Anda di halaman 1dari 64

Evaluasi Mutu Gizi

Produk Pangan
Disampaikan pada: Kuliah Dosen Tamu
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Andalas
Diselenggarakan secara Daring pada tanggal 31 Maret 2022

Nurheni Sri Palupi

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Pokok Bahasan

1. Pengantar: Permasalahan Gizi

2. Evaluasi Mutu Protein Pangan

3. Evaluasi Mutu Karbohidrat Pangan

4. Evaluasi Mutu Lemak Pangan

5. Evaluasi Mutu Vitamin-Mineral Pangan

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Pengantar: Permasalahan Gizi di Indonesia

Kategori A ▪ Kategori B
LOAS Stunting
(kurus/pendek) ▪ KAMBOJA (Def vit A & Fe)
▪ FILIPINA o kondisi gagal tumbuh akibat
▪ MYANMAR defisiensi zat gizi
▪ MALAYSIA ▪ THAILAND
▪ timor o 1000 HPK (270 hamil, 730
pada 2 tahun pertama)

INDONESIA:
• Kurang Energi Protein
Kategori C (Kurus dan Pendek)
(overweight 3%) • Kurang Vitamin A
• Anemia Gizi Besi
▪ CHINA
• Kurang Yodium
Gizi Lebih (Overweight

3Nurheni Sri Palupi – IPB University


Gizi seimbang

Eat a litte

Eat some

Eat more

Eat most

Nurheni Sri Palupi – IPB University 4


TUMPENG GIZI SEIMBANG
Panduan Konsumsi Sehari-hari

Batasi gula, Gula


4 sendok makan (< 50 g)
Garam dan minyak Garam 1 sendok teh (< 2000 mg)
Minyak 5 sendok makan (< 67 g)

2-4 porsi

+ minum air putih

Mencuci tangan
3-4 porsi
Memantau BB

Bermain sepak bola


Menyapu

Bersepeda
Berjalan Senam

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Pengantar

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Daftar Isi

Analisis Kuantitaif dan Evaluasi Mutu (kualitatif)

Nurheni Sri Palupi – IPB University


• Skor Kimia
In Vitro • Daya Cerna

• PER (PDCAAS)
• NPU
In Vivo • NPR
• BV – NPU hitung

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Metode In Vitro

Alasan secara in vitro karena analisis dengan hewan:


▪ Membutuhkan waktu yang lama
▪ Tidak praktis untuk industri pangan
▪ Tidak sesuai utk pgn berprotein tinggi (berlemak rendah)

Kualitas protein ditentukan;


▪ Kandungan asam amino dalam protein pangan
▪ Digestibility (Daya Cerna)
▪ Kebutuhan asam amino
▪ Berdasarkan pola standar kebutuhan asam amino untuk populasi
dengan umur tertentu
▪ Kebutuhan untuk anak-anak usia 2- 5 tahun digunakan standar
untuk anak-anak diatas 1 tahun
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Ketersediaan Asam Amino

⚫ Kecepatan pencernaan dan absorpsi alami


⚫ Protein hewani: 90 %
⚫ Protein nabati: 60 – 70 %
⚫ Perbedaan DC protein disebabkan:
– Pengaruh konformasi protein
– Interaksi dengan ion logam, lipid, asam nukleat,
selulosa
– Antinutrititional factors
– Ukuran dan sifat permukaan protein
– Thermal treatment
– Perbedaan biologis diantara individu
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Pengukuran Kualitas Protein (EAA)

a. Skor Kimia
1. Profil AA dibandingkan terhadap protein referensi (telur)
2. Jika nilai valin 70% nilai telur, maka skornya 70

b. Daya Cerna (DC) ~ In vitro dan In vivo

Semu (Apparent Digestibility)


DC
Sejati (True Digestibility) atau TD

DC Semu = N yang diserap = I–F


N yang dikonsumsi I
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Analisis Daya Cerna Protein

Metode Hsu et al (1977)


▪ Mengg enzim pankreatik (tripsin, khimotripsin, peptidase)
▪ Keuntungan:selesai dlm 1 jam
▪ Bhn kimia: Larutan HCl 0.1 N, NaOH 0.1 N, multienzim
▪ Alat: penangas air, pH meter, magnetic Stirrer

Prosedur:
1. Sampel digiling halus (80 mesh)
2. Disuspensikan dlm air destilata: 6.25 mg prot/ml
3. Diambil 50 ml → gelas piala → atur pH 8.0
4. Ditempatkan ke dalam water bath 37oC, 5 mnt
5. Ditambahkan 5 ml multienzim
6. catat pH stlh 10 mnt (x) 𝑌 = 210.464 − 18.103𝑋
Y: daya cerna; X: pH stlh 10 mnt; r = 0.90

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Chemical score (skor kimia)

Dikemukakan oleh Mitchell & Block (1946) → Chemical score


Langkah kerja :
1. Tentukan macam dan  AAE dg AA analyzer/HPLC
2. Bandingkan dgn standar FAO/WHO
3. % terkecil merupakan skor kimia & AA pembatas

