Anda di halaman 1dari 277

COVER

FISIKA DASAR BAGIAN MEKANIKA


UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak
ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan
Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya
untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya
untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya
untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan
Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan
ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan
ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan
dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin
Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran
hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
FISIKA DASAR BAGIAN MEKANIKA
Yusraida Khairani Dalimunthe, S.Pd., M.Sc.
Dr. Ir. Listiana Satiawati, M.Si.

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
FISIKA DASAR BAGIAN MEKANIKA

Yusraida Khairani Dalimunthe, S.Pd., M.Sc.


Dr. Ir. Listiana Satiawati, M.Si.

Editor :
Rintho R. Rerung

Tata Letak :
Rizki R Pratama
Desain Cover :
Rintho R. Rerung
Ukuran :
B5: 18,2 x 25,7 cm
Halaman :
iv, 265
ISBN :
978-623-362-222-6
Terbit Pada :
November, 2021

Hak Cipta 2021 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin
tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.penerbit.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha


Esa atas kasih sayang, rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulisan buku ajar ini dapat terselesaikan. Tidak lupa ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian buku ajar ini, khususnya
kepada Ketua Program Studi Teknik Perminyakan, rekan-rekan
dosen di Program Studi Teknik Perminyakan serta Lembaga
Penelitian Universitas Trisakti yang telah membantu dan
memfasilitasi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan buku
ajar ini.
Buku ajar ini berisi materi Fisika Dasar I untuk tingkat pertama di
semester pertama fakultas sains dan teknik di perguruan tinggi
negeri maupun swasta, pembuatan buku aja ini dilatarbelakangi
karena ketiadaan buku ajar untuk kuliah fisika dasar yang ditulis
oleh dosen-dosen fisika di Program Studi Teknik Perminyakan
selama berpuluh tahun serta belum tersedianya buku ajar khusus
ilmu fisika yang terkait untuk Program Studi Teknik Perminyakan
di Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti,
sehingga dengan penulisan buku ajar ini diharapkan mampu
menjadi salah satu pedoman para dosen baik di perguruan tinggi
negeri maupun swasta yang mengampu mata kuliah fisika dasar,
khususnya bagian mekanika. Materi utama yang dibahas pada
buku ajar ini mencakup Sistem Satuan dan Besaran, Kinematika,
Dinamika Partikel, Usaha dan Energi, Gerak Melingkar, Gerak
Rotasi, Kesetimbangan serta Momentum dan Tumbukan yang
diberikan selama setengah semester pertama perkuliahan sampai
dengan dilaksanakannya Ujian Tengah Semester.
Pada buku ajar ini juga dibahas sejumlah fenomena yang terkait
dengan ilmu serta prinsip-prinsip fisika yang penerapannya terkait
dengan ilmu keteknikan serta sejumlah fenomena yang dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep yang dipelajari.
Diharapkan dengan pendekatan ini menjadikan mahasiswa lebih
tertarik dan menyadarkan mahasiswa akan pentingnya
pengaplikasian konsep-konsep fisika terkait fenomena sederhana
yang ada di lingkungan sekitar hingga peralatan berteknologi
canggih.

i
Dibandingkan dengan diktat atau buku sejenis, dalam diktat ini
beberapa topik disajikan dengan tingkat kesulitan lebih tinggi yang
disesuaikan untuk alur berpikir mahasiswa tingkat pertama di
perguruan tinggi yang bertujuan untuk mengajak mahasiswa agar
lebih aktif berpikir dalam menyelesaikan permasalahan yang
terkait dengan ilmu fisika terutama untuk bidang keilmuan yang
diambilnya. Selain itu, untuk lebih memahami dan menguasai
setiap pokok bahasan disediakan pula berbagai contoh soal serta
pembahasannya.
Penulis menyadari tentu masih banyak kekurangan dalam
penulisan buku ajar ini, untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................iii
BAB 1 SISTEM SATUAN DAN BESARAN ...................................... 1
A. Besaran Pokok dan Besaran Turunan ........................... 3
B. Sistem Satuan ............................................................... 9
C. Besaran Fisika ............................................................. 11
BAB 2 KINEMATIKA ................................................................... 51
A. Jarak dan Perpindahan ............................................... 52
B. Kelajuan serta kecepatan rata-rata .............................. 56
C. Perlajuan dan Percepatan rata-rata ............................. 57
D. Gerak Lurus Beraturan (GLB) ...................................... 58
E. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) ..................... 61
F. Contoh-contoh Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
.................................................................................... 68
G. Gerak Parabola ............................................................ 76
H. Menganalisis Komponen Gerak Parabola secara terpisah
.................................................................................... 82
I. Pembuktian Matematis Gerak Peluru (Parabola) .......... 88
BAB 3 DINAMIKA PARTIKEL .....................................................103
A. Hukum Newton mengenai Gerak ................................104
B. Satuan Gaya ...............................................................116
C. Gaya-gaya kontak (Gaya Gesekan)..............................118
BAB 4 USAHA DAN ENERGI .....................................................127
A. Definisi Kerja ..............................................................128
B. Energi Kinetik (K) .......................................................133
C. Daya ...........................................................................136
D. Gaya Konservatif serta Energi Potensial ......................139
E. Gaya gravitasi dan Energi Potensial Gravitasi .............141
F. Gaya Pegas dan Energi Potensial Elastis.....................148

iii
BAB 5 GERAK MELINGKAR ......................................................155
A. Gerak Melingkar Beraturan ........................................156
B. Gerak Melingkar Berubah Beraturan ..........................160
C. Besaran Angular .........................................................161
D. Hubungan antara Besaran Angular dan Besaran
Tangensial ..................................................................162
E. Susunan Roda-roda ....................................................163
BAB 6 GERAK ROTASI ..............................................................177
A. Momen Inersia ............................................................180
B. Momen inersia untuk sistem partikel .........................181
C. Momen Kelembaman (momen inersia untuk benda
kontinu) ......................................................................183
D. Teori Sumbu Sejajar ...................................................189
E. Teori Sumbu Tegak Lurus ..........................................191
F. Penerapan Dinamika Rotasi........................................195
G. Gerak menggelinding ..................................................197
H. Usaha dan Daya pada Gerak Rotasi ...........................202
I. Momentum Sudut (L) ..................................................205
J. Hukum Kekekalan Momentum Sudut.........................205
BAB 7 STATIKA (KESETIMBANGAN) .........................................215
A. Kesetimbangan Translasi ............................................216
B. Kesetimbangan Rotasi ................................................216
C. Torsi (momen gaya) .....................................................217
BAB 8 MOMENTUM DAN TUMBUKAN ......................................235
A. Jenis-Jenis Tumbukan ...............................................236
B. Hukum Kekekalan Momentum ...................................246
C. Prinsip Kerja Roket .....................................................252
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................265

iv
BAB 1
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Standar Kompetensi
1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk
mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi
pada bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi
lewat teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
memperlihatkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika
melaksanakan tugas berlandaskan agama, moral
maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta
pengembangan peradaban berlandaskan pancasila.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat memahami konsep satuan dan besaran
fisika serta memahami vektor dan operasi-operasi vektor
Indikator
1. Menjelaskan besaran, satuan, dan konversi satuan.
2. Menjelaskan dimensi dan analisis dimensi.
3. Menjelaskan notasi ilmiah dan angka penting.
4. Menjelaskan pengukuran yang benar.
5. Menjelaskan vektor dan operasi-operasi vektor

Pada dunia perminyakan, kita pasti sering mendengar istilah barel,


Tscf, kW, HP dan lain sebagainya. Besaran-besaran tersebut tentu
akan sangat berguna ketika kita akan melakukan eksplorasi
maupun mempelajari segala hal yang berkaitan dengan minyak
bumi.

1
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Ditemukannya sumur-sumur maupun lapangan baru, baik itu


yang berada dilepas pantai ataupun yang berada di daratan sekitar
tahun 1970-an yang mana sudah mampu memproduksi minyak
mentah sebesar 1,6 juta barel/hari. Disamping itu, dana yang
besar juga tentu dibutuhkan guna meningkatkan produksi,
minimal mempertahankan hasil produksi yang ada. Dengan
demikian Pertamina berupaya mencari dana pinjaman dalam
bentuk kerja sama berupa patungan maupun pinjaman yang tak
mengikat, seperti yang dilakukan dengan INOCO. Dari penggalan
di atas tentu kita akan berpikir bahwa barel yang biasa disingkat
dengan bbl merupakan sebuah satuan dari volume yang biasa
digunakan untuk mengukur volume atau jumlah minyak bumi.
Tentu saja jika minyak bumi tahun 1970-an yang jumlahnya
melimpah tidak mungkin bisa diukur dengan sebuah gelas ukur
sederhana berukuran milliliter. Untuk itulah dibuat satuan
standar barel minyak yang setara dengan 42 US gallon atau
158.9873 liter = 158.9873 dm3.

Secara geologis Indonesia bisa dibagi dalam dua bagian, yaitu


bagian Barat Indonesia dan bagian Timur Indonesia. Pada
Indonesia bagian Barat ada 21 cekungan (35%) yang mana luasnya
1,34 juta km2 sedangkan untuk Indonesia bagian Timur tatanan
geologinya lebih sederhana dengan 39 cekungan (65%) yang luas
1,3 juta km2 namun tatanan geologi yang lebih komplek di mana
disana penyelidikan belum banyak dilakukan. Dari pernyataan
tersebut, tentunya kita akan berpikir bahwa kawasan Barat
Indonesia lebih luas dibanding kawasan Timur Indonesia, di mana
1,34 juta km2 tentu lebih besar dari 1,3 juta km2 dengan perbedaan
0,04 juta km2. Jika kita melihat angka 0,04, tentu yang ada dalam
pikiran kita itu adalah sebuah angka yang kecil, namun setelah

2
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

diikuti kata juta dan satuan km2, tentu itu bukan angka yang kecil
lagi.

Kamojang merupakan tempat pertama kali lapangan panas bumi


di temukan, yang terletak 42 km di sebelah Tenggara Bandung.
Sebuah pembangkit listrik dengan kapasitas 140 MW telah
dibangun di tempat ini dan pada 27 November 1978, uap dari
sumur Kamojang resmi digunakan sebagai tenaga gerak
pembangkit listrik yang berkekuatan 250 kW. Pembangkit listrik
ini merupakan pembangkit listrik tenaga panas bumi yang
beroperasi pertama kali di Indonesia dengan kapasitas 30 MW yang
oleh Presiden Soeharto diresmikan pada tanggal 7 Februari 1983.
Selanjutnya menyusul PLTPB Kamojang diresmikan oleh Presiden
Soeharto pada Februari 1988 dengan kapasitas 140 MW. Di sini
kita juga akan menemukan satuan kiloWatt atau yang disingkat
kW maupun satuan MegaWatt atau yang disingkat MW yang
digunakan untuk mengukur daya yang diperoleh dari konvensi
energi daya atau kemampuan mesin beroperasi (daya kuda).

A. Besaran Pokok dan Besaran Turunan

Penjelasan di atas tentu memberitahukan kita akan


pentingnya besaran fisika untuk melihat sifat benda maupun
mengukur gejala alam yang dapat diukur, termasuk
pengukuran dalam hal eksplorasi mineral, minyak bumi dan
lain sebagainya. Dalam fisika ada dua macam besaran yaitu
besaran pokok dan besaran turunan. Besaran pokok
didefinisikan sebagai besaran di mana satuannya ditetapkan
terlebih dahulu. Besaran ini juga dilihat sebagai besaran yang
independen yakni berdiri sendiri, yang berarti bukan
merupakan turunan dari besaran-besaran lainnya, dan
dinamakan juga sebagai besaran dasar. Ada tujuh besaran

3
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

pokok (besaran dasar) Dalam Sistem Internasional (SI) yang


masing-masing memiliki dimensi serta dua buah besaran
tambahan yang tidak berdimensi, seperti yang dapat dilihat
pada tabel 1.1 dan tabel 1.2.

Tabel.1.1. Besaran dasar

Tabel.1.2. Besaran tambahan

Selanjutnya jika tujuh besaran dasar tersebut diturunkan


menjadi suatu satuan hasil dari kombinasi besaran-besaran
dasar, maka besaran tersebut disebut sebagai besaran
turunan. Bisa dikatakan juga bahwa besaran turunan
merupakan besaran di mana satuannya diperoleh dari
besaran-besaran dasar maupun besaran pokok. Besaran
turunan tersebut jumlahnya sangat banyak, sebagai contoh:

1. Kecepatan (m/s) yang merupakan kombinasi atau


turunan dari satuan panjang (m) dan waktu (s)
2. Percepatan (m/s2) yang juga merupakan kombinasi atau

4
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

turunan dari satuan panjang (m) dan waktu (s)


3. Gaya (kg.m/s2 atau yang biasa disebut juga sebagai
Newton (N)) yang merupakan kombinasi atau turunan
dari satuan massa (kg), panjang (m) dan waktu (s)
4. Usaha (kg.m2/s2 atau yang biasa disebut juga sebagai
Joule (J)) yang juga merupakan kombinasi atau turunan
dari satuan massa (kg), panjang (m) dan waktu (s)
5. Energi (kg.m2/s2 atau yang biasa disebut juga sebagai
Joule (J)) yang juga merupakan kombinasi atau turunan
dari satuan massa (kg), panjang (m) dan waktu (s)
6. Impuls (kg.m/s) yang juga merupakan kombinasi atau
turunan dari satuan massa (kg), panjang (m) dan waktu
(s)
7. Momentum (kg.m/s) yang juga merupakan kombinasi
atau turunan dari satuan massa (kg), panjang (m) dan
waktu (s) dan lain sebagainya.

Jika diilustrasikan jumlah perbandingan antara besaran


dasar/pokok dengan besaran turunan maka akan terlihat
seperti gambar 1.1, di mana jumlah besaran turunan akan
lebih besar dibanding dengan besaran dasar/pokok.

5
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Besaran Turunan

7 Besaran Pokok

Gambar 1.1 Ilustrasi perbandingan besaran dasar dan besaran


turunan
Dimensi besaran turunan dapat ditentukan dengan berbagai
cara, seperti yang ditunjukkan pada contoh di bawah ini:

1. Kecepatan

𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
=
𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝐿
=
𝑇

= 𝐿. 𝑇 −1

2. Volume

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

= 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔

=𝐿𝑥𝐿𝑥𝐿

= 𝐿3

6
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

3. Percepatan

𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛
= 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
= 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝐿
= 𝑇
𝑇

= 𝐿. 𝑇 −2

Dimensi juga bisa digunakan untuk mencocokkan satuan


besaran turunan. Suatu dimensi besaran bisa digunakan
untuk menentukan hubungan antara dua besaran yang
berbeda. Berikut merupakan penggunaan fungsi dari suatu
dimensi.

1. Untuk mengungkap kesetaraan antara dua besaran


yang kelihatannya berbeda.

Misalnya kita ambil contoh antara Energi Kinetik (Ek)


dan Usaha (W). Kita ketahui bahwa rumus dari 𝐸𝑘 =
1
2
𝑚𝑣 2 dan rumus dari 𝑊 = 𝐹. 𝑠.

Selanjutnya kita lihat dimensi dari Energi Kinetik.

1
𝐸𝑘 = 𝑚𝑣 2
2
1
𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎, 𝑚𝑒𝑟𝑢𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖
2

Maka,

𝐸𝑘 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

7
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

= 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

= [𝑀]𝑥{[𝐿][𝑇 −1 ]}2

= [𝑀]𝑥[𝐿]2 𝑥[𝑇]−2

= [𝑀][𝐿]2 [𝑇]−2

Maka dimensi dari 𝐸𝑘 = [𝑀][𝐿]2 [𝑇]−2

Selanjutnya kita lihat dimensi dari Usaha.

𝑊 = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛

= 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛

= [𝑀]𝑥[𝐿][𝑇]−2 𝑥[𝐿]

= [𝑀][𝐿]2 [𝑇]−2

Maka dimensi dari 𝑊 = [𝑀][𝐿]2 [𝑇]−2

Dari sini dapat kita lihat bahwa Energi Kinetik dan


Usaha ternyata memiliki dimensi yang sama. Maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat kesetaraan antara
dua besaran tersebut. Sehingga kedua besaran tersebut
memiliki satuan yang sama yaitu Joule.

2. Untuk menentukan apakah satuan suatu persamaan itu


tepat atau tidak.

Misalnya kita ambil contoh 𝑠 = 𝑣. 𝑡. Apakah persamaan


ini benar?

Di mana kita ketahui

𝑠 = 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛, berdimensi [𝐿]

𝑣 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛, berdimensi [𝐿][𝑇 −1 ]

𝑡 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢, berdimensi [𝑇]

8
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Maka, 𝑠 = 𝑣. 𝑡

[𝐿] = [𝐿][𝑇 −1 ]𝑥[𝑇]

[𝐿] = [𝐿]

Dari sini dapat kita lihat bahwa ada kesamaan antara dimensi
ruas kiri dengan dimensi ruas kanan, maka dapat
disimpulkan bahwa persamaan di atas tepat dan benar
adanya.

(a) (b)

Gambar 1.2 (a) 42 galon minyak mentah hasilkan 45 galon produk


minyak seperti bensin, diesel, dan avtuur.
(https://agusnizami.files.wordpress.com/2012/03/minyakjadibbm.jpg)
(b) Honda FC-V Concpet yang memiliki kapasitas tangki tekanan 70 MPa
mampu menyuplai sumber tenaga untuk berkendara sejauh 700
kilometer.
(https://www.liputan6.com/otomotif/read/2135211/irit-bbm-honda-
singkap-mobil-berbahan-bakar-hidrogen)

B. Sistem Satuan

Bentuk satuan diklasifikasikan pada dua bentuk yaitu satuan


metrik dan satuan non metrik (Satuan Inggris). Sistem satuan
ini diturunkan dari Hukum Newton yaitu 𝐹 = 𝑘. 𝑚. 𝑎, di mana
𝑘 merupakan konstanta yang disederhanakan untuk 𝑘 = 1,
selanjutnya 𝑚 merupakan massa dan 𝑎 adalah percepatan,

9
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

oleh sebab itu sistem satuannya dirasionalkan dan 𝑘 tidak


memiliki dimensi karena merupakan suatu konstanta.
Selanjutnya sistem satuan yang dirasionalisasi ini dibagi
menjadi 2 bentuk yaitu sistem statis dan sistem dinamis, yang
memiliki bentuk metrik dan non metrik untuk masing-
masing.

Sistem Dinamis

Yang menjadi besaran dasar untuk sistem dinamis yaitu


panjang (𝑙), massa (𝑚) dan waktu (𝑡). Pada sistem tersebut,
sistem metrik terbagi atas dua macam, yaitu : 𝒄𝒈𝒔 dan 𝒎𝒌𝒔.
Sistem 𝑚𝑘𝑠 ditulis sebagai 𝑚𝑘𝑠𝑎 atau 𝑚𝑘𝑠𝑐 (𝑎 = 𝑎𝑚𝑝𝑒𝑟𝑒, 𝑐 =
𝑐𝑜𝑢𝑙𝑜𝑚𝑏) yang merupakan kependekan pada International
System (S.I.). Selanjutnya untuk Non Metric System disingkat
menjadi 𝑓𝑝𝑠, yang maksudnya panjang di mana satuannya
feet, selanjutnya massa di mana satuannya pound, dan
waktu di mana satuannya second.

𝒄. 𝒈. 𝒔 = 𝑐𝑚 − 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛

𝒎. 𝒌. 𝒔 = 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 − 𝑘𝑖𝑙𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 − 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛

Sistem Statis

Besaran dasar untuk sistem statis adalah panjang (𝑙), gaya


(𝐹) serta waktu (𝑡). Sistem metrik dipisahkan menjadi dua
bagian dalam sistem statis yakni sistem gravitasi serta
sistem teknis (praktis). Untuk sistem teknis, dibagi kembali
menjadi sistem statis besar serta sistem statis kecil.

1. Sistem statis besar

a. Gravitasi yaitu panjang satuannya meter, berat


satuannya kilogram serta waktu yang satuannya
sekon.

10
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

b. Teknis yaitu panjang satuannya meter, gaya


satuannya kilogram gaya dan waktu satuannya
sekon.
2. Sistem statis kecil

a. Gravitasi yaitu panjang satuannya cm, berat


satuannya gram dan waktu satuannya sekon.
b. Teknis yaitu panjang satuannya cm, gaya
satuannya gram gaya dan waktu satuannya sekon.

Sistem non metrik hanya memiliki 1 bentuk untuk sistem


gravitasi dan teknis yaitu:

Sistem gravitasi yaitu 𝑓𝑡 − 𝑙𝑏𝑤𝑡 − 𝑠𝑒𝑐

Sistem teknis yaitu 𝑓𝑡 − 𝑙𝑏𝑓 − 𝑠𝑒𝑐

C. Besaran Fisika

Selain besaran pokok dan besaran turunan, di dalam fisika


ada juga yang disebut sebagai besaran skalar dan besaran
vektor.

1. Besaran Skalar
Besaran skalar didefinisikan sebagai besaran yang tidak
mempunyai arah di mana hanya memiliki nilai,
misalnya volume, waktu, kerja, energi, massa.
Penjumlahan untuk besaran skalar dapat dioperasikan
dengan matematika sederhana, misalnya: 20 detik + 90
detik = 110 detik; 15 kg + 15 kg = 30 kg; 10 m3 + 20 m3
= 30 m3; 20 Joule – 10 Joule = 10 Joule.

2. Besaran Vektor

Besaran vektor didefinisikan sebagai besaran yang


mempunyai arah dan juga mempunyai nilai, misalnya

11
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

gaya, kecepatan, perpindahan, impulse. Jika


digambarkan, maka sebuah vektor dapat digambarkan
sebagai anak panah yang memiliki besar (nilai) dan arah
tertentu bergantung arah vektor (Gambar 1.3). Pada
gambar tersebut titik A dinyatakan sebagai titik pangkal
(ekor) dan titik B dinyatakan sebagai kepala panah yang
menyatakan arah. Misalkan saja vektor tersebut
memiliki panjang 4 satuan, maka 4 satuan itu
merupakan besar (nilai) serta garis yang melalui AB
menyatakan garis kerja vektor.

Gambar 1.3 Vektor AB


Simbol vektor biasa dinyatakan dalam bentuk huruf
cetak tebal atau ditulis 𝐴̅, 𝑎̅, 𝐴𝐵
̅̅̅̅ dan besarnya dinyatakan
dengan A, a, AB atau |𝐴̅|, |𝑎̅|, |𝐴𝐵
̅̅̅̅|.

Vektor bebas merupakan vektor yang dapat


dipindahkan ke mana saja pada ruang, asalkan tetap
untuk besar dan arahnya.

Vektor satuan merupakan vektor yang besarnya satu


satuan vektor, di mana pada sumbu X, Y dan Z
dinyatakan dengan vektor satuan 𝑖̂, 𝑗̂, 𝑘̂ atau 𝑎̂x, 𝑎̂y, 𝑎̂z

Suatu vektor 𝐴̅ dapat ditulis sebagai:

𝐴̅=𝐴𝑒̅𝐴 (1 − 1)

di mana 𝑒̅A merupakan vektor satuannya vektor 𝐴̅.

12
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Vektor negatif 𝐴̅ dituliskan sebagai vektor -𝐴̅ di mana


besarnya sama dengan vektor 𝐴̅ namun berlawanan
arahnya dengan vektor 𝐴̅ . Jika digambarkan vektor
negatif adalah perputaran sebuah vektor 1800 dari titik
pangkal atau ekornya. Berdasarkan Gambar 1.3, maka
vektor negatifnya dapat dilihat sebagaimana yang
diperlihatkan di Gambar 1.4.

A
A

B
B

Gambar 1.4 Vektor negatif AB


Vektor resultan merupakan penjumlah terkecil vektor
yang menyatakan sistem vektor yang bersangkutan.

3. Komponen Vektor
Vektor dalam Ruang

Jika vektor terletak dalam ruang berdimensi 3 (x,y,z)


sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.5, maka
vektor tersebut akan dinyatakan sebagai:

𝐴̅ = 𝐴̅x + 𝐴̅y + 𝐴̅z = 𝐴𝑥 𝑖̂ + 𝐴𝑦 𝑗̂ + 𝐴𝑧 𝑘̂ (1 − 2)

dan besarnya

𝐴 = √𝐴𝑥 2 + 𝐴𝑦 2 + 𝐴𝑧 2 (1 − 3)

𝐴̅x, 𝐴̅y, 𝐴̅z dan 𝑖̂, 𝑗̂, 𝑘̂ masing-masing merupakan


komponen vektor dan vektor satuan pada sumbu x, y,
dan z.

13
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

di mana

𝐴̅x = 𝐴𝑥 𝑖̂ besarnya 𝐴𝑥 = 𝐴 cos 𝛼 (1 − 4)

𝐴̅y = 𝐴𝑦 𝑗̂ 𝐴𝑦 = 𝐴 cos 𝛽 (1 − 5)

𝐴̅z = 𝐴𝑧 𝑘̂ 𝐴𝑧 = 𝐴 cos 𝛾 (1 − 6)

Arah vektor 𝐴̅ terhadap sumbu positif x, y, serta z


adalah:

𝐴𝑥
cos 𝛼 = (1 − 7)
𝐴
𝐴𝑦
cos 𝛽 = (1 − 8)
𝐴
𝐴𝑧
cos 𝛾 = (1 − 9)
𝐴

𝐴̅
𝐴̅
z
𝛾

𝛽 𝐴̅
y y
𝐴̅ 𝛼
x

𝑅̅
x

Gambar 1.5 Vektor 𝐴̅ dalam ruang berdimensi 3


Vektor dalam Bidang

Jika vektor terletak dalam ruang berdimensi 2 (x,y),


maka sumbu z tidak ada, sehingga vektor 𝐴̅ yaitu:

𝐴̅ = 𝐴̅x + 𝐴̅y = 𝐴𝑥 𝑖̂ + 𝐴𝑦 𝑗̂ (1 − 10)

besarnya

14
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐴 = √𝐴𝑥 2 + 𝐴𝑦 2 (1 − 11)

Komponen vektornya:

𝐴̅x = 𝐴𝑥 𝑖̂ besarnya : 𝐴𝑥 = 𝐴 cos 𝛼 (1 − 12)

𝐴̅y = 𝐴𝑦 𝑗̂ 𝐴𝑦 = 𝐴 cos 𝛽 = A sin 𝛼 (1 − 13)

Arahnya terhadap sumbu x dan y

𝐴𝑥
cos 𝛼 = (1 − 14)
𝐴
𝐴𝑦
cos 𝛽 = (1 − 15)
𝐴

𝐴̅
𝐴̅y

𝛼
x
𝐴̅x

Gambar 1.6 Vektor 𝐴̅ dalam bidang (x,y)


4. Penjumlahan Vektor

Secara umum kita dapat menjumlah vektor melalui dua


cara yaitu penjumlahan vektor secara grafis serta
penjumlahan vektor secara analitis. Berikut akan
dijelaskan bagaimana kita akan menjumlahkan vektor
dengan kedua metode tersebut.

15
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

a. Penjumlahan vektor secara grafis

Jika vektor akan dijumlahkan secara grafis maka


caranya yaitu dilakukan dengan menjumlahkan
dua vektor maupun lebih dengan cara
melukiskannya berdasarkan besar dan arahnya
yang hasilnya akan membentuk suatu bidang
datar. Jadi, tanpa mengetahui besar (nilai) dan
arah vektor secara kuantitatif, kita dapat
menggambarkan hasil penjumlahan (vektor
resultan) secara grafis. Ada tiga metode untuk
menjumlahkan vektor secara grafis, yaitu metode
segitiga, metode jajar genjang serta metode poligon.

1) Metode Segitiga

Metode segitiga adalah teknik untuk


menjumlahkan dua vektor dengan
memindahkan titik pangkal (ekor) vektor
pertama ke kepala (ujung) vektor kedua,
dilanjutkan dari pangkal (ekor) vektor kedua
ditarik garis lurus ke kepala (ujung) vektor
pertama atau sebaliknya. Garis lurus inilah
yang merupakan hasil penjumlahan vektor
pertama dan kedua yang disebut sebagai
vektor resultan. Misalkan vektor 𝐴̅ dan
vektor 𝐵̅ ingin kita jumlahkan, maka kita bisa
menggunakan metode segitiga ini dengan
langkah-langkah seperti berikut.

16
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐴̅ 𝐵̅

Langkah 1:

Vektor 𝐴̅ dan vektor 𝐵̅ digambarkan di mana


titik pangkal atau ekor vektor 𝐵̅ berada di
kepala atau ujung vektor 𝐴̅ atau titik pangkal
atau ekor vektor 𝐴̅ berada di kepala atau
ujung vektor 𝐵̅ sebagaimana yang terlihat
pada gambar berikut ini.

𝐵̅ 𝐴̅

atau

𝐴̅ 𝐵̅

Langkah 2:

Garis vektor dibentuk dari titik pangkal vektor


𝐴̅ ke kepala vektor 𝐵̅, atau dari titik pangkal
vektor 𝐵̅ ke kepala vektor 𝐴̅. Garis inilah yang
merupakan penjumlahan dari vektor 𝐴̅ dan
vektor 𝐵̅ atau disebut sebagai resultan vektor

17
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

yang lambangnya ditulis sebagai 𝑅̅. Seperti


yang terlihat pada gambar di bawah

𝐵̅ 𝐴̅

𝑅̅
𝑅̅

𝐴̅ 𝐵̅
atau
Gambar 1.7 Hasil penjumlahan 2 vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅
Jika kita lihat, maka bentuk dari
penjumlahan ini sama seperti bentuk segitiga,
oleh sebab itu metode ini dinamakan sebagai
metode segitiga. Namun, metode ini cuma
bisa digunakan untuk menjumlahkan dua
vektor, untuk lebih dari dua vektor, kita bisa
menggunakan metode jajaran genjang
maupun poligon.

2) Metode Jajaran Genjang

Jika kita ingin menjumlahkan dua atau lebih


vektor dengan menghubungkan pangkal
(ekor) satu vektor ke pangkal (ekor) vektor
lainnya, kita dapat menggunakan metode ini.
Setelah itu, ditarik garis lurus dari
perpotongan (pertemuan) pangkal (ekor)
kedua vektor ke perpotongan proyeksinya.
Resultan vektor merupakan hasil dari
penarikan garis ini.

18
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Pertimbangkan skenario berikut, kita ingin


menjumlahkan tiga vektor, 𝐴̅, 𝐵̅, dan 𝐶̅ , maka
lewat metode jajaran genjang kita dapat
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

𝐶̅
𝐴̅

𝐵̅

Langkah 1:

Pertama kita jumlahkan terlebih dahulu


vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ dengan cara menggambar
vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ di mana masing-masing
pangkal (ekor) kedua vektor saling bertemu.
Selanjutnya proyeksikan vektor 𝐴̅ melalui
pangkal vektor 𝐵̅ dan begitu pula sebaliknya
proyeksikan vektor 𝐵̅ melalui pangkal vektor
𝐴̅ sehingga akan membentuk bangun jajaran
genjang seperti gambar di bawah.

𝐴̅

𝜃
𝐵̅

Langkah 2:

Tarik garis mulai dari titik pangkal pertemuan


vektor 𝐴̅ dan vektor 𝐵̅ menuju titik pertemuan

19
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

hasil dari proyeksi vektor 𝐴̅ dan vektor 𝐵̅.


Garis inilah yang merupakan hasil
penjumlahan (resultan) antara vektor 𝐴̅ dan
vektor 𝐵̅, seperti yang terlihat pada Gambar
1.8.

𝐴̅

𝐴̅ + 𝐵̅

𝐵̅

Gambar 1.8 Hasil penjumlahan vektor 𝐴̅ + 𝐵̅


dengan metode jajaran genjang
Langkah 3:

Selanjutnya kita akan menggambarkan


resultan hasil dari penjumlahan vektor 𝐴̅, 𝐵̅,
dan 𝐶̅ dengan cara menggambar pangkal
(ekor) vektor 𝐶̅ berada di pangkal
penjumlahan antara vektor 𝐴̅ dan vektor 𝐵̅.
Kemudian proyeksikan kembali vektor 𝐵̅ dari
kepala hasil dari penjumlahan antara vektor
𝐴̅ dan 𝐵̅ begitupun sebaliknya gambarkan
kembali proyeksi vektor 𝐴̅ + 𝐵̅ melalui kepala
vektor 𝐵̅ seperti yang terlihat pada gambar di
bawah.

20
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐴̅

𝐴̅ + 𝐵̅

𝜃
𝐵̅
𝐶̅

Gambar 1.9 Hasil penjumlahan vektor 𝐴̅ + 𝐵̅


dengan metode jajaran genjang
Langkah 4:

Tarik garis dari titik pangkal pertemuan


vektor 𝐴̅ + 𝐵̅ dan vektor 𝐶̅ menuju titik
pertemuan hasil dari proyeksi vektor 𝐴̅ + 𝐵̅
dan vektor 𝐶̅ . Garis inilah yang merupakan
hasil penjumlahan (resultan) antara vektor 𝐴̅
+ 𝐵̅ + 𝐶̅ , seperti yang terlihat pada Gambar
1.10.

𝐴̅

𝐴̅ + 𝐵̅
𝐴̅
+𝐵̅+𝐶̅
𝜃
𝐵̅
𝐶̅

Gambar 1.10 Hasil penjumlahan vektor 𝐴̅ + 𝐵̅ + 𝐶̅


dengan metode jajaran genjang

21
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

3) Metode Poligon

Metode poligon digunakan untuk


menjumlahkan tiga atau lebih vektor dengan
cara menghubungkan pangkal (ekor) vektor
pertama ke kepala vektor kedua, selanjutnya
menghubungkan pangkal (ekor) vektor kedua
ke kepala vektor ketiga, begitu seterusnya
sampai vektor yang paling akhir. Terakhir,
tarik garis lurus dari pangkal vektor pertama
ke kepala vektor terakhir. Hasil penjumlahan
dari vektor-vektor tersebut adalah garis lurus
terakhir ini. Katakanlah kita akan
menjumlahkan vektor 𝐴̅ , 𝐵̅, 𝐶̅ dan 𝐷
̅ . Maka
dengan metode poligon kita dapat melakukan
langkah-langkah berikut:

̅
𝐷
𝐴̅ 𝐶̅

𝐵̅

Langkah 1:

Pertama gambarlah vektor 𝐴̅, kemudian


dilanjutkan menggambar vektor 𝐵̅ di mana
pangkal (ekor) vektor 𝐵̅ berada di ujung kepala
vektor 𝐴̅, selanjutnya gambarlah vektor 𝐶̅ di
mana pangkal (ekor) vektor 𝐶̅ berada di ujung
kepala vektor 𝐵̅, selanjutnya gambarlah

22
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

̅ di mana
vektor 𝐷 ̅
pangkal (ekor) vektor 𝐷
terletak di ujung kepala vektor 𝐶̅ sebagaimana
yang terlihat seperti gambar berikut.

𝐴̅

𝐵̅

𝐶̅
̅
𝐷

Langkah 2:

Tarik garis dimulai dari pangkal (ekor) vektor


𝐴̅ hingga menuju ujung kepala vektor 𝐷
̅ . Garis
ini merupakan vektor penjumlahan (resultan)
dari vektor 𝐴̅ + 𝐵̅ + 𝐶̅ + 𝐷
̅ . Seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 1.11.

𝐴̅

𝐵̅

𝐶̅
̅
𝐷

𝐴̅ + 𝐵̅ + 𝐶̅ + 𝐷
̅

Gambar 1.11 Hasil penjumlahan vektor 𝐴̅ + 𝐵̅ +


𝐶̅ + 𝐷
̅ dengan metode jajaran genjang

23
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Ciri dari metode grafis ini yaitu kita dapat


menggambarkan hasil penjumlahan vektor
tidak mesti dengan menghitung besar dan
arah resultan vektor, untuk resultan dan
arahnya hanya bisa digunakan dengan proses
pengukuran. Pendekatan analitis juga dapat
digunakan untuk menentukan besar serta
arah vektor yang dihasilkan secara
kuantitatif.

b. Penjumlahan vektor secara analitis

Penjumlahan vektor secara analitis umumnya


dikenal sebagai metode penguraian yang dilakukan
dengan menambahkan vektor yang diproyeksikan
pada sumbu x dan y dari grafik kartesian. Vektor
bernilai positif jika arahnya ke kanan dan ke atas,
selanjutnya vektor bernilai negatif jika arahnya ke
kiri dan ke bawah. Misalkan saja kita akan
menjumlahkan vektor 𝐴̅, 𝐵̅ dan 𝐶̅ , maka dengan
melakukan penjumlahan secara analitis kita dapat
melakukan langkah-langkah berikut:

𝐶̅
𝐴̅ 𝐵̅

24
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Langkah 1:

Gambarlah sebuah diagram cartesius, kemudian


lukislah masing-masing vektor 𝐴̅, 𝐵̅ dan 𝐶̅ pada
diagram cartesius tersebut di mana pangkal untuk
masing-masing vektor ditempatkan di pusat
koordinat sebagaimana yang tampak pada gambar
berikut.

𝐵̅ 𝐴̅

𝐶̅

Langkah 2:

Proyeksikan vektor 𝐴̅, 𝐵̅ dan 𝐶̅ ke sumbu X dan


sumbu Y sehingga terbentuklah komponen 𝐴̅𝑥 , 𝐴̅𝑦 ,
𝐵̅𝑥 , 𝐵̅𝑦 , 𝐶𝑥̅ dan 𝐶𝑦̅ . Untuk vektor 𝐵̅, karena berimpit
pada sumbu Y, maka komponen 𝐵̅𝑦 = ̅
𝐵 dan
komponen 𝐵̅𝑥 = 0 atau tidak ada. Selanjutnya kita
melihat bahwa di antara vektor komponen 𝐴̅𝑥 dan
vektor 𝐴̅ akan terbentuk sudut yang kita sebut
sebagai 𝛼 dan di antara vektor komponen 𝐶𝑥̅ dan
vektor 𝐶̅ akan terbentuk sudut yang kita sebut

25
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

sebagai 𝛽. Seperti yang terlihat pada gambar di


bawah.

𝐵̅𝑦
𝐴̅𝑦
̅ ̅
𝐴
𝐵

𝐶𝑥̅ 𝛼 𝑋
𝛽 𝐴̅𝑥
̅
𝐶

𝐶𝑦̅

Gambar 1.12 Penjumlahan vektor 𝐴̅ + 𝐵̅ + 𝐶̅ secara


analitis
Untuk mencari berapa besar komponen 𝐴̅𝑥 , 𝐴̅𝑦 , 𝐵̅𝑥 ,
𝐵̅𝑦 , 𝐶𝑥̅ dan 𝐶𝑦̅ kita akan menggunakan bantuan
rumus sinus serta rumus cosinus guna
memperoleh nilai jumlah dan selisih dua sudut.

𝐴̅𝑥
cos 𝛼 = ; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐴̅𝑥 = 𝐴̅ cos 𝛼 (1 − 16)
𝐴̅

𝐴̅𝑦
sin 𝛼 = ; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐴̅𝑦 = 𝐴̅ sin 𝛼 (1 − 17)
𝐴̅

𝐵̅𝑥 = 0 (1 − 18)

𝐵̅𝑦 = 𝐵̅ (1 − 19)

𝐶𝑥̅
cos 𝛽 = ; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐶𝑥̅ = 𝐶̅ cos 𝛽 (1 − 20)
̅𝐶

𝐶𝑦̅
sin 𝛽 = ; 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐶𝑦̅ = 𝐶̅ sin 𝛽 (1 − 21)
𝐶̅

26
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Langkah 3:

Setelah vektor komponen terbentuk semua,


langkah terakhir ialah menjumlahkan vektor
komponen pada sumbu X dan vektor komponen
pada sumbu Y masing-masing sebagai berikut.

∑ 𝑅𝑥 = 𝐴̅𝑥 − 𝐶𝑥̅ (1 − 22)

∑ 𝑅𝑦 = 𝐴̅𝑦 + 𝐵̅𝑦 − 𝐶𝑦̅ (1 − 23)

Selanjutnya untuk menghitung besar resultan


maka dapat kita pergunakan rumus:

2 2
𝑅 = √(∑ 𝑅𝑥 ) + (∑ 𝑅𝑦 ) (1 − 24)

Sedangkan untuk menghitung arah vektor resultan


dapat digunakan rumus sebagai berikut.

∑ 𝑅𝑦
tan 𝜃 = (1 − 25)
∑ 𝑅𝑥

Penurunan rumus Sinus-Cosinus

Rumus Sinus-Cosinus diperoleh dari asas


Trigonometri yaitu Dalil Pythagoras pada metode
jajaran genjang, sehingga bisa dikatakan kita bisa
mengetahui besar dan arah vektor resultan
menggunakan metode jajaran genjang. Untuk
penurunan rumus Sinus-Cosinus kita bisa
memperhatikan gambar di bawah, di mana gaya 𝐹̅1
dan 𝐹̅2 yang bekerja membentuk sudut sebesar 𝛼.

27
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐹̅2

𝐹̅1

Selanjutnya kita gunakan metode jajaran genjang


untuk mendapatkan vektor resultan 𝑅̅, seperti yang
dilukiskan pada gambar berikut.

𝐿
𝐹̅2 𝑀

𝑅̅
𝛼−𝛽

𝛼 𝛽
𝐾
𝑂 𝐹̅1

Karena adanya vektor resultan 𝑅̅, sehingga


terbentuk sudut antara 𝑅̅ dengan 𝐹̅1 yaitu sudut 𝛽
dan sudut antara 𝑅̅ dengan 𝐹̅2 yaitu (𝛼- 𝛽). Dari
bangun jajaran genjang OKML, perhatikan
segitiga OKM. Jika garis OK kita perpanjang ke
kanan, lalu kita tarik garis dari M ke garis

28
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

perpanjangan OK maka akan membentuk segitiga


siku-siku KNM, seperti pada gambar berikut.

