Anda di halaman 1dari 227

KEPEMIMPINAN

Publik & Visioner


UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk
pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan fonogram yang telah dilakukan pengumuman
sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan
tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KEPEMIMPINAN
PUBLIK & VISIONER

Penulis
Prof Dr Sitti Hartinah DS.MM
Assoc Prof. Dr. Ir. Sarwani, M.T.,M.M
Dr. Moh. Sutoro., S.E., M.M., M.H
Denok Sunarsi S.Pd.,M.M

Editor :
Hernowo Noviyanto, S.E.,M.Si.

PENERBIT CV AZKA PUSTAKA


Judul Buku
KEPEMIMPINAN
Publik & Visioner
Penulis
Prof Dr Sitti Hartinah DS.MM
Assoc Prof. Dr. Ir. Sarwani, M.T.,M.M
Dr. Moh. Sutoro., S.E., M.M.,M.H
Denok Sunarsi S.Pd.,M.M

Editor :
Hernowo Noviyanto, S.E.,M.Si.

ISBN:
978-623-5832-83-8
Design Cover
Zainur Rijal

Layout :
Moh Suardi

Ukuran Buku : 15,5 x 23


PENERBIT. CV. AZKA PUSTAKA
Jl. Jendral Sudirman Nagari Lingkuang Aua Kec. Pasaman,
Kab. Pasaman Barat, Sumatera Barat 26566
Email : penerbitazkapustaka@gmail.com
Website: www.penerbitazkapustaka.co.id
HP/Wa: 081372363617/083182501876

Cetakan Pertama : Maret 2022


ANGGOTA IKAPI : 031/SBA/21
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam
bentuk apapun tanpa izin penerbit

Isi diluar tanggung jawab penerbit dan percetakan


Kata Pengantar
Buku ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan Ilmu Manajemen
guna mencapai tujuan dimana tujuan itu sendiri merupakan realisasi
dari sebuah kebutuhan kepemimpinan.
Dinamika dalam ilmu manajemen terus berkembang
mengikuti perkembangan di eranya, sehingga penulis ingin ikut
berperan dalam pengembangan ilmu manajemen tersebut. Dalam buku
ini diuraikan semua hal yang elementer dan aktual tentang
Kepemimpinan Publik dan Visioner, seperti Analisis Teori Pemimpin
Terhadap Kepemimpinan; Bagaimana Organisasi Sebagai Pemimpin;
Pemimpin Formal Dan Informal; Klasifikasi Pemimpin Dan
Kepemimpinan; Dasar Pertimbangan Kepemimpinan; Kepemimpinan
Efektif; Teori Kepemimpinan Klasik Dan Teori Kontingensi; Tipologi
Kepemimpinan; Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi; Konsep
Kepemimpinan Karismatik; Kepemimpinan Transformasional; Konsep
Dasar Coaching Dan Mentoring; Refleksi Dan Simulasi Kepemimpinan
Transformasional; Persepsi Diri dan Manajemen Konflik.
Pembahasan dalam buku ini difokuskan kepada penerapan
kontemporer dalam kegiatan sehari-hari yang meliputi kepemimpinan
dalam organisasasi serta konsep – konsep kepemimpinan yang disertai
simulasisnya. Mengingat manusialah yang menjadi perencana, pelaku
dasar dan kunci keberhasilan, buku ini semakin penting dimengerti
oleh para mahasiswa, pengusaha dan masyarakat demi kemajuan di
hari esok yang lebih baik.
Akhir kata, penulis juga mengakui bahwa buku ini masih
harus disempurnakan sehingga kepedulian dari para ahli Managemen
dapat memberikan kritik konstruktif dan koreksi demi lebih
terbukanya pengetahuan dan wawasan penulis.

Tangsel, 17 Februari 2022

Penulis

i
Daftra Isi

Kata Pengatar ...................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................... ii

BAB I PENGERTIAN, FUNGSI & ANALISIS TEORI


PEMIMPIN .......................................................................... 1
A. Pengertian Pemimpin ..................................................... 2
B. Fungsi Pemimpin .......................................................... 3
C. Analisis Teori Pemimpin Terhadap
Kepemimpinan ................................................................ 6

BAB II BAGAIMANA ORGANISASI SEBAGAI


PEMIMPIN11
A. Tipe-Tipe Organisatoris ................................................. 11
B. Model – model organisator ........................................... 13
C. Syarat-Syarat Organisator ............................................. 18

BAB III PEMIMPIN FORMAL DAN INFORMAL ..................... 24


A. Pemimpin Formal ........................................................... 24
B. Pemimpin Informal ......................................................... 27

BAB IV KLASIFIKASI PEMIMPIN DAN


KEPEMIMPINAN ............................................................... 31
A. Klasifikasi Pemimpin ..................................................... 31
B. Proses berpikir normal ................................................... 32
C. Perbandingan Antara Pemimpin Dan Bukan
Pemimpin ........................................................................ 33
D. Definisi & Faktor-Faktor Kepemimpinan ................... 33

BAB V DASAR PERTIMBANGAN KEPEMIMPINAN 39


A. Teori Kepemimpinan ..................................................... 40
B. Pertimbangan Kepemimpinan ....................................... 45
C. Gaya Kepemimpinan ...................................................... 46

BAB VI KEPEMIMPINAN EFEKTIF ............................................ 51


A. Sifat Kepemimpinan ....................................................... 51
B. Kepemimpinan Efektif .................................................... 52
C. 5 Tipe Kepemimpinan Perusahaan ............................... 55

ii
D. Isu-isu Kontemporer dalam Suatu
Kepemimpinan ............................................................... 58

BAB VII TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK DAN TEORI


KONTINGENSI .................................................................. 59
A. Fase Kepemimpinan ....................................................... 60
B. Teori Kepemimpinan ...................................................... 62
C. Teori Kepemimpinan Kontemporer ............................. 68

BAB VIII TIPOLOGI KEPEMIMPINAN ...................................... 71


A. Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi
Sosio Psikologis ............................................................... 73
B. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Kepribadian ........ 74
C. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Gaya
Kepemimpinan ............................................................... 75
D. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Peran Fungsi
dan Perilaku ..................................................................... 75
E. Peran- peran Pemimpin ................................................. 76
F. Gaya Kepemimpinan ...................................................... 78

BAB IX KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI ...... 89


A. Budaya dan Kepribadian ................................................ 91
B. Organisasi dan Budaya ................................................... 92
C. Budaya dengan Profesionalisme ................................... 98
D. Karakteristik Budaya Organisasi ................................. 104

BAB X KONSEP KEPEMIMPINAN KARISMATIK .................. 109


A. Karakteristik Kepemimpinan Karismatik .................... 110
B. Teori Konflik .................................................................... 117

BAB XI KEPEMIMPINAN TRAMSFORMASIONAL .................... 127


A. Pengertian Kepemimpinan Transformasional ............ 127
B. Pentingnya Kepemimpinan Transformasional ........... 129
C. Prinsip-prinsip Kepemimpinan Transformasional ..... 131
D. Ciri Kepemimpinan Transformasional ........................ 134

BAB XII KONSEP DASAR COACHING DAN


MENTORING ...................................................................... 141
A. Pengertian, tujuan dan prinsip-prinsip Coaching
dan Mentoring ................................................................. 142
B. Peran dan Karakteristik Coach dan Mentor ................ 150

iii
C. Teknik-teknik Coaching dan Mentoring ..................... 154

BAB XIII REFLEKSI DAN SIMULASI KEPEMIMPINAN


TRANSFORMASIONAL .................................................. 161
A. Refleksi Diri Kepemimpinan Anda ............................. 161
B. Peran Pemimpin Transformasional ............................. 162
C. Penerapan Gaya Kepemimpinan
Transformasional ............................................................ 167

BAB XIV PERSEPSI DIRI ............................................................... 183


A. Memahami Diri Sendiri ................................................. 183
B. Persepsi Sosial: Memahami Orang Lain ...................... 187
C. Atribusi Sosial: Memahami Penyebab Prilaku ........... 189
D. Ketertarikan Interpersonal ............................................ 190
E. Prilaku Moral ................................................................... 193
F. Agresi ................................................................................ 194
G. Perilaku Menolong ......................................................... 197
H. Prasangka ........................................................................ 199

BAB XV MANAJEMEN KONFLIK ............................................... 203


A. Definisi Konflik ............................................................... 203
B. Dampak Konflik menurut Tingkatan Obyek
Konflik ............................................................................. 206
D. Definisi Manajemen Konflik ......................................... 207
E. Kemampuan Dasar dan Perilaku Pemimpin ............... 211

Daftar Pustaka ................................................................................... 213


Profil Penulis ..................................................................................... 217

iv
PENGERTIAN, FUNGSI & ANALISIS
TEORI PEMIMPIN

Sejarah Umat Manusia hingga hari ini memperlihatkan bahwa


sejak dahulu hingga sekarang manusia hidup berkelompok dan dari
kelompok – kelompok tersebut lahir para pemimpin. Berbagai macam
jenis pemimpin, misalnya pemimpin bidang agama, pemimpin bidang
kebudayaan, pemimpin bidang pendidikan, pemimpin formal,
pemimpin informal, pemimpin politik, pemimpin perusahaan dimana
mereka melakukan kerja kepemimpinan pada bidang masing – masing.
Kita juga dapat menyampaikan bahwa, secara logis kita memahami
jika ada seorang pemimpin berarti ada pula pihak yang dipimpin.
Bagaimana kita memahami antara pihak yang menjadi Pemimpin dan
yang dipimpin, untuk itu perlu kita membuat pertanyaan – pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apa saja yang menyebabkan seseorang dapat menjadi
pemimpin ?
2. Apa saja yang membedakan antara pemimpin dan yang
dipimpin
3. Apakah pemimpin dapat dipelajari ?
4. Apakah semua manager dapat disebut sebagai pemimpin ?
5. Apakah perbedaan antara pemimpin formal (Formal Leader)
dengan pemimpin informal (Informal Leader) ?

Untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut diatas,


akan diusahakan semaksimal mungkin dapat diulas dalam penjelasan
– penjelasan dalam buku ini, yang akhirnya memberikan pemahaman
penuh tentang pemimpin dan kepemimpinan.

Kepemimpinan Kontemporer 1
A. Pengertian Pemimpin
Untuk memulai pemahaman tentang Pemimpin ini, perlu
kita memperhatikan pengertian tentang pemimpin :
Menurut Hersey dan Blanchard, “Pemimpin adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok
untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan organisasi”. Dalam perspektif yang lebih
sederhana, Morgan (1996 : 156) mengemukakan tiga macam peran
pemimpin yang disebutnya dengan “3A”, yakni:
a. Alighting (menyalakan semangat pekerja dengan tujuan
individunya),
b. Aligning (menggabungkan tujuan individu dengan tujuan
organisasi sehingga setiap orang menuju kearah yang sama).
c. Allowing (memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk
menantang dan mengubah cara mereka bekerja).

Atau dapat kita simpulkan bahwa: “Seorang pemimpin


adalah seseorang yang karena kecakapan – kecakapan pribadinya
dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi
kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama
kearah pencapaian sasaran – sasaran tertentu”.
Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan
mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan
mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan
teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan yang dipimpin
adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota
dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap
melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama
guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, yang dipimpin
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya
seseorang pemimpin bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh
sebab itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih bawahan
dengan secermat mungkin.
Adapun situasi menurut Hersey dan Blanchard adalah
suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pemimpin berusaha
pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar
dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan

2 Kepemimpinan Kontemporer
bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada
beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang
dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah
berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi
gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, yang dipimpin dan
situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya,
dan akan menentukan tingkat keberhasilan pemimpin.

B. Fungsi Pemimpin
Fungsi pokok pemimpin dalam management organisasi di
bagi dalam empat kategori, yaitu :

1. Planing (Perencanaan )
Fungsi perencanaan bagi pemimpin dalam manajemen
merupakan aktivitas yang berusaha memikirkan apa saja yang
akan dikerjakannya, berapa ukuran dan jumlahnya, siapa saja
yang melaksanakan dan mengendalikannya, agar tujuan
organisasi dapat dicapai. Perencanaan sering pula diartikan
sebagai suatu penetapan tujuan-tujuan dan prioritas- prioritas
serta serangkaian kegiatan untuk mencapainya (Bryant & White,
1987:307). Pengertian yang sama dikemukakan oleh Steven Ott,
Hyde, Shafritz (1991:238) mengartikan perencanaan adalah
proses pembuatan keputusan formal mengenai masa depan
organisasi. Perencanaan merupakan serangkaian kegiatan yang
digunakan untuk menentukan arah kedepan (tujuan dan
sasaran) dan cara yang tepat untuk mencapai tujuan akhir yang
dikehendaki.
Albanese dalam Steiss (1982:267) mengemukakan,
perencanaan merupakan suatu proses atau aktivitas yang akan
dilakukan, untuk mencapai tujuan tertentu, bagaimana cara
melakukannya, kapan dan di mana melakukannya, dan siapa
yang melakukannya. Definisi yang serupa, namun lebih lengkap
adalah definisi yang dikemukakan oleh Kast and Ronsenzweig
sebagaimana dikutip Steiss (1982:267) bahwa: perencanaan
adalah proses memutuskan apa yang akan dilakukan dan
bagaimana caranya, perencanaan mencakup penentuan semua
misi, identifikasi bidang, dan menentukan serangkaian tujuan

Kepemimpinan Kontemporer 3
khusus serta menyusun kebijakan, program, dan prosedur untuk
mencapainya. Perencanaan memberikan kerangka kerja suatu
sistem terpadu yang komplek yang saling berhubungan dengan
keputusan-keputusan yang akan datang. Perencanaan
komprehensif adalah suatu kegiatan yang terpadu yang
berusaha untuk memaksimalkan efektivitas keseluruhan
organisasi sebagai suatu sistem yang sesuai dengan tujuan dan
sasarannya.

2. Organizing (Pengorganisasian)
Fungsi pengorganisasian bagi pemimpin sebagai suatu
proses pembagian kerja melihat bahwa ada unsur-unsur yang
saling berhubungan, yakni sekelompok orang atau individu, ada
kerja sama, dan ada tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Interaksi akan terjadi antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Hubungan-
hubungan ini terjadi karena sudah ada pembagian kerja yang
jelas dalam suatu sistem. Kerja sama dalam suatu sistem yang
teratur ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah disepakati bersama terhadap kendali dan arahan
pemimpin. Alien (1958:57) mengemukakan:
Kami dapat merumuskan pengorganisasian sebagai
proses menetapkan dan mengelompokkan pekerjaan yang akan
dilakukan, merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan
wewenang, serta menjalin hubungan-hubungan agar orang-
orang dapat bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
Pengelompokan orang-orang dalam suatu pekerjaan
yang dilakukan memungkinkan terjadinya hubungan kerja sama
yang formal sesuai dengan yang telah ditetapkan. Di samping
itu dapat pula terjadi hubungan yang sifatnya informal antara
individu dengan individu maupun individu dengan kelompok
kerja yang lain. Hal ini dapat terjadi karena adanya kepentingan-
kepentingan pribadi masing-masing individu dalam suatu
koordinasi yang kita sebut proses pengorganisasian oleh
pemimpin. Pengorganisasian merupakan suatu proses dalam
mencapai tujuan dan sangat diperlukan oleh masyarakat, baik

4 Kepemimpinan Kontemporer
dalam bidang profit maupun jasa (pelayanan). Tujuan
pengorganisasian akan tercapai bilamana tiap-tiap individu yang
ada sadar akan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya
sehingga pada akhirnya tujuan akan tercapai.

3. Actuating / Leading (Kepemimpinan )


Fungsi kepemimpinan bagi pemimpin adalah
implementasi aransemen yang sudah disusun pemimpin melalui
dukungan orang lain. Hal ini menyiratkan bahwa
kepemimpinan berlangsung dalam interaksi antara pemimpin
dan pengikut dalam situasi tertentu. Pada tataran yang lebih
tinggi, kepemimpinan dapat dijabarkan sebagai serangkaian
perilaku yang jarang dapat ditiru oleh kebanyakan orang. Di
antara kedua pandangan ini terdapat hubungan yang khas dan
unik di antara orang yang memimpin dan yang mengikuti.
Pemikiran terkini menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu proses dan bukan kedudukan, dan bahwa
kepemimpinan terutama menyangkut pengelolaan hubungan.
Sambil belajar dan membaca lebih lanjut mengenai
kepemimpinan, Anda akan segera menemukan bahwa terdapat
demikian banyak pandangan dan rumusan, tanpa ada aturan
yang mutlak.

4. Controling (Pengawasan / Pengendalian)


Fungsi pengendalian/ pengawasan bagi pemimpin
adalah : kemampuan pemimpin dalam melakukan fungsi –
fungsi pengendalian yaitu : Tani Handoko (1997:359-160)
mendefinisikan pengendalian sebagai suatu proses untuk
menjamin bahwa tujuan – tujuan organisasi dan manajemen
dapat tercapai. Hal ini berarti berkenaan dengan cara – cara
membuat kegiatan – kegiatan sesuai yang direncanakan.

Dari beberapa pendapat para pakar di atas maka dapat


penulis simpulkan bahwa pengertian pengendalian adalah suatu
proses rangkaian tindakan pengamatan, pengecekan dan penilaian
suatu pekerjaan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditentukan, serta untuk mengetahui apabila pekerjaan
yang dilaksanakan tersebut sesuai dengan rencana yang telah

Kepemimpinan Kontemporer 5
ditentukan atau tidak. Sedangkan bila terjadi penyimpangan maka
dilakukan tindakan korektif untuk meluruskan kembali
penyimpangan- penyimpangan yang terjadi.

C. Analisis Teori Pemimpin Terhadap Kepemimpinan


Dalam menjembatani pemahaman terhadap pemimpin dan
kepemimpin atau Leader dan Leadership perlu pendalaman
terhadap beberapa teori dasar antara pemimpin dan kepemimpinan
tersebut, melalui suatu analisis perbandingan, yaitu :

1. Teori Genetis (Keturunan).


Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader is born and
not made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat).
Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya
bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia
telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan
yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah
ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul
sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis
pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau
determinitis.

2. Teori Sosial.
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada
satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya.
Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader is made and not
born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi
teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut
teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa
setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan
pendidikan dan pengalaman yang cukup.

3. Teori Ekologis.
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya
mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua
teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut
teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya
akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah

6 Kepemimpinan Kontemporer
memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian
dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan
pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih
lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua
teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang
paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang
jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan
secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok
pemimpin yang baik.

4. Teori Trait
Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara
yang bervariasi karena mereka memiliki karakteristik atau
disposisi yang sudah melekat dalam dirinya. Ada 5 karakteristik
yang utama menurut teori ini : yaitu
a) percaya diri,
b) empati,
c) ambisi,
d) kontrol diri
e) rasa ingin tahu.
Teori ini mengatakan bahwa anda dilahirkan sebagai
pemimpin dan bahwa kepemimpinan tidak dapat dipelajari.

5. Teori Situational
Teori ini menekankan bahwa pemimpin muncul dalam
situasi yang berbeda untuk menyesuaikan perbedaan kebutuhan
dan lingkungan. Teori ini dikembangkan lebih dulu oleh
Blanchard & Hersey (1976), yang mengatakan bahwa pemimpin
perlu memiliki perbedaan untuk menyesuaikan kebutuhan dan
maturitas pengikut. Pemimpin perlu mengembangkan gaya
kepemimpinan dan dapat mendiagnosa yang mana pendekatan
yang sesuai untuk digunakan pada suatu situasi.

6. Transactional and transformational Leader


Pertama kali dikembangkan oleh James McGregor Burns
tahun 1978. kemudian dikembangkan oleh Bass dan lain-lain.
Kepemimpinan transaksional berdasarkan pada pemikiran
memberikan motivasi kepada bawahan melalui bentuk

Kepemimpinan Kontemporer 7
instrument seperti uang atau system reward. Bass et al (1987)
berpendapat bahwa pemimpin transformasional adalah
universal dan dapat diaplikasikan tanpa memperhatikan
budaya, memberi semangat pada bawahan untuk lebih
mementingkan organisasi atau kelompok. Pemimpin
transformasional lebih menkonsentrasikan pada pengembangan
bawahan daripada pencapaian target dan dalam beberapa buku
transformasional sama dengan pola kepemimpinan tetapi
berlawanan dengan pola transaksional yang disamakan dengan
manajemen. Kouzes dan Posner (1987) melakukan pengamatan
dan menunjukkan bahwa ketrampilan kepemimpinan dapat
dipelajari. Kouzes & Posner mengemukakan 5 langkah proses
yang mana seorang leader dapat melakukan sesuatu :
a) Tantangan adalah proses mendorong orang lain berani
mengambil risiko
b) Bersemangat untuk mencapai visi
c) Memungkinkan bawahan untuk bertindak
d) Menjadi model
e) Mendorong dan mendukung dengan hati

Drath (2001) memberikan satu kritik yang menarik


mengenai teori pemimpin “Dominasi diri (teori trait dan pemimpin
yang karismatik) dan pengaruh interpersonal (pemimpin
transformative, pemimpin transaksional dan teori kontingensi)”.
Day (2001) membuat perbedaan antara pengembangan
kepemimpinan dan pemimpin yang efektif dimana pengembangan
leader ciri khasnya difokuskan pada kemampuan dasar individu
dan ketrampilan, dan kemampuan dikelompokkan dengan peran-
peran leadership secara formal. Sering yang berhubungan dengan
perkembangan model menyangkut pembangunan kompetensi
personal yang dibutuhkan untuk membentuk model diri yang
akurat agar mengikutsertakan perkembangan identitas dan sikap
yang sehat (Hall & Seibert, 1992). Pengembangan leader kemudian
memerlukan individu tersebut untuk menggunakan model dirinya
agar berpenampilan secara efektif dalam berbagai peran. Penekanan
utama pada pengembangan leader adalah membangun dan
menggunakan kemampuan interpersonal (Day, 2001).

