Anda di halaman 1dari 79

i

PENGANTAR ANALISIS UNTUK BAHAN PANGAN

Dr. Oktaf Rina, S.Si., M.Si

Mega Press

i
PENGANTAR ANALISIS UNTUK BAHAN PANGAN

Penulis : Dr. Oktaf Rina, S.Si., M.Si


ISBN : 978-623-99966-4-2
Editor : Hanny Novindaning Tyas
Design Sampul : Muhammad Zaky
Setting Layout : Hanny Novindaning Tyas

Diterbitkan & dicetak oleh C.V MEGA PRESS NUSANTARA


Cetakan Pertama, Juni 2022

Alamat Redaksi :
Komplek Perumahan Janatipark III, Cluster Copernicus Blok D-
07, Cibeusi, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
45363

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak


karya tulis dalam bentuk dan dengan cara apapun, tanpa ijin
tertulis dari penerbit

ii
Sanksi Pelanggaran
Undang-Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta
Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana pen-jara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling ban-yak Rp
100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) ta-hun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)

iii
PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
barakah-Nya maka telah berhasil diselesaikan penyusunan
sebuah buku tentang Pengantar Analisis untuk Bahan
Pangan yang akan digunakan bagi mahasiswa program
studi Teknologi Pangan di Semester II maupun bidang
keilmuan lain yang relevan.
Analisis pangan merupakan mata kuliah keahlian
pada program studi Teknologi Pangan. Analisis pangan
adalah salah satu subbidang ilmu pangan yang
berhubungan dengan cara-cara atau metode analitik dalam
mendeteksi dan menetapkan komponen-komponen yang
terdapat dalam bahan pangan baik segar maupun produk
pangan olahan. Adapun tujuan umum yang akan dicapai
setelah mahasiswa selesai mengikuti mata kuliah ini adalah:
1. Memahami aspek dan ruang lingkup analisis pangan dan
bahan pertanian.
2. Menguasai metoda-metoda analisis yang dapat
digunakan bagi bahan makanan dan pertanian.
3. Memiliki kompetensi untuk melakukan analisis terhadap
bahan pangan dan pertanian.
Berdasarkan kompetensi yang akan inginkan tersebut
maka penguasaan terhadap teori pendukungnya juga
sangatlah diperlukan. Ucapan terima kasih kami tujukan bagi
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku
pengantar analisis untuk bahan pangan ini. Kritik dan saran
akan terus kami harapkan demi perbaikan dimasa
mendatang. Semoga tulisan yang sederhana ini dapat
menjadi pedoman bagi setiap mahaiswa dalam mengikuti
perkuliahan analisis pangan sehingga akan lebih berhasil
lagi dalam mengikuti perkuliahan analisis pangan.

Bandar Lampung, Maret 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... viii
BAB 1 PENGANTAR ................................................................... 1
1.1 Pengertian Analisis Pangan ....................................... 2
1.2 Ruang Lingkup Analisis Pangan ................................. 3
1.3 Pengetahuan Bahan Kimia......................................... 4
1.4 Keselmatan Kerja di Laboratorium ............................ 7
Latihan Soal ........................................................................... 9
BAB 2 ANALISIS KIMIA ............................................................ 11
2.1 Penggolongan Metoda Analisis Kimia ........................... 11
2.2 Analisis Volumetri .......................................................... 13
2.3 Larutan Indikator ........................................................... 15
Latihan soal.......................................................................... 17
BAB 3 ANALISIS FISIKA ............................................................ 18
3.1 Pengertian ..................................................................... 18
3.2 Viskositas ....................................................................... 19
3.3 Konsistensi dan Kekerasan ............................................ 20
3.4 Berat Jenis ..................................................................... 21
3.5 Refraktomeri ................................................................. 24
3.6 Polarimetri ..................................................................... 26
v
Latihan Soal ......................................................................... 28
BAB 4 ANALISIS PROKSIMAT ................................................... 30
4.1 Pengertian ..................................................................... 30
4.2. Analisis Kadar Air dan Abu ............................................ 31
4.3. Analisis Protein ............................................................. 32
4.4 Analisis Lemak................................................................ 34
4.5.Analisis Karbohidrat....................................................... 35
Latihan Soal ......................................................................... 43
BAB 5 INSTRUMENTASI ANALISIS ........................................... 44
5.1 Jenis Metoda Analisis Instrumentasi ............................. 44
5.2 Spektrofotometri ........................................................... 46
5.3. Kromatografi ................................................................. 49
Latihan Soal ......................................................................... 53
BAB 6 ANALISIS MIKROBIOLOGI ............................................. 55
6.1 Pengertian ..................................................................... 55
6.2 Tujuan Analisis Mikrobiologi terhadap Bahan Pangan .. 56
6.3 Pertumbuhan Mikroba .................................................. 56
6.4 Jenis Metoda Analisis Mikrobiologi ............................... 58
Latihan Soal ......................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 64
TENTANG PENULIS ................................................................... 66

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Faktor konversi beberapa bahan ..................... 34


Tabel 4. 2 Penentuan glukosa, fruktosa dan gula invert
dalam suatu bahan menurut metoda Luff Schoorl ............ 38
Tabel 5. 1 Penggolongan metoda analisis instrumentasi .. 45

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Jenis Viskosimeter .......................................20


Gambar 3. 2 Bentuk alat piknometer, a) piknometer botol,
b) piknometer pipet ..........................................................22
Gambar 3. 3 Neraca Mohr-Westphal.................................23
Gambar 3. 4 Refraksi cahaya pada suatu permukaan batas
.....................................................................................................25
Gambar 6. 1 Alat Hemositometer ..................................... 59
Gambar 6. 2 Perhitungan Dengan Cara Pengenceran
Sederhana ........................................................................61

viii
BAB 1
PENGANTAR
Bahan pangan merupakan salah satu bentuk bahan
alam yang kompleks karena terdiri dari campuran berbagai
senyawa yang secara alamiah ada sebagai hasil dari
metabolisme sel tanaman dan hewan. Senyawa-senyawa
dalam bahan pangan tersebut akan dimanfaatkan oleh
manusia sebagai bahan dasar untuk pertumbuhan dan
perkembangan hidupnya. Bahan pangan sangat erat sekali
hubungannya dengan hidup manusia. Kecukupan akan
bahan pangan berpengaruh terhadap kesejahteraan
kehidupan manusia.
Kualitas suatu bahan pangan akan dipengaruhi oleh
senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya. Semakin
banyak senyawa dalam bahan pangan yang akan dioleh dan
dimanfaatkan oleh tubuh maka bahan pangan tersebut akan
makin baik untuk dikonsumsi, atau dengan kata lain disebut
bahan pangan yang bergizi Fardias et all (1989).
Secara umum, senyawa yang ada dalam suatu
bahan pangan dibedakan menjadi beberapa kelompok
senyawa yaitu :
a. Senyawa makromolekul
Kelompok senyawa ini merupakan komponen
terbesar dalam suatu bahan pangan. Senyawa
makromolekul diartikan sebagai senyawa yang
mempunyai ukuran molekul yang relatif lebih
besar/kompleks dan terdiri dari rangkaian molekul yang
lebih sederhana. Senyawa ini antara lain adalah
karbohidrat, protein dan lemak. Senyawa kelompok ini
sering disebut juga sebagai makronutrien dalam bahan
pangan.
b. Senyawa mikromolekul
Dalam bahan pangan, senyawa yang disebut dengan
mikromolekul merupakan senyawa yang membantu
proses metabolisme tubuh. Kelompok senyawa ini
adalah jenis vitamin dan mineral. Dalam ilmu pangan,
senyawa ini disebut dengan mikronutrien.
1
c. Senyawa Metabolit
Senyawa ini terdapat dalam bahan pangan secara
alamiah sebagai hasil metabolisme sel. Senyawa-
senyawa ini juga akan ikut masuk kedalam tubuh
manusia melalui makanan.
Senyawa metabolit bisa dikelompokkan menjadi :
1) Jenis food adjunct / bahan ikutan.
Langsung ada dalam bahan makanan dari bahan
dasarnya seperti zat warna alami, kafein dalam kopi
dan asam fitat dalam kedelai.
2) Jenis metabolit yang sengaja ditambahkan.
Seperti asam laktat untuk pengolahan susu dan
asam asetat untuk pembuatan cuka.
3) Jenis metabolit yang tidak disengaja dan bersifat
toksik.
Seperti asam bongkrek pada tempe, dan aflatoksin
yang ada dalam serealia.
d. Senyawa Yang Sengaja Ditambahkan dalam Bahan
Makanan
Senyawa ini disebut dengan Food Additive dan
jenisnya sesuai dengan tujuan penggunaannya, seperti ;
1) Bahan pengawet : seperti asam benzoat.
2) Bahan penstabil : seperti gum dan lesitin.
3) Bahan penyedap rasa dan aroma : seperti MSG,
sakarin, garam.
4) Bahan penyegar : seperti CO2 pada minuman
berkarbonasi.
Jadi dalam suatu bahan pangan akan banyak sekali
senyawa didalamnya dengan jumlah dan sifat yang
berbeda.

1.1 Pengertian Analisis Pangan


Analisis pangan merupakan pengetahuan atau studi
tentang tata cara melakukan pemeriksaan terhadap
sampel, termasuk bahan pangan yang akan dioleh
menjadi bahan makanan sesuai dengan prosedur yang
ada.
2
Analisis pangan akan bertujuan untuk
mengidentifikasi dan mengetahui jenis serta jumlah
senyawa-senyawa yang ada dalam bahan pangan.
Beraneka ragamnya bahan pangan yang ada saat ini
akan memperkaya variasi bahan makanan yang akan
dikonsumsi. Namun, setiap bahan pangan yang akan
dioleh menjadi bahan makanan harus dilakukan analisis
terlebih dahulu terutama untuk bahan alam yang baru
ditemukan sehingga kualitas gizi dan keamanannya
akan terjamin.

1.2 Ruang Lingkup Analisis Pangan


Analisis pangan akan mencakup pemeriksaan jenis
senyawa ( analisis kualitatif ) dan pemeriksaan
jumlah/kadar zat ( analisis kuantitatif ). Pemeriksaan
secara kualitatif ditujukan pada jenis senyawa yang
bersifat toksik bagi bahan makanan sehingga
keberadaan zat tersebut harus dihindari, termasuk juga
cemaran mikroba. Sedangkan analisis kuantitatif
ditujukan untuk penentuan besarnya kadar senyawa-
senyawa makro dan mikronuitrien dalam bahan pangan
Sudarmadji (1989).
Jadi analisis pangan yang akan dilakukan terhadap
suatu bahan makanan akan meliputi pemeriksaan
Sudarmadji (1990) :
a. Analisis komponen kimia
Meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap
senyawa di dalamnya. Pengerjaan analisis
komponen kimia bisa dilakukan secara sederhana
maupun dengan alat instrumentasi yang lebih baik
seperti spektrofotometer dan kromatografi. Analisis
dengan peralatan instrumentasi sering disebut
dengan analisis secara fisikokimia.
b. Analisis sifat fisika
Meliputi analisis sifat-sifat fisik yang dapat diamati
3
dari bahan pangan tersebut. Seperti kekerasan,
kekentalan dan indeks bias.
c. Analisis organoleptik
Merupakan pemeriksaan dan pengujian terhadap
warna, rasa dan aroma dari bahan makanan
tersebut.
d. Analisis mikrobiologi
Merupakan pemeriksaan cemaran mikroba yang
mungkin ada dalam bahan makanan terutama
untuk mikroba yang bersifat merugikan bagi
kesehatan manusia.
Namun adanya distribusi topik dan kaitan perkuliahan
analisis pangan dengan mata kuliah keahlian lainnya
maka analisis pangan lebih difokuskan pada analisis
fisika dan kimiawi terhadap bahan pangan.

