Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Tingkah Laku Reproduksi Kambing


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Reproduksi Ternak
Dosen Pengampu : Yunara Augusta Rahmat Adikara, drh., M.Si

Oleh :
1. Mokhamad Falachuddin (202110350311030)
2. Syahrul Imam Thoyyibi (202110350311025)
3. Ainur Rofiq Gimnas Tiar ( 202110350311)
4. Irham Maulidian Akmal (202110350311)

Program Studi Peternakan


Fakultas Pertanian Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan hidayah-Nya dan juga
kesehatan akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Ilmu Reproduksi Ternak
dengan tepat waktu. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Penyusunan Makalah Ilmu Reproduksi Ternak ini penulis telah memperoleh bantuan dari
berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, maka melalui kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ketua Jurusan Peternakan Bayu Etti Tri Adiyastiti, S.Pt., M.Sc, atas dukungan dan
motivasinya.
2. Dosen Pengampu Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak Yunara Augusta Rahmat
Adikara, drh., M.Si, atas dukungan dan motivasinya.
3. Semua pihak yang terlibat banyak membantu sehingga laporan praktikum ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini
Wassalamualaikum Wr. Wb

Malang, 20 Oktober 2022

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
KATA PENGANTAR........................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang..............................................................................................................5
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................5
1.3. Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fase Siklus Birahi (Estrus)............................................................................................6
2.2. Hormon-Hormon Reproduksi Betina............................................................................7
2.3. Pengaturan Siklus Birahi Oleh Hormon.......................................................................8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Fase Siklus Estrus Pada Ternak (Kambing).................................................................10
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan...................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu organisme baru
diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh
semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses
reproduksi oleh pendahulunya. Reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis:
seksual dan aseksual. Dalam reproduksi aseksual, suatu individu dapat melakukan
reproduksi tanpa keterlibatan individu lain dari spesies yang sama. Sedangkan reproduksi
seksual membutuhkan keterlibatan dua individu, biasanya dari jenis kelamin yang
berbeda. Pada. Sedengakan pengertian dari Siklus reproduksi adalah merupakan
rangkaian kejadian biologis kelamin pada makhluk hidup yang berlangsung sambung
menyambung sehingga terlahir generasi baru dari makhluk hidup, dengan bantuan
hormone yang ada di dalamnya.
Pada peternak, terutama pada peternak kambing sangat penting halnya dengan
mengetahui pemberian pakan yang tepat untuk ternak kambing. Seorang peternak
kambing dalam meningkatkan produksi dan populasi haruslah mengawinkan kambing
tersebut baik secara inseminasi buatan maupun secara alami. Saat ini ada beberapa semen
beku untuk insemiasi kambing seperti, bibit kambing etawa, peranakan etawa dan boer.