8 Kepemimpinan Kontemporer
Kunci aspek-aspek program pengembangan yang termasuk
kesadaran sosial seperti orientasi pada pelayanan, empati dan
pengembangan lainnya, ketrampilan sosial seperti membangun
hubungan, kolaborasi, kerjasama dan manajemen konflik. Conger et
al (1999) memperingatkan tendensi dalam organisasi untuk
membiarkan pengembangan leadership menjadi ”proses yang tanpa
rencana” dimana tujuan pengembangan tidak jelas, akuntabilitas
terhadap pelaksanaan dan terdapat kegagalan untuk
evaluasi yang efektif.
Perbedaan antara pengembangan leadership dan
pengembangan leader sebaiknya tidak membiarkan yang satu
cenderung untuk dipertimbangkan melebihi yang lain.
Pengembangan leader tanpa menghormati keterkaitan yang
berhubungan dengan organisasi dan konteks sosial mengabaikan
banyak literatur leadership dan sedikit untuk mempertinggi
kapasitas organisasi.

Kepemimpinan Kontemporer 9
10 Kepemimpinan Kontemporer
BAGAIMANA ORGANISASI
SEBAGAI PEMIMPIN

Apakah organisasi sebagai pemimpin ? Untuk menjawab ini


perlu dilakukan pembahasan lebih rinci berbagai hal terkait dengan
pemahaman organisasi dan pemimpin serta pemimpin sebagai
organisatoris, Adapun cakupan pembahasan meliputi :
1. Tipe – Tipe Organisatoris
2. Model – Model Organisatoris
3. Syarat Organisatoris

A. Tipe-Tipe Organisatoris
Berikut ini beberapa tipe organisator yang dapat
membedakan pemahaman terhadap kejelasan ciri dan gambaran
tentang seorang pemimpin, di antaranya adalah sebagai berikut
(Siagian,1997) :

1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin
yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap
organisasi sebagai milik pribadi, Mengidentikkan tujuan
pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan
sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran
dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan
formalnya, Dalam tindakan penggerakkannya sering
mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur
paksaan dan bersifat menghukum.

Kepemimpinan Kontemporer 11
2. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang
dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda
dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin
yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan
bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan,
Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada
pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang
berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya,
Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin
yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai
berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective),
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya
kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.

4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil
menemukan sebab- sebab mengapa seseorang pemimpin
memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang
demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan
karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi
pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan
tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang
karismatik maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin
yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural

12 Kepemimpinan Kontemporer
powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat
dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.

5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah
membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang
paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena
tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di
dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan
tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan
bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha
mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha
mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat
kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin


tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena
pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah
baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin
yang demokratis.

B. Model – model organisator


Beberapa model yang menganut pendekatan organisator
dalam memberikan penjelasan terhadap pemahaman rinci atas
model pemimpin dan kepemimpinan, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis).
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard
(1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi
pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang
Kepemimpinan Kontemporer 13
menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim
lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku
otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana
sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh
pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena
pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada
dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan
bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman.
Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini
mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan
cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta
memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain
itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada
tugas. Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini
memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari
bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat
dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya
berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk
mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima
saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan
di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Namun, kenyataannya perilaku kepemimpinan berikut
ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan
yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang
terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan
Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994)
mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan perilaku
kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak
melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku
kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum dari sisi
otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi
demokratis yang berorientasi pada hubungan.

2. Model Kepemimpinan Ohio.


Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan
teori dua faktor tentang gaya kepemimpinan yaitu struktur

14 Kepemimpinan Kontemporer
inisiasi dan konsiderasi (Hersey dan Blanchard, 1992). Struktur
inisiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam
menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota
kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi,
saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang
ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada
perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan
timbal-balik, rasa hormat dan kehangatan dalam hubungan
antara pemimpin dengan anggota stafnya (bawahan). Adapun
contoh dari faktor konsiderasi misalnya pemimpin
menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok,
pemimpin mau mengadakan perubahan, dan pemimpin
bersikap bersahabat dan dapat didekati. Sedangkan contoh
untuk faktor struktur inisiasi misalnya pemimpin menugaskan
tugas tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta
anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar,
dan pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal-
hal yang diharapkan dari mereka. Kedua faktor dalam model
kepemimpinan Ohio tersebut dalam implementasinya
mengacu pada empat kuadran, yaitu :
a) model kepemimpinan yang rendah konsiderasi maupun
struktur inisiasinya
b) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasi maupun
struktur inisiasinya
c) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasinya tetapi
rendah struktur inisiasinya, dan
d) model kepemimpinan yang rendah konsiderasinya tetapi
tinggi struktur inisiasinya.

3. Model Kepemimpinan Likert (Likert’s Management System).


Likert dalam Stoner (1978) menyatakan bahwa dalam
model kepemimpinan dapat dikelompokkan dalam empat
sistem, yaitu sistem otoriter, otoriter yang bijaksana,
konsultatif, dan partisipatif. Penjelasan dari keempat sistem
tersebut adalah seperti yang disajikan pada bagian berikut ini.

Kepemimpinan Kontemporer 15
a) Sistem Otoriter (Sangat Otokratis).
Dalam sistem ini, pimpinan menentukan semua
keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan
memerintahkan semua bawahan untuk menjalankannya.
Untuk itu, pemimpin juga menentukan standar pekerjaan
yang harus dijalankan oleh bawahan. Dalam menjalankan
pekerjaannya, pimpinan cenderung menerapkan ancaman
dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara pimpinan
dan bawahan dalam sistem adalah saling curiga satu
dengan lainnya.
b) Sistem Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik).
Perbedaan dengan sistem sebelumnya adalah
terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam
menetapkan standar yang ditandai dengan meminta
pendapat kepada bawahan. Selain itu, pimpinan dalam
sistem ini juga sering memberikan pujian dan bahkan
hadiah ketika bawahan berhasil bekerja dengan baik.
Namun demikian, pada sistem inipun, sikap pemimpin
yang selalu memerintah tetap dominan.
c) Sistem Konsultatif.
Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan
adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan
bawahan. Pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya
cenderung lebih bersifat mendukung. Selain itu sistem
kepemimpinan ini juga tergambar pada pola penetapan
target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat
konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang
pada bawahan pada tingkatan tertentu.

Sistem Partisipatif. Pada sistem ini, pemimpin memiliki


gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja
kelompok sampai di tingkat bawah. Untuk mewujudkan hal
tersebut, pemimpin biasanya menunjukkan keterbukaan dan
memberikan kepercayaan yang tinggi pada bawahan. Sehingga
dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan target
pemimpin selalu melibatkan bawahan. Dalam sistem inipun,
pola komunikasi yang terjadi adalah pola dua arah dengan

16 Kepemimpinan Kontemporer
memberikan kebebasan kepada bawahan untuk
mengungkapkan seluruh ide ataupun permasalahannya yang
terkait dengan pelaksanaan pekerjaan.
Dengan demikian, model kepemimpinan yang
disampaikan oleh Likert ini pada dasarnya merupakan
pengembangan dari model-model yang dikembangkan oleh
Universitasi Ohio, yaitu dari sudut pandang struktur inisiasi
dan konsiderasi.

4. Model Kepemimpinan Managerial Grid.


Jika dalam model Ohio, kepemimpinan ditinjau dari
sisi struktur inisiasi dan konsideransinya, maka dalam model
manajerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton
dalam Robbins (1996) memperkenalkan model kepemimpinan
yang ditinjau dari perhatiannya terhadap tugas dan perhatian
pada orang.

5. Model Kepemimpinan Kontingensi.


Model kepemimpinan kontingensi dikembang- kan
oleh Fielder. Fielder dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly
(1995) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang paling
sesuai bagi sebuah organisasi bergantung pada situasi di mana
pemimpin bekerja. Menurut model kepemimpinan ini, terdapat
tiga variabel utama yang cenderung menentukan apakah
situasi menguntungkan bagi pemimpin atau tidak. Ketiga
variabel utama tersebut adalah : hubungan pribadi pemimpin
dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin-
anggota); kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada
kelompok untuk dilaksanakan (struktur tugas); dan kekuasaan
dan kewenangan posisi yang dimiliki (kuasa posisi). Berdasar
ketiga variabel utama tersebut, Fiedler menyimpulkan bahwa:
para pemimpin yang berorientasi pada tugas cenderung
berprestasi terbaik dalam situasi kelompok yang sangat
menguntungkan maupun tidak menguntungkan sekalipun;
para pemimpin yang berorientasi pada hubungan cenderung
berprestasi terbaik dalam situasi-situasi yang cukup
menguntungkan.

Kepemimpinan Kontemporer 17
Dari kesimpulan model kepemimpinan tersebut,
pendapat Fiedler cenderung kembali pada konsep kontinum
perilaku pemimpin. Namun perbedaannya di sini adalah
bahwa situasi yang cenderung menguntungkan dan yang
cenderung tidak menguntungkan dipisahkan dalam dua
kontinum yang berbeda.

6. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi.


Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Redin.
Model tiga dimensi ini, pada dasarnya merupakan
pengembangan dari model yang dikembangkan oleh
Universitas Ohio dan model Managerial Grid. Perbedaan
utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu
dimensi pada model tiga dimensi, yaitu dimensi efektivitas,
sedangkan dua dimensi lainnya yaitu dimensi perilaku
hubungan dan dimensi perilaku tugas tetap sama. Intisari dari
model ini terletak pada pemikiran bahwa kepemimpinan
dengan kombinasi perilaku hubungan dan perilaku tugas
dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin memiliki
efektivitas yang sama pula. Hal ini terjadi karena perbedaan
kondisi lingkungan yang terjadi dan dihadapi oleh sosok
pemimpin dengan kombinasi perilaku hubungan dan tugas
yang sama tersebut memiliki perbedaan. Secara umum,
dimensi efektivitas lingkungan terdiri dari dua bagian, yaitu
dimensi lingkungan yang tidak efektif dan efektif. Masing-
masing bagian dimensi lingkungan ini memiliki skala yang
sama 1 sampai dengan 4, dimana untuk lingkungan tidak
efektif skalanya bertanda negatif dan untuk lingkungan yang
efektif skalanya bertanda positif.

C. Syarat-Syarat Organisator
Suatu persyaratan penting bagi efektivitas atau kesuksesan
pemimpin (kepemimpinan) dan manajer (manajemen) dalam
mengemban peran, tugas, fungsi, atau pun tanggung jawabnya
masing-masing adalah kompetensi. Konsep mengenai kompetensi
untuk pertama kalinya dipopulerkan oleh Boyatzis (1982) yang
didefinisikan kompetensi sebagai “kemampuan yang dimiliki

18 Kepemimpinan Kontemporer
seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan
kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan
memberikan hasil yang diinginkan”. Secara historis perkembangan
kompetensi dapat dilihat dari beberapa definisi kompetensi terpilih
dari waktu ke waktu yang dikembangkan oleh Burgoyne (1988),
Woodruffe (1990), Spencer dan kawan-kawan (1990), Furnham
(1990) dan Murphy (1993). Beberapa pandangan di atas
mengindikasikan bahwa kompetensi merupakan karakteristik atau
kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat
mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dari Spencer dan
Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu
berupa motives, self koncept (Spencer, 1993), knowledge, dan skill (
Spencer, 1993; Rothwell and Kazanas, 1993).
Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi
tersebut mengandung makna sebagai berikut: Traits merunjuk pada
ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten
terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu
yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat
mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan
suatu tindakan.
Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan
tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang
diharapkan (Amstrong, 1990). Self concept adalah sikap, nilai, atau
citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang
memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge
adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang
tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas
tertentu, baik mental atau pun fisik.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya
yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action.
Menurut Spencer (1993), skill menjelma sebagai perilaku yang di
dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.
Dalam pada itu, menurut Spencer (1993) dan Kazanas (1993)
terdapat kompetensi kepemimpinan secara umum yang dapat
berlaku atau dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu
kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative,

Kepemimpinan Kontemporer 19
flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical
thinking, conceptual thinking, team work, service orientation,
interpersonal awareness, relationship building, cross cultural
sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building
organizational commitment, dan empowering others, developing
others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya
merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir
dalam semua posisi manajerial. Kompetensi yang diidentifikasi
Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang
kepemimpinan berikut :
1. Pimpinan puncak
Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result
(achievement) orientation, relationship building, initiative,
influence, strategic thinking, building organizational
commitment, entrepreneurial orientation, empowering others,
developing others, dan felexibility.

2. Pimpinan menengah
Adapun kompetensi pada tingkat pimpinan menengah
lebih fokus pada influence, result (achievement) orientation,
team work, analitycal thinking, initiative, empowering others,
developing others, conceptual thingking, relationship building,
service orientation, interpersomal awareness, cross cultural
sensitivity, dan technical expertise.

3. Pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor).


Sedangkan pada tingkatan supervisor kompetensi
kepemimpinannya lebih berfokus pada technical expertise,
developing others, empowering others, interpersonal
understanding, service orientation, building organzational
commitment, concern for order, influence, felexibilty,
relatiuonship building, result (achievement) orientation, team
work, dan cross cultural sensitivity.
Dalam hubungan ini Kouzes dan Posner 1995)
meyakini bahwa suatu kinerja yang memiliki kualitas unggul
berupa barang atau pun jasa, hanya dapat dihasilkan oleh para
pemimpin yang memiliki kualitas prima. Dikemukakan,

20 Kepemimpinan Kontemporer
kualitas kepemimpinan manajerial adalah suatu cara hidup
yang dihasilkan dari “mutu pribadi total” ditambah “kendali
mutu total” ditambah “mutu kepemimpinan”. Berdasarkan
penelitiannya, ditemukan bahwa terdapat 5 (lima) praktek
mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan
unggul, yaitu;

4. Pemimpin yang menantang proses,


a) memberikan inspirasi wawasan bersama,
b) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan
berpartisipasi,
c) mampu menjadi penunjuk jalan, dan
d) memotivasi bawahan.
Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga
para bawahan bersedia mengikuti perilakunya adalah, apabila
manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan,
memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknikal
maupun manajerial. Sedangkan Burwash (1996) dalam
hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer
mengemukakan, kunci dari kualitas kepemimpinan yang
unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling tidak 8
sampai dengan 9 dari 25 kualitas kepemimpinan yang terbaik.

Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan


“status quo” dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan
dirinya. Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang
baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat,
visionary, disiplin diri yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang
sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang
tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan,
mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya, empati,
berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap
melayani.
Dalam pada itu, Soetjipto Wirosardjono (1993) menandai
kualifikasi kepemimpinan berikut, “kepemimpinan yang kita
kehendaki adalah kepemimpinan yang secara sejati memancarkan
wibawa, karena memiliki komitmen, kredibilitas, dan integritas”.

Kepemimpinan Kontemporer 21
Sebelum itu, Bennis bersama Burt Nanus (1985)
mengidentifikasi bentuk kompetensi kepemimpinan berupa “the
ability to manage” dalam empat hal :
a) attention (= vision),
b) meaning (= communication),
c) trust (= emotional glue), and
d) self (= commitment, willingness to take risk).
Bagi Rossbeth Moss Kanter (1994), dalam menghadapi
tantangan masa depan yang semakin terasa kompleks dan akan
berkembang semakin dinamik, diperlukan kompetensi
kepemimpinan berupa conception yang tepat, competency yang
cukup, connection yang luas, dan confidence.
Tokoh lainnya adalah Ken Shelton (ed, 1997)
mengidentikasi kompetensi dalam nuansa lain., menurut hubungan
pemimpin dan pengikut, dan jiwa kepemimpinan. Dalam
hubungan pemimpin dan pengikut, ia menekankan bagaimana
keduanya sebaiknya berinterkasi. Fenomena ini menurut Pace
memerlukan kualitas kepemimpinan yang tidak mementingkan diri
sendiri. Selain itu, menurut Carleff pemimpin dan pengikut
merupakan dua sisi dari proses yang sama.
Dalam hubungan jiwa kepemimpinan, sejumlah pengamat
memasuki wilayah “spiritual”. Rangkaian kualitas lain yang
mewarnainya antara lain adalah hati, jiwa, dan moral. Bardwick
menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah masalah intelektual
atau pengenalan, melainkan masalah emosional. Sedangkan Bell
berpikiran bahwa pembimbing yang benar tidak selamanya
merupakan mahluk rasional. Mereka seringkali adalah pencari
nyala api.

22 Kepemimpinan Kontemporer
Kepemimpinan Kontemporer 23
PEMIMPIN FORMAL DAN INFORMAL

Dalam Bab ini akan dijelaskan tentang pemimpin formal dan


informal untuk memberikan kejelasan dalam membedakan di dalam
kehidupan sehari – hari, baik membedakan pemimpin yang telah ada,
pemimpin yang akan datang, maupun pemimpin yang diciptakan
setiap organisasi, kelompok atau Negara. Pemimpin – pemimpin itu
lahir dan dilahirkan menjadi pimpinan di masing – masing kelompok.
Dari pemimpin – pemimpin tersebut terdiri atas pemimpin formal dan
pemimpin informal, yang masing – masing pemimpin mempunyai
kekhasan sendiri terutama awal muncul dan kenapa dibutuhkan.

A. Pemimpin Formal
Dalam kelompok – kelompok kerja kebanyakan merupakan
pemimpin dalam kategori pemimpin formal yang dilahirkan oleh
organisasinya atau perusahaannya. Melalui pemimpin tersebut
diharapkan akan melakukan berbagai hal dalam mencapai sasaran
organisasi atau perusahaan. Dalam kategori pemimpin ini terdapat
dua kepentingan sasaran, selain sasaran organisasi atau perusahaan
terdapat pula sasaran individu sang pemimpin yang biasa disebut
dengan karir. Pemimpin Formal dapat didefinisikan : Seseorang
baik pria maupun wanita yang oleh karena oragnisasi atau
perusahaan membutuhkan sehingga ditunjuk berdasarkan surat
keputusan pengangkatan dari organisasi yang bersangkutan untuk
memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala
hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai
sasaran –sasaran organisasi tersebut yang ditetapkan sejak semula.

24 Kepemimpinan Kontemporer
Seorang pemimpin formal harus sadar bahwa akan
menghadapi berbagai permasalahan yang akhirnya akan terjadi
perubahan – perubahan internal maupun perubahan eksternal yang
akan dihadapinya. Bagi pemimpin formal seperti ini sangat perlu
membuat antisipasi dengan terus menerus melakukan penyesuaian
dan pendekatan kesesuaian atas segala perubahan – perubahan
yang ada secara internal maupun secara eksternal. Dalam skema
gambar berikut ini menjelaskan lima bidang perubahan –
perubahan formal yang juga sering terjadi bagi pemimpin informal,
yaitu :

Perubaha
n
dalam
scope
kepemimpin
an Perubahan
Perubah
an dalam
pengetahu
dalam an
lingkung informasi
an danteknik

Perubahan Perubahan
dalam dalam
bentuk bentuk
isue-isue tingkat
dan perubahan
masalah
yang
1. dihadapi
Perubahan Dalam Pengetahuan, Informasi Dan Teknik –
Teknik
Cepatnya perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan informasi serta teknik – teknik informasi
membuat setiap pemimpin formal harus mampu mengimbangi
tingkat peningkatan dan penyesuaian terhadap ilmu
pengetahuan, informasi dan teknik – teknik yang harus
dilakukan

Kepemimpinan Kontemporer 25
2. Perubahan Dalam Scope Kepemimpinan
Banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi dengan
sendirinya menimbulkan perubahan di dalam scope
kepemimpinan. Pemimpin tidak bisa melakukan tugas-tugas
kepemimpinannya dengan kekuatan sendiri, dibutuhkan
proses delegasi terhadap bawahan atau orang lain khususnya
dalam hal yang bersifat spesifik dan sangat spesifik yang
menuntut keahlian khusus.
3. Perubahan Dalam Lingkungan
Pemimpin harus mampu masuk dalam lingkungannya,
jika tidak maka pemimpin tersebut akan tersingkir dari
lingkungannya. Cepatnya perubahan di lingkungan memaksa
setiap pemimpin harus melakukan perubahan penyesuaian
yang terus menerus sebab makin lama proses berjalan makin
banyak permasalahan yang muncul dalam perubahan
lingkungannya dan dalam hal ini pemimpin harus
menyesuaikan dengan kelompok kerja, jika tidak dapat
ditinggalkan kelompok kerjanya.
4. Perubahan Dalam Issue-Isue Dan Permasalahan Yang
Dihadapi
Perubahan-perubahan issue pada masa –masa lampau
tentu sangat berbeda dengan perubahan – perubahan issue
pada masa sekarang. Pemimpin formal pada masa lampau
sangat sulit dalam memenuhi berbagai kebutuhan dengan
cepat khususnya dari segi SDM, koordinasi dan teknis
pelaksanaan karena pertumbuhan kemajuan yang masih
rendah dan sangat berbeda dengan issue –isue pada masa
sekarang dimana pengkondisian berbagai kebutuhan dapat
dilakukan dengan cepat seperti SDM yang dulu tingkat
kualitas pada strata pendidikan menjadi tolak ukur utama
tetapi issue pada saat sekarang adalah kompetensi dalam
penguasaan kerja untuk memenangkan kompetisi memasuki
dunia kerja.
5. Perubahan Dalam Tingkat Perubahan
Proses perubahan dalam tingkat perubahan harus
dimengerti agar kesesuaian perubahan dapat diterapkan

26 Kepemimpinan Kontemporer
dengan tepat. Misalnya proses perubahan di Negara maju yang
sangat cepat tidak dapat disamakan perubahan yang terjadi di
Negara berkembang, sehingga sering terjadi pemimpin
melakukan kesalahan pada proses ini, dimana pada suatu
tempat yang belum sangat mungkin dilakukan perubahan
dipaksakan menyesuaikan perubahan yang ada seperti di
wilayah lain. Contohnya budaya Indonesia dengan budaya
barat menjadi salah satu langkah perubahan yang berbeda,
dimana hal-hal tabu di Indonesia tetapi di dunia barat menjadi
hal biasa sehingga apapun perubahan kemajuan di barat tidak
dengan semerta –merta dapat di ikuti di Indonesia.