FAO/WHO (1990) Protein XX


AA
(mg/g prot) AA (mg/g) Skor AA SK
Histidin 19 22.5 100
Isoleusin 28 45.1 100
Leusin 66 80.2 100
Lisin 58 30 52 52
Met + Cys 25 21.1 84 84
Phe + Tyr 63 95.5 100
Treonin 34 35.5 100
Triptofan 11 12.5 100
Valin 35 47.4 100
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Skor kimia dan AA pembatas Daya cerna, nilai biologis & AA pembatas

Skor AA Bhn pgn DC (%) NB (%) Limiting AA


Makanan
kimia pembatas Daging sapi 100 76 Met + Cys
Biji wijen 50 Lisin Hati sapi 97 77 Iso
Gandum 53 Lisin Albumin telur 100 82 Lys
utuh Susu sapi 95 90 Met + Lys
Laktalbumin 98 84 Met
Kacang2an 54 AAS
Kasein 99 73 Met + Cys
Kentang 54 AAS
Biji bunga matahari 94 65 Lys
Kedelai 74 AAS Kedelai* 96 75 Met
Biji kapas 81 Lisin + AAS Beras putih 78 66 Lys
Susu 94 AAS Biji gandum 91 70 Lys
Tepung terigu 100 52 Lys
Ikan (cod) 100
Jagung 94 60 Lys
Daging sapi 100 Kacang tanah 97 58 Met
Laktalbumin 100 *) stlh pemanasan
Dihitung dgn standar FAO/WHO (1973)

Nurheni Sri Palupi – IPB University


SECARA IN VIVO

EVALUASI NILAI GIZI DENGAN


TIKUS PERCOBAAN( In Vivo)

Harus mamalia, karena hasilnya


Hewan Percobaan
dapat diterapkan pada manusia

• Menyusui anak
• Berambut
• Berdarah panas
Ciri • Mempunyai 4 ruang jantung
• melahirkan anak

Nurheni Sri Palupi – IPB University


PER (Protein Efisiensi Ratio)

▪ Metode tradisional untuk evaluasi kualitas protein


▪ Di United States PER merupakan –
▪ Standar di industri pangan untuk melakukan evaluasi kualitas
protein pangan
𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑔𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑦 𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑒𝑑 𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑖𝑒𝑛
• Umur tikus Wistar : 21 – 28 hari 𝑃𝐸𝑅 =
𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑔𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑦 𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑒𝑑 𝑐𝑎𝑠𝑒𝑖𝑛
• Tikus jantan
• Variasi berat antara tikus maksimum 10 g
• Waktu adaptasi : 3 – 7 hari
• Pemberian makanan : “ad libitum’
• Protein standar : kasein/skim atau laktalbumin
• Barat badan tikus diukur 2 hari sekali
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑢𝑗𝑖
• Konsumsi ransum diukur tiap hari 𝑃𝐸𝑅 = 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑔𝑟𝑢𝑝 𝑘𝑎𝑠𝑒𝑖𝑛 x 100
• Masa percobaan : 28 hari
• Sampel perlu dianalisa : kadar protein, kadar lemak,
kadar abu, kadar serat, kadar air.
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Perhitungan Konsumsi Protein

• Jumlah ransum yang 40


𝑀𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝐵 − 𝐴 = 𝑋 𝑔𝑟𝑎𝑚
dimakan harus dihitung 100
berdasarkan berat kering 70
(jika ransum diberikan 𝑀𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝐶 − 𝐴 = 𝑌 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
semi solid)
• Ransum semi solid (ka 60
%)
• Wadah (W) → ditimbang
 A gram 𝐽𝑚𝑙 𝑟𝑎𝑛𝑠𝑢𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑋 − 𝑌 𝑔 𝑟𝑎𝑚

• W = bahan makanan (60


%)  B gram
• (Besoknya)  W + sisa
(ka  mis 30 %)  C
10
gram 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑑𝑖𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 = 𝑋 − 𝑌 𝑔𝑟𝑎𝑚
100

Nurheni Sri Palupi – IPB University


NPR (Net Protein Ratio)

• Ransum dan persyaratan tikus = PER


• Percobaan dilakukan selama 10 hari
• Ada kelompok tikus non protein (diberi ransum tanpa protein)

𝑵𝑷𝑹 =
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑢𝑗𝑖 − 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑛𝑜𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑗𝑖

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Kelompok I II III IV V
Kedelai Kedelai Kedelai Non protein Kasein
mentah rebus sangrai
bb  bb  bb  bb turun bb 

Pertambahan Konsumsi protein NPR PER


berat badan (g) rata-rata
Protein A 50 21 60/21 50/21
Protein B 60 22 70/22 60/22