𝐹̅2 𝐿 𝑀

𝑅̅
𝛼 𝐹̅2 𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝐹̅2
−𝛽
𝛼 𝛽 𝛼
𝐾 𝑁
𝑂 𝐹̅1
𝐹̅2 cos 𝛼

Dengan menggunakan persamaan trigonometri


maka akan diperoleh:

KM = 𝐹̅2 (1 − 26)

KN = 𝐹̅2 cos 𝛼 (1 − 27)

NM = 𝐹̅2 sin 𝛼 (1 − 28)

Jika kita perhatikan, segitiga ONM merupakan


segitiga siku-siku, oleh sebab itu berlakulah
hukum phytagoras sebagai berikut:

(𝑂𝑀)2 = (𝑂𝑁)2 + (𝑁𝑀)2 (1 − 29)

(𝑂𝑀)2 = (𝑂𝐾 + 𝐾𝑁)2 + (𝑁𝑀)2 (1 − 30)

Dari jajaran genjang OKML, kita dapati bahwa:

OM = 𝑅̅ dan OK = 𝐹̅1 (1 − 31)

Jika persamaan (1 − 27), (1 − 28), (1 − 31)


disubstitusikan ke persamaan (1 − 30), maka akan
dihasilkan persamaan sebagai berikut:

29
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝑅̅2 = (𝐹̅1 + 𝐹̅2 cos 𝛼)2 + (𝐹̅2 sin 𝛼)2 (1 − 32)

𝑅̅2 = (𝐹̅1 2 + 2 𝐹̅1 𝐹̅2 cos 𝛼 + 𝐹̅2 2 cos2 𝛼 + 𝐹̅2 2 sin2 𝛼

(1 − 33)

𝑅̅2 = 𝐹̅1 2 + 𝐹̅2 2 (sin2 𝛼 + cos2 𝛼) + 2 𝐹̅1 𝐹̅2 cos 𝛼

(1 − 34)

Kita ketahui bahwa nilai dari sin2 α + cos2 α = 1,


maka persamaan (1 − 34) menjadi:

𝑅̅2 = 𝐹̅1 2 + 𝐹̅2 2 + 2 𝐹̅1 𝐹̅2 cos 𝛼 (1 − 35)

Dari persamaan (1 − 35), maka akan didapatkan


rumus akhir untuk menentukan besar vektor
resultan atau yang biasa disebut sebagai rumus
cosinus:

𝑅̅ 2 = √|𝐹̅1 |2 + |𝐹̅2 |2 + 2|𝐹̅1 ||𝐹̅2 | cos 𝛼 (1 − 36)

Selanjutnya kita akan menentukan rumus untuk


arah resultan. Dengan memperhatikan gambar
berikut,

𝐿
𝐹̅2 𝑀

𝑅̅
𝛼 𝑎
−𝛽

𝛼 𝛽
𝛼
𝐾 𝑋
𝑂 𝐹̅1

30
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Dari gambar di atas, sudut 𝛼 merupakan sudut


yang terbentuk dari vektor 𝐹̅2 terhadap 𝐹̅1 dan
sudut 𝛽 merupakan sudut yang terbentuk dari
vektor 𝑅̅ terhadap 𝐹̅1 , dan garis X merupakan garis
perpanjangan vektor 𝐹̅1 yang tegak lurus terhadap
garis 𝑎. Berdasarkan aturan sinus maka akan kita
peroleh
𝑎
sin 𝛼 = (1 − 37)
𝐹̅2
𝑎
sin 𝛽 = (1 − 38)
𝑅̅

Jika persamaan (1 − 37) kita bagi dengan


persamaan (1 − 38), maka akan diperoleh
𝑎
sin 𝛼 𝐹̅2 𝑅̅
= 𝑎 = (1 − 39)
sin 𝛽 𝐹̅2
𝑅̅

Persamaan (1 − 39) dapat dituliskan sebagai,

𝐹̅2 𝑅̅
= (1 − 40)
sin 𝛽 sin 𝛼

Persamaan (1 − 40) merupakan rumus hubungan


antara vektor 𝐹̅2 dan vektor 𝑅̅. Selanjutnya kita
akan mencari rumus hubungan antara
vektor 𝐹̅1 dengan vektor 𝑅̅. Untuk itu kita dapat
melihat gambar berikut.

31
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐹̅2 𝐿 𝑀

𝑅̅
𝛼
−𝛽
𝛼 𝛽
𝐾
𝑂 𝐹̅1

Dari gambar di atas, dapat kita amati yakni sudut


𝛼 merupakan sudut yang dibentuk vektor 𝐹̅1 dan 𝐹̅2 ,
sudut (𝛼- 𝛽) merupakan sudut yang dibentuk oleh
vektor 𝑅̅ terhadap 𝐹̅2 dan garis Y merupakan garis
perpanjangan dari garis vektor 𝐹̅2 yang tegak lurus
terhadap garis b. Lewat rumus sinus maka akan
kita peroleh,

𝑏
sin 𝛼 = (1 − 41)
̅
𝐹1

𝑏
sin(𝛼 − 𝛽) = (1 − 42)
𝑅̅

Selanjutnya jika persamaan (1 − 41) kita bagi


dengan persamaan (1 − 42) maka akan kita
peroleh,

𝑏
sin 𝛼 𝐹̅ 𝑅̅
= 1 = (1 − 43)
sin(𝛼 − 𝛽) 𝑏 𝐹̅1
𝑅̅

Persamaan 1-13 dapat dituliskan menjadi,

𝐹̅1 𝑅̅
= (1 − 44)
sin(𝛼 − 𝛽) sin 𝛼

32
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Jika persamaan (1 − 40) dan (1 − 44) digabungkan


maka akan dihasilkan rumus untuk menentukan
arah vektor atau yang biasa disebut sebagai rumus
sinus yaitu sebagai berikut,

𝐹̅1 𝐹̅2 𝑅̅
= = (1 − 45)
sin(𝛼 − 𝛽) sin 𝛽 sin 𝛼

Contoh soal 1.1

Sudut 600 dibentuk oleh vektor yang panjangnya 6 cm


serta 4 cm masing-masing seperti gambar di bawah.
Hitunglah besar vektor penjumlahan dan arahnya!

𝐴̅ = 6cm

600

𝐵̅ = 4cm

33
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Jawaban:

a. Penjumlahan vektor

𝐴̅ 𝐶̅

600 C=A+B
𝐵̅

C = √|𝐴̅|2 + |𝐵̅|2 + 2|𝐴̅||𝐵̅|𝑐𝑜𝑠600

C = √|6|2 + |4|2 + 2|6||4|(0,5) = √76 = 8,71

b. Pengurangan vektor

̅
𝐷

𝐴̅

−𝐵̅ 𝐵̅

D = A + (-B)

D = √|𝐴̅|2 + |−𝐵̅|2 + 2|𝐴̅||𝐵̅|𝑐𝑜𝑠600

D = √|6|2 + |−4|2 + 2|6||4|(−0,5) = √28 = 5,29

5. Perkalian Vektor
a. Perkalian vektor dengan skalar

Agar lebih paham bagaimana perkalian vektor


dengan skalar, kita bisa mengambil contoh sebagai
berikut, “Para mahasiswa Teknik Perminyakan

34
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

sedang melakukan perjalanan dari Jakarta ke


Pertamina Cepu dengan menggunakan sebuah
bus. Bus tersebut bergerak pada kecepatan 70
km/jam menuju utara. Maka beberapa saat
kemudian kita akan mengetahui bahwa para
mahasiswa dan bus itu mengalami perpindahan.
Maka besarnya perpindahan ini akan kita peroleh
dengan mengalikan kecepatan dengan waktu
tempuh, atau dapat ditulis sebagai,

𝑠 = 𝑣𝑡 (1 − 46)

Di mana :

𝑠 = perpindahan (m)

𝑣 = kecepatan (m/s)

𝑡 = selang waktu (s)

Kita mengetahui sebelumnya kalau kecepatan


merupakan besaran vektor dan waktu merupakan
besaran skalar. Maka lewat persamaan diatas
dapat kita melihat bahwa perkalian kecepatan yang
merupakan besaran vektor dan waktu yang
merupakan besaran skalar akan menghasilkan
perpindahan yang merupakan besaran vektor. Dari
sini dapat kita simpulkan bahwasanya jika skalar
dan vektor dikalikan maka hasilnya adalah
vektor.

Produk dari perkalian vektor dan skalar dapat


diibaratkan sebagai hasil kali dari skalar k dan
vektor 𝐴̅ yang menghasilkan vektor 𝐵̅, dan aturan
perkalian tersebut dapat kita tuliskan sebagai:

35
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐵̅ = 𝑘𝐴̅ (1 − 47)

Besarnya vektor 𝐵̅ adalah besaran k dikalikan


dengan vektor 𝐴̅, dan arah vektor 𝐵̅ sama dengan
vektor 𝐴̅ jika k positif dan sebaliknya jika k negatif,
menurut persamaan (1 − 47).

Dalam dua maupun tiga dimensi, aturan di atas


berlaku untuk perkalian vektor satuan dengan
skalar.

Untuk dua dimensi, bila vektor 𝐴̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖̂ + 𝐴̅𝑦 𝑗̂


dikalikan dengan suatu skalar λ, maka akan
diperoleh vektor λ𝐴̅ = λ𝐴̅𝑥 𝑖̂ + λ𝐴̅𝑦 𝑗̂

Untuk tiga dimensi, bila vektor 𝐴̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖̂ + 𝐴̅𝑦 𝑗̂ + 𝐴̅𝑧 𝑘̂,


dikalikan dengan suatu skalar λ, maka akan
diperoleh vektor λ𝐴̅ = λ𝐴̅𝑥 𝑖̂ + λ𝐴̅𝑦 𝑗̂ + λ𝐴̅𝑧 𝑘̂ .

Bila λ > 0, maka arah vektor λ 𝐴̅ searah dengan


vektor 𝐴̅

Bila λ < 0, maka arah vektor λ 𝐴̅ berlawanan arah


dengan vektor 𝐴̅

Sifat perkalian vektor dan skalar mempunyai sifat


distributif:

𝑘(𝐴̅ + 𝐵̅) = 𝑘𝐴̅ + 𝑘𝐵̅ (1 − 48)

Contoh soal 1.2

Diketahui vektor 𝐴̅ digambarkan sebagai berikut

36
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐴̅

Gambar vektor 𝐵̅ , jika:

𝐵̅ = 2𝐴̅; 𝐵̅ = -2𝐴̅; 𝐵̅ = 1/2 𝐴̅; 𝐵̅= -1/2 𝐴̅

Jawaban:

𝐵̅ = 2𝐴̅ 𝐴̅

𝐴̅
𝐵̅ = −2𝐴̅

̅ , artinya panjang vektor 𝐵̅


̅ = 2𝑨
𝑩
adalah dua kali panjang vektor 𝐴̅ ̅ = - 2𝑨
𝑩 ̅ , artinya panjang vektor 𝐵̅
dan arah vektor 𝐵̅ sama dengan adalah dua kali panjang vektor 𝐴̅
arah vektor 𝐴̅ tetapi arahnya berlawanan dengan
arah vektor 𝑨 ̅

𝐴̅
𝐴̅

𝐵̅ = −1/2𝐴̅
𝐵̅ = 1/2𝐴̅

̅ = ½𝑨
𝑩 ̅ , artinya panjang vektor 𝐵̅ ̅ = - ½𝑨
𝑩 ̅ , artinya panjang vektor 𝐵̅
adalah setengah kali panjang adalah setengah kali panjang vektor
vektor 𝐴̅ dan arahnya sama 𝐴̅ tetapi arahnya berlawanan
dengan arah vektor 𝑨 ̅ dengan arah vektor 𝑨 ̅

37
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

b. Perkalian titik (Dot Product)

Kita dapat memahami perkalian titik dengan


melihat gambar di bawah ini.

𝐴̅ cos 𝛼

𝐵̅

𝛼
𝐴̅
𝐵̅ cos 𝛼

Jika vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ dikalikan secara dot atau yang


biasa disebut sebagai perkalian titik yang
dituliskan 𝐴̅ . 𝐵̅, maka perkalian tersebut
didefinisikan sebagai perkalian antara vektor 𝐴̅
dengan komponen vektor 𝐵̅ yang searah vektor 𝐴̅,
berdasarkan gambar di atas, komponen vektor 𝐵̅
yang searah vektor 𝐴̅ adalah 𝐵̅ cos 𝛼, dari definisi
tersebut secara matematis perkalian titik antara
vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ dapat dituliskan dengan persamaan.

𝐴̅ . 𝐵̅ = 𝐴̅𝐵̅ cos 𝛼 = |𝐴̅||𝐵̅| cos 𝛼 (1 − 49)

Di mana :

𝛼 = sudut yang dibentuk antara vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅

00 ≤ 𝛼 ≤ 1800

𝐴 = |𝐴̅| ; besar vektor 𝐴̅ (1 − 50)

𝐵 = |𝐵̅| ; besar vektor 𝐵̅ (1 − 51)

38
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Dari definisi di atas bisa ditarik kesimpulan yaitu


produk dari hasil kali titik dua buah vektor
adalah skalar. Simbol produk hasil kali titik ini
adalah (.) dan juga dikenal sebagai perkalian titik
(dot product).

Ada tiga poin penting dalam perkalian titik yaitu:

1) Jika vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ saling tegak lurus (𝛼 =


900 ), maka 𝐴̅. 𝐵̅ = 0,

karena cos 900 = 0

2) Jika vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ searah (𝛼 = 00 ), maka 𝐴̅. 𝐵̅


= 𝐴𝐵, karena cos 00 =1

3) Jika vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ berlawanan arah (𝛼 =


1800 ), maka 𝐴̅. 𝐵̅ = -𝐴𝐵, karena cos 1800 = -1

Perkalian titik pada vektor satuan

900 𝑖
900
900

Vektor satuan i, j, dan k pada gambar di atas


adalah vektor satuan yang tegak lurus satu sama
lain, menyiratkan bahwa besarnya = 900 dan
nilainya adalah 1 untuk ketiga vektor.

39
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Antara vektor satuan jika dilakukan perkalian titik


hasilnya adalah:

𝑖. 𝑖 = 𝑗. 𝑗 = 𝑘. 𝑘 = 1.1 cos 00 = 1 (𝑏𝑒𝑟ℎ𝑖𝑚𝑝𝑖𝑡)

𝑖. 𝑗 = 𝑖. 𝑘 = 𝑗. 𝑘 = 1.1 cos 900 = 0 (𝑡𝑒𝑔𝑎𝑘 𝑙𝑢𝑟𝑢𝑠)

Kita dapat menemukan produk dari hasil kali titik


suatu vektor yang dinyatakan dalam vektor satuan
menggunakan perkalian titik dari vektor satuan di
atas. Misalkan kita ingin mencari hasil perkalian
titik dua vektor:

𝐴̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑧 𝑘 (1 − 52)

𝐵̅ = 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐵̅𝑧 𝑘 (1 − 53)

Maka, hasil perkalian titik antara kedua vektor ini


adalah:

𝐴̅. 𝐵̅ = (𝐴̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑧 𝑘 ). (𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐵̅𝑧 𝑘) (1 − 54)

𝐴̅. 𝐵̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖. 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑥 𝑖. 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑥 𝑖. 𝐵̅𝑧 𝑘 + 𝐴̅𝑦 𝑗 . 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑦 𝑗. 𝐵̅𝑦 𝑗
+ 𝐴̅𝑦 𝑗. 𝐵̅𝑧 𝑘 + 𝐴̅𝑧 𝑘. 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑧 𝑘. 𝐵̅𝑦 𝑗
+ 𝐴̅𝑧 𝑘. 𝐵̅𝑧 𝑘

(1 − 55)

karena 𝑖. 𝑗 = 𝑖. 𝑘 = 𝑗. 𝑘 = 1.1 cos 900 = 0 𝑚𝑎𝑘𝑎

𝐴̅. 𝐵̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖. 𝐵̅𝑥 𝑖 + 0 + 0 + 0 + 𝐴̅𝑦 𝑗. 𝐵̅𝑦 𝑗 + 0 + 0 + 0


+ 𝐴̅𝑧 𝑘. 𝐵̅𝑧 𝑘

(1 − 56)

𝐴̅. 𝐵̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖. 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑦 𝑗. 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑧 𝑘. 𝐵̅𝑧 𝑘 (1 − 57)

karena 𝑖. 𝑖 = 𝑗. 𝑗 = 𝑘. 𝑘 = 1.1 cos 900 = 0 𝑚𝑎𝑘𝑎

𝐴̅. 𝐵̅ = 𝐴𝑥 𝐵𝑥 + 𝐴𝑦 𝐵𝑦 + 𝐴𝑧 𝐵𝑧 (1 − 58)

40
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Sifat Perkalian Titik

Perkalian titik bersifat distributif, yaitu:

𝐴. (𝐵 + 𝐶) = 𝐴. 𝐵 + 𝐴. 𝐶

dan juga memiliki sifat komutatif, yaitu:

𝐴. 𝐵 = 𝐵. 𝐴

Contoh soal 1.3

Sebuah vektor gaya dan perpindahan mempunyai


persamaan 𝐹 = (2𝑖 + 3𝑗 + 6𝑘)𝑁 dan 𝑆 = (4𝑖 + 3𝑗 −
𝑘)𝑚. Hitunglah usaha oleh gaya tersebut!

Jawaban:

Karena usaha adalah hasil perkalian titik antara


gaya dan perpindahan, maka

𝑊 = 𝐹. 𝑠

𝑊 = (2𝑖 + 3𝑗 + 6𝑘). (4𝑖 + 3𝑗 − 𝑘)

𝑊 = (2)(4) + (3)(3) + (6)(−1)

𝑊 =8+9−6

𝑊 = 11

Jadi usaha yang dilakukan oleh gaya yaitu 11


Joule.

c. Perkalian silang (Cross Product)

Agar lebih mengerti bagaimana dengan perkalian


silang, kita bisa memperhatikan gambar berikut.

41
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝐴̅ sin 𝛼
𝐵̅
𝐵̅ sin 𝛼

𝛼
𝐴̅

Jika vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ dikalikan secara silang atau


yang biasa disebut sebagai cross product yang
dituliskan 𝐴̅ x 𝐵̅, maka perkalian tersebut
didefinisikan sebagai hasil kali vektor 𝐴̅ dan
komponen vektor 𝐵̅ yang tegak lurus vektor 𝐴̅, di
mana komponen vektor 𝐵̅ yang tegak lurus vektor
𝐴̅ adalah 𝐵̅ sin 𝛼, maka hasil kali silang antara
vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅ dapat dinyatakan secara matematis
menggunakan definisi ini,

𝐴̅ 𝑥 𝐵̅ = 𝐶̅

|𝐴̅ 𝑥 𝐵̅| = 𝐴̅𝐵̅ sin 𝛼

Di mana :

𝛼 = sudut yang dibentuk antara vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅

00 ≤ 𝛼 ≤ 1800

𝐶̅ = vektor hasil perkalian silang antara vektor 𝐴̅


serta vektor 𝐵̅

|𝐴̅ 𝑥 𝐵̅| = besar vektor hasil kali silang antara vektor


𝐴̅ serta vektor 𝐵̅

Dari definisi tersebut bisa diambil kesimpulan


bahwa sebuah vektor yang arahnya tegak lurus

42
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

̅ dan 𝑩
terhadap bidang yang dibentuk oleh 𝑨 ̅
adalah hasil kali silang dua buah vektor. Simbol
bagi perkalian titik ini adalah (x) yang biasa disebut
juga sebagai perkalian silang (cross product).

Agar lebih memahami arah vektor hasil perkalian


silang, kita dapat memperhatikan gambar di bawah
ini.

Arah vektor 𝑪̅ tegak lurus dengan Begitu juga arah dari hasil
bidang yang terbentuk melalui ̅x𝑩
perkalian silang vektor 𝑨 ̅ . Juga
vektor 𝑨̅ serta 𝑩̅ . Untuk melihat bisa kita gunakan kaidah tangan
arah vektor 𝑪̅, kita bisa gunakan kanan, namun bedanya
kaidah tangan kanan yang mana genggaman tangan dibuat berbalik
ujung dari vektor 𝑨 ̅ mendekati arah yaitu ujung dari vektor 𝑩 ̅
arah ujung vektor 𝑩 ̅ mirip lipatan ̅
menuju ujung dari vektor 𝑨 seperti
empat jari di mana jempol arah lipatan empat jari dan jempol
menggambarkan arah vektor 𝑪 ̅. menggambarkan arah vektor 𝑪 ̅.
Gambar di atas menunjukkan Pada gambar di atas, vektor 𝑪 ̅
bahwa vektor 𝑪 ̅ merupakan hasil ̅
adalah hasil perkalian silang 𝑩 x 𝑨̅
̅ x 𝑩
kali silang 𝑨 ̅ yang arahnya yang arahnya menuju ke bawah
menuju ke atas tidak menembus menembus bidang.
bidang.
Gambar 1.13 https://www.fisikabc.com/2017/05/perkalian-vektor.html

Berikut 5 poin penting dalam mengali silang vektor:

1) Sifat komutatif tidak diberlakukan, maka

𝐴𝑥𝐵 ≠ 𝐵𝑥𝐴

43
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

2) Sifat anti komutatif diberlakukan, maka


𝐴𝑥𝐵 = −𝐵𝑥𝐴
3) Bila vektor A serta B saling tegak lurus (𝛼 =
900 ) maka
|𝐴 𝑥 𝐵| = 𝐴𝐵 → sin 900 = 1
4) Bila vektor A serta B searah (𝛼 = 00 ) maka
|𝐴 𝑥 𝐵| = 0 → sin 00 = 0
5) Bila vektor A serta B berlawanan arah (𝛼 =
1800 ) maka
|𝐴 𝑥 𝐵| = 0 → sin 1800 = 0

Perkalian silang pada vektor satuan

Vektor satuan i, j maupun k nilainya masing-


masing adalah 1 dan jika dua vektor satuan yang
sama dikali silang, maka hasilnya sebagai berikut:

𝑖𝑥𝑖 = 1.1 𝑠𝑖𝑛 00 = 0

𝑗𝑥𝑗 = 1.1 𝑠𝑖𝑛 00 = 0

𝑘𝑥𝑘 = 1.1 𝑠𝑖𝑛 00 = 0

Untuk vektor satuan yang berbeda dalam


menentukan hasil perkalian silangnya kita bisa
menggunakan siklus berikut:

Gambar 1.14
https://www.fisikabc.com/2017/05/perkalian-
vektor.html

44
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Dengan mengacu pada perkalian silang dari vektor


satuan dan memanfaatkan siklus di atas, kita
dapat menemukan hasil kali silang dari suatu
vektor yang dinyatakan dalam vektor satuan.

𝐴̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑧 𝑘

𝐵̅ = 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐵̅𝑧 𝑘

Hasil perkalian titik antara kedua vektor ini adalah:

𝐴̅𝑥𝐵̅ = (𝐴̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑧 𝑘 )𝑥(𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐵̅𝑧 𝑘)

𝐴̅𝑥𝐵̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖 𝑥 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑥 𝑖 𝑥 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑥 𝑖 𝑥 𝐵̅𝑧 𝑘 + 𝐴̅𝑦 𝑗 𝑥 𝐵̅𝑥 𝑖


+ 𝐴̅𝑦 𝑗 𝑥 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑦 𝑗 𝑥 𝐵̅𝑧 𝑘 + 𝐴̅𝑧 𝑘 𝑥 𝐵̅𝑥 𝑖
+ 𝐴̅𝑧 𝑘 𝑥 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑧 𝑘 𝑥 𝐵̅𝑧 𝑘

karena 𝑖𝑥𝑖 = 𝑗𝑥𝑗 = 𝑘𝑥𝑘 = 1𝑥1 sin 00 = 0 𝑚𝑎𝑘𝑎

𝐴̅𝑥 𝐵̅ = 0 + 𝐴𝑥 𝑖 𝑥 𝐵𝑦 𝑗 + 𝐴𝑥 𝑖 𝑥 𝐵𝑧 𝑘 + 𝐴𝑦 𝑗 𝑥 𝐵𝑥 𝑖 + 0
+ 𝐴𝑦 𝑗 𝑥 𝐵𝑧 𝑘 + 𝐴𝑧 𝑘 𝑥 𝐵𝑥 𝑖 + 𝐴𝑧 𝑘 𝑥 𝐵𝑦 𝑗 + 0

𝐴̅𝑥𝐵̅ = 𝐴̅𝑥 𝑖 𝑥 𝐵̅𝑦 𝑗 + 𝐴̅𝑥 𝑖 𝑥 𝐵̅𝑧 𝑘 + 𝐴̅𝑦 𝑗 𝑥 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑦 𝑗 𝑥 𝐵̅𝑧 𝑘


+ 𝐴̅𝑧 𝑘 𝑥 𝐵̅𝑥 𝑖 + 𝐴̅𝑧 𝑘 𝑥 𝐵̅𝑦 𝑗

dengan menggunakan siklus perkalian silang,


maka

𝐴̅𝑥𝐵̅ = 𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑦 𝑘 − 𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑧 𝑗 − 𝐴̅𝑦 𝐵̅𝑥 𝑘 + 𝐴̅𝑦 𝐵̅𝑧 𝑖 + 𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑥 𝑗
− 𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑦 𝑖

𝐴̅𝑥𝐵̅ = (𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑧 − 𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑦 )𝑖 + (𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑥 − 𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑧 )𝑗 + (𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑦
− 𝐴̅𝑦 𝐵̅𝑥 )𝑘

Untuk mempermudah mengingat rumus, selain


menggunakan siklus di atas kita juga dapat

45
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

menggunakan metode determinan seperti berikut


ini:

Gambar 1.15
https://www.fisikabc.com/2017/05/perkalian-
vektor.html
𝐴̅𝑥𝐵̅ = 𝑖𝐴̅𝑦 𝐵̅𝑧 + 𝑗𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑥 + 𝑘𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑦 − 𝑘𝐴̅𝑦 𝐵̅𝑥 − 𝑖𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑦 − 𝑗𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑧

𝐴̅𝑥𝐵̅ = (𝐴̅𝑦 𝐵̅𝑧 − 𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑦 )𝑖 + (𝐴̅𝑧 𝐵̅𝑥 − 𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑧 )𝑗


+ (𝐴̅𝑥 𝐵̅𝑦 − 𝐴̅𝑦 𝐵̅𝑥 )𝑘

Sifat perkalian silang

Perkalian silang bersifat komutatif, yaitu:

𝐴𝑥𝐵 ≠ 𝐵𝑥𝐴

Perkalian silang bersifat asosiatif, yaitu:

𝑘(𝐴𝑥) = (𝑘𝐴) 𝑥 𝐵 = 𝐴 𝑥 (𝑘𝐵)

Dan perkalian silang bersifat distributif, yaitu:

(𝐴 𝑥 (𝐵 + 𝐶) = (𝐴 𝑥 𝐵) + (𝐴 𝑥 𝐶)
(𝐴 + 𝐵) 𝑥 𝐶 = (𝐴 𝑥 𝐶) + (𝐵 𝑥 𝐶)

Contoh soal 1.4

Persamaan gaya yang bekerja pada alat pemboran


adalah 𝐹 = (𝑖 + 3𝑗 − 𝑘)𝑁. Dengan melihat lewat
sebuah engsel, gaya itu bekerja pada vektor posisi

46
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

𝑟 = (0,8𝑖 + 0,2𝑗)𝑚. Tentukanlah persamaan momen


gaya yang dihasilkan oleh gaya tersebut!

Diketahui:

𝐹 = (𝑖 + 3𝑗 − 𝑘)𝑁

𝑟 = (0,8𝑖 + 0,2𝑗)𝑚

Ditanyakan: momen gaya (𝜏)

Jawaban:

Produk hasil kali silang dari vektor posisi dan gaya


adalah momen gaya, maka

𝜏=𝑟𝑥𝐹

𝜏 = (0,8𝑖 + 0,2𝑗) 𝑥 𝐹(𝑖 + 3𝑗 − 𝑘)

𝜏 = (0,8)(1)(𝑖𝑥𝑖) + (0,8)(3)(𝑖𝑥𝑗) + (0,8)(−1)(𝑖𝑥𝑘)


+ (0,2)(1)(𝑗𝑥𝑖) + (0,2)(3)(𝑗𝑥𝑗)
+ (0,2)(−1)(𝑗𝑥𝑘)

𝜏 = 0 + 2,4𝑘 − 0,8(−𝑗) + 0,2(−𝑘) + 0 − 0,2𝑖

𝜏 = −0,2𝑖 + 0,8𝑗 + 2,2𝑘

Maka persamaan momen gayanya adalah:

(−0,2𝑖 + 0,8𝑗 + 2,2𝑘)𝑁𝑚

47
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Pertanyaan

1. Sebuah kapal yang ditarik oleh dua buah motor, masing-


masing motor menarik dengan menggunakan gaya 7000N dan
sudut yang dibentuk antara 2 tali penarik adalah 600.
Berapakah gaya resultan pada kapal?
2. Panjang masing-masing vektor yaitu 20 cm dan 25 cm,
resultan dari kedua vektor tersebut sebesar 35 cm. Berapakah
sudut yang dibentuk oleh vektor-vektor tersebut dan
berapakah resultan selisihnya?
3. Dalam perjalanan mahasiswa Kerja Praktek dari Universitas
Trisakti ke Pertamina EP Aset 3 Subang, mobil yang
dikendarai menempuh 30 km ke utara, 50 km ke barat dan
120 km ke tenggara. Berapa jarak antara Universitas Trisakti
dan Pertamina EP Aset 3 Subang?
4. Hasil kedua vektor jika dijumlahkan sama dengan hasil kedua
vektor tersebut jika dikurangkan. Buktikanlah pernyataan
tersebut!
5. Dua vektor dinyatakan lewat unit vektor berikut:
̂ dan 𝐵̅ = 5𝑖̂ + 3𝑗̂ -𝑘̂, selanjutnya carilah:
𝐴̅= 3𝑖̂ + 4𝑗̂ -2𝑘
a. Resultan juga selisih vektor.
b. Panjang (besar) vektor 𝐴̅ serta vektor 𝐵̅.
c. Hasil kali skalar vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅.
d. Besarnya sudut terkecil yang dibentuk oleh vektor 𝐴̅ dan
𝐵̅.
e. Hasil kali secara vektor dari vektor 𝐴̅ dan 𝐵̅.
6. Pada sebuah bidang bekerja 4 buah gaya masing-masing 40𝑁,
40𝑁, 10𝑁 dan 30𝑁, selanjutnya masing-masing gaya tersebut
membentuk sudut 600 antara satu sama lain sebagaimana

48
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

gambar di bawah. Bila sebuah gaya ditambahkan ke bidang,


hitunglah besar dan arah gaya ke 5 yang ditambahkan supaya
penjumlahan dari lima gaya tersebut bernilai nol!

7. Titik 𝐴 (5,8,10) dan 𝐵 (−4,4,10). Tentukanlah 𝐴𝐵 serta sudut


yang dibentuk oleh 𝑂𝐴 dan 𝐴𝐵, yang mana 𝑂 merupakan
pusat koordinat!
8. Sebuah pesawat yang terbang pada udara tenang
kecepatannya 200 mil/jam. Pesawat diharuskan terbang ke
arah 370 dari utara ke barat. Selain itu ada angin yang
berkecepatan 30 mil/jam yang arahnya 530 dari utara ke
timur, di mana sketsanya terlihat seperti gambar di bawah.
Kemanakah pesawat tersebut harusnya diarahkan?

9. Ditentukan 2 vektor.
𝑎̅ = 3𝑥̅ + 4𝑦̅ - 6𝑧̅
𝑏̅ = 𝑥̅ + 𝑦̅+ 2𝑧̅

49
SISTEM SATUAN DAN BESARAN

Carilah:
a. Besar serta arah resultannya
b. Besar serta arah 𝑎̅ - 𝑏̅
c. Sudut antara 𝑎̅ dan 𝑏̅
1
10. Vektor a dan vektor b membentuk sudut 𝛼 dengan sin 𝛼 = .
√7

Jika |𝑎| = √5 dan 𝑎. 𝑏 = √30. Hitunglah 𝑏. 𝑏!


11. Diketahui vektor 𝑎̅ = 𝑖 + 2𝑗 − 𝑥𝑘, 𝑏̅ = 3𝑖 − 2𝑗 + 𝑘 dan 𝑐̅ = 2𝑖 + 𝑗 +
2𝑘. Vektor 𝑎̅ tegak lurus 𝑐̅. Hitunglah (𝑎̅ + 𝑏̅). (𝑎̅ − 𝑐̅)!
12. Vektor 𝑎̅ dan 𝑏̅ membentuk jajaran genjang. Maka carilah luas
yang dibentuk vektor tersebut jika:
a. |𝑎̅| = 2𝑥̂ + 3𝑦̂ − 𝑧̂ satuan
b. |𝑏̅| = −𝑥̂ + 𝑦̂ + 2𝑧̂ satuan
13. Seperti yang ditunjukkan pada gambar (a) dan (b), sebuah
benda dikenai lima gaya. Hitung jumlah kelima gaya tersebut!

(a) (b)

14. Diketahui dua buah vektor 𝑢̅ = 𝑏𝑖 − 12𝑗 + 𝑎𝑘 dan 𝑣̅ = 𝑎𝑖 − 𝑎𝑗 −


𝑏𝑘. Sudut antara vektor 𝑢̅ dan 𝑣̅ adalah 𝜃, di mana diketahui
√3
cos 𝜃 = . Proyeksi vektor 𝑢̅ pada vektor 𝑣̅ adalah 𝑣̅ = −4𝑖 −
4

4𝑗 + 4𝑘. Hitunglah nilai dari b!


15. Vektor 𝑎̅, 𝑏̅, 𝑐̅ merupakan vektor-vektor unit, di mana setiap
vektor membentuk sudut 600 dengan vektor lainnya.
Tentukanlah (𝑎̅ − 𝑏̅)(𝑏̅ − 𝑐̅)!

50
BAB 2
KINEMATIKA

Standar Kompetensi
1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk
mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi pada
bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi lewat
teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
memperlihatkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika melaksanakan
tugas berlandaskan agama, moral maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta pengembangan
peradaban berlandaskan pancasila.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat melakukan analisis terhadap besaran fisika
dalam gerak yang kecepatan maupun percepatannya konstan
Indikator
1. Mendefinisikan besaran gerak.
2. Melakukan analisis Gerak Lurus Beraturan (GLB) di
kehidupan sehari-hari.
3. Melakukan analisis Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
di kehidupan sehari-hari.
4. Menghitung besaran yang berhubungan dengan GLB, GLBB,
gerak vertikal dan gerak parabola.
5. Mampu menggambar grafik dari GLB.
6. Mampu menggambar grafik dari GLBB
7. Menganalisis perpindahan benda berdasarkan kurva
kecepatan-waktu.

Salah satu fenomena yang sangat sering kita jumpai di alam ini
adalah gerak, bahkan kita sendiri juga setiap saat melakukan

51
KINEMATIKA

gerak. Beberapa gerak yang sering kita jumpai dalam kehidupan


sehari-hari misalnya gerak kendaraan di jalan raya, gerakan kuda
yang berlari, gerak buah yang jatuh dari pohon, gerak peluru yang
ditembakkan dari pistol, gerak bola yang ditendang pemain sepak
bola, serta berbagai fenomena gerak lainnya. Fenomena dari suatu
gerakan merupakan fenomena yang relatif, artinya gerak
bergantung pada titik acuan. Suatu benda disebut bergerak bila
letaknya berubah terhadap titik acuan. Pada sebuah kendaraan
yang bergerak dikendarai oleh pengendara maka yang menjadi titik
acuan bisa kita ambil pepohonan ataupun rumah-rumah yang ada
di pinggir jalan. Namun untuk pengendara sendiri tidak melakukan
gerakan (diam) terhadap kendaraan yang dikendarainya.
Selanjutnya pada gerak buah yang jatuh dari pohonnya, titik
acuannya bisa kita ambil tangkai buah atau permukaan bumi.
Adapun jenis gerakan yang paling sering dan banyak terjadi di alam
ini adalah gerak yang arah dan kecepatannya tidak teratur. Pada
bab ini akan dibahas mengenai gerak lurus atau gerak dalam satu
dimensi yaitu GLB dan GLBB serta gerak dalam dua dimensi yaitu
gerak parabola.

A. Jarak dan Perpindahan

Jika seorang anak berdiri di pinggir jalan yang memiliki


lintasan lurus seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Posisi anak tersebut saat itu berada di titik A, selanjutnya
anak tersebut bergerak menuju titik C melewati B. Setelah
sampai di C, anak tersebut membalik badan dan menuju titik
B untuk kemudian berhenti di titik B. Pada peristiwa tersebut
seberapa jauh jarak yang ditempuh anak tersebut dan berapa
pula perpindahannya? Apakah sama pengertian antara jarak
dan perpindahan? Dalam kehidupan sehari-hari kedua kata
tersebut mengandung makna yang serupa, namun pada

52
KINEMATIKA

Fisika dua kata tersebut mengandung pengertian yang tidak


sama. Untuk memahami hal tersebut mari kita dalami lebih
lanjut apa yang dimaksud dengan gerak.

Gambar 2.1 http://3.bp.blogspot.com/-


ySPaMiT4D3E/TrkMzlsv_iI/AAAAAAAAAG4/Fxk9LvTxbZ4/s1600/
1.png
Pada gambar 2.1 tampak seorang anak yang berada di pinggir
jalan melambaikan tangan pada sebuah mobil yang bergerak
menjauhinya. Jika saja mobil tersebut dikendarai oleh Anda,
maka dari waktu ke waktu pastilah anak tersebut akan
semakin jauh dari Anda. Ini berarti posisi anak itu dan Anda
berubah seiring dengan gerakan mobil menjauhi anak
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu benda
disebut bergerak jika posisinya berubah setiap waktu
terhadap acuan tertentu. Selanjutnya apakah dalam hal ini
Anda dikatakan bergerak? Jawabannya iya jika acuannya kita
ambil anak tersebut atau pepohonan yang berada di pinggir
jalan dan akan dikatakan diam bila acuannya adalah mobil
yang Anda kendarai. Ini terjadi karena posisi Anda dan
kendaraan yang Anda kendarai tidak berubah. Akibatnya,
tergantung pada acuan mana yang kita gunakan, sebuah
benda dapat bergerak dan diam pada saat yang sama.
Kualitas gerak dalam fisika adalah relatif dan bergantung
pada acuan yang diberikan.

53
KINEMATIKA

Selanjutnya coba kita bisa mencermati uraian di bawah. Jika


pada sebuah bidang datar yang lintasannya lurus sebuah
bola digulirkan. Di mana garis-garis berskala mewakili posisi
benda dan disebut sebagai sumbu koordinat setiap saat
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

𝐶 𝑂 𝐵
𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢
𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡
−5 −4 −3 −2 −1 0 1 2 3 4 5

Gambar 2.2 Gerak pada satu sumbu koordinat


Andaikan dua buah bola digelindingkan dari titik O. Bola 1
digelindingkan ke arah kanan lalu berhenti di titik B dan bola
2 digelindingkan ke arah kiri lalu berhenti di titik C seperti
yang terlihat pada gambar 2.2. Bola tersebut menempuh
lintasan dengan panjang yang sama yaitu 5 satuan. Namun
bila arah gerakannya kita perhatikan, bola tersebut bergerak
dengan arah berlawanan, di mana bola 1 berpindah ke
sebelah kanan dari titik O dan bola 2 berpindah ke sebelah
kiri dari titik O.

Jarak memiliki definisi sebagai panjang lintasan yang dilalui


benda serta bagian dari besaran skalar sedangkan
perpindahan didefinisikan sebagai perubahan letak benda
dari keadaan awal menjadi keadaan akhirnya dan merupakan
besaran vektor. Jarak sendiri tidak dipengaruhi oleh arah
gerak benda, sedangkan perpindahan tidak dipengaruhi oleh
lintasan benda yang bergerak, dengan kata lain perpindahan
hanya mempertimbangkan posisi awal dan akhir benda. Dua
benda dapat menempuh jarak yang sama (panjang lintasan
sama) tetapi memiliki perpindahan yang berbeda, seperti

54
KINEMATIKA

dalam kasus ini. Jarak dapat didefinisikan sebagai besarnya


perpindahan.

Untuk kasus lain, jika ada tiga bola bergerak dari titik O ke
kanan menuju titik D, kemudian setelah sampai di titik D bola
tersebut membalik arah bergerak ke kiri melewati titik O lalu
berhenti di titik E seperti yang terlihat sebagaimana Gambar
2.3.

𝐸 𝑂 𝐷
𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢
𝑘𝑜𝑜𝑟𝑑𝑖𝑛𝑎𝑡
−5 −4 −3 −2 −1 0 1 2 3 4 5 6

Gambar 2.3 Perubahan posisi 3 bola


Jarak yang ditempuh bola merupakan panjang lintasan ODE
= OD + DE. Maka, s = 6 + 11 = 17 satuan

Perpindahan bola adalah OE (kedudukan awal bola di titik O


dan kedudukan akhirnya di titik E)

Maka, ∆𝑠 = −5 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛.

Simbol minus pada ∆𝑠 menyatakan bahwa bola berpindah ke


arah kiri terhadap titik rujukan. Untuk contoh kasus di atas
dapat kita lihat perbedaan antara jarak dan perpindahan yang
ditandai berdasarkan ada tidaknya “arah” dan “besar” kedua
besaran tersebut, di mana jarak = 17 satuan dan
perpindahan = 5 satuan. Apakah mungkin jika suatu benda
mampu menempuh jarak yang besarnya sama dengan
perpindahannya? Jarak dan perpindahan yang ditempuh oleh
suatu benda yang menempuh arah tertentu adalah sama.
Sebagai contoh, jika sebuah benda bergerak lurus ke kanan
sejauh 10 m, jarak maupun perpindahan adalah sama-sama
10 m.

55
KINEMATIKA

B. Kelajuan serta kecepatan rata-rata

Jarak yang ditempuh oleh suatu benda dibagi dengan waktu


yang diperlukan untuk menempuh jarak itu adalah definisi
kelajuan, kelajuan sendiri merupakan besaran skalar,
sedangkan kecepatan didefinisikan sebagai perpindahan
suatu benda dibagi lamanya waktu untuk menempuh
perpindahan tersebut, kecepatan sendiri merupakan besaran
vektor. Persamaan keduanya dapat ditulis sebagai,
𝑠
𝑣̅ = (2 − 1)
∆𝑡

Di mana ,

𝑣̅ = laju rata − rata benda (m/s)

𝑠 = jarak yang ditempuh benda (m)

∆𝑠 = perpindahan benda (m)

∆𝑡 = waktu tempuh (s)

Pada kehidupan sehari-hari kelajuan dan kecepatan selalu


berubah-ubah dengan berbagai penyebab. Sebagai contoh
jalan yang tidak rata akan menyebabkan gerak berubah-
ubah. Oleh sebab itu kedua persamaan di atas dapat kita
definisikan sebagai persamaan untuk kelajuan rata-rata serta
persamaan untuk kecepatan rata-rata.

Contoh soal 2.1

Ridho berlari menuju timur sejauh 10 m dalam waktu 6 s,


kemudian ia berbalik arah menuju barat sejauh 8 m dalam
waktu 4 s. Hitunglah kelajuan rata-rata dan kecepatan rata-
rata yang ditempuh Budi!

56
KINEMATIKA

Jawaban:

Kelajuan rata-rata:

𝑠1 + 𝑠2
𝑣=
𝑡1 + 𝑡2

10 + 8 18
𝑣= = = 1,8 𝑚/𝑠
6+4 10

Kecepatan rata-rata:

Jika perpindahan ke timur itu positif, maka ke barat adalah


negatif.