B. Pemimpin Informal
Didalam perkembangan umat manusia terdapat berbagai
sejarah pemimpin – pemimpin informal yang memainkan peranan
dalam perkembangan sosial dan perkembangan sejarah. Para
pemimpin ini sangat berpengaruh pada masyarakat umumnya.
Apakah yang dimaksud dengan pemimpin informal, untuk
menjawab hal tersebut dapat kita definisikan sebagai berikut:
Pemimpin Informal adalah seorang individu baik pria
maupun wanita yang walaupun tidak mendapatkan pengangkatan
secara resmi atau formil yuridis sebagai pemimpin, memiliki
sejumlah kualitas obyektif maupun subyektif yang
memungkinkannya tampil mencapai kedudukan di luar struktur
organisasi resmi namun sebagai orang yang dapat mempengaruhi
kelakukan dan tindakan sesuatu kelompok masyarakat baik dalam
arti positif maupun dalam arti negatif. Pemimpin Informal dalam
peranan sosial yang berwujud partisipasi sosial yang memunculkan
tindakan-tindakan yang ditujukan kepada arah sasaran yang
dipengaruhi oleh status yang dimiliki orang yang bersangkutan di
dalam masyarakat antara lain :
a. Keturunan
b. Kekayaan dalam arti yang seluas – luasnya
c. Unjuk kerja di masyarakat
d. Pendidikan
e. Ciri-ciri biologis

Kepemimpinan Kontemporer 27
Sehubungan dengan status perlu diingat hal-hal sebagai
berikut:
1. Transfer status
Status Bapak ke anak seperti status Soekarno sebagai
pemimpin ditransfer ke Megawati, Fidel Castro memberikan
status ke adiknya Raul Castro dan contoh lain sangat banyak
sebagai proses transfer status di berbagai belahan dunia.
2. Key Status (status pokok)
Karena kinerja sendiri mendapatkan pengakuan
sebagai buah hasil dari tindakan yang dihasilkan, contoh :
1) Karena pewarisan kedudukan sebagai pemimpin
2) Karena kekuasaan pribadi
3) Karena penunjukan oleh pihak atasan
4) Karena dipilih oleh para pengikut-pengikutnya.
5) Karena diakui oleh bawahannya
6) Karena situasi/ kondisi
Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesific
maka perlu disampaikan perbandingan antara pemimpin
formal dan informal sebagai berikut :

NO PEMIMPIN FORMAL PEMIMPIN INFORMAL


1 Memiliki legalitas formal sebagai Tidak memiliki penunjukan formal
pemimpin dengan penunjukan oleh sebagai pemimpin
pihak yang berwenang
2 Organisasi formal yang Masyarakat atau kelompok
menunjukkan mereka sebagai tertentu di dalam masyarakat yang
pemimpin formal menunjuk
mereka sebagai pemimpin
3 Masih harus mengafirmasi Diakui oleh mereka yang dipimpin
kedudukan mereka sebagai sebab tanpa pengakuan otomatis
pemimpin formal terhadap bawahan mereka bukan pemimpin informal
melalui kepemimpinan
mereka
4 Diberikan dukungan oleh organisasi Tidak ada dukungan dari sesuatu
formal untuk organisasi formal untuk
menjalankan keputusan-keputusan menjalankan keputusan-keputusan

28 Kepemimpinan Kontemporer
5 Berstatus sebagai pemimpin formal Berstatus sebagai pemimpin
selama masa pengangkatan berlaku Informal selama klompok yang
dipimpinnya mengakui atau
menerima kepemimpinannya.
6 Memperoleh balas jasa material dan Biasanya tidak memperoleh balas
lain-lain yang berkaitan dengan jasa material, kecuali mereka
posisi jabatan mereka mempergunakan jabatan mereka
7 Dapat mencapai promosi (kenaikan Tidak pernah mencapai promosi
pangkat formal) tetapi masyarakat yang secara
sukarela mau mengakui mereka
8 Dapat dimutasikan organisasi formal Tidak dapat dimutasikan
9 Selalu memiliki pihak atasan Tidak memiliki atasan dalam arti
formal
10 Biasanya harus memenuhi Tidak perlu mempunyai syarat –
persyaratan – persyaratan formal syarat formal
terlebih dahulu sebelum dilakukan
pengangkatan
11 Apabila melakukan kesalahan – Apabila melakukan kesalahan
kesalahan akan mendapatkan sanksi akan mendapatkan sanksi berupa
dari organisasi formal kurang ditaatinya lagi sebagai
pemimpin dengan kata lain tidak
diakui lagi sebagai pemimpin.
12 Selama masa pengangkatannya Kadang – kadang menjalankan
berlaku harus terus menerus kepemimpinannya, kadang-kadang
menjalankan kepemimpinannya tidak.

Kepemimpinan Kontemporer 29
30 Kepemimpinan Kontemporer
KLASIFIKASI PEMIMPIN
DAN KEPEMIMPINAN

A. Klasifikasi Pemimpin
Untuk memudahkan kita dalam memahami dan melakukan
pengklasifikasian atas pemimpin dalam kehidupan sehari-hari dan
tindakan-tindakan yang akan kita lakukan, maka perlu penjelasan
rinci terhadap klasifikasi pemimpin. Pemimpin dapat diklasifikasi
dengan berbagai cara atau patokan dengan memperhatikan
beberapa pembagian berikut :

1. Klasifikasi pemimpin menurut hirarki kedudukan terdiri


atas :
a) Pemimpin tingkat utama/ teras/ depan/ tinggi
b) Pemimpin tingkat menengah/ madya
c) Pemimpin tingkat bawah / staf
d) Klasifikasi pemimpin menurut bidang garapannya terdiri
atas :
e) Pemimpin bidang ekonomi
f) Pemimpin bidang agama
g) Pemimpin bidang politik
h) Pemimpin bidang pendidikan
i) Pemimpin bidang adat

2. Klasifikasi pemimpin ditinjau dari scopenya, terdiri atas :


a) Pemimpin lokal
b) Pemimpin regional
c) Pemimpin nasional
d) Pemimpin internasional

Kepemimpinan Kontemporer 31
3. Klasifikasi pemimpin sesuai perubahan sosial terdiri atas :
a) Pemimpin tradisional
b) Pemimpin modern
c) Klasifikasi pemimpin menurut kepemimpinannya/
kondisi kebutuhan terdiri atas:
d) Pemimpin primer
e) Pemimpin sekunder
f) Pemimpin tertier

4. Pemimpin dalam bidang pertumbuhan ekonomi dapat dibagi


:
a) Pemimpin tipe manager
b) Pemimpin tipe entrepreneur

B. Proses berpikir normal


Dalam pembahasan Proses berpikir normal bagi pemimpin
menjadi sangat penting untuk dapat menyesuaikan pada tindakan-
tindakan yang harus dilakukan terutama keterkaitan dengan
berbagai macam jenis dan bidang. Bagi seorang pemimpin yang
dituntut harus mampu memimpin rapat, konferensi, seminar dan
berbagai pertemuan-pertemuan penting perlu didukung oleh
pengetahuan yang berbasis pada pola pikir normal. Maksudnya
bahwa seorang pemimpin harus mampu mengimbangi kebutuhan
atas dasar kepemimpinananya sebab pemimpin yang harus
memimpin pada suatu seminar harus mengingat bahwa jika tidak
dapat mengaktualisasikan pikiran-pikirannya seperti pada seminar
yang membutuhkan reaksi balik respon dari audiens atas pikiran –
pikiran normal yang diaktualisasikan tentu tidak maksimal
hasilnya. Bagi seorang pemimpin dalam berpikir normal harus
mampu menempatkan kepatutan dan menahan emosional dalam
kerangka berpikir cerminan diri. Secara naluri kita sering
menentang hal-hal yang berlebihan dan tidak wajar namun tanpa
disadari kita cenderung terbawa arus emosi hingga menjauhi proses
berpikir normal.
Pemimpin yang mampu dalam berpikir normal dapat juga
diidentikkan dengan pemimpin ideal dan pemimpin ideal
cenderung akan mampu dengan maksimal berada diantara orang-

32 Kepemimpinan Kontemporer
orang yang dipimpinnya dan mampu mencapai sasaran yang
diharapkan kelompoknya Empat (4) langkah menuju proses
berpikir normal :
1. Kenalilah dan isolasilah problem yang bersangkutan.
2. Buktikan fakta-fakta yang dikenal dan kemudian lakukan
evaluasi tentangnya
3. Rumuskanlah kesimpulan-kesimpulan yang mungkin dapat
diubah, dimodifikasi atau divariasi
4. Rumuskanlah kesimpulan akhir dan untuk metode ilmiah dapat
ditambahkan langkah yang kelima (5), yaitu: Telitilah hasil guna
mengetahui apakah perlu dilakukan revisi.

C. Perbandingan Antara Pemimpin Dan Bukan Pemimpin


Untuk lebih menguatkan pemahaman terhadap idealnya
seorang pemimpin maka diperlukan suatu penjelasan yang
membedakan antara pemimpin dan yang bukan pemimpin yang
tentu dapat kita lihat dalam aplikasi keseharian di lingkungan dan
kehidupan kita. Adapun perbandingan antara pemimpin dan bukan
pemimpin tersebut adalah sebagai berikut:
NO PEMIMPIN NON PEMIMPIN
1 Memberikan inspirasi kepada Menekan pekerjanya
pekerja
2 Melaksanakan pekerjaan dan Melaksanakan pekerjaan
mengembangkan pekerjaan dengan mengorbankan
pekerjaan
3 Menunjukkan kepada Menimbulkan perasaan
pekerja, takut pada pekerja dengan
bagaimana ia harus ancaman-ancaman dan
melaksanakan pekerjaan paksaan-paksaan
4 Menerima tanggung jawab Mengelak tanggung jawab
5 Menyelesaikan persoalan Mengalihkan kesalahan
kerugian yang timbul kepada pihak lain

D. Definisi & Faktor-Faktor Kepemimpinan


1. Pengertian Kepemimpinan
Pada pengertian pemimpin sebelumnya disebutkan
bahwa: “Pemimpin adalah seseorang yang dapat
Kepemimpinan Kontemporer 33
mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan
unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan
tujuan organisasi”.
Lalu apa pengertian kepemimpinan : “Kepemimpinan
merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi
orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan
bersama”.
Untuk lebih memahami dan mengerti tentang
kepemimpinan dapat kita lihat pendapat lain dari Theo
Haiman dan William G. Scott yang dikutip oleh Sutarto (1998 :
63) dalam bukunya yang berjudul dasar-dasar kepemimpinan
administrasi : “Kepemimpinan adalah proses orang-orang
diarahkan, dipimpin dan dipengaruhi dalam pemilihan dan
pencapaian tujuan.”
Meskipun kepemimpinan telah ada sejak makhluk
hidup mula-mula hadir di bumi ini, anehnya, kepemimpinan
baru sungguh-sungguh menjadi pokok perhatian dan
perdebatan dalam satu abad terakhir. Menurut Anda,
bagaimana pandangan mengenai kepemimpinan berubah
dalam masa itu?. Berikut ini, berbagai definisi kepemimpinan
yang dijadikan acuan dalam ranah perkembangannya. Apa
yang menurut Anda dianggap sebagai kepemimpinan pada
abad lalu? Apakah fokus dari rumusan yang berlaku saat ini?
a) Kepemimpinan merupakan kekuatan moral yang berdaya
cipta dan mengarahkan.
b) Kepemimpinan merupakan seni menggerakkan orang lain
agar mau berjuang demi mencapai peluang bersama.
c) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sekelompok
orang yang terorganisasi demi pencapaian sasaran mereka
d) Kepemimpinan berarti mengidentifikasi area
ketidakpastian dan kebingungan yang produktif dan
membawa organisasi ke area tersebut untuk meraih
keuntungan kompetitif atau manfaat lain.
e) Kepemimpinan berarti mengarahkan dan menyeleraskan
tugas para anggota kelompok.
f) Kepemimpinan merupakan proses di mana seorang

34 Kepemimpinan Kontemporer
pelaku menggerakkan bawahannya untuk berperilaku
sesuai yang diharapkan.

Jadi apa yang kita ketahui? sementara banyak definisi


berbeda mengenai kepemimpinan yang membingungkan, hal
ini mengilustrasikan bahwa tidak ada satu definisi mengenai
kepemimpinan. Perspektif berbeda ini memungkinkan kita
mempertimbangkan pandangan alternatif dan menghargai
faktor beragam yang mempengaruhi kepemimpinan. Hal ini
tidak seharusnya membingungkan karena secara inti
pengertian dapat kita tarik bahwa rata – rata menuju pada satu
arah pendefinisian.

2. Determinan Kepemimpinan
Menurut Joseph. L. Massie/ John Douglas determinan
kepemimpinan dapat disimpulkan meliputi tiga (3) kategori,
yaitu :
a) Meliputi orang – orang
b) Bekerja dari sebuah posisi organisatoris
c) Timbul di dalam sebuah situasi yang spesifik
Dapat digambarkan sebagai berikut : Kepemimpinan
timbul jika ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu
sama lain. Sebagai contoh jika bahaya mengancam suatu
kelompok dan kelompok tersebut berubah menjadi massa yang
mulai bertindak sendiri – sendiri maka tindakannya sulit
ditebak karena bersifat terpencar.
Bayangkan dalam suatu perusahaan tanpa adanya
ikatan yang kuat dari seorang manager terhadap bawahannya,
tidak adanya supervisi yang melindungi maka masing –
masing bawahan akan melakukan tindakan sendiri – sendiri,
yang akhirnya apapun sasaran yang diharapkan oleh
perusahaan akan sulit terwujud. Dan yang paling berbahaya
jika karyawan tersebut akhirnya menyatukan diri sebagai
bagian yang terpisah dari organisatoris tinggal menunggu
situasi yang tepat maka akan terjadi hal yang sangat tidak
diharapkan oleh perusahaan, dengan kesimpulan antara orang,
situasi dan perusahaan harus menyatu melalui sang manager.

Kepemimpinan Kontemporer 35
Jadi agar kepemimpinan menjadi operasional, maka
diperlukan adanya interaksi dinamis dari ketiga macam faktor
yang disebut tadi.

3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemimpinan


Dari ketiga determinan pada point sebelumnya perlu
dilakukan pengenalan lebih jauh terhadap faktor-faktornya
untuk lebih mengulas dan efektifitas masing – masing
determinan dengan rincian sebagai berikut :

a. Faktor Orang (The Person Factor)


Untuk mencapai seorang manager menjadi efektif
apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain :
pada diri setiap orang terdapat sifat-sifat pribadi yang
membawa mereka menjadi sukses dan atau sifat – sifat
pribadi yang menghalangi mereka untuk sukses. Adakah
sifat – sifat (Traits) tertentu yang menyebabkan orang –
orang tertentu menjadi pemimpin yang sukses.
Studi riset menyatakan bahwa antara pemimpin
dan bukan pemimpin dapat ditunjukkan dan khusus untuk
para pemimpin memberikan petunjuk sebagai berikut :
1) Cenderung lebih mencapai kesesuaian secara
psikologis
2) Cenderung memperlihatkan penilaian lebih baik.
3) Cenderung menunjukkan interaksi lebih banyak
dengan para non pemimpin
4) Cenderung memberikan lebih banyak keterangan –
keterangan
5) Cenderung memimpin dalam hal menafsirkan sesuatu
situasi.
William Henry (1940) menemukan suatu pola
personalitas yang definitive sewaktu ia mempelajari lebih
100 orang pemimpin dunia usaha yang mencapai sukses
dan Hendry menemukan sifat-sifat mereka sebagai berikut :
1) Motivasi kerja mereka kuat
2) Keinginan untuk berprestasi
3) Perasaan hangat dengan para atasan

36 Kepemimpinan Kontemporer
4) Sifat obyektif terhadap bawahan
5) Konsepsi pribadi yang stabil yang digariskan dengan
baik
6) Kemampuan untuk melihat hubungan – hubungan
yang membuat keputusan- keputusan
7) Aktifitas yang hebat serta sikap agresif
8) Minat terhadap realitas praktis
9) Hubungan – hubungan yang lancar dengan atasan
Edwin. E. Chiselli dalam risetnya dari 105 orang
pemimpin menemukan fakta bahwa sifat-sifat mereka
antara lain :
1) Kemampuan untuk melakukan supervisi
2) Inteligensi
3) Inisiatif
Dari ketiga sifat tersebut diatas Chiselli
berpendapat bahwa kemampuan untuk melaksanakan
supervisi dan inteligensi merupakan aspek – aspek pokok
untuk suksesnya seorang manager.

b. Faktor Posisi
Sebelumnya kita telah membahas faktor orang
dalam memberikan sumbangsih kearah effektivitas seorang
pemimpin. Faktor posisi menjadi sangat penting mengingat
bahwa posisi pada suatu struktur akan menentukan
seberapa besar seseorang mampu memberikan sumbangsih
dan peran kepemimpinan pada skala struktur tersebut.
Label – label yang diciptakan seperti guru, direktur,
presiden, pemimpin kelompok, professor adalah dalam
rangka mengelompokkan peranan kepemimpinan. Dari
label – label tersebut dapat kita pahami arah dan langkah
kepemimpinan yang seharusnya dan kepemimpinan yang
salah.
Untuk melihat peranan ini lebih jauh maka dapat
kita bagi menjadi tiga (3) macam harapan tentang peranan,
yaitu :
1) Harapan – harapan pribadi
Yang dimaksud harapan pribadi adalah

Kepemimpinan Kontemporer 37
dimana kelompok mengharapkan pada pribadi
pemimpin untuk melakukan hal-hal tertentu dan tidak
melakukan hal-hal tertentu.
2) Harapan – harapan organisatoris
Yang dimaksud harapan organisatoris adalah
harapan terhadap perusahaan atau organisasi yang
diaplikasikan dalam pedoman-pedoman kerja seperti
SOP, Petunjuk Teknis dan Job Descriptions.
3) Harapan – harapan kultural
Harapan terhadap kualifikasi yang
membudaya yang akhirnya menjadi budaya kerja atau
budaya perusahaan yang berorientasi hasil. Contoh
seorang komandan tentara diharapkan punya basic
kualifikasi yang mengakar yang menunjukkan tidak
mempunyai rasa takut, seorang advertise yang harus
kreatif, seorang penagih pajak yang tidak percaya
terhadap pembayar pajak, dll.

c. Faktor Tempat dan Situasi


Faktor Tempat dan situasi adalah ketepatan
pemimpin dan pola kepemimpinannya pada tempat dan
waktu yang tepat.

38 Kepemimpinan Kontemporer
DASAR PERTIMBANGAN
KEPEMIMPINAN

Sangat banyak teori kepemimpinan yang dapat kita jadikan


referensi dalam memahami kepemimpinan sehingga dalam penjelasan
teori kepemimpinan ini hanya menyampaikan 3 (tiga) point teori dan
penjelasan tentang pertimbangan kepemimpinan bahwa setiap orang
bisa jadi pemimpin, bahwa pemimpin tidak selamanya dilahirkan dan
bahkan pemimpin bisa diciptakan. Idealnya teori kepemimpinan
dimulai dari teori manusia hebat, teori sifat, kekuasaan dan pengaruh,
perilaku, kepemimpinan situasional, kepemimpinan transaksional,
teori atribusi hingga teori transpormasi. Namun penjelasan selanjutnya
hanya menyampaikan teori : sifat, perilaku dan situasional saja, karena
sebagian telah dapat dijelaskan secara teknis pada bab-bab
sebelumnya. Setiap teori mempunyai pengikut masing – masing bahwa
setiap teori mencakup perbedaan pendapat, metodologi keterangan-
keterangan dan kesimpulan- kesimpulan. Namun tidak salah sebelum
menjelaskan teori – teori kepemimpinan kita melihat dari sudut
ketauladanan Nabi Muhammad SAW dalam menetapkan garis
kepemimpinan, yaitu :
Kata orang bijak, belajarlah dari sejarah. Dalam ungkapan yang
sangat indah dan memukau, Thomas Carlyle mengatakan, “The history
of the world is but the biography of great man.”
Kepemimpinan model ini disebut kepemimpinan profetik,
yakni kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan sebagaimana nabi dan rasul melakukannya.
Karakteristik kepemimpinan ini terdiri dari empat aspek, yaitu

Kepemimpinan Kontemporer 39
1. Sidiq
Sifat sidiq berpihak pada kebenaran yang datangnya
dari Allah, sehingga seluruh pikiran, perasaan, dan ucapannya
selalu konsisten dengan perbuatannya.
2. Amanah
Sifat amanah berarti dapat dipercaya karena mampu
memelihara kepercayaan dan melaksanakan tugas dengan
penuh tanggung jawab.
3. Tabligh
Sifat tabligh berarti memiliki kemampuan dalam
menyampaikan informasi apa adanya serta berani menyatakan
kebenaran dan bersedia mengakui kekeliruan.
4. Fathonah.
Adapun sifat fathonah berarti cerdas yang dibangun dari
ketakwaan kepada Tuhan, di mana aktualisasinya pada etos
kerja dan kinerja pemimpin yang berkomitmen pada
keunggulan.