1.3 Pengetahuan Bahan Kimia


Bahan kimia ( sering juga disebut dengan zat kimia )
akan berinteraksi dengan kehidupan kita sehari-hari,
mulai dari makanan, minuman, pakaian sampai pada
udara yang kita hirup mengandung sejumlah zat kimia.
Wujud zat kimia bisa berupa zat cair, padat maupun gas.
Namun dilihat dari sifatnya maka zat kimia ada yang
bermanfaat bagi kehidupan kita dan ada juga yang
bersifat membahayakan kita baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Pada saat bekerja di laboratorium juga diperlukan
pengetahuan terhadap sifat-sifat setiap zat kimia yang
kita pergunakan sehingga tidak membahayakan
kesehatan amupun jiwa kita. Hal ini disebabkan oleh ada
beberapa bahan kimia yang bisa bereaksi dengan kulit
maupun terhirup secara tidak sengaja. Untuk itu juga
diperlukan alat-alat pengaman saat kita bekerja
dilaboratorium seperti penggunaan masker, alas kaki
sampai dengan pakaian kerja di laboratorium yang
sesuai dengan standar.
Ada beberapa sifat bahan kimia yang harus kita
4
ketahui sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan
dan perlindungan terhadap kita, yaitu :
a. Wujud dan perubahan bahan kimia
Perubahan bahan kimia bisa terjadi karena pengaruh
lingkungan seperti cahaya dan suhu. Hal ini bisa
menyebabkan kerusakan bahan kimia tersebut.
Perubahan wujud bahan kimia perlu diperhatikan
karena bisa membahayakan terutama bahan kimia
cairan yang bersifat menguap. Perubahan bahan
kimia bisa diamati dari organpoleptisnya yaitu dari
warna, bentuk dan aroma/bau.
b. Daya larut zat
Bahan kimia yang terlarut pada cairan bisa terjadi
karena sifat kepolaran yang sama. Setiap senyawa
punya daya larut yang berbeda pada pelarut tertentu.
Namun sampai saat ini, pelarut yang dianggap
sebagai pelarut universal adalah air karena air bisa
melarutkan hampir semua bahan kimia.
c. Sifat mudah terbakar
Bahan kimia yang mudah terbakar biasanya cairan
yang mudah menguap. Sehingga kondisi saat
penyimpanannya pun harus sangat diperhatikan
karena suhu yang tinggi akan menyebabkan bahan
kimia tersebut meledak.
d. Sifat toksik/racun
Pada saat bekerja di laboratorium, kita bisa
menganggap semua bahan kimia itu berbahaya
sehingga kita akan selalu waspada dalam
menggunakannya. Hal ini perlu dilakukan karena
pada dasarnya bahan kimia selalin makanan dan
minuman akan bersifat toksik / racun bagi kehidupan
kita.
e. Sifat higroskopis
Higroskopis adalah istilah untuk bahan kimia yang
bersifat dapat menyerap cairan diudara sehingga
bahan tersebut akan mencair. Contohnya adalah
NaOH dan NaCl. Dalam penyimpanannya, biasanya
5
bahan kimia jenis ini memerlukan bahan penyerap
seperti silika gel untuk menjada kondisinya agar tetap
kering.
f. Sifat oksidator yang peka terhadap cahaya
Kondisi cahaya dapat menyebabkan bahan kimia
yang bersifat peka akan mengalami perubahan kimia
secara reaksi oksidasi. Contohnya larutan Iodium
dan KMnO4. Dalam penyimpanannya, bahan kimia
seperti ini perlu diletakkan dalam wadah gelap dan
tertutup rapat.
g. Sifat korosif dan mudah bereaksi dengan kulit
Sifat korosif biasanya dimiliki oleh cairan asam dan
basa kuat, terutama untuk konsentrasi yang
tinggi/pekat. Sifat ini akan nampak jika bahan kimia
tersebut terkena logam maka akan menimbulkan
deposit / endapan pada logam tersebut.
Apabila kita melalaikan prosedur kerja dilaboratorium
maka suatu saat kita bisa terkena bahan kimia. Banyak
juga kecelakaan kerja di laboratorium yang terjadi karena
ketidak tahuan si pekerjanya. Terkena bahan kimia bisa
melalui 3 ( tiga ) cara yaitu :
a. Masuk melalui oral / mulut
Terkena bahan kimia dengan cara ini sering terjadi
karena ada bahan kimia yang menempel dan masuk
ke makanan/minuman. Biasanya bahan kimia yang
bisa masuk dengan cara ini adalah bahan kimia
padatan dan cairan yang tidak bersifat menguap.
b. Masuk melalui pernapasan
Masuknya bahan kimia melalui pernapasan terjadi
karena bahan kimia yang berupa cairan dan mudah
menguap seperti aseton, kloroform dan eter. Sering
juga terjadinya keracunan bahan kimia melalui
pernapasan ini sampai menyebabkan kematian
karena ada sifat bahan kimia yang akan
melumpuhkan sistem kesadaran dan syaraf.
c. Terkena dibagian luar tubuh melalui kulit
Ini sering terjadi jika kita tidak mengetahui sifat
6
beberapa bahan kimia yang korosif dan bereaksi
dengan kulit. Contohnya asam sulfat dan beberapa
asam atau basa kuat dengan kadar yang pekat.

1.4 Keselmatan Kerja di Laboratorium


Untuk keamanan dan keselamatan kerja di
laboratorium maka perhatikan beberapa tindakan
pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan
dilaboratorium Sumari (2001):
a. Gunakan pakaian laboratorium dan atributnya sesuai
fungsinya, seperti masker untuk mencegah
terhirupnya gas berbahaya, alas kaki/sendal untuk
melindungi kaki dari cairan kimia yang tumpah atau
sebagai proteksi sengatan aliran listrik.
b. Banyak zat-zat kimia yang bersifat reaktif terhadap
jaringan kulit sehingga dapat menyebabkan
kerusakan/luka pada kulit seperti asam-asam kuat
( H2SO4, HF, HCl, HNO3, Fenol, dll ) dan peroksida
( H2O2 pekat, Brom cair, senyawa klor, kromat,
persulfat, kaporit, amonium sulfida, dll ). Jika ada
anggota badan yang terkena zat kimia tersebut maka
segera cuci dengan air mengalir sebanyak-
banyaknya. Atau jika terkena asam maka cucilah
dengan natrium bikarbonat ( larutan soda ) untuk
menetralkannya. Jika terkena basa kuat maka
segera cuci dengan air kemudian dibilas dengan
asam asetat encer ( 0,25 M ).
c. Jika ada larutan kimia yang tersedot masuk kedalam
mulut dan tenggorokan maka segeralah berkumur
dengan air sebanyak-banyaknya, kemudian
minumlah air putih dan segera pergi kedokter. Untuk
itu, janganlah mencoba menyedot zat kimia yang
reaktif dengan mulut tapi gunakan peralatan bola
hisap/filler.
d. Jika terjadi kebakaran di laboratorium, segera tutup
semua pipa gas dan matikan aliran listrik. Kemudian
padamkan api dengan alat/bahan pemadam yang
7
tersedia. Bila ada seseorang yang terbakar maka
segera selimuti dia dan jangan mencoba melepas
langsung pakaian yang melekat tapi harus digunting-
gunting. Kemudian segera bawa kerumah sakit.
Untuk pertolongan awal, basahi lukanya dengan
larutan asam pikrat 2% atau olesi dengan salep
Bioplasenton.
e. Untuk berinteraksi dengan gas-gas beracun seperti
CO, H2S, uap Hg, HCN, AsH2, NO2 dan Br2 maka
lakukan percobaan dalam lemari asam dan jangan
lupa menggunakan masker. Namun jika tercium bau
gas-gas tadi maka segeralah menghindar dan keluar.
Usahakan menghirup udara segar atau jika
keadaannnya parah, segeralah pergi ke dokter. Dan
hati-hati jika berinteraksi dengan pelarut-pelarut
organik yang mudah menguap seperti benzena,
CHCl3, eter, aseton, dll.
f. Pada pengerjaan dengan asam kuat atau basa kuat
yang pekat dengan air maka letakkan air dalam
wadah, baru ditambahkan zat kimia tersebut melalui
dindingnya, bukan sebaliknya.
g. Untuk pemakaian alat distilasi, maka gunakan batu
didih untuk mencegah bumping selama proses
pemanasan.
h. Untuk pengujian dengan tabung reaksi, lakukan
penambahan pereaksi melalui dinding tabung dan
jangan mengarahkan mulut tabung ke muka sendiri
atau orang lain dan arahkan ketempat yang yang
ada sirkulasi udaranya.
i. Hati-hati dan lakukan secara perlahan jika
mereaksikan senyawa-senyawa yang bisa
menimbulkan kebakaran dan ledakan seperti KClO3
direaksikan dengan H2SO4, campuran gas H2 dan
O2, N2O2 dengan senyawa organik, eter peroksida
yang tertinggal di labu distilasi, penggunaan alkohol,
pereaksi Ninhidrin.
j. Gunakan penutup kepala dan tempat kerja yang
8
bersih dan steril jika melakukan percobaan yang
berkaitan dengan uji mikrobiologi. Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

Rangkuman :
1. Analisis pangan merupakan pengetahuan tentang
cara pemeriksaan dan pengujian terhadap sampel
untuk mengetahui jenis dan jumlah/kadar suatu
senyawa dalam sampel bahan pangan dan makanan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
2. Bahan pangan merupakan segala bahan alam baik
hewani maupun nabati yang bisa dioleh menjadi
produk makanan karena mengandung senywa-
senyawa kimia yang bernilai gizi bagi manusia.
3. Aspek analisis pangan meliputia:
a. analisis komponen kimia
b. analisis fisika
c. analisis organoleptik
d. analisis mikrobiologi
4. Saat bekerja di laboratorium, perlu diperhatikan sifat-
sifat bahan kimia dan teknik keselamatan kerja di
laboratorium sehingga tidak membahayakan
kesehatan dan keselamatan kita.
5. Sifat bahan kimia yang harus diwaspadai antara lain
sifat menguap dan korosif.

Latihan Soal
1. Apa yang dimaksud dengan bahan pangan dan bahan
makanan ?
2. Jelaskan tujuan dilakukannya analisis terhadap bahan
pangan ?
3. Jelaskan, ruang lingkup analisis bahan pangan !
4. Jelaskan komponen senyawa yang bisa terdapat dalam
suatu bahan pangan !

9
5. Apa yang dimaksud dengan food additives ? Mengapa
food additives perlu dianalisis ?
6. Jelaskan 3 (tiga) sifat bahan kimia beserta contohnya !
7. Jelaskan, apa yang akan Anda lakukan jika terjadi
a. keracunan bahan kimia
b. terkena bahan kimia pada kulit
c. terhirup bahan kimia

10
BAB 2
ANALISIS KIMIA
Tahap awal dalam melakukan analisis terhadap
bahan pangan adalah melakukan pengujian secara fisik dan
komponen kimia yang terkandung didalam sampel tersebut.
Setiap senyawa mempunyai karakteristik yang berbeda
sehingga pengujiannya pun akan dilakukan sesuai dengan
prosedur tertentu.
Dasar pengujian komponen kimia dalam suatu bahan
pangan adalah terjadinya reaksi kimia antara senyawa
dalam sampel (analit) dengan pereaksi yang digunakan.
Adapun reaksi kimia yang terjadi bisa berprinsip pada :
a. Reaksi penetralan ( reaksi asam dengan basa ).
b. Reaksi oksidasi dan reduksi
c. Reaksi pembentukan senyawa kompleks berwarna
d. Reaksi pembentukan endapan
Berdasarkan reaksi-reaksi tersebutlah maka ditemukan
prosedur-prosedur analisis terhadap senyawa kimia dalam
suatu sampel termasuk dalam bahan pangan.

2.1 Penggolongan Metoda Analisis Kimia


Banyaknya jenis senyawa kimia dalam suatu sampel
dengan sifat yang berbeda maka harus ditemukan
prosedur analisis yang sahih ( tepat ) sehingga tidak
menyebabkan kesalahan dalam menyimpulkan kondisi
suatu bahan pangan Day Underwood (1989). Adapun
jenis metoda analisis kimia yang bisa digunakan adalah:
a. Volumetri
Metoda ini merupakan metoda analisis yang
berprinsip pada penentuan jumlah volume yang
terpakai dalam suatu reaksi kimia antara analit
dengan pereaksi. Metoda ini masih dianggap sahih
untuk beberapa senyawa dan termasuk metoda yang
sederhana karena menggunakan hanya
menggunakan seperangkat alat titrasi yang terdiri
dari buret, klem, statif dan erlenmeyer untuk
meletakkan sampel. Metoda ini sering juga disebut
11
dengan metoda titrimetri.
b. Gravimetri
Metoda ini berprinsip pada penentuan jumlah
massa zat setelah mengalami perlakuan reaksi kimia
sampai terbentuk zat yang diinginkan. Ketelitian
metoda gravimetri ini dipengaruhi oleh cara
penimbangan. Untuk itu, diperlukan sekali alat
timbang/neraca dengan sensitifitas yang baik.
c. Spektrofotometri
Metoda ini lebih baik lagi karena telah
memiliki ketelitian yang relatif lebih tinggi, dengan
sensitifitas sampai pada ukuran skala ppm ( mg/L )
analit. Spektrofotometri berprinsip pada terjadinya
interaksi antara analit dengan cahaya pada panjang
gelombang tertentu. Metoda ini sering disebut
metoda analisis secara fisikokimia.
Jenis metoda ini dibedakan oleh angka
panjang gelombang cahaya yang digunakan dan
hasil interaksinya. Secara prinsip, jika suatu senyawa
diinteraksikan dengan cahaya maka bisa terjadi
kemungkinan interaksinya antara lain : penyerapan
cahaya ( absorsbsi cahaya ), penghamburan cahaya
( light scattering ) atau pemancaran cahaya ( emisi
cahaya ).
d. Kromatografi
Metoda analisis ini berprinsip pada pemisahan
suatu analit dari sampelnya berdasarkan daya larut
analit dengan fase geraknya. Sampai saat ini, jenis
metoda kromatografi ini terus berkembang dengan
daya analisis yang lebih baik lagi.
e. Elektrokimia
Metoda analisis ini berprinsip pada terjadinya
reaksi reduksi oksidasi yang dialami oleh analit dan
sering juga dikaitkan dengan terjadinya transfer
elektron pada analit. Metoda ini lebih banyak
digunakan untuk menganalisis senyawa anorganik
dan bersifat mempunyai muatan ( mengion dalam
12
larutannya ). Metoda analisis yang termasuk jenis ini
antara lain potensiometri, konduktometri,
amperometri, polarografi dan elektrogravimetri.
Penggolongan metoda analisis kimia yang sudah
termasuk metoda instrumentasi dijelaskan pada Bab
V halaman 43.