Dengan mengetahui tingkah laku reproduksi kambing maka peternak akan dapat
mengetahui secara pasti masa birahi ternak kambing yang mereka miliki.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana tingkah laku seksual pada ternak (Kambing) yang dikaitkan dengan
hormon reproduksi pada siklus reproduksi ?
2. Macam-macam hormone apa saja yang dapat mempengaruhi reproduksi pada ternak
dan bagaiman prosesnya ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui tingkah laku seksual pada ternak (kambing) yang di kaitkan dengan
hormone reproduksi pada siklus reproduksi.
2. Mengetahui hormone yang memperngaruhi reproduksi ternak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fase Siklus Birahi (Estrus)
Estrus merupakan suatu kondisi saat ternak betina bersedia dikawini ternak jantan.
Periode estrus tersebut merupakan periode yang paling penting dari siklus estrus atau
periode estrus sebagai patokan waktu dalam proses perkawinan terutama yang dilakukan
melalui inseminasi buatan. Ketepatan waktu kawin ini akan mempengaruhi persentase
kebuntingan ternak tersebut. Jika waktu kawin atau periode estrus ini terlewat maka
peternak harus menunggu periode estrus berikutnya. Kondisi tersebut menyebabkan nilai
lambing interval dan days open semakin panjang sehingga efisiensi reproduksi menjadi
rendah (Nurfitriani, 2015).
Fase 1. Proestrus (prestanding events)
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan
pertumbuhan folikel oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Folikel yang sedang tumbuh
menghasilkan cairan folikel dan estradiol yang lebih banyak. Penelitian yang dilakukan pada
sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) dijelaskan bahwa pada fase ini terjadi peningkatan
dalam pertumbuhan sel sel dan lapisan bacillia pada tuba fallopi dalam vaskularisasi mucosa
uteri. Serviks mengalami relaksasi gradual dan makin banyak mensekresikan mucus tebal
dan berlendir dari sel-sel goblet pada serviks dan vagina anterior. Mucus menjadi terang
transparan dan menggantung pada akhir proestrus.
Fase proestrus ini FSH yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofisa akan memicu
perkembangan folikel di dalam ovarium, bersama Luteinizing Hormone (LH) ovarium
kemudian meningkatkan produksi estrogen melalui peningkatan cairan folikel. Pada fase ini
juga terjadi perkembangan organ-organ reproduksi yaitu 5 oviduct, uterus, dan vagina.
Beberapa spesies hewan mengalami pertumbuhan sel-sel dan lapisan bercilia pada oviduct,
serta vaskularisasi mucosa uterus. Serviks mengalami relaksasi dan banyak mensekresikan
mucus yang tebal dan berlendir dari sel-sel goblet serviks dan vagina anterior, serta
kelenjar-kelenjar uterus. Sekresi estrogen ke dalam urine mengalami peningkatan, sementara
progesteron di dalam darah menurun akibat terjadinya vakuolisasi degenerasi dan
pengecilan corpus luteum secara cepat.
Fase proestrus didominasi oleh sel intermediet dalam jumlah yang cukup banyak
diikuti oleh kemunculan sel superfisial dan kornifikasi, pada fase estrus sel kornifikasi dan
sel superfisial sangat dominan, pada fase metestrus bentukan sel parabasal mulai muncul
diikuti kehadiran leukosit, namun masih terdapat sisasisa sel kornifikasi dan superfisial,
pengamatan pada fase diestrus bentukan sel parabasal dan intermediet sangat dominan, sel
superfisial dan kornifikasi tidak terlihat (Saputra et al., 2007; Meydilasari et al., 2020).