A. Teori Kepemimpinan
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi
kepemimpinan modern adalah perkembangan dari teori peran (role
theory). Dikemukakan, setiap anggota suatu masyarakat menempati
status posisi tertentu, demikian juga halnya dengan individu
diharapkan memainkan peran tertentu. Dengan demikian
kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam
diferensiasi peran. Ini berarti bahwa kepemimpinan dapat
dikonsepsikan sebagai suatu interaksi antara individu dengan
anggota kelompoknya. Menurut kaidah, para pemimpin atau
manajer adalah manusia-manusia super lebih daripada yang lain,
kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu (White, Hudgson & Crainer,
1997). Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang
jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan
penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai.
Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan
arah perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya
ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi

40 Kepemimpinan Kontemporer
kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu
organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, gerak hidup dan
dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok
kecil manusia penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan
kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil orang-orang
istimewa yang tampil kedepan. Orang-orang ini adalah perintis,
pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok
orang-orang istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh
karenanya kepemimpinan seorang merupakan kunci dari
manajemen. Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak
hanya bertanggungjawab kepada atasannya, pemilik, dan
tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggungjawab
terhadap masalah- masalah internal organisasi termasuk
didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan
pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin
memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas
publik.
Dari sisi teori kepemimpinan, pada dasarnya teori-teori
kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal yaitu, faktor-faktor
yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar dari
kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah ini lebih
memuaskan daripada teorinya itu sendiri. Namun bagaimanapun
teori-teori kepemimpinan cukup menarik, karena teori banyak
membantu dalam mendefinisikan dan menentukan masalah-
masalah penelitian. Dari penelusuran literatur tentang
kepemimpinan, teori kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh
penelitian Galton (1879) tentang latar belakang dari orang-orang
terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan
berdasarkan warisan. Beberapa penelitian lanjutan, mengemukakan
individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki tingkatan
yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan kekuatan moral serta
mereka selalu dipimpin oleh individu yang benar-benar superior.
Perkembangan selanjutnya, beberapa ahli teori mengembangkan
pandangan kemunculan pemimpin besar adalah hasil dari waktu,
tempat dan situasi sesaat. Dua hipotesis yang dikembangkan

Kepemimpinan Kontemporer 41
tentang kepemimpinan, yaitu: (1) kualitas pemimpin dan
kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2),
kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil
kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi
yang sama (Hocking & Boggardus, 1994).
Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori
Situasional, berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek
dari kekuatan tunggal. Efek interaktif antara faktor individu dengan
faktor situasi tampaknya kurang mendapat perhatian. Untuk itu,
penelitian tentang kepemimpinan harus juga termasuk ;
1. Sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu,
2. Kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya
3. Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan
perhatian harus diarahkan kepada :
1) Sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa,
2) Membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang
dia pimpin dan motifnya mengikuti dia
3) Penampilan peran harus dimainkan sebagai pemimpin,
dan
4) Kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya
(Hocking & Boggardus, 1994).

Beberapa pendapat tersebut, apabila diperhatikan dapat


dikategorikan sebagai teori kepemimpinan dengan sudut pandang
“Personal-Situasional”. Hal ini disebabkan, pandangannya tidak
hanya pada masalah situasi yang ada, tetapi juga dilihat interaksi
antar individu maupun antar pimpinan dengan kelompoknya. Teori
kepemimpinan yang dikembangkan mengikuti tiga teori diatas,
adalah Teori Interaksi Harapan. Teori ini mengembangkan tentang
peran kepemimpinan dengan menggunakan tiga variabel dasar
yaitu; tindakan, interaksi, dan sentimen. Asumsinya, bahwa
peningkatan frekuensi interaksi dan partisipasi sangat berkaitan
dengan peningkatan sentimen atau perasaan senang dan kejelasan
dari norma kelompok. Semakin tinggi kedudukan individu dalam
kelompok, maka aktivitasnya semakin sesuai dengan norma
kelompok, interaksinya semakin meluas, dan banyak anggota
kelompok yang berhasil diajak berinteraksi. Pada tahun 1957

42 Kepemimpinan Kontemporer
Stogdill mengembangkan Teori Harapan-Reinforcement untuk
mencapai peran. Dikemukakan, interaksi antar anggota dalam
pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan harapan untuk tetap
berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh harapan bersama
yang dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukan.
Kemudian dikemukakan, inti kepemimpinan dapat dilihat dari
usaha anggota untuk merubah motivasi anggota lain agar
perilakunya ikut berubah. Motivasi dirubah dengan melalui
perubahan harapan tentang hadiah dan hukuman. Perubahan
tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi, dimaksudkan untuk
mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan demikian, nilai
seorang pemimpin atau manajer tergantung dari kemampuannya
menciptakan harapan akan pujian atau hadiah.
Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970
mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional. Fungsi
motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi antara
cara- cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai tujuan
dengan tingkahlaku yang diharapkan dan meningkatkan
penghargaan bawahan akan pekerjaan yang mengarah pada tujuan.
Pada tahun yang sama Fiedler mengembangkan Teori
Kepemimpinan yang Efektif. Dikemukakan, efektivitas pola
tingkahlaku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan oleh
situasi tertentu. Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung
lebih efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi
kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemimpinan makin
tinggi. Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik
dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert,
dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara
alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi
memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari
kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas
untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi
kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah
tujuan kelompok.
Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga
variabel pokok, yaitu;

Kepemimpinan Kontemporer 43
1. Kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani
anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-
nya
2. Organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan
kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara
keseluruhan, dan
3. Interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan
anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup
damai bersama-sama.

Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan,


kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap
orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan
orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).
Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah
Teori Perilaku Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa
yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dikemukakan, terdapat
perilaku yang membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin.
Jika suatu penelitian berhasil menemukan perilaku khas yang
menunjukkan keberhasilan seorang pemimpin, maka implikasinya
ialah seseorang pada dasarnya dapat dididik dan dilatih untuk
menjadi seorang pemimpin yang efektif. Teori ini sekaligus
menjawab pendapat, pemimpin itu ada bukan hanya dilahirkan
untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil
dari suatu proses belajar.
Selain teori-teori kepemimpinan yang telah dikemukakan,
dalam perkembangan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian para
pakar maupun praktisi adalah dua pola dasar interaksi antara
pemimpin dan pengikut yaitu pola kepemimpinan transformasional
dan kepemimpinan transaksional. Kedua pola kepemimpinan
tersebut, adalah berdasarkan pendapat seorang ilmuwan di bidang
politik yang bernama James McGregor Burns (1978) dalam bukunya
yang berjudul “Leadership”. Selanjutnya Bass (1985) meneliti dan
mengkaji lebih dalam mengenai kedua pola kepemimpinan dan
kemudian mengumumkan secara resmi sebagai teori, lengkap
dengan model dan pengukurannya.

44 Kepemimpinan Kontemporer
B. Pertimbangan Kepemimpinan
“Ketakutan kita yang terbesar bukanlah bahwa kita tidak
mampu. Ketakutan kita yang terbesar adalah bahwa kita berkuasa
tanpa batas. Cahaya kita, bukan kegelapan kitalah yang paling
menakutkan bagi kita. Ketika kita membiarkan cahaya kita bersinar,
tanpa sadar kita mengizinkan orang lain melakukan hal yang sama.
Ketika kita memerdekakan diri dari ketakutan kita, kehadiran kita
dengan sendirinya memerdekakan orang lain...". (Nelson Mandela,
pidato pelantikan tahun, 1994.)
Banyak naskah mengenai kepemimpinan terfokus pada
pemimpin dari masa lampau yang telah disinggung di atas, yang
kebanyakan telah tiada. Belakangan ini, kita berpaling kepada
tokoh-tokoh seperti Margaret Thatcher, Daftar tokoh yang masih
hidup begitu sering berubah, sehingga kita mungkin berkesimpulan
bahwa kita belum sungguh-sungguh memenuhi syarat sebagai
pemimpin selama kita masih hidup". Salah satu mitos mengenai
kepemimpinan adalah bahwa kita memerlukan status tinggi dan
gelar untuk menjadi pemimpin. padahal tidak demikian adanya.
Anda tidak perlu mencapai pangkat tinggi untuk menjadi
pemimpin, Kepemimpinan bukan suatu tempat, melainkan sebuah
proses. Hingga saat ini, belum ada seorang pun yang pernah
menemukan adanya gen pemimpin. Warren Bennis, pengarang
buku kepemimpinan yang disegani, percaya bahwa seseorang
menjadi pemimpin lebih banyak karena pengalamannya
dibandingkan karena garis keturunannya. Tanyakan kepada diri
sendiri, apakah saya menganggap saya sebagai pemimpin?
Mungkin tanpa ragu Anda mengiyakan. Atau bisa juga Anda
menjawab, sekarang belum, tetapi saya sedang belajar. Mungkin
juga Anda menjawab tidak, saya belum cukup matang. Nah, berita
baik yang perlu Anda ketahui, semua orang berpotensi menjadi
pemimpin – asal Anda mau.
Hanya segelintir orang terlahir sebagai pemimpin.
Kebanyakan terbentuk menjadi pemimpin. Sebagian besar
terbentuk sebagai pemimpin. Bukti menunjukkan bahwa kita
belajar kepemimpinan melalui keterampilan yang kita peroleh,
melalui hasrat untuk mengetahui lebih banyak, untuk keluar dari

Kepemimpinan Kontemporer 45
zona aman kita, untuk belajar tentang diri kita. Kita terutama belajar
dari pengalaman, dari keberhasilan dan kegagalan kita. Setiap hari
jutaan orang menunjukkan kepemimpinan, sering di tempat yang
paling tidak disangka. Di rumah, dalam pergaulan, di klub
olahraga, dsb. Kita masing-masing menjadi pemimpin karena kita
dapat memprakarsai, mempengaruhi dan mengambil
tanggungjawab untuk menyempurnakan banyak hal. Ketika Anda
menyampaikan usulan di tempat kerja, atau mengatakan “Saya bisa
bantu Anda mengerjakan hal itu”, Anda sebenarnya tengah
memimpin, meskipun sebentar saja. Jadi, pandanglah diri Anda
sebagai pemimpin. Tujuan Anda adalah menjadi pemimpin yang
lebih baik lagi, menjadi pemimpin terbaik dalam konteks Anda.

C. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung
pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang
pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai
dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom
(1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan (leadership style), yakni pemimpin yang
menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat,
keterampilan dan sikapnya. Gaya tersebut bisa berbeda-beda atas
dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang
tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat
pemimpin yang positif dan negatif, dimana pembedaan itu
didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan.
Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada
imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis),
berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif.
Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau
punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif.

46 Kepemimpinan Kontemporer
Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima
dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya
yaitu gaya otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau
laissez faire). Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan
pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi
kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja
yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif,
yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun
demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain:
memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta
memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Sementara itu, pemimpin partisipatif lebih banyak
mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya sehingga
keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Adapun pemimpin
bebas kendali menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian
menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan
dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya,
kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan
praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling
konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif. Selanjutnya
dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya
kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideran dan
struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi
tugas.
Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa
prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila
konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan.
Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang
terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap
membuat orang-orang sibuk dan mendesak mereka untuk
berproduksi. Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi
konsiderasi, tidak selamanya merupakan pemimpin yang terbaik.
Fiedler telah mengembangkan suatu model pengecualian dari
ketiga gaya kepemimpinan diatas, yakni model kepemimpinan
kontingensi. Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

Kepemimpinan Kontemporer 47
yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin
bekerja. Dengan teorinya ini Fiedler ingin menunjukkan bahwa
keefektifan pemimpin ditentukan oleh interaksi antara orientasi
pegawai dengan tiga variabel yang berkaitan dengan pengikut,
tugas dan organisasi.
Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin
dengan anggota (leader – member relations), struktur tugas (task
structure), dan kuasa posisi pemimpin (leader position power).
1. Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan
(akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut
2. Variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara
spesifik untuk melakukan pekerjaan
3. Variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang
melekat pada posisi pemimpin.

Model kontingensi Fiedler ini serupa sekali dengan gaya


kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi
kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan
pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif
dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya. Perilaku
pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui
kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai
individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi
sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan pribadi
apapun yang dimiliki pemimpin
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,
1996 : 18 dst), masing- masing gaya kepemimpinan ini hanya
memadai dalam situasi yang tepat – meskipun disadari bahwa
setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering
merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
1. Directing adalah gaya yang tepat apabila Anda dihadapkan
dengan tugas yang rumit dan staf Anda belum memiliki
pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut ;
atau apabila Anda berada di bawah tekanan waktu
penyelesaian. Anda menjelaskan apa yang perlu dan apa yang
harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi

48 Kepemimpinan Kontemporer
over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat
menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu).
2. Coaching adalah gaya yang tepat apabila staf Anda telah lebih
termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu
tugas. Disini Anda perlu memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan
waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik
dengan mereka.
3. Selanjutnya, gaya kepemimpinan supporting akan berhasil
apabila karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut
dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan
Anda. Dalam hal ini, Anda perlu meluangkan waktu untuk
berbincang- bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran-saran
mereka mengenai peningkatan kinerja. Adapun gaya
delegating akan berjalan baik apabila staf Anda sepenuhnya
telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga Anda
dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu
atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Kepemimpinan Kontemporer 49
50 Kepemimpinan Kontemporer
KEPEMIMPINAN EFEKTIF

A. Sifat Kepemimpinan
Bagaimana untuk dapat melihat dan memahami pemimpin
dalam sifat-sifat kepemimpinannya. Dalam bab ini kita akan
menganalisa kriteria sifat – sifat para pemimpin dalam
kepemimpinan, apakah ada dalam diri anda atau mungkin dapat
melihat kriteria ini dalam diri orang – orang disekeliling anda :
1. Seorang pemimpin harus mempunyai suatu misi yang penting
2. Seorang pemimpin adalah seorang pemikir besar
3. Seorang pemimpin harus mempunyai etika tinggi
4. Seorang pemimpin harus menguasai perubahan
5. Seorang pemimpin harus bersifat peka
6. Seorang pemimpin harus berani mengambil resiko
7. Seorang pemimpin adalah seorang pengambil keputusan
8. Seorang pemimpin harus menggunakan kekuasaan secara
bijaksana
9. Seorang pemimpin harus berkomunikasi secara efektif
10. Seorang pemimpin adalah pembangun sebuah tim
11. Seorang pemimpin harus bersifat pemberani
12. Seorang pemimpin harus mempunyai komitmen

Beberapa kriteria diatas baru sebagian kecil kriteria


pemimpin, namun dari semua contoh diatas dapatlah kita
menyimpulkan tentang sifat atau kriteria dalam melihat pemimpin
dan jika hal ini tidak ditemukan dengan orang-orang yang menjadi
pimpinan di suatu instansi atau wilayah maka perlu kita
pertanyakan apakah dia layak disebut pemimpin atau tidak.

Kepemimpinan Kontemporer 51
B. Kepemimpinan Efektif
Sekali pun kita sulit merumuskan apa itu kepemimpinan,
kita semua percaya bahwa kita dapat mengenali kepemimpinan
yang baik ketika kita berhadapan dengannya. Kita menyadari
kepemimpinan sesudah terjadinya suatu peristiwa, lalu berkata
Itulah yang disebut kepemimpinan. Secara mendasar, Leigh &
Maynard merumuskan kepemimpinan sebagai penyelesaian
pekerjaan melalui dukungan orang lain. Hal ini menyiratkan bahwa
kepemimpinan berlangsung dalam interaksi antara pemimpin dan
pengikut dalam situasi tertentu. Pada tataran yang lebih tinggi,
kepemimpinan dapat dijabarkan sebagai serangkaian perilaku yang
jarang dapat ditiru oleh kebanyakan orang.
Di antara kedua pandangan ini terdapat hubungan yang
khas dan unik di antara orang yang memimpin dan yang
mengikuti. Pemikiran terkini menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu proses dan bukan kedudukan, dan bahwa
kepemimpinan terutama menyangkut pengelolaan hubungan.
Sambil belajar dan membaca lebih lanjut mengenai kepemimpinan,
Anda akan segera menemukan bahwa terdapat demikian banyak
pandangan dan rumusan, tanpa ada aturan yang mutlak. Perlukah
Anda sangat cerdas untuk menjadi pemimpin? Ada beberapa bukti
yang menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan terkait dengan
kecerdasan, akan tetapi tingkatan kecerdasan pemimpin
sebagaimana terukur dengan tes IQ (Intelligence Quotient) hanya
sedikit lebih tinggi nilai rata-rata. Jadi, meskipun para pemimpin
memang tergolong pandai, hanya sedikit yang jenius. Bukti
menunjukkan bahwa orang-orang yang terpandai tidak selalu
menjadi pemimpin yang efektif. Bahkan ada penelitian yang
menunjukkan bahwa ada kemungkinan pemimpin terlampau
pandai. Pemimpin dengan tingkat kecerdasan yang jauh melebihi
para pengikutnya bisa jadi tidak seefektif pemimpin yang hanya
sedikit lebih cerdas dari para pengikutnya.
"Orang banyak akan mengikuti pemimpin yang berjalan
dua puluh langkah di depan mereka; namun kalau sang pemimpin
berada seribu langkah di depan, ia takkan terlihat dan takkan
diikuti ". (George Brandes)

52 Kepemimpinan Kontemporer
Goleman, mengusulkan bahwa apa yang penting itu
sebenarnya kecerdasan emosional atau EI Q (emotional intelligence
quotient). Ia berpendapat bahwa seseorang bisa saja ber-IQ tinggi,
berpikiran tajam dan analitis, sangat kreatif dan telah mengikuti
pelatihan kepemimpinan terbaik di dunia, namun tetap saja bukan
pemimpin yang efektif. Goleman mengidentifikasi unsur-unsur
kecerdasan emosional sangat mempengaruhi kepemimpinan efektif,
sebagai berikutt :
1. Kesadaran diri: kemampuan untuk membaca perasaan sendiri
dan bagaimana Anda mempengaruhi orang lain, memiliki
kesadaran kuat mengenai siapa diri Anda, perasaan Anda,
kekuatan, kelemahan, kebutuhan dan dorongan di dalam diri
Anda.
2. Pengelolaan diri: kemampuan untuk mengelola dorongan
berpotensi negatif dalam diri Anda yang menggerakkan
perasaan Anda; mengenali dan menafsirkan landasan
emosional dari pikiran dan perilaku Anda, dan memilih
tindakan untuk mengendalikan atau menyalurkan kekuatan
Anda secara positif.
3. Kesadaran bermasyarakat: meliputi kemampuan yaitu empati
dan insting untuk mengatur, memiliki tenggang rasa terhadap
perasaan orang lain, mengetahui dampak dari kata-kata dan
tindakan Anda terhadap orang lain.
4. Pengelolaan hubungan: kemampuan untuk berkomunikasi
secara jelas dan meyakinkan. Bukan sekadar bersikap ramah,
tetapi ramah dengan tujuan tertentu, menggerakkan orang ke
arah yang Anda inginkan. Hal ini dapat terjadi dalam
menyepakati rencana suatu proyek atau membangun semangat
untuk sebuah produk baru.

Kepemimpinan ditinjau dari sisi struktur inisiasi dan


konsideransinya, maka dalam model manajerial grid yang
disampaikan oleh Blake dan Mouton dalam Robbins (1996)
memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari
perhatiannya terhadap tugas dan perhatian pada orang.
Kedua sisi tinjauan model kepemimpinan ini kemudian
diformulasikan dalam tingkatan-tingkatan, yaitu antara 0 sampai

Kepemimpinan Kontemporer 53
dengan 9. Dalam pemikiran model managerial grid adalah seorang
pemimpin selain harus lebih memikirkan mengenai tugas-tugas
yang akan dicapainya juga dituntut untuk memiliki orientasi yang
baik terhadap hubungan kerja dengan manusia sebagai
bawahannya. Artinya bahwa seorang pemimpin tidak dapat hanya
memikirkan pencapaian tugas saja tanpa memperhitungkan faktor
hubungan dengan bawahannya, sehingga seorang pemimpin dalam
mengambil suatu sikap terhadap tugas, kebijakan-kebijakan yang
harus diambil, proses dan prosedur penyelesaian tugas, maka saat
itu juga pemimpin harus memperhatikan pola hubungan dengan
staf atau bawahannya secara baik. Menurut Blake dan Mouton ini,
kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat
kecenderungan yang ekstrim dan satu kecenderungan yang terletak
di tengah-tengah keempatnya, adalah :
1. Impoverished leadership (Kepemimpinan yang Tandus),
dalam kepemimpinan ini si pemimpin selalu menghidar dari
segala bentuk tanggung jawab dan perhatian terhadap
bawahannya.
2. Team leadership (Kepemimpinan Tim), pimpinan menaruh
perhatian besar terhadap hasil maupun hubungan kerja,
sehingga mendorong bawahan untuk berfikir dan bekerja
(bertugas) serta terciptanya hubungan yang serasi antara
pimpinan dan bawahan.
3. Country Club leadership (Kepemimpinan Perkumpulan),
pimpinan lebih mementingkan hubungan kerja atau
kepentingan bawahan, sehingga hasil/tugas kurang
diperhatikan.
4. Task leadership (Kepemimpinan Tugas), kepemimpinan ini
bersifat otoriter karena sangat mementingkan tugas/hasil dan
bawahan dianggap tidak penting karena sewaktu-waktu dapat
diganti.
5. Middle of the road (Kepemimpinan Jalan Tengah), di mana si
pemimpin cukup memperhatikan dan mempertahankan serta
menyeimbangkan antara moral bawahan dengan keharusan
penyelesaian pekerjaan pada tingkat yang memuaskan, di

54 Kepemimpinan Kontemporer
mana hubungan antara pimpinan dan bawahan bersifat
kebapakan.

Berdasakan uraian di atas, pada dasarnya model


kepemimpinan manajerial grid ini relatif lebih rinci dalam
menggambarkan kecenderungan kepemimpinan. Namun demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwasanya ini merupakan pandangan
yang berawal dari pemikiran yang relatif sama dengan sebelumnya,
yaitu seberapa otokratis dan demokratisnya kepemimpinan dari
sudut pandang perhatiannya pada orang dan tugas. Dalam sebuah
organisasi, sudah selayaknya ada ketua atau pemimpin. Sosok
pemimpin ini kadang disukai, namun juga bisa sebaliknya,
tergantung dari tipe kepemimpinan yang diterapkan demi
pencapaian visi dan misi perusahaan. Hal ini karena pemilihan dan
penerapan tipe kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan
biasanya memang disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Dalam
struktur organisasi, apabila tipe kepemimpinan perusahaan yang
diterapkan sesuai dengan kondisi sekaligus target yang hendak
dicapai, maka bisa mendorong seluruh elemen di dalam perusahaan
untuk mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Karyawan
jadi bisa bekerja lebih sistematis dan otomatis produktivitas pun
meningkat. Hal positif berikutnya, banyak keuntungan yang bisa
didapatkan, baik untuk perusahaan maupun karyawan yang
bekerja di perusahaan tersebut.
Dari ilustrasi diatas, kepemimpinan yang tepat memang
penting sekali, supaya seluruh karyawan bisa beradaptasi di
lingkungan kerja. Jika dalam hal ini. Anda merupakan karyawan
dari suatu perusahaan, ada baiknya Anda menyesuaikan diri
dengan tipe kepemimpinan yang diterapkan oleh pemilik
perusahaan.

