBERKULOSIS/fulltext/5ff2b06892851c13fee77475/PENGETAHUAN-
31 PENDERITA-TUBERKULOSIS-PARU-TERHADAP-KEPATUHAN-MINUM-OBAT-ANTI-TUBERKULOSIS.pdf
INTERNET
<1%
https://123dok.com/article/pencatatan-dan-pelaporan-referat-tb-paru.z1314edq
32 INTERNET
<1%
https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Tinggi_Ilmu_Keperawatan_Famika
33 INTERNET
<1%
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/48061
34 INTERNET
<1%
http://repositori.unsil.ac.id/3507/3/BAB II.pdf
35 INTERNET
<1%
https://id.123dok.com/article/pencapaian-target-kegiatan-dan-pendapatan.qoovwxkq
36 INTERNET
<1%
https://adoc.pub/artikel-disusun-dan-diajukan-oleh-lestika-dewi-nim-telah-div.html
37 INTERNET
<1%
https://jsvarna.blogspot.com/2014/10/pengertian-pengetahuan.html
38 INTERNET
<1%
https://repositori.stikes-ppni.ac.id/bitstream/handle/123456789/199/BAB II_201907004.pdf?sequence=6
39 INTERNET
<1%
http://eprints.ums.ac.id/57377/3/BAB I.pdf
40 INTERNET
<1%
http://eprints.umpo.ac.id/6101/3/BAB 2.pdf
41 INTERNET
<1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3581/4/BAB I.pdf
42 INTERNET
<1%
https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122941-S-5402-Faktor-faktor yang-Literatur.pdf
43 INTERNET
<1%
https://study.sagepub.com/sites/default/files/09_Lee_Peters_ Q&A Answers chapter 9-read.pdf
44 INTERNET
<1%
https://uit.e-journal.id/JKKM/article/download/284/154/
45 INTERNET
<1%
http://www.indonesian-publichealth.com/faktor-yang-mempengaruhi-perilaku/#:~:text=Dengan sendirinya,
pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan,setelah orang melakukan penginderaan terhadap
46 suatu objek tertentu.
INTERNET
<1%
https://rhk.uksw.edu/index.php/kasih-dan-setia/#:~:text=“Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan
47 engkau! Kalungkanlah,penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia.” (Ams. 3:3-4)
INTERNET
<1%
http://eprints.umpo.ac.id/6156/3/BAB 2.pdf
48 INTERNET
<1%
http://repository.unhas.ac.id/1740/2/C011171566_skripsi 1-2.pdf
49 INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/47532/3/BAB II.pdf
50 INTERNET
<1%
https://www.farmasiexperience.com/kepatuhan-penggunaan-obat-dan-keberhasilan-terapi-pada-pasien-
51 diabetes-melitus-tipe-2/
INTERNET
<1%
http://eprints.undip.ac.id/43148/4/5._BAB_III_tesis_revisi.pdf
52 INTERNET
<1%
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t12554.pdf
53 INTERNET
<1%
https://www.coursehero.com/file/p1oc1fk/Pendidikan-Frequency-Percent-Valid-Percent-Cumulative-Percent-
54 Valid-SD-1-50-50/
INTERNET
<1%
https://adoc.pub/persetujuan-disetujui-untuk-dipertahankan-di-hadapan-tim-pen.html
55 INTERNET
<1%
https://onioktavia.wordpress.com/#:~:text=Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil,yang
56 mengandung Basil Tahan Asam (BTA) (Zulkifli, 2007).
INTERNET
<1%
http://repositori.unsil.ac.id/5077/5/Bab II.pdf
57 INTERNET
<1%
https://adoc.pub/hubungan-pengetahuan-pasien-tbc-tentang-penyakit-tbc-dengan-.html
58 INTERNET
<1%
https://www.academia.edu/32452704/Crosstabs_Case_Processing_Summary_Cases_Valid_Missing_Total_N_Perce
59 nt_N_Percent_N_Percent
INTERNET
<1%
https://www.gramedia.com/literasi/contoh-kata-pengantar-skripsi/
60 INTERNET
<1%
http://repository.pkr.ac.id/1253/1/KTI JULIANCE.pdf
61 INTERNET
<1%
https://repository.unair.ac.id/104667/4/4. BAB 1 PENDAHULUAN.pdf
62 INTERNET
<1%
https://www.statistikian.com/2017/06/teknik-sampling-dalam-penelitian.html
63 INTERNET
<1%
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/P17311185086/Lampiran3.pdf
64 INTERNET
<1%
https://repository.unair.ac.id/97115/5/5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf
65 INTERNET
<1%
https://rsparumakassar.com/
66 INTERNET
<1%
http://digilib.uinsby.ac.id/3054/7/Bab 4.pdf
67 INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/62538/5/BAB IV.pdf
68 INTERNET
<1%
https://serupa.id/populasi-dan-sampel-penelitian-serta-teknik-sampling/
69 INTERNET
<1%
http://eprints.umpo.ac.id/6289/1/2a-Prediksi Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis Kelamin.pdf
70 INTERNET
<1%
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/138651/permenkes-no-61-tahun-2019
71 INTERNET
<1%
https://e-renggar.kemkes.go.id/file2018/e-performance/2-415401-4tahunan-172.pdf
72 INTERNET
<1%
https://idoc.pub/documents/329310013-kuesioner-kepatuhan-mmaspdf-on230m2r6ml0
73 INTERNET
<1%
https://www.coursehero.com/file/128890832/demografi-hasil-worddoc/
74 INTERNET
<1%
https://www.coursehero.com/file/p2j3sf0/sided-Exact-Sig-2-sided-Exact-Sig-1-sided-Pearson-Chi-
75 Square-95666-a-1-000/
INTERNET
<1%
https://repository.unair.ac.id/94376/7/7. BAB 4 METODE PENELITIAN.pdf
76 INTERNET
<1%
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1503410004/8._BAB_3_.pdf
77 INTERNET
<1%
http://eprints.ums.ac.id/40540/1/Naskah Publikasi.pdf
78 INTERNET
<1%
https://123dok.com/article/pengukuran-pengetahuan-tinjauan-pustaka.yd74920l
79 INTERNET
<1%
https://repository.usd.ac.id/42294/2/181213020_full.pdf
80 INTERNET
<1%
https://mlengsee.wordpress.com/2010/11/07/diagnosis-tuberkulosis-tb/#:~:text=Diagnosis TB Paru pada orang
81 dewasa ditegakkan dengan,digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
INTERNET
<1%
https://kodeposresmi.com/kabupaten-kota/kota-makassar
82 INTERNET
<1%
https://adoc.pub/lembar-persetujuan-responden-saya-telah-mendapat-penjelasan-.html
83 INTERNET
<1%
https://www.honestdocs.id/tuberkulosis
84 INTERNET
<1%
http://lib.unnes.ac.id/27949/1/6411410032.pdf
85 INTERNET
<1%
http://repository.um-surabaya.ac.id/5732/3/BAB_2.pdf
86 INTERNET
<1%
https://www.kajianpustaka.com/2019/06/pengertian-jenis-dan-meningkatkan-kepatuhan-
pengobatan.html#:~:text=Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan sosial. Selain,pasien,
87 karena hal tersebut juga akan meningkatkan kepatuhan.
INTERNET
<1%
http://repository.um-surabaya.ac.id/2450/4/BAB_III.pdf
88 INTERNET
<1%

EXCLUDE CUSTOM MATCHES OFF

EXCLUDE QUOTES ON

EXCLUDE BIBLIOGRAPHY ON

Anda mungkin juga menyukai