2.2 Analisis Volumetri


Sampai saat ini, analisis secara volumetri masih
banyak digunakan karena peralatan dan pengerjaannya
yang cukup sederhana. Alat yang digunakan meliputi
satu set alat titrasi yang terdiri dari buret, klem dan statif
sebagai penyangga buret yang berisi larutan titran serta
erlenmeyer sebagai tempat / wadah larutan yang
dititrasi. Ketepatan analisis volumetri ditentukan oleh
beberapa hal yaitu :
a. Penentuan titik akhir titrasi
b. Pembacaan skala buret
c. Penggunaan larutan indikator yang sesuai dengan
kondisi saat titik ekivalen
Prinsip analisis volumetri adalah penentuan jumlah
volume larutan titran yang terpakai sampai tercapainya
titik ekivalen yaitu kondisi saat terjadinya kesetaraan
jumlah mol zat sampel ( yang ada dalam erlenmeyer )
dengan jumlah mol zat larutan titran ( larutan dalam buret
) Mustafa (1987). Penentuan titik ekivalen dalam suatu
titrasi dipengaruhi oleh prinsip reaksi kimia zat tersebut,
yang bisa terjadi menurut reaksi :
1) Netralisasi
Ini terjadi pada saat kita melakukan titrasi
antara senyawa asam dengan senyawa basa
sehingga saat titik ekivalen terbentuk senyawa
garam yang bersifat netral. Titrasi netralisasi akan
menyebabkan terjadinya perubahan pH sehingga
larutan indikator yang digunakan adalah senyawa
yang bisa mengalami perubahan warna karena
perubahan pH larutan.
13
2) Reaksi reduksi dan oksidasi
Titrasi redoks bisa terjadi pada analit yang
bisa mengalami reaksi reduksi oksidasi seperti
senyawa organik yang mempunyai gugus fungsi aktif
yang mengalami reaksi reduksi oksidasi atau ion
yang mempunyai tingkat oksidasi lebih dari satu.
Contohnya iodium yang dititrasi dengan larutan
Natrium tiosulfat.
3) Pengendapan
Titrasi pengendapan terjadi pada titrasi
senyawa-senyawa yang menghasilkan senyawa sulit
larut sehingga membentuk padatan/endapan. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi penggaraman dengan
prinsip pertukaran ion. Contohnya pada penentuan
ion klor ( Cl- ) dengan pereaksi perak nitrat ( AgNO3
). Reaksi yang terjadi adalah :
Cl- + AgNO3 AgCl

Titrasi dengan menggunakan larutan perak nitrat


sering juga disebut titrasi Argentometri.
Larutan indikator yang digunakan pada titrasi
ini adalah larutan senyawa yang juga akan
membentuk senyawa sulit larut/endapan seperti
K2CrO4 dan pada titik akhir titrasi akan ditandai
dengan terbentuknya endapan berwarna merah
kecoklatan karena Ag2CrO4 merupakan garam yang
berwarna merah kecoklatan.
4. Pembentukan senyawa kompleks
Titrasi ini sering disebut dengan titrasi
pengomplekan atau kompleksometri. Hasil akhir dari
titrasi ini adalah terbentuknya senyawa kompleks
antara ligan dengan zat pengompleks. Ligan.atau
atom pusat merupakan ion logam yang mempunyai
orbital elektron yang kosong sedangkan zat
pengompleks merupakan suatu senyawa yang bisa
mengkhelat ( melingkupi ) atom pusat karena terjadi
penyerahan pasangan elektron yang dimilikinya.
14
Terbentuknya senyawa kompleks ini karena
terjadinya ikatan kovalen koordinasi antara ligan
dengan zat pengompleks.
Titrasi jenis ini dilakukan terhadap ion-ion
logam yang dapat larut baik dalam air seperti K, Ca,
Mg dan beberapa ion logam transisi seperti Zn dan
Sn. Zat pengompleks yang biasa digunakan adalah
Na2EDTA ( Dinatrium Etilen Diamina Tetra Asetat ).
Pembentukan senyawa kompleks akan
dipengaruhi oleh pH larutan karena setiap senyawa
kompleks akan mempunyai kestabilan pada pH
tertentu. Sehingga jika terjadi perubahan pH maka
senyawa kompleks bisa terurai kembali. Untuk itu
pada saat pelaksanaan titrasi kompleksometri
diperlukan larutan bufer / larutan penyangga pada pH
tertentu.
2.3 Larutan Indikator
Pada pelaksanaan titrasi sering ditemui kesulitan
dalam menentukan saat titik ekivalen karena tidak bisa
diamati secara visual. Untuk itu diperlukan bantuan zat
yang akan mempunyai sifat bisa berubah disekitar
terjadinya titik ekivalen. Zat ini disebut dengan larutan
indikator. Dengan bantuan larutan indikator inilah maka
akan tercapai titik akhir titrasi Vogel (1989).
Setiap jenis titrasi akan mempunyai larutan indikator
yang berbeda karena dipengaruhi oleh kondisi saat titik
ekivalen. Untuk titrasi asam basa, akan menggunakan
indikator yang berubah warna karena terjadinya
perubahan pH saat titik ekivalen terjadi. Setiap zat
indikator akan mempunyai range pH dan perubahan
warna yang berbeda. Pemilihan larutan indikator juga
akan mempengaruhi ketelitian saat melakukan analisis
volumetri/titrasi. Contoh indikator asam basa adalah
phenol phtalein, metil red, metil orange dan brom kresol
blue.
Lain pula halnya dengan indikator pada titrasi
iodimetri dan iodometri karena menggunakan larutan
15
amilum yang membentuk kompleks teradsorbsi dengan
iodium sehingga membentuk larutan berwarna ungu.
Untuk titrasi kompleksometri, akan menggunakan
larutan indikator yang bisa bereaksi dengan zat
pengompleksnya dengan warna yang berbeda. Contoh
indikatornya adalah EBT ( Eriochrome Black T ) Vogel
(1989).

Rangkuman :
1. Analisis komponen kimia dalam suatu sampel bahan
pangan dilakukan menurut metoda tertentu sesuai
dengan jenis reaksi kimia yang terjadi pada analit.
2. Reaksi kimia pada suatu metoda analisis bisa terjadi
menurut reaksi penetralan/reaksi asam basa, reaksi
pengendapan, reaksi penggumpalan dan reaksi
pembentukan senyawa kompleks.
3. Ada beberapa metoda analisis yang dilakukan dengan
peralatan instrumentasi khusus, namun pengukuran
tetap berdasarkan gejala dan reaksi kimia yang terjadi
pada analit.
4. Analisis volumetri merupakan analisis kimia yang cukup
sederhana dengan menggunakan satu set alat titrasi
sehingga sering juga disebut dengan analisis secara
titrimetri
5. Jenis titrasi juga dibedakan berdasarkan dasar reaksi
kimia yang terjadi selama proses analisis. Dan ada 4
(empat) jenis titrasi yaitu :
a. titrasi netralisasi
b. titrasi reduksi oksidasi
c. titrasi pengendapan
d. titrasi kompleksometri
6. Ketelitian analisis secara volumetri dipengaruhi oleh cara
penentuan titik akhir titrasi.
7. Penentuan titik akhir titrasi dilakukan dengan adanya
bantuan larutan indikator yang akan bekerja sesuai
dengan kondisi larutan saat tercapainya titik ekivalen.
16
Latihan soal
1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan analisis secara
kimia ?
2. Jelaskan tujuan dilakukannya analisis secara kimia ?
3. Apa yang dimaksud dengan :
a. Volumetri
b. Kromatografi
c. Gravimetri
d. Spektrofotometri
dan jelaskan prinsip analisis dengan metoda-metoda
tersebut !
4. Jelaskan, dasar reaksi yang bisa terjadi dalam suatu
analisis volumetri !
5. Apa yang dimaksud dengan :
a. titik ekivalen
b. titik akhir titrasi
c. larutan indikator
6. Jelaskan, cara penentuan larutan indikator pada suatu
titrasi !
7. Jelaskan, jenis-jenis larutan indikator !
8. Mengapa larutan phenol pthalein bisa digunakan
sebagai larutan indikator pada titrasi asam basa ?
9. Apa yang dimaksud dengan titrasi kompleksometri ?
10. Jelaskan, analisis volumetri yang akan Anda lakukan
untuk menentukan konsentrasi ion logam dalam suatu
bahan pangan !
11. Mengapa dalam titrasi kompleksometri diperlukan
larutan bufer ?
12. Carilah dari literatur, 10 ( sepuluh ) indikator asam basa,
beserta range pH dan perubahan warnanya !

17
BAB 3
ANALISIS FISIKA
Analisis secara fisika merupakan analisis yang akan
berkaitan dengan beberapa sifat-sifat dan besaran fisika.
Sifat-sifat fisika suatu zat akan mempengaruhi kondisi suatu
bahan pangan. Sifat-sifat fisika juga berkaitan dengan
perubahan wujud suatu zat contohnya mendidih/menguap,
mencair/melebur dan membeku. Perubahan wujud akan
dipengaruhi oleh suhu Vogel (1989).
Besaran fisika lain yang berkaitan dengan analisis
fisika adalah kekentalan/viskositas, indeks bias dan putaran
optik suatu senyawa. Beberapa besaran fisika tersebut akan
dipengaruhi juga oleh suhu dan berkaitan erat dengan
jumlah zat dalam suatu sampel (konsentrasinya) Day
Underwood (1989).

3.1 Pengertian
Analisis fisika adalah pengujian dan penentuan
besaran fisika suatu zat dalam sampel berdasarkan
sifat-sifat fisika zat tersebut. Pengerjaan analisis fisika
suatu sampel akan membutuhkan peralatan yang
spesifik karena dirancang sesuai dengan sifat fisikanya
Harjadi (1986). Contohnya pengukuran suhu akan
menggunakan alat termometer yang berfungsi untuk
mendeteksi besaran fisika panas suatu sampel
berdasarkan skala derajat pada alat.
Beberapa besaran fisika lainnya ditentukan dengan
alat dan metoda yang tertentu pula, yaitu :
a. Kekentalan ( viskositas ) ditentukan dengan metoda
viskosimteri dengan alat viskosimeter.
b. Konsistensi dan kekerasan ditentukan dengan
konsistometer dan penetrometer.
c. Berat jenis cairan ditentukan dengan piknometer.
d. Indeks bias dengan refraktometer.
e. Putaran optik dengan polarimeter.

18
3.2 Viskositas
Viskositas merupakan besaran fisika suatu
cairan/larutan yang berhubungan erat dengan fase dan
konsentrasi zat didalamnya. Viskositas sering disebut
juga dengan kekentalan suatu cairan/larutan karena
besarnya viskositas akan mempengaruhi penampilan
fisik suatu sampel Mustafa (1987).
Viskositas menyatakan adanya suatu koefisien
gesekan aliran dalam suatu larutan dan sering diartikan
dengan kekentalan cairan. Viskositas diberi simbol 
dan mempunyai satuan poise, dimana 1 poise = 1
g/cm.s atau 0,1 Pa.s.
Secara ilmu fisika, setiap cairan memiliki 2 (dua) jenis
viskositas, yaitu :
a. Viskositas absolut
Viskositas absolut atau viskositas dinamik
menyatakan jumlah gaya tangens 1 dyne untuk 2
bidang paralel yang berukuran 1 cm2 dengan jarak
1 cm yang mengalir dengan kecepatan 1 cm/s.
Satuannya menurut Sistem Internasional ( SI )
adalah milipascal.detik (mPa.s).
b. Viskositas kinematik
Dapat diartikan sebagai koefisien viskositas
dinamik dan kerapatan. Menurut SI , satuannya
adalah cm2/s atau mm2/s, dan sering disetarakan
dengan 1 Stokes ( 1 St = 1 cm2/s ).
Pengukuran viskositas suatu cairan memerlukan
peralatan khusus yang disebut dengan viskosimeter.
Alat ini di disain khusus oleh beberapa ahli fisika
sehingga bisa dipakai untuk menentukan kecepatan
aliran suatu cairan/larutan sampel yang berhubungan
dengan nilai kekentalannya. Namun, alat ini hanya bisa
digunakan untuk cairan saja sedangkan bahan semi
padat tidak bisa Roth (1988). Berikut ini adalah gambar
jenis viskosimeter :

19
Gambar 3. 1 Jenis Viskosimeter

3.3 Konsistensi dan Kekerasan


Konsistensi menggambarkan keadaan suatu sampel
yang berbentuk padat sampai semi padat seperti bahan
pangan pokok dan buah-buahan. Besarnya konsistensi
ini akan memberikan informasi tentang adanya senyawa
tertentu pada proses metabolisme tanaman. Contohnya
pada proses pematangan buah yang meyebabkan
konsistensinya akan lebih kecil daripada buah matang.
Hal ini bisa disebabkan oleh terbentuknya senyawa-
senyawa gula sederhana dalam bahan tersebut.
Alat yang digunakan untuk mengukur kekentalan
suatu bahan padat sampai semi padat adalah
konsistometer. Nilai konsistensi bahan juga dapat
berpengaruh terhadap proses pengolahan dan kualitas
bahan pangan.
Untuk beberapa bahan pangan perlu juga diketahui
tingkat kematangan dan tingkat kesegarannya. Hal ini
bisa dipengaruhi oleh senyawa-senyawa yang ada di
dalam bahan pangan tersebut. Biasanya selama proses
pematangan buah akan terus terjadi proses
metabolisme dalam sel buah dan sayuran sehingga
kondisinya akan menjadi lunak. Kondisi kekerasan
bahan pangan bisa diketahui dengan alat penetrometer.
Alat ini bekerja dengan prinsip adanya gaya tekan dan
gaya gesek terhadap permukaan bahan pangan. Makin
20
besar gaya tekan maka gaya gesek makin besar
sehingga menunjukkan bahan pangan makin keras.