C. 5 Tipe Kepemimpinan Perusahaan


Tertarik untuk mengetahui tipe-tipe kepemimpinan dalam
organisasi sebuah bisnis? Berikut ulasan tentang tipe dan gaya
kepemimpinan dalam sebuah organisasi atau perusahaan.

Kepemimpinan Kontemporer 55
1. Tipe Pemimpin Demokratis
Jika Anda bekerja di perusahaan yang memiliki
pemimpin demokratis, artinya Anda dapat menyampaikan
pendapat atau ide secara lebih terbuka sebagai kontribusi
untuk memajukan perusahaan. Masukan Anda bisa jadi bahan
pertimbangan pemimpin perusahaan untuk membuat
keputusan bisnis. Memiliki pemimpin yang demokratis dengan
gaya kepemimpinan efektif akan melahirkan karyawan inovatif
dengan ide brilian dan gagasan yang dapat membawa
perubahan bagi perusahaan. Walaupun mungkin tidak semua
ide karyawan akan diaplikasikan untuk kemajuan perusahaan,
namun setidaknya Anda mendapat kesempatan
menyampaikan pendapat. Tipe pemimpin demokratis sangat
disukai banyak orang karena pendapat pegawai dihargai, dan
juga tidak otoriter dalam memberikan pressure lewat beban
kerja berlebihan dengan deadline ketat dan hasil yang
sempurna. Pemimpin demokratis betul-betul bisa memberikan
arahan kerja yang proporsional kepada karyawannya agar
tidak mudah burnout.

2. Tipe Pemimpin Otoriter


Seperti namanya, pemimpin tipe otoriter sisi baiknya
adalah memastikan pekerjaan bisa diselesaikan tepat waktu
dan efektif tanpa banyak alasan, karena pemimpin memiliki
matriks time balance dan tahu cara meningkatkan
produktivitas kerja yang efektif. Maka mau tidak mau,
karyawan jadi terlatih untuk disiplin dalam hal waktu dan
ritme kerja. Adapun sisi negatifnya, perlakuan pemimpin
kepada karyawan cenderung menekan dan memaksakan
kehendak hanya demi mencapai goals, sehingga seolah tidak
peduli karyawan sedang sibuk menyelesaikan tugas lain.
Pemimpin jenis ini akan memberikan pekerjaan tambahan
hingga Anda sebagai karyawan terpaksa lembur dengan alasan
demi akselerasi peningkatan profit perusahaan. Meski
perusahaan berkembang dan maju, namun tingkat resign dari
perusahaan yang memiliki tipe pemimpin seperti ini bisa saja
tinggi karena faktor kepemimpinan yang otoriter. Hal ini

56 Kepemimpinan Kontemporer
disebabkan ada beberapa individu yang tidak menyukai
bekerja di bawah pressure atau tekanan.

3. Tipe Kepemimpinan Karismatik


Ketiga, ada kepemimpinan karismatik di mana tipe ini
sisi positifnya adalah bawahan atau karyawan akan dengan
senang hati melakukan apapun yang dibutuhkan pemimpin,
mulai dari membantu project atau order baru yang harus
segera ditangani, diminta melakukan revisi pekerjaan sesuai
permintaan klien dan sebagainya. Karena pemimpin
perusahaan berkharisma tinggi, karyawan akan merevisi
pekerjaannya kembali dengan senang hati. Sisi negatifnya,
timbul ketergantungan yang tinggi terhadap pemimpin
perusahaan akibat kenyamanan kerja yang diberikan. Suatu
hari ketika ada pergantian pemimpin, maka kinerja dan
produktivitas karyawan bisa jadi mengalami penurunan
dengan berbagai alasan, seperti pemimpin yang baru tidak
senyaman pemimpin sebelumnya.

4. Tipe Pemimpin Militeristik


Tipe pemimpin ini sangat mementingkan disiplin
tingkat tinggi. Baginya, seorang pemimpin harus memiliki
keahlian pemimpin yang sesungguhnya. Apabila karyawan
memiliki sifat yang selaras dengan sang pemimpin, maka
kolaborasi kerja yang efektif bisa tercipta. Datang ke kantor
tepat waktu dan pekerjaan dapat diselesaikan sesuai durasi
deadline merupakan keharusan. Sebaliknya, apabila karyawan
tidak disiplin, dijamin mereka tidak akan bertahan lama
bekerja di perusahaan tersebut, karena akan bermasalah
dengan atasan, mulai dari mendapat teguran karena telat,
kinerja yang lambat, dan kurang disiplin pada aturan kerja
perusahaan.

5. Tipe Pemimpin Paternalistik


Terakhir, ada tipe kepemimpinan yang dikenal dengan
nama paternalistik. Penjelasan mudahnya, tipe pemimpin ini
akan selalu memperlakukan bawahannya seperti pemula yang
segalanya harus diajarkan, dipandu, dan dikontrol sesuai

Kepemimpinan Kontemporer 57
keinginan atasan. Bisa jadi, tipe pemimpin ini memiliki
perfeksionis dalam kerja yang juga diinginkannya bisa
dilakukan karyawannya. Bagian terbaiknya, karyawan bisa
perform dan dapat mengerjakan pekerjaan sesuai arahan
atasan. Sisi negatifnya, kemandirian dan kreativitas pegawai
jadi kurang berkembang serta tidak bebas dalam berpendapat
untuk kontribusi terhadap kemajuan perusahaan.

D. Isu-isu Kontemporer dalam Suatu Kepemimpinan


Isu adalah sebagai suatu konsekuensi atas beberapa
tindakan yang dilakukan oleh satu atau lebih pihak yang dapat
menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sector swasta, kasus
pengadilan sipil atau criminal yang dapat menjadi masalah
kebijakan public melalui tindakan legislatife atau perundangan.
Seorang pemimpin tidak dilahirkan, meskipun sejarah
menunjukkan beberapa pemimpin muncul dalam situasi tertentu.
Yang jelas kebanyakan pemimpin itu dibentuk dan dibina. Dimana
kepemimpinan adalah skillset yang dapat dipelajari. Jika kita
seorang pemimpin, orang-orang cenderung untuk mengamati apa
yang kita lakukan sehingga mereka itu tahu siapa kita seebenarnya.
Pemimpin yang mengutamakan dirinya sensdiri tidak efektif karena
mereka yang dipimpin itu hanya mematuhi dan menjalankan apa
yang menjadu kewajiban mereka sebagai karyawan dan melakukan
apa yang diperintahlan pemimpin.
Pada umumnya, manusia bekerja dengan baik kalau berada
dalam lingkungan kerja yang tepat dimana mereka merasa
dipercaya dan terbedayakan dalam mengembankan tugas dan
tanggung jawabnya. Menjadi tugas pemimpin untuk menciptakan
suasana kerja yang bersifat saling mempercayai. Jadi,
kepemimpinan yang baik itu adalah ketika pemimpin itu sendiri
mampu mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan tanpa
paksaan melainkan menggunakan pendekatan seperti motivasi,
berupa pennghargaan, uang atau gaji bahkan promosi jabatan.

58 Kepemimpinan Kontemporer
TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK
DAN TEORI KONTINGENSI

Teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal


yaitu, faktor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan
dan sifat dasar dari kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah ini
lebih memuaskan daripada teorinya itu sendiri. Namun bagaimanapun
teori-teori kepemimpinan cukup menarik, karena teori banyak
membantu dalam mendefinisikan dan menentukan masalah-masalah
penelitian. Dari penelusuran literatur tentang kepemimpinan, teori
kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh penelitian Galton (1879)
tentang latar belakang dari orang-orang terkemuka yang mencoba
menerangkan kepemimpinan berdasarkan warisan. Beberapa
penelitian lanjutan, mengemukakan individu-individu dalam setiap
masyarakat memiliki tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi,
dan kekuatan moral serta mereka selalu dipimpin oleh individu yang
benar-benar superior. Perkembangan selanjutnya, beberapa ahli teori
mengembangkan pandangan kemunculan pemimpin besar adalah
hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat. Dua hipotesis yang
dikembangkan tentang kepemimpinan, yaitu ;
1. Kualitas pemimpin dan kepemimpinan yang tergantung kepada
situasi kelompok
2. Kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan
hasil kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi
situasi yang sama (Hocking & Boggardus, 1994).

Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori


Situasional, berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek dari
kekuatan tunggal. Efek interaktif antara faktor individu dengan faktor

Kepemimpinan Kontemporer 59
situasi tampaknya kurang mendapat perhatian. Untuk itu, penelitian
tentang kepemimpinan harus juga termasuk :
1. sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu, dan
2. kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya.
Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan
perhatian harus diarahkan kepada :
1. Sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa
2. Membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang dia
pimpin dan motifnya mengikuti dia
3. Penampilan peran harus dimainkan sebagai pemimpin
4. Kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya (Hocking
& Boggardus, 1994).

Beberapa pendapat tersebut, apabila diperhatikan dapat


dikategorikan sebagai teori kepemimpinan dengan sudut pandang
"Personal-Situasional". Hal ini disebabkan, pandangannya tidak hanya
pada masalah situasi yang ada, tetapi juga dilihat interaksi antar
individu maupun antar pimpinan dengan kelompoknya. Teori
kepemimpinan yang dikembangkan mengikuti tiga teori diatas, adalah
Teori Interaksi Harapan.
Teori ini mengembangkan tentang peran kepemimpinan
dengan menggunakan tiga variabel dasar yaitu; tindakan, interaksi,
dan sentimen. Asumsinya, bahwa peningkatan frekuensi interaksi dan
partisipasi sangat berkaitan dengan peningkatan sentimen atau
perasaan senang dan kejelasan dari norma kelompok. Semakin tinggi
kedudukan individu dalam kelompok, maka aktivitasnya semakin
sesuai dengan norma kelompok, interaksinya semakin meluas, dan
banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi.

A. Fase Kepemimpinan
Pada tahun 1957 Stogdill mengembangkan Teori Harapan-
Reinforcement untuk mencapai peran. Dikemukakan, interaksi
antar anggota dalam pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan
harapan untuk tetap berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan
oleh harapan bersama yang dikaitkan dengan penampilan dan
interaksi yang dilakukan. Kemudian dikemukakan, inti
kepemimpinan dapat dilihat dari usaha anggota untuk merubah

60 Kepemimpinan Kontemporer
motivasi anggota lain agar perilakunya ikut berubah. Motivasi
dirubah dengan melalui perubahan harapan tentang hadiah dan
hukuman. Perubahan tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi,
dimaksudkan untuk mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan
demikian, nilai seorang pemimpin atau manajer tergantung dari
kemampuannya menciptakan harapan akan pujian atau hadiah.
1. Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970
mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional.
Fungsi motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi
antara cara-cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai
tujuan dengan tingkahlaku yang diharapkan dan
meningkatkan penghargaan bawahan akan pekerjaan yang
mengarah pada tujuan. Pada tahun yang sama Fiedler
mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Efektif.
Dikemukakan, efektivitas pola tingkahlaku pemimpin
tergantung dari hasil yang ditentukan oleh situasi tertentu.
Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung lebih
efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi
kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemim-pinan
makin tinggi.
2. Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik
dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis
Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum
berpendapat, secara alamiah manusia merupakan "motivated
organism". Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol
tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi
organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi
motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada
waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok.
Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga
variabel pokok, yaitu; (1), kepemimpinan yang sesuai dan
memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan,
kebutuhan, dan kemampuan- nya, (2), organisasi yang disusun
dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota
disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan, dan (3),
interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan

Kepemimpinan Kontemporer 61
anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta
hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea
bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang
Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang
Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard &
Zigarmi, 2001)
3. Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah
Teori Perilaku Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa
yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dikemukakan,
terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang
bukan pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan
perilaku khas yang menunjukkan keberhasilan seorang
pemimpin, maka implikasinya ialah seseorang pada dasarnya
dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin
yang efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat,
pemimpin itu ada bukan hanya dilahirkan untuk menjadi
pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari suatu
proses belajar.

Selain teori-teori kepemimpinan yang telah dikemukakan,


dalam perkembangan yang akhir- akhir ini mendapat perhatian
para pakar maupun praktisi adalah dua pola dasar interaksi antara
pemimpin dan pengikut yaitu pola kepemimpinan transformasional
dan kepemimpinan transaksional. Kedua pola kepemimpinan
tersebut, adalah berdasarkan pendapat seorang ilmuwan di bidang
politik yang bernama James McGregor Burns (1978) dalam bukunya
yang berjudul “Leadership”. Selanjutnya Bass (1985) meneliti dan
mengkaji lebih dalam mengenai kedua pola kepemimpinan dan
kemudian mengumumkan secara resmi sebagai teori, lengkap
dengan model dan pengukurannya.

B. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua
hal pokok yaitu:
1. pemimpin sebagai subjek, dan.
2. yang dipimpin sebagai objek.

62 Kepemimpinan Kontemporer
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan,
membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan
ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab
baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas
kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak
mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam
menjalankan kepemimpinannya.

1. Teori Trait
Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara
yang bervariasi karena mereka memiliki karakteristik atau
disposisi yang sudah melekat dalam dirinya. Ada 5
karakteristik kepemimpinan yang utama menurut teori ini :
yaitu percaya diri, empati, ambisi, control diri dan rasa ingin
tahu. Teori ini mengatakan bahwa anda dilahirkan sebagai
pemimpin dan bahwa kepemimpinan tidak dapat dipelajari.

2. Teori Situational
Teori ini menekankan bahwa kepemimpinan muncul
dalam situasi yang berbeda untuk menyesuaikan perbedaan
kebutuhan dan lingkungan. Teori ini dikembangkan lebih dulu
oleh Blanchard & Hersey (1976), yang mengatakan bahwa
pemimpn perlu memiliki perbedaan untuk menyesuaikan
kebutuhan dan maturitas pengikut, tidak ada cara yang paling
baik bagi gaya kepemimpinan. Leaders perlu mengembangkan
gaya kepemimpinan dan dapat mendiagnosa yang mana
pendekatan yang sesuai untuk digunakan pada suatu situasi.

3. Transactional and transformational


Leadership pertama kali dikembangkan oleh James Mc
Gregor Burns tahun 1978. dan kemudian dikembangkan lagi
oleh Bass dan lain-lain. Kepemimpinan ini menggunakan
pendekatan kepada bawahan dengan menukarkan sesuatu
untuk yang lainnya (seperti menggunakan financial atau status
insentif). Kepemimpinan transaksional berdasarkan pada
pemikiran memberikan motivasi kepada bawahan melalu
bentuk instrument seperti uang atau system reward. Bass et al
(1987) berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional

Kepemimpinan Kontemporer 63
adalah universal dan dapat diaplikasikan tanpa
memperhatikan budaya, memberi semangat pada bawahan
untuk lebih mementingkan organisasi atau kelompok.
Kepemimpinan transformasional lebih menkonsentrasikan
pada pengembangan bawahan dari pada pencaaian target
(Kepemimpinan transaksional) dan dalam beberapa buku
kepemimpinan transformasional sama dengan leadership
berlawanan dengan kepemimpinan transaksional yang
disamakan dengan manajemen.

1) Leadership dan Perubahan


Kouzes dan Posner (1987) melakukan pengamatan
dan menunjukkan bahwa ketrampilan kepemimpinan
dapat dipelajari. Kouzes & Posner mengemukakan 5
langkah proses yang mana seorang leader dapat
melakukan sesuatu :
a. Tantangan adalah proses mendorong orang lain berani
mengambil risiko
b. Bersemangat untuk mencapai visi
c. Memungkinkan bawahan untuk bertindak
d. Menjadi model
e. Mendorong dan mendukung dengan hati
Penerapan kelima langkah ini memiliki arti bahwa
seorang leader perlu untuk belajar bagaimana menjadikan
timnya sebagai kekuatan yang positif

2) Keterbatasan dominansi diri dan pengaruh interpersonal


Drath (2001) memberikan satu kritik yang menarik
mengenai teori leadership “Dominansi diri (teori trait dan
kepemimpinan yag karismatik) dan pengaruh
interpersonal (kepemimpinan transformative,
kepemimpinan transaksional dan teori kontingensi)”.
Pengembangan leaders dan leadership : definisi
pengembangan leadership Yukl (1998) menjelaskan
bahwa leadership dan manajemen adalah berbeda tetapi
saling terkait. Wexley & Baldwin (1986) menguraikan
bahwa pengembangan manajemen yang utama adalah

64 Kepemimpinan Kontemporer
sebagai edukasi dan pelatihan dengan menekankan
kepada jenis-jenis pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan khusus yang akan diperoleh. Mc. Cauley et al
(1998) mendefinisikan pengembangan leadership sebagai
perluasan sekumpulan kapasitas yang berhubungan
dengan anggota organisasi untuk mengikutsertakan
secara efektif dalam peran-peran dan proses-proses
leadership. Keys & Wolfe (1988) menjelaskan bahwa
proses leadership sebagai kemampuan sekelompok orang
untuk bekerja bersama-sama penuh arti mengingat proses
manajemen yang cenderung untuk menjadikan posisi dan
yang berhubungan dengan organisasi secara khusus.

3) Pengembangan Kepemimpinan dan pemimpin yang


efektif
Day (2001) membuat perbedaan antara
Pengembangan Kepemimpinan dan pemimpin yang
efektif. Pengembang leader ciri khasnya difokuskan pada
kemampuan dasar individu dan ketrampilan, dan
kemampuan dikelompokkan dengan peran-peran
leadership secara formal. Sering yang berhubungan
dengan perkembangan model menyangkut pembangunan
kompetensi personal yang dibutuhkan untuk membentuk
model diri yang akurat agar mengikutsertakan
perkembangan identitas dan sikap yang sehat (Hall &
Seibert, 1992). Pengembangan leader kemudian
memerlukan individu tersebut untuk menggunakan
model dirinya agar berpenampilan secara efektif dalam
berbagai peran. Penekanan utama pada pengembangan
leadership adalah membangun dan menggunakan
kemampuan interpersonal (Day, 2001).

Kunci aspek-aspek program pengembangan yang


termasuk kesadaran sosial seperti orientasi pada pelayanan,
empati dan pengembangan lainnya; ketrampilan sosial seperti
membangun hubungan, kolaborasi, kerjasama dan manajemen
konflik. Conger et al (1999) memperingatkan tendensi dalam

Kepemimpinan Kontemporer 65
organisasi untuk membiarkan pengembangan leadership
menjadi ”proses yang tanpa rencana” dimana tujuan
pengembangan tidak jelas, akontabilitas terhadap pelaksanaan
dan terdapat kegagalan untuk evaluasi yang efektif. Perbedaan
antara pengembangan leadership dan pengembangan leader
sebaiknya tidak membiarkan yang satu cenderung untuk
dipertimbangkan melebihi yang lain. Pengembangan leader
tanpa menghormati keterkaitan yang berhubungan dengan
organisasi dan konteks sosial mengabaikan banyak literatur
leadership dan sedikit untuk mempertinggi kapasitas
organisasi.

4. Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)


Studi-studi mengenai sifat-sifat/ ciri-ciri mula-mula
mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik
fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya
sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah
dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki
hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan
kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak
memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu
berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan
perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari
berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang
pemimpin. Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal
bagi seorang pemimpin telah dibahas dalam kegiatan belajar
ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat/ciri yang ideal
tersebut.

5. Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)


Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun
1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah
didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari
perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan
selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk
mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang
berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan

66 Kepemimpinan Kontemporer
untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan
dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti
kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya
menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk
menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi
kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya
penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini
adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian
mempunyai lebih banyak bawahan yang puas. Hasil studi
kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa
perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua
kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil
penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa
perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi
kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil.
Sementara itu, model leadership continuum dan Likert‟s
Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku
pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan.
Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya
menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh
Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh
Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin
pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya
kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada
produksi.

6. Teori Kontingensi (Contigensy Theory)


Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola
perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai
situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang
kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku
pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut.
Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan
mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang
mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya
bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius
dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka

Kepemimpinan Kontemporer 67
kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek
situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik
pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku
kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para
pengikut. LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan
dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel
situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC)
dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang
berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi
yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para
pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih
menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan
maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange
Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin
mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang
berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard
Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para
pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin
dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan
pemimpin pengikut.

Leader Participation Model menggambarkan bagaimana


perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan
dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis
situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada
perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai
dengan keadaan yang dihadapinya.