Fase 2. Estrus (Standing Heat)


Estrus adalah periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh hewan
betina untuk berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu
makan turun atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan
menungganginya. Penerimaan pejantan disebabkan pengaruh estradiol yang
menghasilkan tingkah laku kawin pada betina.
Las prostaglandinas inducen la regresión del cuerpo lúteo (CL) entre los días 4 y
14 del ciclo estral, lo cual limita su uso únicamente en la estación reproductiva. Debido a
esto, el método más difundido para la sincronización de celos, y probablemente el más
efectivo, es el basado en el uso de esponjas intravaginales de progestágenos.
Fisiológicamente, la presencia de la progesterona bloquea los efectos de
retroalimentación positiva del estradiol (E2) sobre la secreción de la hormona liberadora
de gonadotropinas (GnRH) e impide el pico de la hormona luteinizante (LH), pero
además no suprime la secreción de la hormona foliculoestimulante (FSH). Por lo tanto,
las ondas foliculares siguen emergiendo en presencia de un CL funcional, logrando de
esta manera controlar el momento del celo y la ovulación. Dentro de este contexto, la
progesterona impregnada en la esponja se absorbe a través de la mucosa vaginal,
manteniendo las concentraciones plasmáticas (niveles inferiores a los de un CL) por un
periodo establecido, provocando un aumento en la frecuencia de pulsos de LH,
promoviendo el crecimiento folicular, maduración del folículo dominante y su capacidad
ovulatoria (Gomez, 2022).
Pada saat terjadinya estrus terjadi kornifikasi penuh dan sel superfisial
mendominasi prepaparat apus vagina. Titik tertinggi persentase sel superfisial dan
kornifikasi (32,25%) dilaporkan ketika estradiol mencapai puncaknya menjelang estrus.
Keberadaan sel superfisial pada kambing yang mengalami siklus estrus terdapat pada fase
proestrus, estrus dan awal dari metestrus. Persentase sel superfisial yang meningkat pada
fase estrus juga dilaporkan terjadi pada sapi Aceh. peningkatan sel yang mengalami
kornifikasi adalah 10% per hari hingga 100% akan terjadi pada saat terjadinya estrus
(Muqit dkk, 2021).
Fase 3. Metestrus (pasca estrus)
Metestrus merupakan periode yang terjadi setelah fase estrus berakhir. Gejala
tidak terlalu terlihat, hanya terlihat sisa-sisa gejala estrus, namun ternak betina sudah
menolak untuk kopulasi. Pada lokasi bekas folikel de Graaf melepaskan ovum,
terjadi pembentukan korpus hemoragikumpada ovarium. Ovum yang berada di
dalam tuba fallopi setelah keluar dari folikel akan menuju uterus. Korpus
hemoragikummulai berubah menjadi jaringan luteal setelah 5 hari, lalu menghasilkan
KorpusLuteum (CL) (Zakiya dkk, 2021).
Fase ini sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan
oleh CL. Progesteron menghambat sekeresi FSH oleh pituitari anterior sehingga
menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Periode ini
berlangsung selama 3-4 hari setelah estrus.
Fase 4. Diestrus
Periode diestrus merupakan periode terpanjang dalam siklus estrus yang
berlangsung selama 9–11. Pada periode ini sel epitel vagina didominasi oleh sel
parabasal dan sel intermediat sedangkan sel superfisial memiliki persentase terendah.
Dominasi sel parabasal dan intermediat pada periode ini juga telah dilaporkan
oleh Zohara et al. (2014) pada domba bangladesh dara, (Rasad & Rangga, 2017) pada
domba lokal dewasa. Dominasi sel parabasal dikarenakan konsentrasi hormon P domba
garut dara berada pada level maksimal dan stabil yaitu mencapai rataan 24,49±13,27
ng/ml. Konsentrasi ini lebih tinggi dari penelitian sebelumnya pada domba waringin
yang memiliki konsentrasi maksimal 7,609 mg/ml (Rahayu et al., 2018).