Protein standar 65 25 75/25 65/25


Non protein -10 0

50−(−10) 60
𝑁𝑃𝑅 𝐴 = =
21 21

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Pengertian NPU, BV, DC

N yang dikonsumsi I

N metabolik
Pencernaan Feses F
N makanan
N yang diserap

Urin Anabolik/katabolik

N yang ditahan

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Nilai Biologis
▪ Metode evaluasi yang paling tua
▪ Didasarkan pada:

𝑁 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛
NB = x 100
𝑁 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝

▪ Asumsi tidak ada kehilangan N selama pencernaan


▪ Tidak terlalu akurat untuk manusia

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Pelaksanaan Percobaan untuk TD, BV dan NPU
• Percobaan dilakukan selama 10 hari
• Ransum AOAC, 1984

Kadar N diukur pada :


• Sampel Feses dan Urin
• Non Protein Feses (Fm) dan Urin (Ue)
• Kontrol/kasein Feses dan Urin

2 hari sekali dikumpulkan, simpan 4 oC, pada hari ke-10


Feses : Timbang seluruh feses untuk tiap ekor tikus, lalu dioven
110 oC, ditepungkan 60 mesh dan ukur N dgn Kjeldahl.
2 hari sekali ditampung dalam botol yang diberi H2SO4
Urin : 5 – 10 % supaya membentuk garam amonium sulfat yang
lebih stabil. Pada hari ke 10 hitung volume urin tiap tikus
dan kadar N dianalisa dengan Kjeldahl.
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Penentuan DC, BV dan NPU

𝑁 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 − 𝑁𝑓𝑒𝑠𝑒𝑠−𝑁𝑚𝑒𝑡𝑎𝑏𝑜𝑙𝑖𝑘 −(𝑁𝑢𝑟𝑖𝑛−𝑁𝑒𝑛𝑑𝑜𝑔𝑒𝑛)


BV =
𝑁 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 −(𝑁𝑓𝑒𝑠𝑒𝑠−𝑁𝑚𝑒𝑡𝑎𝑏𝑜𝑙𝑖𝑘)
𝐼 − 𝐹−𝐹𝑚 −(𝑈−𝑈𝑒)
𝑁 𝑦𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ (𝑑𝑖𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛)
BV =
BV = 𝐼−(𝐹−𝐹𝑚)
𝑁 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖

𝑁 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 − 𝑁𝑓𝑒𝑠𝑒𝑠−𝑁𝑚𝑒𝑡𝑎𝑏𝑜𝑙𝑖𝑘 𝑁 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 𝐼 − 𝐹−𝐹𝑚


D = D = 𝑁 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 D=
𝑁 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐼

𝑁 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 − 𝑁𝑓𝑒𝑠𝑒𝑠−𝑁𝑚𝑒𝑡𝑎𝑏𝑜𝑙𝑖𝑘 −(𝑁𝑢𝑟𝑖𝑛−𝑁𝑒𝑛𝑑𝑜𝑔𝑒𝑛)


NPU =
𝑁 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖
𝐼 − 𝐹−𝐹𝑚 −(𝑈−𝑈𝑒)
𝑁 𝑦𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ (𝑑𝑖𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛) NPU =
NPU = 𝐼
𝑁 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖

I = Jumlah N yang dikonsumsi dari ransum


F = Jumlah N feses pada tikus dengan ransum berprotein
U = Jumlah N urin pada tikus dengan ransum berprotein
Fm
Ue
= Jumlah N feses pada tikus dengan ransum non protein
= Jumlah N urin pada tikus dengan ransum non protein
NPU = BV x D
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Rekomendasi FAO/WHO
Pengelompokan karbohidrat berdasarkan :
❖ Panjang rantai
▪ monosakarida (gula sederhana),
▪ oligosakarida (rantai pendek),
▪ polisakarida (rantai panjang).
❖ Glikemik dan non-glikemik
▪ Dapat/tidaknya suatu karbohidrat dicerna  glukosa di usus halus.
▪ Karbohidrat non glikemik akan lolos hingga mencapai usus besar, dan
kemudian terbagi dua kelompok berdasarkan kemampuannya
difermentasi oleh bakteri usus.
❖ Dapat difermentasi atau tidak dapat difermentasi
▪ Karbohidrat yang tidak dapat dicerna (non-glikemik) dibagi menjadi 2
kelompok:
• dapat difermentasi dan
• tidak dapat difermentasi oleh bakteri di usus besar (kolon).
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Nilai biologis karbohidrat
Manfaat biologis karbohidrat bagi tubuh, yaitu:

❖ indeks glikemiknya (potensinya sebagai sumber


energi)
❖ potensi prebiotiknya
❖ potensi hipokolesterolemiknya

1. oligosakarida
• bukan sumber energi yang baik,
2. gula alkohol
• namun memberi manfaat biologis
3. serat makanan
bagi tubuh
4. pati resisten