∆𝑠
𝑣̅ =
∆𝑡
𝑠1 + 𝑠2
𝑣̅ =
𝑡1 + 𝑡2

10 − 8 2
𝑣̅ = = = 0,2 𝑚/𝑠
6+4 10

C. Perlajuan dan Percepatan rata-rata

Dikatakan dalam pembahasan sebelumnya karena kelajuan


suatu benda selalu berubah, sulit bagi benda untuk
mempertahankan dirinya sedemikian rupa sehingga sulit
untuk mempertahankan kelajuan yang konsisten sepanjang
waktu. Kelajuan adalah besaran skalar yang persamaannya
dapat dinyatakan sebagai perubahan kelajuan suatu benda
dibagi dengan waktu perubahan, yang persamaannya dapat
ditulis:

∆𝑣
𝑎= (2 − 2)
∆𝑡

atau
𝑣2 − 𝑣1
𝑎= (2 − 3)
∆𝑡

57
KINEMATIKA

di mana ,

𝑎 = laju rata − rata (m/s 2 )

𝑣1 =laju mula-mula (m/s)

𝑣2 = laju akhir (m/s)

∆𝑡 = selang waktu (t)

Istilah laju ini jarang digunakan, yang mana sering digunakan


ialah istilah percepatan. Percepatan sendiri didefinisikan
sebagai perubahan kecepatan benda dibagi waktu
perubahannya dan merupakan besaran vektor.
Persamaannya dapat ditulis,

∆𝑣̅
𝑎̅ = (2 − 4)
∆𝑡

atau

𝑣̅2 − 𝑣̅1
𝑎̅ = (2 − 5)
∆𝑡

di mana ,

𝑎̅ = percepatan rata − rata (m/s2 )

𝑣̅1 = kecepatan mula − mula (m/s)

𝑣̅2 = kecepatan akhir (m/s)

∆𝑡 = selang waktu (s)

D. Gerak Lurus Beraturan (GLB)

Gerak lurus beraturan didefinisikan sebagai gerakan suatu


benda dengan kecepatan tetap dan bergerak dalam lintasan
berbentuk garis lurus. Misal kita bisa melihat gerak benda
pada lintasan lurus pada gambar 2.4 di mana gerak titik P
pada lintasan lurus pada sumbu x dan jarak yang ditempuh

58
KINEMATIKA

benda adalah tetap tiap satuan waktu. Pada gambar 2.4, P0,
P1, P2 menggambarkan letak titik P ketika t = t0, t1, serta t2 di
mana vektor posisi 𝑟̅ 0, 𝑟̅ 1, 𝑟̅ 2 serta perpindahan ∆𝑟̅ 1 dan ∆𝑟̅ 2.
∆𝑟1 ditempuh dalam ∆𝑡1 = 𝑡1 – 𝑡0 dan ∆𝑟2 dalam ∆𝑡2 = 𝑡2 – 𝑡1

𝑃0 ∆𝑟̅1 𝑃1 ∆𝑟̅2 𝑃2

𝑟̅0 𝑟̅1 𝑟2

Gambar 2.4
Bila ∆𝑡1 = ∆𝑡2 = ∆𝑡 dan ∆𝑟̅ 1 = ∆𝑟̅ 2 = ∆𝑟̅ = 𝑟 adalah konstan,
gerakan yang dilakukan benda merupakan gerak lurus
beraturan. Persamaan lintasan di P yaitu:

𝑟 = 𝑟̅ 0 + ∆𝑟̅ = 𝑟̅ 0 + ∆𝑟̅ 𝑒̂𝑟 (2 − 6)

di mana 𝑒̂ r merupakan vektor satuan perpindahan ∆𝑟̅ dan


besar perpindahan ∆𝑟 tetap dalam selang waktu ∆𝑡 yang sama.
Kecepatan gerak titik P dalam selang waktu ∆𝑡 adalah:

∆𝑟
𝑣= = 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 (2 − 7)
∆𝑡

atau

∆𝑟 = 𝑣 ∆𝑡 (2 − 8)

Maka persamaan lintasannya dalam vektor posisi menjadi:

𝑟̅ = 𝑟̅ 0 + 𝑣. 𝑡𝑒̂𝑟 (2 − 9)

59
KINEMATIKA

Lintasan tersebut merupakan garis lurus serta tidak terletak


di sumbu x maupun sumbu y, sehingga komponennya yaitu:

𝑥̅ = 𝑥̅ 0 + 𝑣 x𝑡𝑖̂ (2 − 10)

atau

𝑥𝑖̂= 𝑥 0𝑖̂ + 𝑣 x𝑡𝑖̂ (2 − 11)

dan

𝑦̅ = 𝑦̅0 + 𝑣 y𝑡𝑗̂ (2 − 12)

atau

𝑦𝑗̂= 𝑦0𝑗̂ + 𝑣 y𝑡𝑗̂ (2 − 13)

Disebabkan gerak tersebut berada dalam gerak satu dimensi


juga umumnya 𝜃 diambil dari titik P0, akibatnya persamaan
lintasan dapat ditulis:

𝑥 = 𝑣 x𝑡 (2 − 14)

atau

𝑦 = 𝑣 y𝑡 (2 − 15)

yang mana 𝑣 x serta 𝑣 y merupakan 𝑣 x dan 𝑣 y rata-rata yang


besarnya tetap. Oleh sebab itu pada GLB, kecepatan rata-rata
serta kecepatan sesaat adalah sama, atau 𝑣 r = 𝑣 = c (konstan),
akibatnya pada GLB, percepatan sesaatnya menjadi:

𝑑𝑣 𝑑
𝑎= = (𝑐) = 0 (2 − 16)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Grafik 𝑥 vs 𝑡, 𝑣 vs 𝑡 dan 𝑎 vs 𝑡 dapat kita lihat pada Gambar


2.5.

60
KINEMATIKA

𝑥 𝑣 𝑎
𝑥 = 𝑥 0 + 𝑣 0𝑡

𝑣 = 𝑣 0 + 𝑣 0𝑡
𝑡
𝑥0 𝑡

𝑎=0
𝑡 𝑡
𝜃 𝜃 𝜃

(a) 𝑥 vs 𝑡 (b) 𝑣 vs 𝑡 (c) 𝑎 vs 𝑡


Gambar 2.5 Grafik 𝑥, 𝑣, dan a fungsi 𝑡
Contoh soal 2.2

Kecepatan tetap dari sebuah bus yang sedang berjalan pada


jalan lurus adalah 36 km/jam. Berapakah jarak tempuh yang
dilalui oleh bus tersebut selama berjalan 20 menit?

Jawaban:

Kecepatan bus 𝑣 = 36 km/jam = 10 m/s

Waktu tempuh 𝑡 = 20 menit = 1200 s

Jarak tempuh : 𝑠 = 𝑣 𝑡 = 10 m/s x 1200 s = 12000 m = 12 km

Jadi, setelah berjalan 20 menit jarak yang ditempuh mobil


adalah sejauh 12 km.

E. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

Gerak Lurus Berubah Beraturan didefinisikan sebagai gerak


suatu benda yang percepatannya konstan pada lintasan
berbentuk lurus akibat dari kecepatan benda berubah
beraturan dari waktu ke waktu. Gerakan ini sering kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari, contohnya saja pada

61
KINEMATIKA

mobil yang bergerak di lintasan berbentuk lurus selanjutnya


mengalami kecepatan dipercepat yang konstan ketika akan
menyusul kendaraan lain, atau ketika mobil akan berhenti di
mana akan mengalami kecepatan diperlambat yang konstan.
Gerak dipercepat atau diperlambat bergantung pada jarak
yang ditempuh benda semakin besar atau semakin kecil.
Contoh dari GLBB yaitu gerak jatuh bebas, gerak vertikal ke
atas dan gerak vertikal ke bawah.

Ada 3 persamaan dalam GLBB:

1. Persamaan kecepatan akhir saat 𝑡

Dalam persamaan ini dijelaskan berapa kecepatan


benda saat 𝑡 jika diberi percepatan sebesar 𝑎 dan
memiliki kecepatan awal 𝑣0 .

𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑎𝑡 (2 − 17)

2. Persamaan perpindahan benda saat 𝑡

Dalam persamaan ini dijelaskan berapa perpindahan


benda saat 𝑡 jika diketahui informasi kecepatan awal,
kecepatan akhir, dan percepatan.

1
𝑠 = 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2 (2 − 18)
2

3. Persamaan kecepatan-jarak

Dalam persamaan ini dijelaskan hubungan antara jarak


yang sudah ditempuh, kecepatan awal, kecepatan akhir,
dan percepatan dengan tidak harus mengetahui waktu.

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎𝑠 (2 − 19)

Ketiga persamaan GLBB tersebut dapat kita cari melalui:

1. Hubungan kecepatan, percepatan, dan waktu

62
KINEMATIKA

Berdasarkan definisi bahwa percepatan (𝑎) merupakan


besaran yang mengubah nilai kecepatan (𝑣) yang
mengakibatkan kecepatan (𝑣) akan meningkat seiring
bertambahnya waktu (𝑡), maka 𝑣 akan sebanding dengan
𝑡. Jika kecepatan awal dituliskan sebagai 𝑣0 dan
kecepatan akhir sebagai 𝑣𝑡 , maka perubahan besar
kecepatan adalah ∆𝑣,

∆𝑣 = 𝑎𝑡 (2 − 20)

𝑣𝑡 − 𝑣0 = 𝑎𝑡 (2 − 21)

Dengan begitu persamaan (2 − 21) membuktikan


persamaan 1 GLBB.

2. Hubungan kecepatan, percepatan, dan waktu

Perpindahan merupakan posisi akhir (𝑠) dikurangi posisi


awal (𝑠0 ) maka selisih posisi bisa dituliskan sebagai (∆𝑠).
Selain itu, perpindahan merupakan kecepatan rata rata
dikali waktu. Kecepatan rata rata dipakai karena
kecepatan berubah sebanding dengan waktu di mana
kecepatan rata rata merupakan nilai tengah dari
kecepatan awal dan kecepatan akhir, maka kecepatan
rata rata (𝑣̅ ) sama dengan kecepatan awal (𝑣0 ) ditambah
kecepatan akhir (𝑣𝑡 ) dibagi 2 dapat dituliskan,

∆𝑠 = 𝑣̅ 𝑡 (2 − 22)

di mana

𝑣0 + 𝑣𝑡
𝑣̅ = (2 − 23)
2

Maka,

𝑣0 + 𝑣𝑡
𝑠 − 𝑠0 = 𝑡 (2 − 24)
2

63
KINEMATIKA

𝑣0 + 𝑣0 + 𝑎𝑡
𝑠 − 𝑠0 = 𝑡 (2 − 25)
2
1
𝑠 = 𝑠0 + 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2 (2 − 26)
2

Jika posisi awal 𝑠0 = 0, maka

1
𝑠 = 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2 (2 − 27)
2

Dengan begitu persamaan (2 − 27) membuktikan


persamaan 2 GLBB.

3. Hubungan kecepatan, percepatan, dan posisi

Berdasarkan definisi kecepatan, maka waktu dapat


ditentukan sebagai,
𝑣𝑡 − 𝑣0
𝑡= (2 − 28)
𝑎

Selanjutnya persamaan waktu kita substitusikan ke


dalam persamaan posisi,

1
𝑠 − 𝑠0 = 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2 (2 − 29)
2
𝑣𝑡 − 𝑣0 1 𝑣𝑡 − 𝑣0 2
𝑠 − 𝑠0 = 𝑣0 ( )+ 𝑎( ) (2 − 30)
𝑎 2 𝑎

𝑣𝑡 𝑣0 𝑣0 2 𝑣𝑡 2 𝑣𝑡 𝑣0 𝑣0 2
∆𝑠 = − + − + (2 − 31)
𝑎 𝑎 2𝑎 𝑎 2𝑎

𝑣𝑡 2 𝑣0 2
∆𝑠 = − (2 − 32)
2𝑎 2𝑎

2𝑎∆𝑠 = 𝑣𝑡 2 − 𝑣0 2 (2 − 33)

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎∆𝑠 (2 − 34)

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎(𝑠 − 𝑠0 ) (2 − 35)

Jika posisi awal 𝑠0 = 0, maka

64
KINEMATIKA

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎𝑠 (2 − 36)

Dengan begitu persamaan (2 − 36) membuktikan


persamaan 3 GLBB.

Selain itu, ketiga persamaan GLBB juga dapat kita cari


dengan menerapkan fungsi integral secara matematis sebagai
berikut:

1. Persamaan 1 GLBB dengan integral

Percepatan didefinisikan sebagai perubahan kecepatan


terhadap waktu, maka dapat ditulis,

𝑑𝑣
𝑎= (2 − 37)
𝑑𝑡

𝑑𝑣 = 𝑎 𝑑𝑡 (2 − 38)
𝑣𝑡 𝑡
∫ 𝑑𝑣 = ∫ 𝑎 𝑑𝑡 (2 − 39)
𝑣0 𝑡0

[𝑣]𝑣𝑣𝑡0 = 𝑎 [𝑡]𝑡𝑡0 (2 − 40)

𝑣𝑡 − 𝑣0 = 𝑎(𝑡 − 𝑡0 ) (2 − 41)

𝑣𝑡 − 𝑣0 = 𝑎 ∆𝑡 (2 − 42)

𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑎 ∆𝑡 (2 − 43)

Dengan begitu persamaan (2 − 42) membuktikan


persamaan 1 GLBB.

2. Persamaan 2 GLBB dengan integral

Kecepatan didefinisikan sebagai perubahan jarak


terhadap waktu, maka dapat ditulis,

𝑑𝑟
𝑣= (2 − 44)
𝑑𝑡

𝑑𝑟 = 𝑣 𝑑𝑡 (2 − 45)

65
KINEMATIKA

Selanjutnya substitusikan persamaan (2 − 42) ke


persamaan (2 − 45), maka

𝑑𝑟 = (𝑣0 + 𝑎𝑡) 𝑑𝑡 (2 − 46)

∫ 𝑑𝑟 = ∫(𝑣0 + 𝑎𝑡) 𝑑𝑡 (2 − 47)

𝑟 = ∫ 𝑣0 𝑑𝑡 + ∫ 𝑎𝑡 𝑑𝑡 (2 − 48)

𝑟 = 𝑣0 ∫ 𝑑𝑡 + 𝑎 ∫ 𝑡 𝑑𝑡 (2 − 49)

1
𝑟 = 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2 (2 − 50)
2

Dalam hal ini 𝑟 = 𝑠, maka

1
𝑠 = 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡 2 (2 − 51)
2

Dengan begitu persamaan (2 − 51) membuktikan


persamaan 2 GLBB.

3. Persamaan 3 GLBB dengan integral

Dari persamaan (2 − 43) didapat,


𝑣𝑡 − 𝑣0
=𝑡 (2 − 52)
𝑎

Selanjutnya substitusikan 𝑡 pada persamaan (2 − 52) ke


persamaan (2 − 51), maka

𝑣𝑡 − 𝑣0 1 𝑣𝑡 − 𝑣0 2
𝑠 = 𝑣0 ( )+ 𝑎( ) (2 − 53)
𝑎 2 𝑎

𝑣0 𝑣𝑡 − 𝑣0 2 1 𝑣𝑡 2 2𝑣𝑡 𝑣0 𝑣0 2
𝑠= + 𝑎( 2 − + 2) (2 − 54)
𝑎 2 𝑎 𝑎2 𝑎

𝑣0 𝑣𝑡 − 𝑣0 2 𝑣𝑡 2 − 2𝑣𝑡 𝑣0 + 𝑣0 2
𝑠= + (2 − 55)
𝑎 2𝑎

66
KINEMATIKA

2 𝑣0 𝑣𝑡 − 𝑣0 2 𝑣𝑡 2 − 2𝑣𝑡 𝑣0 + 𝑣0 2
𝑠= ( )+( ) (2 − 56)
2 𝑎 2𝑎

2𝑣0 𝑣𝑡 − 2𝑣0 2 + 𝑣0 2 + 𝑣𝑡 2 − 2𝑣𝑡 𝑣0 + 𝑣0 2


𝑠= ) (2 − 57)
2𝑎

−𝑣0 2 + 𝑣𝑡 2
𝑠= (2 − 58)
2𝑎

2𝑎𝑠 = −𝑣0 2 + 𝑣𝑡 2 (2 − 59)

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎𝑠 (2 − 60)

Dengan begitu persamaan (2 − 60) membuktikan


persamaan 3 GLBB.

Selanjutnya untuk grafik GLBB yaitu 𝑥 vs 𝑡, 𝑣 vs 𝑡 dan 𝑎 vs 𝑡


dapat dilihat pada gambar 2.6. Dari gambar 2.6 dapat terlihat
bahwa jika percepatan 𝑎 > 0, maka kecepatan 𝑣 akan
meningkat dan jarak 𝑠 akan memiliki titik minimum seiring
meningkatnya waktu. Kebalikannya jika 𝑎 < 0, kecepatan 𝑣
menjadi turun serta jarak 𝑠 akan memiliki titik maksimum.

𝑥 𝑣 𝑎

𝑎 𝑎
>0 >0

𝑥0 𝑣0 𝑎
𝑎
<0
𝑡 𝑡 𝑡
𝜃 𝜃 𝜃

(a) 𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 𝑡 + 1/2𝑎𝑡 2 (b) 𝑣 = 𝑣0 + 𝑎𝑡 (c) a = c


Gambar 2.6 Grafik Gerak Lurus Berubah Beraturan

67
KINEMATIKA

F. Contoh-contoh Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

1. Gerak Jatuh Bebas

Gerak jatuh bebas (GJB) merupakan gerak lurus


beraturan yang dipercepat dan lintasannya berupa
lintasan vertikal ke bawah menuju pusat bumi yang
sejajar sumbu Y dan arah ke bawah biasanya diambil
sebagai arah positif. Gerak jatuh bebas ini merupakan
gerak benda yang dilepaskan dari suatu tempat di atas
permukaan bumi tanpa disertai kecepatan awal. Dari
eksperimen gerak jatuh bebas didapat bahwasanya
jarak yang dilalui oleh benda berbanding lurus dengan
kuadrat dari waktunya, artinya:

𝑌 = 𝑐𝑡 2 (2 − 61)

di mana 𝑐 konstanta tidak dipengaruhi oleh benda dan


waktu.

Gambar 2.7 memperlihatkan lintasan gerak jatuh bebas


(GJB) dari titik 𝑃0 . Persamaan lintasan untuk gambar
2.7 (a) yaitu,

𝑟̅ = 𝑟̅ 0 + ∆𝑟̅ = 𝑟̅ 0 + 𝑐𝑡 2 𝑗̂ (2 − 62)

Persamaan lintasan untuk gambar 2.7 (b)

𝑦̅ = 𝑦̅0 + ∆𝑦̅ (2 − 63)

atau

𝑦𝑗̂ = (𝑦0 +∆𝑦)𝑗̂ = (𝑦0 + 𝑐𝑡 2 )𝑗̂ (2 − 64)

Karena lintasan benda berupa garis lurus, persamaan


(2 − 64) pada umumnya ditulis tanpa tanda vektor.

𝑦 = 𝑦0 + 𝑐𝑡 2 (2 − 65)

68
KINEMATIKA

Maka, persamaan kecepatan benda:

𝑑𝑦
𝑣𝑦 = = 2𝐶𝑡 (2 − 66)
𝑑𝑡

Persamaan percepatan benda:

𝑑𝑣𝑦
𝑎𝑦 = = 2𝐶 (2 − 67)
𝑑𝑡

𝑃0
·
𝜃 𝑦̅
0

𝑃0
𝜋̅ ∆𝜋̅

𝑃
𝑃0
𝜃
𝜋̅

(a) (b)

Gambar 2.7 Lintasan Gerak Jatuh Bebas


(a) Titik tinjau 0 di luar sumbu Y
(b) Titik tinjau 0 pada sumbu Y
Berdasarkan persamaan (2 − 66) dapat diambil
kesimpulan bahwa waktu sangat mempengaruhi
kecepatan rata-rata pada GLBB, artinya besarnya tidak
sama dengan kecepatan sesaat.

Sebagaimana diketahui yakni setiap benda yang jatuh


bebas pada permukaan bumi pasti memiliki percepatan
ke arah bawah yang disebut sebagai percepatan
percepatan gravitasi bumi g.

69
KINEMATIKA

Besar percepatan gravitasi bumi rata-rata adalah

𝑔 = 9,8 𝑚⁄𝑠 2 (2 − 68)

Dari persamaan (2 − 67) dan (2 − 68) diperoleh:

𝑎𝑦 = 2𝑐 = 𝑔 (2 − 69)

atau

1
𝑐= 𝑔 (2 − 70)
2

Oleh karena itu benda yang bergerak jatuh bebas


persamaan lintasannya akan menjadi:

1
𝑦 = 𝑦0 + 𝑔𝑡 2 (2 − 71)
2

𝑣𝑦 = 𝑔𝑡 (2 − 72)

𝑎𝑦 = 𝑔 = 9,8 𝑚⁄𝑠 2 (2 − 73)

Jika titik acuan 𝜃 berimpit dengan P0, maka persamaan


GJB akan menjadi:

1
𝑦 = 𝑔𝑡 2 (2 − 74)
2

dan

𝑣𝑦 = 𝑔𝑡 (2 − 75)

𝑣𝑦
𝑡= (2 − 76)
𝑔

Substitusikan persamaan (2 − 76) ke persamaan (2 −


74), akibatnya akan diperoleh:

𝑣𝑦 2 = 2𝑔𝑦 (2 − 77)

atau

𝑣𝑦 = √2𝑔𝑦 (2 − 78)

70
KINEMATIKA

Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa benda yang


bergerak jatuh bebas adalah contoh dari gerak lurus
berubah beraturan, jika sumbu 𝑦 merupakan ketinggian
benda dan ditulis sebagai ℎ, dan 𝑣𝑦 dituliskan sebagai 𝑣𝑡
yaitu kecepatan pada saat 𝑡, maka persamaan gerak
jatuh bebas yang tidak disertai kecepatan awal (𝑣0 = 0)
bisa ditulis:

1
ℎ = 𝑔𝑡 2 (2 − 79)
2

𝑣𝑡 = 𝑔𝑡 (2 − 80)

𝑣𝑡 2 = 2𝑔ℎ (2 − 81)

Namun, jika gerak benda disertai kecepatan awal 𝑣0 ,


maka persamaan lintasannya dapat ditulis:
1
ℎ0 = 𝑣0 𝑡 + 2 𝑔𝑡 2 (2 − 81)

𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑔𝑡 (2 − 82)

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎(ℎ − ℎ0 ) (2 − 83)

𝑣0 + 𝑣𝑡
𝑣𝑡 = (2 − 84)
2

2. Gerak Vertikal ke Atas


Gerak vertikal ke atas dapat kita amati melalui gerakan
bola yang dilemparkan vertikal ke atas. Dari gambar 2.8
dapat kita lihat bahwa selama bergerak ke atas gerakan
bola akan melawan gravitasi yang menariknya ke bumi,
sehingga gerakan bola menjadi diperlambat. Setelah
mencapai ketinggian maksimum, bola tak mampu lagi
naik dan kecepatan pada keadaan ini menjadi nol.
Akibat gaya tarik gravitasi bumi yang tidak pernah
berakhir pada bola, bola tersebut bergerak ke bawah.

71
KINEMATIKA

Bola jatuh bebas pada titik ini, dan gerakan ke bawah


menjadi lebih cepat.

Gambar 2.8 Posisi bola saat dilempar vertikal ke atas


Sumber : Effendi, Asnal. 2012
Ini artinya bola menjalani dua jenis gerakan, di mana
bola mengalami gerak GLBB diperlambat (𝑎 = 𝑔) saat
bergerak ke atas dengan kecepatan awal dan saat berada
di ketinggian maksimum bola jatuh bebas menuju pusat
bumi yang artinya mengalami GLBB dipercepat tanpa
kecepatan awal. Persamaan-persamaan GLBB yang
telah kita pelajari dalam hal ini akan berlaku.

Saat bola bergerak naik ke atas berlaku persamaan:

𝑣𝑡 = 𝑣0 − 𝑔𝑡 (2 − 85)

1
ℎ = 𝑣0 𝑡 − 𝑔𝑡 2 (2 − 86)
2

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 − 2𝑔ℎ (2 − 87)

di mana ,

𝑣0 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑚⁄𝑠)

72
KINEMATIKA

𝑔 = 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖 (𝑚⁄𝑠 2 )

𝑡 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑠)

𝑣𝑡 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑚⁄𝑠)

ℎ = 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 (𝑚)

Dan pada saat bola bergerak jatuh bebas, maka akan


berlaku persamaan-persamaan gerak jatuh bebas.

3. Gerak Vertikal ke Bawah


Gerak suatu benda ketika dilempar ke bawah secara
vertikal dengan kecepatan awal tertentu didefinisikan
sebagai gerak vertikal ke bawah, sama seperti gerak
vertikal ke atas, namun arah geraknya ke bawah. Hanya
tanda negatif pada persamaan gerak vertikal ke atas
yang ditukar dengan tanda positif, sehingga persamaan
gerak vertikal ke bawah sama dengan persamaan gerak
vertikal ke atas. Karena gerak vertikal ke bawah
merupakan gerak GLBB yang memiliki percepatan sama
pada setiap benda yaitu g. Sehingga persamaan gerak
vertikal ke bawah menjadi:

𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑔𝑡 (2 − 88)

1
ℎ = 𝑣0 𝑡 + 𝑔𝑡 2 (2 − 89)
2

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑔ℎ (2 − 90)

73
KINEMATIKA

Rangkuman persamaan gerak lurus:

Contoh soal 2.3

Sebuah benda bergerak dengan dua jenis gerakan:

1. GLB yang kecepatannya 6 𝑚/𝑠 dalam waktu 3 sekon,


disusul dengan,

2. Gerak lurus yang perlambatannya 3 𝑚/𝑠 2 .

Maka, hitunglah kecepatan rata-rata yang dilakukan benda


dari awal sampai berhenti?

Jawaban:

1. GLB :
𝑚
𝑠𝑡1 = 𝑣. 𝑡 = 6 𝑠
x 4 𝑠 = 24 𝑚

2. GLBB :

𝑣𝑡 2 = 𝑣0 2 + 2𝑎𝑠𝑡

0 = 62 + 2.3𝑠𝑡

𝑠𝑡2 = 6𝑚

𝑠𝑡 = 𝑠𝑡1 + 𝑠𝑡2 = 24 𝑚 + 6 𝑚 = 30 𝑚

𝑠𝑡2 = 𝑣0 𝑡2 − 1/2𝑎𝑡 2

1
𝑠𝑡2 = 6𝑡2 − ( )3𝑡2 2
2

74
KINEMATIKA

1
6 = 6. 𝑡2 − ( )3𝑡2 2
2

𝑡2 2 − 4𝑡2 + 4 = 0

(𝑡2 − 2) (𝑡2 − 2) = 0

𝑡2 = 2 𝑠

Jadi, 𝑣 = (24 + 6)/(4 + 2) = 5 𝑚/𝑠

Contoh soal 2.4

Kecepatan awal yang dialami batu di mana dilempar ke atas


secara vertikal dari permukaan tanah adalah 30 𝑚/𝑠. Jika
dianggap bahwa gesekan udara diabaikan serta 𝑔 = 10 𝑚/𝑠 2 .
Maka carilah:

1. Lamanya batu saat melayang di udara


2. Ketinggian maksimum yang mampu dilalui batu
3. Kecepatan jatuhnya batu ke tanah
4. Kecepatan batu di titik maksimum
5. Percepatan batu di titik maksimum

Jawaban:

1. 𝑣𝑡 = 𝑣0 − 𝑔𝑡

0 = 30 − 10𝑡

75
KINEMATIKA

30
𝑡 = (10) = 3 𝑠

Maka, waktu batu melayang = 2 x tnaik = 2𝑥3 𝑠 = 6 𝑠

2. hmax = 𝑣0 𝑡 − 1/2𝑔𝑡 2 = 30(3) – (1/2) (10) (3)2 = 45 m

3. 𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑔𝑡 = 0 + (10)(30)𝑚/𝑠 = 30𝑚/𝑠

4. Kecepatan batu di titik maksimum (𝑣𝑡 ) = 0

5. Percepatan batu di titik maksimum (𝑎) = 𝑔 = 10 𝑚/𝑠 2


(tetap)

G. Gerak Parabola

Saat materi Gerak Lurus, yakni GLB, GLBB dan GJB, kita
sudah membicarakan benda yang bergerak pada ruang
berdimensi satu yang dilihat melalui perpindahan, kecepatan
serta percepatannya. Selanjutnya akan dibahas gerak dalam
ruang berdimensi dua pada permukaan bumi yaitu gerak
parabola. Adapun salah satu contoh dari gerak parabola
dapat kita lihat melalui pertandingan sepak bola di televisi,
suatu waktu kita akan melihat pemain sepak bola yang
menendang bola, lalu bola tersebut akan membentuk lintasan
melengkung, bentuk gerakan melengkung itulah salah satu
bentuk gerak parabola. Selain gerakan sepak bola, masih
banyak lagi contoh gerakan peluru/parabola yang dapat kita
temukan di kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah gerak
bola pada permainan bola voli, gerakan bola basket, gerakan
bola tenis, bom yang dijatuhkan, peluru yang ditembakkan,
atlet yang melakukan gerakan lompat jauh dan lain
sebagainya. Lintasan berbentuk melengkung lalu seolah-olah
ditarik kembali ke permukaan bumi setelah mencapai titik
tertinggi akan selalu dimiliki oleh gerak parabola. Hal ini
terjadi akibat sejumlah faktor. Pertama, benda bergerak

76
KINEMATIKA

disebabkan oleh gaya yang dikenakan padanya. Untuk pokok


bahasan gaya, secara lengkap akan kita pelajari di materi
Dinamika di mana akan dijelaskan gaya yang menjadi
penyebab suatu benda bergerak dan mengapa benda tersebut
bisa bergerak. Pada bagian ini, yang kita pandang hanyalah
bagaimana benda bergerak setelah dilemparkan dan
bagaimana benda tersebut bergerak bebas di udara akibat
gaya gravitasi bumi, tanpa dijelaskan bagaimana benda
tersebut saat ditendang, dilemparkan, serta lain sebagainya.
Kedua gaya gravitasi sangat berpengaruh disaat benda
melakukan gerakan peluru dan arahnya menuju pusat bumi
dengan 𝑔 = 9,8 𝑚/𝑠 2 , seperti halnya gerak jatuh bebas. Ketiga,
benda yang telah, dilempar, ditendang, ditembakkan dengan
kecepatan awal hingga akhirnya bergerak, untuk selanjutnya
gerakan benda tersebut akan dipengaruhi oleh gravitasi serta
hambatan udara. Sebab keadaan ideal digunakan, akibatnya
gesekan udara dapat diabaikan.

1. Pengertian Gerak Parabola/Peluru

Gerak parabola/peluru yaitu gerakan benda di mana


kecepatan awal diberikan, selanjutnya benda tersebut
melalui lintasan yang mana gaya gravitasi
mempengaruhi arahnya. Gerak parabola sendiri masuk
pada materi kinematika yakni ilmu fisika di mana
didalamnya dibahas mengenai gerak benda yang tidak
memperhatikan penyebabnya. Oleh sebab itu, pada
materi berikut, kita dapat mengabaikan gaya yang
menjadi sebab gerak benda, begitu juga gesekan udara
yang menjadi penghambat benda saat bergerak juga
dapat diabaikan, yang kita tinjau disini hanyalah

77
KINEMATIKA

bagaimana benda bergerak setelah diberi kecepatan


awal serta bergerak pada lintasan berbentuk lengkung
yang mana hanya gaya gravitasi yang berpengaruh,
sehingga bentuknya akan menyerupai peluru yang
ditembakkan dari senapan.

2. Jenis-jenis Gerak Parabola

Ada beberapa jenis gerak parabola dalam kehidupan


sehari-hari. Pertama, benda yang bergerak membentuk
lintasan parabola saat kecepatan awal diberikan dengan
sudut yang tetap terhadap garis horizontal, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.9. Pemain sepak bola yang
menendang bola, pemain bola basket yang memasukkan
bola ke dalam keranjang, pemain bola voli, pemain bola
tenis, orang yang melakukan lompat jauh, dan peluru
serta rudal yang ditembak melalui permukaan bumi
adalah contoh dari gerakan ini.

Gambar 2.9 Contoh gerak parabola


Sumber : Effendi, Asnal. 2012
Kedua, benda yang bergerak membentuk lintasan
parabola saat kecepatan awal diberikan di suatu
ketinggian yang arahnya sejajar horizontal, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.10. Adapun contoh dari gerakan

78
KINEMATIKA

ini dapat kita lihat pada peristiwa bom atom yang


dijatuhkan dari sebuah pesawat maupun saat seseorang
melemparkan benda ke bawah dari suatu ketinggian.

Gambar 2.10 Contoh gerak parabola


Sumber : Effendi, Asnal. 2012
Ketiga, Benda yang bergerak membentuk lintasan
parabola saat diberi kecepatan awal di suatu ketinggian
di mana terbentuk sudut teta terhadap horizontal,
seperti yang terlihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Contoh gerak parabola


Sumber : Effendi, Asnal. 2012
3. Menganalisis Gerak Parabola

Melakukan analisis pada komponen horizontal dan


komponen vertikal akan membuat kita lebih memahami
tentang gerak parabola. Sumbu horizontal dan sumbu

79
KINEMATIKA

vertikal akan selalu terlibat dalam menganalisis gerak


parabola, ini berarti bahwa gerak horizontal dan vertikal
yang digabungkan merupakan gerak parabola. Bidang
koordinat xy, di mana sumbu x horizontal dan sumbu y
vertikal, disebut sebagai bidang gerak parabola. Untuk
percepatan gravitasi cuma berlaku pada arah vertikal
dan tak berpengaruh terhadap gerak benda di arah
horizontal. Percepatan benda di sumbu 𝑥 sama dengan
nol karena gaya gravitasi cuma berlaku pada sumbu
vertikal dan komponen 𝑥 horizontal gaya gravitasi tidak
bekerja sehingga percepatannya adalah nol. Pada arah
vertikal, kecepatan komponen y atau arah tetap,
percepatan gravitasi bumi memiliki nilai negatif (- 𝑔)
disebabkan arah gravitasi menuju pusat bumi. Gerak
Lurus Beraturan digunakan untuk menganalisis gerak
horizontal (sumbu 𝑥) namun untuk gerak vertikal
(sumbu 𝑦) digunakan Gerak Jatuh Bebas. Agar lebih
mudah ketika melakukan analisis gerak peluru, dapat
kita tuliskan kembali persamaan GLB serta GJB.

Persamaan GLB:
𝑠
𝑣= (2 − 91)
𝑡

𝑠 = 𝑣. 𝑡 (2 − 92)

Persamaan GJB:

𝑣𝑦 = 𝑣0𝑦 − 𝑔𝑡 (2 − 93)

1
𝑦 = 𝑦0 + 𝑣0𝑦 𝑡 − 𝑔𝑡 2 (2 − 94)
2

𝑣𝑦 2 = 𝑣0𝑦 2 − 2𝑔ℎ (2 − 95)

80
KINEMATIKA

Sebelum gerak parabola kita analisis secara terpisah,


kita bisa mengamati komponen Gerak Peluru secara
keseluruhan terlebih dahulu seperti yang terlihat pada
Gambar 2.12. Pertama, gerak suatu benda dengan
kecepatan awal yang mengakibatkan terbentuknya
sudut teta dengan horizontal.

Gambar 2.12
Sumber : Effendi, Asnal. 2012
Kecepatan awal (𝑣0 ) disini disimbolkan oleh 𝑣0𝑥 serta 𝑣0𝑦 .
𝑣0𝑥 adalah kecepatan awal di sumbu 𝑥 dan 𝑣0𝑦 adalah
kecepatan awal di sumbu y. 𝑣𝑦 adalah komponen
kecepatan di sumbu 𝑦 dan 𝑣𝑥 adalah komponen
kecepatan di sumbu 𝑥. Di titik tertinggi lintasan gerak,
kecepatan benda pada arah vertikal (𝑣𝑦 ) adalah nol.
Kedua, gerak benda di ketinggian tertentu sesudah
diberi kecepatan awal yang arahnya sejajar horizontal.

81
KINEMATIKA

Gambar 2.13
Sumber : Effendi, Asnal. 2012
Maka kecepatan awalnya (𝑣0 ) disimbolkan dengan 𝑣0𝑥
juga 𝑣0𝑦 . 𝑣0𝑥 adalah kecepatan awal di sumbu 𝑥 dan
kecepatan awal di sumbu vertikal (𝑣0𝑦 ) = 0. 𝑣𝑦 adalah
kecepatan pada sumbu 𝑦 dan 𝑣𝑥 adalah kecepatan pada
sumbu 𝑥.

H. Menganalisis Komponen Gerak Parabola secara terpisah

Selanjutnya, persamaan untuk Gerak Parabola bisa kita


turunkan. Gerak peluru adalah kombinasi dari komponen
gerak horizontal dan komponen gerak vertikal. Maka, pada
komponen horizontal dan vertikal, hubungan vektor untuk
posisi, kecepatan, dan percepatan menjadi persamaan yang
berdiri sendiri.

1. Komponen kecepatan awal

Kita dapat mulai dengan menyatakan kecepatan awal


komponen gerak horizontal 𝑣0𝑥 dan kecepatan awal
komponen gerak vertikal 𝑣0𝑦 . Gerak parabola selalu

82
KINEMATIKA

memiliki kecepatan awal. Gerak suatu benda yang


bergerak tanpa kecepatan awal bukanlah gerak
parabola. Karena adanya sudut yang dibentuk, maka
dalam perhitungan kecepatan awal, sudut tersebut
harus kita masukkan. Selanjutnya untuk gerak
horizontal, kita bisa menurunkan persamaan kecepatan
awal (𝑣0𝑥 ) serta vertikal (𝑣0𝑦 ) lewat rumus sinus, cosinus
dan tangen.

𝐶 𝐶
𝐵 𝐵

𝜃 𝜃
𝐴 𝐴

Gambar 2.14 Segitiga siku-siku


Adapun rumus sinus, cosinus dan tangen pada segitiga
sebagai berikut:

𝐵
sin 𝜃 = (2 − 95)
𝐶
𝐴
cos 𝜃 = (2 − 96)
𝐶
𝐵
tan 𝜃 = (2 − 97)
𝐴

Kita juga dapat menulis rumus sinus, cosinus, dan


tangen untuk kecepatan awal pada bidang horizontal
dan vertikal seperti yang diilustrasikan pada Gambar
2.14:

83
KINEMATIKA

Gambar 2.15
Sumber : Effendi, Asnal. 2012
𝑣0𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃 (2 − 98)

𝑣0𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃 (2 − 99)

di mana :
𝑚
𝑣0 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 ( )
𝑠
𝑚
𝑣0𝑥 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑥 ( )
𝑠
𝑚
𝑣0𝑦 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑦 ( )
𝑠

𝜃 = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑥 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑓

2. Kecepatan serta perpindahan benda pada arah


horizontal

Selanjutnya, kita akan meninjau gerakan benda dalam


arah horizontal dalam situasi ini, yaitu sumbu 𝑥. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam menganalisis
gerakan benda pada sumbu 𝑥 kita bisa menganalisisnya
lewat GLB. Sebab percepatan gravitasi arah horizontal
sama dengan 0, maka komponen percepatan 𝑎𝑥 = 0.
Untuk gerak peluru, kecepatan awal dapat kita tulis

84
KINEMATIKA

sebagai 𝑣0 . Maka akan kita dapatkan persamaan Gerak


Parabola untuk sumbu 𝑥:

𝑣𝑥 = 𝑣0𝑥 (2 − 100)

𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0𝑥 . 𝑡 (2 − 101)

di mana persamaan (2 − 100) merupakan persamaan


kecepatan pada sumbu 𝑥 dan persamaan (2 − 101)
merupakan persamaan posisi pada arah horizontal atau
sumbu 𝑥.

Keterangan:

𝑣𝑥 = kecepatan gerak benda pada sumbu 𝑥 (m/s)

𝑣0𝑥 = kecepatan awal pada sumbu 𝑥 (m/s)

𝑥 = posisi benda (m)

𝑡 = waktu tempuh (s)

𝑥0 = posisi awal (m)

Jika posisi awal pada gerak peluru tidak diketahui,


maka 𝑥0 bisa kita hilangkan.

3. Perpindahan horizontal serta vertikal

Gerak benda pada arah vertikal (sumbu y) akan dibahas


selanjutnya. Pada sumbu vertikal (sumbu y), kita bisa
mengganti 𝑥 menjadi 𝑦 (atau ℎ yang merupakan
ketinggian), 𝑣 menjadi 𝑣𝑦, 𝑣0 menjadi 𝑣0𝑦 dan 𝑎 menjadi
– 𝑔 (gravitasi). Maka didapatlah persamaan Gerak
Parabola untuk sumbu 𝑦:

𝑣𝑦 = 𝑣0𝑦 − 𝑔𝑡 (2 − 102)

1
𝑦 = 𝑦0 + 𝑣0𝑦 𝑡 − 𝑔𝑡 2 (2 − 103)
2

85
KINEMATIKA

𝑣𝑦 2 = 𝑣0𝑦 2 − 2𝑔𝑦 (2 − 104)

di mana persamaan (2 − 102) merupakan persamaan


pada sumbu 𝑦 jika posisi alias 𝑦 atau ℎ tidak diketahui,
persamaan (2 − 103) merupakan persamaan posisi pada
arah vertikal atau sumbu 𝑦 dan persamaan (2 − 104)
merupakan persamaan kecepatan di sumbu 𝑦 jika waktu
(𝑡) tidak diketahui.

Keterangan:

𝑣𝑦 = kecepatan benda di sumbu vertikal (y)(m/s)

𝑣0𝑦 = kecepatan awal di sumbu 𝑦 (m/s)

𝑔 = percepatan gravitasi (9,8 𝑚⁄𝑠 2 )

𝑡 = waktu tempuh (𝑠)

𝑦 = letak benda (ditulis juga sebagai h) (m)

𝑣0 = letak awal benda (m)

Dari persamaan kecepatan awal pada komponen gerak


horizontal 𝑣0𝑥 juga komponen gerak vertikal 𝑣0𝑦 yang
sudah diturunkan, maka persamaan Gerak Parabola
secara lengkap dapat kita tulis:

𝑣𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃 (2 − 105)

𝑥 = 𝑥0 +(𝑣0 cos 𝜃) 𝑡 (2 − 106)

Persamaan (2 − 105) dan persamaan (2 − 106)


merupakan persamaan gerak parabola pada sumbu 𝑥
(horizontal).

𝑣𝑦 = (𝑣0 sin 𝜃) − 𝑔𝑡 (2 − 107)

1
𝑦 = 𝑦0 + (𝑣0 sin 𝜃)𝑡 − 𝑔𝑡 2 (2 − 108)
2

86
KINEMATIKA

𝑣𝑦 2 = (𝑣0 sin 𝜃)2 − 2𝑔𝑦 (2 − 109)

Persamaan (2 − 107), Persamaan (2 − 108) dan


persamaan (2 − 109) merupakan persamaan gerak
parabola pada sumbu 𝑥 (horizontal).

Setelah secara terpisah gerak peluru dianalisis, baik itu


untuk komponen sumbu 𝑥 dan komponen sumbu 𝑦,
selanjutnya komponen-komponen tersebut kita
gabungkan menjadi kesatuan seperti pada penjelasan
materi Vektor dan Skalar teknik dasar metode analitis.
Untuk menghitung posisi benda dapat digunakan
persamaan (2 − 110), persamaan untuk menghitung
kecepatan benda dapat digunakan persamaan (2 − 111),
dan untuk menghitung arah gerak benda terhadap
sumbu 𝑥 positif dapat digunakan persamaan (2 − 112).

𝑠 = √𝑥 2 − 𝑦 2 (2 − 110)

𝑣 = √𝑣𝑥 2 + 𝑣𝑦 2 (2 − 111)

𝑣𝑦
tan 𝜃 = (2 − 112)
𝑣𝑥

Pertama, Setelah diberi kecepatan awal, 𝑣𝑥 tidak pernah


berubah sepanjang lintasan. Gravitasi sepenuhnya
mempengaruhi gerakan benda. Selanjutnya, gaya
gravitasi bekerja hanya pada sumbu vertikal, bukan
sumbu horizontal. Maka 𝑣𝑥 nilainya tetap. Kedua,
kecepatan gerak benda di titik tertinggi lintasan yaitu
bidang vertikal 𝑣𝑦 = 0 dan ketika telah mencapai titik
tertinggi, benda akan balik menuju permukaan tanah,
akibatnya yang bekerja cuma kecepatan horizontal yaitu
𝑣𝑥 dan 𝑣𝑦 menjadi nol. Meskipun kecepatan vertikal 𝑣𝑦 =

87
KINEMATIKA

0, percepatan gravitasi tak akan pernah bernilai nol dan


selalu ada akibat dari gaya gravitasi ini, benda akan
bergerak menuju pusat bumi (tanah). Seandainya saja
gaya gravitasi tidak ada alias nol maka yang terjadi
adalah benda akan tetap melayang di udara. Ketiga,
sebelum menyentuh tanah biasanya kecepatan benda
bukanlah nol.