C. Teori Kepemimpinan Kontemporer


1. Teori Atribut Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa
kepemimpinan semata-mata merupakan suatu atribusi yang
dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai individu-
individu lain yang menjadi bawahannya. Beberapa teori
atribusi yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak orang
yaitu:

68 Kepemimpinan Kontemporer
a. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference),
yakni perilaku orang lain merupakan sumber informasi
yang kaya.
b. Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious
Attentional Resources) bahwa proses persepsi terjadi
dalam kognisi orang yang melakukan persepsi
(pengamatan).
c. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh
Kelly & Micella, 1980 yaitu teori yang berfokus pada akal
sehat.

2. Kepemimpinan Kharismatik
Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari
proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-
atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang
kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih
penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin
tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut. Berbagai
teori tentang kepemimpinan karismatik telah dibahas dalam
kegiatan belajar ini. Teori kepemimpinan karismatik dari
House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan
motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap
tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori
atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi
pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi
sebagai proses sekunder.
Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi
nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap
kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit
terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan
sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi
oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi
dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses
penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis
tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa
pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi
dengan pemimpin tersebut. Karisma merupakan sebuah

Kepemimpinan Kontemporer 69
fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan
oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma
walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan
karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap
para pengikut dan organisasi.

3. Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin pentransformasi (transforming leaders)
mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan
mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang
lebih tinggi. Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan
transformasional dalam organisasi dan membedakan
kepemimpinan transformasional, karismatik dan transaksional.
Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi
lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan,
mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih
tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan
organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya
kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut,
serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang
diharapkan darinya. Efek-efek transformasional dicapai
dengan menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional,
perhatian yang diindividualisasi serta stimulasi intelektual.
Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah
memberikan suatu kejelasan tentang cara pemimpin
transformasional mengubah budaya dan strategi-strategi
sebuah organisasi. Pada umumnya, para pemimpin
transformasional memformulasikan sebuah visi,
mengembangkan sebuah komitmen terhadapnya,
melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut,
dan menanamkan nilai-nilai baru.

70 Kepemimpinan Kontemporer
TIPOLOGI KEPEMIMPINAN

Seiring dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia


dengan berbagai perubahan jaman, sejak jaman purba, kerajaan,
kemerdekaan manusia dari kekuasaan raja hingga jaman abad
moderen, tipologi Kepemimpinan secara garis besar terbagi menjadi 5
tipe

1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang
memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi
sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan
tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu
tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-
rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung
unsur paksaan dan bersifat menghukum

2. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud
dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang
pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe
militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut
: Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering
dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung
kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang
berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan

Kepemimpinan Kontemporer 71
3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang
paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya;
dan sering bersikap maha tahu.

4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan
sebab-sebab- sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki
karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian
mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada
umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat
besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat
menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.
Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang
menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan
bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib
(supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak
dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi
bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah
seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin
yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada
waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil,
Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang „ganteng”.

5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan
bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk
organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini
memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan
bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha

72 Kepemimpinan Kontemporer
mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya;
selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan
yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri
pribadinya sebagai pemimpin. Secara implisit tergambar bahwa
untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang
mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang
paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha
menjadi seorang pemimpin yang demokratis.

A. Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi Sosio


Psikologis
Kondisi sosio-psikologis adalah semua kondisi eksternal
dan internal yang ada pada saat pemunculan seorang pemimpin.
Dari sisi kondisi sosio-psikologis pemimpin dapat dikelompokkan
menjadi pemimpin kelompok (leaders of crowds), pemimpin
siswa/mahasiswa (student leaders), pemimpin publik (public
leaders), dan pemimpin perempuan (women leaders). Masing-
masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub-tipenya. Sub-
tipe pemimpin kelompok adalah: crowd compeller, crowd
exponent, dan crowd representative.
Sub-tipe pemimpin siswa/mahasiswa adalah: the explorer
president, the take charge president, the organization president, dan
the moderators. Sub-tipe pemimpin publik ada beberapa, yaitu:
1. Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical
2. Menurut Bell, dkk: formal leader, reputational leader, social
leader, dan influential leader
3. Menurut J.M. Burns, ada pemimpin legislatif yang : ideologues,
tribunes, careerist, dan parliementarians.

Kepemimpinan Kontemporer 73
4. Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin
publik, yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang
membedakannya dengan pemimpin bukan Nabi atau Rasul,
yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat
pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti ajaran
yang dibawanya dan meneladani semua sikap dan perilakunya.
5. Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang
oleh masyarakat dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai: the earth
mother, the manipulator, the workaholic, dan the egalitarian.

B. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Kepribadian


Tipologi kepemimpinan berdasar kepribadian dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu tipologi Myers
- Briggs dan tipologi berdasar skala CPI (California Personality
Inventory). Myers - Briggs mengelompokkan tipe-tipe kepribadian
berdasar konsep psikoanalisa yang dikembangkan oleh Jung, yaitu:
extrovert - introvert, sensing - intuitive, thinking - feeling, judging -
perceiving. Tipe kepribadian ini kemudian dia teliti pada manajer
Amerika Serikat dan diperoleh tipe pemimpin berdasar kepribadian
sebagai berikut:
1. ISTJ: introvert - sensing - thinking – judging
2. ESTJ: extrovert - sensing - thinking – judging
3. ENTJ: extrovert - intuitive - thinking – judging
4. INTJ:introvert - intuitive - thinking - judging
Kemudian dengan menggunakan tipe kepribadian yang
disusun berdasar konsep psikoanalisa Jung, Delunas melakukan
penelitian terhadap para manajer dan ekesekutif negara bagian, dan
mengelompokkan tipe pemimpin berdasar kepribadian sebagai
berikut
1. Sensors – perceivers
2. Sensors – judgers
3. Intuitive – thinkers
4. Intuitive – feelers
Tipologi kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang
disusun dengan menggunakan skala CPI (California Personality

74 Kepemimpinan Kontemporer
Invetory) yang mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader,
innovator, saint, dan artist.

C. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Gaya Kepemimpinan


Ada empat kelompok tipologi kepemimpinan yang disusun
berdasar gaya kepemimpinan, yaitu tipologi Blake - Mouton,
tipologi Reddin, tipologi Bradford - Cohen, dan tipologi Leavitt.
Menurut Blake - Mouton tipe pemimpin dapat dibagi ke dalam tipe:
1. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah,
Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi,
2. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi,
Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah,
3. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah,
Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah,
4. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Moderat, Orientasi
Tugasnya Moderat, dan
5. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi,
Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi

Kemudian Reddin melakukan pengembangan lanjut atas


tipologi ini, dan menemukan tipe pemimpin sebagai berikut:
deserter, missionary, compromiser, bureaucrat, benevolent autocrat,
developer, dan executive. Sementara Bradford dan Cohen membagi
tipe pemimpin menjadi: technician, conductor, dan developer.
Tipologi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Leavitt membagi
tipe pemimpin menjadi: pathfinders, problem solvers, dan
implementers.

D. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Peran Fungsi dan


Perilaku
Tipologi pemimpin berdasar fungsi, peran, dan perilaku
pemimpin adalah tipologi pemimpn yang disusun dengan titik
tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok . Tipe- tipe
pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe berdasar fungsi, berdasar peran, dan berdasar
perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin.

Kepemimpinan Kontemporer 75
1. Berdasar perilakunya, tipe pemimpin dikelompokkan dalam :
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Cattell dan
Stice; S. Levine; Clarke; Komaki, Zlotnik dan Jensen.
2. Berdasar fungsinya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Bales dan
Slater; Roby; Shutz; Cattell; Bowes dan Seashore.
3. Berdasar perannya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh : Benne dan
Sheats; dan Mintzberg.

E. Peran- peran Pemimpin


1. The Vision Role
Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif
mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan
organisasi. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat
menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran.
Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang,
para pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-
tujuan bagi individu dan unit-unit kerja. Peran
Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam
mengendalikan organisasi meliputi: (a) mengelola harta milik
atau aset organisasi; (b) mengendalikan kualitas kepemimpinan
dan kinerja organisasi; (c) menumbuhkembangkan serta
mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang
berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi. Dan
peran pengendalian serta pemelihara / pengendali hubungan
dalam organisasi merupakan pekerjaan kepemimpinan yang
berat bagi pemimpin. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan,
seni dan keahlian untuk melaksanakan kepemimpinan yang
efektif.
Ruang lingkup peran pengendali organiasasi yang
melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada
perumusan pendefinisian masalah dan pemecahannya,
pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian
kerja dan manajemen konflik. Ruang lingkup peran hubungan

76 Kepemimpinan Kontemporer
yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam
pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata
kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi;
pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal
dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya.

2. Peran Pembangkit Semangat


Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan
oleh seorang pemimpin adalah peran membangkitkan semangat
kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan cara memberikan pujian
dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk
penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian
yang tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian
yang berbentuk uang atau benda yang dapat kuantifikasi.
Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang
sudah disepakati bersama dan transparan. Insentif akan efektif
dalam peningkatan semangat kerja jika diberikan secara tepat,
artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan karyawan yang diberi
insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi dalam
organisasi , serta diberikan dalam suatu „event‟ khusus. Peran
membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan
dukungan, bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung
maupun tidak langsung, dalam kalimat-kalimat yang sugestif.
Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk peningkatan atau
penambahan sarana kerja, penambahan staf yag berkualitas,
perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.

3. Peran Menyampaikan Informasi


Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau
organisasi; artinya walaupun produk dan layanan purna jual
perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan
eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan
bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan
koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau
penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa
sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang
dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi

Kepemimpinan Kontemporer 77
yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar
diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring
tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul
dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang
pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke
ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara
baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula.
Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki
pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang
pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang
tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami
masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.

F. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung
pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang
pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai
dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom
(1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada
dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini.
1. Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa
“Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan
(bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini
mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan
menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat
kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang
ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin,
sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara
mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada
pandangan fasilitas atau determinitis.

78 Kepemimpinan Kontemporer
2. Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang
ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim
pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa
“Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau
dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan
inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan
pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi
pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
3. Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak
seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi
terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga.
Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti
bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang
baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat
tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang
teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk
dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi
positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan
merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun
demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih
diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja
faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang
baik.

Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang


timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard
(1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya
merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu
sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan
tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan
Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan
(k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan
situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok
untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan

Kepemimpinan Kontemporer 79
sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan
baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan
setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti
keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan
bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan
anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat
siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati
bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya
seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh
sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan
dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan
Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang
pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku
orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan
pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama
dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang
situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan,
bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu
dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan
kepemimpinan.

1. Gaya Kepemimpinan Demokratis


Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia
sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap
kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis
diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan
penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan
mengembangkan organisasi/kelompok. Di samping itu
diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai
pelaksana (eksekutif).
Dengan didominasi oleh ketiga perilaku
kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini diwarnai dengan
usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan
manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan

80 Kepemimpinan Kontemporer
prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu
dengan yang lain. Pemimpin memandang dan menempatkan
orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki
kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat,
minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain- lain yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalu
dihargai dan disalurkan secara wajar. Berdasarkan prinsip
tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat
usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin.
Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan
kesempatan yang luas bagi anggota kelompok/organisasi
untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu
disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping
memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap
anggota kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana
sebagai pembantu pucuk pimpinan, memperoleh pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab, yang sama atau seimbang
pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para
anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan
dikembangkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit
masing-masing, dengan mendorong terwujudnya kerja sama,
baik antara anggota dalam satu maupun unit yang berbeda.
Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja
diberi kesempatan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam
mengembangkan sikap dan kemampuannya memimpin.
Kondisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk
dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara
berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun,
pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil
keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang
diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-
masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap
keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan,
justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya

Kepemimpinan Kontemporer 81
sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota
kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk
kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk
kepentingan bersama. Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan
dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada
perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara
keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun
pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar

2. Gaya Kepemimpinan Otoriter


Kepemimpinan otoriter merupakan gaya
kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia. Oleh karena
itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan
satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka
tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak
sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang
jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai,
yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan
semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan
bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya
lebih, dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya.
Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga
dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah.
Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena
dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar.
Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu nasib
bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain
harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin.
Kekuasaan pimpinan digunakan untuk menekan bawahan,
dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat
utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya
rasa takut dan kepatuhan yang bersifat kaku. Kepemimpinan
dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan
Kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai
undang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Di
samping itu sering pula terlihat gaya dalam kepemimpinan

82 Kepemimpinan Kontemporer
pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa Nazi
Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan


Pelengkap
Kepemimpinan Bebas merupakan kebalikan dari tipe
atau gaya kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku
ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh
perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan
perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya
ternyata sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam
arti sebagai rangkaian kegiatan menggerakkan dan memotivasi
anggota kelompok/organisasinya dengan cara apa pun juga.
Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya
dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang
yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan
kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan
masing-masing, baik secara perseorangan maupun berupa
kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan
dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi
kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota
kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan
baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan
menetapkan keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan.
Kepemimpinan dijalankan tanpa berbuat sesuatu,
karena untuk bertanya atau tidak (kompromi) tentang sesuatu
rencana keputusan atau kegiatan, tergantung sepenuhnya pada
orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan seperti itu setiap
terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu
berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya
menjadi keputusan atau kegiatan yang dilaksanakan
kelompok/organisasinya. Pemimpin melepaskan diri dari
tanggung jawab (deserter), dengan menuding bahwa yang
salah adalah anggota kelompok/organisasinya yang
menetapkan atau melaksanakan keputusan dan kegiatan
tersebut. Oleh karena itu bukan dirinya yang harus dan perlu
diminta pertanggungjawaban telah berbuat kekeliruan atau

Kepemimpinan Kontemporer 83
kesalahan. Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun
orang-orang yang dipimpin atau bawahan yang mengambil
inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan dan tidak pula
melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan
keseluruhan kelompok/ organisasi menjadi tidak berfungsi.
Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau
melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini
diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan
kehendak sendiri, maka akan berakibat suasana kebersamaan
tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak terarah dan simpang
siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau,
setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah
menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban.
Gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk
dalam tipe kepemimpinan bebas ini antara lain :
a. Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan
pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba,
memperuncing perselisihan, menimbulkan dan
memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain
dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi
dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap orang
luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan
keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk
kepentingan pemimpin sendiri
b. Kepemimpinan Simbol
Tipe kepemimpinan ini menempatkan seorang
pemimpin sekedar sebagai lambang atau simbol, tanpa
menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya.
Di samping gaya kepemimpinan demokratis,
otokrasi maupun bebas maka pada kenyataannya sulit
untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya
atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat
dikategorikan ke dalam salah satu tipe kepemimpinan
tersebut. Sehubungan dengan itu sekurang kurangnya

84 Kepemimpinan Kontemporer
terdapat lima gaya atau perilaku kepemimpinan seperti
itu. Kelima gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah
a) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Ahli (Expert)
b) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik
c) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Paternalistik
d) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pengayom
e) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Tranformasional

4. Gaya Kepemimpinan Situasional


Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang
timbulnya berbagai macam gaya kepemimpinan, Hersey dan
Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan
pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen,
yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana
proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari
pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan
proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu
fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s).,
yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey
dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat
mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan
unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan
tujuan organisasi.
Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan
mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan
mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan
teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah
seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari
suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap
melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati
bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi,
bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena
sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para
pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut
untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard
adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang

Kepemimpinan Kontemporer 85
pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi
perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya,
tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya
tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena
memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga
unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu
pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling
terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat
keberhasilan kepemimpinan.

Kepemimpinan Situasional saling mempengaruhi adalah


kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan
a. Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin
(prilaku tugas)
b. Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin
(prilaku hubungan)
c. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam
melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu (kematangan
bawahan).

Untuk lebih mengerti secara mendalam tentang


Kepemimpinan Situasional, perlu bagi kita mempertemukan antara
Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada
saat kita berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah:
a. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas
tertentu.
b. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi
tersebut. Terdapat 4 gaya kepemimpinan yaitu:
a) Memberitahukan, Menunjukkan, Memimpin, Menetapkan
(TELLING- DIRECTING)
b) Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk
(SELLING-COACHING)
c) Mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama
(PARTICIPATING- SUPPORTING)
d) Mendelegasikan, Pengamatan, Mengawasi, Penyelesaian
(DELEGATING)

86 Kepemimpinan Kontemporer
Menurut Hersey, Blanchard dan Natemeyer ada hubungan
yang jelas antara level kematangan orang-orang dan atau kelompok
dengan jenis sumber kuasa yang memiliki kemungkinan paling
tinggi untuk menimbulkan kepatuhan pada orang-orang tersebut.
Kepemimpinan situational memAndang kematangan sebagai
kemampuan dan kemauan orang- orang atau kelompok untuk
memikul tanggungjawab mengarahkan perilaku mereka sendiri
dalam situasi tertentu. Maka, perlu ditekankan kembali bahwa
kematangan merupakan konsep yang berkaitan dengan tugas
tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin dicapai pemimpin.
Dari penjelasan di atas konsep KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
dapat digambarkan dalam table berikut:

Paul Hersey dan Ken. Blanchard, juga menambahkan


bahwa seorang pemimpin harus memahami kematangan
bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya
kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a. Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka
gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk
memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu
dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan
secara spesifik.
b. Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk
menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan
adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual,
Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk.

Kepemimpinan Kontemporer 87
c. Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu)
maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini
adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri
kesempatan untuk mengambil keputusan.
d. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya
kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan
tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang
baik. Bagaimana cara kita memimpin haruslah dipengaruhi
oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga
kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal.

Tidak banyak orang yang lahir sebagai pemimpin.


Pemimpin lebih banyak ada dan handal karena dilatihkan. Artinya
untuk menjadi pemimpin yang baik haruslah mengalami trial and
error dalam menerapkan gaya kepemimpinan.
Pemimpin tidak akan pernah ada tanpa bawahan dan
bawahan juga tidak akan ada tanpa pemimpin. Kedua komponen
dalam organisasi ini merupakan sinergi dalam perusahaan dalam
rangka mencapai tujuan. Paul Hersey dan Ken Blanchard telah
mencoba melepar idenya tentang kepemimpinan situasional yang
sangat praktis untuk diterapkan oleh pemimpin apa saja. Tentu
masih banyak teori kepemimpinan lain yang baik untuk dipelajari.
Dari Hersey dan Blanchard, orang tahu kalau untuk menjadi
pemimpin tidaklah cukup hanya pintar dari segi kognitif saja tetapi
lebih dari itu juga harus matang secara emosional. Pemimpin harus
mengetahui atau mengenal bawahan, entah itu kematangan
kecakapannya ataupun kemauan/kesediaannya.
Dengan mengenal type bawahan (kematangan dan
kesediaan) maka seorang pemimpin akan dapat memakai gaya
kepemimpinan yang sesuai. Sayangnya jaman sekarang banyak
pemimpin yang suka main kuasa saja tanpa mempedulikan
bawahan. Kalaupun mempedulikan bawahan itupun karena ada
motif tertentu seperti nepotisme.

88 Kepemimpinan Kontemporer
KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA
ORGANISASI

Sebagian para ahli seperti Stephen P. Robbins, Gary Dessler


(1992) dalam bukunya yang berjudul “Organizational Theory” (1990),
memasukan budaya organisasi kedalam teori organisasi. Sementara
Budaya perusahaan merupakan aplikasi dari budaya organisasi dan
apabila diterapkan dilingkungan manajemen akan melahirkan budaya
manajemen. Budaya organisasi dengan budaya perusahan sering
disalingtukarkan sehingga terkadang dianggap sama, padahal berbeda
dalam penerapannya. Kita tinjau Pengertian budaya itu sendiri
menurut : “The International Encyclopedia of the Social Science” (1972)
dpat dilihat menurut dua pendekatan yaitu pendekatan proses
(process-pattern theory, culture pattern as basic) didukung oleh Franz
Boas (1858-1942) dan Alfred Louis Kroeber (1876-1960). Bisa juga
melalui pendekatan structural-fungsional (structural-functional theory,
social structure as abasic) yang dikembangkan oleh Bonislaw
Mallllinowski (1884-1942) dan Radclife-Brown yang kemudians dari
dua pendekatan itu Edward Burnett Tylor (1832-1917 secara luas
mendefinisikan budaya sebagai :”…culture or civilization, taken in its
wide ethnographic ense, is that complex whole wich includes
knowledge,belief, art, morals, law, custom and any other capabilities
and habits acquired by man as a memmmber of society” atau Budaya
juga dapat diartikan sebagai : “Seluruh sistem gagasan dan rasa,
tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses
belajar(Koentjaraningrat, 2001: 72 ) sesuai dengan kekhasan etnik,
profesi dan kedaerahan”(Danim, 2003:148).