2.2. Hormon – Hormon Reproduksi Betina


1. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh
hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari
folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan
menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH
2. Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang
paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan
ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh,
rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk
ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina
sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
Estrogen,merangsang endometrium untuk menebal, merangsang perkembangan
cirri seks sekunder wanita, menekan pengeluaran FSH dan merangsang pengeluaran LH
dari pituitary depan.
3. LH
Hormone yang bertanggungjawab terhadap pemasakan folikel dapat berkembang
secara sempurna. Di bawah pengaruh LH, sisa folikel dalam ovarium diubah menjadi
badan kuning atau korpus luteum yang setelah beberapa hari akan menghasilkan
progesterone
4. Progesteron,
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan
ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone
terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk
hormon HCG.
5. Relaxin
Suatu hormon polipeptid yang diproduksi oleh corpus luteum. Sedikit diketahui
tentang mekanisme yang mengontrol produksinya, tetapi konsentrasi yang tinggi terlihat
selama kebuntingan. Relaxin menyebabkan relaksasi ligamentum pelvis dan
memperlunak jaringan ikat otot-otot uterus untuk menyediakan perluasan yang
diperlukan untuk menampung fetus yang sedang tumbuh. Bekerja sama dengan estrogen,
relaxin menyebabkan relaksasi pelvis dan pelunakan jaringat ikat servic lebih lanjut agar
fetus dapat dikeluarkan pada waktu kelahiran.
6. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan
merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen
tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar
GNRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
2.3. Pengaturan Siklus Berahi Oleh Hormon
Pada dasarnya siklus berahi diatur oleh oleh keseimbangan antara hormon-
hormon steroid dan protein dari ovarium dan hormonp-hormon gonadotropin dari
hipopisa anterior. Progesteron mempunyai suatu pengaruih dominan terhadap siklus
berahi. Selama periode diestrus, ketika konsentrasi progesteron tinggi, konsentrasi FSH,
LH dan sisa total Estrogen relatif rendah. Saat ini pada beberapa spesies dapat dideteksi
adanya pertubuhan folikel, tetapi sangat lambat bila dibandingkan bila yang terjadi 2
atau3 hari menjelang terjadinya ovulasi. Demikian juga selama kebuntingan, konsentrasi
progesteron yang tinggi menahan pelepasan hormon-hormon gonadotropin yang dapat
menyebabkan munculnya tingkah laku berahi. Kejadian ini merupakan kontrol dari
progesteron terhadap hormon gonadotropin, dengan mekanisme kerja umpan balik
negatif.
Pada akhir diestrus, PGF 2-alpha dari uterus menyebabkan tejadinya regresi
corpus luteum. Bersamaan dengan ini terlihat konsentrasi progesteron dalam dalah
menurun dengan tajam. Penurunan yang tiba-tiba ini menyebabkan timbulnya rangsangan
pada hipofisis anteerior, ditambah deangan hilangnya blokade dari progesteron
menyebabkan terjadinya pelepasan FSH,LH dan LTH. Dengan bertumbuhnya folikel,
terjadi suatu gelombang estrogen yang menyebabkan munculnya keinginan dan tingkah
laku berahi,dan merupakan picu terhadap pelepasan LH oleh hipopisis anterior melalui
mekanisme umpan balik positif. Setelah terjadinya ovulasi, di bekas tempat ovum yang
berevolusi terbentuk corpus luteum. Menjelang hari ke 4 atau 5 siklus, peningkatan
progesteron sudah dapat dideteksi, yang merupakan petunjuk dimulainya periode
diestrus. LH dengan LTH merawat corpus luteum untuk berfungsi pada hewan ternak. Lh
bekerja untuk mempertahankan fungsi ini dengan peningkatan aliran darah melalui
corpus luteum. Sebaliknya PGF 2-alpha menutup aliran darah ke corpus luteum yang
menyebabkan tidak terjadinya sintesis progestin oleh corpus luteum, dan regresi corpus
luteum.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Fase Siklus Estrus (Birahi) Pada Ternak (Kambing)
1. Pada Proestrus
Periode ini dimulai dari saat beregrasinya corpus luteum sampai hewan benar-
benar berahi. Pada saat ini hewan telah memperlihatkan tanda-tanda berahi,tetapi
belum bersedia untuk melakukan kopulasi. Hal ini mungkin disebabkan karena kadar
estrogen yang dihasilkan oleh folikel belum cukup untuk memalingkan kehendak
betina untuk menerima hewan jantan. Perubahan alat kelamin bagian dalam, terlihan
pada ovariumnya, dimana terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sekali dari folekel
terties menjadi folikel de Graaf. Uterus dan oviductebih banyak mengandung
pembuluh darah dari pada biasanya. Kelenjer-kelenjer endo metrium tumbuh
memanjang, cervix mulai merilex dan kelenjer-kelenjer lendir mulai bereaksi.
2. Pada Estrus
Tingkah laku reproduksi kambing ini menyangkut periode estrus (birahi) dan
masa kawin yang paling baik untuk kambing. Panjang siklus estrus pada kambing
adalah 21 (15-24) hari/kisaran. Beberapa tingkah laku atau ciri-ciri kambing betina
dewasa sedang mengalami birahi antara lain:
a) Kambing mengembek (mengembik) lebih banyak dari biasanya walaupun pakan hijauan
makanan ternak tersedia di dekatnya
b) Kambing betina dewasa terlihat gelisah.
c) Kambing betina yang birahi sering menggesek-gesekkan badannya ke dinding kandang.
d) Vulva kambing betina membengkak dari biasanya. Dalam hal ini peternaklah yang dapat
memantau secara pasti sebab merekalah yang paling sering berinteraksi dengan kambing
tersebut.
e) Vulva terlihat memerah atau lebih merah dari biasanya.
f) Kambing betina yang sedang birahi akan tenang bila didekati pejantan (bandot).
Terkadang ada beberapa kambing betina akan menganjak (menaiki) kawanan kambing
didekatnya.