I. Pembuktian Matematis Gerak Peluru (Parabola)

Pada gerak peluru atau gerak parabola, jika hambatan udara


kita abaikan dan gravitasi (𝑔) nilainya dianggap tetap. Untuk
membuktikannya secara matematis, kita dapat menetapkan
y menjadi fungsi x lewat cara membuang fungsi t (waktu) dari
persamaan gerak horizontal dan vertikal, selanjutnya
ditentukan 𝑥0 = 𝑦0 = 0.

𝑥 = 𝑣0𝑥 𝑡 (2 − 113)
𝑥
𝑡= (2 − 114)
𝑣0𝑥

1
𝑦 = 𝑣0𝑦 𝑡 − 𝑔𝑡 2 (2 − 115)
2

Dilanjutkan dengan menyubstitusi t dari persamaan (2 − 113)


ke persamaan (2 − 115).

𝑥 1 𝑥 2
𝑦 = 𝑣0𝑦 ( )− 𝑔( ) (2 − 116)
𝑣0𝑥 2 𝑣0𝑥
𝑣0𝑦 𝑔
𝑦=( )𝑥 − ( ) 𝑥2 (2 − 117)
𝑣0𝑥 2𝑣0𝑥 2

Persamaan diatas memperlihatkan kalau y adalah fungsi x


yang rumus umumnya adalah y = ax – bx2. Disini a serta b
merupakan konstanta pada gerak peluru. Dalam matematika
rumus tersebut disebut sebagai fungsi parabola.

88
KINEMATIKA

Rangkuman persamaan gerak parabola:

Contoh Soal 2.5

Ronaldo menendang bola terhadap sumbu x positif


membentuk sudut 300 terhadap dengan kecepatan 20 m/s.
Kita anggap bola meninggalkan kaki Ronaldo pada ketinggian
permukaan lapangan. Jika 𝑔 = 10 𝑚/𝑠 2 , carilah:

1. Tinggi maksimum yang dicapai bola


2. Waktu yang ditempuh sebelum bola menyentuh
tanah
3. Jarak terjauh yang ditempuh bola sebelum bola
tersebut menyentuh tanah
4. Kecepatan bola pada titik tertinggi
5. Percepatan bola pada titik tertinggi

Jawaban :

Sebab kecepatan awal diketahui, akibatnya kecepatan awal


pada komponen horizontal maupun vertikal dapat kita
hitung.

1
𝑣0𝑥 = 𝑣0 cos 300 = (20𝑚/𝑠) ( √3) = 10√3 𝑚/𝑠
2

89
KINEMATIKA

1
𝑣0𝑦 = 𝑣0 sin 300 = (20𝑚/𝑠) ( ) = 10𝑚/𝑠
2

1. Tinggi maksimum (y)

Ini merupakan letak benda di sumbu vertikal (y) saat


benda di titik tertinggi. Karena bola bergerak melalui
permukaan tanah, akibatnya y0 = 0. Persamaan posisi
benda untuk gerak vertikal dapat kita tulis:

1
𝑦 = 𝑦0 + (𝑣0 sin 𝜃)𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
1
𝑦 = (𝑣0 sin 𝜃)𝑡 − 𝑔𝑡 2
2

Ketinggian maksimum dicapai bola saat kapan?


Sebelumnya kita perlu mengingat bahwa pada
ketinggian maksimum yang bekerja hanya kecepatan
horizontal (𝑣𝑥 ), sedangkan kecepatan vertikal (𝑣𝑦 ) = 0.
Karena 𝑣𝑦 = 0 dan percepatan gravitasi diketahui, kita
dapat menggunakan salah satu gerak vertikal di bawah,
untuk mengetahui kapan bola berada di ketinggian
maksimum.

𝑣𝑦 = (𝑣0 sin 𝜃) − 𝑔𝑡

(𝑣0 sin 𝜃) = 𝑔𝑡

𝑣0 sin 𝜃 10𝑚/𝑠
𝑡= = =1𝑠
𝑔 10𝑚/𝑠 2

Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa ketinggian


maksimum dapat dicapai bola sesudah melakukan
gerakan dalam waktu 1 sekon. Selanjutnya masukkan 𝑡
ke 𝑦

1 10𝑚
𝑦 = (𝑣0 sin 𝜃)(1𝑠) − ( 2 ) (1𝑠)2
2 𝑠

90
KINEMATIKA

1
𝑦 = (10𝑚/𝑠)(1𝑠) − (10𝑚/𝑠 2 )(1𝑠)2 = 10𝑚 − 5𝑚
2

𝑦 = 5𝑚

Maka bola dapat mencapai ketinggian maksimum yaitu


5 meter.

2. Waktu tempuh bola sebelum menyentuh permukaan


tanah

Waktu untuk bola dalam mencapai ketinggian maksimum


sudah kita ketahui. Selanjutnya, untuk mengetahui waktu
yang ditempuh bola sebelum menyentuh permukaan tanah,
yang mana ini merupakan waktu total saat melakukan
melakukan gerak peluru. Hal pertama yang harus diingat
untuk menyelesaikan soal ini adalah saat menyentuh
permukaan tanah, ketinggian bola dari permukaan tanah
(𝑦) = 0. Kita harus mengingat juga bahwa bola kita anggap
bergerak dari permukaan tanah, maka posisi awalnya adalah
𝑦0 = 0.

Selanjutnya persamaan yang sesuai kita tulis,

1
𝑦 = 𝑦0 + (𝑣0 sin 𝜃)𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
1
0 = 0 + (10𝑚/𝑠)(𝑡) − (10𝑚/𝑠 2 )𝑡 2
2

Persamaan ini selanjutnya difaktorkan:

1
[(10𝑚/𝑠) − (10𝑚/𝑠 2 )𝑡] = 0
2

Maka penyelesaiannya ada dua yaitu 𝑡=


0 (waktu ketika benda hendak bergerak) dan

2(10𝑚/𝑠)
𝑡= = 2𝑠
10𝑚/𝑠 2

91
KINEMATIKA

Total waktu tempuhnya adalah 2 sekon.

Cara yang lebih singkat juga bisa kita gunakan, di mana


pada bagian a), kita telah menghitung waktu saat benda
mencapai ketinggian maksimum. Selanjutnya dapat kita
pahami, bahwa lintasan gerak peluru berbentuk
parabola, maka kita bisa mengatakan bahwa waktu
tempuh benda untuk mencapai ketinggian maksimum
merupakan setengah waktu tempuh total lintasan
parabola. Kita dapat mencermati gambar di bawah ini.
Dengan demikian, kita dapat mengalikan waktu tempuh
bola ketika mencapai ketinggian maksimum dengan 2,
sehingga dapat kita peroleh waktu tempuh total.

3. Jarak terjauh yang ditempuh bola sebelum bola tersebut


mencium tanah

Selanjutnya, jika yang ditanyakan jarak tempuh total, di


mana yang dimaksudkan di sini adalah posisi akhir
benda pada arah horizontal (pada gambar di atas yaitu
s). Maka kita bisa tinggal memasukkan saja nilainya
pada persamaan posisi benda untuk gerak horizontal
atau sumbu x. Karena kita menghitung jarak terjauh,
maka waktu (t) yang digunakan adalah waktu tempuh
total.

92
KINEMATIKA

𝑚
𝑥 = 𝑣0𝑥 𝑡 = (10√3 ) (2𝑠)
𝑠

𝑥 = 20√3𝑚

4. Kecepatan bola di titik maksimum

Di titik maksimum, yang bekerja hanya komponen


horizontal (yang nilai tidak berubah saat bola di udara).
Oleh sebab itu, di ketinggian maksimum bola
kecepatannya menjadi:
𝑚
𝑣 = 𝑣0𝑥 = 10√3
𝑠

5. Percepatan bola pada ketinggian maksimum

Dalam gerak peluru, yang bekerja adalah percepatan


gravitasi di mana nilainya selalu tetap di mana pun bola
berada. Maka percepatan gravitasi bernilai 10𝑚/𝑠 2

Contoh soal 2.6

Seorang pengendara sepeda motor dalam keadaan mabuk


mengendarai sepeda motor melewati tepi sebuah jurang yang
landai. Tepat pada tepi jurang kecepatan motornya adalah 10
m/s. Tentukan posisi sepeda motor tersebut, jarak dari tepi
jurang dan kecepatannya setelah 1 detik.

93
KINEMATIKA

Jawaban :

Kita anggap pada tepi jurang merupakan titik asal koordinat,


di mana 𝑥0 = 𝑦0 = 0. Kecepatan horizontal (tidak ada sudut),
sehingga komponen-komponen kecepatan awal adalah :

𝑣0𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃 = 10𝑚/𝑠

𝑣0𝑦 = 𝑣0 cos 𝜃 = 10𝑚/𝑠

Maka, posisi sepeda motor dan pengendaranya pada


koordinat x dan y adalah sebagai berikut (x0 dan y0 bernilai
nol) :
𝑚
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0𝑥 𝑡 = (10 ) (1𝑠) = 10𝑚
𝑠
1
𝑦 = 𝑦0 + (𝑣0 sin 𝜃)𝑡 − 𝑔𝑡 2
2
1
𝑦 = − 𝑔𝑡 2
2
1
𝑦=− (10𝑚/𝑠 2 )(1𝑠)2
2

𝑦 = −5𝑚

Nilai negatif menunjukkan bahwa motor tersebut berada di


bawah titik awalnya.

𝑠 = √𝑥 2 + 𝑦 2

𝑠 = √(10𝑚)2 + (−5𝑚)2

𝑠 = √125𝑚2

𝑠 = 11,2𝑚

Berapakah jarak motor berdasarkan titik awalnya ?

Berapakah kecepatan motor saat t = 1 s ?

94
KINEMATIKA

𝑣𝑥 = 𝑣0𝑥 = 10𝑚/𝑠

𝑣𝑦 = −𝑔𝑡 = −(10𝑚/𝑠 2 )(1𝑠) = −10𝑚/𝑠

𝑣 = √𝑣𝑥 2 + 𝑣𝑦 2

𝑠 = √(10𝑚)2 + (−10𝑚)2

𝑠 = √200𝑚2
𝑣𝑦
tan 𝜃 =
𝑣𝑥

10𝑚/𝑠
tan 𝜃 =
10𝑚/𝑠

tan 𝜃 = 1

𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1

𝜃 = 450

Maka, setelah bergerak 1 sekon, sepeda motor bergerak


dengan kecepatan 14,14𝑚/𝑠 dan berada pada 450 terhadap
sumbu x positif.

Contoh soal 2.7

Kecepatan awal 50 m/s diberikan pada sebuah peluru yang


ditembakkan, dan sudut elevasi yang terbentuk sebesar 600.
Bila percepatan gravitasi bumi g = 10 m/s2, Carilah titik
tertinggi yang mampu ditempuh peluru dan jarak tembak
mendatar peluru tersebut!

Jawaban:

Tinggi maksimum peluru: hmax

𝑣0 2 𝑠𝑖𝑛2 (𝜃) (50)(50)(sin 60) (𝑠𝑖𝑛60)


ℎ𝑚𝑎𝑥 = = = 93,75𝑚
2𝑔 2(10)

95
KINEMATIKA

Jarak mendatar x = sOB

𝑣0 2 𝑠𝑖𝑛2 2𝜃 (50)2 sin(120)


𝑠𝑂𝐵 = = = 216,5𝑚
𝑔 10

Contoh soal 2.8

Di atas meja, sebuah bola menggelinding dengan kecepatan 5


meter per sekon. Ketinggian meja adalah 0,75 meter, dan
percepatan gravitasi adalah 10 meter per detik kuadrat.
Hitung kecepatan bola, yang mengacu pada besar dan arah
bola saat jatuh di lantai dari kaki meja!

Jawaban:

Gambar 𝑣0
𝐴 𝑣𝑥
𝐵
𝜃

𝑣𝑦 𝑣

Dari rumus h = ½ gt2, maka waktu jatuh bola:

𝑡 = √(2ℎ/𝑔 = √(2𝑥0,75)/10𝑚/𝑠 2 ) = 0,39 𝑠 = 1,95𝑚

Kecepatan pada sumbu x, 𝑣𝑥 = 5𝑚/𝑠

Kecepatan pada sumbu y : 𝑥𝑦 = 𝑔. 𝑡 = 10𝑚/𝑠 2 𝑥0,39𝑠 = 3,9𝑚/𝑠

Kecepatan total = √(𝑣𝑥 2 + 𝑣𝑦 2 ) = √(5)2 ) + (3,9)2 ) = 6,34𝑚/s

Arah kecepatan : 𝜃 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛(𝑣𝑥 /𝑣𝑦 ) = 𝑎𝑟𝑐. tan (3,9/5) = 380.


Artinya bola jatuh sejauh 1,95𝑚 dengan acuan kaki meja dan
kecepatannya 6,34 𝑚/𝑠.

96
KINEMATIKA

Pertanyaan

1. Ubahlah kelajuan 0,400 cm/s ke dalam km/tahun!


2. Satu putaran ditempuh seorang pelari sepanjang 500 meter
dalam waktu 40 sekon.
a. Berapa laju rata-ratanya?
b. Berapa kecepatan rata-ratanya?
3. Benda yang menempuh garis lurus mula-mula diam
dipercepat dengan percepatan 10 m/s2.
a. Di akhir detik ke-5, berapakah kelajuannya?
b. Pada 5 detik pertama, berapakah kelajuan rata-ratanya?
c. Pada 5 detik pertama, berapakah jarak tempuhnya?
4. Dalam 30 detik, kelajuan truk naik dari 30 km/jam menjadi
60 km/jam.. Hitunglah:
a. Kelajuan rata-rata
b. Percepatan
c. Jarak tempuh dengan satuan meter
5. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tertinggi 82 kilometer
per jam. Pada jarak 50 meter, seorang lelaki tua tiba-tiba
menyeberang jalan di depan mobil. Untuk menghindari
menabrak orang tua yang menyeberang di depan mobil,
carilah perlambatan mobil!
6. Kelajuan dari sebuah bus yang bergerak adalah 40 meter per
detik, selanjutnya bus tersebut mengurangi kecepatannya 5
meter per detik setiap detik. Hitunglah jarak yang ditempuh
bus sebelum berhenti?
7. Kereta api kecepatannya berkurang beraturan dari 15 m/s
menjadi 8 m/s dengan jarak 90 m.
a. Carilah percepatannya!

97
KINEMATIKA

b. Hitunglah jarak yang masih bisa ditempuh kereta api


sebelum berhenti, di mana dianggap percepatannya
bernilai tetap!
8. Sebuah mobil yang melaju dengan kelajuan 40 meter per detik
kemudian melambat menjadi 10 meter per detik dalam 5
detik. Carilah:
a. Percepatannya
b. Jarak tempuh mobil dalam detik ketiga
9. Sebuah truk yang awalnya diam akhirnya berjalan dengan
kecepatan 45 km/jam. Jika pada peristiwa ini dibutuhkan
waktu 50 detik. Hitunglah percepatan dan jarak tempuh yang
dilalui truk tersebut!
10. Melalui ketinggian 50 m, sebuah bola terjatuh bebas.
a. Hitunglah kecepatan bola saat akan sampai di tanah!
b. Hitunglah waktu yang dibutuhkan bola untuk
menyentuh tanah?
11. Sebuah batu dilempar dalam arah vertikal dengan kecepatan
30 meter per detik, kemudian jatuh dan ditangkap pada
ketinggian 5,0 meter di atas tempat batu dilempar.
a. Carilah besarnya kecepatan batu ketika ditangkap! dan
b. Waktu tempuh yang dilalui batu!
12. Sebuah benda dilemparkan ke atas arah vertikal, sesudah 5
detik benda tersebut berada lagi di tempat semula. Carilah
kecepatan awalnya!
13. Sebuah bola dijatuhkan dari ketinggian 70 meter di atas
gedung, dan bola lainnya diluncurkan vertikal ke atas dengan
kecepatan awal 30 meter per detik. Kapan, di mana, dan
seberapa cepat setiap bola bergerak ketika berpapasan?

98
KINEMATIKA

14. Seorang pria menembakkan granat dengan kecepatan awal


600 m/s ke atas arah vertikal. Jika gesekan udara dianggap
tidak ada.
a. Berapakah ketinggian maksimum yang mampu dicapai
oleh granat?
b. Waktu yang dibutuhkan granat untuk mencapai
ketinggian maksimum
c. Kapan ketinggian 10 m dapat dicapai oleh granat?
15. Seorang anak melempar sebuah bola vertikal ke atas dari
ketinggian 30 m di puncak gedung yang mana kecepatan awal
yang diberikan kepada bola tersebut sebesar 30 m/s serta
sudut elevasi yang terbentuk sebesar 300 terhadap bidang
datar. Carilah ketinggian maksimum yang mampu dilalui
bola!
16. Seseorang mengendarai mobil sedan berkecepatan tetap 72
km/jam. Sejauh 100 m di depan sedan tersebut ada mobil
truk di mana juga berjalan dengan kecepatan tetap 36
km/jam. Supaya tak terjadi tabrakan, berapakah
perlambatan yang harus diberikan pengendara mobil sedan?

17. Seorang penerbang menerbangkan pesawatnya dengan


kecepatan 20 m/s dalam arah datar pada ketinggian 100 m,
seperti pada gambar di bawah. Berapa meter di depan sasaran
karung beras harus dilepas agar karung tepat mengenai
sasarannya?

99
KINEMATIKA

18. Bola tenis dilempar dengan kecepatan awal 150 m/s yang
membentuk sudut 300 ke atas, seperti yang terlihat pada
gambar di bawah. Seberapa jauh bola dari lokasi awal berada
untuk mendapatkan kembali ketinggian awalnya?

19. Bola dilempar dari atap bangunan lain sejauh 60 m dari


bangunan pertama. Kecepatan awalnya 20 m/s pada sudut
400. Di mana ( di atas atau di bawah ketinggian semula) bola
akan mengenai bangunan yang lebih tinggi itu? (Lihat gambar
di bawah)

100
KINEMATIKA

20. Pada gambar berikut:

a. Tentukan jarak tembak meriam ketika granat


ditembakkan pada sudut elevasi 𝜃 dan dengan
kecepatan awal 𝑣0 !
b. Carilah besar sudut elevasi meriam saat kecepatan awal
yang diberikan pada granat yaitu 1500 m/s dan mampu
mengenai sasaran sejauh 15.000 m di ketinggian yang
serupa.
21. Kapal terbang berada di ketinggian terbang 1500 m dengan
kecepatan 600 km/jam. Jika kapal tersebut menjatuhkan
bom.
a. Hitunglah lamanya bom untuk dapat menuju tanah!
b. Hitunglah jarak horizontal bom sesampainya di tanah
(dihitung dari posisi awal)!
c. Hitunglah kecepatan bom saat menyentuh tanah!
22. Seorang anak melempar bola dengan kecepatan 10 m/detik

101
KINEMATIKA

dan sudut 600 terhadap horizontal.


a. Hitunglah jarak bola agar sampai ke penerima!
b. Hitunglah lamanya bola melayang di udara!

102
BAB 3
DINAMIKA PARTIKEL

Standar Kompetensi
1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk
mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi
pada bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi
lewat teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
memperlihatkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika
melaksanakan tugas berlandaskan agama, moral
maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta
pengembangan peradaban berlandaskan pancasila.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menerapkan konsep dan prinsip dasar
kinematika dan dinamika benda titik.
Indikator
1. Melukiskan diagram gaya-gaya yang bekerja pada
suatu benda.
2. Mendeskripsikan berat dan gaya gesekan.
3. Menjelaskan dan memformulasikan hukum gerak
Newton.
4. Menggunakan prinsip hukum Newton untuk
memecahkan berbagai masalah fisika.
5. Menganalisa masalah-masalah dinamika sederhana
secara kuantitatif dan mengomunikasikannya.

103
DINAMIKA PARTIKEL

Pada pembahasan sebelumnya kita sudah mempelajari berbagai


macam gerak, namun kita tidak memperdulikan apa penyebab
gerak itu muncul. Kita telah mempelajari percepatan, tapi tidak
pernah berpikir dari mana percepatan itu muncul, juga kenapa
pada kecepatan, arah dan besarnya bisa berubah. Subjek yang
cuma menerangkan apa itu gerak namun tidak menyertakan
tentang apa yang menyebabkan gerak pada benda tersebut terjadi
dinamakan kinematika. Pada kinematika yang kita bahas hanyalah
benda yang bergerak tiba-tiba, kemudian kecepatannya secara
tiba-tiba berubah, selanjutnya tiba-tiba gerakan benda tersebut
berhenti dan mengapa hal-hal tersebut terjadi tidak menjadi
masalah. Pada dinamika sendiri akan dibahas secara lebih
mendalam tentang gerak. Dinamika partikel merupakan bagian
dari mekanika di mana didalamnya dibahas tentang gerak dan apa
yang menyebabkan gerak tersebut terjadi.

A. Hukum Newton mengenai Gerak

Keadaan benda yang ada di alam baik diam, bergerak


maupun keadaan lainnya tentunya tidak secara tiba-tiba.
Terdapat penyebab yang akhirnya menjadikan benda tersebut
bergerak dan terjadinya gerak itupun pastilah berdasarkan
aturan yang sudah ditentukan. Ketika dari suatu ketinggian
sebuah benda dilepaskan, tentulah benda tersebut terjatuh
ke bawah jika tak ada pengaruh lain yang membuatnya
berbelok arah. Begitu pula saat benda dilempar ke arah
horizontal pastilah benda tersebut akan bergerak melengkung
menuju arah bawah, bumi selalu bergerak mengelilingi
matahari, paku yang disekitarnya diberi magnet maka paku
akan mengarah menuju magnet. Jika hari ini kira melempar
bola ke arah horizontal kemudian bola tersebut akhirnya
akan melengkung ke bawah melalui lintasan geraknya, lalu

104
DINAMIKA PARTIKEL

keesokan harinya kita mengulangi lagi melempar bola


sebelumnya dengan keadaan yang sama dan arah yang sama,
pastinya bola tersebut juga akan kembali melengkung ke
bawah menempuh lintasan sebelumnya jika tidak ada
pengaruh lain yang berpengaruh terhadap arah geraknya.
Dari sifat tersebut, pastilah terdapat hukum yang
mempengaruhi gerakan benda di alam. Hukum itu ialah
Hukum Newton. Newton mengungkapkan kalau segala
persoalan gerak yang terjadi di alam semesta ini bisa
dijelaskan melalui tiga hukum. Karyanya tersebut pun
dimuat pada bukunya yang begitu terkenal yaitu Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica.

1. Hukum I Newton (Kelembaman)

Semua benda di alam semesta ini cenderung akan


mempertahankan kondisinya, yakni benda dalam
keadaan diam akan seterusnya dalam keadaan diam
begitu juga benda dalam keadaan bergerak akan terus
bergerak pada kecepatan konstan. Hukum I Newton
mendefinisikan tentang sifat kelembaman dari suatu
benda yang berkaitan dengan besaran massa. Pusat
massa suatu benda akan tetap diam atau tetap bergerak
dalam garis lurus dengan kecepatan 𝑣 sama kecuali
diberi gaya luar yang mempengaruhinya.

Dalam notasi kalkulus dapat dituliskan sebagai:

𝑑
𝑣̅ = 0 (3 − 1)
𝑑𝑡

Oleh sebab adanya sifat kelembaman tersebut akibatnya


benda akan selalu menjaga keadaannya supaya tetap
pada keadaannya semula. Keadaan gerak suatu benda

105
DINAMIKA PARTIKEL

akan digambarkan melalui kecepatannya. Oleh sebab


itu sifat kelembaman ini cenderung mengamati
bagaimana suatu benda mampu menjaga agar
kecepatannya tidak berubah. Di mana jika sifat
kelembaman suatu benda semakin meningkat, maka
sifat menjaga keadaan suatu benda agar tetap dalam
keadaan yang sama juga akan semakin besar pula atau
dibutuhkan pengganggu lain yang lebih kuat guna
merubah kecepatan dan keadaannya. Semakin besar
massa suatu benda, maka kelembamannya juga akan
semakin besar. Inilah yang menyebabkan kita sulit
mendorong benda dengan massa yang lebih besar
dibanding benda yang massanya lebih kecil. Hukum ini
juga merupakan pernyataan kesetimbangan (statis dan
dinamis).

Gambar 3.1 Isaac Newton serta buku Philosophiae Naturalis


Principia Mathematica (en.wikipedia.org)
Sir Isaac Newton (25 Desember 1642 – 202 Maret
1726/27) merupakan seorang fisikawan,
matematikawan, ahli astronomi, filsuf alam,
alkimiawan, dan teolog yang berasal dari Inggris. Dia
adalah seorang ilmuwan yang sangat berpengaruh
sepanjang sejarah dan bahkan dijuluki sebagai bapak

106
DINAMIKA PARTIKEL

fisikawan klasik. Dia juga pencipta dasar-dasar


kinematika dan dinamika, yang menjelaskan gerak
benda-benda alam maupun buatan manusia. Newton
juga merumuskan teori grvaitasi yang dipakai secara
umum di mana dinyatakan bahwasanya benda yang ada
di alam semesta ini saling menarik satu sama lain.
Seperti antara bintang dengan bintang yang lain, antara
planet dan planet yang lain, juga antara satelit dengan
satelit lainnya yang saling menarik satu sama lain, dan
konsekuensinya alam semesta ini keadaannya menjadi
stabil. Selain itu Newton pun merumuskan teori optik
serta berbagai teori fisika lain di mana sampai sekarang
sangat banyak membantu para ilmuwan dalam
mengembangkan keilmuwannya. Newton pun
mencetuskan ilmu kalkulus dasar yang menjadi pijakan
matematika modern pada segala aspek. Adapun judul
buku terbaik dihasilkan Newton adalah Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica yang terbit di tahun
1687.

Contoh soal 3.1

Suatu balok berada di atas bidang datar di mana


permukaan bidang datar tersebut licin. Selanjutnya
balok itu ditarik dengan gaya 𝐹1 = 20𝑁 ke kanan dan
gaya 𝐹2 ke kiri. Jika benda tetap dalam keadaan diam,
berapa besar gaya 𝐹2 ?

107
DINAMIKA PARTIKEL

𝐹2 𝐹1 = 20𝑁

Jawaban:

Karena benda tetap dalam keadaan diam, sesuai Hukum


I Newton:

∑𝐹 = 0

𝐹1 − 𝐹2 = 0

𝐹2 = 𝐹1

𝐹2 = 20𝑁

Contoh soal 3.2

Pada gambar di bawah, balok meluncur dengan


kecepatan tetap 5𝑚/𝑠. Jika 𝐹1 = 10𝑁; 𝐹2 = 20𝑁, berapa
besar 𝐹3 ?

108
DINAMIKA PARTIKEL

𝐹2 𝐹1

𝐹3

Jawaban:

Sebuah gaya yang bergerak dalam garis lurus dengan


kecepatan konstan, yaitu nol, menurut hukum pertama
Newton.

∑𝐹 = 0

𝐹1 + 𝐹3 − 𝐹2 = 0

𝐹3 = 𝐹2 − 𝐹1

𝐹3 = 20𝑁 − 10𝑁 = 10𝑁

2. Hukum II Newton

Hukum I Newton hanya mendefinisikan besaran massa,


namun penyebab benda bisa bergerak dan berhenti
belum dibahas di dalamnya. Selanjutnya dalam Hukum
II Newton dijelaskan tentang bagaimana gerak benda
berubah. Di mana dinyatakan kalau keadaan gerak
suatu benda bisa dirubah bila benda tersebut dikenakan
gaya. Gaya inilah yang akan menyebabkan gerak benda

109
DINAMIKA PARTIKEL

menjadi berubah. Di mana nilai perubahan gerak ini


merupakan besarnya gaya yang dikenakan pada benda,
dituliskan:

̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
∆(𝑘𝑒𝑎𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘)
= ̅̅̅̅̅̅̅
𝐺𝑎𝑦𝑎
∆𝑡

Selanjutnya besaran yang tepat untuk mendefinisikan


keadaan gerak ialah perkalian antara massa serta
kecepatan 𝑚𝑣̅ . Di mana makin besar massa suatu benda
maka akan semakin susah merubah keadaan geraknya
serta semakin besar pula gaya yang diperlukan guna
membuat perubahan kecepatannya menjadi bertambah.
Maka kondisi gerak suatu benda sama dengan hasil kali
dari massa bersama kecepatan. Selanjutnya hasil antara
massa serta kecepatan didefinisikan menjadi
momentum. Sehingga Hukum II Newton jika ditulis
menjadi,

𝑑𝑝̅
𝐹̅ = (3 − 2)
𝑑𝑡

dengan

𝑝̅ = 𝑚𝑣̅ (3 − 3)

Berdasarkan persamaan (3 − 2), Hukum II Newton


menyatakan keseluruhan gaya pada suatu benda akan
berbanding lurus pada perubahan momentumnya dibagi
waktu (laju perubahan momentum) dan ini dipakai
secara umum dalam kondisi apapun.

Lewat aturan diferensial, dapat ditulis,

𝑑𝑝̅ 𝑑(𝑚𝑣̅ )
= (3 − 4)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

110
DINAMIKA PARTIKEL

𝑑𝑚 𝑑𝑣̅
= 𝑣̅ +𝑚 (3 − 5)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑚
= 𝑣̅ + 𝑚𝑎̅ (3 − 6)
𝑑𝑡

Dari persamaan (3 − 6) terlihat jika besar dari gaya


tergantung dari laju perubahan massa serta percepatan
benda. Inilah Hukum II Newton yang umumnya berlaku
bagi benda yang mengalami perubahan massa ataupun
tidak. Bila massa benda berkurang saat benda bergerak
maka 𝑑𝑚/𝑑𝑡 nilainya negatif yang akan menghasilkan
besaran dengan arah kebalikan dari arah kecepatannya.
Ini mengakibatkan suku kedua bertambah nilainya
sejajar dengan kecepatan. Karena percepatan dan
kecepatan memiliki arah yang sama, maka kecepatan
benda akan bertambah. Dengan kata lain, semakin kecil
massa benda, semakin besar percepatan dalam arah
kecepatan.

Bagi benda bermassa konstan maka 𝑑𝑚/𝑑𝑡 = 0 sehingga


persamaan (3 − 6) berubah menjadi,

𝐹̅ = 𝑚𝑎̅ (3 − 7)

Gaya pada persamaan (3 − 2) dan (3 − 7) merupakan


total dari gaya. Artinya bila bekerja beberapa gaya pada
suatu benda, maka gaya-gaya itu harus dijumlahkan
sebelumnya. Total dari hasil penjumlahan gaya inilah
yang selanjutnya dipakai pada persamaan (3 − 2) dan
(3 − 7).

111
DINAMIKA PARTIKEL

Contoh soal 3.3

Benda yang memiliki massa 4 kg didorong oleh gaya


𝐹=30𝑁 di atas lantai yang licin dengan arah 𝑡𝑔 ∝ = 3/4
seperti gambar di bawah. Carilah:

(a) Percepatan yang dilakukan benda

(b) Gaya normal yang diberikan lantai untuk benda.

Jawaban:

∑ F𝑥 = 𝐹 cos ∝ = 30𝑁 (4/5) = 24𝑁

∑ F𝑦 = 𝐹 sin ∝ = 30𝑁 (4/5) = 18𝑁

a. Gaya resultan di arah mendatar (sumbu x ):

∑ F𝑥 = 𝑚. 𝑎

24 = 4. a

a = 6 m/s2

b. Gaya resultan di arah vertikal (sumbu y):

∑ F𝑦 = 0

𝑁 − 𝑤 − 𝐹𝑠𝑖𝑛 ∝ = 0

𝑁 − 40 − 18 = 0

112
DINAMIKA PARTIKEL

Maka, 𝑁 = 58 𝑁𝑒𝑤𝑡𝑜𝑛

Maka gaya normal yang diberikan oleh lantai untuk


benda adalah 58 N

Contoh soal 3.4

Pada sebuah bidang miring yang permukaannya licin,


meluncur sebuah benda yang massanya m. Diketahui 𝛼
merupakan sudut kemiringan, dan 𝑔 merupakan
percepatan gravitasi.

Carilah:

a. Percepatan gerak benda tersebut.

b. Gaya normal yang diberikan oleh bidang miring


terhadap benda

Jawaban:

𝑚𝑔 sin∝
𝑚𝑔 cos∝

𝑚𝑔

a. ∑ F𝑥 = 𝑚𝑎

mg sin ∝ = 𝑚𝑎

𝑎 = 𝑔 sin ∝

b. ∑ F𝑦 = 0

N − mg cos ∝ = 0

113
DINAMIKA PARTIKEL

𝑁 = mg cos ∝

3. Hukum III Newton

Selanjutnya Hukum III Newton menjelaskan bahwa bila


dua benda melakukan interaksi, maka akan ada aksi
dan reaksi, di mana keberadaan gaya aksi sama dengan
gaya reaksinya namun arahnya berlawanan. Bila yang
memberi gaya adalah benda pertama terhadap benda
kedua atau yang disebut gaya aksi, maka, benda kedua
kemudian akan memberikan gaya yang sama dalam
arah yang berlawanan pada benda pertama, yang
dikenal sebagai gaya reaksi. Singkatnya ditulis:

Gaya aksi = - Gaya reaksi

Atau dapat ditulis,

𝐹̅12 = −𝐹̅12 (3 − 8)

Gaya aksi reaksi dapat kita lihat pada sebuah balok yang
digantung dengan tali lalu digantung ke atap (Gambar
3.2)

114
DINAMIKA PARTIKEL

𝐹𝑑𝑡

𝐹𝑡𝑑

𝑤𝑡

𝐹𝑡𝑏

𝐹𝑏𝑡

𝑤′

𝑤"

Gambar 3.2 Contoh gaya aksi reaksi


𝐹𝑑𝑡: 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑎𝑡𝑎𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑙𝑖

𝐹𝑑𝑡: 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑝

𝑤𝑡: 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑢𝑚𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑙𝑖

𝐹𝑡𝑏: 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘

𝐹𝑏𝑡: 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑙𝑖

𝑤: 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑢𝑚𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘

𝑤 ′ : 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑢𝑚𝑖

𝑤 " : 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑢𝑚𝑖

Contoh lain dapat kita temui saat kita mendorong


dinding menggunakan tangan, maka di waktu yang

115
DINAMIKA PARTIKEL

sama dinding juga mendorong tangan kita dengan gaya


yang serupa dengan berat badan kita dan di waktu yang
sama juga menarik bumi dengan gaya yang besarnya
serupa tapi arahnya berlawanan (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Contoh gaya aksi reaksi


(https://docplayer.info/docs-images/53/32078000/images/24-0.png)

B. Satuan Gaya

Gaya merupakan besaran vektor yang memiliki satuan


Newton. Tabel berikut merupakan tabel dari satuan gaya

Tabel 3.1 Satuan gaya

116
DINAMIKA PARTIKEL

Contoh soal 3.5

Hitunglah berat suatu benda dengan massa a. 3 kilogram; b.


200 gram; c. 0,70 slug.

Jawaban:

Kaitan dari 𝑚 serta 𝑤 ialah 𝑤 = 𝑚𝑔.

Pada SI (atau sistem mks):

𝑚 dalam slug; 𝑔 = 32,2 ft/s2; dan

𝑤 dalam Newton

Dalam sistem imperial:

𝑚 dalam slug; 𝑔 = 32,2 ft/s2; dan

𝑤 dalam pon (lb)

𝑔 merupakan percepatan gravitasi bumi

Maka:

a. 𝑤 = (3𝑘𝑔)(9,8𝑚/𝑠 2 ) = 29,4𝑘𝑔. 𝑚/𝑠 2 = 29,4𝑁

117
DINAMIKA PARTIKEL

b. 𝑤 = (0,02𝑘𝑔)(9,8𝑚/𝑠 2 ) = 1,96𝑁

c. 𝑤 = (0,70 𝑠𝑙𝑢𝑔)(32,2𝑓𝑡/𝑠 2 ) = 22,5𝑠𝑙𝑢𝑔. 𝑓𝑡/𝑠 2 = 22,5 𝑙𝑏

Contoh soal 3.6

Carilah massa dari benda yang massanya:

1. 25 Newton?
2. 5000 dyne?
3. 80 pound?

Jawaban:

Sebagaimana soal 3.5, dapat kita gunakan 𝑤 = 𝑚𝑔

1. 𝑚 = 25𝑁/9,8 𝑚/𝑠 2 = 2,55 𝑁. 𝑠 2 /𝑚 = 2,55 𝑘𝑔


2. 𝑚 = 5000 𝑥 105 𝑁/9,8 𝑚/𝑠 2 = 5,1 𝑥 10−3 𝑘𝑔 = 5,1 𝑔
3. 𝑚 = 80𝑙𝑏/32,2 𝑓𝑡/𝑠 2 = 2,48 𝑙𝑏. 𝑠𝑙𝑢𝑔

C. Gaya-gaya kontak (Gaya Gesekan)

Gaya gesek muncul ketika dua permukaan benda bergerak


dalam arah yang berlawanan. Pertimbangkan sebuah balok
yang diam pada bidang datar kasar 𝐹 = 0 untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik (Gambar 3.4)

𝐹=0

118
DINAMIKA PARTIKEL

𝐹1
𝐹=0
𝑓𝑠

𝑓𝑠 = 𝐹1

𝑤
= 𝑚𝑔
𝐹2
𝐹=0
𝑓𝑠

𝑓𝑠 = 𝐹2

𝐹3
𝐹=0
𝑓𝑠

𝑓𝑠 = 3

Gambar 3.4 Gaya gesek statik


1. Gaya gesek statik

Gaya gesek statik yaitu gaya gesek yang dialami oleh


benda yang keadaannya diam. Di mana sifat dari gaya
ini adalah pasif, maksudnya akan timbul jika benda
diberi gaya luar. Jika gaya gesek statik maksimum yang
dimiliki benda lebih besar dibanding gaya dari luar yang
diberikan kepada benda, maka nilai dari gaya gesek
statik akan bergantung pada nilai gaya luar yang bekerja
pada benda tersebut. Gaya gesek statik maksimum
merupakan gaya terkecil yang dibutuhkan benda agar
mulai bergerak. Gaya statik maksimum:

119
DINAMIKA PARTIKEL

a. tidak tergantung luas daerah kontak

b. sebanding dengan gaya normal. Gaya normal


terjadi akibat deformasi elastik benda-benda yang
bersinggungan.

𝑓𝑠 ≤ 𝜇𝑠 𝑁

di mana :

𝜇𝑠 = koefisien gesek statik, angka yang


menggambarkan kekasaran dan kehalusan dari
dua permukaan kontak saat benda dalam keadaan
diam.

N = gaya Normal

Bila 𝐹3 diperbesar sedikit saja, maka benda akan


bergerak, mulai bergerak,

𝐹 = 𝑚𝑎

2. Gaya gesek kinetik

a. Gaya gesek kinetik merupakan gaya gesek yang


dialami benda sesudah benda tersebut bergerak.

b. Besarnya gaya gesek ini, 𝑓𝑘 yaitu:

𝑓𝑘 = 𝜇𝑘 𝑁 (3 − 9)

di mana :

𝜇𝑘 = koefisien gesek kinetik, angka yang


menggambarkan kekasaran dan kehalusan dari dua
permukaan kontak saat benda bergerak.

Nilai 𝜇𝑘 < 𝜇𝑠 , yang batasan nilainya adalah:

0 ≤ 𝜇𝑘 < 𝜇𝑠 ≤ 1

120
DINAMIKA PARTIKEL

𝑁 𝑤 = gaya berat (Newton, dyne)

𝐹 = gaya luar (Newton, dyne)

𝑁 = 𝑤 = 𝑚𝑔
𝐹
𝑓 = gaya gesekan
𝑓𝑘 (statik/kinetik)

𝑤 = mg 𝑁 = gaya Normal

Gambar 3.5 Gaya gesek kinetik

Pertanyaan

1. Carilah massa dari benda-benda berikut:

a. 25 Newton
b. 50 Newton
c. 75 Newton
d. 100 Newton
2. Sebuah gaya tunggal diterapkan pada benda 5 kilogram di
mana komponen Fx = 30 N dan Fy = 40 N. Hitunglah
percepatan benda tersebut!

3. Hitunglah gaya yang dihasilkan oleh sistem di mana benda


bergerak dengan percepatan 0,80 m/s2 dan berat benda
tersebut 500N!

4. Pada sebuah benda bekerja gaya tetap sebesar 5 kg, akibatnya


kecepatan benda menjadi berubah dari 7 m/s ke 3 m/s
selama 5 sekon. Berapa gaya yang dihasilkan pada sistem
tersebut?

5. Berapa gaya yang diperlukan agar mobil 200 kg dipercepat


dengan percepatan 8 m/s2 pada jalan yang datar? Anggap

121
DINAMIKA PARTIKEL

gaya gesek yang menghambat gerak mobil diabaikan.

6. Mobil 600 kilogram melaju pada jalan datar.

a. Hitunglah gaya hambatan yang diperlukan untuk


menghentikan mobil pada jarak 600 m?

b. Berapa nilai maksimum koefisien gesek antara ban dan


permukaan jalan agar hal tersebut tercapai?

7. Sebuah kereta api bermassa 50.000 kg ditarik oleh lok yang


bermassa 8.000 kg dan menghasilkan percepatan a1 = 1,3
m/s2. Jika lok yang sama dipasang untuk kereta api
bermassa 16.000 kg, Carilah percepatannya?

8. Pada sebuah jalan ada mobil yang mogok, di mana massa


mobil tersebut 700 kg. Selanjutnya digunakan mobil derek
untuk menyeret mobil tersebut. Jika tegangan pada kabel
mobil derek yang dipakai melebihi 2000 N, maka kabel
tersebut akan putus. Hitunglah percepatan terbesar yang
mampu diterima oleh mobil mogok dari mobil derek tersebut?

9. Kotak 80 N ditarik dengan gaya 400 N, di mana tali


penariknya membentuk sudut 300. Jika koefisien gesekan
0,5, carilah percepatan dari kotak tersebut!

10. Kotak 80 N digeser oleh gaya 400 N pada lantai. Koefisien


gesekan di antara kotak serta lantai sebesar 0,5 saat kotak
bergerak. Hitunglah percepatan kotak saat bergerak!

11. Dengan seutas tali, sebuah benda yang massanya 6 kg


digantungkan ke pegas. Bila percepatan benda itu a. nol; b. 4
m/s2 ke atas; c. 5 m/s2 ke bawah; d. 9,8 m/s2 ke bawah.
Sebagaimana yang nampak seperti gambar di bawah.
Berapakah tegangan masing-masing tali?

122
DINAMIKA PARTIKEL

12. Gaya F=100 N mendorong sebuah balok 4 kg pada lantai yang


permukaannya licin, di mana arah 𝑡𝑔 𝛼 = ¾ (lihat gambar di
bawah), maka carilah:

a. Percepatan yang dilakukan sistem tersebut

b. Gaya normal pada sistem tersebut

13. Sebuah balok bermassa 5 kilogram meluncur menuruni


bidang miring yang permukaannya licin. Kemiringan sudut
dari bidang adalah 300 dan g = 9,8 m/s2.

