LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM TERMOBAKTERIOLOGI
OLEH :
KELOMPOK IX
1
2
2
1
2017HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata
kuliah Termobakteriologi pada semester Genap /2017 di Fakultas Teknologi
Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Mengetahui,
Co. Assisten Praktikum Termobakteriologi Praktikan
Silfina Firdaus
NIM. J1A 014 115
Sri Wardiyati
NIM. J1A 014 123
Suandrika Pratiwi
NIM. J1A 013 125
Menyetujui,
Koordinator Praktikum Termobakteriologi
1
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan
rahmat-Nya laporan tetap Termobakteriologi ini dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu
syarat kelulusan mata kuliah Termobakteriologi Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Dalam kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada
dosen, koordinator praktikum, dan para Co. Assisten yang telah banyak
membantu serta membimbing kami baik dalam praktikum maupun dalam
penyusunan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih
banyak kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik
pengetikannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini
selanjutnya.
Akhirnya kami mengharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan
ilmu pengetahuan bagi rekan-rekan yang lain dan juga dapat menambah
pengetahuan kita.
Penyusun
2
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
ACARA I. STERILISASI SUSU BEAR BRAND DENGAN PENAMBAHAN
SPORA BACILLUS CEREU
Pendahuluan ........................................................................................... 1
Tinjauan Pustaka .................................................................................... 3
Pelaksanaan Praktikum .......................................................................... 5
Hasil Pengamatan.................................................................................... 7
Pembahasan ........................................................................................... 10
Kesimpulan ............................................................................................ 13
3
4
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RAPIKAN!!!!!
4
5
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Hasil Pengamatan total koloni Bacillus cereus..............................................7
2.1 Hasil Pengamatan Pemanasan Bakteri........................................................19
2.2 Hasil Pengamatan Penyembuhan Bakteri....................................................20
3.1 Hasil Pengamatan Kinetika Kematian Bakteri ..............................................37
4.1 Hasil Pengamatan Informasi Produk Makanan Kaleng.................................52
4.2 Hasil Pengamatan UjiTotal Mikroba Makanan Kaleng..................................55
4.3 Hasil Pengamatan Uji Total Jamur................................................................56
4.4 Hasil Pengamatan Uji Total Koliform.............................................................56
5.1 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Sebelum Penyembuhan...70
5
5.2 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Setelah Penyembuhan
71ACARA I
STERILISASI SUSU BEAR BRAND DENGAN PENAMBAHAN SPORA
BAKTERI BACILLUS CEREUS
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mudah dicerna dan
bernilai gizi tinggi dan sangat dibutuhkan oleh manusia dari berbagai umur. Susu
memiliki sifat yang mudah rusak sehingga sangat cepat mengalami perubahan
rasa, bau, dan warna. Didalam keadaan yang normal pada umumnya susu
hanya dapat bertahan maksimal 2 jam setelah pemerahan tanpa mengalami
kerusakan maupun penurunan kualitas dari susu tersebut. Kerusakan susu
tersebut biasanya yang disebabkan oleh kuman atau bakteri pathogen yang
dapat menghasilkan toksin (racun) seperti bacillus cereus (Zakaria dkk., 2011).
Bacillus cereus merupakan bakteri yang telah dikenali sebagai salah satu
penyebab keracunan pada makanan sejak tahun 1995, sejak saat itu
mikroorganisme ini menjadi salah satu penyebab keracunan pada pangan yang
paling sering ditemukan. Bakteri Bacillus cereus tergolong bakteri gram positif
(bakteri yang mempertahankan zat warna Kristal violet sewaktu proses
pewarnaan gram), aerob fakultatif dan dapat membentuk spora (endospora).
Spora Bacillus cereus lebih tahan panas kering dari pada panas lembab dan
bertahan lama pada produk kering. Karena sifatnya yang menghasilkan toksin
serta dapat menyebabkan keracunan, sehingga perlu penanganan yang serius,
yakni dilakukan proses thermal seperti sterilisasi ( Anonim, 2004).
Agar kesegaran susu dapat dipertahankan maka harus dilakukan
penanganan pasca panen seperti berkembang biaknya spora bakteri bacillus
cereus penyebab keracunan, maka perlu dilakukan penanganan pasca panen.
Salah satu contoh penanganannya yaitu melalui sterilisasi susu. Sterilisasi
merupakan pemusnahan atau eleminasi semua mikroorganisme, termasuk
spora bakteri yang sangat resisten. Oleh karena itulah praktikum ini dilakukan
guna untuk mengetahui keefektifan sterilisasi pada susu Bear Brand dengan
penambahan spora Bacillus cereus.
1
Tujuan praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk menguji efektifitas sterilisasi
pada susu bear brand pada suhu 90 oC dan 121oC melalui perhitungan total
koloni Bacillus cereus yang tumbuh.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Susu segar adalah air susu hasil pemeahan yang tidak dikurangi atau
ditambahkan bahan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat.
Susu merupakan bahan minuman yang sesuai untuk kebutuhan hewan dan
manusia karena mengandung zat gizi dengan perbandingan yang optimal,
mudah dicerna dan tidak ada sisa yang terbuang. Selai sebagai sumber protein
hewani, susu juga sangan baik untuk pertumbuhan bakteri. Jumlah mikroba
dalam susu segar sebagai bahan baku mempengaruhi kualitas susu pasteurisasi
yang dihasilkan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri susu adalah berkisar
antara 10-38oC (Resnawati, 2007).
Bacillus cereus adalah bakteri aerob gram positif yang mampu
membentuk spora dan menyebabkan gastroenteritis karena mampu membentuk
komplek enterotoksin. Secara umum kelompok Bacillus merupakan bakteri
berbentuk batang (basil), dan tergolong dalam bakteri gram positif yang
umumnya tumbuh pada medium yang mengandung oksigen (bersifat aerobik)
sehingga dikenal pula dengan istilah aerobic sporeformers. Clostridium perfingens
adalah bekteri anaerb gram positif yang mampu membentuk spora. Strain yang
menjadi penyebab keracunan pangan adalah tipe A dengan enterotoksin yang
dapat menyebabkan sakit perut akut dan diare. Gejala penyakit dari kedua
bakteri diatas biasanya mincul 8-16 jam seteah mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi (Purwanti, 2008).
Air susu merupakan campuran komplek dari karbohidrat (utamanya
laktosa), lemak protein, senyawa-senyawa organik dan garam serta garam
anorganik yang terlarut dan terdispersi dalam air. Agar kesegaran susu dapat
dipertahankan maka harus dilakukan penanganan pasca panen. Salah satu
proses penanganan yang dapat dilakukan yaitu melalui sterilisasi susu. Susu
sterilisasi dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan
dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh
seluruh mikroba, sehingga memilki kualitas yang baik. Kelebihan proses ini tidak
menghilangkan kandungan nutrisi mikroba seperti vitamin dan mineral (Zakaria,
dkk, 2011).
Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan
yang menggunakan energi panas. Tujuan utama proses termal adalah
3
mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan
menimbulkan kebusukan pada produk. Proses termal merupakan salah satu
proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan produk dengan
umur simpan yang panjang. Proses thermal dalam suatu pengolahan pangan
bertujuan untuk memperpanjang keawetan produk pangan dengan membunuh
mikroba pembusuk dan pathogen, emperbaiki mutu sensori, melunakkan produk,
meningkatkan daya cerna protein dan karbohidrat serta menghancurkan
komponen-komponen yang tidak diperlukan. Proses thermal yang berlebihan
dapat merusak komponen gizi dan menurunkan mutu sensori produk (Yuswita,
2014).
4
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
a. Alat-Alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laminar air
flow, autoklaf, inkubator, water bath, tabung reaksi, vortex, cawan petri, alat
sentrifugasi, tube, botol uc, thermometer, penjepit, pipet, hot plate, dan gelas
beaker.
b. Bahan-Bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah susu
merk Bear Brand, larutan buffer fosfat, medium Tryipticase Soy Agar (TSA),
(NB), suspensi Bacillus cereus.
Prosedur Kerja
a. Persiapan Spora
1. Dimasukkan 1 ose kultur Bacillus cereus ke dalam 1 tabung reaksi
berisi 10 mL nutrient broth sebanyak 4 tabung.
2. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
3. Disentrifugasi selama 5 menit dengan 5000 rpm, T=3 oC untuk
diperoleh supernatant
4. Ditambahkan 10 mL larutan pengencer pada pellet yang diperoleh
5. Divortex kemudian dipasteurisasi dengan suhu 62,8oC selama 30
menit
b. Menentukan jumlah spora sebelum sterilisasi
1. Dimasukkan 1 mL suspensi spora ke dalam 9 mL larutan
pengencer
2. Dilakukan pengenceran hingga 10-4
3. Diambil 1 mL untuk pengenceran 10-2, 10-3 dan 10-4
4. Dimasukkan ke dalam cawan petri (secara duplo)
5. Ditambahkan medium TSA dengan metode tuang
6. Diinkubasi selama 37oC selama 48 jam
7. Dihitung jumlah koloni yang tumbuh
c. Menentukan jumlah spora setelah pasteurisasi
1) Dimasukkan 1 mL suspense spora ke dalam tabung rekasi yang
berisi 9 mL susu UHT
5
2) Divortex kemudian disterilkan pada suhu 90oC sselama 5 menit
dan pada suhu 121oC selama 5 menit
3) Diencerkan masing-masing sampai 10-3
4) Dimasukkan medium TSA
5) Diinkubasi dengan suhu 37oC selama 48 jam
6) Dihitung jumlah koloni yang tumbuh
6
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan total koloni Bacillus cereus
Setelah sterilisasi
Sebelum sterilisasi
T= 900 C T= 1210 C
Klp 102
102 103 104 (CFU/ 101 103 (CF/ 101 102 103
(CFU/
gr) gr)
gr)
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
>1,0 x
1 >250 >250 >250 >250 >250 >250
104
8,9 x
2 107 72 42 54 20 44
102
2,7 x
3 31 23 17 57 13 8
102
>1,0 x
4 >250 >250 >250 >250 5 3
103
>1,0 x
5 22 6 19 4 19 14
103
>1,0 x
6 >250 >250 >250 >250 >250 >250
104
>1,0 x
7 >250 >250 >250 >250 >250 >250
103
>1,0 x
8 161 >250 4 4 >250 6
103
>250 >250 >250 >250 <1,0 x
9 >250 >250
10
>1,0 x
10 4 1 1 3 4 2
103
7
Hasil Perhitungan:
A. Sebelum Sterilisasi
Kelompok 1
U1+U2
koloni = x 104
2
>250 +>250
= x 104
2
= >1,0 x 106 CFU/ml
Kelompok 6
U1+U2
koloni = x 104
2
>250 +>2 50
= x 104
2
= >1,0 x 106 CFU/ml
Setelah Sterilisasi (suhu 900C)
Kelompok 3
U1+U2
koloni = x 101
2
31 +23
= x 101
2
= 2,7 x 102 CFU/ml
U1+U2
koloni = x 103
2
>250 +>2 50
= x 103
2
= >1,0 x 106 CFU/ml
Kelompok 7
U1+U2
koloni = x 103
2
>250 +>50
= x 103
2
= >1,0 x 105 CFU/ml
8
Kelompok 8
U1+U2
koloni = x 104
2
161 +>50
= x 104
2
= >1,0 x 102 CFU/ml
Kelompok 5
U1+U2
koloni = x 101
2
= <1,0 x 102 CFU/ml
Kelompok 9
U1+U2
koloni = x 103
2
>250 +>2 50
= x 104
2
= >1,0 x 106 CFU/ml
Kelompok 10
U1+U2
koloni == x 101
2
9
= <1,0 x 102 CFU/mlPEMBAHASAN
Susu BEAR BRAND merupakan susu yang terbuat dari susu murni
dengan kualitas tinggi tanpa penambahan bahan pengawet yang telah
mengalami proses sterilisasi sehingga dapat langsung dikonsumsi. Kemurnian
susu bear brand mengandung seluruh kebaikan susu dan nutrisi serta tidak
mengandung gula. Susu bear brand mengandung banyak protein, vitamin,
mineral dan lemak. Sehingga baik untuk pertumbuhan dan menjaga kualitas
kesehatan. Kandungan yang terdapat dalam susu bear brand diantaranya
vitamin A, B. B12, B6 dan vitamin C, D serta mineral, kalori , kandungan ekstrak
white. Kalsium tinggi dan rendah lemak (Anonim, 2012).