Kambing merupakan hewan poliestrus, setelah mencapai usia pubertas siklus


estrus berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun, kecuali pada saat hewan
bunting, siklus estrusnya terhenti sementara. Lama siklus estrus pada kambing 19-21 hari
Lama berahi pada kambing berkisar 24-36 jam, ovulasi terjadi 2448 jam sejak mulainya
berahi, dan waktu kawin optimal adalah 24-36 jam dari awal birahi.

3. Pada Maestrus
Periode ini ditandai dengan tidak terlihat tau telah terhentinya berahi.Sel-sel
granulosa folikel dibagian bekas ovum yang berevolusi betrtumbuh dengan cepat
membentuk corpus luteum (corpora klutea pada hewan yang multipel ovulasi)
dibawah pengaruh LH dari Adenohypophysa. Corpus luteum yang terbentuk
menghasilkan progesteron, yang menghambatsekresi FSH. Akibatnya pematangan
folikel tertier menjadi folikal de Graaf terhenti. Pada saat ini terjadi perubahan pada
uterus untuk menyiapkan diri memelihara perkembangan embrio. Pada sapi selama
awal metestrus kadang-kadang terlihat pendarahan (haemorrhagi). Pendarahan ini
disebabkan karena pecahnya kapiler yang sangat hiperhaemis pada lapisan epitel
dinding uterus akibat penurunan estrogen.
4. Pada Diestrus
Periode dietrus adalah periode terpanjang diantara keempat periode siklus
berahi.Periode ini terjadi pada hari kelima pada sapi,pada babi dan domba hari
keempat, dan hari kedelapan pada kuda. Dalam periode ini corpus luteum sudah
berfungsi sepenuhnya. Endometrium menebal, kelenjer dan urat daging uterus
berkembanmg untuk merawat embrio dari hasil pembuahan danuntuk pembentukan
plasenta. Bila nmemang terjadi pembuahan keadaan ini berlanjut sealama
kebuntingan,dan corpus luteum tetap bertahan sampai terjadi kelahiran, dan corpus
lutemnya dinamakan corpus luteum gravidatum. Bila tidak terjadi pembuahan, corpus
luteum akan beregrasi. Umur corpus luteum pada kambing mencapai 16 hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam kajian di atas dapat di simpulkan bahwa siklus birahi pada setiap hewan berbeda
antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan spesies. Interval antara timbulnya satu
periode berahi ke permulaan periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi. Siklus
berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan
diestrus.
Dan juga tingkah laku seksual pada ternak kambing terlihat apabila kambing tersebut
sedang dalam masa birahi maka kambing tersebut akan tampak :
a) Kambing mengembek (mengembik) lebih banyak dari biasanya walaupun pakan hijauan
makanan ternak tersedia di dekatnya
b) Kambing betina dewasa terlihat gelisah.
c) Kambing betina yang birahi sering menggesek-gesekkan badannya ke dinding kandang.
d) Vulva kambing betina membengkak dari biasanya. Dalam hal ini peternaklah yang dapat
memantau secara pasti sebab merekalah yang paling sering berinteraksi dengan kambing
tersebut.
e) Vulva terlihat memerah atau lebih merah dari biasanya.
f) Kambing betina yang sedang birahi akan tenang bila didekati pejantan (bandot).
Terkadang ada beberapa kambing betina akan menganjak (menaiki) kawanan kambing
didekatnya.
Apabila hewan ternak tersebut pada saat berahi harus diperhatikan secra khusus karena
pada saat berahi ternak mengalami tingkah laku yang berbeda dari biasanya dan harus segera
dikawinkan.Berahi juga dipengarui oleh hormon reproduksi,apabila hormon-hormon yang
ada dalam hewan ternak tidak normal maka hewan ternak tersebut berahinya akan mengalami
gangguan sehingga berahinya terhambat atau agak lama.

DAFTAR PUSTAKA
Purnamasari, L., Rahayu, S., and Baihaqi, M. (2018). Respon fisiologis dan
palabilitas domba ekor tipis terhadap limbah tauge dan kangkung kering sebagai pakan
pengganti rumput. Journal of Livestock Science and Production 2(1): 56-63.
Rasad, S.D. and Setiawan, R. (2017). Cytological characteristics of mucose cell
and vaginal temperature and pH during estrous cycle in local sheep. Anim. Prod. 19(1):
21-27.
Zakiya Zt, Feby Yeriska, Putri Rachma Auliya, Yusni Atifah. (2021). Analisis
Tingkah Laku Seksual Hewan Ternak Kambing (Capra aegagrus hircus) Dalam Fungsi
Reproduksi Guna Meningkatkan Produktivitas Hewan Ternak. Inovasi Riset Biologi
dalam Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Lokal. ISBN :2809-8447
Kelviano Muqit , Irkham Widiyono, Yanuartono , Sarmin , Tridjoko Wisnu Murti.
(2021). Undernutrisi dan Anestrus pada Kambing Bligon Induk Umur 2-3 Tahun yang
Dipelihara dengan Pasokan Pakan Terbatas: Sebuah Studi Kasus. Jurnal Sain Veteriner,
Vol. 39. No. 1. April 2021, Hal. 36-46 DOI :10.22146/jsv. 56917.
Gustavo Arcos-Gómez , Iván Yánez-Ortiz , Antonio. Murillo-Ríos , and Luis.
Mena-Miño. (2022). Comparison of the Reproductive Methods Used for Alpine Goats
with Previously Synchronized Estrus Comparación de Dos Tipos de Reproducción en
Cabras de Raza Alpina con Celo Previa mente Sincronizado. INTERNACIONAL DE
PRODUCCIÓN PECUARIA Y AGROINDUSTRIAL ESPOCH. DOI
10.18502/espoch.v2i2.11180.
Saputra D, Sumartono S, and Humaidah N. ( 2017). Hubungan kualitas estrus
berdasarkan profil sitologi swab vagina dan gejala estrus terhadap keberhasilan IB
intracervical kambing Peranakan Etawa. Dinamika Rekasatwa 2: 1-9

Anda mungkin juga menyukai