Kepemimpinan Kontemporer 89
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih memahami
budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata ilmu
budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya
seperti ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga ada
beberapa istilah lain dari istilah budaya seperti budaya organisasi
(organization culture) atau budaya kerja (work culture) ataupun biasa
lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan istilah budaya perusahaan
(corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan dikenal
dengan istilah kultur pembelajaran sekolah (school learning culture)
atau Kultur akademis (Academic culture) Dalam dunia pendidikan
mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur akademis
yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami
bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi
terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif
terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem
nilai, kebiasaan (habits), citra akademis, ethos kerja yang
terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya
apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk
oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara
organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah
kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.
Fungsi pimpinan sebagai pembentuk Kultur akademis diungkapkan
oleh Peter, Dobin dan Johnson (1996) bahwa : Para pimpinan sekolah
khususnya dalam kapasitasnya menjalankan fungsinya sangat
berperan penting dalam dua hal yaitu : a). Mengkonsepsitualisasikan
visi dan perubahan dan b). Memiliki pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman untuk mengtransformasikan visi menjadi etos dan kultur
akademis kedalam aksi riil (Danim, Ibid., P.74).
Jadi terbentuknya Kultur akademis bisa dicapai melalui proses
tranformasi dan perubahan tersebut sebagai metamorfosis institusi
akademis menuju kultur akademis yang ideal. Budaya itu sendiri
masuk dan terbentuk dalam pribadi seorang dosen itu melalui adanya
adaptasi dengan lingkungan, pembiasaan tatanan yang sudah ada
dalam etika pendidikan ataupun dengan membawa sistem nilai
sebelumnya yang kemudian masuk dan diterima oleh institusi tersebut
yang akhirnya terbentuklah sebuah budaya akademis dalam sebuah

90 Kepemimpinan Kontemporer
organisasi. Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah nilai
yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku dalam hal ini
Ferdinand Tonnies membagi kebiasaan kedalam beberapa pengertian
antara lain :
1. Kebiasaan sebagai suatu kenyataan objektif sehari-hari yang
merupakan sebuah kelajiman baik dalam sikap maupun dalam
penampilan sehari-hari. Seorang pendidik sebagai profesionalis
biasa berpenampilan rapi, berdasi dan berkemeja dan bersikap
formal, sangat lain dengan melihat penampilan dosen institut
seni yang melawan patokan formal yang berlaku didunia
pendidikan dengan berpakaian kaos dan berambut panjang.
2. Kebiasaan sebagai Kaidah yang diciptakan dirinya sendiri yaitu
kebiasaan yang lahir dari diri pendidik itu sendiri yang
kemudian menjadi ciri khas yang membedakan dengan yang
lainnya.
3. Kebiasaan sebagai perwujudan kemauan untuk berbuat sesuatu
yaitu kebiasaan yang lahir dari motivasi dan inisatif yang
mencerminkan adanya prestasi pribadi. ( Soekanto, loc.cit, P.
174)

Pengertian budaya lebih banyak berhubungan dengan


kepribadian dan sikap dosen dalam menyikapi pekerjaannya
(profesionality), rekan kerjanya, kepemimpinan dan peningkatan
karakter internal (maturity character) terhadap lembaganya baik dilihat
dari sudut psikologis maupun sudut biologis seseorang. Dimana
budaya akademis secara aplikatif dapat dilihat ketika para anggota
civitas akademika sudah mempraktikan seluruh nilai dan sistem yang
berlaku di perguruan tinggi dalam pribadinya secara konsisten.

A. Budaya dan Kepribadian


Oleh karena budaya secara individu itu berkorelasi dengan
kepribadian, sehingga budaya berhubungan dengan pola prilaku
seseorang ketika berhadapan dengan sebuah masalah hidup dan
sikap terhadap pekerjaanya. Didalamnya ada sikap reaktif seorang
pendidik terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam otonomi
kampus sebagaimana yang terjadi, dimana dengan adanya
komersialisasi kampus bisakah berpengaruh terhadap perubahan

Kepemimpinan Kontemporer 91
kultur akademis penididik dalam sehari-harinya. Dilihat dari unsur
perbedaan budaya juga menyangkut ciri khas yang membedakan
antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun yang
membedakaan antara profesi yang satu dengan profesi yang lain.
Seperti perbedaan budaya seorang dokter dengan seorang dosen,
seorang akuntan dengan seorang spesialis, seorang professional
dengan seorang amatiran.
Ciri khas ini bisa diambil dari hasil internalisasi individu
dalam organisasi ataupun juga sebagai hasil adopsi dari organisasi
yang mempengaruhi pencitraan sehingga dianggap sebagai kultur
sendiri yang ternyata pengertiannya masih relatif dan bersifat
abstrak. Kita lihat pengertian budaya yang diungkapkan oleh Prof.
Dr. Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai : “Sebuah
system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut
yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. atau
secara institusi nilai yang dianut oleh suatu organisasi yang
diadopsi dari organisasi lain baik melalui reinventing maupun re-
organizing”(Ibid, Soerjono Soekanto, P. 174)
Budaya juga tercipta karena adanya adopsi dari organisasi
lainnya baik nilai, jargon, visi dan misi maupun pola hidup dan
citra organisasi yang dimanefestasikan oleh anggotanya. Seorang
pendidik sebagai pelaku organisasi jelas berperan sangat penting
dalam pencitraan kampus jauh lebih cepat karena secara langsung
berhadapan dengan mahasiswa yang bertindak sebagai promotor
pencitraan di masyarakat sementara nilai pencitraan sebuah
organisasi diambil melalui adanya pembaharuan maupun pola
reduksi langsung dari organisasi sejenis yang berpengaruh dalam
dunia pendidikan.
Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah sistem bisa
menjadi sebuah asumsi dasar sebuah organisasi untuk bergerak
didalam meningkatkan sebuah kinerjanya yang salah satunya
terbentuknya budaya yang kuat yang bisa mempengaruhi.
McKenna dan Beech berpendapat bahwa : „Budaya yang kuat
mendasari aspek kunci pelaksaan fungsi organisasi dalam hal
efisiensi, inovasi, kualitas serta mendukung reaksi yang tepat untuk
membiasakan mereka terhadap kejadian-kejadian, karena etos yang

92 Kepemimpinan Kontemporer
berlaku mengakomodasikan ketahanan“( McKenna, etal, Terj. Toto
Budi Santoso , 2002: 19)
Sedang menurut Talizuduhu Ndraha mengungkapkan
bahwa “Budaya kuat juga bisa dimaknakan sebagai budaya yang
dipegang secara intensif, secara luas dianut dan semakin jelas
disosialisasikan dan diwariskan dan berpengaruh terhadap
lingkungan dan prilaku manusia”( Ndraha, 2003:123).
Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah
prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang
diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap
sistem prilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik didalam
organisasi maupun diluar organisasi. Sekali lagi kalau Budaya
hanya sebuah asumsi penting yang terkadang jarang diungkapkan
secara resmi tetapi sudah teradopsi dari masukan internal anggota
organisasi lainnya. Vijay Sathe mendefinisikan budaya sebagai “The
sets of important assumption (opten unstated) that member of a
community share in common” ( Sathe, 1985: 18) Begitu juga budaya
sebagai sebuah asumsi dasar dalam pembentukan karakter individu
baik dalam beradaptasi keluar maupun berintegrasi kedalam
organisasi lebih luas diungkapkan oleh Edgar H. Schein bahwa
budaya bisa didefinisikan sebagai :
“A pattern of share basic assumption that the group learner
as it solved its problems of external adaptation anda internal
integration, that has worked well enough to be considered valid and
therefore, to be taught to new members as the correct way to
perceive, think and feel in relation to these
problems”. ( Schein, 1992:16)
Secara lengkap Budaya bisa merupakan nilai, konsep,
kebiasaan, perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah
organiasasi yang kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Bisa
berupa prilaku langsung apabila menghadapi permasalahan
maupun berupa karakter khas yang merupakan sebuah citra
akademik yang bisa mendukung rasa bangga terhadap profesi
dirinya sebagai dosen, perasaan memiliki dan ikut menerapkan
seluruh kebijakan pimpinan dalam pola komunikasi dengan
lingkungannya internal dan eksternal belajar. Lingkungan

Kepemimpinan Kontemporer 93
pembelajaran itu sendiri mendukung terhadap pencitraan diluar
organisasi, sehingga dapat terlihat sebuah budaya akan
mempengaruhi terhadap maju mundurnya sebuah organisasi.
Seorang professional yang berkarakter dan kuat kulturnya akan
meningkatkan kinerjanya dalam organisasi dan secara sekaligus
meningkatkan citra dirinya.

B. Organisasi dan Budaya


Membahas budaya, jelas tidak bisa lepas dari pengertian
organisasi itu sendiri dan dapat kita lihat beberapa pendapat
tentang organisasi yang salah satunya diungkapkan Stephen P.
Robbins yang mendefinisikan organisasi sebagai “…A consciously
coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary
that function or relatively continous basis to achieve a common goal
or set of goal”. ( Robbins, 1990: 4) Sedangkan Waren B. Brown dan
Dennis J. Moberg mendefinisikan organisasi sebagai “…. A
relatively permanent social entities characterized by goal oriented
behavior, specialization and structure”(Brown,etal,1980:6) Begitu
juga pendapat dari Chester I. Bernard dari kutipan Etzioni dimana
organisasi diartikan sebagai
“Cooperation of two or more persons, a system of
conciously coordinated personell activities or forces”( Etzioni,
1961:14.) Sehingga organisasi diatas pada dasarnya apabila dilihat
dari bentuknya, organisasi merupakan sebuah masukan (input) dan
luaran (output) serta bisa juga dilihat sebagai living organism yang
memiliki tubuh dan kepribadian, sehingga terkadang sebuah
organisasi bisa dalam kondisi sakit (when an organization gets sick).
Sehingga organisasi dianggap Sebagai suatu output (luaran)
memiliki sebuah struktur (aspek anatomic), pola kehidupan (aspek
fisiologis) dan system budaya (aspek kultur) yang berlaku dan
ditaati oleh anggotanya. Dari pengertian Organisasi sebagai output
(luaran) inilah melahirkan istilah budaya organisasi atau budaya
kerja ataupun lebih dikenal didunia pendidikan sebagai budaya
akademis. Untuk lebih menyesuaikan dengan spesifikasi penelitian
penulis mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah budaya
akademis.

94 Kepemimpinan Kontemporer
Menurut Umar Nimran mendefinisikan budaya organisasi
sebagai “Suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu
organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain”(Umar
Nimran, 1996: 11) Sedangkan Griffin dan Ebbert (Ibid, 1996:11) dari
kutipan Umar Nimran Budaya organisasi atau bisa diartikan
sebagai “Pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma
bersama yang menjadi ciri perusahaan/organisasi” Sementara
Taliziduhu Ndraha Mengartikan Budaya organisasi sebagai “Potret
atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu
organisasi atau perusahaan pada saat ini”( op.cit , Ndraha, P. 102)
Lebih luas lagi definisi yang diungkapkan oleh Piti Sithi-Amnuai
(1989) dalam bukunya “How to built a corporate culture”
mengartikan budaya organisasi sebagai :
A set of basic assumption and beliefs that are shared by
members of an organization, being developed as they learn to cope
with problems of external adaptation and internal integration.( Pithi
Amnuai dari kutipan Ndraha, p.102)
(Seperangkat asumsi dan keyakinan dasar yang dterima
anggota dari sebuah organisasi yang dikembangkan melalui proses
belajar dari masalah penyesuaian dari luar dan integarasi dari
dalam)
Hal yang sama diungkapkan oleh Edgar H. Schein (1992)
dalam bukunya “Organizational Culture and Leadershif”
mangartikan budaya organisasi lebih luas sebagai :
“ …A patern of shared basic assumptions that the group
learned as it solved its problems of external adaptation and internal
integration, that has worked well enough to be considered valid
and, therefore, to be taught to new members as the correct way to
perceive, think and feel in relation to these problems.( loc.cit, Schein,
P.16)
(“… Suatu pola sumsi dasar yang ditemukan, digali dan
dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai pengalaman
memecahkan permasalahan, penyesuaian terhadap faktor ekstern
maupun integrasi intern yang berjalan dengan penuh makna,
sehingga perlu untuk diajarkan kepada para anggota baru agar

Kepemimpinan Kontemporer 95
mereka mempunyai persepsi, pemikiran maupun perasaan yang
tepat dalam mengahdapi problema organisasi tersebut).
Sedangkan menurut Moorhead dan Griffin (1992) budaya
organisasi diartikan sebagai : Seperangkat nilai yang diterima selalu
benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk
memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan
tindakan mana yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut
dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara simbolis
lainnya(McKenna,etal, op.cit P.63).
Amnuai (1989) membatasi pengertian budaya organisasi
sebagai pola asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota
sebuah organisasi dari hasil proses belajar adaptasi terhadap
permasalahan ekternal dan integrasi permasalahan internal.
Organisasi memiliki kultur melalui proses belajar, pewarisan, hasil
adaptasi dan pembuktian terhadap nilai yang dianut atau
diistilahkan Schein (1992) dengan considered valid yaitu nilai yang
terbukti manfaatnya. selain itu juga bisa melalui sikap
kepemimpinan sebagai teaching by example atau menurut Amnuai
(1989) sebagai “through the leader him or herself” yaitu pendirian,
sikap dan prilaku nyata bukan sekedar ucapan, pesona ataupun
kharisma.
Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa budaya
organisasi diartikan sebagai kristalisasi dari nilai-nilai serta
merupakan kepercayaan maupun harapan bersama para anggota
organisasi yang diajarkan dari generasi yang satu kegenerasi yang
lain dimana didalamnya ada perumusan norma yang disepakati
para anggota organisasi, mempunyai asumsi, persepsi atau
pandangan yang sama dalam menghadapi berbagai permasalahan
dalam organisasi.
Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as
they learn to cope with problems of external adaptation anda
internal integration (Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala
anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-
masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah
internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi).(
Opcit Ndraha, P.76).

96 Kepemimpinan Kontemporer
Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali
oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
1. Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.
2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang
sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.
3. Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi
dan tata kerja.

Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang


diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing
Assumption”( loc.cit Vijay Sathe, p. 18) Sharing berarti berbagi nilai
yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin
warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap
sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang
dapat dibagi menjadi :
1. Share thing, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri
untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi
tersebut.
2. Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap,
ungkapan slogan, pemeo seprti didunia pendidikan terdapat
istilah Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun
ghoffur diperguruan muhammadiyah.
3. Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial
sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu
organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.
4. Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat,
acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi


bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai
(Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya
organisasi.( Silalahi,2004:8) harus mencakup faktor-faktor antara
lain : Keyakinan, Nilai, Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan
terhadap kemampuan pekerja
Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi
tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan

Kepemimpinan Kontemporer 97
pandangan barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43)
bisa dilaksanakan antara lain berupa :
1. Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
2. Menentukan batas-batas antar kelompok.
3. Distribusi wewenang dan status.
4. Mengembangkan syariat, tharekat dan ma‟rifat yang
mendukung norma kebersamaan.
5. Menentukan imbalan dan ganjaran
6. Menjelaskan perbedaan agama dan ideology

Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan


integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya
organisasi lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama
sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya
organisasi /perusahaan/budaya kerja/budaya akdemis. yaitu
1. Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang dominan.
2. Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama.
3. Teknologi, produksi dan jasa.
4. Industri dan kompetisinya/ persaingan antar perguruan tinggi.
5. Pelanggan/stakehoulder akademis.
6. Harapan perusahaan/organisasi.
7. Sistem informasi dan kontrol.
8. Peraturan dan lingkungan perusahaan.
9. Prosedur dan kebijakan.
10. Sistem imbalan dan pengukuran.
11. Organisasi dan sumber daya
12. Tujuan, nilai dan motto.

C. Budaya dengan Profesionalisme


Dalam perkembangan berikutnya dapat kita lihat ada
keterkaitan antara budaya dengan disain organisasi atau hubungan
budaya dengan keberhasilan suatu perguruan tinggi sesuai dengan
design culture yang akan diterapkan. Untuk memahami disain
organisasi tersebut, Harrison ( McKenna, etal, 2002: 65) membagi
empat tipe budaya organisasi :

98 Kepemimpinan Kontemporer
1. Budaya kekuasaan (Power culture)
Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan
menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara
memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat
mengikuti esepsi dan keinginan anggota suatu organisasi.
Seorang dosen, seorang guru dan seorang karyawan butuh
adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam
menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini
menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk
memajukan institusi organisasi. Kelajiman diinstitusi pendidikan
yang masih meenganut manajemen keluarga, peranan pemilik
institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan
institusi akademis, terkadang melupakan nilai profesionalisme
yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya
sebuah perguruan tinggi.

2. Budaya peran (Role culture)


Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis,
seperti peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik
yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan mengastabilkan
sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan
status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong
terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu
mengstabilkan suatu organisasi. Bagi seorang dosen tetap jauh
lebih cepat menerima seluruh kebijakan akademis daripada
dosen terbang yang hanya sewaktu-waktu hadir sesuai dengan
jadwal perkuliahan. Hampir semua orang menginginkan suatu
peranan dan status yang jelas dalam organisasi. Bentuk budaya
ini kalau diterapkan dalam budaya akademis dapat dilihat dari
sejauhmana peran dosen dalam merancang, merencanakan dan
memberikan masukan (input) terhadap pembentukan suatu nilai
budaya kerja tanpa adanya birokarasi dari pihak pimpinan. Jelas
masukan dari bawah lebih independen dan dapat diterima
karena sudah menyangkut masalah personal dan bisa didukung
oleh berbagai pihak melalui adanya perjanjian psikologis antara
pimpinan dengan dosen yang dibawahnya. Budaya peran yang
diberdayakan secara jelas juga akan membentuk terciptanya

Kepemimpinan Kontemporer 99
profesionalisme kerja seorang dosen dan rasa memiliki yang
kuat terhadap peran sosialnya di kampus serta aktifitasnya
diluar keegiatan akademis dan kegiatan penelitian.

3. Budaya pendukung (Support culture)


Budaya dimana didalamnya ada kelompok atau
komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan
terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam
organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam
menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya
pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan
anggota dibawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh
pihak pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan
oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi
tersebut. Jelas didalamnya ada keselaran antara struktur, strategi
dan budaya itu sendiri. Dan suatu waktu bisa terjadi adanya
perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus
menerus (longlife education)

4. Budaya prestasi (Achievement culture)


Budaya yang didasarkan pada dorongan individu dalam
organisasi dalam suasana yang mendorong eksepsi diri dan
usaha keras untuk adanya independensi dan tekananya ada
pada keberhasilan dan prestasi kerja. Budaya ini sudah berlaku
dikalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran,
penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi
kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi
yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan
tugasnya.
Dari empat tipe budaya diatas cukup mengena dalam
kaitannya dengan pengaruh budaya terhadap kinerja seorang
dosen dapat dilihat dari budaya prestasi atau lebih tepat sebagai
bentuk profesionalisme seorang dosen dalam perannya, dimana
Handi (1985) menyebutnya dengan istilah budaya
pribadi (person culture).

100 Kepemimpinan Kontemporer


Istilah profesionalisme dalam dunia kependidikan
bukanlah hal yang baru. Penulis beranggapan bahwa
profesionalisme itulah sebagian dari apilikasi budaya organisasi
secara person culture dalam hal ini dapat dilihat dari karakter dosen
dalam mengaplikasikan budaya akademis yang sudah disampaikan
oleh pihak institusi kampus. Dalam rangka peningkatan culture
akademis dan profesionalisme kerja perlu adanya pengelolaan
dosen (Sufyarma, 2004:.183). antara lain :
1. Meningkatkan kualitas komitmen dosen terhadap
pengembangan ilmu yang sejalan dengan tugas pendidikan dan
pengabdian pada masyarakat.
2. Menumbuhkan budaya akademik yang kondusif untuk
meningkatkan aktifitas intelektual.
3. Mengusahakan pendidikan lanjut dan program pengembangan
lain yang sesuai dengan prioritas program studi.
4. Menata ulang penempatan dosen yang sesuai dengan keahlian
yang dimilikinya agar profesionalisme dan efisiensi dapat
ditingkatkan.
5. Melakukan pemutakhiran pengetahuan dosen secara terus
menerus dan berkesinambungan. Sehingga perguruan tinggi
harus dikelola dengan professional memiliki dua faktor sebagai
bentuk penerapan budaya akademis yang kuat yaitu :
1) Profesional personal.
Adapun profesional personal ini memiliki karakteristik
antara lain :
a. Bangga atas pekerjaannya sebagai dosen dengan
komitmen pribadi yang kuat atas kreatifitas.
b. Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan
penuh inisatif.
c. Ingin selalu mengerjakan pekerjaan dengan tuntas dan
ikut terlibat dalam berbagai tugas diluar yang
ditugaskan kepadanya.
d. Ingin terus belajar untuk meningkatkan kemampuan
kerja dan kemampuan melayani.
e. Mendengarkan kebutuhan mahasiswa dan dapat bekerja
denga baik dalam tim.

Kepemimpinan Kontemporer 101


f. Dapat dipercaya, jujur, terus terang dan loyal.
g. Terbuka terhadap kritik yang bersifat konstruktif serta
siap untuk meningkatkan dan menyempurnakan
dirinya.
2) Professional institusional.
Adapun karakteristik profesional institusional dapat dilihat
dalam karakteristik sebagai berikut :
a. Perkuliahan berjalan lancar, dinamis dan dialogis.
b. Masa studi mahasiswa tidak lama dan sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan dan memperoleh indeks
prestasi yang tinggi.
c. Minat masyarakat yang memasuki perguruan tuinggi
adalah besar, karena perguruan tinggi yang
bersangkutan adalah legitimate dan credible.
d. Memiliki staf pengajar yang telah lulus studi lanjut (S2
dan S3) dan Aktif dalam Pertemuan ilmiah serta
produktif dalam karya ilmiah.
e. Pengelolaan perguruan tinggi yang memiliki visi yang
jauh kedepan, otonom, fleksible serta birokrasi yang
singkat dan jelas.
f. Program perguruan tinggi, baik akademik maupun
administratif harus disusun secara sistematis, sistemik
dan berkelanjutan.
g. Kampus harus dibenahi secara bersih, hijau dan sejuk.
h. Alumni perguruan tinggi harus mampu bersaing secara
kompetitif, baik secaranasional maupun global.