Nurheni Sri Palupi – IPB University


1. Oligosakarida
❖ Oligosakarida
▪ terdiri dari 3 -10 unit sakarida
▪ ada yang dapat dicerna dan ada yang tidak dapat dicerna
▪ Tidak dapat dicerna karena mengandung ikatan yang tidak dapat
dipecah oleh enzim dalam saluran pencernaan, misalnya ikatan
alfa-galaktosida.
• Jenisnya antara lain rafinosa, stakiosa dan verbaskosa.
• Karena tidak dapat dicerna, oligosakarida ini mengalami fermentasi di
usus besar dan menyebabkan flatulensi (menumpuknya gas di saluran
pencernaan).
• Untuk mengurangi kadar oligosakarida yang tidak dapat dicerna diberi
perlakuan perendaman, perkecambahan atau fermentasi.
▪ Sebagian oligosakarida digunakan sebagai pemanis non nutritif
Nurheni Sri Palupi – IPB University
FOS (Fruktooligosakarida)

▪ Terdapat pada: onion, asparagus, gandum, jerussalem


artichoke
▪ Secara industrial diperoleh melalui proses enzimatis dari
sukrosa atau inulin (fruktan polimer)
▪ Contoh : ACTILIGHT ® FOS
▪ Hasil kerja enzim fruktosil – furanosidase dari A niger
terhadap sukrosa
▪ Sukrosa bertindak sebagai donor maupun akseptor
fruktosa

Nurheni Sri Palupi – IPB University


2. Gula Alkohol
Mono- dan disakarida yang memiliki lebih banyak gugus hidroksil

• Alami atau buatan (sintetik)


• Buatan: produk hidrogenasi mono- atau disakarida contoh:
glukosa → sorbitol, maltosa → maltitol
Nurheni Sri Palupi – IPB University
GULA ALKOHOL

❖ Gula jenis ini tidak mengandung gugus karbonil pereduksi sehingga kurang
reaktif untuk reaksi Maillard
❖ Fungsi:
▪ pengganti pemanis sukrosa,
▪ memiliki efek yang baik terutama untuk kesehatan gigi
▪ mencegah obesitas karena memiliki indeks glikemik yang rendah.
❖ Ada 2 golongan gula alkohol berdasarkan metabolismenya dalam tubuh
yaitu:
(1) sedikit diserap tapi dapat dimetabolisme
(2) dapat diserap tapi tidak dapat dimetabolisme

Nurheni Sri Palupi – IPB University


3. Serat Makanan (dietary fiber)

❖ Serat makanan: polisakarida tanaman yang tahan hidrolisis enzim


pencernaan, sedangkan serat kasar adalah bagian dari makanan yang tidak
dapat dihidrolisis oleh asam sulfat encer-panas (H2SO4 1.25%) dan natrium
hidroksida encer-panas (NaOH 1.25%).
❖ Serat kasar sekitar 1/5 bagian dari serat makanan.
❖ Yang termasuk serat makanan yaitu :
▪ materi dinding sel tanaman : selulosa, hemiselulosa, substansi pektat dan
lignin
▪ mucilages, gum, polisakarida alga, polisakarida sintetik
❖ Berdasarkan kelarutannya, serat makanan dibagi ke dalam 2 kelompok:
▪ SDF (water soluble)
▪ IDF (water insoluble)

Nurheni Sri Palupi – IPB University


❖ Efek positif serat makanan bagi kesehatan  mencegah
konstipasi, obesitas, hiperkolesterolemia (aterosklerosis, batu
empedu), diabetes melitus dan kanker kolon.
❖ SDF dapat difermentasi oleh bakteri usus menghasilkan gas
hidrogen, metan dan CO2, serta SCFA. SCFA diserap usus dan
menghasilkan energi (2 kkal/g serat (kisaran: 0 – 3 kkal/g serat).
❖ Macam SCFA yang dihasilkan : asam format, asetat, asam
butirat, asam propionat.
❖ SCFA penting bagi kesehatan usus karena merupakan sumber
energi utama bagi sel kolon, dan memiliki efek
terhadap penurunan kadar kolesterol darah (menyebabkan dekonjugasi asam
empedu  sulit diserap usus)
Nurheni Sri Palupi – IPB University
4. Pati Resisten (resistant starch)

❖ Pati resisten: bagian dari makanan berpati (kira-kira 10%) yang


tahan terhadap pencernaan normal
❖ Pati resisten terdapat secara alamiah dalam bahan pangan seperti
biji-bijian, dan juga dapat terbentuk karena proses pengolahan
❖ Bakteri dalam usus besar dapat memfermentasi dan mengubah pati
resisten menjadi asam lemak rantai pendek (SCFA), yang penting
untuk kesehatan usus besar dan melindungi dari kanker
❖ SCFA juga terserap ke dalam darah dan berperan dalam
menurunkan kadar kolesterol darah  dekonjugasi asam empedu shg
sulit diserap kembali oleh usus

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Metode Evaluasi Nilai Biologis Karbohidrat