123
DINAMIKA PARTIKEL

𝑚 = 5 kg

𝑚𝑔 sin∝
𝑚𝑔 cos∝

300 𝑚𝑔

Carilah:

a. Percepatan pada sistem tersebut.

b. Gaya normal pada sistem tersebut

14. Seutas tali menghubungkan dua balok yang bermassa 5 kg


dan 3 kg. Selanjutnya sistem ditarik melalui pusat balok yang
massanya 3 kg dengan gaya 10N. Jika diketahui 𝜇𝑠 = 0,4 serta
𝜇𝑘 = 0,5. Carilah percepatan pada sistem tersebut juga
tegangan tali yang menghubungkan kedua balok!
15. Di atas sebuah bidang datar, meluncur balok dengan massa
6 kg berkecepatan 3 m/s, selanjutnya balok tersebut berhenti
setelah melewati jarak 1 m. Jika 𝑔=10 m/s2, hitunglah 𝜇𝑘
pada sistem!
16. Sebuah balok yang massanya 10 kg terletak pada bidang
miring yang permukaannya licin sebagaimana terlihat pada
gambar di bawah. Sudut kemiringan yang dibentuk bidang
adalah 300. Hitunglah gaya yang harus diberikan pada balok
agar balok terdorong ke atas sehingga kecepatannya tetap

124
DINAMIKA PARTIKEL

17. Dua buah balok yang mana balok A massanya 3 kg berada di


atas balok B yang terletak di atas lantai datar berpermukaan
licin dengan massa dari balok B 6 kg seperti yang terlihat
pada gambar di bawah. Selanjutnya balok B ditarik dengan
gaya F sehingga mengakibatkan kedua balok itu mengalami
percepatan secara bersama-sama sebesar 1,8 m/s2. Bila
balok A tiba-tiba terjatuh, hitunglah percepatan dari balok B!

18. Sebuah pesawat antariksa diluncurkan dengan


menggunakan roket, yang mana roket ini mempunyai tiga
tabung gas. Setiap tabung dalam 2 sekon mampu
menyemburkan 10 kg gas dengan kecepatan 500 m/s. Jika
massa total roket dan pesawat ulang-alik adalah 2 ton.
Hitunglah percepatan roket 2 sekon setelah peluncuran?

125
DINAMIKA PARTIKEL

126
BAB 4
USAHA DAN ENERGI

Standar Kompetensi

1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk


mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi
pada bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi
lewat teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
memperlihatkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika
melaksanakan tugas berlandaskan agama, moral
maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta
pengembangan peradaban berlandaskan pancasila.

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat nenganalisis hubungan antara usaha,
perubahan energi dengan hukum kekekalan energi
mekanik.

Indikator

1. Menjelaskan dan memformulasikan usaha, energi, dan


daya.
2. Mendeskripsikan hubungan antara usaha dan energi.
3. Mendeskripsikan dan memformulasikan hukum
kekekalan energi mekanik.
4. Menggunakan konsep usaha dan energi dalam
pemecahan masalah fisika.

127
USAHA DAN ENERGI

Ketika kita mengendarai sebuah kendaraan, maka lama kelamaan


bahan bakar pada kendaraan tersebut pastilah berkurang dan
akhirnya habis. Energi kimia dalam bahan bakar dirubah jadi
energi mekanik (gerak), yang akhirnya digunakan mesin kendaraan
untuk menggerakkan atau mengubah lokasi (kerja) kendaraan.
Pekerjaan mesin dapat menyebabkan posisi kendaraan bergeser.

Ketika kendaraan mengalami gaya serta perpindahan, energi yang


tersimpan dalam bahan bakar berkurang. Inilah yang merupakan
besaran skalar yang hanya menyatakan jumlah energi bahan
bakar. Gaya serta perpindahan di sisi lain merupakan besaran
dinamis dengan besar dan arah. Seperti yang terlihat, energi
merupakan bilangan statis yang memiliki hubungan dengan
besaran dinamis dalam contoh ini. Perubahan besaran statis
(perubahan energi) akan mengakibatkan perubahan besaran
dinamis.

A. Definisi Kerja

Penting untuk menetapkan besaran fisika baru berdasarkan


uraian sebelumnya, yang merupakan hasil penggabungan
besaran dinamis yang berkembang sebagai akibat dari
perubahan energi, yang dinamakan sebagai kerja dan secara
matematis ditulis,

𝑑𝑊 = 𝐹̅ . 𝑑𝑟̅ (4 − 1)

dengan

𝑊 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎

𝑑𝑊 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

𝐹̅ 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎

𝑑𝑟̅ 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎

128
USAHA DAN ENERGI

Jika dituliskan pada notasi skalar, persamaan (4 − 1)


menjadi,

𝑑𝑊 = 𝐹𝑑𝑟𝑐𝑜𝑠𝜃 (4 − 2)

di mana 𝜃 merupakan sudut yang dibentuk antara gaya serta


perpindahan.

Gambar 4.1 Kerja mengakibatkan energi berkurang. Perbedaan


antara energi awal suatu benda dan energi akhirnya disebut kerja.
Perubahan energi benda serupa dengan kerja yang dilakukan
benda. Ilustrasi energi dan kerja ditunjukkan oleh Gambar
4.1. Sebaliknya, kerja pada benda di sisi lain meningkatkan
energi pada benda. Jika Anda memberikan kerja (dorongan)
ke benda yang diam (energi gerak nol) maka energi geraknya
akan bertambah. Dari sini dapat diamati bahwa usaha
mampu meningkatkan energi suatu benda, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.2.

129
USAHA DAN ENERGI

Gambar 4.2 Kerja dari luar mampu meningkatkan energi benda.


Jumlah dari energi awal suatu benda dan usaha yang dilakukan
padanya sama dengan energi akhir.
Kerja bisa terjadi bila komponen gaya serta perpindahan
sejajar, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (4 − 1) dan
(4 − 2). Kerja yang dilakukan adalah nol jika komponen gaya
dan perpindahan tegak lurus. Seperti pada satelit, karena
arah gaya menuju pusat bumi selalu tegak lurus dengan arah
perpindahan satelit (bersinggungan dengan lingkaran), maka
kerja yang dilakukan bumi pada satelit yang mengorbit bumi
dalam orbit melingkar adalah nol. Contoh lain adalah seorang
anak yang membawa buku di pundaknya, yang dianggap
tidak melakukan kerja meskipun bahunya memberikan gaya
dan anak itu bergerak (berjalan), tetapi arah gaya yang
diberikan oleh bahu ke atas adalah tegak lurus terhadap arah
perpindahan (arah horizontal). Anak itu disebut sebagai "tidak
melakukan kerja".

Saat memindahkan beban dari posisi duduk ke posisi berdiri,


Anda dikatakan melakukan usaha. Arah perpindahan (ke
atas) serupa dengan arah gaya pada titik ini (ke atas). Begitu

130
USAHA DAN ENERGI

juga karena arah gaya yang dilakukan oleh tangan dan


perpindahan barbel sama-sama ke atas, atlet Ade Rai
dianggap melakukan kerja saat mengangkat barbel dari lantai
ke atas.

Kerja merupakan energi yang diberikan oleh gaya yang


bekerja pada benda sehingga benda tersebut bergerak atau
didefinisikan juga sebagai pergeseran dikali gaya yang bekerja
pada benda di mana gaya tersebut searah dengan arah
pergeseran benda. Maka, kerja dari titik A ke B yang
dihasilkan oleh gaya F pada sebuah lintasan (Gambar 4.3)
ditulis:
𝐵 𝐵
𝑊𝐴𝐵 = ∫ 𝐹̅ . 𝑑𝑆̅ = ∫ 𝐹𝑠 . 𝑑𝑆 (4 − 3)
𝐴 𝐴

di mana
𝐹𝑠 = 𝐹 cos 𝜃 adalah komponen gaya 𝐹̅ dalam arah lintasannya.

karena
𝑑𝑆̅ = 𝑑𝑥. 𝑖̂ + 𝑑𝑦. 𝑗̂ + 𝑑𝑧. 𝑘̂ (4 − 4)

Maka secara umum persamaan (4 − 4) dapat ditulis:

𝑑𝑊 = 𝐹̅ . 𝑑𝑆̅ = 𝐹𝑥 𝑑𝑥 + 𝐹𝑦 𝑑𝑦 + 𝐹𝑧 𝑑𝑧 (4 − 5)

𝑧

𝑑𝑠

𝑘̂
∙ ∙ 𝜃

𝑦
𝑖̂መ 𝑗̂

Gambar 4.3 Lintasan Kerja

131
USAHA DAN ENERGI

Satuan Kerja

Bila gaya 𝐹̅ satuannya Newton (N) lalu jarak s satuannya


meter (m), ini akan menghasilkan kerja 𝑊 yang satuannya
adalah Joule.

1 N.m = 1 kg m2.S-2 = 1 J

Jika gaya 𝐹̅ satuannya dyne lalu jarak 𝑠 satuannya cm, ini


akan menghasilkan kerja 𝑊 yang satuannya adalah erg.

1 dyne.cm = 1 g.cm2.s-2 = 1 erg.

Maka,

1 J = 107 erg

Contoh soal 4.1

Seorang pramugari menarik bagasi (koper) dengan gaya yang


sebanding dengan benda 10 kilogram. Gaya yang dihasilkan
adalah 60 derajat terhadap horizontal, menyebabkan bagasi
(koper) menempuh jarak s = 200 meter. Hitunglah kerja dari
pramugari tersebut?

Jawaban:

Gambar 4.4
Sumber: Abdullah, M. (2016)

132
USAHA DAN ENERGI

Karena besarnya gaya sama dengan berat suatu benda yang


massanya 10 kg

𝐹 = 10 𝑥 9,8 = 98𝑁

Karena kerja yang dilakukan

𝑊 = 𝐹𝑠 cos 𝜃

= 98 𝑥 200 𝑥 cos 60 = 9.800 𝐽

Contoh soal 4.2

Seutas tali memberikan gaya 60 N untuk menarik sebuah


balok dan sudut yang dibentuk tali terhadap horizontal
adalah 300. Agar balok bergeser sejauh 15 meter, tentukanlah
usaha yang dibutuhkan agar balok tersebut bergeser!

Jawaban :
𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎 𝑊 = 𝐹 𝑠 = (𝐹 cos ∝) 𝑆

= (60𝑁)cos 300 x (15 meter)

= 450 𝑁. 𝑚 = 450 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒

B. Energi Kinetik (K)

Jika kita memperhatikan Gambar 4.5, gaya konstan 𝐹


merupakan usaha yang diberikan untuk menarik balok
bermassa 𝑚 sejauh 𝑥. Percepatan balok tersebut konstan dan
didapat melalui Hukum Newton, 𝐹 = 𝑚𝑎.

Gambar 4.5 Usaha oleh gaya 𝐹 menarik balok sejauh 𝑥

133
USAHA DAN ENERGI

Misal laju perubahan dari 𝑣1 menjadi 𝑣2 ketika balok


berpindah sejauh 𝑥 dari 𝑥1 ke 𝑥2 (𝑥 = 𝑥2 − 𝑥1 ), maka akan
didapat persamaan,

𝑣22 = 𝑣12 + 2𝑎𝑥 (4 − 6)

Persamaan (4 − 6) telah dibahas sebagai bagian dari topik


Gerak Lurus Berubah Beraturan. Selanjutnya, persamaan
tersebut dapat ditulis dalam bentuk persamaan (4 − 7),

𝑣22 − 𝑣12
𝑎= (4 − 7)
2𝑥

Jika ruas kiri dan ruas kanan keduanya dikali dengan 𝑚 dan
𝑚𝑎 sama dengan gaya total (𝐹), maka dapat ditulis,

𝑣22 − 𝑣12
𝐹 = 𝑚𝑎 = 𝑚 ( ) (4 − 8)
2𝑥

Selanjutnya,

𝑣22 − 𝑣12 1 1
𝐹𝑥 = 𝑚 ( ) = 𝑚𝑣22 − 𝑚𝑣12 (4 − 9)
2 2 2

Kerja yang dilakukan oleh gaya total 𝐹 untuk memindahkan


partikel balok sejauh 𝑥 ditulis sebagai 𝐹𝑥. Energi kinetik 𝐾 =
1
2
𝑚𝑣 2 didefinisikan sebagai energi yang dimiliki oleh benda

bermassa 𝑚 karena gerakannya 𝑣.

1
𝐾 = 𝑚𝑣 2 (4 − 10)
2

Seperti halnya usaha 𝑊, energi kinetik 𝐾 termasuk ke dalam


besaran skalar, di mana energi tersebut cuma dipengaruhi
oleh massa serta laju partikel, bukan pada arah geraknya.

Selanjutnya persamaan (4 − 9) bisa diterjemahkan menjadi


usaha beserta energi kinetik. Di mana di suku pertama ruas

134
USAHA DAN ENERGI

kanan menunjukkan besarnya energi kinetik akhir benda


setelah perpindahan, yaitu persamaan (4 − 11)

1
𝐾2 = 𝑚𝑣22 (4 − 11)
2

Dan suku kedua merupakan energi kinetik awal,

1
𝐾1 = 𝑚𝑣12 (4 − 12)
2

Maka, selisih antara 𝐾2 dan 𝐾1 adalah perubahan energi


kinetik. Maka persamaan (4 − 9) mengungkapkan
bahwasanya usaha oleh gaya pada sebuah benda serupa
dengan perubahan energi kinetik dari benda tersebut.

𝑊𝑡𝑜𝑡 = 𝐾2 − 𝐾1 = ∆𝐾 (4 − 13)

Persamaan (4 − 13) lebih dikenal sebagai teorema Usaha-


Energi.

Selanjutnya dengan menggunakan metode integral dalam


matematika kita dapat menyusun teorema Usaha-Energi.

Ketika sebuah gaya bekerja pada benda bermassa konstan


𝑚 dalam situasi satu dimensi, usaha oleh gaya tersebut
adalah,
𝑥2
𝑊 = ∫ 𝐹𝑑𝑥 (4 − 14)
𝑥1

Berdasarkan Hukum Newton, 𝐹 = 𝑚𝑎 = 𝑚𝑑𝑣/𝑑𝑡, maka,


𝑥2
𝑑𝑣
𝑊=∫ 𝑚 𝑑𝑥 (4 − 15)
𝑥1 𝑑𝑡

Selanjutnya persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk,


𝑣2
𝑑𝑥
𝑊=∫ 𝑚 𝑑𝑣 (4 − 16)
𝑣1 𝑑𝑡

135
USAHA DAN ENERGI

Di mana 𝑑𝑥/𝑑𝑡 merupakan 𝑣, sehingga persamaan (4 − 16)


dapat ditulis,
𝑣2
𝑊 = ∫ 𝑚𝑣 𝑑𝑣 (4 − 17)
𝑣1

Selanjutnya, jika integral diselesaikan, kita memperoleh,

1 1
𝑊 = 𝑚𝑣22 − 𝑚𝑣12 (4 − 18)
2 2

Di mana persamaan (4 − 18) merupakan Teorema Usaha


Energi.

Contoh soal 4.3

Pada sebuah bidang yang permukaannya licin dan juga datar,


di atasnya terdapat sebuah balok dengan massa 3 kg yang
awalnya, selanjutnya pada balok tersebut dikenakan gaya 30
N. Carilah besar kecepatan balok sesudah bergerak hingga 5
meter!

Jawaban:
Usaha oleh gaya besarnya sebanding dengan perubahan
energi kinetik
𝑊 = 𝐸𝑘2 − 𝐸𝑘1 = 1/2𝑚𝑣2 2 − 1/2𝑚𝑣1 2
𝐹. 𝑠 = 1/2𝑚𝑣2 2 − 0
𝑣2 2 = 2𝐹𝑠/𝑚 = 2 𝑥 30 𝑁 𝑥 5 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟/3𝑘𝑔 = 100 𝑚2 /𝑠 2
𝑣2 = 10 𝑚/𝑠
Maka, besar kecepatan balok sesudah bergerak 5 meter
adalah 10 m/s
C. Daya

Usaha biasanya sering dianggap tak mampu melukiskan


keadaan lebih rinci yang menjadikannya kurang bermakna.
Keadaan ini disebabkan karena usaha tidak mengaitkan

136
USAHA DAN ENERGI

waktu. Contohnya saja, lelaki dewasa mampu memindahkan


beberapa lemari dari satu tempat ke lain tempat selama dua
jam. Sedangkan anak SD mampu beberapa lemari yang sama
selama satu hari. Bila kita melihat hal tersebut dalam dalam
bingkai usaha, maka dua orang itu dikatakan melakukan
usaha yang serupa, sejatinya mereka masing-masing
melakukannya pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu
dimunculkanlah suatu besaran yaitu daya guna menghindari
masalah tersebut.

Daya (power) adalah sebuah besaran fisika yang digunakan


untuk mendeskripsikan cepatnya usaha yang dilakukan.
Lebih jelasnya daya merupakan laju usaha yang dilakukan.
Seperti halnya usaha juga energi, daya pun merupakan
besaran skalar.

Ketika usaha ∆𝑊 selesai dalam waktu ∆𝑡, usaha rata-rata per


waktu, atau daya rata-rata (average power) 𝑃𝑟𝑡 ditulis:

∆𝑊
𝑃𝑟𝑡 = (4 − 19)
∆𝑡

Jika harga ∆𝑡 didekati menuju nol, ∆𝑡 → 0, maka,

∆𝑊
𝑃 = lim (4 − 20)
∆𝑡→0 ∆𝑡

Atau jika ditulis dalam bentuk diferensial,

d𝑊
𝑃= (4 − 21)
d𝑡

Dalam sistem SI, satuan daya adalah joule per detik yang
direpresentasikan sebagai watt. Selanjutnya lewat hasil
substitusi usaha 𝑊 = 𝐹𝑥, maka daya bisa diungkapkan
sebagai gaya yang bekerja serta kecepatannya.

137
USAHA DAN ENERGI

d𝑊 d(𝐹̅ . 𝑥̅ )
𝑃= = (4 − 22)
d𝑡 d𝑡

Jika gaya konstan, maka

d𝑥̅
𝑃 = 𝐹̅ = 𝐹̅ . 𝑣̅ (4 − 23)
d𝑡

Atau dalam skalar ditulis

𝑃 = 𝐹𝑣𝑐𝑜𝑠𝜃 (4 − 24)

𝜃
𝑣

Gambar 4.6. Daya dalam 𝐹 dan 𝑣


Contoh soal 4.4

Sebuah mobil bermassa 1500 kg awalnya diam kemudian


melaju sehingga kecepatannya menjadi 25 m/s selama 10s.
Berapa daya rata-rata mesin mobil? Anggaplah tiada gesekan
udara.

Jawaban:

Usaha pada sistem:

1 1
𝑊 = ∆𝐾 = 𝑚𝑣22 − 𝑚𝑣12
2 2
1 1
𝑊 = 𝑚(𝑣22 − 0) = (1500 𝑘𝑔)(25 𝑚/𝑠)2
2 2

Waktu yang digunakan ialah 10s, maka

138
USAHA DAN ENERGI

𝑊 1/2(1500)(25)2
𝑃= = = 46,875 𝑘𝑊
𝑡 10

D. Gaya Konservatif serta Energi Potensial

Untuk lebih memahami gaya konservatif dan energi potensial,


kita dapat memperhatikan Gambar 4.7, di mana salah satu
ujung pegas diikat ke dinding. Selanjutnya sebuah balok
dengan massa 𝑚 diluncurkan dengan kecepatan 𝑣 ke arah
pegas. Dalam kasus ini, meja merupakan bidang yang licin
sempurna dan datar, lalu pegas pada kondisi ideal (memenuhi
hukum hooke), di mana 𝐹 = −𝑘𝑥. Pada kondisi ini 𝐹
merupakan gaya oleh pegas jika bagian ujungnya yang bebas
digeser sejauh 𝑥.

Kenyataannya, setelah balok dan pegas tersentuh, laju sistem


semakin berkurang ini artinya energi kinetiknyapun ikut
berkurang hingga sistem berhenti. Hal ini mendefinisikan
bahwa energi kinetiknya juga ikut habis. Selanjutnya balok
akan kembali bergerak dengan gerakan berlawanan dengan
arah geraknya semula akibat didorong pegas. Balok
mendapatkan kembali energi kinetik di sini, dan ketika
kembali ke tempat kontak awal pegas, laju serta energi
kinetiknya sama seperti sebelumnya, meskipun arah
geraknya berubah.

Gambar 4.7 Sistem balok-pegas

139
USAHA DAN ENERGI

Keadaan ini mengartikan kalau pada gerakan awal, energi


kinetik dari balok hilang, dan pada gerak kedua energi
kinetiknya kembali lagi ketika berbalik arah ke titik semula.
Ini artinya posisi awal dan akhir, pulang perginya
menandakan seberapa mampu balok melakukan usaha yang
sama yang artinya kemampuan dari balok tersebut adalah
kekal.

Pegas yang menghasilkan gaya elastik maupun gaya lain yang


mirip dinamakan gaya konservatif, termasuk juga gaya
gravitasi. Seseorang yang melemparkan bola melalui
tangannya ke atas, maka energi kinetik bola itu akan sama
besar saat bola menuju ke arah atas ketika terlepas dari
tangannya dan saat bola akan turun kembali ke tangannya.

Dari kejadian di atas, maka dapat didefinisikan gaya


konservatif 𝐹 merupakan gaya dengan sifat di mana “Gaya
hanya melakukan usaha di mana usaha tersebut tidak
didasarkan pada lintasan yang dilalui benda melainkan posisi
awal dan akhirnya saja”. Karenanya usaha suatu benda pada
lintasan yang bentuknya melingkar di mana benda akan
kembali ke titik awalnya, maka besarnya usaha oleh gaya
tersebut adalah nol (konservatif). Seperti pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Gaya konservatif: di mana posisi awal dan akhir


adalah satu-satunya yang menentukan usaha

140
USAHA DAN ENERGI

Jadi, pada gaya konservatif, jalur I juga jalur II menghasilkan


usaha yang sama yaitu 𝑊1 = 𝑊2 , sehingga bila gaya
konservatif bekerja dari a ke b lewat jalur I selanjutnya dari b
ke a lewat jalur II, total usaha oleh gaya konservatif sama
dengan nol. Gaya gravitasi dan pegas adalah contoh gaya
konservatif. Adanya energi yang terkait dengan posisi benda
telah ditunjukkan pada contoh sistem blok-pegas
sebelumnya. Ketika balok menekan pegas sejauh 𝑥, energi ini
mengukur potensi atau peluang kerja yang dilakukan pada
balok. Ketika balok menekan pegas, posisi panjang/pendek
(𝑥) menentukan besarnya usaha. Energi ini berhubungan
dengan posisi yang biasa disebut Energi Potensial.

E. Gaya gravitasi dan Energi Potensial Gravitasi

Seperti terlihat pada Gambar 4.9, sebuah benda dengan


massa 𝑚 bergerak ke atas pada sumbu 𝑦 (sumbu vertikal).
Gaya yang bekerja pada benda tersebut adalah 𝑊 = 𝑚𝑔.
Akibatnya, benda jatuh ke arah gravitasi, dan usaha yang
dilakukan oleh gaya berat untuk memindahkan benda dari 𝑦1
ke 𝑦2 (𝑦1 > 𝑦2 ) sama dengan:

𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 = 𝐹𝑠 = 𝑊(𝑦1 − 𝑦2 ) = 𝑚𝑔𝑦1 − 𝑚𝑔𝑦2 (4 − 25)

Persamaan (4 − 25) juga berlaku untuk benda yang dilempar


ke atas. Untuk kasus ini 𝑦1 > 𝑦2 sehingga 𝑦1 − 𝑦2 akan negatif
dan 𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 juga negatif, ini karena gaya berat berlawanan
dengan arah perpindahan benda. Melalui persamaan (4 − 25)
juga ditunjukkan besaran baru yang merupakan hasil kali
dari gaya berat 𝑚𝑔 dan ketinggian 𝑦 di atas titik pusat
koordinat. Besaran ini disebut Energi Potensial Gravitasi, U.
Sehingga,

141
USAHA DAN ENERGI

𝑈 = 𝑚𝑔𝑦 (4 − 26)

Gambar 4.9. Gerak jatuh bebas


Energi potensial awal dinyatakan sebagai 𝑈1 = 𝑚𝑔𝑦1 ,
sedangkan nilai akhirnya adalah 𝑈2 = 𝑚𝑔𝑦2 . Perubahan nilai
𝑈 merupakan pengurangan nilai akhir dikurang awal,
∆𝑈 = 𝑈2 − 𝑈1 . Sehingga usaha gravitasi dapat ditulis,

𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 = 𝑈1 − 𝑈2 = −(𝑈2 − 𝑈1 ) = −∆𝑈 (4 − 27)

Tanda negatif di depan ∆𝑈 menunjukkan bahwa benda sedang


naik, maka usaha gravitasinya adalah negatif karena arah
gayanya berlawanan dengan perpindahan dan 𝑦 akan lebih
besar sebagai akibat dari peningkatan energi potensial
gravitasi (∆𝑈 > 0). Ketika benda jatuh, kerja gravitasi positif,
dan y berkurang pada saat yang sama, menghasilkan
penurunan energi potensial gravitasi (∆𝑈 < 0). Dengan kata
lain, jika 𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 positif, ∆𝑈 negatif dan sebaliknya.

142
USAHA DAN ENERGI

Contoh soal 4.5

Seorang anak menarik kotak yang beratnya 200 N ke arah


atas pada sebuah bidang miring sejauh 10 m hingga
ketinggian 3 m dari dasar. Gaya rata-rata yang sejajar bidang
sebesar 120 N.

a. Hitunglah kerja pada sistem tersebut!


b. Hitunglah perubahan energi potensial dan energi kinetik
kotak!
c. Hitunglah gaya gesekan yang terjadi pada kotak!
Jawaban:
a. Kerja pada sistem:
𝑊 = 𝐹̅ . 𝑠 = (120)(10) = 1200 𝐽
b. Perubahan energi potensial gravitasi:
∆𝐸𝑝 = 𝐸𝑝𝑡 − 𝐸𝑝0 = 𝑊ℎ − 0 = (200)(3) = 600 𝐽
Perubahan energi kinetik ∆𝐸𝑘 = 0, dikarenakan balok
yang awalnya diam hingga berhenti.
c. Berdasarkan hubungan kerja dan energi:
𝑊 = 𝐹̅ . 𝑠 = ∆𝐸𝑝 + ∆𝐸𝑘 + 𝑓. 𝑠
1200 = 600 + 0 + f .s → f = 60 N
1. Kekekalan Energi Mekanik Akibat Gaya Gravitasi

Bagian ini akan memperlihatkan bentuk Hukum


Kekekalan Energi pada peristiwa gerak jatuh bebas
dengan menganggap yang bekerja hanya gaya berat. Kita
bisa menganggap laju benda pada 𝑦1 adalah 𝑣1 dan laju
benda pada 𝑦2 adalah 𝑣2 . Berdasarkan teorema usaha-
energi, perubahan energi kinetik benda adalah,

𝑊𝑡𝑜𝑡 = 𝐾2 − 𝐾1 (4 − 29)

143
USAHA DAN ENERGI

Jika gaya gravitasi adalah satu-satunya hal yang bekerja


pada benda, usaha totalnya menjadi,

𝑊𝑡𝑜𝑡 = 𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 = −∆𝑈 = 𝑈1 − 𝑈2 (4 − 29)

Dengan menyamakan persamaan (4 − 28) dan


persamaan (4 − 29), maka diperoleh,

∆𝐾 = −∆𝑈 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾2 − 𝐾1 = 𝑈1 − 𝑈2 (4 − 30)

Selanjutnya persamaan (4 − 30) dapat ditulis menjadi,

𝐾1 + 𝑈1 = 𝐾2 + 𝑈2 (4 − 31)

Atau,

1 1
𝑚𝑣12 + 𝑚𝑔𝑦1 = 𝑚𝑣22 + 𝑚𝑔𝑦2 (4 − 32)
2 2

Selanjutnya jika energi kinetik beserta energi potensial


dijumlahkan, maka muncullah energi mekanik total, 𝑬.
Maka persamaan (4 − 33) menggambarkan hukum
kekekalan energi pada sistem yang mana yang bekerja
hanyalah gaya gravitasi.

𝐸 = 𝐾 + 𝑈 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (4 − 33)

Contoh soal 4.6

Sebuah peluru ditembakkan ke atas dengan kecepatan


awal 20𝑚/𝑠. Hitunglah tinggi yang sudah dicapai peluru
disaat kecepatannya bersisa 8𝑚/𝑠? Dianggap tidak
adanya gesekan udara pada peristiwa tersebut.

Jawaban:

Melalui persamaan (4 − 31) bisa ditulis persamaan,

1 1
𝑚𝑣22 − 𝑚𝑣12 + 𝑚𝑔𝑦2 − 𝑚𝑔𝑦1 = 0
2 2

144
USAHA DAN ENERGI

1 1
𝑚𝑣22 − 𝑚𝑣12 + 𝑚𝑔(𝑦2 − 𝑦1 ) = 0
2 2

Dengan menyelesaikan 𝑦2 − 𝑦1 akan diperoleh ketinggian

𝑣22 − 𝑣12 82 − 202


𝑦2 − 𝑦1 = − ( ) = −( ) = 17.1 𝑚
2𝑔 2(9,8)

2. Kekekalan Energi Mekanik Bila Ada Gaya Lain Selain


Gaya Gravitasi

Bila pada sebuah benda juga bekerja gaya luar (𝐹𝑙𝑎𝑖𝑛 ),ini
artinya ada usaha lain (𝑊𝑙𝑎𝑖𝑛 ) oleh gaya luar tersebut
terhadap benda. Maka usaha total yang bekerja pada
benda,

𝑊𝑡𝑜𝑡 = 𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 + 𝑊𝑙𝑎𝑖𝑛 (4 − 34)

Usaha total menurut teorema usaha-energi adalah


perubahan energi kinetik, oleh karena itu,

𝑊𝑙𝑎𝑖𝑛 + 𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 = 𝐾2 − 𝐾1 (4 − 35)

𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 diubah ke dalam 𝑈1 − 𝑈2 diperoleh,

𝑊𝑙𝑎𝑖𝑛 + (𝑈1 − 𝑈2 ) = 𝐾2 − 𝐾1 (4 − 36)

Selanjutnya persamaan (4 − 37) dapat ditulis menjadi


bentuk,

𝑊𝑙𝑎𝑖𝑛 + 𝐾1 + 𝑈1 = 𝐾2 + 𝑈2 (4 − 37)

Jika suku kanan dan kiri masing-masing diuraikan,


maka diperoleh,

1 1
𝑊𝑙𝑎𝑖𝑛 + 𝑚𝑣12 + 𝑚𝑔𝑦1 = 𝑚𝑣22 + 𝑚𝑔𝑦2 (4 − 38)
2 2

145
USAHA DAN ENERGI

Persamaan (4 − 38) adalah persamaan kekekalan energi


dengan adanya gaya lain serta gaya gravitasi, gaya lain
ini bisa berupa gesekan udara.

3. Energi Potensial Gravitasi untuk Gerak pada Lintasan


Melengkung

Pada pembahasan yang lewat telah dipelajari hukum


kekekalan energi untuk gerak jatuh bebas pada benda
yang melalui lintasan lurus vertikal. Selanjutnya
bagaimana bila lintasan yang dilalui oleh benda
berbentuk melengkung seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.10 ?

Gambar 4.10 Gerak benda pada lintasan melengkung


Untuk menghitung berapa banyak usaha yang
dilakukan gaya gravitasi selama perpindahan, kita
dapat membagi lintasan menjadi bagian-bagian yang
sangat kecil (∆𝑠). Pada sumbu 𝑥 vektor satuan 𝑖̂
digunakan dan pada sumbu 𝑦 vektor satuan 𝑗̂
digunakan untuk menyederhanakan masalah. Karena
pada benda bekerja gaya gravitasi 𝑤 = 𝑚𝑔, maka gaya
berat dapat ditulis,

𝑤
̅ = 𝑚𝑔̅ = −𝑚𝑔𝑗̂ (4 − 39)

Selanjutnya vektor perpindahan ∆𝑠 dituliskan,

146
USAHA DAN ENERGI

∆𝑠̅ = ∆𝑥𝑖̂ + ∆𝑦𝑗̂ (4 − 40)

Sehingga, usaha oleh gaya berat dapat ditulis,

𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 = −𝑚𝑔𝑗̂. (∆𝑥𝑖̂ + ∆𝑦𝑗̂) = −mg∆𝑦 (4 − 41)

Maka dari persamaan (4 − 41) terlihat bahwa usaha yang


dilakukan benda sama dan seolah-olah hanya
mengalami perpindahan vertikal ∆𝑦 dan tidak ada
perpindahan horizontal. Hal ini berlaku untuk setiap
bagian, oleh karena itu usaha total gaya adalah hasil kali
– 𝑚𝑔 dan perpindahan vertikal total (𝑦2 − 𝑦1 ).

𝑊𝑔𝑟𝑎𝑣 = −𝑚𝑔(𝑦2 − 𝑦1 ) = 𝑚𝑔𝑦1 − 𝑚𝑔𝑦2 = 𝑈1 − 𝑈2 (4 − 42)

Dari persamaan (4 − 42) terlihat bahwa walaupun


lintasan yang dilalui benda berbentuk
kurva/lengkungan, usaha total oleh gaya gravitasi
ditentukan oleh ketinggian awal dan ketinggian akhir.

Contoh soal 4.7

Sebuah manik meluncur melalui kawat pada gambar di


bawah ini tanpa gesekan. Bila laju pada titik A 200 𝑐𝑚/𝑠.

a. Berapa laju manik-manik di titik B?

b. Berapa laju manik-manik di titik C?

Jawaban:

147
USAHA DAN ENERGI

Yang perlu kita lihat hanya perbedaan ketinggian awal


dan akhir saja, karena energi mekanik sistem tidak
terpengaruh oleh bentuk lintasan. Sehingga digunakan
persamaan (4 − 32) yang ditulis sebagai,

1 1
𝑚𝑣22 − 𝑚𝑣12 + 𝑚𝑔(𝑦2 − 𝑦1 ) = 0
2 2

Sehingga,
2𝑚
a. 𝑣1 = , 𝑦1 = 0,8 𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑦2 = 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑣2 = 4,44 𝑚/𝑠
𝑠

2𝑚
b. 𝑣1 = , 𝑦1 = 0,8 𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑦2 = 0,5 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑣2 = 3,14 𝑚/𝑠
𝑠

F. Gaya Pegas dan Energi Potensial Elastis

Jika sebuah pegas yang ditekan/diregangkan pada titik


setimbangnya dengan jarak 𝑥, maka pegas tersebut akan
menghasilkan gaya yang arahnya berlawanan dengan arah
penekanan/peregangannya yang mengakibatkan pegas akan
kembali ke posisi awalnya. Di mana energi pemulih diberikan
oleh pegas disaat itu. Gaya pemulih pada hukum hooke
dituliskan sebagai 𝐹 = −𝑘𝑥, oleh karena itu energi potensial
elastis pegas dapat dicari dengan persamaan di bawah,
𝑥2
𝑈 = −𝑊 = − ∫ 𝐹𝑑𝑥 (4 − 43)
𝑥1

Selanjutnya 𝐹 pada persamaan (4 − 43) diubah lewat


persamaan hukum hooke, 𝐹 = −𝑘𝑥, diperolehlah,
𝑥2
𝑈 = − ∫ (−𝑘𝑥)𝑑𝑥 (4 − 44)
𝑥1

Maka, penyelesaian persamaan (4 − 43) menghasilkan:


𝑥2
1 1
𝑈 = ∫ (𝑘𝑥)𝑑𝑥 = 𝑘𝑥22 − 𝑘𝑥12 (4 − 45)
𝑥1 2 2

148
USAHA DAN ENERGI

Pertanyaan

1. Pada sebuah bukit yang kemiringannya 50, seorang pria


mengendarai mobil yang massanya 12.500 kg dengan
kecepatan tetap 72 km/jam menaiki bukti tersebut. Carilah
kerja dan daya yang dilakukan oleh mesin mobil tersebut
selama 5 menit. Dengan menganggap tidak ada gaya gerak.
2. Seorang anak menembakkan peluru dari pistol mainan
dengan kecepatan 500 m/s di mana massa dari peluru ialah
2 gram. Bila pistol panjangnya 15 cm. Carilah:
a. Energi yang dikeluarkan peluru tersebut.
b. Gaya-gaya pada peluru saat bergerak dalam pistol.
c. Samakah besar gaya ini dengan gaya dorong gas pada
peluru?
3. Sebuah peluru dengan kecepatan 155 m/s bergerak
menembus papan kayu, selanjutnya setelah menembus
papan kayu tersebut kecepatan geraknya berubah menjadi
130 m/s. Kemudian ada peluru lain yang massa dan
ukurannya sama dengan peluru pertama bergerak menembus
papan kayu yang sama dengan kecepatan 95 m/s. Bila
hambatan papan tidak bergantung kecepatannya. Hitunglah
kecepatan dari peluru kedua setelah menembus papan!
4. Seorang anak menarik kotak ke arah atas pada bidang miring
sejauh 15 m hingga ketinggian 5 m . Diketahui berat dari
kotak tersebut adalah 500 N. Gaya rata-rata yang sejajar
dengan bidang adalah 120 N.
a. Hitunglah kerja pada sistem tersebut!
b. Hitunglah perubahan energi potensial dan energi kinetik
kotak!
c. Hitunglah gaya gesekan yang terjadi pada kotak!

149
USAHA DAN ENERGI

5. Pada sebuah per yang massanya diabaikan, sebuah benda


yang beratnya 2 kg ditekan pada per tersebut yang
mengakibatkan per tertekan sejauh 7 m. Ketika dilepas benda
itu bergerak sejauh 3 m lalu akhirnya berhenti pada bidang
horizontal. Bila konstanta dari pegas yaitu k = 8 kg/m.
Hitunglah koefisien gesek di antara benda dan meja?
6. Ember yang isinya beton 500 kg diangkat oleh pengangkat
dengan daya motor 20 kW ke ketinggian 80 m. Jika
efisiensinya 80%, Hitunglah waktu yang dibutuhkan untuk
menaikkan ember tersebut!
7. Supaya pompa bisa memompakan minyak 500 liter ke sebuah
tangki yang tingginya 40 m. Berapakah usaha yang
dibutuhkan oleh pompa tersebut? Dimana minyak satu cc
memiliki massa 0,82 gram dan satu liter setara 100 cm3.
8. Seorang pria mempercepat mobil 1500 kg dari posisi diam
menjadi 25 m/s dalam 9,0 sekon. Hitung daya rata-rata mesin
mobil! Asumsikan tidak ada gesekan.
9. Balok yang massanya 2 kg berada di atas permukaan yang
licin, selanjutnya didorong dari keadaan diam hingga
bergerak dengan percepatan 2 m/s2. Hitunglah usaha yang
dilakukan terhadap balok selama 10 sekon!
10. Sebuah balok ditarik dengan gaya F = 120 N. Gaya tersebut
membentuk sudut 37o terhadap arah horizontal sehingga
balok bergeser sejauh 10 m seperti yang terlihat pada gambar
di bawah. Hitunglah usaha yang dilakukan oleh gaya F pada
balok tersebut!

150
USAHA DAN ENERGI

11. Benda yang massanya 10 kg yang berada di permukaan


bidang miring, di mana bidang miring tersebut licin seperti
gambar di bawah, dan benda tersebut akan digeser. Hitunglah
usaha yang dibutuhkan agar benda tersebut bergeser

12. Sebuah mobil yang massanya 5.000 kg bergerak dengan


kelajuan 90 km/jam ke arah lampu merah. Hitunglah besar
gaya pengereman yang harus dilakukan pengendara agar
mobil berhenti di depan lampu merah dengan jarak 100 meter
dari mobil!
13. Tongkat dengan panjang 40 cm yang berada tegak di atas
tanah, pada tongkat tersebut dijatuhi martil yang massanya
5 kg dari ketinggian 50 cm di atas ujungnya. Bila gaya tahan
rata-rata tanah 103 N. Berapakah banyaknya tumbukan
martil yang perlu dilakukan terhadap tongkat agar menjadi
rata dengan permukaan tanah?
14. Sebuah balok berada pada sebuah bidang miring yang
koefisien gesekannya 0,1 seperti yang terlihat pada gambar di
bawah. Selanjutnya balok bergerak turun ke bawah sejauh 5

151
USAHA DAN ENERGI

meter. Tentukanlah:
a. gaya-gaya yang bekerja pada balok
b. usaha masing-masing gaya pada balok
c. usaha total
Gunakan g = 10 m/s2, sin 530 = 0,8, cos 530 = 0,6

15. Sebuah balok memiliki massa 1,5 kg terletak di atas bidang


miring kasar seperti yang terlihat pada gambar di bawah.
Selanjutnya balok oleh gaya F = 25 N hingga bergeser ke atas
sejauh 5 meter. Gaya gesek antara balok dengan bidang
miring yaitu 3 N. Kemiringan bidang 530 terhadap horizontal.
Tentukan beserta tanda positif atau negatifnya.
a. usaha oleh gaya F
b. usaha oleh gaya gesek
c. usaha oleh gaya berat
d. usaha total

152
USAHA DAN ENERGI

16. Balok yang beratnya 10 N terletak pada bidang miring yang


licin dengan sudut kemiringan 300. Bila balok meluncur
sejauh 1 m. Hitunglah usaha yang dilakukan gaya berat!

17. Sebuah benda bermassa 1,5 kg jatuh bebas dari puncak


sebuah bangunan setinggi 200 meter. Jika gesekan udara
diabaikan dan g = 10 m/s2, Hitunglah besar usaha yang
dilakukan oleh gaya berat pada ketinggian 10 meter di atas
tanah!
18. Sebuah benda yang massanya 5 kg terletak pada bidang
berbentuk miring juga licin seperti yang terlihat pada gambar
di bawah. Jika kecepatan awal benda adalah 2m/s.
Tentukanlah usaha yang terjadi saat benda mencapai dasar
bidang miring, gunakan percepatan gravitasi bumi g = 10
m/s2 dan sin 530 = 4/5!

153
USAHA DAN ENERGI

19. Seperti ditunjukkan pada gambar di bawah, gaya F = 20 N


bekerja pada sebuah benda yang mula-mula diam. Ketika
benda tersebut bergerak 80 cm, berapakah usaha yang
dilakukan oleh gaya tersebut?

20. Sebuah alat rias 1 kg terletak di atas meja setinggi 0,8 meter.
Energi potensial alat make up tersebut adalah .... (J), g = 10
m/s2
21. Selama 15 menit lampu 15 Watt dinyalakan. Energi listrik
yang diperlukan untuk menyalakan lampu tersebut
adalah...(J).

154
BAB 5
GERAK MELINGKAR

Standar Kompetensi

1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk


mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi
pada bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi
lewat teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
memperlihatkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika
melaksanakan tugas berlandaskan agama, moral
maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta
pengembangan peradaban berlandaskan pancasila.

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menganalisis besaran fisika pada gerak
melingkar dengan laju konstan.
Indikator

1. Mendeskripsikan besaran-besaran fisika pada gerak


melingkar.
2. Mendeskripsikan gerak melingkar beraturan.
3. Mendeskripsikan gerak melingkar berubah beraturan.
4. Secara kreatif dan mandiri menggunakan perumusan
gerak melingkar beraturan dan gerak melingkar
berubah beraturan dalam dalam pemecahan masalah.
5. Menggunakan konsep gerak melingkar untuk
menyelesaikan masalah hubungan roda-roda.