Susu secara alami mengandung nutrisi penting, seperti bermacam-
macam vitamin, protein, kalsium, magnesium, fosfor, dan zinc, pendapat lain
menambahkan bahwa susu mengandung mineral dan lemak.Susu pada
umumnya banyak mengandung nutrisi yang cukup tinggi dan merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Tindakan pencegahan terhadap bahaya
konsumsi susu dapat ditangani dengan pemanasan. Suhu tinggi diterapkan baik
dalam pengawetan maupun dalam olahan susu. Proses pemanasan umumnya
akan membuat susu menjadi lebih aman. Salah satu pengawetan dengan
menggunakan pemanasan adalah teknik sterilisasi (sabil, 2015).
Sterlisasi adalah salah satu teknik pengawetan bahan pangan dengan
penggunaan suhu tinggi (suhu lebih tinggi dari suhu pasteurisasi > 105 oC).
Penggunaan suhu tinggi dalam proses sterilisasi dipercaya dapat membunuh
semua jenis mikroorganisme baik jenis mikroorganisme pembusuk atau
pathogen. Sel vegetatif mikroorganisme akan mati akibat adanya perlakuan
pemanasan yang tinggi ini, begitu pula dengan spora bakterinya. Spora adalah
salah satu jenis pertahanan diri untuk beberapa jenis bakteri apabila suhu yang
digunakan tidak sesuai dengan suhu pertumbuhannya. Spora bakteri akan
tergerminasi apabila suhu pertumbuhannya sesuai untuk pertumbuhannya.
Salah satu bakteri yang dapat mengkontaminasi susu yaitu Bacillus
cereus. Bacillus cereus adalah salah satu jenis bakteri yang tahan terhadap
suhu pemanasan yang biasanya mengkontaminasi susu dan dapat membentuk
spora. Bacillus cereus adalah salah satu bakteri yang tergolong gram positif,
bersifat aerob fakultatif, berspora dan dapat membentuk toksin. Toksin yang
dihasilkan dapat berupa toksin penyebab diare dan toksin penyebab muntah.
Akibat adanya toksin ini maka perlu dilakukan penanganan khusu seperti
10
penggunaan suhu pemanasan yang tinggi seperti metode sterilisasi sehingga
dapat menekan pertumbuhan spora bacillus cereus.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, jumlah total koloni
bakteri sebelum disterilisasi dan setelah sterilisasi cukup signifikan. Jumlah total
koloni bakteri Bacillus cereus sebelum disterilisasikan pada suhu 900C masih
>1,0x106 CFU/ml dan setelah sterilisasi pada suhu 900C masih menunjukkan
jumlah total koloni bakteri sebesar >1,0x105 CFU/ml, >1,0x103 CFU/ml dan
2,7x103 CFU/ml. Jumlah total koloni bakteri Bacillus cereus setelah steriliasasi
pada suhu 1210C sebesar 8,95x102 CFU/ml, dan <1,0x102 CFU/ml. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dijealskan bahwa penggunaan sterilisasi pada suhu 90 0C
hanya mematikan sel vegetatif saja dan spora bakteri masih ada, sehingga dapat
bergeminasi kembali disaat suhunya sesuai untuk pertumbuhannya. Kemudian,
penggunaan suhu 1210C menunjukkan berkurangnya jumlah sel vegetatif bakteri
ini dan tidak mematikan keseluruha spora bakteri karena ada spora bakteri yang
sangat tahan panas.
Umumnya kontaminasi yang ditemukan pada susu UHT bersumber pada
kurangnya pengawasan kontrol kualitas. Sebelum dipanaskan, produk susu
telah melalui kontrol kualitas fisik, kimia, bilogi dengan cara mengukur status
mikrobia jumlah dan jenis mikroba. Suhu rendah selama masa penyimpanan
yang sampai kekonsumen tidak membunuh mikroorganisme akan tetapi hanya
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Hal inilah yang menyebabkan adalnya
peningkatan jumlah total koloni bacillus cereus pada pengamatan produk susu
bear brand. Pengamatan pada suhu 90oC dan 121oC pada proses sterilisasi
menunjukkan bahwa jumlah spora bacillus cereus pada suhu 90 oC lebih tinggi
daripada 121oC.
Standar nasional Indonesia (SNI) tahun 2000 menetapkan kualitas
maksimum cemaran mikroba dalam susu yaitu 1x106 CFU/gr. Susu UHT yaitu
SNI-01-3950-7998, produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu
minimal pada suhu 135oC selama 2 detik dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan dan bahan tambahan yang diizinkan serta dikemas scara
aseptis. Penggunaan pemanasan yang lengkap dan menyimpan susu UHT
dalam penyimpanan dingin. Setelah dilakukan pasteurisasi dan sterilisasi untuk
menghambat pertumbuhan mikroba. Kerusakan pada susu dapat disebabkan
oleh beberapa faktor berikut antara lain pertumbuhan dan aktivitas mikroba,
11
aktivitas enzim, kurangnya pemanasan, dan pendinginan, parasit, serangga atau
tikus, sinar, udara dan lama penyimpanan. Hal tersebut menyebabkan susu
mudah mengalami kerusakan. Selain faktor tersebut, adapun faktor lain yang
mempengaruh yaitu faktor penyakit bawaan pada ternak dan faktor perlakuan
seperti alat yang digunakan dalam memerah susu dan pakan ternak yang
diberikan.
KESIMPULAN
12
Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut
1. Sterilisasi merupakan proses pemanasan dengan menggunakan suhu
121oC yang bertujuan untuk membunuh bakteri pembusuk, patogen dan
spora bakteri.
2. Susu UHT merupakan produk susu yang menggunakan perlakuan suhu
tinggi sekitar 135-140oC selama 2-5 detik untuk membunuh semua jenis
mikroba.
3. Salah satu bakteri yang dapat mengkntaminasi produk susu yaitu bakteri
bacillus cereus yang tahan terhadap pemanasan dan dapat membentuk
spora.
4. Jumlah koloni bakteri Bacillus cereus sebelum sterilisasi adalah >1,0x106
CFU/ml, kemudian setelah disterilisasi pada suhu 900C berkurang menjadi
2,7x102 CFU/ml dan sterilisasi pada suhu 1210C menjadi <1,0x102 CFU/ml.
5. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada susu yaitu
aktivitas mikroba, aktifitas enzim, pemanasan dan pendinginan, parasit,
serangga atau tikus, sinar, udara dan lama penyimpanan.
ACARA II
PENGARUH PEMANASAN SUBLETAL DAN PENYEMBUHAN TERHADAP
PERTUMBUHAN BAKTERI
13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan mikroba terhadap panas adalah suatu kemampuan mikroba
untuk terus bertahan hidup saat diberikan panas. Pada industri pangan
penggunaan panas digunakan untuk membunuh mikroba dan mengurangi
aktifitas air pada bahan. Ada bakteri yang sensitif terhadap panas dan ada
bakteri yang memiliki ketahanan terhadap panas yang tidak dapat membuhunya.
Mikroorganisme memiliki batas-batas temperatur minimum dan maksimum untuk
menjalankan kegiatan biologisnya dan temperature paling baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme adalah temperatur optimum (Muchtadi, 2010).
Kondisi subletal merupakan kondisi dimana sel mikroorganisme
mengalami kerusakan akan tetapi tidak mati. Sel yang mengalami subletal
adalah sel yang mengalami stress atau sakit sehingga kehilangan satu atau lebih
sifat-sifat atau aktifitasnya pada kondisi yang dapat dilakukan oleh sel-sel normal.
Sel yang mengalami kerusakan subletal tidak dapat menyerap nutrient secara
normal dan tidak mampu tumbuh pada medium yang mengandung senyawa
selektif. Berbagai proses pengolahan makanan yang dapat menyebabkan
kerusakan seperti pemanasan, pendinginan, pembekuan dan irradiasi (Sri, 2011).
Kondisi ini (subletal) dapat menyebabkan perubahan pada sel seperti
penurunan ketahanan pada senyawa selektif atau mikroba. Kerusakan akibat
pemanasan atau stress pada sel (subletal) bersifat revesibel yaitu perlawanan
tersebut dihilangkan maka dapat kembali seperti semula. Kerusakan subletal ini
dapat dihitung dengan media selektif dan non selektif. Oleh karena itu,
pentingnya dilakukan praktikum ini agar dapat melihat pengaruh pemanasan
subletal terhadap pertumbuhan bakteri.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemanasan subletal terhadap pertumbuhan bakteri.
TINJAUAN PUSTAKA
14
dengan pembelahan diri menjadi dua (binary fission) dan secara konjugasi. Sel-
sel akan memanjang dan apabila sudah mencapai dua kali ukuran normal akan
membelah dibagian tengah menjadi dua sel yang selanjutnya akan mengalami
pembelahan lagi. Rekombinasi genetika menghasilkan dua sel bakteri yang
masing-masing memiliki kombinasi materi genetik dari dua sel induk.
Rekombinasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu transformasi, transduksi dan
tahap konjugasi (Bagus, 2008).
Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
dengan kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan
pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan
nutrisinya tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Pertumbuhan
didefinisikan sebagai penambahan jumlah sel atau biomassa yang berurutan dan
karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu maka pola pertumbuhan
bakteri juga dipengaruhi oleh suh (Shanti, 2006).
Sel yang mengalami kerusakan subletal adalah sel yang tidak mampu
menyerap nutrient secara normal dan tidak mampu tumbuh didalam medium
yang mengandung senyawa-senyawa selektif. Berbagai proses pengolahan
makanan dapat menyebabkan keruskan subletal pada sel mikroorganisme yang
terdapat didalam makanan, misalnya pemanasan dan lain-lain. Pada kondisi
tertentu, kerusakan-keruskan sel yang belum terlalu parah mungkin dapat
disembuhkan kembali sehingga sel tersebut dapat melakukan metabolisme
seperti halnya sel normal (Siahaya, 2017).
Mekanisme kematian bakteri akibat proses pemanasan yaitu sel-sel
bakteri setelah mengalami cedera akan memperlihatkan hilangnya permeabilitas
dan meningkatkan kepekaan terhadap beberapa senyawa yang bakteri biasanya
tahan. Sel-sel yang cedera subletal mengalami kerusakan pada membran sel,
dinding sel, deoxynbonucleic acid (DNA), ribonucleid acid (RNA), ribosom
(degradasi) dan bebrapa enzim penting (denaturasi). Kematian terjadi karena
adanya kerusakan pada bebrapa komponen fungsional dan structural penting
dari sel (Saimah, 2016).
Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang
sekitar 2 m dan diameter 0,5 m. volume sel. Escherichia coli berkisar 0,6-0,7
mikrometer kubik. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20-40 C,
15
optimum pada suhu 37 C. hampir semua reaksi genetik didunia bioteknologi
selalu melibatkan E.coli akibat genetiknya yang sederhana dan mudah untuk
direkayasa. Bakteri ini juga merupakan media cloning yang paling sering dipakai.
Teknik rekombinan DNA tidak akan ada tanpa ada bantuan bakteri ini. Riset
E.coli dapat dijadikan menjadi model untuk aplikasi ke bakteri jenis lainnya
(Yalun, 2008).
Bacillus cereus merupakan bakteri gram postifit, aerob fakultatif dan
dapat membentuk spora. Selnya berbentuk batang besar dan sporanya tidak
membengkakkan sporangiumnya. Sifat-sifat ini dan karakteristik lainnya
termasuk sifat-sifat biokimia digunakan untuk membedakan dan menetukan
keberadaan Bacillus Cereus (Anggraini, 2009). Sedangkan Staphylococcus
Aureus merupakan bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning ,
bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya
tumbuh berpasangan maupun berkelompok dengan diameter sekitar 0,8-1,0 m,
tumbuh optimu pada suhu 37 C dengan waktu pembelahan 0,47 jam (Anonim,
2010).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
16
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lampu
Bunsen, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, botol UC, pipet
mikro,vortex, kapas, tisu, waterbath, laminar flow, incubator dan bluetip.
b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kultur
bakteri Pseudomonas Aeruginosa, Bacillus cereus, Escherichia coli,
Sthapylococcus aureus, media (TSAS) Trypticase soy agar salt, (TSA) Trypticase
soy agar, (TSB) Trypticase soy broth, (TSBS) Trypticase soy broth salt, alkohol,
buffer fosfat dan nutrient broth (NB).
Prosedur Kerja
a. Proses Pemanasan
1) Diambil 1 ose kultur murni (Pseudomonas aeruginosa dan
Bacillus cereus) kemudian dimasukkan ke dalam 10 ml media NB.
2) Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37C.
3) Dimasukkan 10 ml kultur ke dalam 30 ml buffer fosfat.
4) Diinkubasi pada suhu 55C selama 10 menit.
5) Dimasukkan 1 ml suspensi ke dalam 4 tabung reaksi berisi 9 ml
buffer fosfat.
6) Diinkubasi pada suhu 37C dengan variasi waktu 0, 30, 60 dan 90
menit.
7) Dilakukan pengenceran sampai 106.
8) Diambil 1 ml dari 3 pengenceran terakhir
9) Ditumbuhkan pada media TSA dengan metode tuang secara
duplo.
10) Diinkubasi pada suhu 37C selama 48 jam.
11) Diamati pertumbuhan koloni mikroba.
b. Proses Penyembuhan
1) Dimasukkan suspense mikroba ke dalam 45 ml TSB dan TSBS
masing-masing 5 ml.
2) Diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam 3 tabung.
3) Diinkubasi pada suhu 37C dengan variasi waktu 0, 30, 60 dan 90
menit.
4) Sisa suspense diinkubasi 0 menit pada suhu 37C.
5) Dilakukan pengenceran hingga 10-5 untuk media TSB dan 10-4
untuk media TSBS.
6) Diambil 1 ml dari 3 pengenceran terakhir.
17
7) Ditumbuhkan pada media TSA untuk TSB dan media TSAS untuk
TSBS, dilakukan secara duplo.
8) Diinkubasi pada suhu 37C selama 48 jam.
9) Diamati pertumbuhan koloni mikroba.
18
JANGAN PAKAI KURUNGHASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Pemanasan Bakteri
Pengenceran
-4
Kelompok Kultur Waktu 10 10-5 10-6 koloni
U1 U2 U1 U2 U1 U2
0 13 16 23 15 36 20 3,6 x 107
Pseudomona 30 76 120 30 40 114 30 9,8 x 105
1
s aeruginosa 60 104 108 108 188 >250 >250 10,6 x 107
90 180 245 124 88 49 43 21 x 106
0 70 76 4 18 63 104 7,3 x 105
Bacillus 30 51 37 28 100 64 58 4,4 x 105
6
cereus 60 71 104 25 30 92 181 8,7 x 105
90 41 47 68 36 80 161 4,4 x 105
NO LANDSCAPE
1
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Penyembuhan Bakteri
Media
Trypticase Soy Agar Trypticas Soy Agar Salt
Kel Kultur Waktu koloni koloni
10-3 10-4 10-5 10-3 10-4 10-5
(CFU/ml) (CFU/ml)
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
2 0 >250 >250 56 136 148 176 1,2 x 106 1 3 12 3 25 13 7,5 x 105
3 30 >250 >250 52 124 47 84 8,8 x 105 0 2 0 9 5 21 1 x 103
P.aeruginosa
4 60 >250 >250 54 >250 120 184 1,5 x 107 4 12 1 13 24 2 8 x 103
5 90 >250 180 >250 240 >250 55 1,1 x 105 32 16 7 8 0 2,4 x 103
7 0 >250 >250 38 40 5 20 3,9 x 105 20 2 20 26 1 29 2,3 x 105
8 30 188 >250 280 244 80 49 6,4 x 106 >250 14 10 8 137 118 1,3 x 106
9 B.cereus 60 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0 x 107 5 6 10 7 3 6 5,5 x 103
10 90 >250 >250 122 >250 132 90 1,1 x 107 22 40 6 34 102 92 9,7 x 105
2
Hasil Perhitungan
A. Pemanasan Bakteri
1. Kelompok 1 (Pseudomonas aeruginosa)
t=0
U1+U2
koloni = x 106
2
36 +20
= x 106
2
= 3,6 x 107 CFU/ml
t=30
U1+U2
koloni = x 104
2
76 +120
= x 104
2
= 9,2 x 106 CFU/ml
t=60
U1+U2
koloni = x 104
2
104 +108
= x 104
2
= 1,1 x 106 CFU/ml
t=90
U1+U2
koloni = x 104
2
180 +245
= x 104
2
= 2,1 x 106 CFU/ml
2. Kelompok 6 (Bacillus cereus)
t=0
U1+U2
koloni = x 104
2
70+ 76
= x 104
2
= 7,3 x 105 CFU/ml
3
t=30
U1+U2
koloni = x 104
2
51+37
= x 104
2
= 4,4 x 105 CFU/ml
t=60
U1+U2
koloni = x 104
2
71+104
= x 104
2
=8,75 x 106 CFU/ml
t=90
U1+U2
koloni = x 104
2
41+47
= x 104
2
= 4,4 x 105 CFU/ml
B. Penyembuhan Bakteri
1. Media Trypticase Soy Agar (TSA)
a. Pseudomonas aeruginosa
t=0
U1+U2
koloni = x 104
2
5 6 +136
= x 104
2
= 9,6 x 105 CFU/ml
t=30
U1+U2
koloni = x 104
2
52 +124
= x 104
2
= 8,8 x 105 CFU/ml
t=60
U1+U2
koloni = x 105
2
4
120 +184
= x 105
2
= 1,5 x 107 CFU/ml
t=90
U1+U2
koloni = x 104
2
>250 +240
= x 104
2
= 1,08 x 105 CFU/ml
b. Bacillus cereus
t=0
U1+U2
koloni = x 104
2
38 +40
= x 104
2
= 3,9 x 105 CFU/ml
t=30
U1+U2
koloni = x 104
2
80 +49
= x 104
2
= 6,4 x 106 CFU/ml
t=60
U1+U2
koloni = x 105
2
= >1,0 x 107 CFU/ml
t=90
U1+U2
koloni = x 105
2
132 +9 0
= x 105
2
= 1,11 x 107 CFU/ml
5
= 7,5 x 105 CFU/ml
t=30
U1+U2
koloni = x 103
2
0 +2
= x 103
2
= 1 x 103 CFU/ml
t=60
U1+U2
koloni = x 103
2
4 +12
= x 103
2
= 8 x 103 CFU/ml
t=90
U1+U2
koloni = x 103
2
32+ 16
= x 103
2
= 2,4 x 104 CFU/ml
b. Bacillus cereus
t=0
U1+U2
koloni = x 104
2
20 +26
= x 104
2
= 2,3 x 105 CFU/ml
t=30
U1+U2
koloni = x 104
2
>250 +14
= x 104
2
= 1,3 x 106 CFU/ml
t=60
U1+U2
koloni = x 104
2
5 +6
= x 104
2
= >1,0 x 107 CFU/ml
6
t=90
U1+U2
koloni = x 104
2
1 02+9 2
= x 104
2
= 9,7 x 105 CFU/ml
PEMBAHASAN
7
berada pada kondisi subletal dapat kehilangan satu atau lebih sifat
fungsionalnya, bukan kehilangan kemampuannya sebagai probiotik (Jay, 2008).
Praktikum kali ini menggunakan dua kultur bakteri yaitu Pseudomonas
Aeruginosa dan Bacillus Cereus. Pseudomonas Aeruginosa merupakan bakteri
gram negative, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 m. Bakteri ini
terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan terkadang memebentuk rantai
pendek. Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu
memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/ karbohidrat lain, tidak
berspora, tidak mempunyai selubung dan mempunyai flagel monotrika (flagel
tunggal pada kutub), sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di air
suling dan akan tumbuh dengan adanya unsur nitrogen. Pseudomonas
aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan
nutrisinya sangat sederhana. Sedangkan Bacillus cereus merupakan bakteri
bakteri gram positif, aerob fakultatif dan dapat membentuk spora. Selnya
berbentuk batang besar dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya
(Kusumawati, 2009).
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara
(nutrient) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Media juga merupakan
makanan atau campuran dari beberapa bahan makanan yang disiapkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Supaya miroba dapat tumbuh baik dalam suatu
media, maka medium tersebut harus memenuhi syarat-syarat antara lain: harus
mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba, harus
mempunyai tekanan osmotis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan
kebutuhan mikroba yang akan ditumbuhkan, tidak mengandung zat-zat yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus berada dalam keadaan steril
sebelum digunakan agar mikroba yang ditumbuhkan dapat tumbuh dengan baik.