3.4 Berat Jenis


Berat jenis merupakan besaran fisika suatu
cairan/larutan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan
konsentrasi dan kemurnian senyawa dalam sampel.
Indeks bias ( bilangan bias ) disebut juga dengan
kerapatan relatif suatu cairan dan nilai ini dapat diukur
dari perbandingan berat/bobot bagian volume sampel
dengan air yang diukur pada suhu 20oC.
Penentuan berat jenis cairan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
a. Metoda piknometer
Prinsip metoda ini adalah pada penentuan
berat suatu cairan dalam volume tertentu, sehingga
diperlukan suatu wadah khusus untuk menimbang
dengan kondisi yang tetap. Alat yang digunakan
disebut dengan piknometer. Ada 2 ( dua ) tipe
piknometer yaitu tipe botol dan tipe pipet.
Piknometer tipe botol berupa suatu labu khusus
dengan tutup dari bahan gelas. Sedangkan tipe
pipet berupa pipet bengkok yang dapat diisi dengan
cara menghisap dan untuk penimbangannya
dengan cara digantung pada balok timbangan.
Bentuk alatnya dapat dilihat pada gambar berikut ini
:

21
a. Pignometer Botol b. Pignometer Terpasang
Indikator Suhu
Gambar 3. 2 Bentuk alat piknometer, a) piknometer botol,
b) piknometer pipet

Contoh soal :
Berat awal pignometer kosong = 31,5052 g dan berat setelah
diisi air dan alkohol masing-masing adalah 83,2922 g dan
80,8749 g. Tentukan berat jenis sampel alkohol tersebut !
Jawab :
BJ zat = berat bahan/zat

berat air

BJ zat = ( berat piknometer+zat ) – ( berat piknometer kosong )

( berat piknometer+air ) - ( berat piknometer kosong )

BJ zat = ( 80,8749 gram – 31,5052 gram )

( 83,2922 gram – 31,5052 gram )

BJ zat = 49,3697 gram


51,7870 gram

BJ zat = 0,953

b. Cara Neraca Hidrostatik


22
Prinsip penentuan berat jenis dengan cara ini
adalah berlakunya hukum Archimedes, yaitu berat
suatu benda yang dicelupkan ke dalam suatu cairan
dalam wadah akan sama dengan berat volume
cairan yang keluar karenanya. Alat yang dapat
digunakan untuk menentukan berat jenis cairan
dengan prinsip ini adalah neraca Mohr-Westphal.
Bentuk alat dapat diamati pada gambar berikut ini :

Gambar 3. 3 Neraca Mohr-Westphal

Benda yang dicelupkan merupakan skala


penentuan kerapatan didalan cairan yang
diperiksa dan neraca akan diusahakan sampai
setimbang. Penentuan berat jenis cairan dilakukan
dengan persamaan :

G = S – Vx d + m
Keterangan :
G : Berat jenis cairan
S : Skala yang terbaca pada benda yang dicelupkan
V : Volume benda yang dicelupkan
d : kerapatan
Dalam cairan
udara, neraca akan setimbang jika
m memenuhi
: massa beban yang dipasang
persamaan : pada balok timbangan
23
G = S - V x 0,0012
V adalah volume benda yang dicelupkan
0,0012 adalah faktor koreksi untuk adanya udara

Penentuan kerapatan cairan dengan alat


neraca Mohr-Westphal relatif lebih efisien dari
waktu dan lebih mudah untuk dilaksanakan.
3.5 Refraktomeri
Metoda analisis fisika ini termasuk analisis secara
optik dengan memanfaatkan terjadinya interaksi cahaya
yang melewati medium benda tertentu.
Bila berkas cahaya monokromatis yang datang dari
ruang hampa udara (medium 1) dan mengenai
permukaan batas suatu cairan atau zat padat (medium
2) maka cahaya ini akan dibelokkan, dimana sudut
datang akan lebih besar dari sudut pantul. Perhatikan
gambar berikut ini :

24

Medium 1

Medium 1

Gambar 3. 4 Refraksi cahaya pada suatu permukaan batas

Indeks refraksi disebut juga dengan indeks bias


dengan simbol ( n ) dapat didefinisikan sebagai nilai
perbandingan kecepatan cahaya dalam ruang hampa
( C1 ) dengan kecepatan cahaya pada medium lain ( C2
). Indeks ini ditentukan dari nilai sinus sudut datang (  )
dengan sinus sudut keluar (  ). Gejala fisika ini diselidiki
oleh Snellius dan dijabarkan dengan suatu persamaan
untuk penentuan indeks bias yaitu :

N= C1 = sin 
C2 sin 

Indeks bias merupakan konstanta zat seperti


besaran fisika lainnya yaitu titik didih dan kerapatan
25
suatu senyawa. Untuk cairan, nilai indeks bias ini berada
pada angka 1,3 sampai 1,8.
Penentuan nilai indeks bias bisa dilakukan dengan
alat refraktometer. Alat ini dapat memberikan ketelitian
sampai 3 desimal, dan idealnya dilengkapi dengan
termometer untuk membaca pada suhu ruang 20oC.
Pengukuran dilakukan terhadap beberapa tetes larutan
uji yang diletakkan pada prisma ukur ( pada alat ).
Untuk mengontrol refraktometer maka digunakan cairan
yang indeks biasnya diketahui seperti air ( n air =1,333 )
dan 1-bromonaftalin ( n = 1,658 ) pada suhu 20oC.
Jenis refraktometer yang ada sampai saat ini adalah
refraktometer Abbe, refraktometer Pulfrich dan
refraktometer tangan yang sederhana.

3.6 Polarimetri
Jika cairan yang mengandung senyawa optik aktif
disinari langsung oleh cahaya linier yang terpolarisasi
maka arah getaran cahaya akan diputar sebesar sudut
 dan sudut ini dinyatakan sebagai rotasi optik atau
sudut rotasi. Pengukuran sudut ini berdasarkan metoda
polarimetri dan alatnya disebut dengan polarimeter.
Setiap senyawa mempunyai tetapan optik aktif yang
dihitung sebagai rotasi spesifik  20
senyawa pada
suhu 20oC dengan rumus :

   20 = 100 x 
l x C
Keterangan :
 = rotasi optik yang diukur pada suhu 20oC
l = panjang tabung polarimeter ( dalam dm )
C = konsentrasi senyawa ( dalam % atau g / 100 mL )
26
Penggunaan polarimeter adalah :
1. pada penentuan konsentrasi dan kemurnian
larutan senyawa optik aktif seperti larutan gula.
2. pada senyawa yang tidak optik aktif tapi yang tidak
menggangu pengukuran seperti adanya zat
pencemar dalam produk.

Contoh soal :
1. Larutan glukosa yang dibuat dengan konsentrasi 25%
dianalisis dengan polarimeter, dalam tabung sepanjang
10 dm pada suhu 20oC dan rotasi optik yang terukur
adalah 25,98. Berapakah tetapan optik aktif / rotasi
spesifik dari larutan glukosa tersebut ?
Jawab :    20 = 100 x 
l x C
= 100 x 25,98
10 x 25%
= 10,392

2. Jika rotasi optik larutan urea yang diukur dengan


polarimeter adalah 15,35 sedangkan rotasi spesifik
larutan tersebut pada suhu 20oC adalah 16,99,
berapakah kadar larutan urea tersebut ?
Jawab :

C = 100 x15,35
10 x 16,99
C = 9,035%

27
Rangkuman :

1. Analisis fisika merupakan prosedur pemeriksaan


suatu bahan pangan berdasarkan sifat-sifat fisika
sampel yang akan menentukan kualitas bahan
pangan tersebut.
2. Sifat-sifat fisika zat yang ada didalam suatu bahan
pangan bisa mempengaruhi karakteristik bahan yang
akan diolah menjadi suatu produk makanan.
3. Besaran fisika zat dalam bahan pangan dapat
mempengaruhi karakteristik produk makanan antara
lain viskositas/kekentalan, konsistensi, indeks bias.
4. Alat dan metoda yang digunakan untuk penentuan
beberapa parameter fisika sampel bahan pangan
antara lain :
a. viskosimeter untuk kekentalan/viskositas cairan
b. konsistometer untuk kekentalan bahan semi
padat
c. penetrometer untuk mementukan kekerasan
bahan pangan
d. piknometer untuk menentukan berat jenis cairan
e. refraktometer untuk menentukan total padatan
terlarut berdasarkan nilai indeks bias cairan
sampel
f. polarimeter untuk menentukan nilai putaran optik
senyawa
5. Setiap alat dan metoda mempunyai prinsip kerja
sesuai dengan besaran fisika yang ditentukannya.

Latihan Soal
1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan analisis fisika
bahan pangan ?
2. Mengapa sifat fisika zat dalam bahan pangan perlu
dianalisis ?

28
3. Jelaskan beberapa parameter fisika yang dapat
mempengaruhi kualitas bahan pangan !
4. Apa yang dimaksud dengan :
a. viskositas
b. konsistensi
c. kekerasan
d. berat jenis
e. indeks bias
f. putaran optik
5. Jelaskan, prinsip kerja viskosimeter !
6. Jelaskan cara menentukan viskositas untuk sampel yang
berbentuk semi padat seperti jeli atau jam !
7. Jelaskan, prinsip kerja pada penentuan berat jenis suatu
cairan !
8. Mengapa, pada sampel buah yang matang akan
mempunyai nilai kekerasan yang kecil ?
9. Mengapa, ketelitian penimbangan sangat
mempengaruhi hasil analisis berat jenis suatu cairan ?
10. Jelaskan teori yang mendasari kerja alat refraktometer !
11. Jelaskan, hal yang dapat mempengaruhi nilai kekentalan
( viskositas ) suatu cairan !
12. Berikan contoh penggunaan polarimeter !

29
BAB 4
ANALISIS PROKSIMAT
Analisis terhadap komponen kimia dalam bahan
pangan dilakukan untuk mengetahui jenis dan jumlah
senyawa yang terkandung didalamnya. Berkaitan dengan
manfaat suatu bahan alam yang akan diolah sebagai bahan
makanan maka analisis tersebut akan ditujukan pada
komponen makromolekul yang ada didalamnya karena
senyawa-senyawa ini akan menentukan efektifitas
penggunaan bahan pangan tersebut sebagai penghasil
energi dan digunakan untuk pertumbuhan tubuh manusia.
Komponen makromolekul tersebut meliputi
karbohidrat, lemak, protein serta vitamin dan mineral. Selain
itu, secara alamiah air merupakan senyawa yang ada dalam
setiap sel makhluk hidup sehingga perlu juga diketahui
berapa kandungan air dalam bahan pangan tersebut.