155
GERAK MELINGKAR

Ketika suatu benda atau partikel bergerak sepanjang rute


melingkar, ini disebut sebagai gerak melingkar. Dalam gerak
melingkar, ada dua macam besaran yaitu besaran sudut (angular)
serta besaran linear (tangensial). Besaran tangensial memiliki arah
kerja yang lurus, sedangkan besaran sudut memiliki arah kerja
melingkar (menghasilkan sudut tertentu untuk besaran vektor).
Periode, frekuensi, posisi sudut, kecepatan sudut, dan percepatan
sudut termasuk kedalam besaran sudut pada gerak melingkar.
Jari-jari, panjang lintasan, kecepatan linier, percepatan tangensial,
percepatan sentripetal, dan percepatan total semuanya termasuk
dalam besaran linier dalam gerak melingkar. Berdasarkan
karakteristik kecepatannya gerak melingkar dibagi menjadi gerak
melingkar beraturan (GMB) dan gerak melingkar berubah
beraturan (GMBB).

A. Gerak Melingkar Beraturan

Kita tentunya sering menjumpai gerak melingkar dalam


kehidupan sehari-hari. Jika sebuah benda bergerak dalam
lintasan berbentuk lingkaran dengan laju 𝑣 tetap, maka
benda tersebut dikatakan melakukan gerak melingkar
beraturan. Contoh gerak melingkar beraturan ini dapat kita
lihat pada gerakan jarum jam, gerakan baling-baling
helikopter, gerakan bulan mengitari bumi begitu juga dengan
gerakan bumi mengitari matahari. Seperti diilustrasikan pada
Gambar 5.2, kecepatan dalam gerak melingkar beraturan
selalu konstan, tetapi arahnya selalu berubah.

Karena percepatan merupakan perubahan dari kecepatan,


oleh sebab itu perubahan pada arah kecepatan menunjukkan
percepatan.

156
GERAK MELINGKAR

Gambar 5.1 Contoh gerak melingkar beraturan pada jarum jam


(http://hargasepedaterbaru.me/)

𝑣̅

𝑎̅
𝑎̅

𝑣̅

Gambar 5.2 Kecepatan dan percepatan pada gerak melingkar


Percepatan didefinisikan sebagai:

∆𝑣 𝑑𝑣
𝑎̅ = lim = (5 − 1)
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡

di mana 𝑣̅ merupakan perubahan kecepatan dalam selang


waktu singkat ∆𝑡. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.3 a di
mana pada waktu ∆𝑡 partikel bergerak dimulai dari titik A
menuju titik B dengan jarak tempuh ∆𝑙 melintasi sudut kecil
∆𝑣̅ . Perubahan vektor kecepatannya ditulis

157
GERAK MELINGKAR

𝑣̅ − 𝑣̅0 = ∆𝑣̅ (5 − 2)

Bila 𝑣̅0 dipindah ke ruas kanan, maka persamaan (5 − 2)


menjadi,

𝑣̅ = 𝑣̅0 + ∆𝑣̅ (5 − 3)

Di mana ∆𝑣̅ merupakan vektor sebagaimana Gambar 5.3 b.


Diagram ini mengartikan bahwa jika t kecil sekali (mendekati
nol), akibatnya ∆𝑙 serta ∆𝜃 juga kecil sekali, 𝑣̅ nyaris sejajar
terhadap 𝑣̅0 dan ∆𝑣̅ menjadi tegak lurus terhadap keduanya.
Oleh sebab itu ∆𝑣̅ menuju pusat lingkaran. Berdasarkan
definisi dari percepatan, bahwa percepatan 𝑎̅ arahnya serupa
seperti arah ∆𝑣̅ , yang mana mengarah ke pusat lingkaran.
Oleh sebabnya percepatan 𝑎̅ dinamakan sebagai percepatan
sentripetal yang simbolnya 𝑎̅𝑐 .

Jika arah percepatan menuju ke pusat lingkaran telah


diperoleh, maka selanjutnya besar percepatan sentripetal 𝑎𝑐
dapat dihitung.

Gambar 5.3

158
GERAK MELINGKAR

Pada segitiga ABC serta segitiga yang dibuat oleh vektor 𝑣̅0 , 𝑣̅
dan ∆𝑣̅ pada Gambar 5.3. Diman segitiga tersebut merupakan
segitiga sebangun, maka:

∆𝑣 ∆𝑙
≈ (5 − 4)
𝑣 𝑟

atau dapat juga ditulis ke dalam bentuk,


𝑣
∆𝑣 ≈ ∆𝑙 (5 − 5)
𝑟

Untuk ∆𝑡 0, tali busur AB panjangnya seperti busur ∆𝑙. Nilai


percepatan 𝑎𝑐 ditulis:

∆𝑣 𝑣 ∆𝑙
𝑎𝑐 = lim = lim (5 − 6)
∆𝑡→0 ∆𝑡 ∆𝑡→0 𝑟 ∆𝑡

Jika persamaan (5 − 5) dimasukkan ke persamaan (5 − 6),


maka dapat ditulis,

𝑣 ∆𝑙
𝑎 = lim (5 − 7)
∆𝑡→0 𝑟 ∆𝑡

dan karena

∆𝑙
𝑣 = lim (5 − 8)
∆𝑡→0 ∆𝑡

maka,

𝑣2
𝑎𝑐 = (5 − 9)
𝑟

Sebuah benda yang melakukan gerak melingkar beraturan


yang mana jari-jarinya 𝑟 serta laju 𝑣 memiliki percepatan
sentripetal 𝑎𝑐 = 𝑣 2 / 𝑟. Besar percepatan ini tergantung pada
jari-jari 𝑟. Untuk gerakan satelit yang mengitari bumi
percepatan sentripetalnya adalah percepatan gravitasi bumi
𝑔̅ .

159
GERAK MELINGKAR

B. Gerak Melingkar Berubah Beraturan

Ketika sebuah benda bergerak melingkar kelajuannya


berubah-ubah, ini menandakan adanya percepatan
tangensial 𝑎̅𝑇 , sebagaimana percepatan sentripetal 𝑎̅𝑐 ,
percepatan tangensial menghasilkan perubahan kecepatan:

𝑑𝑣
𝑎̅𝑇 = (5 − 10)
𝑑𝑡

Percepatan sentripetal menimbulkan perubahan arah


kecepatan dan besarnya:

𝑣2
𝑎̅𝑐 = (5 − 11)
𝑟

Percepatan tangensial akan sejajar terhadap kecepatan dan


menyinggung lingkaran jika ada pertambahan pada lajunya
seperti yang terlihat pada Gambar 5.4. Namun arah 𝑎̅𝑇 akan
berlawanan dengan 𝑣̅ jika lajunya berkurang. Maka 𝑎̅𝑇 dan 𝑎̅𝑐
selalu tegak lurus disertai arahnya yang selalu berubah saat
benda bergerak pada lintasan melingkar.

Percepatan total dari benda dituliskan sebagai,

𝑎 = 𝑎̅ 𝑇 + 𝑎̅𝑐 (5 − 12)

dan besarnya adalah,

𝑎 = √𝑎𝑟 2 + 𝑎𝑐 2 (5 − 13)

160
GERAK MELINGKAR

𝑎̅
. 𝑎̅𝑟
𝑎̅𝑐

Gambar 5.4 Gerak Melingkar Berubah Beraturan

C. Besaran Angular

Perpindahan sudut yang diukur dalam radian, derajat, atau


putaran umumnya dinyatakan sebagai besaran angular. Di
mana ,

1 putaran = 3600 = 2𝜋 Rad atau 1 Rad = 57,30

Satu radian adalah sudut datar yang dibentuk di pusat


lingkaran oleh dua jari-jari, yang mencakup busur s
sepanjang jari-jari pada keliling lingkaran. Sehingga dapat
ditulis,

𝑆 = 𝑟𝜃 (5 − 14)

Satu Rad merupakan besaran sudut yang tidak mempunyai


satuan.

Kecepatan sudut (𝜔) dari suatu benda merupakan perubahan


koordinat sudut, yaitu perpindahan sudut 𝜃 pada satuan
waktu. Bila 𝜃 mengalami perubahan dari 𝜃0 menjadi 𝜃𝑡 pada
waktu 𝑡, sehingga kecepatan sudut rata-rata ditulis,

𝜃𝑡− 𝜃0
𝜔𝑟 = (5 − 15)
𝑡

161
GERAK MELINGKAR

Di mana satuan 𝜔𝑟 adalah Rad/s, 0/s, atau putaran per menit


(r p m), yakni satuan sudut dibagi satuan waktu s, dapat juga
ditulis,

𝜔 (dalam rad/s) = 2 f (5 − 16)

di mana f merupakan frekuensi putaran dalam


putaran/detik.

Perubahan sudut benda per satuan waktu disebut percepatan


sudut (∝). Bila kecepatan sudut dari suatu benda berubah
beraturan dari 𝜔0 ke 𝜔𝑡 pada waktu t maka,

𝜔𝑡− 𝜔0 𝑑𝜔
∝= = (5 − 17)
𝑡 𝑡

yang satuannya adalah Rad/s2 atau putaran/s2 dan


seterusnya.

Gaya sentripetal merupakan gaya yang tidak mempunyai gaya


reaksi yang bekerja pada massa m yang bergerak melingkar,
agar massa itu mengalami percepatan sentripetal, maka

𝑎𝑐 = 𝑣 2 /𝑟 (5 − 18)

Dari hubungan 𝐹 = 𝑚𝑎, diperoleh :

𝑣2
𝐹𝑐 = 𝑚 (5 − 19)
𝑟

D. Hubungan antara Besaran Angular dan Besaran Tangensial

Persamaan pada Gerak Melingkar Berubah Beraturan


(GMBB) identik dengan persamaan Gerak Lurus Berubah
Beraturan (GLBB) yakni seperti yang dilihat pada Tabel 5.1,

162
GERAK MELINGKAR

Tabel 5.1 Persamaan GLBB yang identik dengan persamaan GLBB

Jika roda yang jari-jarinya 𝑟 berputar di porosnya, maka jika kita


letakkan titik di tepi roda tersebut, titik itu akan menggambarkan
panjang busur s yang ditempuh, kecepatan tangensial 𝑣 serta
percepatan tangensial 𝑎𝑇 . Besaran-besaran tersebut ada
hubungannya dengan 𝜃, 𝜔 dan ∝ yang mendeskripsikan
perputaran roda lewat rumus-rumus berikut:

𝑠= 𝑟𝜃 (5 − 20)

𝑣=𝜔𝑟 (5 − 21)

𝑎𝑇 = 𝑟 ∝ (5 − 22)

Jika 𝜃, 𝜔 dan ∝ dinyatakan dalam Rad., Rad/s dan rad/s2


maka bisa dilihat, bahwa sesungguhnya ini merupakan
panjang tali yang mana tali tersebut melilit di tepi roda
ataupun jarak tempuh roda semisal roda tersebut bisa
menggelinding tanpa adanya slip. Disini v serta 𝑎𝑇
merupakan kecepatan serta percepatan pusat perputaran
roda.

E. Susunan Roda-roda

1. Sepusat
a. Roda-roda yang tersusun sepusat, maka besar
kecepatan sudutnya adalah sama (𝜔2 = 𝜔1 )
b. Besar 𝑅2 > 𝑅1 , sehingga, 𝑣2 > 𝑣1

163
GERAK MELINGKAR

𝑅1 𝑅2
.

Gambar 5.5 Susunan roda sepusat


2. Bersinggungan
a. Untuk roda-roda yang bersinggungan maka
kecepatan linear dari masing-masing roda adalah
sama besar (𝑣2 = 𝑣1 )
b. Besar 𝑅2 > 𝑅1 , sehingga 𝜔2 < 𝜔1

.
𝑅1
𝑅2
.

Gambar 5.6 Susunan roda bersinggungan


3. Terhubung dengan rantai (sabuk)
a. Untuk roda-roda yang terhubung dengan rantai
maka besar kecepatan linear dari masing-masing
roda adalah sama besar (𝑣2 = 𝑣1 )
b. Besar 𝑅2 >𝑅1 , sehingga 𝜔2 < 𝜔1

164
GERAK MELINGKAR

𝑅2

𝑅1
.
.

Gambar 5.7 Susunan roda yang terhubung dengan rantai


(sabuk)
Contoh Soal 5.1

Sebuah benda bergerak pada lintasan berbentuk lingkaran


yang jari-jarinya 80 cm. Jika benda menempuh busur
sepanjang 6 cm, berapakah posisi sudutnya dalam radian dan
derajat?

Jawaban:

Dalam radian:
𝑠
𝜃=
𝑅
6 𝑐𝑚
𝜃=
80 𝑐𝑚

𝜃 = 0,075 𝑟𝑎𝑑

Dalam derajat:

𝜃 = (0,075)(57,30 )

𝜃 = 4,300

Contoh Soal 5.2

Roda sepeda berjari-jari 50 cm berputar dari porosnya secara


tetap dalam waktu 20 sekon hingga kecepatannya menjadi
800 rpm dari yang mulanya diam.

a. Hitung percepatan sudut roda!

165
GERAK MELINGKAR

b. Hitung percepatan tangensial di tepi roda? Di mana roda


dipercepat beraturan.

Jawaban:

a. Disebabkan percepatannya tetap, maka dapat ditulis


hubungan
𝜔𝑓 − 𝜔0
∝=
𝑡
800 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 0 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛

∝= 60 𝑠 𝑠 = 0,67 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑠 2
20 𝑠

b. Agar rumus ∝ = 𝑟 ∝ bisa digunakan, ∝ haruslah dalam


rad/s2:

𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 2𝜋 𝑅𝑎𝑑 𝑅𝑎𝑑


0,67 2
= 0,67 2
= 4,2 2
𝑠 𝑠 1 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑠

Hingga 𝑎 = r ∝ = (0,50 m) 4,2 𝑟𝑎𝑑/𝑠 2 = 2,1 m/s2

Contoh soal 5.3

Suatu katrol berjari-jari 5 cm, dalam waktu 3 detik kecepatan


sudutnya berubah dari 30 putaran/detik menjadi 20
putaran/detik.

a. Berapakah percepatan sudut yang dialami katrol?

b. Berapa putaran ditempuh katrol itu dalam waktu 2 detik


tersebut?

c. Seandainya katrol dipakai untuk menggulung tali,


berapakah panjang tali digulung dalam waktu itu?

Jawaban:
𝜔𝑓− 𝜔0 (20−30)𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑑𝑒𝑡
a. 𝛼= 𝑡
= 3 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
= −3,33 putaran/det2

166
GERAK MELINGKAR

1 1
b. 𝜃 = 𝜔 𝑡 = 2 (𝜔𝑓− 𝜔0 )𝑡 = 2
(50)(3 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘) = 75 putaran

c. 𝜃 harus dinyatakan dalam rad agar rumus r = 𝜃 r dapat


digunakan:

𝜃 = 50 putaran = 314 Rad

Maka:

s = 𝜃. R = (314 Rad) (0,75 m) = 235,5 m

Contoh soal 5.4

Sebuah balok kecil berada di tepi meja putar yang memiliki


jari-jari 0,4 m. Awalnya meja berputar dengan kecepatan
sudut 20 rad/s. Karena meja mengalami percepatan, maka
kecepatan sudutnya menjadi 50 rad/s setelah bergerak 15 s.
Hitunglah kecepatan linear awal dan akhir balok tersebut!

Jawaban:

Diketahui:

𝑅 = 0,4 𝑚

𝜔0 = 20 𝑟𝑎𝑑/𝑠

𝜔 = 50 𝑟𝑎𝑑/𝑠

𝑡 = 15 𝑠

Maka,
Kecepatan linear awal (𝑣0 ) adalah

𝑣0 = 𝜔0 𝑥 𝑅

𝑣0 = 20 𝑥 0,4

𝑣0 = 8 𝑚/𝑠

Kecepatan linear akhir (𝑣) adalah

𝑣=𝜔𝑥𝑅

167
GERAK MELINGKAR

𝑣 = 50 𝑥 0,4

𝑣 = 20 𝑚/𝑠

Contoh soal 5.5

Jari-jari dari ban mobil yaitu 30 cm. Jika mobil bisa bergerak
dari yang mulanya diam dengan kecepatan mencapai 15 m/s
selama 10 detik. Hitunglah percepatan sudut dari ban mobil
dan selama waktu tersebut berapa kali ban mobil telah
berputar?

Jawaban:
𝑣𝑓 −𝑣0
Kita tahu 𝑎 = 𝑡
, maka

15𝑚/𝑠
𝑎= = 1,5 𝑚/𝑠 2
10𝑠

Kita tahu pula 𝑎 = 𝑟 ∝ maka

𝑎 1,5𝑚/𝑠 2
∝= = = 5 𝑟𝑎𝑑/𝑠 2
𝑟 0,30 𝑚
1
Selanjutnya dari 𝜃 = 𝜔0 𝑡 = 2 ∝ 𝑡 2 diperoleh

1 𝑟𝑎𝑑
𝜃 = 0 + (5 2 ) (10 𝑠)2 = 250 𝑟𝑎𝑑
2 𝑠
1 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
𝜃 = (250 𝑟𝑎𝑑) ( 2𝜋 𝑟𝑎𝑑
) = 40 putaran

Contoh soal 5.6

Pada tepi sebuah CD yang berjari-jari 4 cm terdapat sebuah


titik. CD diputar pada pemutar CD dengan kecepatan sudut
3 rad/s. Hitung percepatan sentripetal di lokasi titik tersebut!

Jawaban:

𝑅 = 4 𝑐𝑚 = 0,04 𝑐𝑚

168
GERAK MELINGKAR

𝜔 = 3 𝑟𝑎𝑑/𝑠

Maka dengan menggunakan persamaan percepatan


sentripetal,

𝑎𝑐 = 𝜔2 𝑅

𝑎𝑐 = 32 𝑥 0,04

𝑎𝑐 = 0,36 𝑚/𝑠 2 atau 36 𝑐𝑚/𝑠 2

Contoh soal 5.7

Benda berbentuk cakram yang berdiameter 25 cm dan


berputar dengan kecepatan 30 rpm adalah piringan hitam.
Hitung kecepatan linier di tepi piringan hitam, serta
percepatan sentripetalnya!

Jawaban:

d = 25 cm, maka jari-jari piringan adalah d/2 = 12,5 cm.

Frekuensi putar 30 rpm = 30 putaran/menit

= 30 put/60 det = 0,5 put/det.

𝜔 (Kecepatan sudut ) = 2𝜋𝑓 = 2𝜋 x 0,5 put/det = 𝜋rad/det

𝑣 (Kecepatan linier) = 𝜔𝑅 = 𝜋rad/det x 12,5 cm = 12,5 𝜋rad/det

𝑎𝑅 (Percepatan sentripetal ) = 𝜔2 𝑅 = 𝑣 2 /𝑅 = (𝜋rad/det )2x 12,5


cm = 123,4 cm/det2

Contoh soal 5.8

Sebuah benda yang mula-mula diam selanjutnya bergerak


melingkar dengan kecepatan tangensial 25 cm/s setelah 5
sekon. Jika lintasan benda tersebut berdiameter 10 cm.
Berapakah percepatan tangensial benda tersebut?

Jawaban:

169
GERAK MELINGKAR

Diketahui:

𝑣0 = 0 (benda diam)

𝑣 = 25 𝑐𝑚/𝑠 = 0,25 𝑚/𝑠

∆𝑡 = 5 𝑠

1 1
𝑅= 𝑥 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 𝑥 10 𝑐𝑚 = 5 𝑐𝑚 = 0,05 𝑚
2 2

Maka, percepatan tangensial (𝑎𝑡 ) adalah

𝑎𝑡 = ∆𝑣/∆𝑡

𝑎𝑡 = 𝑣 − 𝑣0 /∆𝑡

𝑎𝑡 = (0,25 − 0)/5

𝑎𝑡 = 0,05 𝑚/𝑠

Maka percepatan tangensial benda adalah 0,05 m/s atau 5


cm/s.

Contoh soal 5.9

Jari-jari balok kecil yang terletak di tepi meja putar adalah 0,4
m. Kecepatan sudut awal meja saat berputar adalah 20 rad/s.
Selanjutnya setelah bergerak selama 15 detik, kecepatan
sudut berubah menjadi 50 rad/s karena percepatan. Hitung
percepatan tangensial balok!

Jawaban:

Untuk menghitung percepatan tangensial, pertama-tama kita


harus menentukan percepatan anguler balok menggunakan
rumus di bawah ini:

𝛼 = (𝜔 − 𝜔0 )/∆𝑡

𝛼 = (50 − 20)/15

170
GERAK MELINGKAR

𝛼 = 2 𝑟𝑎𝑑/𝑠 2

Maka besar tangensial yang dialami balok tersebut adalah:

𝑎𝑡 = 𝛼𝑅

𝑎𝑡 = 2 𝑥 0,4 = 0,8 𝑚/𝑠 2

Contoh soal 5.10

Pada gambar di bawah, berapakah percepatan total yang


dialami pengunjung yang tergantung jika alat permainan
berputar dengan kecepatan sudut konstan

𝜔 = 0,4 𝜋𝑟𝑎𝑑/𝑠?

Jawaban:

Kecepatan sudut yang konstan akan mengakibatkan


percepatan sudut 𝛼 = 0. Maka percepatan geraknya menjadi

𝑎̅ = −𝑖̂𝑅(0 𝑥 sin 𝜃 + 𝜔2 cos 𝜃) + 𝑗̂𝑅(0 𝑥 cos 𝜃 − 𝜔2 sin 𝜃)

= −𝑖̂𝑅𝜔2 cos 𝜃 − 𝑗̂𝑅𝜔2 sin 𝜃

171
GERAK MELINGKAR

Misalkan saat 𝑡 = 0 sudut dianggap nol, karena kecepatan


sudut konstan maka pada sembarang 𝑡 sudut yang dibentuk
yaitu 𝜃 = 𝜔𝑡. Maka, percepatan sembarang waktu dalam
bidang gerak adalah

𝑎̅𝑖 = 𝑎̅ − 𝑔𝑘̂= −𝑖̂𝑅𝜔2 cos (𝜔𝑡) − 𝑗̂𝑅𝜔2 sin(𝜔𝑡) − 𝑔𝑘̂

172
GERAK MELINGKAR

Pertanyaan

1. Piringan hitam yang diameternya 30 cm berputar pada


kecepatan 40 rpm. Carilah kecepatan linier beserta
percepatan sentripetal dari perputaran piringan hitam
tersebut!
2. Sebuah kipas yang awalnya berputar di mana frekuensi
putarnya saat itu 300 putaran/menit, selanjutnya listrik
dimatikan sehingga menyebabkan putarannya berhenti
setelah 2 menit kemudian. Berapakah putaran yang lakukan
kipas tersebut dan berapa pula percepatan angularnya?
3. Sebuah bola pejal dengan jari-jari 30 cm dan massa satu
kilogram menggelinding, di mana kecepatan linier
gelindingnya sebesar 5 m/det. Berapakah energi kinetik dari
pergerakan bola tersebut?
4. Sebuah roda berdiameter 50 cm mengalami putaran di mana
frekuensi putar roda tersebut sebesar 120 rpm. Berapakah
kecepatan linear juga percepatan sentripetal dari putaran
roda tersebut?
5. Sebuah roda yang berputar, putarannya dipercepat beraturan
sehingga mengakibatkan kecepatan sudut dari roda tersebut
yang mulanya 50 rad/s menjadi 70 rad/s selama 20 detik.
Berapakah percepatan sudut serta sudut yang sudah
ditempuh pada peristiwa itu dan berapa jarak linier yang telah
ditempuh roda jika jari-jari roda 40 cm?
6. Roda yang awalnya diam kemudian dipercepat secara
beraturan yang mengakibatkan dalam waktu 10 detik
setelahnya kecepatannya menjadi 100 rpm, kemudian roda
tersebut dibiarkan berputar pada kecepatan konstan dalam
waktu 10 menit. Terakhir roda tersebut direm sehingga roda

173
GERAK MELINGKAR

tersebut berhenti dalam waktu 40 detik. Bila diameter dari


roda 80 cm. Berapakah jarak linear yang sudah dilalui roda?
7. Sebuah partikel bergerak dalam gerak melingkar beraturan
dengan posisi sudut awal 5 rad. Tentukan posisi sudut akhir
partikel pada t = 5 s jika bergerak dengan kecepatan sudut 10
rad/s.
8. Sebuah benda bergerak dalam arah melingkar dan berputar
enam kali setiap 90 detik. Berapakah periode dan frekuensi
benda tersebut?
9. Budi memacu motornya selama satu jam di sirkuit melingkar.
Budi telah menyelesaikan 150 putaran dalam waktu tersebut.
Jika sirkuit tersebut berdiameter 800 m, tentukan periode,
frekuensi, kecepatan linier, dan kecepatan sudut!
10. Jika sebuah partikel menempuh 2/4 lintasan melingkar
dengan diameter lintasan 10 m, partikel tersebut dikatakan
bergerak melingkar, tentukan:
a. Jarak yang ditempuh partikel sepanjang lintasannya.
b. Perpindahan sudut yang dinyatakan dalam radian,
putaran dan derajat
11. Ketika Bambang pergi ke sekolah, ia mengendarai sepeda
motornya melalui tikungan melingkar dengan jari-jari 30
meter. Tentukan percepatan Bambang menuju pusat lintasan
jika kecepatan motornya 10 m/s.!
12. Dua roda sepeda motor memiliki jari-jari 30 cm. Sepeda motor
melaju dengan kelajuan 90 km/jam.
a. Berapakah percepatan sudut roda sepeda motor
tersebut?
b. Berapakah kelajuan jika roda tersebut diganti dengan
roda yang diameternya 80 cm?

174
GERAK MELINGKAR

13. Pada jalan melengkung berbentuk busur lingkaran, sebuah


mobil bergerak dengan kelajuan linier 20 m/s. Tentukan
percepatan sentripetal mobil jika jari-jari busur lingkaran
jalan adalah 30 m!
14. Sebuah gerak melingkar beraturan dilakukan benda. Posisi
sudutnya adalah 4 rad pada t = 0 s. Posisi sudut berubah
menjadi 20 rad setelah 5 detik. Tentukan:
a. Kecepatan sudutnya
b. Jika jari-jari lingkaran adalah 5 cm, berapa percepatan
sentripetalnya?

175
176
BAB 6
GERAK ROTASI

Standar Kompetensi
1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk
mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi
pada bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi
lewat teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu
menunjukkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika
melaksanakan tugas berlandaskan agama, moral
maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta
pengembangan peradaban berdasarkan pancasila.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menganalisis gerak translasi dan rotasi
serta menerapkan konsep kesetimbangan benda tegar.
Indikator
1. Mempelajari gerak rotasi dan gerak translasi.
2. Menerapkan prinsip keseimbangan benda tegar.
3. Menyajikan temuan analisis gerak benda dengan
menggunakan prinsip translasi dan rotasi.
4. Menyelesaikan masalah keseimbangan benda tegar.

Hukum Newton sebelumnya menyatakan bahwa jumlah gaya yang


bekerja pada suatu benda akan menyebabkan perubahan
percepatan benda, menyebabkan benda bergeser (translasi). Selain
translasi, ada pula yang disebut gerak rotasi (berputar). Gaya-gaya

177
GERAK ROTASI

yang bekerja di sebuah benda ini menyebabkan benda berotasi.


Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana gaya ini dapat
menyebabkan terjadinya gerak rotasi kita dapat memperhatikan
Gambar 6.1.

𝑟1
𝐹3
0

𝑟2

𝐹1 𝐹2

Gambar 6.1 Ilustrasi pengaruh gaya


Gambar di atas memperlihatkan 3 gaya yang bekerja di sebuah
batang/tongkat di mana pusat massanya terletak pada titik O, 𝐹1
berjarak 𝑟1 dari titik O, 𝐹2 berjarak 𝑟2 dari titik O serta 𝐹3 yang
bekerja pada tongkat, tetapi tidak berjarak dari titik O. Ini artinya
𝐹1 maupun 𝐹2 akan mengakibatkan tongkat berputar sebab
mempunyai jarak dari pusat putaran, sedangkan 𝐹3 tidak membuat
berputarnya tongkat sebab jika garis lurus ditarik, ternyata kerja
dari gaya 𝐹3 melalui pusat putaran O, ini mengartikan bahwa 𝐹3
tidak berjarak dengan pusat putaran O, tetapi bekerja di pusat
putaran.

Disebabkan 𝐹1 serta 𝐹2 yang membuat tongkat berputar pada


porosnya, sehingga gaya-gaya tersebut akan menghasilkan momen
gaya (torsi). Torsi sendiri disimbolkan dengan 𝜏 dengan persamaan,

𝜏 = 𝑟𝐹 ∝ (6 − 1)

Di mana :

𝜏 merupakan torsi/momen gaya (Nm)

178
GERAK ROTASI

𝑟 merupakan lengan torsi (m)

𝐹 merupakan gaya yang mempunyai jarak dari pusat putaran (N)

Akibat 𝑟 merupakan lengan/jarak gaya (𝐹) dari pusat putaran, oleh


sebab itu letak gaya (𝐹) terhadap (𝑟) harus tegak lurus. Maka
momen gaya akan memiliki arah putaran, ini artinya momen gaya
adalah suatu besaran vektor. Selanjutnya persamaan gaya/torsi
bisa ditulis,

𝜏̅ = 𝑟̅ 𝑥 𝐹̅⊥ = 𝑟𝐹 sin 𝜃 (6 − 2)

Dengan 𝜃 merupakan sudut antara 𝑟 dan 𝐹.

Selanjutnya untuk arah momen gayanya, torsi menjadi bernilai


positif (+) bila gaya memutar tongkat berlawanan dengan arah
putaran jarum jam terhadap porosnya serta bernilai negatif (-) jika
gaya memutar benda searah dengan putaran jarum jam. Untuk
memahami persoalan bilamana gaya yang dikenai pada benda
membentuk sudut kita dapat memperhatikan Gambar 6.2 di
bawah,

𝑟 =2𝑚

O
370

𝐹 = 10 𝑁

Gambar 6.2 Ilustrasi gaya yang bekerja pada tongkat dan membentuk
sudut
Selanjutnya kita akan menentukan nilai momen gaya juga
arahnya. Disebabkan 𝐹 membentuk sudut 370 terhadap horizontal,
akibatnya komponen gaya tegak lurus terhadap lengannya
menjadi,

𝐹 sin 370 = 10 . 0,6 = 6 𝑁 (6 − 3)

179
GERAK ROTASI

Maka didapatlah momen torsi,

𝜏 = 𝑟 𝐹 sin 370 = 2 . 6 = 12 𝑁𝑚 (6 − 4)

Di mana arahnya berlawanan dengan arah putaran jarum jam (+).

A. Momen Inersia

Pada gerak translasi, percepatan (𝑎) berbanding lurus dengan


resultan gaya ∑ 𝐹 dan berbanding terbalik dengan massa
benda 𝑚. Untuk lebih memahami momen inersia kita bisa
memperhatikan Gambar 6.3. Di mana terlihat suatu partikel
dengan massa 𝑚 melakukan gerakan melingkar di mana
partikel tersebut diikat di sebuah tali yang jari-jarinya 𝑟 dan
terdapat gaya 𝐹 yang menyinggung lintasan. Torsi yang
dialami oleh benda bermassa 𝑚 adalah,

𝜏 =𝑟𝐹 (6 − 5)

Jika kita masukkan persamaan gaya,

𝐹 = 𝑚 𝑎⊥ (6 − 6)

Dan percepatan 𝑎⊥ merupakan percepatan tangensial, maka


akan diperoleh,

𝑎⊥ =∝ 𝑟 (6 − 7)

𝑟 𝑚

Gambar 6.3 Ilustrasi momen gaya

180
GERAK ROTASI

Sehingga diperoleh,

𝜏 = 𝑟 𝐹 = 𝑟𝑚𝑎𝑟 (6 − 8)

𝜏 = 𝑚𝑟 2 𝑎(𝑁𝑚) (6 − 9)

Di mana 𝑚𝑟 2 merupakan nilai kelembaman rotasi benda atau


disebut juga sebagai momen inersia.

B. Momen inersia untuk sistem partikel

Selanjutnya kita akan membahas momen inersia untuk


sistem partikel yang lebih dari satu. Misalkan partikel dengan
massa 𝑚1 , 𝑚2 , 𝑚3 , ...., 𝑚𝑁. Maka untuk jumlah torsinya
merupakan penjumlahan torsi untuk semua partikel,
sehingga dapat ditulis,

∑ 𝜏 = (∑ 𝑚𝑟 2 ) ∝ (6 − 10)

Sebab besarnya ∝ sama pada semua partikel, oleh sebab itu


persamaan momen akan menjadi persamaan inersia dan
dapat ditulis,

𝐼 = ∑ 𝑚𝑟 2 = 𝑚1 𝑟1 2 + 𝑚2 𝑟2 2 + ⋯ (6 − 11)

Maka persamaan momen gaya akan menjadi,

∑𝜏 = 𝐼 ∝ (6 − 12)

Contoh soal 6.1

Dua buah benda di mana masing-masing benda tersebut


memiliki massa 2 kg dan 4 kg terpasang di suatu tongkat
ringan yang mana massa dari tongkat tersebut dianggap tidak
ada (nol) dan berjarak 2 m. Maka berapakah momen inersia
sistem bila:

181
GERAK ROTASI

a. Sumbu putar berada di tengah diantara kedua benda

b. Sumbu putar berada 1 m di sebelah kanan benda yang


memiliki massa 4 kg.

Jawaban:

Lihatlah gambar di bawah ini,

Karena pada sistem ada dua benda, maka persamaan inersia


untuk mengerjakan soal tersebut adalah:

𝐼 = 𝑚1 𝑟1 2 + 𝑚2 𝑟2 2 = (2)(1)2 + (4)(1)2 = 6 𝑘𝑔𝑚2

Selanjutnya kita perhatikan gambar berikut,

Maka nilai inersia sistem tersebut adalah,

𝐼 = 𝑚1 𝑟1 2 + 𝑚2 𝑟2 2 = (2)(3)2 + (4)(1)2 = 22 𝑘𝑔𝑚2

182
GERAK ROTASI

C. Momen Kelembaman (momen inersia untuk benda


kontinu)

Sebuah partikel (benda tegar) yang memiliki massa m berotasi


terhadap suatu titik yang berjarak 𝑟 terhadap pusat massa 𝑚
seperti yang terlihat pada Gambar 6.4, maka kelajuan benda
ini sebesar:

𝑣=𝜔𝑟 (6 − 13)

Energi kinetiknya:

1
𝐸𝑘 = 𝑚𝑣 2 𝑟 (6 − 14)
2
1
𝐸𝑘 = 𝑚(𝜔2 𝑟 2 )𝑟 (6 − 15)
2

Untuk n buah partikel, misalkan 𝑚1 , 𝑚2 , 𝑚3 … . , 𝑚𝑛 , yang


memiliki kecepatan linear masing-masing 𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 … . , 𝑣𝑛 ,
maka persamaan (6 − 16) di atas menjadi:

1 1 1 1
𝐸𝑘 = 𝑚1 𝑣1 2 + 𝑚2 𝑣2 2 + ⋯ + 𝑚𝑛 𝑣𝑛 2 = ∑ ( 𝑚𝑛 𝑣𝑛 2 ) 𝑟 (6 − 16)
2 2 2 2
1 1 1
𝐸𝑘 = 𝑚1 𝜔1 2 𝑟1 2 + 𝑚2 𝜔2 2 𝑟2 2 + ⋯ + 𝑚𝑛 𝜔𝑛 2 𝑟𝑛 2 (6 − 17)
2 2 2
1
𝐸𝑘 = ∑ (𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 ) 𝜔2 (6 − 18)
2

183
GERAK ROTASI

(𝑧)

(𝑥)

Gambar 6.4 Ilustrasi momen kelembaman untuk benda tegar


Faktor ∑(𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 ) merupakan jumlah dari hasil kali massa dan
kuadrat jari-jari yang merupakan definisi dari momen
kelembaman, dan ditulis,

𝐼 = ∑(𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 ) (6 − 19)

𝐼 = ∑ 𝑚𝑟 2 (6 − 20)

Untuk partikel yang bukan merupakan susunan (gabungan)


partikel diskrit dan merupakan distribusi massa kontinu,
maka ∑(𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 ) mesti diubah ke dalam bentuk integrasi.
Contohnya sebuah benda bisa dipotong menjadi bagian-
bagian yang kecil sekali yang mana masing-masing bagian
tersebut bermassa 𝑑𝑚 dan berjarak 𝑟 dari suatu sumbu putar,
kelembamannya bisa dituliskan:

𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚 (6 − 21)

184
GERAK ROTASI

Contoh soal 6.2

Sebuah tongkat tipis yang panjangnya 𝑙 serta bermassa 𝑚,


pada salah satu ujung tongkat tersebut diambil sumbu tegak
lurus. Hitunglah momen kelembaman tongkat tipis tersebut!

Jawaban:

𝑑𝑚

𝑥
𝑑𝑥

∆𝑚 = (∆𝑥/𝑙)𝑚

untuk ∆𝑥 yang kecil, maka

∆𝑚 ≈ 𝑑𝑚 sehingga:

𝑑𝑚 = (𝑚/𝑙)𝑑𝑥

Jadi momen kelembaman tongkat tersebut menjadi:

𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚

𝑙
𝑚
𝐼 = ∫ (𝑥 2 ) ( ) 𝑑𝑥
0 𝑙

𝑙
𝐼 = (𝑚/𝑙) ∫ 𝑥 2 𝑑𝑥
0

𝐼 = (𝑚/𝑙)(1/3)𝑥 3 ]𝑙0

𝐼 = (1/3)𝑚𝑙 2

185
GERAK ROTASI

Contoh soal 6.3

Sebuah lempeng yang tipis di mana bentuknya seperti


cakram bermassa M dan jari-jari R. Hitunglah momen
kelembamannya terhadap sumbu dari pusat lempeng dan
tegak lurus bidang lempeng tersebut.

Jawaban:

Andaikan ketebalannya tipis, maka massanya akan


sebanding dengan luasnya, oleh sebab itu dapat ditulis:

𝑑𝐿 = 2𝜋 𝑑𝑟>>>𝑑𝑉 = ℎ 𝑑𝐿 = 2𝜋 ℎ 𝑑𝑟

Dari persamaan: 𝜌 = (𝑀/𝑉)>>>𝑀 = (𝜌 𝑉)

𝑑𝑀 = 𝜌 𝑑𝑉 = 𝜌ℎ𝑑𝐿 = 𝜌ℎ(2𝜋 𝑑𝑟)

Maka momen kelembamannya:

𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑀

𝑅
𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝜌ℎ(2𝜋𝑟𝑑𝑟)
0

𝑅
𝐼 = 2𝜋𝜌ℎ ∫ 𝑟 2 𝑑𝑟
0

𝑅
1
𝐼 = 2𝜋𝜌ℎ( 𝑟 4 )]
4 0

186
GERAK ROTASI

𝐼 = (𝜋ℎ𝑅 4 /2)(𝑀/𝑉)

𝐼 = 1/2𝑀𝑅 2

Jadi momen kelembaman lempeng cakram: 1/2𝑀𝑅 2

187
GERAK ROTASI

Contoh soal 6.4

Sebuah silinder pejal yang bermassa 2 kg, jari-jarinya adalah


20 cm, silinder tersebut menggelinding di atas bidang datar di
mana kecepatan liniernya 3 m/det. Carilah energi kinetik
total dari silinder pejal tersebut!

Jawaban:

Silinder pejal menggelinding ini artinya bahwa silinder pejal


tersebut mempunyai energi kinetik translasi juga energi
kinetik rotasi.
1
Energi kinetik translasi: 𝐸𝑘𝑡 = 𝑚𝑣 2 = (1/2)(2)(3)2 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒 =
2

9 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒
1
Momen inersia silinder = I = 2 𝑚𝑟 2 = (1/2)(2 𝑘𝑔)(0,2 𝑚)2 =

0,04 𝑘𝑔. 𝑚2

𝑣 𝑚
Kecepatan sudut silinder berotasi = ω = ( ) = (3 ) (0,2)𝑚 =
𝑟 𝑠

15 𝑟𝑎𝑑/𝑠

Energi kinetik rotasi = 𝐸𝑘𝑟 = 1/2𝐼ω2 = 1/


𝑟𝑎𝑑 2
2(0,04 𝑘𝑔. 𝑚2 ) (15 𝑠
) = 4,5 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒

Energi kinetik rotasi =

1 1
𝐸𝑘𝑡 + 𝐸𝑘𝑟 = 2
+ = 9 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒 + 4,5 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒 = 13,5 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒
2 𝑚𝑣 2𝐼ω2

188
GERAK ROTASI

Contoh soal 6.5

Pada suatu bidang yang datar, terlihat sebuah bola yang pejal
bermassa 1 kg menggelinding dengan kecepatan linear 3 m/s.
Berapakah energi kinetik bola pejal tersebut?

Jawaban:

Pada bola pejal yang menggelinding pastinya terdapat energi


kinetik translasi juga energi kinetik rotasi. Di mana
penjumlahan dari kedua energi kinetik tersebut merupakan
energi kinetik yang dimiliki benda.

Pada soal jari-jari tidak diinformasikan, oleh sebab itu energi


v
kinetik rotasi bisa disubstitusi lewat persamaan: ω = ( r )

Momen kelembaman untuk bola pejal: I = 2/5𝑚𝑟 2

Selanjutnya substitusikan dua persamaan ini, maka didapat:

Energi kinetik total,

𝐸𝑘 = 𝐸𝑘𝑡 + 𝐸𝑘𝑟 = 1/2𝑚𝑣 2 + 1/2𝐼ω2

𝐸𝑘 = 1/2𝑚𝑣 2 + 1/2𝐼ω2

𝐸𝑘 = 1/2𝑚𝑣 2 + 1/2{(2/5𝑚r 2 )}(v/r)2

𝐸𝑘 = 1/2𝑚𝑣 2 + (1/5)𝑚v 2 = (7/10)𝑚v 2

𝐸𝑘 = (7/10)(1) (3)2 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒 = 6,3 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒

D. Teori Sumbu Sejajar

Jika sebuah lempeng tipis melakukan rotasi pada bidangnya


sendiri yaitu bidang 𝑥𝑦 seperti yang terlihat pada Gambar 6.5
di sekitar titik O, yang mana tiap titik bergerak pada
lingkarannya sendiri dengan kelajuan:

𝑣𝑖 = 𝜔𝑟𝑖 (6 − 22)

189
GERAK ROTASI

Dari gambar dapat ditulis,

𝑟𝑖 = 𝑟𝑐 + 𝑟𝑖 ′ (6 − 23)

(𝑧)

Gambar 6.5 Ilustrasi teorema sumbu sejajar


Maka didapatlah bentuk umum sebagai berikut:

𝐼𝑧 = ICM + mrC 2 (6 − 24)

Teori Sumbu Sejajar secara umum

Jika sembarang sumbu diletakkan pada jarak tertentu dari


sebuah benda, maka besar momen kelembaman benda
terhadap sumbu tersebut adalah kelembaman benda
terhadap sumbu sejajarnya yang melalui pusat massa
kemudian dijumlahkan dengan massa benda itu kemudian
dikali dengan hasil kuadrat jarak antara sumbu sembarang
dan sumbu yang berada di pusat massa, maka dapat ditulis:

𝐼 = IC + mh2 (6 − 25)

Yang mana h merupakan jarak antara sumbu sembarang dan


sumbu yang berada di pusat massa. Melalui persamaan 𝐸𝑘 =
∑ 1/2(𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 )𝜔2 yaitu energi kinetik benda yang berotasi juga
∑(𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 ) yaitu momen kelembaman dari benda. Maka energi
kinetik benda tegar yang berotasi dapat ditulis,

𝐸𝑘 = 1/2𝐼𝜔2 (6 − 26)

190
GERAK ROTASI

Contoh soal 6.6

Hitunglah momen kelembaman tongkat tipis yang panjangnya


𝑙 dan massanya 𝑚 terhadap sumbu yang melalui pusat
massanya seperti yang terlihat pada gambar di bawah!