Daya Cerna Pati/ Sumber Karbohidrat secara in vitro


Pati/KH
❖ Pati atau sumber karbohidrat dihidrolisis oleh enzim alfa
amilase pada suhu 37oC dan pH 7.0 selama 30 menit -amilase
menyerupai kondisi dalam tubuh. T 37oC
Dihidrolisis
❖ Maltosa hasil hidrolisis pati kemudian diukur jumlahnya pH 7
setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat,
menggunakan spektrofotometer  520 nm.
❖ Kadar maltosa diukur dengan menggunakan kurva Maltosa
standar maltosa murni. Asam
❖ Semakin banyak maltosa yang dihasilkan menunjukkan DNS
semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis, atau
hasil reaksi
dengan kata lain daya cernanya tinggi.
(berwarna)
❖ Daya cerna pati/sumber karbohidrat dihitung sebagai
persentase relatif terhadap pati murni.

Diukur
Spektro  520 nm
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Aktivitas Antiamilase dari Suatu Sumber Karbohidrat
❖ Aktivitas anti-amilase ditetapkan
berdasarkan daya penghambatan -amilase + ekstrak uji
terhadap aktivitas enzim alfa-amilase (anti-amilase)
dalam menghidrolisis pati.
❖ Mula-mula dilakukan inkubasi enzim
alfa-amilase bersama-sama dengan Standar
ekstrak yang akan diuji (mengandung Diinkubasi (pati murni)
antiamilase).
❖ Setelah itu aktivitas enzim amilase
diukur dengan cara mengukur
kemampuan hidrolisis suspensi pati Maltosa
murni.
❖ Semakin rendah jumlah maltosa yang
terbentuk dari hidrolisis pati, berarti
semakin tinggi aktivitas antiamilase Diukur Abs
ekstrak uji.

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Potensi Hipokolesterolemik Suatu Sumber Serat
❖ Serat makanan dapat menurunkan kadar kolesterol darah, in vitro
1. kemampuannya menahan penyerapan kolesterol diet dan/atau
Sampel
2. kemampuan menahan reabsorpsi asam empedu. + Kolesterol
(serat)
❖ Untuk melihat kemampuan menahan penyerapan kolesterol dapat
dilakukan secara in vitro dengan menginkubasi sampel (sumber serat Disentrifus
yang diuji) dengan kolesterol, kemudian disentrifus untuk
memisahkan kolesterol yang terikat oleh serat serta mengukur
kolesterol yang berada di supernatan. Kolesterol terikat
❖ Semakin rendah kadar kolesterol supernatan, berarti sampel Supernatan sampel
memiliki kemampuan mengikat kolesterol. (ukur kolesterol)
❖ Untuk melihat kemampuan serat mengikat asam empedu dalam
hubungannya menurunkan kolesterol darah dapat diamati secara in
vivo, misalnya dengan mengukur kadar asam empedu pada isi sekum in vivo
(bagian awal usus besar).
❖ Semakin banyak kadar asam empedu di sekum  semakin tinggi Asam
kemampuan sampel menahan reabsorpsi asam empedu.
empedu di
sekum

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Indeks Glikemik (IG)
❖ Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan
menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah
▪ Pangan dengan IG tinggi dapat menaikkan gula darah dengan
cepat, dan sebaliknya pangan dengan IG rendah akan lambat
menaikkan gula darah.
▪ Sebagai pembanding digunakan IG glukosa murni (nilai 100).
Nilai IG suatu sumber karbohidrat sangat berguna bagi para
penderita diabetes.
▪ Bahan pangan termasuk kelompok yang memiliki:
• IG rendah: < 55
• IG sedang: 55-69
• IG tinggi: > 70
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Indeks Glikemik (IG)
❖ Penghitungan Indeks glikemik:
▪ rasio antara luas kurva respon glukosa makanan yang
mengandung karbohidrat total setara 50 gram gula
▪ terhadap luas kurva respon glukosa setelah memakan 50
gram glukosa murni, pada orang yang sama di hari yang
berbeda.
❖ Pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar glukosa
darah dilakukan pada beberapa titik setelah puasa 10 jam: menit
ke-0, 30, 60, 90, dan 120 setelah mengonsumsi karbohidrat yang
diuji.
❖ Pada waktu yang berbeda dilakukan hal yang sama, tetapi
karbohidrat yang dimakan adalah glukosa murni.
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Contoh pola perubahan kadar gula darah

80
Kenaikan kadar glukosa

70
60
50
(mg/dL)

40
30
20
10
0
0 30 60 90 120
Waktu (menit)