4.1 Pengertian
Analisis proksimat (proximate analysis) adalah
analisis komponen makromolekul dalam suatu bahan
pangan yang ditentukan secara perhitungan kasar atau
perkiraan untuk menentukan kadar karbohidrat
didalamnya. Hal ini bisa dilakukan karena karbohidrat
merupakan jenis senyawa kompleks yang relatif lebih
variatif jenisnya dan mempengaruhi nilai kalori suatu
bahan pangan sehingga jumlah kadarnya ditentukan
secara perhitungan kasar berdasarkan nilai kadar dari
senyawa-senyawa lain. Perhitungan ini sering disebut
dengan perhitungan Carbohydrate by Difference.
Jumlah karbohidrat yang ada dalam sampel termasuk
juga kadar pati dan serat kasar dalam bahan tersebut.
Jadi perhitungan analisis proksimat terhadap
karbohidrat dalam suatu bahan pangan adalah :

30
% karbohidrat = 100 % - ( % air + % abu + % protein +
% lemak )

4.2. Analisis Kadar Air dan Abu


a. Analisis Kadar Air
Kadar air dalam suatu bahan pangan akan
menentukan kualitas bahan tersebut dilihat dari
umur simpan/daya tahan terhadap kehidupan
mikroba dan menentukan juga bentuk produk
olahan pangan yang akan dibuat. Jumlah molekul
air dalam bahan pangan akan mempengaruhi
konsistensi produk makanan.
Molekul air terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu air
bebas, air terikat kuat dan air terikat lemah dengan
senyawa lain. Dari ketiga jenis molekul air dalam sel
bahan pangan maka air bebas yang akan lebih
mudah dikeluarkan dari bahan pangan.
Penentuan kadar air dalam suatu bahan
pangan bisa dilakukan dengan beberapa metoda,
antara lain:
1. Thermogravimetri
Metoda penentuan kadar air dengan cara ini
menggunakan prinsip pemisahan molekul air
dari sampel dengan prinsip pemanasan
dengan suhu 110-120oC dan penimbangan
bahan sampai terjadi berat yang konstan.
Proses pemanasan dilakukan dengan alat oven
dan penimbangan dilakukan dengan neraca
analitik.
2. Cara titrasi Karl Fieser
Penentuan kadar air dengan cara ini
memerlukan pereaksi khusus yang akan
bereaksi dengan molekul air. Analisa kadar air
dengan cara ini termasuk dalam metoda
elektrometri.
31
b. Analisis Kadar Abu
Istilah abu dalam bahan pangan merupakan
bahan sisa hasil penguapan dan pembakaran, yang
berisi unsur-unsur murni yang terkandung dalam
sampel. Dalam komponen bahan pangan, unsur
murni yang bermanfaat bagi kesehatan adalah
unsur yang termasuk dalam golongan mineral-
mineral baik yang dibutuhkan dalam jumlah makro
dan mikro. Dalam bahan pangan, unsur
mineralyang dibutuhkan dalam jumlah makro dan
mungkin bisa ada antara lain Ca, Na, K, P, Mg dan
S. Sedangkan unsur mineral mikro antara lain Fe,
Zn, I dan Se serta ada beberapa unsur logam berat
seperti Cu, Mn dan Cr dengan jumlah yang sangat
sedikit. Setiap unsur mineral tersebut akan
mempunyai fungsi biologis tertentu dalm tubuh dan
akan dibutuhkan dalam jumlah yang tertentu pula
baik dalam tahap metabolisme tubuh maupun
membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan tubuh manusia.
Dalam analisis bahan pangan, mineral-
mineral akan berada dalam keadaan unsur
murninya dan terkumpul dalam bentuk padatan
yang disebut “ abu “. Kadar abu juga termasuk
dalam analisis proksimat. Namun untuk mengetahui
apa dan berapa jumlah kandungan setiap unsur
mineral yang ada dalam bahan pangan maka perlu
dilakukan analisis lanjutan dengan metoda dan
peralatan yang lebih sensitif dan selektif dalam
mengidentifikasi setiap unsur mineral tersebut.

4.3. Analisis Protein


Kualitas suatu bahan pangan akan dipengaruhi oleh
jenis dan jumlah kadar protein di dalamnya. Hal ini
berkaitan dengan faktor gizi suatu bahan pangan.
Pengukuran protein dalam bahan pangan biasanya
32
diawali dengan penetapan besarnya kadar protein
tersebut. Sedangkan analisis jenis protein dan asam
amino didalam sampel akan membutuhkan metoda
analisis yang lebih sulit karena sifat / karakteristik
penyusun protein cukup banyak.
Penentapan kadar protein yang sering digunakan
adalah cara Kjeldahl. Cara ini dianggap penetapan
kadar protein kasar dengan menentukan jumlah unsur
nitrogen yang ada dalam suatu bahan. Metoda ini
dirancang oleh ilmuan Denmark bernama Kjeldahl
sehingga nama metodanya pun menggunakan nama
penemunya.
Analisis protein dengan cara Kjeldahl merupakan
analisis protein kasar karena belum bisa menentukan
kadar protein yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh
adanya beberapa senyawa kimia yang mengandung
unsur N dan bisa juga ikut bereaksi saat penentuan
protein seperti amoniak, urea dan beberapa senyawa
asam nukleat. Kadar protein yang ditentukan pun
merupakan konversi dari kadar Nitrogen yang diperoleh
dengan faktor konversi kadar protein dalam bahan
makanan tertentu. Besarnya faktor konversi kadar
protein untuk beberapa bahan bisa dilihat pada tabel
berikut ini :

33
Tabel 4. 1 Faktor konversi beberapa bahan

Jenis bahan Faktor Jenis bahan Faktor


konvers konversi
i

Bir,sirup, biji- 6,25 Buah-buahan, 6,25


bijian,ragi teh, anggur,
malt

Makanan ternak 6,25 Beras 5,95

Roti, gandum, 5,70 Kacang tanah 5,46


makaroni, mie

Kedelai 5,75 Kenari 5,18

Susu 6,38 Gelatin 5,55

Sumber : dikutip dari buku Analisis Bahan Pangan dan


Pertanian oleh Slamet Sudarmadji,dkk,1996
Contoh soal :
Jika dari analisis kadar protein dalam kacang kedelai,
diperoleh %N = 0,6% maka kadar protein kasar dari sampel
ini adalah = 0,6 % x 5,46 = 3,276%.

4.4 Analisis Lemak


Lemak juga merupakan senyawa kimia yang cukup
dominan dalam suatu bahan pangan terutama bahan

34
makanan pokok. Senyawa ini juga dianggap sumber
kalori yang cukup potensial karena jumlah kalori yang
dihasilkan dari metabolisme lemak lebih besar dari
karbohidrat.
Lemak juga merupakan senyawa polimer karena
dapat dihidrolisis menjadi senyawa sederhana yaitu
asam-asam lemak dan gliserol. Dialam, senyawa lemak
bisa berbentuk lemak sederhana dan lemak kompleks.
Secara kimiawi, senyawa lemak ini bersifat non polar
sehingga bisa homogen dengan senyawa yang bersifat
non polar juga seperti petroleum eter, kloroform, aseton
dan benzena.
Analisis kadar lemak kasar dalam suatu bahan
pangan bisa dilakukan dengan cara memisahkan
senyawa lemak tersebut dari bahan. Cara yang
dilakukan antara lain berdasarkan sifat kelarutan
senyawa lemak dalam suatu pelarut dengan kepolaran
yang sama. Secara fisika, senyawa yang bersifat non
polar akan homogen dengan senyawa non polar juga,
termasuk senyawa lemak. Untuk itu, penentuan kadar
lemak maka dilakukan cara pelarutan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai sampai seluruh
lemak keluar dari bahan pangan. Metoda ini sering
disebut dengan Ekstraksi lemak.

4.5. Analisis Karbohidrat


Karbohidrat dalam suatu bahan alam mempunyai
jenis yang cukup banyak karena secara kimianya
karbohidrat merupakan senyawa makromolekul yang
terdiri dari jenis monosakarida, oligosakarida dan
polisakarida. Setiap jenis karbohidrat pun ternyata
memiliki variasi yang jumlahnya cukup banyak.
Sehingga untuk sampai menentukan jenis karbohidrat
dalam suatu sampel diperlukan metoda khusus.
Namun kebanyakan makanan pokok kita akan
mengandung karbohidrat jenis polisakarida terutama
jenis pati/amilum dan serat. Namun, polisakarida dalam
35
bahan makanan dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu :
1. Sebagai sumber energi
Contoh senyawanya adalah pati, dekstrin, glikogen
dan fruktan
2. Sebagai penguat tekstur
Conton senyawanya adalah selulosa,
hemiselulosa, pektin dan lignin
Analisis proksimat merupakan data kadar komponen
makro yang ada dalam suatu bahan pangan, termasuk
kadar karbohidrat tanpa mengetahui apa jenisnya.

a. Analisis pati
Pati merupakan polisakarida yang kompleks
karena berupa makromolekul yang besar dan
tersusun dari rangkaian monosakarida dengan
struktur yang rumit. Bahan makanan pokok biasanya
mengandung pati yang cukup tinggi karena
karbohidrat merupakan senyawa penghasil energi
bagi tubuh kita.
Pati merupakan senyawa karbohidrat jenis
homopolimer dari glukosa yang terikat secara ikatan
-glikosidik. Jumlah glukosa akan mempengaruhi
panjang rantaimolekulnya dan adanya struktur ikatan
lurus dan bercabang antar glukosa juga akan
membedakan jenis pati dalam bahan pangan. Hal
inilah yang akan membedakan rasa beras dari tiap-
tiap daerah.
Secara kimianya, ada 2 (dua) jenis molekul
pati yang dibedakan secara fisika berdasarkan daya
larutnya dalam air panas karena ada yang dapat larut
dalam air panas dan ada yang tidak. Fraksi yang larut
air panas adalah jenis amilosa yang mempunyai
struktur rantai lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa.
Jenis pati yang tidak dapat larut dalam air panas
adalah amilopektin dan senyawa ini merupakan
polimer glukosa yang mempunyai cabang dengan
36
ikatan  -(1,4)-D-glukosa. Biasanya dalam bahan
makanan, amilopektin hampir terdapat sebanyak 4-
5% dari berat total pati (F.G.Winarno,2002).
Perbandingan kadar amilosa dan amilopektin
dalam bahan pangan seperti beras akan
mempengaruhi rasa/kepulenan nasi yang dihasilkan.
Semakin tinggi kadar amilosa dari amilopektin maka
nasi tersebut makin lekat. Hal ini menendakan bahwa
pada beras ketan hampir tidak ada amilosanya
karena hanya mengandung 1-2% amilosa.
Penentuan kadar pati dalam bahan pangan
dapat dilakukan dengan cara menentukan jumlah
senyawa gula sederhana yang dihasilkan setelah pati
dalam bahan tersebut dihidrolisis baik dalam
suasana asam maupun basa. Adanya sifat pereduksi
dari senyawa gula bisa direaksikan dengan larutan
ion cupro dalam suasana basa. Metoda ini ditemukan
pertama kali oleh Luff Schoorl sehingga metoda
penentuan pati bisa dilakukan dengan cara Luff
Schoorl.
Metoda penentuannya pun cukup sederhana
yaitu dengan cara titrasi larutan tembaga dengan
natrium tiosulfat. Prinsip reaksinya adalah reaksi
oksidasi dan reduksi. Larutan indikator yang
digunakan adalah larutan amilum yang akan
memberikan perubahan warna menjadi biru karena
membentuk senyawa kompleks teradsorbsi
dengan I2 yang dibebaskan . Adapun reaksinya dapat
dilihat sebagai berikut :

Pati H+ / H2O monosakarida ( glukosa, fruktosa dan gula invert )

Cu2+ (dalam pereaksi ) + monosakarida Cu+ + sisa


Cu+ + 2I- + H+ I2 + H2O
I2 dibebaskan + 2 S2O32- + H+ 2I- + S4O62- + H2O
I2 berlebih + amilum senyawa kompleks teradsorbsi
warna biru

37
Jumlah titran yang terpakai akan
dikonversikan dengan nilai yang tertera dalam tabel
konversi menurut metoda Luff Schoorl, yaitu :

Tabel 4. 2 Penentuan glukosa, fruktosa dan gula invert


dalam suatu bahan menurut metoda Luff Schoorl

mL mg glukosa, mL mg glukosa,
Tiosulfa fruktosa dan Tiosulf fruktosa dan gula
t 0,1 N gula invert at 0,1 invert
N

 

1 2,4 2,4 13 33,0 2,7

2 4,8 2,4 14 35,7 2,8

3 7,2 2,5 15 38,5 2,8

4 9,7 2,5 16 41,3 2,9

5 12,2 2,5 17 44,2 2,9

6 14,7 2,5 18 47,1 2,9

7 17,2 2,6 19 50,0 3,0

8 19,8 2,6 20 53,0 3,0

9 22,4 2,6 21 56,0 3,1

10 25,0 2,6 22 59,1 3,1

38
mL mg glukosa, mL mg glukosa,
Tiosulfa fruktosa dan Tiosulf fruktosa dan gula
t 0,1 N gula invert at 0,1 invert
N

11 27,6 2,7 23 62,2 -

12 30,3 2,7 24 - -

Dikutip dari : Slamet Sudarmadji,dkk, Prosedur Analisa


Bahan Makanan dan Pertanian, 1997
Rumus yang digunakan :

(mL blanko – mL sampel ) x fk X N. Na2S2O3

Kadar pati = x 100


% mg sampel

Selisih volume ( mL ) sampel dikonversikan dalam tabel.

b. Analisis serat
Serat dalam bahan pangan masih termasuk
jenis senyawa polisakarida yang berfungsi sebagai
penguat tekstur. Contoh senyawa jenis ini adalah
selulosa dan lignin. Serat merupakan komponen
selulosa dan lignin yang menyusun dinding sel
tanaman sehingga banyak terdapat dalam bahan
nabati. Fungsi utama serat dalam makanan kita
adalah pada proses pencernaan akhir karena
komponen ini bersifat memperlancar pencernaan
karena senyawa jenis ini justru tidak dapat dicerna
oleh tubuh manusia dan dianggap serat (dietary fiber
) yang akan menstimulasi enzim-enzim pencernaan.
39
Ada pula cara kerja serat makanan dalam
membantu proses pencernaan karena kemampuan
senyawa ini untuk menyerap molekul air sehingga
akan menghasilkan massa yang besar dan
menyebabkan gerakan usus besar untuk mendorong
feses.
Penentuan serat dalam bahan makanan
dilakukan dengan cara menghidrolisis bahan
makanan dan pertanian dalam suasana asam atau
basa dan bantuan pemanasan/mendidih sampai
semua komponen makromolekulnya terurai dan
membentuk residu. Berat residu yang diperoleh dari
perlakuan merupakan berat serat dalam bahan
makanan tersebut.
Kadar serat ditentukan dengan cara :

Berat residu
Kadar serat = x 100 %
Berat sampel

Hasil analisis serat kasar dalam suatu bahan


pangan akan dipengaruhi oleh ketelitian
penimbangan. Selain itu, lemak yang ada dalam
sampel harus diekstraksi lebih dulu. Asam dan basa
yang digunakan untuk menghidrolisis biasanya
digunakan asam atau basa kuat seperti H2SO4 dan
NaOH.