ℎ = 1/2

𝐼 Ic

Jawaban:

Dari gambar di atas diketahui

1
𝐼 = ( ) 𝑚𝑙 2
3

Selanjutnya dari teori sumbu sejajar :

𝐼 = 𝐼𝑐 + 𝑚ℎ2

1 𝑙 2 1
𝐼𝑐 = 𝐼 − 𝑚ℎ2 = ( ) 𝑚𝑙 2 − 𝑚 ( ) = ( ) 𝑚𝑙 2
3 2 12

Maka,

1
𝐼𝑐 = 𝑚𝑙 2
12

E. Teori Sumbu Tegak Lurus

Selanjutnya, momen kelembaman benda tegar pada sumbu


normal bidang benda tersebut sama dengan jumlah momen
kelembaman dari dua sumbu yang tegak lurus satu sama lain
yang berada pada bidang tersebut, dan kedua garis ini
berpotongan pada sumbu normal, ditulis:

191
GERAK ROTASI

I = Ix + Iy (6 − 27)

Di mana :

Ix = ∑ 𝑚𝑖 𝑦𝑖 2 (6 − 28)

dan

Iy = ∑ 𝑚𝑖 𝑥𝑖 2 (6 − 29)

Maka,

Ix + Iy = ∑ 𝑚𝑖 𝑦𝑖 2 + ∑ 𝑚𝑖 𝑥𝑖 2 (6 − 30)

Ix + Iy = ∑ 𝑚𝑖 (𝑦𝑖 2 + 𝑥𝑖 2 ) (6 − 31)

Ix + Iy = ∑ 𝑚𝑖 𝑟𝑖 2 (6 − 32)

Contoh soal 6.7

Hitunglah momen kelembaman kulit silinder tipis terhadap


sumbu sembarang, di mana sumbu sembarang itu terletak
pada garis singgung tepi silinder seperti yang terlihat pada
gambar di bawah!

(𝑧)

Ih 𝑥 ICM

Jawaban:

Iz = 𝑚𝑅 2

Dengan,

192
GERAK ROTASI

Iz = Ix + Iy

dan

Ix = Iy

Maka,
Ix = Iy = 1/2Iz = 1/2𝑚𝑅 2

Untuk momen kelembaman terhadap garis singgung,

Ih = ICM + 𝑚𝑅 2

Ih = Ix + 𝑚𝑅 2

Ih = 1/2𝑚𝑅 2 + 𝑚𝑅 2

Ih = 3/2𝑚𝑅 2

Berikut merupakan tabel persamaan momen kelembaman


(inersia) dari bermacam bentuk benda tegar:

193
GERAK ROTASI

Tabel 6.1 Momen inersia benda tegar


(https://www.myrightspot.com)

194
GERAK ROTASI

F. Penerapan Dinamika Rotasi

Ketika belajar tentang Hukum Newton, penerapan dari


hukum tersebut banyak yang berhubungan dengan katrol.
Tetapi dalam Hukum Newton sering kali massa katrol
tersebut dianggap nol, nyatanya dalam kehidupan sehari-hari
massa katrol tidaklah nol yang mana peranan katrol sangat
penting dan tidak mungkin. Sehingga beberapa anggapanpun
dibuat contohnya tali yang berputar tanpa slip dengan katrol
yang membuat kecepatan linear tali serta kecepatan
tangensial katrol adalah sama. Sehingga didapat,

𝑣 = 𝑅𝜔
̅ (6 − 33)

Di mana ,

𝑣 = kecepatan tangensial katrol

𝑅 = jari-jari katrol

𝜔 = kecepatan sudut katrol

Jika persamaan (6 − 33) diturunkan terhadap waktu maka


akan diperoleh,

𝑑𝜔
𝑎= =𝑅∝ (6 − 34)
𝑑𝑡

Percepatan pada persamaan (6 − 34) adalah percepatan


tangensial bisa digunakan untuk mencari percepatan sudut
serta percepatan tangensial katrol.

Contoh soal 6.8

Gambar di bawah menggambarkan sistem katrol, di mana


pada katrol tersebut diberi beban dua benda yang terhubung
lewat tali. Massa benda pertama 1 kg serta massa benda

195
GERAK ROTASI

kedua 2 kg. Tentukanlah percepatan sistem katrol tersebut!


(g = 10 m/s2)

Jawaban:

Karena massa 𝑚2 lebih besar dari massa 𝑚1 , maka katrol


pastinya berputar ke kanan. Analisa gambarnya dapat dibuat
seperti gambar di bawah,

Untuk benda-1 berlaku Hukum II Newton,

∑ 𝐹 = 𝑚𝑎

𝑇1 − 𝑚1 𝑔 = 𝑚1 𝑎

𝑇1 = 𝑚1 𝑎 + 𝑚1 𝑔

Untuk benda-2 berlaku hukum II Newton,

∑ 𝐹 = 𝑚𝑎

𝑚2 𝑔 − 𝑇2 = 𝑚2 𝑎

𝑇2 = 𝑚2 𝑔 − 𝑚2 𝑎

196
GERAK ROTASI

Pada berlaku persamaan dinamika rotasi sebagai berikut:

∑ 𝜏 = ∑ 𝐹𝑅 = 𝐼 ∝

1
(𝑇2 − 𝑇1 )𝑅 = 𝑀𝑅 2 ∝
2

Selanjutnya kita masukkan persamaan 𝑇1 , 𝑇2 dan ∝, maka


diperoleh,

1 ∝
((𝑚2 𝑔 − 𝑚2 𝑎) − (𝑚1 𝑎 + 𝑚1 𝑔))𝑅 = 𝑀𝑅 2
2 𝑅

Selanjutnya akan diperoleh persamaan,

1
𝑚2 𝑔 − 𝑚1 𝑔 = 𝑀𝑎 + 𝑚1 𝑎 + 𝑚2 𝑎
2
1
(𝑚2 − 𝑚1 )𝑔 = ( 𝑀 + 𝑚1 + 𝑚2 )𝑎
2
(𝑚2 − 𝑚1 )𝑔
𝑎=
1
( 𝑀 + 𝑚1 + 𝑚2 )
2
(2 − 1)10 10
𝑎= = = 2,5 𝑚/𝑠 2
1 4
( 2 + 1 + 2)
2

G. Gerak menggelinding

Suatu benda dikatakan berotasi jika berputar di satu titik


pada sumbu rotasinya tanpa mengubah posisinya, dan
dikatakan menggelinding jika berputar di satu titik pada
sumbu rotasinya sambil melakukan perpindahan. Akibatnya,
benda yang menggelinding akan menempuh jarak saat ia
berotasi di sumbu rotasinya. Hal ini bisa kita lihat untuk
jarum jam yang berputar melakukan gerak rotasi, sedangkan
untuk roda yang bergerak, roda tersebut dikatakan
menggelinding.

197
GERAK ROTASI

Ketika sebuah benda menggelinding, ia mengalami rotasi


(berputar pada porosnya) dan juga translasi (perpindahan).
Penggabungan atau superposisi dari gerak translasi dan
rotasi disebut gerak menggelinding. Jika sebuah benda
bergerak translasi, kecepatan setiap titik pada benda sama
dengan kecepatan pusat massa 𝑣̅𝑝𝑚 dan jika benda bergerak
rotasi, kecepatan pusat massa adalah 𝑣 = 𝑅𝜔. Energi kinetik
total suatu benda menggelinding merupakan jumlah dari
energi kinetik translasi dan rotasinya.

1 1
𝐸𝑘 = 𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖 + 𝐸𝑘𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑙𝑎𝑠𝑖 = 𝐼𝜔2 + 𝑚𝑣 2 (6 − 35)
2 2

Contoh soal 6.9

Sebuah bola padat (pejal) bermassa 1 kg dan berjari-jari 10


cm menggelinding dengan kecepatan 2 m/s tanpa tergelincir.
Tentukan energi kinetik total bola padat!

Jawaban:

Momen inersia bola padat,

2
𝐼 = 𝑀𝑅 2
5

Kecepatan sudutnya,
𝑣
𝜔=
𝑅

Energi kinetik total,

1 1 12 𝑣 2 1
𝐸𝑘 = 𝐼𝜔2 + 𝑚𝑣 2 = 𝑀𝑅 2 ( ) + 𝑀𝑣 2
2 2 25 𝑅 2

Selanjutnya diperoleh persamaan,

1 1 7
𝐸𝑘 = 𝑀𝑣 2 + 𝑀𝑣 2 = 𝑀𝑣 2
5 2 10

198
GERAK ROTASI

Sehingga nilai energi kinetik totalnya menjadi,

7
𝐸𝑘 = 1. 22 = 2,8 𝐽
10

Contoh soal 6.10

Sebuah silinder padat bermassa 𝑚 dan jari-jari 𝑅


menggelinding menuruni bidang miring yang kasar tanpa
tergelincir dengan kemiringan 𝜃. Berapakah percepatan yang
dialami oleh pusat massa silinder?

Jawaban:

Momen inersia pada silinder pejal,


1
𝐼 = 𝑀𝑅 2
2

Gaya gesek (𝑓𝑔 ) akan bekerja pada benda yang berlawanan


arah dengan arah gerak benda. Jika kita membuka kembali
konsep gaya gesek, kita akan mendapatkan persamaan gaya
gesek,

𝑓𝑔 = 𝜇𝑁

Dengan 𝜇 merupakan koefisien gesek serta N merupakan gaya


normal.

199
GERAK ROTASI

Ketika gaya yang bekerja pada benda dianalisis, perhatikan


gambar berikut,

Diperoleh:

𝑓𝑔 = 𝜇. 𝑁 = 𝜇 𝑚𝑔𝑐𝑜𝑠𝜃

∑ 𝜏 = 𝐼𝛼

1 𝑎
𝑓𝑔 𝑅 = 𝑀𝑅 2
2 𝑅
1
𝑓𝑔 = 𝑚𝑎
2

Ketika persamaan gaya gesek dimasukkan ke persamaan di


atas, hasilnya adalah,

1
𝑚𝑔𝑠𝑖𝑛𝜃 − 𝑚𝑎 = 𝑚𝑎
2

Maka diperoleh persamaan untuk percepatan 𝑎,

2
𝑎 = 𝑔 sin 𝜃
3

Persamaan percepatan sudut digunakan untuk


menggambarkan suatu benda yang menggelinding pada
bidang miring tanpa tergelincir.

200
GERAK ROTASI

Contoh soal 6.11

Hitung kecepatan pusat massa silinder padat di bagian dasar


bidang miring pada contoh soal 6.10! Di mana dari ketinggian
ℎ silinder padat mulai menggelinding.

Jawaban:

Dengan mengacu pada lokasi awal benda pada ketinggian ℎ


dan posisi akhir benda pada dasar bidang miring, kita dapat
menerapkan hukum kekekalan energi untuk menyelesaikan
masalah ini.

𝐸𝑘1 + 𝐸𝑝1 = 𝐸𝑘2 + 𝐸𝑝2

Benda tersebut diam ketika berada di posisi pertama (posisi


1), maka saat itu energi kinetiknya adalah nol. Selanjutnya
benda tidak memiliki ketinggian ℎ setelah mencapai dasar
bidang miring (posisi 2), energi potensialnya adalah nol, tetapi
energi kinetiknya sama dengan energi kinetik total (rotasi dan
translasi).

1 1
0 + 𝑚𝑔ℎ = 𝑚𝑣 2 + 𝐼𝜔2 + 0
2 2
1 11 𝑣
𝑚𝑔ℎ = 𝑚𝑣 2 + 𝑚𝑅 2 ( )2
2 22 𝑅
1 1
𝑔ℎ = 𝑣 2 + 𝑣 2
2 4
3
𝑔ℎ = 𝑣 2
4

Kecepatan benda di dasar bidang miring adalah,

4 𝑔ℎ
𝑣 = √ 𝑔ℎ = 2√
3 3

201
GERAK ROTASI

H. Usaha dan Daya pada Gerak Rotasi

Bila Gambar 6.6 merupakan sebuah cakram yang diberi gaya


singgung 𝐹̅ .

𝑑𝑠

𝑑𝜃
𝑅
𝐹
O

Gambar 6.6
Asumsikan bahwa gaya tangensial 𝐹̅ bekerja pada tepi cakram
saat berputar di sumbu rotasinya. Dalam waktu 𝑑𝑡 cakram
berputar sejauh 𝑑𝜃. Usaha 𝑑𝑊 yang dilakukan oleh gaya 𝐹̅𝑡𝑎𝑛
untuk memutar cakram tersebut sejauh 𝑑𝑠 adalah 𝑑𝑊 =
𝐹𝑡𝑎𝑛 𝑅𝑑𝜃. Hasil kali 𝐹𝑡𝑎𝑛 𝑅 tak lain adalah momen gaya 𝜏,
sehingga,

𝜃2
𝑊 = ∫ 𝜏𝑑𝜃 (6 − 36)
𝜃1

Jika 𝜃 bukan fungsi dari momen gaya, persamaan di atas


menjadi

𝑊 = 𝜏(𝜃2 − 𝜃1 ) = 𝜏 ∆𝜃 (𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒) (6 − 37)

Dari persamaan,

𝜏 = 𝐼𝛼 (6 − 38)

Jika percepatan sudut (𝛼) disebabkan oleh perubahan


𝑑𝜔
kecepatan sudut selama periode waktu tertentu 𝛼 = 𝑑𝑡
, maka

persamaan momen gaya menjadi,

202
GERAK ROTASI

𝑑𝜔
𝜏=𝐼 (6 − 39)
𝑑𝑡

Sehingga,

𝑑𝜔 𝑑𝜃
𝜏 𝑑𝜃 = 𝐼 𝑑𝜃 = 𝐼 𝑑𝜔 (6 − 40)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Akibatnya,

𝜏 𝑑𝜃 = 𝐼𝜔𝑑𝜔 (6 − 41)

𝜃2 𝜔2
𝑊 = ∫ 𝜏 𝑑𝜃 = ∫ 𝐼𝜔𝑑𝜔 (6 − 42)
𝜃1 𝜔1

Sehingga diperoleh persamaan usaha pada dinamika rotasi,

1 1
𝑊 = 𝐼𝜔22 − 𝐼𝜔12 (6 − 43)
2 2

Usaha yang dilakukan dalam dinamika rotasi adalah


perubahan energi kinetik rotasi, seperti yang ditunjukkan
oleh persamaan ini.

Energi per satuan waktu (daya) yang dihasilkan benda


tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan usaha
dinamika rotasi dengan persamaan berikut,

𝑊 = 𝜏 ∆𝜃 (6 − 44)

𝑊 ∆𝜃
=𝜏 (6 − 45)
∆𝑡 ∆𝑡

Sehingga diperoleh daya,

𝑃 = 𝜏𝜔 (𝑤𝑎𝑡𝑡) (6 − 46)

203
GERAK ROTASI

Contoh soal 6.12

Sebuah motor listrik memberikan momen gaya tetap sebesar


6 Nm pada sebuah gerinda dengan momen inersia 2 kg.m/s2.
Jika sistem awalnya diam. Carilah:

a. Usaha serta energi kinetik sistem setelah 10 s

b. Daya oleh motor

Jawaban:

𝜏 = 6 𝑁𝑚

𝜔1 = 0

𝑡 = 10 𝑠

𝐼 = 2 𝑘𝑔. 𝑚⁄ 2
𝑠
𝜏
Maka dari sini didapat percepatan sudut 𝛼 = .
𝐼

Sehingga diperoleh percepatan sudutnya 3 rad/s2.

Untuk menghitung nilai usaha, pertama-tama kita harus


menghitung perubahan sudut menggunakan persamaan:

1
∆𝜃 = 𝜔1 𝑡 + 𝛼𝑡 2
2
1
∆𝜃 = 0 + . 3. 102
2

∆𝜃 = 150 𝑟𝑎𝑑

Sesudah 10 s, maka usahanya

𝑊 = 6.150 = 900 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒

Sesudah 10 s, maka energi kinetiknya (Ekrot 1 = 0);

𝑊 = ∆𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡 = 𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡2 − 𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡1

Maka diperoleh:

204
GERAK ROTASI

𝑊 = ∆𝐸𝑘𝑟𝑜𝑡 = 900 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒

Daya yang diberikan;

𝑊 900
𝑃= = = 90 𝑊𝑎𝑡𝑡
𝑡 10

I. Momentum Sudut (L)

Suatu benda yang memiliki massa 𝑚 dan berputar


dengan kecepatan sudut 𝜔, benda tersebut memiliki
momentum sudut (𝐿). Momentum linier (𝑝) dapat
diibaratkan dengan momentum sudut. Akibatnya,
persamaan momentum sudut adalah sebagai berikut:

𝐿=𝑟𝑥𝑝 (6 − 47)

Karena persamaan momentum linear 𝑝 adalah,

𝑝 = 𝑚𝑣 (6 − 48)

Maka persamaan momentum sudut,

𝐿 = 𝑟 𝑥 𝑚𝑣 (6 − 49)

Jika persamaan kecepatan 𝑣 adalah,

𝑣 = 𝜔𝑟 (6 − 50)

Maka,

𝐿 = 𝑟 𝑥 𝑚𝜔𝑟 = 𝑚𝑟 2 𝜔 = 𝐼𝜔 (6 − 51)

J. Hukum Kekekalan Momentum Sudut

Istilah kekekalan momentum digunakan dalam gerak


translasi, dan hukum kekekalan momentum sudut
digunakan dalam gerak rotasi. Di mana Hukum Kekekalan
Momentum:

205
GERAK ROTASI

“Momentum sudut suatu sistem akan konstan jika


resultan momen gaya-gaya yang bekerja padanya adalah
nol.”.

Sehingga dapat ditulis,

𝑑𝐿
=0 (6 − 52)
𝑑𝑡

Yang artinya tidak terjadi perubahan momentum tiap waktu,


sehingga dapat ditulis,

𝐿𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝐿𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (6 − 53)

Contoh soal 6.13

Dua buah piringan dengan momen inersia 𝐼𝐴 dan 𝐼𝐵, masing-


masing berputar dalam poros yang sama 𝜔𝐴 dan 𝜔𝐵 di mana
arahnya searah. Kemudian piringan 𝐴 dan piringan 𝐵 bersatu
untuk mencapai kecepatan sudut akhir 𝜔. Carilah 𝜔 yang
dinyatakan pada variabel yang diketahui!

Jawaban:

𝐿𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝐿𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝐼1 𝜔1 + 𝐼2 𝜔2 = (𝐼1 + 𝐼2 )𝜔

𝐼1 𝜔1 + 𝐼2 𝜔2
𝜔=
𝐼1 + 𝐼2

Hubungan antara besaran-besaran yang digunakan dalam


gerak translasi dan rotasi ditunjukkan pada tabel di bawah
ini.

206
GERAK ROTASI

Tabel 6.2 Hubungan antara besaran

207
GERAK ROTASI

Pertanyaan

1. Empat buah partikel yang saling berhubungan dan


membentuk satu sistem kesatuan dengan konfigurasi seperti
gambar diatas. Masing-masing partikel memiliki berat yang
berbeda dan jarak antar partikel satu sama lain sebesar R.
Tentukan momen inersia sistem di atas jika:
a. Sistem diputar terhadap sumbu putar A
b. Sistem diputar terhadap sumbu putar B
2. Perhatikan gambar ayunan (benda tegar) di bawah!
Berdasarkan gambar tersebut, coba tentukan!
a. τ1, τ2, τ3, dan τ4!
b. Jumlah total torsi yang bekerja pada benda tegar
tersebut!
c. Kemana arah batang mengguling?

3. Diketahui bahwa terdapat sebuah batang homogen dengan


massa sebesar 0,8 kg dan panjang sebesar 80 cm. Apabila
gumpalan lumpur mempunyai Massa 20 gram dilempar dan
menempel pada salah satu ujung batangnya. Tentukan
momen inersia sistem yang melalui pusat batang tersebut?
4. Tiga buah partikel dengan massa m, 2m, dan 3m dipasang
pada ujung kerangka yang massanya diabaikan. Sistem

208
GERAK ROTASI

terletak pada bidang xy. Jika sistem diputar terhadap


sumbu y. Hitunglah momen inersia sistem!

5. Diketahui sebuah batang homogen yang bermassa 0,9 kg dan


panjangnya 60 cm. Apabila gumpalan lumpur bermassa 10
gram dilempar dan menempel pada salah satu ujung
batangnya, maka tentukanlah momen inersia sistem melalui
pusat batang!

6. Sebuah silinder pejal yang bermassa 4 kg dan berjari-jari 0,2


m diputar melalui sumbu silinder dan segumpal lumpur
bermassa 0,2 kg menempel pada jarak 0,05 meter dari pinggir
silindernya, maka hitunglah momen inersia sistem!

209
GERAK ROTASI

7. Sebuah partikel yang massanya 0.5 gram bergerak


mengelilingi sumbu 𝑦 yang berjari-jari 5 cm. Percepatan sudut
yang dihasilkan benda tersebut ketika berputar adalah 1
rad.s-2. Tentukanlah besar:
a. Momen inersia;
b. Momen gaya;
c. Kecepatan sudut pada detik ke-2, di mana benda mula-
mula diam;
d. Kecepatan linear pada detik ke-2, di mana benda mula-
mula diam
8. Masing-masing benda bermassa 0,2 gram dan 0,1 gram
berada pada bidang koordinat sumbu 𝑥 dan sumbu 𝑦, di mana
benda pertama berada pada koordinat (4,3) dan benda kedua
berada pada koordinat (-2,-2), sumbu 𝑥 dan 𝑦 satuannya cm.
Tentukanlah momen inersia sistem dua benda jika:
a. berputar terhadap sumbu 𝑥
b. berputar terhadap sumbu 𝑦
9. Silinder pejal yang massanya 400 gram dan jari-jarinya 2 cm
berada di titik A pada ketinggian 80 cm menggelinding tanpa
slip pada bidang miring kasar AB di mana tidak disertai
kecepatan awal. Sudut kemiringan 370. Tentukanlah besar:
a. Percepatan silinder saat tiba di dasar bidang miring (titik
B);
b. Kecepatan silinder ketika menuruni bidang miring;
c. Gaya gesek ketika menuruni bidang miring;
d. Koefisien gesek bidang miring dan silinder;
e. Momen gaya ketika menuruni bidang miring;
10. Sebuah batang ringan dengan panjang 100 cm, padanya
bekerja tiga gaya masing-masing 𝐹1 = 30 𝑁, 𝐹2 = 10 𝑁 dan 𝐹3 =
30 𝑁 dengan arah posisi gayanya seperti yang terlihat pada

210
GERAK ROTASI

gambar di bawah. Berapakah besar momen gaya yang


mengakibatkan batang berotasi pada pusat massanya?

11. Batang AB massanya diabaikan diletakkan dengan arah


mendatar dan dikenakan tiga buah gaya yang bekerja seperti
pada gambar di bawah. Berapakah resultan momen gaya yang
bekerja pada batang jika batang diputar pada porosnya di titik
D? (sin 530 = 0,8)

12. Katrol cakram pejal berbobot 8 kg serta jari-jarinya 10 cm, di


bagian tepinya seutas tali dililitkan dan di bagian ujung tali
itu diikat beban dengan massa 4 kg (g = 10 m.s-2). Berapakah
percepatan gerak turunnya beban tersebut?
13. Dua buah bola dihubungkan dengan seutas kawat seperti
yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Diketahui panjang
kawat = 12 m dan jarak bola A ke sumbu rotasi yaitu 𝐼1 = 4𝑚,
massa kawat diabaikan. Hitunglah momen inersia sistem
tersebut!

211
GERAK ROTASI

14. Sebuah roda pejal homogen seperti yang terlihat pada gambar
di bawah, pada tepinya dililitkan sebuah tali yang mana pada
ujung tali ditarik gaya 𝐹 = 6 𝑁. Jika diketahui massa roda 5
kg dan jari-jarinya 30 cm. Berapakah besar percepatan sudut
roda tersebut?

15. Percepatan sudut katrol (𝛼) yang dialami sistem jika beban
dilepaskan diilustrasikan pada gambar di bawah ini. Salah
satu ujung tali yang massanya diabaikan dililitkan pada
katrol dan ujung tali lainnya digantung dengan beban 𝑚 kg.
Jika katrol ditempelkan plastisin A yang bermassa ½ 𝑀.
Berapa massa beban yang harus dibuat untuk mencapai
percepatan sudut yang sama?

16. Sebuah katrol pejal dengan tali dililitkan pada sisi bagian
luarnya seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Gesekan
sumbu putar dan gesekan katrol dengan tali diabaikan.

212
GERAK ROTASI

Berapakah nilai momen inersia katrol jika beban bergerak


turun dengan percepatan tetap 𝑎 m.s-2?

17. Pada sebuah katrol yang pejal dililitkan tali di sisi bagian
luarnya seperti yang terlihat pada gambar di bawah di mana
gesekan katrol dianggap tidak ada. Berapakah nilai 𝐹, bila
momen inersia dari katrol 𝐼 = 𝛽 lalu tali ditarik lewat gaya
tetap 𝐹?

18. Partikel bermassa 0,5 gram bergerak melingkar dengan


kecepatan sudut tetap 120 rad.s-1. Berapakah maka
momentum sudut partikel jika jari-jari lintasan partikel 3 cm?
19. Seorang penari berputar dengan tangannya yang terentang
sepanjang 160 cm. Selanjutnya tangannya dilipat menjadi 80
cm sepanjang siku. Jika kecepatan sudut putar dari penari
itu tetap, berapakah momentum liniernya?
20. Sebuah silinder pejal dengan diameter 5 meter berada pada
bidang datar kasar. Selanjutnya, silinder didorong tepat pada
pusat massanya dengan gaya 𝐹 = 6 kali massa benda. Jika
silinder menggelinding tanpa slip, berapakah percepatan
tangensialnya?

213
214
BAB 7
STATIKA (KESETIMBANGAN)

Standar Kompetensi
1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk
mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi
pada bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi
lewat teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
memperlihatkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika
melaksanakan tugas berlandaskan agama, moral
maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta
pengembangan peradaban berlandaskan pancasila.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menerapkan konsep torsi, momen inersia,
titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis
dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator
1. Menganalisis momentum sudut pada benda berotasi.
2. Merumuskan hukum kekekalan momentum sudut.
3. Menganalisis titik berat pada benda homogen dan tidak
homogen.
4. Menganalisis jenis-jenis kesetimbangan benda.

Jika pada benda bekerja gaya, maka gaya tersebut akan cenderung
menyebabkan perubahan dimensi maupun bentuk benda yang
akan berpengaruh pada gerak benda itu sendiri. Jika benda

215
STATIKA (KESETIMBANGAN)

dianggap bergerak secara menyeluruh, maka dapat dikatakan


bahwa benda itu bergerak secara translasi serta rotasi. Umumnya
sebuah gaya yang bekerja pada benda akan menyebabkan
perubahan gerak translasi begitu juga gerak rotasinya. Tetapi jika
pada benda bekerja beberapa gaya, kemungkinan akan
mengakibatkan gaya-gaya tersebut bisa meniadakan satu sama
lain, akibatnya menyebabkan perubahan pada translasi maupun
gerak rotasinya. Ini berarti benda dikatakan dalam keadaan
setimbang, yang artinya:

1. Benda tersebut benar-benar tidak bergerak, namun bergerak


sesuai garis lurus dengan kecepatan tetap, serta
2. Benda berotasi dengan kecepatan tetap atau tidak berotasi
sama sekali.

A. Kesetimbangan Translasi

Syarat terjadinya kesetimbangan translasi bila resultan


vektor dari gaya-gaya pada benda jumlahnya sama dengan nol
artinya gaya-gaya luar yang ada pada benda tak memberi
percepatan bagi sistem. Dapat ditulis sebagai ∑ 𝐹 = 0, dan bila
ditulis pada komponen xy maka,

∑ 𝐹𝑥 = 0 (7 − 1)

dan

∑ 𝐹𝑦 = 0 (7 − 2)

B. Kesetimbangan Rotasi

Syarat terjadinya kesetimbangan rotasi bila vektor dari gaya


luar yang bekerja pada benda sama dengan nol artinya gaya
–gaya luar yang bekerja pada benda tak memberikan

216
STATIKA (KESETIMBANGAN)

percepatan pada sistem. Dapat ditulis sebagai ∑ 𝐹 = 0, dan


bila ditulis pada komponen xy maka,

∑ 𝐹𝑥 = 0 (7 − 3)

dan

∑ 𝐹𝑦 = 0 (7 − 4)

C. Torsi (momen gaya)

Jika benda tegar mendapat gaya dari luar, akibatnya benda


itu berotasi di sekitar sumbu dan memberikan percepatan
rotasi pada sumbu tersebut, maka momen gaya (torsi)
merupakan ukuran akibat dari rotasi yang dihasilkan oleh
gaya tersebut. Dapat dituliskan sebagai,

𝜏 = 𝐹. 𝑑 (7 − 5)

sumbu

Gambar 7.1. Penjelasan timbulnya torsi


Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kesetimbangan merupakan suatu kondisi benda di


mana jumlah gaya-gaya yang bekerja (resultan gaya)
pada benda tersebut sama dengan nol, begitu juga

217
STATIKA (KESETIMBANGAN)

dengan resultan momen gayanya sama dengan nol.


2. Momen gaya adalah suatu besaran vektor di mana
besarnya merupakan hasil perkalian dari gaya dan jarak
dari titik poros searah tegak lurus garis kerja gaya.
3. Syarat benda dapat setimbang jika, ∑ 𝐹𝑥 = 0, ∑ 𝐹𝑦 = 0,
∑𝜏 = 0

Contoh soal 7.1

Tongkat yang panjangnya 1 meter di mana massa tongkat


dianggap tidak ada. Sebuah tumpuan diletakkan pada jarak
60 cm dari posisi ujung kiri tongkat, seperti pada gambar.
Jika pada ujung bagian kiri tersebut digantung beban yang
massanya 5 kg, hitung besar beban yang dipasang pada ujung
kanan (𝑤2 ) agar setimbang.

60 cm 40 cm

𝐴 𝐵

Jawaban:
𝑚
𝑤1 = 𝑚1 . 𝑔 = 5 𝑘𝑔 𝑥 10 = 50𝑁
𝑠2

Syarat kesetimbangan rotasi, pada titik nol:

∑𝜏 = 0

𝑤1 𝑙1 − 𝑤2 𝑙2 = 0

𝑤1 𝑙1 = 𝑤2 𝑙2

𝑤2 = 𝑤1 ( 𝑙1 / 𝑙2 )

218
STATIKA (KESETIMBANGAN)

0,6𝑚
𝑤2 = 50𝑁 ( ) = 75 𝑁
0,4𝑚

Massa benda 𝑚2 = 𝑤2 /𝑔 = 75 𝑁/10 𝑚/𝑠 2 = 7,5 𝑘𝑔

Reaksi pada tumpukan titik nol: 𝑅 = 𝑤1 + 𝑤2 = 50 𝑁 + 75 𝑁 =


125 𝑁

Contoh soal 7.2

Sebuah beban seberat 2 kg digantungkan pada seutas tali


dengan salah satu ujungnya ditambatkan pada suatu tempat
yang tetap. Lewat bagian tengah tali ditarik gaya mendatar
yang menyebabkan posisinya menjadi setimbang seperti
gambar di bawah. Berapakah gaya mendatar yang
dibutuhkan tersebut agar tegangan tali tertahan?

T
600
F

m = 2kg

Jawaban:

𝑊 = 𝑚 𝑔 = (2𝑘𝑔)(10 𝑚⁄𝑠 2 ) = 20𝑁

Selanjutnya pada komponen arah sumbu 𝑦 berlaku:

𝑇 cos 600 = 𝑊

𝑇 cos 600 = 20

20
𝑇= = 40𝑁
cos 600

Pada komponen arah sumbu 𝑥 berlaku:

219
STATIKA (KESETIMBANGAN)

𝐹 = 𝑇 sin 600

𝐹 = (40𝑁) (sin 600 ) = 43,64𝑁

Jadi gaya yang diperlukan untuk menahan beban yaitu


𝐹 = 43,64𝑁

Contoh soal 7.3

Jika berat batang pada gambar 150N. Hitunglah gaya ke


bawah F minimum yang dikerjakan di Q agar batang
terangkat dan terlepas dari penopang di R!

Jawaban:

Dari prinsip kesetimbangan yaitu kesetimbangan translasi


dan kesetimbangan rotasi, dapat ditulis,

Kesetimbangan translasi:

∑ 𝐹𝑦 = 0

−𝐹𝑅 − 𝐹𝑠 + 𝐹 + 𝑊𝑏 = 0

−𝐹𝑅 − 𝐹𝑠 + 𝐹 + 150 = 0

Karena papan terangkat dari penopang di titik R, maka

𝐹𝑅 = 0

Sehingga didapat:

𝐹𝑠 = 150 + 𝐹

220
STATIKA (KESETIMBANGAN)

Selanjutnya untuk kesetimbangan rotasi:

∑𝜏 = 0

Titik O dapat dipilih sebagai poros, sehingga untuk syarat


kesetimbangan rotasi didapat,

(1)(−𝐹𝑠 ) + (2)(𝐹) = 0

Karena: 𝐹𝑠 = 150 + 𝐹

Maka: −(150 + 𝐹) = −2𝐹

Sehingga: 𝐹 = 150𝑁

Contoh soal 7.4

Jika pada gambar panjang batang AB adalah 80 cm dan


beratnya adalah 18N, sedangkan beban beratnya adalah 30N.
Hitunglah tegangan tali BC, jika jarak AC=60 cm!

Jawaban:

221
STATIKA (KESETIMBANGAN)

𝑊𝐵 = 30𝑁 ; 𝑊𝑏 = 18𝑁

𝐴𝐶 = 0,6𝑚 ; 𝐴𝐵 = 0,8𝑚

Sebagai poros yaitu A, maka:

∑𝜏 = 0

+𝑊𝑏 (0,4) + 𝑊𝐵 (0,8) − 𝑇𝑠𝑖𝑛𝜃(0,8) = 0

18(0,4) + 30(0,8) − 0,8 𝑇𝑠𝑖𝑛𝜃 = 0

7,2 + 24 = 0,8 𝑇𝑠𝑖𝑛𝜃

𝑇𝑠𝑖𝑛𝜃 = 39

39
𝑇=
𝑠𝑖𝑛𝜃
39
𝑇=
0,6

𝑇 = 65𝑁

Contoh soal 7.5

222
STATIKA (KESETIMBANGAN)

Hitunglah tegangan tali pengikat beban seperti yang


ditunjukkan pada gambar di bawah ini!

Jawaban:

Nilai tegangan tali, 𝑇1 yaitu:

𝑊 𝑐𝑜𝑠𝛼
𝑇1 =
sin(𝛼 + 𝛽)

8.10 𝑐𝑜𝑠 30
𝑇1 =
sin(30 + 60)

1
(80)( 2 √3)
𝑇1 =
1

𝑇1 = 40√3𝑁

Nilai tegangan tali, 𝑇2 yaitu:

𝑊 𝑐𝑜𝑠𝛽
𝑇2 =
sin(𝛼 + 𝛽)

8.10 cos 60
𝑇1 =
sin(30 + 60)

1
(80)( 2)
𝑇1 =
1

𝑇1 = 40𝑁

223
STATIKA (KESETIMBANGAN)

Contoh soal 7.6

Hitunglah besar gaya 𝐹 seperti yang ditunjukkan pada


gambar di bawah agar sistem setimbang!

Jawaban:

Perhatikan uraian vektor pada sistem,

𝑇2 = 𝑊

224
STATIKA (KESETIMBANGAN)

𝑇2 = 𝑚. 𝑔

𝑇2 = 600𝑁

Sumbu 𝑥:

∑ 𝐹𝑥 = 0

𝑇2𝑥 − 𝑇1𝑥 = 0

𝑇2 𝑠𝑖𝑛60 = 𝑇1 𝑠𝑖𝑛30

1 1
𝑇2 . √3 = 𝑇1 .
2 2

𝑇1 = 600√3N

𝑇1 = 𝑇2 √3

Sumbu 𝑦:

∑ 𝐹𝑦 = 0

𝑇1𝑦 − 𝑇2𝑦 − 𝐹 = 0

𝑇1 𝑐𝑜𝑠30 + 𝑇2 𝑐𝑜𝑠60 = 𝐹

1 1
√3𝑇1 + 𝑇2 = 𝐹
2 2
1 1
𝐹 = √3𝑇1 + 𝑇2
2 2

𝐹 = √3. 600√3 + 600

𝐹 = 3.600 + 600

𝐹 = 2400𝑁

225
STATIKA (KESETIMBANGAN)

Pertanyaan

1. Seperti tampak pada gambar, tegangan tali dalam bidang


mendatar adalah 40 N. Hitunglah berat benda!

400
tali 2
500

P
40N

tali 1

berat benda = w

2. Seorang anak dengan massa 25 kg menggantung pada tali


yang direntangkan antara dua tiang seperti yang terlihat pada
gambar. Tentukan tegangan kedua belah tali!

100 50

3. Perhatikan gambar di bawah ini. Batang homogen dengan

226
STATIKA (KESETIMBANGAN)

berat 800 N mempunyai engsel di titik P. Tentukan tegangan


tali yang bekerja pada sistem tersebut!

4. Batang homogen dengan berat 400 N berengsel di P dan diikat


pada tali seperti yang terlihat pada gambar di bawah.
Tentukan tegangan tali yang bekerja pada sistem!

5. Perhatikan gambar di bawah ini. Diketahui berat beban


adalah 500 N. Tentukan T1 dan T2!

227
STATIKA (KESETIMBANGAN)

6. Sebuah batang homogen AB yang panjangnya 50 cm dan


beratnya 20 N. Pada bagian ujung batang digantung beban
seberat 40 N. Selanjutnya batang ditahan oleh tali T sehingga
sistem menjadi seimbang seperti yang terlihat pada gambar di
bawah. Jika sudut yang dibentuk antara tali T dengan batang
sebesar 370. Hitunglah besar tegangan tali T!

7. Batang homogen AC yang panjangnya 5 cm dan massanya 40


kg. Pada bagian ujung batang digantung beban yang
bermassa 20 kg. Selanjutnya batang ditahan oleh tali T
sehingga sistem menjadi seimbang seperti yang terlihat pada
gambar di bawah. Hitunglah nilai tegangan tali T!

228
STATIKA (KESETIMBANGAN)

8. Sebuah benda yang massanya 4 kg digantung dengan


menggunakan tali dengan teknik gantung seperti yang terlihat
pada gambar di bawah. Selanjutnya tali pertama dan tali
kedua diikatkan pada dinding atas sehingga keadaan sistem
menjadi setimbang. Hitunglah besar tegangan tali pertama
dan tali kedua!

9. Sebuah tangga dengan panjang L meter dan berat 500 N


bersandar pada dinding yang licin dan lantainya kasar seperti
yang terlihat pada gambar di bawah. Jika tangga tepat akan
tergelincir saat sudut yang dibentuk lantai dengan tangga 530.
Hitunglah koefisien gesekan antara lantai dan tangga!

229
STATIKA (KESETIMBANGAN)

10. Jika sistem pada gambar di bawah dalam keadaan setimbang,


hitunglah besar gaya F!

11. Batang AB memiliki massa 10 kg pada gambar di bawah ini.


Hitung berat beban W jika sistem dalam keadaan setimbang!

12. Batang homogen yang massanya 13 kg seperti gambar di


bawah dan panjangnya 13 m disandarkan pada tembok yang
tingginya 5 m dari permukaan tanah, di mana g = 10 m/s2.
Jika temboknya licin sedangkan lantai memiliki permukaan
yang kasar dan batang pada keadaan setimbang. Hitunglah
koefisien gesek antara lantai dan ujung batang tersebut!

230
STATIKA (KESETIMBANGAN)

13. Sebuah balok yang beratnya 400 N digantung pada tali


dengan teknik yang seperti yang terlihat pada gambar di
bawah, selanjutnya hitunglah tegangan tali x!

14. Kerek tetap dengan massa 1000 kg digunakan untuk


mengangkat peti yang beratnya 2400 kg. Kerek itu dipegang
tetap pada tempatnya oleh pin A dan goyangan di B seperti
yang terlihat pada gambar di bawah. Di mana pusat gravitasi
kerek terletak di G. Tentukanlah komponen reaksi pada A dan
B (g = 9,8 m/s2)

231
STATIKA (KESETIMBANGAN)

15. Seorang lelaki mengangkat tonggak yang massanya 10 kg dan


panjangnya 4 m dengan cara menariknya dengan tali
tambang. Carilah tegangan T dari tali tambang dan reaksi di
A!

16. Tangga homogen dengan panjang L bersandar pada tembok


licin dengan lantai kasar dalam keadaan diam seperti yang
terlihat pada gambar di bawah. Koefisien gesek antara tangga
dan lantai adalah 𝜇. Berapakah sudut 𝜃 yang terbentuk tepat
saat tangga akan tergelincir?

232
STATIKA (KESETIMBANGAN)

233
234
BAB 8
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Standar Kompetensi
1. Dapat mengaplikasikan dasar ilmu mekanika untuk
mendukung ilmu perminyakan maupun panas bumi.
2. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan serta teknologi
pada bidang perminyakan, gas bumi juga panas bumi
lewat teknologi informasi serta komputer.
3. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
memperlihatkan sikap religius.
4. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ketika
melaksanakan tugas berlandaskan agama, moral
maupun etika.
5. Berperan pada pengembangan nilai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta
pengembangan peradaban berlandaskan pancasila.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menunjukkan hubungan antara konsep
impuls dan momentum untuk menyelesaikan masalah
tumbukan.
Indikator
1. Menjelaskan dan memformulasikan momentum.
2. Menjelaskan dan memformulasikan impuls.
3. Memberikan contoh penerapan konsep momentum dan
impuls dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mendeskripsikan hubungan momentum dan impuls.
5. Secara kreatif menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan tumbukan secara kuantitatif

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita jumpai kejadian-


kejadian yang saling bertumbukan, seperti kecelakaan di jalan raya

235
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

yang disebabkan oleh tabrakan (tumbukan) yang melibatkan


kendaraan, baik itu sepeda motor maupun mobil. Demikian pula
kereta api dan kendaraan lainnya tidak dapat dipisahkan dari apa
yang dikenal sebagai tumbukan. Begitu juga tumbukan antara bola
dan kaki Ronaldo, juga benturan antara bola biliar di atas meja,
begitu juga saat kita bermain kelereng, dan tentunya masih banyak
lagi contoh tumbukan dalam kehidupan sehari-hari.

Hubungan antara momentum benda dan peristiwa tumbukan akan


diperiksa di materi momentum dan impuls. Di bagian ini, kita akan
membahas peristiwa tumbukan secara lebih rinci dan melihat
hukum fisika yang dapat diterapkan ketika benda bertumbukan.