Sampel Glukosa

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Pengukuran kadar pati resisten
❖ Pati resiten adalah pati yang tidak terhidrolisis oleh α-amilase
❖ Pengukuran pati resisten dilakukan dengan terlebih dahulu menghilangkan pati yang
dapat dicerna menggunakan α-amilase pankreas (amiloglukosidase ditambahkan jika
diperkirakan produk digesti dapat menghambat enzim)
▪ Kadangkala dilakukan pula proteolisis menggunakan pepsin dan tripsin agar
menyerupai kondisi di lambung dan usus halus.
▪ Pati resisten dapat dihitung langsung pada residu, atau dengan menggunakan selisih
antara kadar pati total dan pati yang tercerna yang keduanya dikerjakan terpisah
(Luff Schroll: kadar gula x 0.9).
❖ Prosedur yang lebih baru dan lebih sederhana adalah hanya menggunakan enzim α-
amilase (dengan atau tanpa penambahan amiloglukosidase)
▪ Setelah dihidrolisis enzimatis, gula hasil hidrolisis diekstrak dengan etanol 80% dan
supernatan dibuang.
▪ Residu (berisi pati resisten) dilarutkan dengan 2 N KOH dan dihidrolisis dengan
amiloglukosidase. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar gula hasil hidrolisis (misal:
antron-spektrofotometri).
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Nilai biologis lemak ditentukan oleh :
❖kandungan asam lemak esensial yang dapat
dimanfaatkan tubuh
❖potensinya dalam memperbaiki profil lipid
darah
❖potensi aterogeniknya (pemicu terjadinya
aterosklerosis)

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Asam lemak esensial
❖ Asam lemak esensial: tidak dapat disintesis
oleh tubuh  diperlukan asupan dari luar
(pangan/suplemen).
❖ Asam lemak esensial: asam linoleat (LA)
dan asam linolenat (LNA).
❖ Pengurangan asam lemak esensial dalam
ransum  perubahan morfologis dan
metabolis pada banyak organ dari berbagai
jenis hewan.
❖ Sumber:
▪ asam linoleat  minyak jagung, minyak
biji bunga matahari dan minyak biji
kapas.
▪ asam linolenat  minyak kedelai,
flaxseed oil, dan canola oil kaya akan.
❖ asam linoleat  omega-6
❖ asam linolenat  omega 3

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Asam lemak trans
❖ Asam lemak trans dibentuk jika
minyak nabati dihidrogenasi untuk
mengubahnya dari cair menjadi semi
padat sehingga menyerupai lemak
hewani
❖ Asam elaidat, asam lemak trans C18
dengan satu ikatan rangkap pada C9
(9 trans-18:1), dan isomernya
merupakan asam lemak trans
terbanyak pada produk pangan
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Asam lemak trans (lanjutan)
❖ Asam lemak trans dilaporkan memberi efek
negatif pada lipoprotein plasma:
▪ meningkatkan kolesterol LDL,
▪ menurunkan kolesterol HDL, dan
▪ meningkatkan lipoprotein(a).
❖ Lipoprotein(a): partikel seperti LDL dengan
tambahan apolipoprotein(a) yang menempel.
▪ Peningkatan konsentrasi Lp(a) (>30 mg/dL
untuk partikel total atau >10 mg/dL untuk
kolesterol)  erat kaitannya dengan PJK
dini.
▪ Lp(a) berperan dalam lisis clot (bekuan
darah), juga dapat dideposit dalam dinding
arteri seperti halnya LDL.
Nurheni Sri Palupi – IPB University
METODE EVALUASI NILAI BIOLOGIS LEMAK
Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi secara in vitro nilai
biologis lemak, antara lain:

❖ Bilangan peroksida
❖ Bilangan TBA
❖ Bilangan iod
❖ Kadar asam lemak trans dan asam lemak esensial
Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi secara in vivo
nilai biologis lemak, antara lain:
❖ Profil lipid darah
❖ Uji TBARS (thiobarbituric acid reactive substances) →
mengukur malonaldehid: menunjukkan tingkat
keparahan oksidasi lemak
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Bilangan iod
❖ Bilangan iod menggambarkan derajat Sampel ALTJ
ketidakjenuhan lemak/minyak
❖ ALTJ pada minyak/lemak mampu mengabsorpsi
sejumlah iod, terutama bila dibantu dengan suatu
’carrier’ seperti iodin klorida atau iodin bromida, Ditambah Iod berlebih
membentuk suatu senyawa yang jenuh.
❖ Jumlah iod yang diabsorpsi menunjukkan ketidak-
jenuhan lemak/minyak. Sisa Iod
❖ Cara: ke dalam sejumlah sampel minyak/lemak
ditambahkan iod berlebih. Kelebihan iod dititrasi
dengan natrium tiosulfat sehingga iod yang
diabsorpsi oleh minyak/lemak dapat diketahui
jumlahnya. Dititrasi dengan NaOH
❖ Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram
iod yang diserap oleh 100 gram minyak/lemak.
Bilangan Iod =
g Iod/100g minyak

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Bilangan Peroksida
2KI + H2O2 → I2 + 2KOH
❖ Penentuan bilangan peroksida didasarkan
pada pengukuran sejumlah iod yang T ruang
dibebaskan dari kalium iodida melalui Medium as asetat/
Dititrasi Na-tiosulfat
kloroform
reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu
ruang di dalam medium asam Bilangan peroksida =
Mek Na-tiosulfat per 1000g sampel)
asetat/kloroform