Media yang digunakan dalam praktikum ini adalah (TSB) Trypticase soy broth
yaitu media diperkaya untuk tujuan umum, untuk isolasi dan penumbuhan
bermacam mikroorganisme. Media Trypticase soy broth mengandung kasein dan
pepton kedelai yang mengandung asam amino dan substansi nitrogen lainnya
yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam mikroorganisme
(Alfa, 2013). Media (TSA) Trypticase soy Agar merupakan media yang bertujuan
untuk pengisolasian mikroorganisme yang bersifat aerobik, untuk menghitung
8
jumlah sel yang telah disebahkan. Media (TSBS) Trypticase soy broth salt + 7 %
NaCl merupakan media selektif yang digunakan untuk menghitung jumlah sel-sel
yang normal dan diharapkan dapat menekan sebagian/seluruh sel-sel mikroba
yang rusak. Sedangkan media (TSAS) Trypticase soy Agar salt + 7 % NaCl
digunakan untuk menyembuhkan sel-sel yang mengalami kerusakan subletal dan
diharapkan dapat menekan sebagian/ seluruh sel yang rusak akibat
penambahan NaCl (Balia, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh jumlah koloni
Pseudomonas aeruginoasa tertinggi pada prose pemanasan bakteri yaitu lama
pemanasan 60 menit sebesar 1,06 x 108 CFU/ml dan terendah pada lama
pemanasan 30 menit sebesar 9,8 x 105 CFU/ml. sedangkan jumlah koloni
Bacillus cereus yang tertinggi pada lama pemanasan yang sam dengan
Pseudomonas aeruginosa yaitu pada lama pemanasan 60 menit sebesar 8,7 x
105 CFU/ml dan terendah pada 30 dan 90 menit sebesar 4,4 x 105 CFU/ml.
Selain itu, pada proses penyembuhan yang mengguanakan 2 media yaitu media
TSA dan TSAS memberikan hasil yang tidak berbeda jauh. Pada media TSA
dinyatakan bahwa jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa yang tertinggi pada
lama pemanasan 60 menit sebesar 1,5 x 10 7 CFU/ml dan terendah pada lama
pemanasan 90 menit sebesar 1,1 x 105 CFU/ml. Sedangkan jumlah koloni
Bacillus cereus dari tertinggi dan terendah yaitu pada 90 menit dan 0 menit
sebesar 1,1 x 107 CFU/ml dan 3,9 x 105 CFU/ml. Apabila pada media TSA
ditemukan jumlah koloni mikroba yang cukup tinggi maka lain halnya dengan
media TSAS. Pada mdia TSAS jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa tertinggi
pada lama pemanasan 0 menit sebesar 2,5 x 105 CFU/ml dan terendah pada
lama pemanasan 30 menit sebesar 1 x 103 CFU/ml. Sedangkan jumlah koloni
Bacillus cereus tertinggi pada lama pemanasan 30 menit sebesar 1,3 x 106
CFU/ml dan terendah pada lama pemanasan 60 menit sebesar 5,5 x 103 CFU/ml.
Jumlah koloni bakteri pada kedua media berbeda , dimana pada media TSA
koloni yag tumbuh lebih banyak dibanding jumlah koloni pada media TSAS. Hal
ini dikarenakan pada media TSAS terdapat penambahan garam (salt) yang
berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroba karena adanya garam akan
menurunkan jumlah air yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba. Sedangkan
pada media TSA tanpa garam mengandung enzim yang mencerna kasein dan
9
bungkil kedelai yang menyediakan asam amino dan zat nitrogen lainnya.
Sehingga media TSA merupakan media bergizi bagi berbagai macam
mikroorgnaisme.
Ketahanan mikroba terhadap panas adalah suatu kemampuan mikroba
untuk bertahan hidup setelah diberi perlakuan panas. Pada industri pengolahan
pangan penggunaan panas digunakan untuk memebunuh mikroba dan
mengurangi aktivitas air yang ada pada bahan. Dengan cara ini ketahanan
pangan akan tersimpan lebih lama. Mikroba memiliki daya tahan yang berbeda-
beda. Ada bakteri yang sensitif terhadap panas dan ada bakteri yang memiliki
ketahan panas ang tidak dapat membunuhnya. Perlakauan dengan
pemanasandapat menyebabkan mikroba atau sel mikroba mengalami keruskan
subletal.
KESIMPULAN
10
ACARA III
KINETIKA KEMATIAN BAKTERI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar
terlebih mikroorganisme. Salah satunya yaitu menyesuaikan dengan dengan
lingkungan sekitarnya. Perubahan faktor lingkungan terhadap pertumbuhan
mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis dan sifat
morfologinya. Salah satunya faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba yaitu suhu. Bakteri merupakan jasad renik yang
mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup terutama terhadap
proses thermal dengan suhu yang cukup tinggi. Setiap mikroba memiliki
ketahanan panas yang berbeda-beda (Suharni, 2009).
Bakteri memiliki daya resistensi panas yang berbeda-beda tergantung
dari spesiesnya. Karena kemampuannya yang tahan terhadap panas
menyebabkan bakteri dapat bertahan hidup sehingga produk pangan mengalami
kerusakan akibat dari terkontaminasinya makana oleh bakteri patogen maupun
pembusuk. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan proses thermal atau
pemanasan. Pemanasan merupakan cara yang dapat digunakan untuk
mengendalikan dan mengurangi pertumbuhan dari mikroorganisme. Ketahanan
11
panas mikroba perlu untuk diketahui sehingga dapat diterapkan pada proses
pemanasan yang tepat (Jawetz, 2005).
Proses pemanasan seperti sterilisasi, pasteurisasi dapat digunakan untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme. Proses sterilisasi bakteri akan
membunuh baik sel-sel vegetatif maupun spora bakteri sehingga bakteri akan
mengalami kerusakan. Setiap mikroba memiliki daya tahan terhadap panas yang
berbeda terutama bakteri yang memiliki dinding sel yang tebal seperti gram
positif. Dinding sel bakteri gram positif lebih tebal dibandingkan dengan bakteri
gram negatif, sehingga daya tahan bakteri gram positif terhadap panas lebih
tinggi (Lukas, 2006). Oleh karena itu, praktikum ini penting untuk dilakukan untuk
mengetahui laju kinetika kematian bakteri yang disebabkan oleh proses thermal.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui laju kinetika
kematian bakteru yang dihitung melalui nilai D.
12
TINJAUAN PUSTAKA
13
meningkat. Perbedaan strain mempengaruhi ketahanan mikroba terhadap panas.
Hal ini dikarenakan strain menjukkan asal isolat tersebut diisolasi (Mailia, 2015).
Escherichia coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang dalam sel
tunggal atau berpasangan, merupakan anggota famili Enterobacteriaceae dan
Flora normal instestinal yang mempunyai kontribusi pada fungsi normal Intestin
dan nutrisi, tetapi bakteri ini akan menjadi patogen bila mencapai jaringan diluar
jaringan Instestinal. Bakteri Escherichia coli (E.coli) adalah bakteri yang biasanya
hidup di dalam usus manusia dan hewan. Meskipun kebanyakan jenis E.coli
hanya menyebabkan diare ringan, beberapa jenis tertentu seperti E.coli O157:H7
dapat menyebabkan infeksi usus serius yang mengakibatkan diare, sakit perut,
dan demam. Escherichia coli atau sering disebut dengan nama E. coli adalah
sejenis bakteri yang umum ditemukan di dalam usus manusia yang sehat.
Bakteri E. coli sendiri terdapat beberapa jenis. dan kebanyakan dari bakteri ini
tidak berbahaya. Meski demikian, sebagian di antaranya bisa menyebabkan
keracunan makanan dan infeksi yang cukup serius. Spesien Escherichia coli
bersifat motil dengan flagel pentrik yang dimilikinya tetapi beberapa ada yang
nonmotil. Manifestasi teknis dari infeksi Escherichia coli disebabkan oleh bakteri
lainnya (Noviana, 2004).
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang
banyak menyerang manusia dan hewan mamalia lainnya. Dalam jumlah 105
CFU/gr bakteri Staphylococcus aureus berpotensi menghasilkan toksin.
Sedangakn dalam jumlah 106 CFU/gr bakteri Escherichia coli berpotensi
menyebabkan toksin. Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
berpotensi menyebabkan toksin. Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli merupakan bakteri yang bersifat patogen atau dapat menyebabkan penyakit
pada hewan dan manusia (Karlina, 2013).
Proses panas secara komersil umumnya didesain untuk menginaktifkan
mikroorganisme yang ada pada makanan yang dapat menganam kesehatan
makanan dan mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk ke tingkat yang
rendah, sehingga peluang terjadinya kebusukan sangat rendah. Dalam desain
proses thermal ada dua hal yang harus diketahui yaitu karakteristik karakteristik
ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas dari medium pemanas
kedalam bahan pada titik terdinginnya. Karakteristik ketahanan panas dinyatakan
14
dengan nilai D dan nilai Z untuk mencapai level pengurangan jumlah mntu
ikroba yang diinginkan, maka ditentukan siklus logaritma pengurangan mikroba
kemudian dihitung nilai sterilisasinya pada suhu tertentu (Fo). Nilai Fo ini
ditentukan sebelum proses thermal berlangsung. Nilai Fo dapat dihitung pada
suhu standar atau pada suhu tertentu, dimana menghitungnya perlu mengetahui
nilai D dean niali Z (Weishor, 2006).
Periode pemanasan dapat berpengaruh terhadap kematian bakteri.
Setiap mikroba mempunyai sifat ketahanan panas pada suhu tertentu yang
berbeda-beda. Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam
mempengaruhi dan pertumbuhan mikroorganisme. Suhu yang berkaitan dengan
pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu suhu minimum,
suhu dan Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka
pertumbuhan tidak terjadi Apabila sejumlah mikroba dipanaskan pada suhu (T)
konstan tertentu, sebagian mikroba akan mengalami kematian. Sehingga jumlah
mikroba yang bertahan hidup akan menurun secara logaritmis. Pemanasan pada
suhu 70oC dalam periode yang bervariasi yang dilakukan secara keseluruhan
telah memenuhi persyaratan dari SNI mengenai ambang batas cemaran mikroba
(Wibisono, 2016).
PELASANAAN PRAKTIKUM
a. Alat-alat praktikum
15
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung
reaksi, rakk tabung reaksi, lampu bunsen, cawan petri, kerats label, vortex,
pipet mikro, inkubator, hot plate, penjepit tabung, waterbath, blue tip, yellow
tip, termometer dan stpwatch.
b. Bahan bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
media Trypticase Soy Agar (TSA), larutan buffer fosfat, kultur bakteri
Escheria coli, Staphylococcus aureus dan aquades.
Prosedur kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil masing-masing 1 ml kultur bakteri.
3. Dilarutkan kedalam larutan buffer fosfat pada 5 tabung reaksi
4. Disiapkan pada waktu 0, 5, 10, 20 dan 30 pada suhu 850C.
5. Dilakukan pengenceran pada tabung 0 dan 5 menit sebanyak 10-5, tabung
16
log b = jumlah bakteri pada waktu tertentu (jumlah akhir)HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kinetika Kematian Bakteri
Klp Kultur Waktu Pengenceran Koloni Nilai D D
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5
(cfu/ml) (menit) (menit)
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Escherichia 0 >250 >250 >250 176 164 68 1,6 x 107 0 4,93
2 coli 5 >250 >250 84 >250 >250 >250 8,4 x 105 4,39
3 10 156 >250 150 130 32 4 1,93 x 105 5,62
4 20 14 77 24 25 1 25 2,5 x 105 4,79
5 30 4 16 7 23 6 9 <2,5 x 105 -
6 Staphylococcu 0 >250 >250 76 69 44 37 7,4 x 105 0 4,125
7 s aureus 5 37 12 12 11 9 4 3,7 x 104 3,84
8 10 20 40 16 13 >250 >250 4,0 x 103 4,41
9 20 10 1 12 16 16 23 <2,5 x 105 -
10 30 1 12 4 2 5 5 <2,5 x 105 -
1
Hasil Perhitungan
1. Escherichia coli
- Waktu 0
U1 + U2
Koloni = x 105
2
164+68
= x 105
2
= 1,16 x 107 CFU/ml.