Contoh soal :
Jika pada analisis kadar serat dan pati dalam sampel buah
sukun sebanyak 1,0 g diperoleh data sebagai berikut :
Berat residu = 12,5 mg
Volume larutan titran untuk sampel = 11,5 mL
Volume titran untuk larutan blanko = 20,0 mL
40
Tentukan :
a. Berapa kadar pati ?
b. Berapa kadar serat ?

Penyelesaian :
a. Selisih volume titran = 20,0 mL – 11,5 mL = 8,5 mL

Kadar pati ( % ) = 19,8 mg x 2,6 (sesuai tabel)x 0,1 N x 100 % = 0,52 %

1g
b. Kadar serat = 12,5 mg x 100 % = 1,25 % (b/b)
1,0 g

41
Rangkuman :
1. Analisis proksimat (proximate analysis) merupakan cara
penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan
dengan perhitungan pendekatan berdasarkan
komposisi komponen senyawa makromolekul lainnya.
2. Penentuan karbohidrat secara analisis proksimat sering
disebut juga dengan istilah Carbohydrate by Difference.
3. Komposisi senyawa yang termasuk dalam analisis
proksimat adalah air, abu, protein, lemak dan
karbohidrat.
4. Penentuan air dengan thermogravimetri dilakukan
dengan cara penentukan berat air yang diuapkan dari
bahan pangan melalui proses pemanasan. Metoda ini
kurang akurat untuk bahan pangan yang banyak
mengandung senyawa volatil ( mudah menguap )
seperti golongan minyak atsiri.
5. Abu merupakan istilah sisa hasil proses pembakaran
bahan pangan yang dianalisis dan mengandung unsur-
unsur murni yang tergolong dalam kelompok mineral.
Penentuan kadar abu dilakukan dengan alat tunggu
pengabuan khusus dan penimbangan hasilnya secara
teliti.
6. Penentuan kadar protein kasar bisa dilakukan dengan
metoda Kjeldahl, yang terdiri proses destruksi, distilasi
dan titrasi.
7. Penentuan kadar lemak bisa dilakukan dengan cara
sokletasi, dengan menggunakan pelarut-pelarut non
polar yang bisa melarutkan lemak dari bahan pangan.
8. Pelarut yang bisa melarutkan lemak antara lain
petroleum eter, petroleum benzena, eter, aseton dan
kloroform.
9. Analisa beberapa senyawa karbohidrat bisa dilakukan
dengan metoda Luff Schoorl yang berprinsip pada
reduksi komponen Cu2+ oleh senyawa gula.

42
Latihan Soal
1. Apa yang dimaksud dengan analisis proksimat ?
2. Jelaskan tujuan dilakukannya analisis proksimat dalam
suatu bahan pangan !
3. Komponen kimia apa saja yang termasuk dalam analisis
proksimat ?
4. Apa yang dmaksud dengan istilah carbohydrate by
difference ?
5. Jelaskan cara penentuan kadar air secara
thermogravimetri !
6. Apa yang dimaksud dengan “abu” dalam bahan pangan!
7. Jelaskan prinsip kerja alat soklet dalam menentukan
kadar lemak !
8. Sebutkan, jenis pelarut apa yang bisa digunakan untuk
menentukan kadar lemak secara sokletasi !
9. Mengapa, analisis protein dalam bahan pangan secara
metoda Kjeldahl disebut juga dengan penentuan kadar
protein kasar ?
10. Jelaskan, kekurangan dan kelebihan metoda Kjeldahl
untuk menentukan kadar protein !
11. Jelaskan prosedur kerja penentuan kadar serat dalam
bahan pangan dan makanan !
12. Apa yang menjadi prinsip reaksi senyawa gula dengan
pereaksi Luff Schoorl pada penentuan karbohidrat ?

43
BAB 5
INSTRUMENTASI ANALISIS
Perkembangan ilmu dan pengetahuan juga akan
memicu ditemukannya metoda-metoda baru dengan
peralatan yang lebih sensitif dalam menentukan jenis dan
jumlah senyawa-senyawa dalam suatu sampel. Apalagi
dalam suatu bahan pangan yang mengandung banyak
senyawa yang lebih kompleks sehingga membutuhkan
metoda dengan peralatan yang selektif dan sensitif.
Selain itu, kalibrasi terhadap peralatan analisis perlu
dilakukan agar peralatan instrumentasi yang digunakan bisa
mempunyai pengukuran dengan ketelitian yang baik dan
prosedur kerja yang sesuai. Kalibrasi bisa dilakukan pada
peralatan gelas dan peralatan instrumentasi, biasanya
dilakukan dengan alat pembanding. Cara melakukan
kalibrasi disesuaikan dengan jenis peralatannya juga.

5.1 Jenis Metoda Analisis Instrumentasi


Penggolongan metoda analisis biasanya
berdasarkan prinsip reaksi yang terjadi pada analit
dalam sampel. Contohnya pada penentuan vitamin C
dengan metoda Iodometri yang terjadi secara reaksi
reduksi oksidasi dan tidak dilakukan secara titrasi
penetralan asam basa walaupun secara kimianya
vitamin C ( asam askorbat ) bersifat asam. Selain itu,
dengan adanya peralatan instrumentasi maka daya
deteksi terhadap analit akan makin baik terutama untuk
konsentrasi yang kecil.
Berikut ini jenis metoda analisis yang tergolong
analisis secara instrumentasi dengan menggunakan
peralatan khusus :

44
Tabel 5. 1 Penggolongan metoda analisis instrumentasi

1. Teknik Spektroskopik
• Spektrofotometri UV-Vis
• Spektrofotometri Infra merah
• Spektrofotometri Fluoresensi dan Fosforisensi
• Spektrometri Raman
• Spektrometri Resonansi Magnet Inti (RMI)
• Spektroskopi Radio Kimia
• Spektroskopi sinar-X
• Spektroskopi Resonansi putaran elektron
2. Teknik Kromatografi
• Kromatografi planar (KLT dan KK )
• Kromatografi Gas Cair dan Padat ( KGC dan KGP )
• Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT )
• Kromatografi elusi CO2 pada temperatur superktitik
atau “Super Critical Fluid Chromatography-SFP “
3. Teknik Elektrokimia
• Potensiometri
• Voltametri
• Elektrogravimetri
• Coulometri
• Amperometri dan biamperometri
4. Teknik Berbagai Fenomena Ilmiah
• Analisis termik
• Spektrometri Massa
5. Teknik Terpadu
• kombinasi beberapa metoda analisis seperti GC / FT
- IR dan MS

Dikutip dari : M. Mulja dan Sugijanto, Perkembangan


Instrumentasi Kromatografi Gas(1994)

45
5.2 Spektrofotometri
Spektrofotometri dianggap metoda analisis yang
termasuk instrumentasi karena telah menggunakan
peralatan khusus yang terdiri dari komponen tertentu.
Setiap komponen memiliki fungsi tertentu yang akan
saling mendukung daya analisis alat tersebut. Secara
umum, komponen utama dalam alat spektrofotometer
terdiri dari :
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya merupakan cahaya yang
akan berinteraksi dengan senyawa analit. Interaksi
yang terjadi bisa dalam bentuk
absorbsi/penyerapan cahaya tersebut. Cahaya
yang digunakan dalam range panjang gelombang
UV-Visible yang panjang gelombang 200 nm - 220
nm dan 400 nm -750 nm.
Teori yang mendasari peralatan
spektrofotometer adalah Hukum Lamber-Beer.
Menurut Lambert, jumlah cahaya yang diserap oleh
suatu senyawa akan sebanding dengan panjang
jalan sinar yang melewatinya.
Sedangkan menurut Beer, jumlah cahaya
yang diserap oleh suatu senyawa akan sebanding
dengan jumlah senyawa tersebut.
Penggabungan kedua teroi ini akan
menghasilkan suatu rumus untuk menyatakan
proses absorbsi cahaya oleh senyawa dalam
sampel, yaitu jumlah cahaya yang diserap akan
sebanding dengan jumlah zat dan panjang jalan
sinar. Persamaan tersebut adalah :

46
A ~ b xC
A = axbxC
Keterangan :
A = absorbsi
a = absorbtivitas molar ( cm/molar )
b = tebal kuvet ( cm / dm )
C = konsentrasi analit ( molar )

2. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memilih
panjang gelombang yang sesuai dengan analit
sehingga terjadi absorbsi yang maksimal. Setiap
senyawa mempunyai panjang gelombang
maksimum tertentu, hal ini berkaitan dengan tingkat
eksitasi elektron dalam senyawa tersebut saat
berinteraksi dengan cahaya tertentu. Untuk
pengukuran yang teliti akan lebih baik dilakukan
pada panjang gelombang maksimumnya sehingga
datanya lebih valid.
3. Tempat sampel (kuvet)
Interaksi antara senyawa dengan cahaya
terjadi pada suatu tempat yang sering disebut
dengan kuvet. Kuvet terbuat dari bahan kaca
khusus, biasanya dari bahan silika atau kuarsa.
Syarat kuvet adalah :
• tidak menyerap cahaya
• tidak bereaksi dengan senyawa maupun
larutannya
4. Penguat sinyal
Hasil interaksi antara cahaya dan analit akan
berbentuk sinyal lemah sehingga perlu diperkuat

47
dengan suatu amplifier khusus sehingga bisa
terbaca oleh alat.

5. Pembaca skala dan recorder


Recorder spektrofotometer berupa alat
pendeteksi sinyal hasil penyerapan senyawa analit.
Ada beberapa bentuk seperti bentuk digital dan
penunjuk jarum.

Dengan perkembangan ilmu instrumentasi, maka


saat ini banyak jenis spektrofotometer dan ditujukan
untuk analisis khusus. Jenis spektrofotometer ada yang
dibedakan berdasarkan daerah panjang gelombang
sinarnya, antara lain :
1. Spektrofotometer UV
Menggunakan cahaya dengan panjang
gelombang daerah UV ( 200 – 220 nm ) dan data
analisisnya banyak digunakan untuk mendeteksi
adanya gugus kromofor dalam suatu senyawa.
Gugus kromofor ini berifat menyerap cahaya karena
adanya elektron-elektron  pada ikatan tak jenuh.
2. Spektrofotometer Visible
Alat ini menggunakan cahaya dengan
panjang gelombang cahaya tampak (  400-750
nm ). Metoda ini lebih banyak digunakan untuk
menganalisis jumlah senyawa dalam sampel (
analisis kuantitatif ).
3. Spektrofotometer Infra Red
Alat ini berprinsip pada terjadinya interaksi
cahaya dengan panjang gelombang Infra merah
dengan elektron pada ikatan-ikatan gugus
fungsional senyawa sehingga digunakan untuk
menganalisis gugus aktif pada senyawa organik.
4. Spektrometer Resonansi Magnetik Inti (RMI)
Alat ini menggunakan getaran magnet yang
akan berinteraksi dengan proton-proton dalam
senyawa sehingga bisa mengidentifikasi
48
pergeseran kimia (  ) pada senyawa yang akan
sebanding dengan jumlah atom H yang dimiliki oleh
senyawa tersebut.
5. Spektrometer Massa
Alat ini menggunakan energi panas untuk
memutuskan ikatan-ikatan tertentu dalam senyawa
organik sehingga terjadi ion molekular yang akan
dapat memberikan informasi tentang massa
molekul relatif senyawa tersebut.
Keempat data hasil analisis dengan alat
spektrometer ini akan saling melengkapi sehingga akan
banyak dimanfaatkan untuk mengidentifikasi senyawa-
senyawa yang baru diisolasi dari alam.