Lipid
Bilangan TBA
❖ Asam 2-tiobarbiturat (TBA) bereaksi dengan Oksidasi
malonaldehid membentuk warna merah.
Malonaldehid + TBA
❖ Malonaldehid adalah produk degradasi lipid
teroksidasi
Senyawa berwarna
Pengukuran Abs
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Kadar asam lemak trans dan asam lemak esensial
Pengukuran kadar keduanya dapat dilakukan dengan metode HPLC
Profil lipid darah
❖ Lipid darah meliputi kadar trigliserida (TG), kadar total kolesterol (TK), kadar HDL dan
kadar LDL.
❖ Kadar TG, TK dan HDL pada plasma/serum dapat diukur dengan menggunakan kit
reagen komersial.
❖ Kit komersial berisi sejumlah enzim-enzim spesifik yang mengubah substrat menjadi
kromofor, sehingga kadarnya dapat diukur dengan spektrofotometri.
❖ Kadar HDL diukur setelah pengendapan lipoprotein lain dengan menggunakan
heparin, mangan klorida, dextran magnesium sulfat, atau asam fosfotungstat.
❖ Teknik yang paling banyak digunakan oleh lab klinik untuk mengukur kadar LDL darah
yaitu dengan menggunakan formula Friedewald sebagai berikut :

LDL = TK – HDL – VLDL VLDL = TG/5

Nurheni Sri Palupi – IPB University


METODE EVALUASI

▪ Nilai biologis vitamin dan mineral pangan


▪ daya cerna
▪ daya serap
▪ distribusi dan masuknya vitamin dan mineral pangan ke dalam sel untuk
digunakan (sebagai kofaktor enzim, hormon atau bagian struktural sel)
▪ Evaluasi nilai biologis dilakukan untuk:
▪ menentukan jumlah vitamin dan mineral bahan pangan yang dapat
diserap dan digunakan oleh sel untuk keperluan metabolisme sel
▪ Metode evaluasi dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo.
▪ Metode in vitro: berdasarkan sistim pencernaan (enzimatis)
▪ Metode in vivo: menggunakan hewan percobaan / manusia.
▪ Pada percobaan in vivo digunakan hewan
▪ sampel dapat diambil pada beberapa tempat seperti lambung,
usus halus, darah dan organ

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Faktor-faktor yang berpengaruh

▪ Nilai biologis vitamin & mineral produk pangan, dipengaruhi:


(1) senyawa lain yang terdapat dalam bahan
(2) cara pengolahannya
▪ Pengolahan pangan (yang dilakukan dengan proses termal,
pengeringan dan pembekuan) ⇨ bertujuan utk meningkatkan
jangkauan distribusi dan aksesibilitasnya.
▪ Konsekuensi pengolahan → kehilangan faktor-faktor penentu
mutu seperti flavor, tekstur, dan nilai gizinya.
▪ Pengolahan pangan:
 merubah bentuk kimia dan bioavailabilitas mineral
 mendegradasi dan mengurangi nilai biologis dan ketersediaan
beberapa vitamin
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Evaluasi Ketersediaan Hayati Vitamin

▪ Evaluasi ketersediaan hayati vitamin larut lemak (A, D, E dan K) dari


pangan dapat ditentukan secara in vitro atau in vivo
▪ In vitro 
▪ Simulasi pencernaan dalam wadah menggunakan enzim pencernaan:
pepsin secara tunggal atau diikuti dengan tripsin atau bersama dengan
kimotripsin.
▪ Analisis jumlah vitamin yang terlepas dari matriks pangan dan terdapat
secara bebas dalam wadah.
▪ Metode sangat bervariasi tergantung dari metode analisis kimia yang
tersedia, tetapi umumnya dilakukan ekstraksi vitamin menggunakan
heksan lalu diukur dengan spektrofotmeter UV pada  yang sesuai.
▪ Analisis menggunakan khromatografi cair tekanan tinggi (KCKT/HPLC)
juga dapat dilakukan setelah proses extraksi dengan hexan.

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Evaluasi Ketersediaan Hayati Vitamin
▪ In vivo 
▪ Menggunakan tikus percobaan atau langsung pada manusia.
▪ Pada tikus percobaan, hewan diberi makan diet standar ditambah bahan
uji sesuai metode percobaan in vivo.
▪ Sampel diambil dari lambung, usus kecil, plasma dan hati.
▪ Vitamin A, D, E dan K mempunyai sifat larut lemak sehingga
akumulasinya dalam hati cukup banyak dan dapat berfungsi sebagai
cadangan  hati dapat menjadi sumber vitamin larut lemak ketika diet
defisiensi vitamin-vitamin ini, sehingga dapat menaikkan kadar vitamin
dalam darah.
▪ Dalam evaluasi perlu dilakukan masa adaptasi dengan diet tanpa
vitamin larut lemak untuk menguras vitamin yg tersimpan dalam hati 
agar pada saat analisa sumber vitamin hanya satu (berasal dari diet uji
dan tidak tercampur dg vit cadangan dalam hati (depletion-repletion).
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Pengujian Ketersediaan Hayati