Nilai D =0
- Waktu 5
U1 + U2
Koloni = x 104
2
= 8,4 x 105 CFU/ml.
t
Nilai D =
log a- log b
5
=
log 1,16 x 107 + log8,4 x 105
5
=
7,064-5,924
= 4,39 menit
- Waktu 10
U1 + U2
Koloni = x 103
2
156+230
= x 103
2
= 1,93 x 105 CFU/ml.
t
Nilai D =
log a- log b
5
=
log 1,16 x 107 + log1,93 x 105
5
=
7,064-5,285
= 5,62 menit
- Waktu 20
U1 + U2
Koloni = x 102
2
= 2,5 x 103 cfu/ml.
1
t
Nilai D =
log a- log b
5
= 7 3
log 1,16 x 10 + log2,5 x 10
5
=
7,064-2,886
= 4,79 menit
- Waktu 30
U1 + U2
Koloni = x 101
2
= < 2,5 x 102 cfu/ml.
t
Nilai D =
log a- log b
5
=
log 1,16 x 107 + log < 2,5 x 102
= - (tidak ada)
(4,39+5,62+4,79)
Nilai D E.coli =
3
= 4,93 menit
2. Staphylococcus aureus
- Waktu 0
U1 + U2
Koloni = x 104
2
79+69
= x 104
2
= 7,4 x 105 cfu/ml.
Nilai D =0
- Waktu 5
U1 + U2
Koloni = x 103
2
= 3,7 x 104 cfu/ml.
t
Nilai D =
log a- log b
2
5
=
log 7,4 x 105 + log 3,7 x 104
5
=
5,869-4,568
= 3,84 menit
- Waktu 10
U1 + U2
Koloni = x 102
2
= 4,0 x 103 cfu/ml.
t
Nilai D =
log a- log b
5
= 5 3
log 7,4 x 10 + log 4,0 x 10
5
=
5,869-3,602
= 4,41 menit
- Waktu 20
U1 + U2
Koloni = x 101
2
= < 2,5 x 102 cfu/ml.
t
Nilai D =
log a- log b
5
=
log 7,4 x 105 + log< 2,5 x 102
= - (tidak ada)
- Waktu 30
U1 + U2
Koloni = x 101
2
= < 2,5 x 102 cfu/ml.
t
Nilai D =
log a- log b
5
=
log 7,4 x 105 + log< 2,5 x 102
= - (tidak ada)
3
(3,84+4,41)
Nilai D S. aureus =
2
= 4,125 menit
PEMBAHASAN
4
mematikan mikroorganisme tersebut, serta lam waktu 6yang dibutuhkan untuk
menurunkan jumlah mikroorganisme tersebut (Effendi, 2009).
Nilai D menyatakan ketahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba
oleh suatu pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada
suhu tertentu yang yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel
vegetatif tertentu sebesar 90% atau satu logaritmik. Setiap mikroba memiliki nilai
D pada suhu tertentu, semakin besar nilai D suatu mikroba tersebut pada suatu
suhu tertentu, maka semakin tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada
suhu tertentu. Nilai D umumnya dinyatakan pada suhu standar. Untuk bakteri
mesofilik atau termofilik umumnya menggunakan suhu yang lebih rendah (80-
1000C). praktikum kali ini menggunakan suspensi bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus dengan menggunakan media Trypticase Soy Agar (TSA).
Pada praktikum ini bakteri diinkubasi pada suhu 85 0C masing-masing selam 0, 5,
10, 20 dan 30 menit.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, terdapat dua isolat
bakteri uji yang dipakai yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pada
bakteri e.coli, semakin lama pemanasan, maka jumlah bakteri yang tumbuh
semakin rendah dan semakin banyak mikroba yang mengalami kematian. Pada
sampel dengan perlakuan dengan tanpa pemanasan dalam waktu 0 menit,
jumlah bakteri yang tumbuh adalah 1,16 x 107 CFU/ml, kemudian pada waktu
pemanasan 5 menit mencapai 8,4 x 105 CFU/ml, kemudian pada waktu 10 menit,
jumlah pertumbuhan mikroba menurun menjadi 1,93 x 10 5 CFU/ml, pada waktu
pemanasan 20 menit, jumlah mikroba menurun menjadi 2,5 x 10 3 CFU/ml dan
menurun pada pemanasan 85 oC selama 30 menit menjadi < 2,5 x 102 CFU/ml.
Berdasarkan hasil pengamatan pada bakteri Staphylococcus aureus
menunjukkan jumalh siolat bakteri yang tumbuh semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pemanasan. Jumlah bakteri yang tumbuh selama
pemanasan 0 menit sebesar 7,4 x 105 CFU/ml, kemudian waktu pemanasan 5
menit menjadi 3,7 x 104 CFU/ml, pada suhu 85 oC dengan waktu pemanasan 10
menit menjadi 4,0 x 103 CFU/ml, kemudian menurun menjadi <2,5 x 102 CFU/ml
pada pemanasan 85 oC selama 20 menit dan 30 menit.
Sedangkan perhitungan nilai D menunjukkan jumlah pertumbuhan mikroba
Escherichia coli dalam menit bertambah sekaligus menurun sesuai dengan waktu
5
pemanasan. Nilai D menunjukkan setelah pemanasan selama 5 menit sebesar
4,39 menit, kemudian bertambah jumlah nilai D nya menjadi 5,62 menit setelah
pemanasan selama 10 menit. Selama pemanasan 20 menit, jumlah nilai D
menurun kembali menjadi 4,79 menit dan nilai D menjadi sangat rendah setelah
pemanasan selama 30 menit. Kemudian pada bakteri Staphylococcus aureus,
setelah pemanasan selama 5 menit, jumlah nilai D nya adalah 3,84 menit,
kemudian nilai D nya bertambah menjadi 4,41 menit setelah pemanasan selama
10 menit. Setelah pemanasan selama 20 menit dan 30 menit, jumlah nilai D
sangat rendah sehingga tidak dapat dihitung. Penambahan nilai D setelah
pemanasan selama 10 menit ini menunjukkan aktivitas mikroba sedang berada
pada fase pertumbuhan logaritmik dan sudah melewati fase adaptasi pada
pemanasan selama 5 menit. Kemudian menurun jumlahnya pada pemanasan
selama 20 menit disebabkan karena pada fase ini mikroba berada pada fase
pertumbuhan statis. Sehingga jumlah mikroba sama dengan yang mati dan
membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk menurunkan jumlah bakteri yang
masih hidup. Kemudian setelah pemanasan selama 30 menit, membutuhkan
waktu yang sangat singkat untuk menurunkan jumlah bakteri yang tumbuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan panas mikroorganisme adalah
junmlah sel, air, lemak, karbohidrat, protein, aktivitas air, pH, suhu pemanasan
dan penambahan senayawa antimikroba.
6
KESIMPULAN
ACARA IV
UJI STERILITAS BEBERAPA MAKANAN KALENG
PENDAHULUAN
7
Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu hasil perairan yang banyak dimanfaatkan oleh
manusia. Ikan adalah hewan budidaya laut yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Ikan sendiri memiliki banyak sekali jenisnya, baik yang bisa dikonsumsi manusia
maupun yang tidak Beberapa kelebihannya, antara lain merupakan sumber
protein hewani yang sangat potensial. Pada daging ikan dapat dijumpai senyawa
yang sangat penting bagi manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-
garam mineral dan vitamin. Kandungan zat-zat gizi tersebut menyebabkan ikan
sangat diminati oleh masyarakat sehingga kebutuhan ikan semakin meningkat
dengan berjalannya waktu (Muryati, 2000).
Ikan merupakan sumber makanan yang mudah membusuk (perishable
food), karena itu dalam pengolahannya perlu dilakukan dengan cepat dan tepat.
Apabila cara penanganan salah, maka tidak mungkin dihasilkan produk
perikanan yang bermutu baik demikian pula pada pengolahannya. Ikan di
pasaran, tidak hanya ditemukan dalam keadaan segar tetapi juga ditemukan
dalam bentuk kemasan, baik dalam bentuk kaleng maupun plastic. Hal ini akan
memberikan kemudahan bagi para konsumen dalam pengolahannya. Salah satu
produk industri ikan yang banyak ditemukan di pasaran adalah ikan kaleng
(Sardines) kemasan. Komposisinya terdiri dari ikan, pasta tomat, saus pepaya,
garam dan pengawet (Akbarsyah, 2006).
Proses sterilisasi makanan kaleng dapat dikatakan aseptis akan tidak
menutup kemungkinan untuk terjadinya kebusukan. Kebusukan dapat terjadi
karena kadaluarsa produk atau kurang sempurnanya pemanasan, suhu waktu
yang tidak memadai. Akibat tersebut menyebabkan tumbuhannya mikroba. Jasad
renik itulah yang menyebabkan makanan jadi bau, busuk dan bahkan menjadi
beracun. (Muryati, 2000). Oleh karena itu pada peraktikum ini akn di lakukan
pengujian sterilisasi pada makanan kaleng.
Tujuan Praktikum
Adapu tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengerauh
sterilisasi terhadapbeberapa makanan kaleng.
8
TINJAUAN PUSTAKA
9
oleh masyarakat antara lain kertas, aliminium foil, plastik, kaca, kaleng maupun
logam (Jaelani, 2014).
Ikan segar merupakan salah satu komoditi yang mudah rusak. Kerusakan
ini dapat disebabkan oleh proses biokimiawi maupun oleh aktivitas mikrobiologi.
Kandungan air hasil perikanan pada umumnya tinggi mencapai 56,79% sehingga
sangat memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi. Sementara kerusakan
mikrobiologis disebabkan karena aktivitas mikroorganisme terutama bakteri.
Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah rusak
bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan (Winarno, 1980 dalam
Wulandari, 2009).
Ikan makarel (Scomber japoinicus) adalah jenis ikan pelagis yang
termasuk dalam keluarga Scombridae yaitu keluarga tuna yang merupakan
perenang cepat dan predator. Produk ikan makarel umumnya berupa filiet, ikan
kaleng, ikan beku, ikan kering dan ikan asap. Pemanfaatan ikan makarel di
Indonesia umumnyasebagai bahan baku ikan kaleng. Produksi ikan kaleng
menghasilkan hasil samping berupa kepala dan jeroan ikan. Kepaladan jeroan
ikan digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan. Proses pembuatan
tepung ikan akan menghasilkan produk utama berupa tepung ikan dan produk
samping berupa minyak ikan (Feryana, 2014).