5.3. Kromatografi
Kromatografi termasuk metoda instrumentasi dengan
peralatan tertentu. Dasar analisis dengan peralatan ini
adalah separasi (pemisahan) senyawa dalam sampel
berdasarkan daya adsorbsi bahan (fase diam ) terhadap
senyawa. Jadi pada prinsipnya, semua teknik
kromatografi berdasarkan pada adanya distribusi
komponen-komponen dalam sampel pada fase diam
dan fase geraknya dengan memanfaatkan perbedaan
sifat-sifat fisik komponen senyawa yang dipisahkan.
Ada beberapa pertimbangan keuntungan teknik
analisis secara metoda kromatografi, antara lain :
1. Ketelitian dan ketepatan yang baik.
2. Jangkauan analisis secara kualitatif dan kuantitatif
yang luas dari konsentrasi tinggi sampai sangat
rendah.
3. Hasilnya reproduksibel
4. Hasil analisisnya relatif cepat terutama untuk
metoda yang sudah menggunakan instrumentasi
khusus seperti HPLC dan GC.
Namun, teknik analisis dengan metoda ini relatif
mahal dan membutuhkan tenaga operator yang memiliki

49
ketrampilan, berpengalaman dengan dasar teori yang
memadai.
Sejalan dengan perkembangan teknik kromatografi
maka jenis kromatografi juga bertambah. Namun,
penggolongan teknik kromatografi berdasarkan pada
mekanisme pemisahannya adalah adsorbsi, partisi,
filtrasi dan suhu kritis. Berikut ini penggolongan metoda
analisis kromatografi menurut mekanisme
pemisahannya :
1. Kromatografi adsorbsi
Metoda ini menggunakan fase diamnya padat
dan fase geraknya cair atu gas. Prinsip pemisahan
komponennya adalah kepolaran senyawa sehingga
akan sangat dipengaruhi oleh perbedaan polaritas
senyawa yang dipisahkan. Jenis kromatografi ini
adalah :
a. Kromatografi Lapis Tipis
b. Kromatografi penukar ion
c. Kromatografi gas padat
d. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
2. Kromatografi partisi
Metoda ini menggunakan fase diam cair dan
fase gerak juga cair. Prinsip pemisahannya adalah
perbedaan konstanta distribusi molekul yang
dipisahkan. Nilai Konstanta distribusi ( Kd ) ini juga
dipengaruhi oleh daya adsorbsi fase diam terhadap
senyawa. Contoh kromatografi jenis ini adalah :
a. Kromatografi kolom
b. Kromatografi kertas
c. Kromatografo gas cair
d. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT)
3. Kromatografi filtrasi
Metoda ini menggunakan fase diam bahan
padat yang mempunyai sifat filtrasi terhadap
komponen dengan massa molekul relatif besar dan
biasanya adalah bahan gel sedangkan fase
geraknya adalah cairan. Metoda ini masih
50
dianggap khusus untuk sampel tertentu. Namun,
akan dipengaruhi oleh perbedaan struktur dan
ukuran molekul analitnya.
4. Kromatografi suhu kritis
Metoda ini dianggap hasil pengembangan
metoda kromatografi gas dengan KCKT dengan
menggunakan gas CO2 dalam keadaan superkritis
sebagai fase geraknya.
Berdasarkan pelaksanaannya maka kromatografi
lapis tipis merupakan metoda kromatografi yang relatif
lebih sederhana dalam teknik pengerjaannya. Kelebihan
metoda ini adalah dari segi alat yang sederhana dan
relatif lebih muraj dengan pemisahan yang cepat dan
baik. Namun ketelitian dan ketepatannya kurang
memadai.
Teori dasar metoda kromatografi lapis tipis ini adalah
pemisahan campuran komponen dalam sampel yang di
adsorbsi oleh fase diam dan dibawa oleh fase gerak
dalam waktu tertentu. Setiap komponen akan bergerak
sesuai dengan kesesuaian sifatnya dengan fase
geraknya. Penentuan komponen berdasarkan fakrot
penghambatan ( retardation factor ) yang disingkat
dengan Rf dan ditentukan berdasarkan :

jarak gerakan zat terlarut

Rf =
jarak gerakan pelarut

Nilai Rf merupakan perbandingan jumlah molekul zat


terlarut dalam fase gerak dengan jumlah moleul zat
terlarut dalam kedua fase. Fase diam yang bisa dipakai
dalam kromatografi lapis tipis antara lain adalah silika
gel, alumina, sellulosa, Sephadex, poliamida dan

51
kalsium sulfat. Bahn penyerap ini akan digunakan
sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan.
Fase diam ini dibuat seperti lempengan tipis dengan
teknik khusus.
Silika gel dianggap fase diam yang lebih umum
dipakai untuk banyak senyawa, mulai dari asam amino,
alkaloid, gula, asam lemak, lipid, mnyakatsiri, anion dan
kation organik serta senyawa golongan terpenoid.
Sedangkan alumina dipakai untuk jenis zat pewarna,
golongan senyawa fenol, steroid, vitamin, karatenoid,
serta alkaloid dan asam amino. Sephadex, dan
poliamida dan sellulosa lebih banyak digunakan untuk
pemisahan asam amino. Jenis Kiezelguhr merupakan
fase diam untuk pemisahan gula, oligosakarida, asam
lemak dan steroid.
Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi lapis
tipis adalah cairan yang mempunyai viskositas rendah
pada suhu 20oC karena viskositas akan mempengaruhi
kecepatan alir fase geraknya. Selain itu perlu
diperhatikan juga sifat kepolarannya karena kepolaran
yang tinggi akan merusak ikatan pada fase diamnya.
Pelarut yang bisa digunakan antara lain n-heksana,
heptana, CCl4, benzena, kloroform, eter, etil asetat,
aseton, etanol, metanol, piridine dan siklo heksan. Bisa
juga digunakan campuran beberapa pelarut untuk
senyawa tertentu sehingga pemisahan akan lebih baik.
Namun untuk pemisahan analit yang sangat sedikit
maka akan lebih baik digunakan pelarut denga
kemurnian yang tinggi.
Cara kerja metoda kromatografi lapis tipis ini adalah
dengan meletakkan cairan sampel dengan
menggunakan pipa kapiler/jarum mikro pada jarak 1,5 –
2,0 cm dari tepi lapisan bagian bawah dan 0,5 cm dari
sisi bagian samping. Jarak antar noda tidak boleh terlalu
dekat, kira-kira 2 cm. Identifikasi harga Rf dilakukan
dengan penampakan bercak setelah disinari dengan
lapu UV sehingga akan terjadi fluoresensi senyawa
52
tersebut. Harga Rf yang diperoleh akan spesifik untuk
pelarut dan fase diam tertentu sehingga akan
diandingkan terhadap Rf senyawa murninya.

Rangkuman :
1. Metoda analisis dikelompokkan menurut prinsip
kerja dan reaksinya.
2. Setiap metoda analisis mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing, namun yang utama
harus diperhatikan saat memilih suatu metoda
analisis adalah kesahihan dan ketelitiannya.
3. Metoda analisis yang sudah mempunyai alat
instrumentasi khusus dianggap lebih sensitif dan
selektif sehingga akan menghasilkan data yang
lebih akurat.
4. Spektrofotometri merupakan metoda analisis
fisikokimia yang berprinsip pada adanya interaksi
senyawa dengan cahaya sehingga cahaya tersebut
bisa diserap ( absorbsi ), diemisikan ( dipancarkan
) atau dipendarkan ( light scaterring ).
5. Jenis spektrofotometri dibedakan dari prinsip
interaksi dan daerah oanjang gelombang cahaya
yang digunakan.
6. Kromatografi merupakan metoda analisis yang
memisahkan komponen senyawa dalam sampel
berdasarkan adanya daya sorbsi fase geraknya
terhadap analit. Setiap jenis kromatografi akan
mempunyai instrumentasi khusus yang akan
memberikan daya analisis lebih baik lagi.

Latihan Soal
1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan :
a. spektrofotometri
b. kromatografi
53
2. Apa yang membedakan jenis spektrometer ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan jika kita melakukan
analisis bahan pangan dengan spektrofotometri ?
4. Mengapa, pengukuran serapan senyawa dengan
spektrofotometri harus dilakukan pada panjang
gelombang maksimumnya ?
5. Jelaskan, jenis kromatografi berdasarkan interaksi fase
gerak dengan fase diamnya !
6. Apa kelebihan dan kekurangan metoda kromatografi
kertas ?
7. Jelaskan contoh penggunaan kromatografi kertas untuk
analisis bahan pangan/makanan ?

54
BAB 6
ANALISIS MIKROBIOLOGI
6.1 Pengertian
Analisis mikrobiologi merupakan pemeriksaan
terhadap jenis dan jumlah mikroba yang ada dalam
suatu bahan pangan dan produk olahannya sehingga
dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi oleh manusia.
Kehidupan mikroba juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :
a. Kelengkapan zat makanan yang terdapat di dalam
media pertumbuhannya
b. pH medium pertumbuhannya
c. Kadar air dalam medium
d. Temperatur / suhu lingkungannya
e. Cahaya
f. Sirkulasi oksigen terutama untuk mikroba yang
bersifat aerob
g. Kelembaban
Apabila faktor lingkungan abiotik tersebut ada dalam
suatu bahan pangan maka pertumbuhan mikroba akan
makin cepat. Untuk itulah, dilakukan pula beberapa
tindakan pencegahan terhadap kontaminasi mikroba
dalam bahan pangan dengan cara meminimumkan atau
mengatur kondisi lingkungan tersebut sehingga mikroba
tidak akan mencemari bahan pangan.
Keamanan bahan pangan yang sudah diolah
menjadi suatu produk makanan atau minuman biasanya
diawali dengan tindakan sterilisasi yang menjadi salah
satu tahap dalam proses pengolahan makanan. Namun,
ada beberapa mikroba yang cukup resisten terhadap
panas selama proses sterilisasi. Sehingga mikroba tetap
hidup meskipun sudah mengalami proses pemasakan.

55
6.2 Tujuan Analisis Mikrobiologi terhadap Bahan
Pangan
Cemaran mikroba dalam bahan pangan juga sangat
membahayakan karena banyak mikroba yang bersifat
menghasilkan toksin maupun adanya sifat parasit dari
mikroba tersebut. Sehingga keamanan bahan pangan
dari kontaminasi mikroba juga harus diperhatikan.
Adapun tujuan analisis mikrobiologi antara lain :
a. Mengetahui jenis mikroba yang ada dalam suatu
bahan makanan.
b. Mengetahui jumlah koloni mikroba yang bisa
tumbuh dalam suatu produk makanan.
c. Mengetahui ada atau tidaknya senyawa toksik
sebagai hasil metabolisme mikroba dalam bahan
makanan sehingga dapat membahayakan
kesehatan manusia yang mengkonsumsinya.

6.3 Pertumbuhan Mikroba


Mikroba bisa mengalami pertumbuhan secara
individu dan pertumbuhan kelompok sampai menjadi
suatu populasi. Pertumbuhan individu merupakan
pertumbuhan sel dengan adanya penambahan volume
dan bagian-bagian sel lainnya. Pertumbuhan ini
dikatakan sebagai penambahan kuantitatif isi dan
kandungan didalam selnya. Sedangkan pertumbuhan
polulasi merupakan lanjutan dari adanya pertumbuhan
individu. Contohnya dari satu sel menjadi dua dan
seterusnya sehingga menjadi banyak.
Pada mikroba, kedua jenis pertumbuhan ini tidak bisa
diamati dengan jelas karena waktu perubahannya relatif
cepat. Contohnya pertumbuhan bakteri yang dapat
terjadi hanya dalam waktu 10 jam dapat berubah
menjadi jutaan sel jika lingkungan hidupnya mendukung
( lingkungan optimal ). Perhitungan pertumbuhan sel
bakteri ini dilakukan secara logaritmik karena terjadi
dalam waktu singkat dengan jumlah yang sangat
banyak.
56
Pertumbuhan mikroba dapat digambarkan dengan 5
( lima ) fase / tahap pertumbuhan yaitu :
a. Fase lag
Tahap ini dianggap tahap adaptasi yaitu fase
pengaturan sel mikroba sehingga dapat beraktivitas
dengan lingkungan yang baru. Selama fase ini,
pertumbuhan dan perkembangan tidak terlihat
secara nyata.
b. Fase eksponensial atau fase logaritmik
Pada tahap ini, sel mikroba mengalami perubahan
bentuk dan meningkatkan jumlah sel dengan cepat.
Hal ini bisa terjadi karena kondisi lingkungan yang
mendukung, yaitu sumber nutrien didalam media,
temperatur, kadar oksigen, cahaya serta adanya
asosiasi dengan jasad lain jika dalam medium
terdapat lebih dari satu jenis.
c. Fase Pengurangan Pertumbuhan
Setelah mengalami fase logaritmik maka
penambahan jumlah sel akan menurun. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
berkurangnya sumber nutrien.
d. Fase Stasioner
Fase ini dinggap sebagai fase tetap karena sel
mikroba hanya mengalami perkembangan
sehingga menjadi bertambah besar saja. Hal ini
bisa terjadi karena penggunaan sumber nutrien
dapat fase pertumbuhan juga disertai dengan
pembentukan senyawa-senyawa hasil metabolisme
sel mikroba dan mungkin salah satunya adalah
senyawa toksin. Sehingga sel mengalami adaptasi
lagi dalam mediumnya.
e. Fase Kematian
Fase ini merupakan tahap akhir dari pertumbuhan
mikroba karena lingkungan yang tidak mendukung
lagi sehingga mikroba akan mengalami kematian
sehingga terjadi penurunan jumlah individu.