Persiapan Sampel

Persiapan
Ransum Tikus
Pemberian ransum sesuai
kelompok perlakuan

HPLC UV

Analisis retinol serta tokoferol Terminasi & pengambilan


pada hati dan plasma darah organ hati dan plasma darah
Nurheni Sri Palupi – IPB University
▪ Ketersediaan hayati β-karoten → Retinol Accumulation Factor/RAF (Carillo-
Lopez et al, 2010)
▪ Evaluasi ketersediaan hayati β-karoten dan α-Tokoferol → bandingkan kadar
vitamin A dan E pada hati dan darah tikus
▪ Monitoring : Penimbangan BB/2 hari

Masa Pemeliharaan Tikus

▪ Kelompok Kontrol → 6 ekor


Adaptasi
▪ Kelompok Kontrol (+) → 18 ekor
(10 hari) Deplesi
▪ Kelompok Kontrol (-) → 6 ekor
▪ Kelompok Minuman Emulsi → 6 ekor (60 hari)
Replesi
(14 hari)
Pemberian ransum : semi basah, ad libitum, ditimbang tiap hari
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Pemberian Ransum Hewan Coba
Perlakuan

terminasi

terminasi

terminasi
Kelompok Jenis ransum Masa masa masa
adaptasi deplesi replesi
(10 hari) (60 hari) (14 hari)
Kontrol Standar
Kontrol (+) Standar
R1 : (-) vitamin A dan E
R2 : (-) vitamin A & E dan
(+) β-karoten
(+) α-tokoferol
Kontrol (-) Standar
R1 : (-) vitamin A dan E
Sampel Standar
R1 : (-) vitamin A dan E
R3 : (-) vitamin A dan E dan
(+) Minuman Emulsi

Masa terminasi untuk 6 ekor tikus


Nurheni Sri Palupi – IPB University
PROSEDUR ANALISIS

Analisis Ketersediaan Hayati


▪ Pengujian kadar β-Karoten dan α-Tokoferol
pada plasma darah dan hati tikus : Metode
Chromatography (AOAC 2012).
▪ Persiapan sampel → persiapan larutan standar
→ penentuan kadar β-karoten dan α-tokoferol
pada sampel
▪ Ekstraksi β-karoten dan α-tokoferol → dengan
etanol dan n-hexane
▪ Pemilihan kolom : C18 (Kolom universal)
▪ Fase gerak :
▪ Uji β-karoten : Asetonitril-Isopropanol = 65 : 35
▪ Uji α-tokoferol : Metanol : Isopropanol = 98 : 2
▪ Prinsip : menghitung kadar β-karoten dan α-
tokoferol dengan membandingkan area peak
pada kromatogram sampel dengan
kromatogram standar

Nurheni Sri Palupi – IPB University


Evaluasi Ketersediaan Hayati Mineral

▪ Dapat ditentukan secara in vitro atau in vivo.


In vitro 
▪ simulasi pencernaan dalam wadah menggunakan bufer enzim
pencernaan yaitu pepsin secara tunggal atau dengan tripsin dan/atau
kimotripsin dalam bufer dengan pH yang sesuai Kantong
dialisis
▪ Jumlah mineral target yang terlepas dari matriks
pangan dan terdapat secara bebas dalam wadah
dapat dipisahkan dengan menggunakan membran
dialisis dengan pori-pori yang sesuai
▪ Dialisat yang mengandung mineral target lalu
dianalisis dengan metode spektrofotometer
penyerapan atom (AAS).
In vivo  serupa dengan vitamin
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Persiapanan
kantong dialisis

20 ml larutan NaHCO3 dimasukkan ke


dalam kantong dialisis

Inkubasi 30 menit (pH 5) 2 ml supernatan

+ 5 ml larutan pankreatin-empedu + 1 ml larutan batofenantrolin


Hidrolisat
Inkubasi 120 mnt disentrifus Ukur absorbansi (533 nm)
Nurheni Sri Palupi – IPB University
Topik Diskusi

1. Apa kelebihan dan kekurangan analisis mutu gizi secara in


vitro dan in vivo
2. Apa saja parameter yang dapat digunakan untuk mengukur
mutu protein pangan? Jelaskan prinsipnya!
3. Apa saja parameter yang dapat digunakan untuk mengukur
mutu karbohidrat pangan? Jelaskan prinsipnya!
4. Apa saja parameter yang dapat digunakan untuk mengukur
mutu lemak pangan? Jelaskan prinsipnya!
5. Apa saja parameter yang dapat digunakan untuk mengukur
mutu vitamin dan mineral pangan? Jelaskan prinsipnya!

Nurheni Sri Palupi – IPB University

Anda mungkin juga menyukai