10
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Pemeriksaan Informasi Produk
1. Diamati kaleng mengenai informasi seperti merk, produsen,
komposisi, kode produksi, dan tanggal kadaluarsa
2. Dicatat informasi pada tabel pengamatan
b. Persiapan Sampel
1. Dihaluskan ikan/daging
2. Ditimbang 1 gram daging/ikan yang telah dihaluskan
3. Diencerkan sampai pengenceran 10-6
c. Uji Total Mikroba
1. Diambil 3 pengenceran terakhir (10-4, 10-5, 10-6)
2. Dipipet masing-masing 1 ml
3. Dimasukkan ke dalam cawan petri secara duplo
4. Dituang media PCA
5. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
d. Uji Total Jamur
1. Ditimbang 1 gram sampel daging/ikan yang telah dihaluskan
11
2. Diencerkan sampai pengenceran 10-3
3. Dipipet masing-masing 0,1 ml
4. Dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media PDA secara duplo
5. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
e. Uji Total Koliform
1. Ditimbang 1 gram sampel daging/ikan yang telah dihaluskan
2. Diencerkan sampai pengenceran 10-3
3. Dipipet masing-masing 0,1 ml
4. Dimasukkan ke dalam cawan petri secara duplo
5. Dituang media VRBA
6. Diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
12
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Informasi Produk Makanan Kaleng
Kelompok Merk Produksi Komposisi Kode Tanggal Kenampakan Gambar
Produksi Kadaluarsa Produk/Kaleng
1. SARDINES PT. Indofish Ikan sarden (50%), air, pasta IFI IF 03 25/08/2017 Kaleng
International tomat (14%), gula, bawang penyok, ring
merah, bawang putih, garam, berkarat
pengental, pati modifikasi
2. SARDINES PT. Indofish Ikan sarden (50%), air, pasta IFI IF 03 25/08/2019 Datar dan
International tomat (14%), gula, bawang berkarat
merah, bawang putih, garam,
pengental, pati modifikasi
1
3. SARDINES PT. Indofish Ikan sarden (50%), air, pasta IFI IF 03 25/08/2019 Kaleng penyok
International tomat (14%), gula, bawang dan tergores
merah, bawang putih, garam,
pengental, pati modifikasi
4. KORNET PT.Suryajaya Daging sapi (40%), protein CBC 702 05/05/2014 Normal
DAGING Abadi kedelai, epung terigu, minyak
SAPI Perkasa nabati, bumbu-bumbu, garam,
tapioka, gula, MSG, Natrium
Tiosulfat (NaSO4)
5. KORNET PT.Suryajaya Daging sapi (40%), protein CBC 702 Desember Berkarat pada
DAGING Abadi kedelai, epung terigu, minyak 2014 tutupnya
SAPI Perkasa nabati, bumbu-bumbu, garam,
tapioka, gula, MSG, Natrium
Tiosulfat (NaSO4)
2
6. SARDINES PT. Indofish Ikan sarden (50%), air, pasta IFI IF 03 25/08/2019 Normal
International tomat (14%), gula, bawang
merah, bawang putih, garam,
pengental, pati modifikasi
7. SARDINES PT. Indofish Ikan sarden (50%), air, pasta IFI IF 03 28/08/2017 Karatan dan
International tomat (14%), gula, bawang penyok
merah, bawang putih, garam,
pengental, pati modifikasi
8. SARDINES PT. Indofish Ikan sarden (50%), air, pasta IFI IF 03 25/082018 Norl dan
International tomat (14%), gula, bawang bagian tutup
merah, bawang putih, garam, berkarat
pengental, pati modifikasi
3
9. KORNET PT.Suryajaya Daging sapi (40%), protein CBC 702 Desember Normal
DAGING Abadi kedelai, epung terigu, minyak 2018
SAPI Perkasa nabati, bumbu-bumbu, garam,
tapioka, gula, MSG, Natrium
Tiosulfat (NaSO4)
10. KORNET PT.Suryajaya Daging sapi (40%), protein CBC 702 05/05/2017 Normal
DAGING Abadi kedelai, epung terigu, minyak
SAPI Perkasa nabati, bumbu-bumbu, garam,
tapioka, gula, MSG, Natrium
Tiosulfat (NaSO4)
4
4. KORNET DAGING SAPI 168 248 25 16 25 23 1,08x106 CFU/gr
5. KORNET DAGING SAPI 13 30 30 23 32 43 3,75x107CFU/gr
6. SARDINES 90 7 3 1 7 63 7,0 x106 CFU/gr
7. SARDINES 28 6 2 2 28 4 2,8 x 105 CFU/gr
8. SARDINES 14 7 11 >250 20 9 >1,0 x108 CFU/gr
9. KORNET DAGING SAPI 40 59 70 21 5 17 4,75x105 CFU/gr
10. KORNET DAGING SAPI 7 6 8 5 3 10 <2,5 x 105 CFU/gr
5
10-1 10-2 10-3
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 0 1. SARDINES 0 1 0 2 0 0 <1,0x2 CFU/gr
2. SARDINES 34 18 36 >250 76 >250 3,4 x 102 CFU/gr
10 3. SARDINES 0 0 0 0 0 1 <1,0x2 CFU/gr
10 4. KORNET DAGING SAPI 4 0 1 23 10 18 <1,0x2 CFU/gr
10 5. KORNET DAGING SAPI 0 0 0 0 0 0 <1,0x2 CFU/gr
10 6. SARDINES 0 0 1 1 0 0 <1,0 x 2 CFU/gr
10 7. SARDINES 0 0 0 1 0 0 <1,0x2 CFU/gr
10 8. SARDINES 0 2 1 1 0 >250 >1,5x4 CFU/gr
10 9. KORNET DAGING SAPI 0 2 1 1 0 0 <1,0x2 CFU/gr
10 10. KORNET DAGING SAPI 0 2 1 1 0 0 <1,0x2 CFU/gr
6
Hasil Perhitungan
1. Uji Total Mikroa
a. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 106
2
= 5,1 x 108 CFU/gr
b. SARDINES
U1+U2
Koloni = 106
2
128+248
= x 106
2
= 1,88 x 108 CFU/gr
c. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 10 6
2
=3,5 X 107 CFU/gr
d. KORNET DAGING SAPI
U1+U2
Koloni = x 104
2
168+48
= x 104
2
= 108 X 104
= 1,08 X 106 CFU/gr
e. KORNET DAGNG SAPI
U1+U2
Koloni = x 106
2
32+43
= x 106
2
= 3,75 X 107 CFU/gr
f. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 104
2
= 7,0 x106 CFU/gr
g. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 104
2
= 2,8 x 105 CFU/gr
h. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 104
2
= <2,5 x 105 CFU/gr
i. KORNET DAGING SAPI
7
U1+U2
Koloni = x 104
2
40+59
= x 104
2
= 4,75 x 105 CFU/gr
j. KORNET DAGING SAPI
U1+U2
Koloni = x 104
2
= <2,5 x 105 CFU/gr
2. Uji Total Jamur
a. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 1 0 2 CFU/gr
b. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 10 3
2
64+100
= x 10 3
2
= 8,2 x 104 CFU/gr
c. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 10 2
CFU/gr
d. KORNET DAGING SAPI
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 1 0 2 CFU/gr
e. KORNET DAGING SAPI
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 1 0 2 CFU/gr
f. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 1 0 2 CFU/gr
g. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 1 0 2 CFU/gr
h. SARDINES
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= > 1,5 x 105 CFU/gr
i. KORNET DAGING SAPI
8
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
14+37
= x 10 1
2
9
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= >1,5 x 1 0 2 CFU/gr
i. KORNET DAGING SAPI
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 1 0 2 CFU/gr
j. KORNET DAGING SAPI
U1+U2
Koloni = x 10 1
2
= <1,0 x 10 2
CFU/gr
PEMBAHASAN
Makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan dengan pemanasan di
dalam wadah yang tertutup secara hermetis. Pengepakan secara hermetis
mencegah masuknya gas atau mikroorganisme ke dalam kaleng sehingga
mencegah kontaminasi dari luar setelah kaleng ditutup tetap hermetis atau
kaleng bocor. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya kerusakan,
entah itu kerusakan dari segi tanggal produksi,, suhu dan waktu pemanasan
yang kurang memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan tumbuhnya
bakteri Clostridium botulinum karena bakteri ini dapat membentuk toksin botulin
pada kondisi anaerobic (Yuswita, 2014).
Praktikum ini bertujuan untuk menguji sterilitas pada beberapa makanan
kaleng sepertiikan kaleng dan daging kaleng. Sampel yang digunakan dalam
praktikum ini berasal dari produk yang berbeda yaitu dengan merk SASDINES
dan KORNET DAGING SAPI. Sampel SARDINES di produksi oleh PT. Indofish
International sedangkan sampel KORNET DAGING SAPI diproduksi oleh PT.
Surya Jaya Abadi Perkasa. Adapun komposisi dari sampel SARDINES antara
10
lain Ikan sarden (50%), air, pasta tomat (14%), gula, bawang merah, bawang
putih, garam, pengental, pati modifikasi, sedangkan untuk komposisi dari sampel
KORNET DAGING SAPI yaitu Daging sapi (14%), protein kedelai, tepung terigu,
minyak nabati, bumbu-bumbu, garam, tapioca, gula, MSG, natrium tiosulfat
NaNO3. Medium yang digunakan yaitu medium Plate Count Agar (PCA), dimana
media PCA ini duganakan untuk menentukan total bakteri yang ada, medium
Potato Dextrose Agar (PDA) untuk menentukan adanya kontaminan dari khamir
atau kapang dan media Violet Red Bile Agar (VRBA) digunakan untuk
menentukan adanya koliform.
Hasil pengamatan untuk uji total mikroba pada medium PCA
menunjukkan bahwa rata-rata semua sampel baik merk SARDINES maupun
KORNET DAGING SAPI dari kelompok 1 sampai 10, seluruhnya pasti
mengandung mikroba. Total mikroba tertinggi terdapat pada sampel SARDINES
(kelompok 2) yaitu sebanyak 1,88 x 10 8 CFU/gr dan sampel SARDINES dengan
total mikroba terendah (kelompok 8) sebesar <2,5 x 10 5 CFU/gr. Sedangkan
untuk sampel KORNET DAGING SAPI total koloni mikroba tertinggi terdapat
pada sampel kelompok 5 yaitu sebesar 3,7 x 107 CFU/gr dan terendah pada
KORNET DAGING SAPI (kelompok 10) sebesar <2,5 x 105 CFU/gr. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dilihat bahwa jumlah mikroba pada ikan sarden kaleng lebih
banyak daripada kornet daging sapi.
Tingginya jumlah mikroba pada kedua makanan kaleng tersebut padahal
diketahui bahwa produk tersebut kebanyakan belum mengalami kadaluarsa
terutama pada sampel kelompok 2 (ikan sarden) dan kelompok 5 (korenet daging
sapi). Menurut Yuswita (2014), meskipun makanan kaleng diolah menggunakan
proses termal namun tidak menutup kemungkinan bahwa makanan kaleng
tersebut bisa terkontaminasi oleh mikroba. Hal ini diperkirakan akibat proses
termal yang kurang optimal. Berdasarkan komposisi bahan, tingginya jumlah
mikroba yang lebih banyak pada ikan sarden disbanding kornet daging sapi
dikarenakan kandungan protein pada ikan dengan asam amino yang lebih
kompleks dibandingkan dengan daging meskipun daging sapi memiliki
kandungan protein yang tinggi pula. Komposisi ikan sarden yang mencapai 50%
sedangkan daging sapi yang hanya 40% pada makanan kaleng tersebut juga
dapat menjadi alasan penyebab tingginya jumlah koloni mikroba pada ikan
11
sarden kaleng. Protein pada ikan mencapai 18% dengan kadar air yang juga
lebik banyak dari daging yaitu mencapai 60-84% sehingga kontaminasi pada
produk ini lebih mudah terjadi.