57
Berdasarkan adanya pengetahuan terhadap fase
pertumbuhan mikroba maka kita bisa melakukan suatu
perkiraan kondisi bahan pangan jika terjadi kontaminasi
mikroba selama waktu tertentu. Namun untuk
keamanan bahan pangan maka diharapkan adanya
mikroba harus minimum bahkan tidak ada terutama
mikroba yang patogen.

6.4 Jenis Metoda Analisis Mikrobiologi


Mikroba merupakan makhluk hidup yang dapat
beraktivitas dan berkembang biak dengan baik dalam
lingkungan yang sesuai. Sehingga perlu dilakukan
analisis secara tepat dan teliti untuk memastikan jenis
mikroba yang ada dalam suatu bahan makanan apalagi
jika mikroba tersebut akan membahayakan kesehatan
dan keselamatan manusia yang mengkonsumsinya.
Sampai saat ini, untuk analisis mikrobiologi perlu
dilakukan metoda yang tepat dan teliti sehingga bisa
menjadi informasi yang akurat untuk menyatakan bahan
makanan tersebut aman untuk dikonsumsi. Namun,
langkap awal yang dilakukan untuk uji mikrobiologi
terhadap bahan pangan adalah menentukan jumlah sel
mikroba yang ada dalam bahan tersebut dan setiap sel
akan tumbuh membentuk suatu koloni.
Pengamatan terhadap jumlah sel mikroba dalam
suatu sampel termasuk bahan pangan dapat dilakukan
dengan 3 ( tiga ) cara, yaitu :

1. Pengamatan secara mikroskopis


Pengamatan dengan cara ini dilakukan
dengan bantuan alat mikroskop terhadap jumlah
sel/spora mikroba. Alat khusus yang dapat
digunakan utuk cara ini adalah Hemositometer. Alat
ini memiliki ruang-ruang dengan volume tertentu
untuk jumlah sampel yang akan diperiksa.
Kemudian diletakkan dibawah mikroskop dan
dihitung jumlah sel/spora yang tampak.
58
Untuk mempermudah pengamatan, maka
dilakukan pengenceran secara teliti sehingga
jumlah sel / spora mikroba akan nampak dengan
jelas dengan kerapatan yang tidak mengganggu
pengamatan. Alat Hemositometer dapat diamati
dari gambar berikut ini :

Gambar 6. 1 Alat Hemositometer

Cara perhitungan jumlah sel mikroba dengan


menggunakan hemositometer ini juga disebut
dengan cara ruang penghitung. Dengan cara ini,
akan bisa secara langsung ditentukan jumlah sel
mikroba baik yang hidup maupun yang telah mati.
Namun, kesalahan sering terjadi jika
pengencerannya tidak tepat dan tidak homogen
sehingga inilah yang menjadi kekurangan dengan
metoda ini. Cara perhitungannya menggunakan
suatu persamaan :

Jumlah sel = A x B x C x P

Keterangan :
A = jumlah sel yang terhitung dari pengamatan
dengan mikroskop
B = jumlah kotak pada hemositometer

59
C = konstanta sel alat dan merupakan volume tiap
kotak, nilainya 50
P = pengenceran sampel

Contoh soal :
Pada pengamatan jumlah sel Aspergillus niger
dengan hemositometer terhitung 12 sel, jumlah
kotak pada alat adalah 25, dan volume tiap kotak
adalah 50. Berapakah jumlah sel dalam inokulum
yang dianalisis jika sampel merupakan hasil
pengenceran 1000 kali ?
Jawab :
Jumlah sel = 12 x 25 x 50 x 1000
= 1,5 x 107 sel/ml

2. Pengamatan secara makroskopis


Pengamatan ini dapat dilakukan secara
langsung karena jumlah sel/spora bisa dihitung dari
jumlah koloni yang nampak dari hasil pertumbuhan
dan perkembangan sel mikroba. Dengan
menganggap satu koloni merupakan hasil sehingga
tidak dapat diketahui jumlah sel yang sebenarnya
dan inilah yang menjadi kekurangan dengan
metoda ini.
Untuk tahap pengerjaannya akan dilakukan
pengenceran terlebih dahulu dan biasanya sampai
bertingkat terhadap suspensi spora ( inokulum )
supaya koloni yang tumbuh tidak terlalu rapat.
Setelah ini 1 mL suspensi spora akan ditumbuhkan
pada medium yang sesuai dan diinkubasi selama
waktu tertentu. Adapun cara pengerjaannya dapat
dilihat pada gambar berikut ini :

60
Gambar 6. 2 Perhitungan Dengan Cara Pengenceran
Sederhana

Cara ini tidak menggunakan alat yang khusus


dan kadang harganya relatif mahal. Namun jumlah
koloni yang terhitung merupakan jumlah sel
mikroba yang bisa hidup saja. Sehingga
perhitungan kuantitatifnya kurang teliti.

3. Penggunaan Alat Turbidimeter


Perhitungan jumlah sel mikroba dengan
turbidimeter merupakan cara perhitungan yang
berprinsip pada perhitungan kerapatan sel mikroba
yang ada dalam larutan setelah diinteraksikan
dengan cahaya karena sel akan memancarkan
sinar (ligth scattering) sesuai dengan jumlah sel
yang ada di dalamnya.

61
Rangkuman :
1. Keamanan bahan pangan terhadap cemaran mikroba
sangatlah diperlukan karena banyak mikroba yang
dapat membahayakan kesehatan manusia baik
terhadap aktivitasnya maupun toksin yang
dihasilkannya.
2. Analisis mikroba dalam bahan pangan perlu dilakukan
untuk melihat keamanan bahan pangan dan makanan
tersebut dari aktivitas mikroba yang membahayakan
kesehatan manusia.
3. Uji mikrobiologi perlu dilakukan secara khusus dengan
metoda dan alat tertentu karena setiap mikroba
mempunyai karakteristik dan kehidupan yang berbeda.
4. Pengamatan secara mikrobiologi dapat dilakukan
secara mikroskopis dan makroskopis.
5. Pertumbuhan mikroba terjadi secara fase logaritmik
yaitu pertumbuhan dan penambahan jumlah sel yang
terjadi dalam waktu singkat dengan jumlah yang sangat
banyak.
6. Cara perhitungan jumlah sel mikroba dapat dilakukan
dengan 3 ( tiga ) cara yaitu :
a. perhitungan dan cara pengamatan mikroskopis
dengan alat hemositometer.
b. perhitungan dan cara pengamatan makroskopis
dengan metoda pengenceran bertingkat.
c. Perhitungan dengan menggunakan alat
turbidimeter

Latihan Soal
1. Mengapa bahan pangan perlu dianalisis secara
mikrobiologi ?
2. Mengapa suatu bahan pangan bisa mengandung
mikroba ?

62
3. Jelaskan, cara yang dapat Anda lakukan untuk
melakukan analisis mikrobiologi terhadap suatu bahan
pangan ?
4. Jelaskan, apa pengaruh adanya aktivitas mikroba dalam
bahan pangan dan makanan kita ?
5. Jika dalam sampel yang diamati dengan hemositometer
terhitung jumlah sel/spora sebanyak 25 sel dari sampel
yang diencerkan 10-3. Maka tentukan jumlah mikroba
dalam sampel tersebut !
6. Apa kelebihan dan kekurangan alat hemositometer
dalam menentukan jumlah mikroba dalam bahan pangan
?
7. Mengapa, pengenceran perlu dilakukan untuk
pengamatan secara mikroskopis?
8. Jelaskan prinsip penentuan jumlah sel mikroba dengan
alat turbidimeter !

63
DAFTAR PUSTAKA
Fardias..D. dkk.1989. Penuntun Praktikum Analisa Pangan.
IPB. Bogor.
Sudarmadji. S. 1989. Analisa Makanan dan Bahan
Pertanian. Erlangga. Jakarta.
Sudarmadji. S.dkk. 1990. Prosedur Analisa Makanan dan
Pertanian. Erlangga. Jakarta.
Sumari. Keselamatan Kerja di Laboratorium Kimia. Jurnal
Ilmu Kimia dan Pembelajarannya. Media Komunikasi
Kimia. No.2. Tahun 5. Agustus 2001.
Day Underwood. AL. 1989. Kimia Analisis Kuantitatif. Edisi
ke-4. Erlangga. Jakarta.
Mustafa A. dkk. 1987. Volumetri dan Gravimetri. Seri
Pengantar Kimia Farmasi. UGM. Yogyakarta.
Vogel. 1989. Analisa Kuantitatif. Edisi ke-5. Erlangga.
Jakarta.
Vogel. 1989. Kimia Kualitatif Makro dan Semi Mikro. Edisi
ke-4. Erlangga. Jakarta.
Day Underwood. AL.1989. Kimia Analisis Kuantitatif. Edisi
ke-4. Erlangga. Jakarta.
Harjadi. W. 1986. Ilmu Kimia dan Analitik Dasar. PT.
Gramedia. Jakarta.
Mustafa A. dkk. 1987. Volumetri dan Gravimetri. Seri
Pengantar Kimia Farmasi. UGM. Yogyakarta.
Vogel. 1989. Analisa Kuantitatif. Edisi ke-5. Erlangga.
Jakarta
Roth. J. Hermann dan Gothfried. B. 1988. Analisis Farmasi.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Fardias D. dkk. 1989. Penuntun Praktikum Analisa Pangan.
IPB. Bogor.
Sudarmadji. S. 1996. Analisa Makanan dan Bahan
Pertanian. Erlangga. Jakarta.

64
Sudarmadji S. dkk. 1997. Prosedur Analisa Makanan dan
Pertanian. Erlangga. Jakarta.
Winarno. F. G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Erlangga.
Jakarta.
Day Underwood, 1989, Kimia Analisis Kuantitatif, Edisi ke-4,
Erlangga, Jakarta.
Mulja. M, 1998, Instrumentasi Analisis, Airlangga University
Press, Surabaya.
Roth. J. Hermann, Gothfried. B, 1988, Analisis Farmasi,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarmadji. S, 1989, Analisa Makanan dan Bahan
Pertanian, Erlangga, Jakarta.
Fardias Srikandi, 1987, Mikrobiologi Pangan, Penuntun
Praktikum, IPB, Bogor.
Suriawiria Unus, 1995, Pengantar Mikrobiologi Umum,
Penerbit Angkasa, Bandung.

65
TENTANG PENULIS

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang, 02


Oktober 1974, dengan berlatar
belakang pendidikan di Ilmu Kimia serta
pengalaman penelitian dan pengabdian
pada bidang Teknologi Pangan maka
penulis mencoba mengabdikan dirinya
untuk menulis buku-buku kimia dan
seputar teknologi pangan. Penulis
menyelesaikan pendidikan S1 di
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia, Universitas Andalas,
Padang. Diterima sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri
Lampung pada Bulan Desember 2002. Kemudian
melanjutkan pendidikan di Ilmu Pangan, IPB pada tahun
2006. Setelah mengerjakan beberapa riset dan kegiatan
pengabdian kepada msyarakat dibidang pangan maka pada
tahun 2013 melanjutkan studi program doktoral di Ilmu Kimia
di Universitas Andalas, Padang dengan mengambil
konsentrasi dibidang komponen bahan aktif dalam bahan
alam dan interaksinya dalam bahan pangan. Beberapa riset
juga telah dikerjakan dengan menggunakan instrumentasi
analisis pada komponen kimia dalam bahan pangan.
Beberapa penelitian dibidang teknologi pangan yang telah
dihasilkan adalah :
1. Identifikasi dan analisis senyawa akrilamida secara High
Performance Liquid Chromatography (HPLC)
2. Sintesis khitosan dari limbah kulit rajungan untuk
penggunaan sebagai pengawet dalam bakso sapi
3. Optimasi penggunaan senyawa brazilein dalam kayu
secang (Caesalpinia sappan.L) untuk pewarna minuman
dan pengawet daging
4. Proses reduksi pembentukan senyawa akrilamida dalam
proses pengolahan keripik pisang

66
5. Induksi pembentukan senyawa akrilamida dengan
ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan.L)
6. Isolasi enzim glukoamilase dari Aspergillus niger untuk
memproduksi gula cair dari tepung singkong
7. Teknik kristalisasi pada pengolahan air nira aren untuk
memproduksi gula semut
8. Karakterisasi komponen senyawa volatil dalam cuka
bambu (vinegar bamboo)
Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi
motivasi bagi penulis untuk dapat berkarya lebih baik lagi.
Food is not everything but food is the most important things.

67
68
69

Anda mungkin juga menyukai