A. Jenis-Jenis Tumbukan

Kita harus menyadari bahwa ketika dua benda yang


bertumbukan saling berdekatan, maka setelah tumbukan
terjadi keduanya akan saling bergerak menjauh satu sama
lain. Disaat benda dalam keadaan bergerak, tentunya benda
tersebut mempunyai kecepatan. Dikarenakan benda tersebut
memiliki kecepatan maupun massa, artinya benda tersebut
pastilah punya momentum (𝑝 = 𝑚𝑣) begitupun Energi Kinetik
1
(𝐸𝑘 = 2 𝑚𝑣 2 ).

Pada materi ini kita akan mempelajari jenis-jenis tumbukan


antara dua benda dan akan melihat hubungannya dengan
Kekekalan Momentum dan Kekekalan Energi Kinetik. Saat
benda bergerak saling mendekati sebelum terjadinya
tumbukan, masing-masing benda tersebut memiliki
Momentum dan Energi Kinetik. Yang jadi persoalan adalah
bagaimana dengan Momentum dan Energi Kinetik kedua
benda tersebut setelah bertumbukan? Apakah momentum

236
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

dan energi kinetiknya ketika sebelum tumbukan sama


dengan momentum dan energi kinetik benda setelah
terjadinya tumbukan? Untuk lebih memahaminya, kita akan
membahas jenis-jenis tumbukan dan meninjau kekekalan
momentum serta kekekalan energi kinetik pada masing-
masing benda yang saling bertumbukan.

Secara umum ada beberapa jenis tumbukan, yaitu tumbukan


lenting sempurna, tumbukan lenting sebagian dan tumbukan
tidak lenting sama sekali.

1. Tumbukan Lenting Sempurna

Dua benda dikatakan melakukan tumbukan lenting


sempurna jika momentum dan energi kinetik kedua
benda sebelum tumbukan sama dengan momentum dan
energi kinetik benda setelah bertumbukan. Dengan kata
lain, berlaku Hukum Kekekalan Momentum serta
Hukum Kekekalan Energi Kinetik untuk tumbukan
lenting sempurna. Hal ini berlaku sebab jumlah massa
dan kecepatan kedua benda sama sebelum dan sesudah
bertumbukan. Aturan Hukum Kekekalan Energi Kinetik
berlaku dalam tumbukan lenting sempurna karena
tidak ada energi yang hilang selama kontak.

Untuk tumbukan lenting sempurna kita bisa melihat


peristiwa yang terjadi pada dua bola biliar maupun dua
kelereng yang mengalami tumbukan, maupun saat
mobil serta sepeda motor mengalami tabrakan. Pada
peristiwa tersebut pastilah akan menghasilkan bunyi
maupun panas karena benturan yang terjadi antara
benda. Bunyi maupun panas ini merupakan energi.
Maka saat dua benda mengalami tumbukan kemudian

237
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

menghasilkan bunyi serta panas, terdapat energi yang


musnah pada proses tersebut. Sebagian Energi Kinetik
akan diubah menjadi panas dan bunyi. Hal ini
menunjukkan bahwa energi kinetik sebelum tumbukan
dan energi kinetik setelah tumbukan tidak sama.

Berbeda dari benda yang mengalami proses tumbukan


lenting sempurna. Pada tumbukan lenting sempurna
tidak menghasilkan bunyi, panas atau bentuk energi
lain ketika terjadi tumbukan. Ini artinya tidak ada energi
kinetik yang hilang selama terjadinya proses tumbukan.
Maka kita bisa mengatakan bahwa pada peristiwa
tumbukan lenting sempurna berlaku Hukum Kekekalan
Energi Kinetik. Namun kenyataannya tumbukan lenting
sempurna sulit kita jumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Paling tidak ada sedikit energi panas dan bunyi
yang dihasilkan ketika terjadinya tumbukan. Contoh
tumbukan yang mendekati lenting sempurna salah
satunya adalah tumbukan antara dua bola elastis,
seperti bola biliar. Untuk kasus tumbukan bola biliar,
memang energi kinetik tidak kekal tapi energi totalnya
selalu kekal. Selanjutnya contoh tumbukan lenting
sempurna yang lain yaitu pada tumbukan atom-atom
juga molekul-molekul, namun hal ini tidak dapat kita
lihat secara kasat mata.

Dalam tumbukan lenting sempurna, kita dapat


meninjau kembali persamaan Hukum Kekekalan
Momentum dan Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Agar
lebih memahaminya, kita bisa memperhatikan Gambar
8.1.

238
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Gambar 8.1 Jenis-jenis tumbukan pada benda


Benda 1 dan 2 masing-masing bergerak saling mendekat
satu sama lain. Kedua benda bertemu dan memantul
dalam arah yang berlawanan di mana benda 1 bergerak
pada kecepatan 𝑣1 sedangkan benda 2 bergerak pada
kecepatan 𝑣2 . Kita tahu kalau kecepatan adalah besaran
vektor yang berarti arah mempengaruhinya. Misalnya
ketentuan yang memberikan indikasi positif untuk arah
ke kanan dan tanda negatif untuk arah ke kiri. Kedua
benda memiliki momentum (𝑝 = 𝑚𝑣) dan energi kinetik
1
𝐸𝑘 = 2 𝑚𝑣 2 karena adanya massa dan kecepatan. Karena

jumlah momentum dan energi kinetik benda sebelum


dan sesudah tumbukan adalah sama. Akibatnya, kita
dapat menetapkan Hukum Kekekalan Momentum,

𝑚1 𝑣1 + 𝑚2 𝑣2 = 𝑚1 𝑣 ′1 + 𝑚2 𝑣 ′ 2 (8 − 1)

Keterangan:

𝑚1 = massa benda 1

𝑚2 = massa benda 2

𝑣1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan

𝑣2 = kecepatan benda 2 sebelum tumbukan

𝑣 ′1 = kecepatan benda 1 setelah tumbukan

239
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

𝑣 ′ 2 = kecepatan benda 2 setelah tumbukan

Jika dinyatakan dalam momentum,

𝑚1 𝑣1 = momentum benda 1 sebelum tumbukan

𝑚1 𝑣 ′1 = momentum benda 1 setelah tumbukan

𝑚2 𝑣2 = momentum benda 2 sebelum tumbukan

𝑚2 𝑣 ′ 2 = momentum benda 2 setelah tumbukan

Pada tumbukan lenting sempurna berlaku juga Hukum


Kekekalan Energi Kinetik yang secara matematis dapat
ditulis,

1 1 1 2 1 2
𝑚1 𝑣1 2 + 𝑚2 𝑣2 2 = 𝑚1 𝑣 ′1 + 𝑚2 𝑣 ′ 2 (8 − 2)
2 2 2 2

Keterangan:
1
𝑚 𝑣 2
2 1 1
= EK dari benda ke-1 sebelum mengalami

tumbukan
1
𝑚 𝑣 2
2 2 2
= EK dari benda ke-2 sebelum mengalami

tumbukan
1 2
𝑚 𝑣′
2 1 1
= EK dari benda ke-1 sesudah mengalami

tumbukan
1 2
𝑚 𝑣′
2 2 2
= EK dari benda ke-2 sesudah mengalami

tumbukan

Dalam tumbukan lenting sempurna, kita telah


mengetahui persamaan Hukum Kekekalan Momentum
dan persamaan Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Dari
persamaan tersebut dapat kita lihat di mana bila yang
diketahui cuma massa serta kecepatan awal, untuk

240
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

kecepatan sesudah tumbukan dapat dicari lewat


persamaan lain. Persamaan ini didapat melalui kedua
persamaan di atas. Maka persamaan Hukum Kekekalan
Momentum dapat ditulis,

𝑚1 𝑣1 + 𝑚2 𝑣2 = 𝑚1 𝑣 ′1 + 𝑚2 𝑣 ′ 2

𝑚1 𝑣1 − 𝑚1 𝑣 ′1 = 𝑚1 𝑣 ′1 − 𝑚2 𝑣2 (8 − 3)

𝑚1 (𝑣1 − 𝑣 ′1 ) = 𝑚2 (𝑣 ′ 2 − 𝑣2 ) (8 − 4)

Selanjutnya Hukum Kekekalan Energi Kinetik dapat


ditulis,

1 1 1 2 1 2
𝑚1 𝑣1 2 + 𝑚2 𝑣2 2 = 𝑚1 𝑣 ′1 + 𝑚2 𝑣 ′ 2
2 2 2 2
1 1 2 1 2 1
𝑚1 𝑣1 2 − 𝑚1 𝑣 ′1 = 𝑚2 𝑣 ′ 2 − 𝑚2 𝑣2 2 (8 − 5)
2 2 2 2
2 2
𝑚1 𝑣1 2 − 𝑚1 𝑣 ′1 = 𝑚2 𝑣 ′ 2 − 𝑚2 𝑣2 2 (8 − 6)
2 2
𝑚1 (𝑣1 2 − 𝑣 ′1 ) = 𝑚2 (𝑣 ′ 2 − 𝑣2 2 ) (8 − 7)

Karena (a + b) (a – b) = a2 – b2, maka kita bisa menulis


kembali persamaan ini menjadi,

𝑚1 (𝑣1 + 𝑣 ′1 )(𝑣1 − 𝑣 ′1 ) = 𝑚2 (𝑣 ′ 2 − 𝑣2 ) (8 − 8)

Selanjutnya kita bagi persamaan (8 − 4) dengan


persamaan (8 − 8), dengan menganggap bahwa 𝑣1 ≠ 𝑣 ′1
dan 𝑣2 ≠ 𝑣 ′ 2,

𝑚1 (𝑣1 − 𝑣 ′1 ) = 𝑚2 (𝑣 ′ 2 − 𝑣2 ) (8 − 9)

𝑚1 (𝑣1 + 𝑣 ′1 )(𝑣1 − 𝑣 ′1 ) = 𝑚2 (𝑣 ′ 2 − 𝑣2 )(𝑣 ′ 2 + 𝑣2 ):


(8 − 10)
𝑣1 + 𝑣 ′1 = 𝑣 ′ 2 + 𝑣2

Kita tulis kembali persamaan (8 − 10) menjadi,

𝑣1 − 𝑣2 = 𝑣 ′ 2 − 𝑣 ′1 (8 − 11)

241
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

𝑣1 − 𝑣2 = −(−𝑣 ′1 − 𝑣 ′ 2 ) (8 − 12)

Bersama dengan persamaan kekekalan momentum dan


kekekalan energi kinetik, ini adalah salah satu
persamaan yang paling signifikan dalam tumbukan
lenting sempurna. Terlepas dari massa benda,
persamaan (8 − 12) menunjukkan bahwa dalam
tumbukan lenting sempurna, kecepatan kedua benda
sebelum dan sesudah tumbukan adalah sama tetapi
berlawanan arah.

2. Koefisien Elastisitas Tumbukan Lenting Sempurna

Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai koefisien


elastisitas, kita dapat melihat kembali persamaan (8 −
12).

v1 − v2 = −(−v ′1 − v ′ 2 )

(v ′1 − v ′ 2 )
− =1 (8 − 13)
(v1 − v2 )

Koefisien elastisitas juga dikenal sebagai faktor pegas


(dalam buku Mr. Marthen Kanginan disebut koefisien
restitusi), adalah perbandingan negatif antara
perbedaan kecepatan benda setelah tumbukan dan
perbedaan kecepatan benda sebelum tumbukan.
Koefisien elastisitas untuk tumbukan lenting sempurna
adalah 1. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan
keseluruhan benda setelah tumbukan sama dengan
kecepatan keseluruhan benda sebelum tumbukan.
Koefisien elastisitas dilambangkan dengan huruf e.
Persamaan di bawah menyatakan nilai koefisien
elastisitas secara umum:

242
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

(v ′1 − v ′ 2 )
e=− =1 (8 − 14)
(v1 − v2 )

e = koefisien elastisitas = koefisien restitusi, faktor


kepegasan, angka kekenyalan, faktor keelastisitasan.

3. Tumbukan Lenting Sebagian

Pada Tumbukan Lenting Sempurna berlaku Hukum


Kekekalan Momentum dan Hukum Kekekalan Energi
Kinetik. Berbeda dengan tumbukan lenting sebagian,
diman Hukum Kekekalan Energi Kinetik tidak berlaku
diakibatkan adanya perubahan energi kinetik yang
terjadi pada saat tumbukan. Perubahan energi kinetik
bisa diartikan sebagai terjadinya pengurangan energi
kinetik atau penambahan energi kinetik. Pengurangan
energi kinetik terjadi saat sebagian energi kinetik awal
diubah menjadi energi dalam bentuk lain, seperti energi
panas, energi bunyi dan energi potensial. Inilah yang
membuat energi kinetik akhir lebih kecil dari energi
kinetik awal. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita
jumpai tumbukan jenis ini, di mana energi kinetik akhir
lebih kecil dari energi kinetik awal. Contohnya
tumbukan pada kelereng, tumbukan dengan dua
kendaraan, bola dilempar ke lantai kemudian
dipantulkan ke udara dan lain sebagainya. Akibatnya,
energi kinetik akhir dapat bertambah sesudah terjadinya
tumbukan. Contohnya saja pada kejadian ledakan. Nilai
koefisien elastisitas (e) pada tumbukan lenting sebagian
biasanya antara 0 dan 1. Yang dapat dinyatakan sebagai
berikut,

0≤𝑒≤1 (8 − 15)

243
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Di mana nilai koefisien elastisitas e dinyatakan dengan


persamaan,

(𝑣 ′1 − 𝑣 ′ 2 )
𝑒=− (8 − 16)
(𝑣1 − 𝑣2 )

Untuk Hukum Kekekalan Momentum sendiri tetap


dianggap tidak adanya gaya luar yang bekerja pada
benda-benda yang saling bertumbukan.

4. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali

Selanjutnya untuk tumbukan lenting sama sekali terjadi


ketika dua benda bertumbukan menyatu dengan kata
lain menempel satu sama lain sesudah bertumbukan.
Contoh yang paling sering digunakan untuk melihat
tumbukan ini adalah pada pendulum balistik. Pendulum
balistik adalah alat yang biasanya digunakan untuk
mengukur laju proyektil contohnya peluru, yaitu sebuah
balok yang dibuat dari kayu maupun bahan lain yang
digantung selayaknya pendulum. Selanjutnya pada
balok kayu tersebut ditembakkan sebutir peluru yang
mengakibatkan peluru tertanam pada balok. Sehingga
peluru dan balok keduanya berayun sampai ketinggian
tertentu (tinggi maksimum). Seperti yang terlihat pada
Gambar 8.2.

244
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Gambar 8.2 Contoh tumbukan tidak lenting sama sekali


Untuk mengetahui apakah tumbukan tidak lenting
sama sekali apakah berlaku hukum Kekekalan
Momentum dan Hukum Kekekalan Energi Kinetik, kita
dapat memperhatikan penjelasan Gambar 8.2. Ketika
peluru dan balok bertemu, hukum kekekalan
momentum hanya berlaku untuk waktu yang sangat
singkat karena tidak ada gaya luar yang bekerja pada
saat itu. Dapat ditulis secara matematis,

𝑚1 𝑣1 + 𝑚2 𝑣2 = 𝑚1 𝑣 ′1 + 𝑚2 𝑣 ′ 2 (8 − 17)

𝑚1 𝑣1 + 𝑚2 (0) = (𝑚1 + 𝑚2 )𝑣 ′ (8 − 18)

𝑚1 𝑣1 = (𝑚1 + 𝑚2 )𝑣 ′ (8 − 19)

Selanjutnya sesudah balok akan bergerak, Hukum


Kekekalan Momentum tak berlaku lagi, hal ini terjadi
karena ketika balok dan peluru yang tertanam di
dalamnya mulai bergerak, gaya luar yaitu gaya gravitasi
akan bekerja pada balok dan peluru. Gaya gravitasi ini
akan cenderung menarik balok kembali menuju posisi
setimbang. Karena adanya gaya luar total yang bekerja,
sehingga hukum Kekekalan Momentum tidak berlaku
setelah balok bergerak. Selanjutnya kita bisa melakukan
analisis gerakan balok serta peluru sesudah terjadi

245
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

tumbukan lewat hukum Kekekalan Energi Mekanik.


Ketika balok bergerak setelah tumbukan, energi kinetik
secara bertahap berubah menjadi energi potensial
gravitasi. Seluruh Energi Kinetik akan menjadi Energi
Potensial Gravitasi ketika balok dan peluru mencapai
ketinggian maksimum (h). Yang artinya di ketinggian
maksimum (h), Energi Potensial gravitasi nilainya
maksimum, sedangkan EK = 0. Selanjutnya
persamaannya dapat kita turunkan jika balok maupun
peluru tepat akan bergerak pada kecepatan 𝑣 ′ , saat itu
ℎ1 = 0 dan di saat balok juga peluru di ketinggian
maksimum, ℎ2 = ℎ serta 𝑣2 = 0. Dalam tumbukan tidak
lenting sama sekali, Hukum Kekekalan Energi Mekanik
dapat dinyatakan sebagai,

𝐸𝑀1 = 𝐸𝑀2 (8 − 20)

𝐸𝑃1 + 𝐸𝐾1 = 𝐸𝑃2 + 𝐸𝐾2 (8 − 21)

0 + 𝐸𝐾1 = 𝐸𝑃2 + 0 (8 − 22)

1
(𝑚 + 𝑚2 )𝑣 ′2 = (𝑚1 + 𝑚2 )𝑔ℎ (8 − 23)
2 1

B. Hukum Kekekalan Momentum

Kita bisa meninjau momentum pada dua benda yang


bertumbukan satu sama lain, di mana kita ketahui bahwa
momentum adalah perkalian dari massa benda dan
kecepatan sebuah benda yang bergerak. Maka momentum
dari sebuah benda akan berhubungan dengan massa juga
kecepatan dari benda tersebut saat bergerak. Namun
momentum tidak bisa kita tinjau melalui massa dan
kecepatannya saja.

246
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Gambar 8.3 Bola biliar sebagai gambaran momentum


Saat kita menonton permainan biliar, biasanya bola akan
berusaha dimasukkan ke dalam lubang oleh pemain, dan
sasarannya biasanya adalah bola yang sedang diam, seperti
diilustrasikan pada Gambar 8.3. Jika kita cermati bola biliar
yang disodok ke arah bola biliar target, lama kelamaan
kecepatan geraknya akan berkurang sesudah kedua bola
biliar tersebut melakukan tumbukan dan kebalikannya bola
biliar yang awalnya diam sesudah bertumbukan akan
bergerak. Karena massa dari bola biliar tidak berubah, maka
kecepatannya akan mengalami perubahan. Karena
pengurangan kecepatan akan dialami oleh bola biliar yang
disodok sesudah tumbukan, ini mengakibatkan
momentumnya ikut berkurang. Ini mengartikan bahwa
momentum yang hilang pada bola biliar yang disodok telah
berpindah ke bola biliar target. Pergerakan bola biliar target
itulah yang menandakan bahwa bola biliar target memiliki
momentum. Artinya momentum bola biliar yang disodok
berpindah ke bola biliar target. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa perubahan momentum pada kedua bola
biliar setelah terjadi tumbukan disebabkan karena adanya

247
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

“perpindahan momentum” dari satu bola biliar ke bola biliar


lainnya.

Pada saat sebelum tumbukan, bola biliar target diam


sehingga momentumnya adalah 0, sedangkan bola biliar yang
disodok bergerak dengan kecepatan tertentu; Bola biliar yang
disodok memiliki momentum. Setelah terjadi tumbukan,
kecepatan bola biliar yang disodok berkurang maka
momentumnya juga berkurang. Sebaliknya, bola biliar target
yang awalnya diam menjadi bergerak setelah terjadi
tumbukan. Karena bergerak maka kita bisa mengatakan
bahwa momentum bola biliar target “bertambah”. Dapat kita
disimpulkan bahwa jumlah momentum kedua bola biliar
tersebut sebelum tumbukan sama dengan jumlah momentum
kedua bola biliar setelah tumbukan. Hal ini berlaku jika tiada
gaya luar atau gaya eksternal pada benda yang bertumbukan.
Akibatnya, penelitian ini dibatasi pada dua objek bertabrakan
tanpa pengaruh asing. Selanjutnya kita bisa memperhatikan
Gambar 8.4.

Gambar 8.4 Analisis Hukum Kekekalan Momentum pada bola


biliar

248
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Bila dua benda yang saling menumbuk digambarkan seperti


Gambar 8.4, maka hukum kekekalan momentum secara
matematis dapat dinyatakan dengan persamaan,

𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 = 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛

Keterangan:

𝑚1 = massa benda 1,

𝑚2 = massa benda 2,

𝑣1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan,

𝑣2 = kecepatan benda 2 sebelum tumbukan,

𝑣 ′1 = kecepatan benda 1 setelah tumbukan,

𝑣 ′ 2 = kecepatan benda 2 setelah tumbukan

Jika dinyatakan dalam momentum, maka:

𝑚1 𝑣1 = momentum benda 1 sebelum tumbukan,

𝑚2 𝑣2 = momentum benda 2 sebelum tumbukan,

𝑚1 𝑣 ′1 = momentum benda 1 setelah tumbukan,

𝑚2 𝑣 ′ 2 = momentum benda 2 setelah tumbukan

Persamaan Hukum II Newton juga dapat digunakan untuk


menurunkan Hukum Kekekalan Momentum ketika hanya
peristiwa tumbukan satu dimensi yang ditinjau.

Persamaan untuk Hukum II Newton dapat ditulis ulang,

∆𝑝
∑𝐹 = (8 − 24)
∆𝑡

Selanjutnya kedua ruas dikalikan dengan ∆𝑡, maka

∑ 𝐹 ∆𝑡 = ∆𝑝 (8 − 25)

249
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Ketika bola 1 dan 2 bertemu (mengalami tumbukan), bola 1


menghasilkan gaya sebesar 𝐹21 untuk bola 2, di mana arah
dari gayanya menuju ke kanan, seperti yang terlihat pada
Gambar 8.5.

1 2
𝐹12 𝐹21

Gambar 8.5 Tumbukan dua buah bola


Pada bola ke 2 momentumnya dinyatakan lewat persamaan,

∆𝑝2 = 𝐹21 ∆𝑡 (8 − 26)

∆𝑝′ 2 − ∆𝑝2 = 𝐹21 ∆𝑡 (8 − 27)

𝑚2 𝑣 ′ 2 − 𝑚2 𝑣2 = 𝐹21 ∆𝑡 (8 − 28)

Bola kedua memberikan gaya reaksi pada bola pertama,


seperti yang ditunjukkan oleh hukum ketiga Newton (hukum
aksi-reaksi), dengan besarnya 𝐹21 = – 𝐹21 . Ini menunjukkan
bahwa gaya reaksi sama dengan gaya aksi, dengan tanda
negatif menunjukkan arah yang berlawanan.

Persamaan momentum bola 1 adalah sebagai berikut,

∆𝑝1 = 𝐹12 ∆𝑡 = −𝐹21 ∆𝑡 (8 − 29)

∆𝑝′1 − ∆𝑝1 = 𝐹12 ∆𝑡 = −𝐹21 ∆𝑡 (8 − 30)

𝑚1 𝑣 ′1 − 𝑚1 𝑣1 = 𝐹12 ∆𝑡 = −𝐹21 ∆𝑡 (8 − 31)

Karena 𝐹12 ∆𝑡 = −𝐹21 ∆𝑡, maka kita dapat menggabungkan


persamaan (8 − 28) dan (8 − 31),

𝑚1 𝑣 ′1 − 𝑚1 𝑣1 = (𝑚2 𝑣 ′ 2 − 𝑚2 𝑣2 ) (8 − 32)

𝑚1 𝑣 ′1 − 𝑚1 𝑣1 = −𝑚2 𝑣 ′ 2 − 𝑚2 𝑣2 (8 − 33)

𝑚1 𝑣 ′1 + 𝑚2 𝑣 ′ 2 = 𝑚1 𝑣1 + 𝑚2 𝑣2 (8 − 34)

250
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Persamaan ini juga bisa ditulis dalam bentuk,

𝑚1 𝑣1 + 𝑚2 𝑣2 = 𝑚1 𝑣 ′1 + 𝑚2 𝑣 ′ 2 (8 − 35)

Hukum Kekekalan Momentum diwakili oleh persamaan ini.


Ketika jumlah gaya pada benda yang saling bertabrakan sama
dengan 0. Hukum Kekekalan Momentum berlaku jika gaya
total pada dua benda yang bertumbukan adalah 𝐹12 +(−𝐹21 ) =
0 pada pernyataan di atas. Ketika gaya total diperhitungkan
pada persamaan momentum, maka

∆𝑝 = ∑ 𝐹∆𝑡 (8 − 36)

∆𝑝 = (𝐹12 −𝐹21 )∆𝑡 (8 − 37)

∆𝑝 = 0 (8 − 38)

Ini menunjukkan bahwa jika gaya total pada sistem sama


dengan 0, momentum keseluruhan akan tetap sama. Sistem
dalam hal ini melibatkan objek yang bertumbukan. Hukum
kekekalan momentum tidak berlaku jika pada sistem bekerja
secara eksternal atau jika gaya yang diberikan oleh benda di
luar sistem tidak nol. Maka kesimpulannya, “Momentum total
benda-benda sebelum tumbukan sama dengan momentum
total benda-benda setelah bertumbukan jika tidak ada gaya
luar yang bekerja pada benda. Ini merupakan Hukum
Kekekalan Momentum.

251
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

C. Prinsip Kerja Roket

Gambar 8.6 Sebuah Roket


Penerapan hukum ketiga Newton dan kekekalan momentum
pada daya dorong roket dan jet sangat menarik. Bahan bakar
hidrogen cair dan oksigen cair disimpan dalam tangki di roket.
Bahan bakar dibakar untuk menghasilkan gas di ruang
bakar, yang kemudian dilepaskan melalui mulut pipa di
belakang roket. Akibatnya, ada perubahan momentum gas
selama periode waktu tertentu. Hukum kedua Newton
menyatakan bahwa perubahan momentum selama periode
waktu sama dengan gaya total. Artinya ada gaya total dalam
gas yang disemburkan roket ke belakang. Gaya total adalah
gaya aksi ke bawah yang diberikan oleh roket pada gas. Gas
bereaksi dengan mengerahkan gaya reaksi pada roket, yang
besarnya sama dengan gaya aksi, tetapi dalam arah yang
berlawanan. Gaya reaksi gas inilah yang mendorong roket ke
atas.

Contoh soal 8.1

Seorang anak mengendarai mobil yang memiliki massa 800


kg dan bergerak pada kecepatan 60 km/jam. Selanjutnya

252
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

mobil tersebut tiba-tiba berhenti dalam waktu 0,2 detik


setelah menabrak pohon. Berapakah gaya rata-rata yang
beroperasi pada mobil tersebut?

Jawaban:

Diketahui:

𝑣1 = 60 km/jam = 60.000 m / 3600 s = 16,7 m/s

Impuls = perubahan momentum

𝑓. 𝑡 = 𝑚𝑣2 − 𝑚𝑣1

𝑣2 = 0 (Berhenti setelah tumbukan)

−𝑚𝑣1 = (−800 𝑘𝑔 𝑥 16,7 𝑚/𝑠)


𝑓=
𝑡 0,2 𝑠

𝑓 = −66666,7 𝑘𝑔. 𝑚/𝑠 2

𝑓 = −6,67𝑥104 𝑘𝑔. 𝑚/𝑠 2

Contoh soal 8.2

Seorang anak yang massanya 50 kg menaiki sebuah perahu


yang bermassa 100 kg. Selanjutnya perahu tersebut bergerak
dengan kecepatan 2 m/s. Carilah kecepatan dari sampan, jika
anak itu loncat dari perahu saat perahu kemudian bergerak
dengan kecepatan 1 m/s yang mana arah loncat si anak
tersebut:

a. Menuju arah belakang dari arah gerak perahu


b. Menuju arah depan dari arah gerak perahu
Jawaban:

𝑣0 = −1 𝑚/𝑠
𝑣𝑝 = 2 𝑚/𝑠

253
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

(𝑚0 + 𝑚𝑝 )𝑣 = 𝑚0 𝑣0 + 𝑚𝑝 𝑣𝑝

(50 + 100)(2) = (50)(−1) + (100)𝑣𝑝

𝑣𝑝 = (150)(2) + (50)/(−1)𝑚/𝑠 = 3,5 𝑚/𝑠

Ke arah depan jauh lebih besar

𝑣0 = −1 𝑚/𝑠
𝑣𝑝 = 2 𝑚/𝑠

(𝑚0 + 𝑚𝑝 )𝑣 = 𝑚0 𝑣0 + 𝑚𝑝 𝑣𝑝

(50 + 100)(2) = (50)(1) + (100)𝑣𝑝

𝑣𝑝 = (150)(2) − (50)/(100)𝑚/𝑠 = 2,5 𝑚/𝑠

Ke arah depan jauh lebih besar.

Contoh soal 8.3

Seorang anak menjatuhkan sebuah bola ke lantai dari atas


ketinggian 2 m sehingga mengakibatkan bola tersebut
terpantul sejauh 1,5 m ke atas lantai, selanjutnya pantulan
tersebut terjadi lagi setinggi ¾ dari tinggi sebelumnya hingga
akhirnya bola berhenti di lantai. Carilah:

a. Koefisien restitusi tumbukan antara bola dan lantai

b. Lintasan yang dilewati bola dari ketika dijatuhkan


hingga berhenti.

Jawaban:

Koefisien restitusi tumbukan,

𝑒 = −(𝑣2 − 𝑣1 )/(𝑣2 − 𝑣1 )

𝑒 = (ℎ2 − ℎ1 )1/2

254
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

𝑒 = (1,5/2)1/2

𝑒 = 0,87

Rute bola adalah jumlah deret geometri yang tidak terbatas


dengan pengali (p) = (3/4) = 0,75 sebagai nilai pengali. Bola
hanya melewati lintasan awal satu kali saat pertama kali
dijatuhkan, tetapi melewati lintasan berikutnya dua kali, satu
kali untuk lintasan bola ke atas dan satu kali untuk lintasan
bola ke bawah.

Maka rute yang dilewati bola hingga berhenti besarnya:

𝑠𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ0 + 2(𝑎/(1 − 𝑝)

di mana :

ℎ0 = tinggi mula-mula

𝑎 = pantulan pertama

𝑝 = faktor pengali

𝑠𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 2𝑚 + 2(1,5/(1 − 0,75)𝑚 = 2𝑚 + 12𝑚 = 14𝑚

Contoh soal 8.4

Sebutir peluru bermassa 0,01 kg ditembakkan pada suatu


ayunan balistik yang massanya 1 kg, akibatnya peluru
bersarang di dalamnya dan ayunan naik setinggi 0,2 m dari
kedudukan semula. Jika g =10m/s2. Hitunglah kecepatan
peluru yang ditembakkan!

Jawaban:

mpeluru = 0,01 kg

mbalastik = 1 kg

h = 0,2 m

255
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

g = 10 m/s2

Ditanyakan:

Kecepatan peluru saat ditembakkan (vpeluru)

Pada peristiwa ini berlaku Hukum Kekekalan Energi Mekanik,

1
𝑚𝑣 2 = 𝑚𝑔ℎ
2

𝑣 = √2𝑔ℎ

𝑣 = √2(10)(0,2)

𝑣 = 2 𝑚/𝑠

Maka kecepatan peluru dan balastik setelah bertumbukan


adalah 2 m/s.

Peristiwa ini merupakan tumbukan tidak lenting sama sekali


karena peluru bersarang di balastik, di mana vb = 0 (diam)
sehingga berlaku:

mpeluruvpeluru + mbalastikvbalastik = (mpeluru + mbalastik) v

0,01vp + 0 = (1,01) 2

Maka, vp = 202 m/s

256
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Contoh soal 8.5

Benda A dan B di mana A bermassa 2 kg begitu juga dengan


B massanya 2 kg bertumbukan satu sama lain. Kecepatan
masing-masing sebelum tumbukan yaitu 𝑣𝐴 = 15𝑖 + 30𝑗 𝑚/𝑠
dan 𝑣𝐵 = −10𝑖 + 5𝑗 𝑚/𝑠. Selanjutnya kecepatan benda A
setelah tumbukan yaitu 𝑣𝐴 ′ = −5𝑖 + 20𝑗 𝑚/𝑠. Hitunglah
persentase 𝐸𝑘 yang hilang sesudah tumbukan!

Jawaban:

Hukum kekekalan momentum:

𝑚𝐴 𝑣𝐴 + 𝑚𝐵 𝑣𝐵 = 𝑚𝐴 𝑣𝐴 ′ + 𝑚𝐵 𝑣𝐵 ′
(𝑚)(15𝑖 + 30𝑗) + 𝑚(−10𝑖 + 5𝑗) = (𝑚)(−5𝑖 + 20𝑗) + 𝑚𝑣𝐵 ′
𝑣𝐵 = 10𝑖 + 5𝑗
Energi kinetik sebelum terjadinya tumbukan:

𝐸𝑘 = 𝐸𝑘𝐴 + 𝐸𝑘𝐵
1 1
𝐸𝑘 = 𝑚𝑣𝐴 2 + 𝑚𝑣𝐵 2
2 2
1
𝐸𝑘 = (2)(152 + 302 ) + (102 + 52 ) = 1250𝐽
2
Energi kinetik setelah terjadinya tumbukan:

𝐸𝑘 = 𝐸𝑘𝐴 + 𝐸𝑘𝐵
1 1
𝐸𝑘 = 𝑚𝑣𝐴 2 + 𝑚𝑣𝐵 2
2 2
1
𝐸𝑘 = 𝑚(𝑣𝐴 2 + 𝑣𝐵 2 )
2
1
𝐸𝑘 = (2)(52 + 202 ) + (102 + 152 ) = 750𝐽
2
Maka persentase energi yang hilang adalah:

∆𝐸𝑘 1250 − 750


𝑥100% = 𝑥100% = 40%
𝐸𝑘 1250

257
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

Pertanyaan

1. Dengan kecepatan 60 cm/s dan 100 cm/s, dua buah balok


dengan berat 600 gram dan 300 gram bergerak berlawanan
arah pada permukaan meja tanpa gesekan.
a. Berapa kecepatan balok yang menyatu jika kedua balok
yang bersatu itu bergerak bersama?
b. Hitung jumlah energi kinetik yang hilang selama
tumbukan!
c. Jika tumbukan lenting sempurna, hitung kecepatan
masing-masing balok!
2.

Asumsikan mA = 2 kg, mB = 4 kg, dan 𝜇𝐴 = 5 m/s, 𝜇𝐵 = 3 m/s


pada gambar di atas. Kedua benda tersebut tidak terpisah
setelah tumbukan, tetapi tetap terhubung, seperti gerbang
kereta api yang dihubungkan sehingga VA = VB. Setelah
tumbukan, berapakah kecepatannya? (Di mana (a) benda A
mengejar benda B, (b) terjadi gaya respon aksi selama
tumbukan, dan (c) Benda B lari dari benda A setelah
tumbukan.).

3. Sebuah peluru bermassa 20 gram ditembakkan dan


menumbuk balok horizontal yang diam. Balok dihubungkan
dengan pegas, sehingga pegas tertekan 1000 cm. Jika balok
memiliki massa 990 gram. Hitunglah:

258
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

a. Energi potensial pegas (maksimum) karena tekanan


balok!
b. Kecepatan balok sesudah terkena peluru!
c. Kecepatan awal peluru!
4. Sebuah kapal bermassa 25.000 ton bergerak dengan
kecepatan 5 knot. Tentukan momentum kapal. Di mana : 1
knot sama dengan 1 mil laut per jam, atau 1,852 kilometer
per jam)
5. Truk bermassa 3 ton yang berhenti ditabrak oleh sebuah
mobil berkecepatan 60 km/jam dari arah belakang. Setelah
terjadinya tumbukan, truk dan mobil bergandengan serta
bergerak bersama-sama (tumbukan tidak elastik). Bila massa
mobil 800 kg. Carilah kecepatan masing-masing truk dan juga
mobil setelah bertumbukan!
6. Bola yang massanya 20 gram dengan kecepatan 𝑣1 = 4 𝑚/𝑠
bergerak ke kiri. Setelah membentur tembok, bola terpantul
dengan kecepatan 𝑣1 = 2 𝑚/𝑠 ke kanan seperti yang terlihat
pada gambar di bawah. Hitunglah besar impuls yang
dihasilkan!

7. Sebuah bola terjatuh dari ketinggian h=400 cm ke arah tanah,


selanjutnya bola tersebut memantul seperti yang terlihat pada
gambar di bawah. Hitunglah koefisien restitusi bola, jika

259
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

ketinggian pantulan pertama ¼ h dan massa bola adalah 150


gram!

8. Seorang anak menjatuhkan sebuah bola dari ketinggian x


sebagaimana yang terlihat melalui gambar di bawah.
Hitunglah besarnya X bila tinggi bola saat memantul pertama
kalinya 50 cm serta pantulan kedua 20 cm!

9. Dua buah benda titik di mana m1 massanya 5 kg dan m2


massanya 6 kg berdekatan di bidang datar di mana
permukaan bidang tersebut licin. Sistem ini memperoleh
impuls gaya yang mengakibatkan benda bergerak dengan
kelajuan benda pertama v1 = 1 m/s dan kelajuan benda kedua
v2 = 2 m/s dan arahnya tegak lurus. Hitunglah impuls gaya
pada sistem tersebut!

260
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

10. Sebuah bola terjatuh dari ketinggian sebagaimana yang


terlihat pada gambar di bawah. Ketika pantulan pertama
tinggi bola mencapai 50 cm. Selanjutnya bola terpantul lagi
hingga ketinggian h2, hitunglah besarnya h2!

11. Bola dengan massa 3 kg dijatuhkan dari ketinggian h di atas


lantai sehingga mencapai ketinggian h’. Jika g = 10 m/s2,
hitunglah impuls yang bekerja pada bola tersebut!

12. Dua bola dengan massa masing-masing bola pertama 3 kg


dan bola kedua 2 kg bergerak bergerak dengan arah
berlawanan seperti yang terlihat seperti pada gambar di
bawah. Kedua bola selanjutnya bertumbukan dan setelah itu
masing-masing berbalik arah dengan kelajuan bola pertama
1 m/s dan kelajuan bola kedua 5 m/s. Hitunglah kelajuan B
setelah terjadinya tumbukan!

261
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

13. Bola bermassa 100 gram terjatuh melalui ketinggian 80 cm


dengan tidak disertai kecepatan awal. Sesudah bertumbukan
dengan lantai bola tersebut terpantul dengan kecepatan 1
m/s. Hitunglah impuls ketika bola mengenai lantai!
14. Dua troli bermassa sama 1 kg, bergerak mendekat satu sama
lain dengan vA = 4 m.s-1 dan vB = 5 m.s-1 seperti ditunjukkan
pada gambar di bawah. Kedua troli bertumbukan tidak
lenting sama sekali. Hitung kecepatan troli setelah
bertumbukan!

15. Dua bola benda dengan massa sama bergerak pada suatu
garis lurus dan saling mendekati seperti yang terlihat pada
gambar di bawah. Jika v2’ merupakan kecepatan bola 2
setelah tumbukan ke kanan dengan laju 5 m.s -1. Hitunglah
besar kecepatan v2’ setelah tumbukan!

16. Dua benda masing-masing bermassa 2 kg bergerak dengan


kecepatan 10 m/s ke kanan dan 2 m/s ke kiri saling

262
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

mendekati satu sama lain. Kedua benda bertumbukan dan


akhirnya menyatu. Hitung kecepatan masing-masing benda
setelah tumbukan!
17. Mobil A bermassa 2000 kg bergerak dengan kecepatan 2 m/s
ke arah kanan dan mobil B bermassa 1500 kg bergerak
dengan kecepatan 3 m/s ke kiri. Hitunglah besar momentum:
a. Mobil A
b. Mobil B
c. Jumlah momentum mobil A dan B.
18. Sebuah bola yang massanya 0,5 kg jatuh dari ketinggian 10
meter. Jika setelah menumbuk lantai benda memantul
dengan kecepatan 6 m/s. Hitunglah besar impuls yang
bekerja pada bola!
19. Seorang anak menendang bola bermassa 1 kg, akibatnya bola
bergerak dengan kecepatan 15 m/s, selanjutnya bola
mengenai sebuah kaleng 1 kg yang diam. Jika tabrakan yang
terjadi antara bola dan kaleng adalah lenting sebagian di
mana e = 0,5. Hitunglah:
a. Kecepatan bola dan kecepatan kaleng setelah tumbukan
b. Energi yang hilang akibat tumbukan
20. Sebuah benda bermassa 1,5 kg diikat pada tali yang
panjangnya 4 m, kemudian dilepaskan tanpa kecepatan dan
mengenai balok yang bermassa 10 kg yang mulanya dalam
keadaan diam. Bila koefisien restitusi e = 0,2. Hitunglah
kecepatan lok setelah tumbukan!
21. Sebuah pistol melepaskan peluru yang massanya 50 gram
dengan kecepatan 1000 meter per detik. Penembak
mempertahankan kendali pistol dengan mengerahkan gaya
180 N. Berapa jumlah maksimum peluru yang dapat
ditembakkan setiap menit?

263
MOMENTUM DAN TUMBUKAN

22. Sebuah granat yang tenang meledak, pecah menjadi dua


bagian yang terbang ke arah yang berlawanan. M 1 : M2 = 1 : 2
adalah perbandingan massa antara dua buah benda. Hitung
perbandingan energi kinetik granat pertama dan kedua jika
energi yang dilepaskan adalah 3 x 105 J.

264
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M (2016). Fisika Dasar 1. Hal. 87-117, Penerbit Institute


Teknologi Bandung.
Cholis, B., Yuniarti, H. (2008).Fisika Dasar 1 Bagian Mekanika. hal.
47-51, Universitas Trisakti.
Effendi, Asnal. (2012). Fisika 1 Bab 3 Dinamika Partikel
Josephine, N.E (2020). Gerak Melingkar, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Nurhudayah. (2019). Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda
Tegar, Direktorat Pembinaan SMA – Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Pamungkas, Joko. (2004). Pengantar Teknik Reservoir Migas &
Pabum, UPN “Veteran”.
Tipler. (1991): Fisika untuk Sains dan Teknik, hal.155-200,
Penerbit Erlangga.
Yahdi, M. (1996). Pengantar Fisika Mekanika, hal. 91-94, Penerbit
Universitas Gunadarma.
Zemansky, S. (1985): Fisika untuk Universitas 1 Mekanika. Panas.
Bunyi.hal. 35-50, Penerbit Binacipta, Jakarta.

265
Tim Penulis

Yusraida Khairani Dalimunthe, S.Pd., M.Sc. Lulus


S1 dari Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Medan (UNIMED) tahun 2011, lulus S2 dari
Program Studi Ilmu Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada
(UGM) tahun 2014. Saat ini adalah dosen tetap
Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian
dan Energi, Universitas Trisakti. Mengampu mata kuliah Fisika
Dasar, Matematika dan Thermodinamika. Aktif menulis di berbagai
jurnal ilmiah nasional maupun internasional dan pernah tampil
sebagai pembicara di 8 konferensi internasional, 1 kali di Abu
Dhabi, 1 kali di China dan 6 kali di Indonesia. Saat ini sedang
melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Teknologi
Bandung (ITB).

Dr. Ir. Listiana Satiawati, M.Si. Lulus S1 dari


Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya tahun 1986, lulus S2 dari Program Studi
Ilmu Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI) tahun
2011, lulus S3 dari Program Studi Ilmu Bahan-
bahan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia (UI) tahun 2020. Saat ini adalah dosen tetap
Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian
dan Energi, Universitas Trisakti. Mengampu mata kuliah Fisika
Dasar, Matematika Teknik dan Mekanika Fluida.

Anda mungkin juga menyukai