Hasil pengamatan untuk uji total jamur dengan menggunakan medium
PDA menunjukkan sampel dengan jumlah koloni jamur terdapat pada produk
makanan kaleng ikan sarden (kelompok 2) sebesar 8,2 x 104 CFU/gr, SARDINES
(kelompok 8) sebesar >1,5 x 105 CFU/gr dan KORNET DAGING SAPI (kelompok
9) sebanyak 5,2 x 103 CFU/gr sedangkan untuk sampel lainnya memiliki total
jamur < 1,0 x 102 CFU/gr bahkan ada yang jumlah koloninya 0 atau tidak terdapat
koloni jamur sama sekali. Jamur merupakan mikroba yang tidah tahan terhadap
panas, sehingga kontaminasi yang terjadi pada produk makanan kaleng tersebut
dapat diakibatkan oleh uder processing atau proses termal dengan suhu yang
sangat minimal ataupun disebabkan karena kebocoran pada kaleng sehingga
kontaminasi terjadi setelah produk steril dan disimpan. Kebocoran pada kaleng
dapat disebabkan karena proses pendistribusian yang kurang baik atau bahkan
kondisi dan cara penyimpanan yang tidak tepat atau tidak baik sehingga kaleng
menjadi rusak dan bocor.
12
maka mikroba tersebut tidak dapat hidupdan berkembang biak (Sri, 2011).
KESIMPULAN
ACARA V
13
KERUSAKAN SUBLETAL MIKROORGANISME PADA PASTEURISASI
SUSU
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan salah satu produk pangan yang memiliki nilai gizi yang
cukup tinggi dan cepat mengalami kerusakan oleh mikroorganisme. Berbagai
macam mikroorganisme mudah tumbuh dan berkembang dengan cepat pada
suhu kamar, sehingga penanganan awal setelah pemerahan merupakan
perlakuan yang sangat penting untuk menjaga kesegaran dan keawetan air susu.
Pada dasarnya susu yang keluar dari ambing relatif steril. Mikroorganisme yang
ada dalam susu diduga berasal dari udara sekitar, pekerja dan peralatan, cara
pengolahan dan penanganannya, penyimpanan setelah pengolahan dan
penanganan sampai ketangan konsumen (Zubaidah, 2010).
Pasteurisasi pada susu perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan
karena mikroba dan enzim, serta untuk memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap penyakit yang dibawa oleh susu. Dengan mengurangi seminimal
mungkin kehilangan nilai nutrisinya dan untuk memperpanjang masa simpannya.
Pasteurisasi juga ditujukan untuk membunuh bakteri patogen yang tidak
membentuk spora dan mikroba pembusuk demi keamanan masyarakat. Akan
tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa
menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. (Mastuti, 2007).
Sel-sel yang mengalami kerusakan pada proses pengolahan pangan
karena pemanasan subletal mungkin dapat sembuh kembali menjadi sel-sel yang
normal dan berkembangbiak selama penyimpanan di dalam medium yang baik.
Kerusakan subletal dapat disebabkan oleh pemanasan subletal (Anonim, 2013).
Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini untuk menentukan jumlah bakteri
yang mengalami kerusakan subletal.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk untuk menentukan jumlah
bakteri yang mengalami kerusakan subletal.
14
TINJAUAN PUSTAKA
Susu termasuk bahan pangan yang mudah rusak, antara lain disebabkan
oleh kandungan mikroba, khususnya bakteri. Kerusakan susu dapat ditekan
salah satunya dengan teknik pengolahan menggunakan panas atau dengan
metode pasteurisasi, yang kemudian produknya dikenal dengan susu
pasteurisasi. Kerusakan susu dapat ditekan salah satunya dengan teknik
pengolahan menggunakan panas atau dengan metode pasteurisasi, yang
kemudian produknya dikenal dengan susu pasteurisasi (Roginski, 2003).
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari
100oC, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik
sampai beberapa menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Semakin tinggi
suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya
suatu proses termal yang dikombinasikan dengan proses pengawetan lainnya,
seperti proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi)
(Muhtadi dan Fitriyono, 2010)
SNI 01-6366-2000 mensyaratkan pemeriksaan TPC perlu dilakukan untuk
mengetahui kualitas susu. Jumlah TPC > 10 6 CFU/ml menyebabkan mikroba
cepat berkembang dan toksin sudah terbentuk. Susu akan cepat rusak apabila
disimpan pada suhu ruang lebih dari 5 jam, jarak antara peternak dan tempat
pengepul susu jauh tanpa dilengkapi dengan sarana pendingin. Sebagian
industry pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC > 10 6 CFU/ml.
pemeriksaan TPC dapat dilakukan dengan metode hitung cawan.
Pada penelitian tentang Cemaran Mikroba pada Susu dan Produk
Unggas susu adalah sumber gizi bagi manusia, susu yang dikonsumsi dapat
menjadi sumber penularan penyakit apabila telah tercemar oleh mikroba dan
tidak dikelola secara higienis. Susu merupakan bahan makanan yang hampir
sempurna nilai gizinya dan sangat peka terhadap pengaruh fisik maupun
mikrobiologis, terutama pasca pemerahan. Kerusakan susu banyak disebabkan
oleh faktor kebersihan, suhu dan kecepatan dan ketepatan dalam
penanganannya. Banyak dijumpai cemaran mikroba pathogen pada susu.
Mikroba yang sudah terindentifikasi mencemari susu antara lain Staphylococcus
aureus, Salmonella sp., dan Camphylobacter sp (Djafar, 2005).
15
Kerusakan subletal adalah kerusakan sel mikroba yang disebabkan oleh
pemanasan subletal. Pemanasan subletal ini ditujukan untuk memrusak sel
mikroba atau bakteri tanpa membuat mikroa atau bakteri tersebut mati. Sel
subletal mengalami kerusakan umumnya pada bagian membran sel, antai DNA
yang terputus, RNA ribosom terdegradasi serta enzim. Sel yang berada pada
kondisi subletal dapat kehilangan satu atau lebih sifat fungsionalnya bukan
kehilangan kemampuannya sebagai probiotik. Kerusakan pada bakteri
didefinisikan secara sederhana sebgai efek dari satu atau lebih perlakuan
subletal pada mikroorganisme. Berbagai proses pemanasan yang dilakukan
dalam pengolahan pangan dapat menyebabkan terjadinya stres atau sakit pada
sel-sel mikroorganisme yang terdapat dalam makanan tersebut (Fajriyah, 2000).
16
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur kerja
a. Pasteurisasi Susu
1) Dimasukkan masing-masing 10 ml susu cair ke dalam 5 buah
tabung reaksi dengan perlakuan yang berbeda-beda untuk masing-
masing tabung.
2) Dipasteurisasi dengan suhu 63oC dengan waktu 10 menit, 20
menit, dan 30 menit.
3) Dimasukkan termometer ke dalam salah satu tabung sebagai
parameter untuk tercapainya suhu paseurisasi.
4) Dimulai perhitungan setelah tabung kontrol mencapai suhu 63oC
b. Penetapan Efisiensi Pasteurisasi Terhadap Total Bakteri
1) Dilakukan pengenceran terhadap susu yang dipasteurisasi
hungga pengenceran 10-6 untuk kontrol, 10-5 untuk pasteurisasi 10 menit,
10-4 untukpasteurisasi 20 menit, dan 10-3 untuk pasteurisasi 30 menit.
2) Diambil masing-masing 3 pengenceran terakhir
3) Dipipet sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri yang berisi media
PCA dilakukan secara duplo
4) Diratakan dengan drigalski
5) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
6) Diamati dan dihitung jumlah total koloni bakteri yang tumbuh.
c. Penetapan Efesiensi Pasteurisasi terhadap Bakteri Koliform
1) Diambil masing-masing 1 ml dari tiga pengenceran terakhir
2) Dimasukkan ke dalam petri kosong, dilakukan secara duplo
17
3) Ditambahkan medium VRBA ke dalam petri kemudian diratakan
4) Didiamkan hingga media mengeras
5) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
6) Diamati dan dihitung jumlah total koloni bakteri yang tumbuh
d. Kegiatan III
1) Dipipet masing-masing 1 ml susu yang telah dipasteurisasi
dengan suhu yang berbeda-beda.
2) Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml media TSB
3) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 90 menit
4) Diinokulasi sejumlah sampel (metode tuang) pad media PCA dan
VRBA
5) Dilakukan overlay
6) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
7) Diamati dan dihitung jumlah total koloni bakteri yang tumbuh
18
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Sebelum Penyembuhan
Media
PCA VRBA
Klp Waktu Koloni
Kolon
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-1 10-2 10-3
i
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 0
1,96 x 2,2 x
2 5 >250 >250 168 224 84 68 34 10 18 23 14 21
106 102
6,65 x 1,34 x
3 10 84 49 52 34 39 23 >250 >250 124 144 34 29
104 104
1,04 x 8,9 x
4 20 48 160 40 104 8 34 120 58 37 24 4 5
104 102
7,8 x <1 x
5 30 >250 >250 >250 >250 78 8 0 0 0 0 0 0
105 102
>2,5 x >1,5 x
6 0 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250
106 103
>2,5 x >1,5 x
7 5 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250
106 103
1x 1,05 x
8 10 80 120 45 19 3 13 107 103 14 17 10 3
105 103
3,25 x 1,4 x
9 20 27 38 30 14 15 27 3 14 0 0 0 0
103 102
19
4,35 x <1 x
10 30 35 52 160 2 1 1 0 0 0 0 0 0
103 102
Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Setelah Penyembuhan
Media
PCA VRBA
Klp Waktu Koloni Koloni
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-1 10-2 10-3
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 0
9,2 x 8,6 x
2 5 >250 >250 92 >250 >250 >250 >250 >250 84 88 20 14
106 103
>2,5 x 3,9 x
3 10 >250 >250 9 10 5 7 140 164 40 38 5 3
106 103
1,95 x 5,85 x
4 20 23 16 10 5 5 2 61 56 7 4 1 0
105 102
2,35 x 1,3 x
5 30 2 8 2 2 17 30 12 14 0 4 2 6
107 102
7,2 x >1,5 x
6 0 84 60 184 200 160 240 >250 >250 >250 >250 >250 >250
105 103
1,06 x >1,5 x
7 5 >250 >250 >250 53 86 126 >250 >250 >250 >250 >250 >250
108 103
1,8 x 3,95 x
8 10 12 10 13 13 160 200 45 34 10 6 1 0
108 102
7x <1 x
9 20 100 40 92 100 80 52 1 1 1 0 0 0
105 102
10 30 72 18 14 52 31 36 4,5 x 170 0 0 0 0 0 1,7 x
20
105 103
21
Hasil Perhitungan
1. Hasil Perhitungan Uji Total Bakteri dan Koliform Sebelum Penyembuhan
a. Media PCA
Tanpa Pemanasan
Koloni =
U1 + U2
10
2
10
5
= < 2,5 x CFU/ml
Pemanasan 5 menit
Koloni =
U1 + U2
104
2
168 +224
10 4 =
2
6 = 1,96 x CFU/ml
10
3 Pemanasan 10 menit
Koloni =
U1 + U2
103
2
84 + 49
103 =
2
10
4
= 6,65 x CFU/ml
4 Pemanasan 20 menit
Koloni =
U1 + U2
102
2
48 + 160
102 =
2
1 04 = 1,04 x CFU/ml
5 Pemanasan 30 menit
Koloni =
U1 + U2
104
2
10
5
= 7,8 x CFU/ml
6 Tanpa Pemanasan
Koloni =
1
U1 + U2
104
2
1 06 = >2,5 x CFU/ml
7 Pemanasan 5 menit
Koloni =
U1 + U2
103
2
10
5
= >2,5 x CFU/ml
8 Pemanasan 10 menit
Koloni =
U1 + U2
103
2
80 +120 =
103
2
1 05 = 1 x CFU/ml
9 Pemanasan 20 menit
Koloni =
U1 + U2
102
2
27 +38
102 =
2
10
3
= 3,25 x CFU/ml
Pemanasan 30 menit
Koloni =
U1 + U2
102
2
35 +52 2
10 =
2
1 03 = 4,35 x CFU/ml
b. Media VBRA
Tanpa Pemanasan
Koloni =
U1 + U2
10
2
1 05 = < 2,5 x CFU/ml
Pemanasan 5 menit
Koloni =
2
U1 + U2
10
2
34 + 10
10 =
2
1 02 = 2,2 x CFU/ml
3 Pemanasan 10 menit
Koloni =
U1 + U2
102
2
124 + 144 2
10 =
2
10
4
= 1,34 x CFU/ml
4 Pemanasan 20 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
120 +58
10 =
2
10
2 = 8,9 x CFU/ml
5 Pemanasan 30 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
10
2
= <1 x CFU/ml
6 Tanpa Pemanasan
Koloni =
U1 + U2
10
2
1 03 = >1,5 x CFU/ml
7 Pemanasan 5 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
10
3
= >1,5 x CFU/ml
8 Pemanasan 10 menit
Koloni =
3
U1 + U2
10
2
107 +103
10 =
2
1 03 = 1,05 x CFU/ml
9 Pemanasan 20 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
10
2
= < 1,4 x CFU/ml
Pemanasan 30 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
1 02 = <1 x CFU/ml
U1 + U2
10
2
5
10 = < 2,5 x CFU/ml
Pemanasan 5 menit
Koloni =
U1 + U2
105
2
10
6
= 9,2 x CFU/ml
3 Pemanasan 10 menit
Koloni =
U1 + U2
104
2
1 06 = >2,5 x CFU/ml
4 Pemanasan 20 menit
Koloni =
4
U1 + U2
104
2
23 +16 4
10 =
2
1 05 = 1,95 x CFU/ml
5 Pemanasan 30 menit
Koloni =
U1 + U2
106
2
17 +30 =
106
2
10
7
= 2,35 x CFU/ml
6 Tanpa Pemanasan
Koloni =
U1 + U2
104
2
84 + 60
10 4 =
2
5
10 = 7,2 x CFU/ml
7 Pemanasan 5 menit
Koloni =
U1 + U2
106
2
86 + 126 6
10 =
2
10
8
= 1,06 x CFU/ml
8 Pemanasan 10 menit
Koloni =
U1 + U2
106
2
160 +200 =
106
2
1 08 1,8 x CFU/ml
9 Pemanasan 20 menit
Koloni =
U1 + U2
104
2
5
100 + 40
10 4 =
2
1 05 = 7 x CFU/ml
Pemanasan 30 menit
Koloni =
U1 + U2
104
2
72+ 18 4
10 =
2
10
5
= 4,5 x CFU/ml
b. Media VBRA
Tanpa Pemanasan
Koloni =
U1 + U2
10
2
10
5
= < 2,5 x CFU/ml
Pemanasan 5 menit
Koloni =
U1 + U2
102
2
84 + 88 =
10 2
2
3 = 8,6 x CFU/ml
10
3 Pemanasan 10 menit
Koloni =
U1 + U2
102
2
40 + 38 =
102
2
10
3
= 3,9 x CFU/ml
4 Pemanasan 20 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
61+ 56 =
10
2
1 02 = 5,85 x CFU/ml
5 Pemanasan 30 menit
6
Koloni =
U1 + U2
10
2
12+ 14 =
10
2
2
10 = 1,3 x CFU/ml
6 Tanpa Pemanasan
Koloni =
U1 + U2
10
2
10
3
= >1,5 x CFU/ml
7 Pemanasan 5 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
1 03 = >1,5 x CFU/ml
8 Pemanasan 10 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
45 + 34 =
10
2
10
2
3,95 x CFU/ml
9 Pemanasan 20 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
1 02 = <1 x CFU/ml
Pemanasan 30 menit
Koloni =
U1 + U2
10
2
10
3
= 1,7 x CFU/ml
7
8
PEMBAHASAN
1
penanganan atau pengolahan susu yang tidak higienis. Karena adanya cemaran
tersebut dapat menyebabkan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi.
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi tersebut dapat dilakukan pengolahan
susu dengan cara perlakuan termal, salah satunya dengan pasteurisasi (Nur,
2014).
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari
100oC, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik
sampai beberapa menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Semakin tinggi
suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya
suatu proses termal yang dikombinasikan dengan proses pengawetan lainnya,
seperti proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi)
(Muhtadi dan Fitriyono, 2010)
Berdasarkan hasil pengamatan sebelum penyembuhan diperoleh jumlah
koloni bakteri tertinggi pada sampel tanpa pemanasan (kelompok 6) dan lama
pemanasan 5 menit (kelompok 7) yakni sebesar >2,5 x 106 CFU/ml dan terendah
pada lama pemanasan 20 menit (kelompok 9) yaitu sebesar 3,25 x 103 CFU/ml.
Sedangkan jumlah koliform tertinggi terdapat pada lama pemanasan 10 menit
(kelompok 3) yaitu sebesar 1,34 x 104 CFU/ml dan terendah terdapat pada
sampel dengan lama pemanasan 30 menit (kelompok 10) yaitu sebesar <1 x 102
CFU/ml.
Berdasarkan hasil pengamatan setelah penyembuhan diperoleh jumlah
koloni bakteri tertinggi pada sampel dengan lama pemanasan 10 menit
(kelompok 8) yakni sebesar 1,8 x 108 CFU/ml dan terendah pada lama
pemanasan 30 menit (kelompok 10) yaitu sebesar 4,5 x 105 CFU/ml. Sedangkan
jumlah koliform tertinggi terdapat pada sampel tanpa pemanasan (kelompok 6)
dan sampel dengan lama pemanasan 5 menit (kelompok 7) yaitu sebesar >1,5 x
1043 CFU/ml dan terendah terdapat pada sampel dengan lama pemanasan 20
menit (kelompok 9) yaitu sebesar <1 x 102 CFU/ml. Dapat disimpulkan bahwa
jumlah koloni bakteri maupun koliform bertambah setelah dilakukan
penyembuhan. Hal ini sesuai dengan literatur Hamdi dkk (2012) yang
menyatakan bahwa bila bahan makanan disimpan pada tempat yang
memungkinkan untuk kehidupan bagi mikroba yang mengalami luka tersebut,
maka akan terjadi penyembuhan pada sel-sel mikroba yang luka. Selanjutnya
2
terjadi pertumbuhan dan perkembangan sel bakteri pada susu selama
penyimpanan.
Mekanisme kematian bakteri akibat proses pemanasan yaitu sel-sel
bakteri stelah mengalami cedera akan memperlihatkan hilangnya permeabilitas.
Kemudian meningkatkan kepekaan terhadap ebebrapa senyawa yang bakteri
biasanya tahan. Sel-sel yang cedera subletal mengalami kerusakan pada
membrane sel, dinding sel, DNA, RNA, ribosom dan enzim penting. Kematian
terjadi karena adanya kerusakan pada bakteri. Khususnya kompinen fungsional
dan structural penting dari sel (Saimah,2016).
SNI 01-6366-2000 mensyaratkan pemeriksaan TPC perlu dilakukan untuk
mengetahui kualitas susu. Jumlah TPC > 10 6 CFU/ml menyebabkan mikroba
cepat berkembang dan toksin sudah terbentuk. Susu akan cepat rusak apabila
disimpan pada suhu ruang lebih dari 5 jam, jarak antara peternak dan tempat
pengepul susu jauh tanpa dilengkapi dengan sarana pendingin. Sebagian
industry pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC > 10 6 CFU/ml.
pemeriksaan TPC dapat dilakukan dengan metode hitung cawan (AOAC, 1996).
Susu yang dikonsumsi dapat menjadi sumber penularan penyakit apabila telah
tercemar oleh mikroba dan tidak dikelola secara higienis. Banyak dijumpai
cemaran mikroba pathogen pada susu. Mikroba yang sudah terindentifikasi
mencemari susu antara lain Staphylococcus aureus, Salmonella sp., dan
Camphylobacter sp (Djafar, 2005).
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikrooganisme
melalui suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen.
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan suatu
hal penting untuk diketahui. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia
hidup yang disebut dengan perubahan kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan
dapat dibagi atas faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik antara lain
mencakup asosiasi atau kehidupan mikroorganisme dalam benntuk simbiose,
sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor abiotik terdiri dari faktor
fisika misalnya suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban, sinar
gelombang dan pengeringan. Serta faktor kimia misalnya senyawa toksik atau
senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 2003).
3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alfa, C.H. 2013 Microbiologycal Method. Fifth Edition Butter Months : London.
4
Anonim,2004, http://www.litbang.depkes.go.id, Bacillus anthracis (Diakses tgl 29
Mei 2017).
Djafar, 2005. Cemaran Mikroba pada Susu Segar dan Produk Unggas. UI press :
Jakarta.
Feryana, K.W.I, Suseno, H.S., Nurjanah. 2014. Pemurnian Minyak Ikan Makarel
Hasil Samping Penepungan dengan Netralisasi Alkali. Jurnal PHPI. Volume
17 No 3.
Jay. 2008. Sumber Stress dan Kerusakan Subletal. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
5
Kartina Yuda, Muslimin Ibrahim dan Guntur Trimulyono,. 2013. Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Herba Krokot (Portulace olareceae L.) Terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Lentera Bio. Volume 2
(1): 87-93.
Khasani, A., 2009. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Mailia Penji, Bara Yudhistira, Yudi Prasetio, Saiful Rachdianto Dan Endang
Sutriswati,. 2015. Ketahanan Panas Cemaran Escherichia Coli,
Staphylococcus Aureus, Bacilus Cereus Dan Bakteri Pembentuk Spora
Yang Diisolasi Dari Proses Pembuatan Tahu Di Sudargaran Yogyakarta.
Jurnal Agritech. Volume 35 (3): 300-308.
Muchtadi, T.R dan Fitriyanto A., 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
ALFABET CV : Bogor.
Noviana, Hera,. 2004. Pola Kepekaan Antibiotika Escherichia coli Yang Diisolasi
Dari Berbagai Eksperimen Klinis. Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol 23(4): 1-5.
Pramono, Y, B,. 2016. Perubahan Total Bakteri, Ph Dan Melanoidin Susu Selama
Pemanasan 700c. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 5 (1): 1-5.
6
Roginski, H. 2003. Encyclopedia of Dairy Sciences. Academic Press. New York.
Siahaya, Grienasty Cludya. 2017. Pengaruh Lama Penyimpanan Air Susu Ibu
(ASI) pada Suhu -15C Terhadap Kualitas ASI. Jurnal Elektronik. Volume 7
(1) : 23-24.
Soekarno. 2008. Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan Jilid II. Direktorat
Jendral Manajemen : Jakarta.
Talib. 2007. Cemaran mikroba pada susu segar dan produk unggas. UI press :
Jakarta.
Zakaria, yusdar, dkk. 2011. Analisa Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah
yang Disterilkan Pada Suhu dan Waktu Yang Berbeda. Jurnal Agripet.
11(1): 29-31.