Sedangkan Mahfud MD (1998:4) antara lain menunjukan


beberapa karakteristik budaya akademis yang berpengaruh
terhadap profesionalisme dosen sebagai berikut :
1. Bangga atas pekerjaannya sebagai dosen dengan komitmen
pribadi yang kuat dan berkualitas.
2. Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan penuh
inisiatif.
3. Ingin selalu menegrjakan pekerjaan dengan tuntas dan ikut
terlibat dalam berbagai peran diluar pekerjaannya

102 Kepemimpinan Kontemporer


4. Ingin terus belajar untuk meningkatkan kemampuan kerja dan
kemampuan melayani.
5. Mendengar kebutuhan pelanggan dan dapat bekerja dengan
baik dalam suatu tim.
6. Dapat dipercaya, jujur, terus terang dan loyal.
7. Terbuka terhadap kritik yang bersifat konstruktif serta selalu
siap untuk meningkatkan dan menyempurnakan dirinya.

Selain itu kita lihat ada lima diskursus professional ( Danim,


2003:.126-127) yang berbeda diseputar profesionalisme keguruan
yaitu antara lain
1. Profesionalisme material (Material professionalism) merujuk
pada kemampuan professional guru atau tenaga pengembang
lain dilihat dari prespektif penguasaan material bahan ajar yang
harus ditransformasikan dikelas ataupun diluar kelas.
2. Profesionalime metodologikal (Methodological professionalism)
merujuk pada penguasaan metode dan strategi serta seni
mendidik dan mengajar sehingga memudahkan proses belajar
mengajar.
3. Profesionalisme sosial (Social professionalism) merujuk pada
kedudukan guru dan tenaga pengembang lain sebagai manusia
biasa dan sebagai anggota masyarakat dengan tidak kehilangan
identitas budaya sebagai pendidik oleh karena bisa diajdikan
contoh dan referensi prilaku dalam kehidupan masyarakat.
4. Profesionalisme demokratis (democratic professionalism)
merujuk pada tugas pokok dan fungsi yang ditampilkan oleh
guru dan tenaga pengembang lainnya harus beranjak dari, oleh
dan untuk peserta didiknya sehingga mencerminkan miniature
demokrasi masyarakat.
5. Profesionalisme manajerial (managerial professionalism)
merujuk pada kedudukan guru bukanlah orang yang secara
serta merta mentransmisikan bahan ajar saja tapi juga bertindak
sebagai direktur, manajer atau fasilaitastor belajar.

Kepemimpinan Kontemporer 103


D. Karakteristik Budaya Organisasi.
Penentuan indikator secara pasti mengenai budaya
organisasi jauh lebih sulit tetapi penulis mengambil dari beberapa
pendapat para ahli mengenai indikator yang menentukan budaya
organisasi.
Khun Chin Sophonpanich memasukan budaya pribadi ke
dalam Bank Bangkok 50 tahun yang lalu dengan beberapa indikator
antara lain :
1. Ketekunan (dilligency)
2. Ketulusan (sincerity),
3. Kesabaran (patience) dan
4. Kewirausahaan (entrepreneurship).

Sedangkan Amnuai dan Schien membagi budaya organisasi


kedalam beberapa indikator yaitu antara lain
1. Aspek kualitatif (basic)
2. Aspek kuantitatif (shared) dan aspek terbentuknya
3. Aspek komponen (assumption dan beliefs),
4. Aspek adaptasi eksternal (eksternal adaptation)
5. Aspek Integrasi internal (internal integration) sebagai proses
penyatuan budaya melalui asimilasi dari budaya organisasi yang
masuk dan berpengaruh terhadap karakter anggota.

Selangkah lebih maju tinjauan dari Dr.Bennet Silalahi yang


melihat budaya kerja dapat dilihat dari sudut teologi dan
deontology (Silalahi, 2004:25-32) seperti pandangan filsafat
Konfutse, etika Kristen dan prinsip agama Islam. Kita tidak
memungkiri pengaruh tiga agama ini dalam percaturan peradaban
dunia timur bahkan manajemen barat sudah mulai
memperhitungkannya sebagai manajemen alternatif yang
didifusikan ke manajemen barat setelah melihat kekuatan ekonomi
Negara kuning seperti Cina, Jepang dan Korea sangat kuat.
Perimbangan kekuatan ras kuning Asia yang diwakili Jepang, Korea
dan Cina tentu saja tidak bisa melupakan potensi kekuatan ekonomi
negara-negara Islam yang dari jumlah penduduknya cukup
menjanjikan untuk menjadi pangsa pasar mereka.

104 Kepemimpinan Kontemporer


Tinjauan ajaran Islam membagi budaya kerja kedalam
beberapa indikator antara lain :
1. Adanya kerja keras dan kerjasama
2. Dalam setiap pekerjaan harus unggul/professional/menjadi
khalifah
3. Harus mendayagunakan hikmah ilahi
4. Harus jujur, tidak saling menipu, harus bekerjasama saling
menguntungkan.
5. Kelemah lembutan.
6. Kebersihan
7. Tidak mengotak-kotakan diri/ukhuwah
8. Menentang permusuhan.

Sedangkan menurut ajaran konghucu budaya kerja ditinjau


dari budaya Ren yang terdiri dari lima sifat mulia manusia antara
lain :
1. Ren
Hubungan industrial supaya mengutamakan keterbatasan,
kebutuhan dan kualitas hidup manusia
2. Yi
Tipu muslihat, timbangan yang tidak benar, kualitas barang dan
jasa supaya disngkirkan atau dibenarkan agar tidak merugikan
para stakehoulder
3. Li
Instruksi kerja, penilaian unjuk kerja, peranan manajemen harus
dilandaskan pada kesopanan dan kesantunan
4. Zhi
Kearifan dan kebijaksanaan dituntut dalam perencanaan,
pengambilan keputusan dan ketatalaksanaan kerja, khususnya
dalam perencanaan strategi dan kebijakan)
5. Xing
Setiap manajer dan karyawan harus saling dapat dipercaya)
Lebih jelas lagi diungkapkan oleh Desmond graves (1986:126)
mencatat sepuluh item research tool (dimensi kriteria, indikator)
budaya organisasi yaitu :
1) Jaminan diri (Self assurance)
2) Ketegasan dalam bersikap (Decisiveness)

Kepemimpinan Kontemporer 105


3) Kemampuan dalam pengawasan (Supervisory ability)
4) Kecerdasan emosi (Intelegence)
5) Inisatif (Initiative)
6) Kebutuhan akan pencapaian prestasi (Need for
achievement)
7) Kebutuhan akan aktualisasi diri (Need for self actualization)
8) Kebutuhan akan jabatan/posisi (Need for power)
9) Kebutuhan akan penghargaan (Need for reward)
10) Kebutuhan akan rasa aman (Need for security).

Dari uraian diatas bahwa peningkatan kualitas kinerja


seorang penididik bisa dilakukan dengan memperhatikan kepuasan
kerja secara intensif baik kepuasan intrinsik maupun kepuasan
ekstrinsik dan memperbaiki budaya organisasi yang hanya
berorientasi tugas semata dengan menerapkan budaya kerja yang
berorientasi kinerja, persaingan, yang di sinergiskan dengan upaya
re-inveting organisasi dan pengembangan jenjang karier secara
berkala atau memperbaiki budaya organisasi yang berpola
paternalistik dengan budaya organisasi berpola profesionalisme.
Sehingga para pendidik memiliki kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara langsung kepada rekan kerja ataupun
kepada pihak pimpinan mengenai hal-hal yang menjadi hambatan
psikologis dan komunikasi yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan baik instrinsik maupun ekstrinsik dan pihak pimpinan
senantiasa memperhatikan dan memegang teguh prinsip keadilan
dan humanitas dalam pengembangan diri dimasa yang akan
datang.
Agar membentuk kesadaran untuk tetap meningkatkan
semangat dan budaya kerja yang inisiatif, kreatif dan penuh inovasi
dan pihak pimpinan akademisi atau institusi dapat
mengembangkan budaya terbuka dan dorongan terhadap seluruh
aktifitas akademis yang didukung oleh adanya penghargaan,
pengakuan dan bersifat reaktif dan pro-aktif terhadap
permasalahan akademis maupun non-akademis yang terjadi
dikalangan pendidik yang sebenarnya bisa berakibat menurunnya
citra dan semangat kekeluargaan antara pendidik dengan pihak
pimpinan akademisi.

106 Kepemimpinan Kontemporer


Peningkatan kepuasan kerja berupa materi maupun non-
materi untuk meningkatkan kesejahteraan dosen, kemudian
tingkatkan budaya akademisi yang berbasis pada peningkatan
penelitian, pengembangan jenjang pendidikan dosen yang
diseimbangkan dengan ketegasan dan control sehingga tercipta
budaya akdemisi yang kondusif. Serta Tingkatkan profesionalisme
kerja dalam pemberian jenjang jabatan tanpa menghilangkan
budaya kekeluargaan yang kuat dan didasari adanya control dan
penghargaan serta pengakuan yang proforsional.

Kepemimpinan Kontemporer 107


108 Kepemimpinan Kontemporer
KONSEP KEPEMIMPINAN KARISMATIK

Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya Pemimpin Dalam


Kepimpinan Pendidikan (1999). Menyatakan pemimpin adalah
individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat
(pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.
Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983: 255).
Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin,
artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau
kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
Kartini Kartono (1994 : 33). Pemimpin adalah seorang pribadi yang
memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan
kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-
orang lain untuk bersama- sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu,
demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat
besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga
membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap
hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Sehingga jika seorang
pemimpin tidak mampu membuat keputusan, seharusnya dia tidak
dapat menjadi pemimpin.
Dilain hal, pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku
mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin. Oleh sebab itu, untuk
mengetahui baik tidaknya keputusan yang diambil bukan hanya dinila
dari konsekwensi yang ditimbulkannya. Melainkan melalui berbagai
pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan
merupakan salah satu bentuk kepemimpinan, sehingga :

Kepemimpinan Kontemporer 109


1. Teori keputusan merupakan metodologi untuk menstrukturkan
dan menganalisis situasi yang tidak pasti atau berisiko, dalam
konteks ini keputusan lebih bersifat perspektif daripada
deskriptif
2. Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang
manajer memperoleh dan menggunakan data dengan
menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan
informasi yang relevan dan menganalisis data; manajer, secara
individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi
terutama informasi bisnisnya
3. Pengambilan keputusan adalah proses memlih di antara
tindakan untuk mengatasi masalah. Prosesnya dilakukan
melalui beberapa tahapan seperti, Identifikasi masalah,
mendefinisikan masalah, memformulasikan dan
mengembangkan alternative, implementasi keputusan, serta
evaluasi keputusan.
Kepemimpinan karismatik (charismatic leadership): karisma
diartikan “keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan
yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk
membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap
dirinya” atau atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas
kepribadian individu. Pemimpin kharismatik menampilkan ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Memiliki visi yang amat kuat atau kesadaran tujuan yang jelas.
2. Mengkomunikasikan visi itu secara efektif.
3. Mendemontrasikan konsistensi dan focus
4. Mengetahui kekuatan-kekuatan sendiri dan memanfaatkannya.

A. Karakteristik Kepemimpinan Karismatik


Gaya kepemimpinan karismatis dapat terlihat mirip dengan
kepemimpinan transformasional, di mana pemimpin menyuntikkan
antusiasme tinggi pada tim, dan sangat enerjik dalam mendorong
untuk maju. Namun demikian, pemimpin karismatis cenderung
lebih percaya pada dirinya sendiri daripada timnya. Ini bisa
menciptakan resiko sebuah proyek atau bahkan organisasi akan
kolaps bila pemimpinnya pergi. Selain itu kepemimpinan karismatis

110 Kepemimpinan Kontemporer


membawa tanggung- jawab yang besar, dan membutuhkan
komitmen jangka panjang dari pemimpin. Seorang pemimpin yang
kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya
yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang
sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan
secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya
tidak mempersoalkan nilai, sikap, dan perilaku serta gaya yang
digunakan pemimpin. Kepemimpinan karismatik menginginkan
anggota organisasi sebagai pengikutnya untuk mengadopsi
pandangan pemimpin tanpa atau dengan sedikit mungkin
perubahan. Karakteristik pemimpin yang karismatik dijelaskan oleh
Purwanto sebagai berikut:
1. Mempunyai daya penarik yang sangat besar, karena itu
umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya juga besar.
2. Pengikutnya tidak dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik
mengikuti dan menaati pemimpin itu.
3. Seolah-olah mempunyai kekuatan gaib.
4. Karisma yang dimiliki tidak bergantung pada umur, kekayaan,
kesehatan, ataupun ketampanan si pemimpin.
Sementara itu, Nurkolis mengungkapkan bahwa seorang
pemimpin karismatik mempunyai tujuh karakteristik kunci, yaitu
percaya diri, memiliki visi, memiliki kemampuan untuk
mengartikulasikan visi, memiliki pendirian yang kuat terhadap
visinya, memiliki perilaku yang berbeda dari kebiasaan orang,
merasa sebagai agen pembaru dan sensitif terhadap lingkungan.

1. Teori Konsep Diri Dari Kepemimpinan Karismatik


Kepemimpinan karismatik dalam hal sekumpulan
usulan yang dapat yang melibatkan proses yang dapat diamati
bukannya cerita rakyat dan mistik. Teori itu mengenali
bagaimana para pemimpin karismatik berperilaku, ciri dan
keterampilan mereka, dan kondisi dimana mereka paling
mungkin muncul. Sebuah keterbatasan dari teori awal adalah
ambiguitas tentang proses pengaruh. Shamir et al. (1993) telah
merevisi dan memperluas teori itu dengan menggabungkan
perkembangan baru dalam pemikiran tentang motivasi manusia
dan gambaran yang lebih rinci tentang pengaruh pemimpin

Kepemimpinan Kontemporer 111


pada pengikut. Asumsi berikut telah dilakukan mengenai
motivasi manusia:
a. Perilaku adalah ekspresi dan perasaan seseorang, nilai dan
konsep diri dan juga berorientasi sasaran dan pragmatis,
b. Konsep diri seseorang terdiri dari hierarki identitas dan
nilai sosial,
c. Orang secara intrinsik termotivasi untuk memperkuat dan
mempertahankan kepercayaan diri dan nilai diri mereka,
dan
d. Orang secara intrinsik termotivasi untuk memelihara
konsistensi di antara berbagai komponen dari mereka dan
antara konsep diri mereka dengan perilaku. 1). Indikator
dari Karismah
Seorang pemimpin yang karismatik memiliki pengaruh
yang dalam dan tidak biasa pada pengikut. Para pengikut
merasa bahwa keyakinan pemimpin adalah benar, mereka
bersedia mematuhi pemimpin, mereka merasakan kasih sayang
terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat dalam
misi kelompok atau organisasi, mereka memiliki sasaran kinerja
yang tinggi, dan mereka yakin bahwa mereka dapat
berkontribusi terhadap keberhasilan dari misi itu. Pemimpin
merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu
organisasi dan usaha. Baik di dunia business maupun di dunia
pendidikan, kesehatan, perusahaan, religi, sosial, politik,
pemerintahan negara, dan lain-lain, kualitas Pemimpin
menentukan keberhasilan lembaga atau organisasinya. Sebab
pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, bisa
mempengaruhi secara konstruktif orang lain, dan menunjukan
jalan serta perilaku benar yang harus dikerjakan bersama-sama
(melakukan kerja sama).

2. Ciri dan Perilaku Penting


Ciri dan perilaku pemimpin merupakan penentu penting
dari kepemimpinan karismatik. Para pemimpin yang karismatik
akan lebih besar kemungkinannya untuk memiliki kebutuhan
yang kuat akan kekuasaan, keyakinan yang tinggi, dan
pendirian kuat dalam keyakinan dan idealisme mereka sendiri.

112 Kepemimpinan Kontemporer


Perilaku kepemimpinan yang menjelaskan bagaimana seorang
pemimpin yang karismatik mempengaruhi sikap dan perilaku
dari pengikut meliputi sebagai berikut:
a. Menyampaikan sebuah visi yang menarik,
b. Menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif
saat menyampaikan visi
c. Mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri
untuk mencapai visi itu
d. Menyampaikan harapan yang tinggi
e. Memperlihatkan keyakinan akan pengikut
f. Pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten
dengan visi itu
g. Mengelola kesan pengikut akan pemimpin
h. Membangun identifkasi dengan kelompok atau organisasi,
dan
i. Memberikan kewenangan kepada pengikut.

3. Konsekuensi Dari Kepemimpinan Karismatik


Studi mengenai para pemimpin historis
mengungkapkan contoh dari karismatik yang positif dan negatif.
Franklin D. Roosevelt mengangkat Amerika Serikat keluar dari
Depresi Besar, menerapkan program sosial utama seperti
keamanan sosial, dan memobilisasi bangsa itu untuk perang
Dunia II. Dalam periode sejarah yang sama, Aldolf Hitler
mengubah Jerman dalam cara yang menghasilkan agresi
paranoid, penganiayaan, kerusakan, dan kematian jutaan orang.
Bagian ini membahas konsekuensi positif dari kepemimpinan
karismatik bagi para pengikut dan organisasi.

4. Karismatik Posisitf dan Negatif


Bagaimana caranya membedakan antara pemimpin
karismatik yang positif dan negatif telah menjadi masalah bagi
teori kepemimpinan.tidak selalu jelas apakah seorang pemimpin
tertentu harus digolongkan sebagai karismatik positif atau
negatif. Satu pendekatan adalh dengan menguji konsekuensi
bagi pengikut. Namun, kebanyakan pemimpin karismatik
memiliki pengaruh positif dan negatif pada pengikut, dan

Kepemimpinan Kontemporer 113


mungkin terjadi perselisihan tentang relatif pentingnya.
Terkadang bahkan ada ketidaksesuaian mengenai apakah hasil
tertentu menguntungkan atau mengganggu. Sebuah pendekatan
yang lebih baik untuk membedakan antara karismatik positif
dan negatif adalah dalam hal nilai dan kepribadian mereka.
Karismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi.
Mereka menekanka identifikasi prbadi daripada internalisasi.
Secara sengaja mereka berusaha untuk lebih menanamkan
kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
Mereka dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi
hanya sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan, dimana
setelahnya ideologi itu diabaikan atau diubah secara
sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu.
Mereka beusaha untuk mendominasi dan menaklukkan
pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung
pada pemimpin. Otoritas untuk membuat keputusan penting
dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman
digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak
dapat brbuat kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman
eksternal kepada organisasi. Keputuasan dari para pemimpin ini
mencermnkan perhatian yang lebih besar akan pemujaan diri
dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan
pengikut.
Sebaliknya, karismatik positif memiliki orientasi
kekuasaan sosial. Para pemimpin ini menekankan internalisasi
dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi. Mereka berusaha
untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri.
Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi
dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam
keputusan, dan penghargaan digunakan untuk menguatkan
perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi.
Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin
menguntungkan bagi pengikut walaupun konsekuensinya yang
mendukung tidak dapat dihindari jika strategi yang didorong
oleh pemimpin tidak tepat. Kepemimpinan kharismatik
menginginkan anggota organisasi sebagai pengikutnya untuk

114 Kepemimpinan Kontemporer


mengadopsi pandangan pemimpin tanpa atau dengan sedikit
mungkin perubahan.

5. Sisi Gelap dari Karisma


Karisma berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“anugrah”. Kekuatan yang tidak bisa dijelaskan secara logika
disebut kekuatan karismatik, karismatik itu sendiri tidak dimiliki
oleh setiap pemimpin namun hanya sebahagian kecil yang
mendapatkan karisma. Pemimpin karismatik dikelompokkan
menjadi dua tipe yaitu karismatik visioner dan karismatik di
masa krisis. Kartini Kartono (1994 Konsekuensi negatif yang
mungkin terjadi dalam organisasi dipimpin oleh karismatik
adalah:
1) Keinginan akan penerimaan oleh pemimpin menghambat
kecaman dari pengikut.
2) Pemujaan oleh pengikut menciptakan khayalan akan tidak
dapat berbuat kesalahan.
3) Keyakinan dan optimisme berlebihan membutakan
pemimpin dari bahaya nyata.
4) Penolakan akan masalah dan kegagalan mengurangi
pembelajaran organisasi.
5) Proyek berisiko yang terlalu besar akan besar
kemungkinannya untuk gagal.
6) Mengambil pujian sepenuhnya atas keberhasilan akan
mengasingkan beberapa pengikut yang penting.
7) Perilaku impulsif yang tidak tradisional menciptakan
musuh dan juga orang- orang yang percaya.
8) Ketergantungan pada pemimpin akan menghambat
perkembangan penerus yang kompeten.
9) Kegagalan untuk mengembangkan penerus menciptakan
krisis kepemimpinan pada akhirnya.

Dua kumpulan konsekuensi yang saling terkait


berkomposisi untuk meningkatkan kemungkinan bahwa karier
pemimpin akan terpotong singkat. Para pemimpin karismatik
cenderung untuk membuat keputusan yang berisiko yang dapat
mengakibatkan kegagalan serius, dan mereka cenderung untuk

Kepemimpinan Kontemporer 115


membuat musuh yang lebih kuat yang akan menggunakan
kegagalan demikian sebagai kesempatan untuk memindahkan
pemimpin dari kantornya. Pemimpin karismatik menekankan
tujuan-tujuan idiologis yang menghubungkan misi kelompok
kepada nilai-nilai, cita-cita, serta aspirsi-aspirasi yang berakar
dalam yang dirasakan bersama oleh para pengikut. Selain itu
kepemimpinan karismatik juga didasarkan pada kekuataan luar
biasa yang dimiliki oleh seorang sebagai pribadi. Pengertian
sangat teologis, karena untuk mengidentifikasi daya tarik
pribadi yang melekat pada diri seseorang, harus dengan
menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas
kepribadian yang dimiliki adalah merupakan anugerah tuhan.
Karena posisinya yang demikian itulah maka ia dapat dibedakan
dari orang kebanyakan, juga karena keunggulan kepribadian itu,
ia dianggap (bahkan) diyakini memiliki kekuasan supra natural,
manusia serba istimewa atau sekurang- kurangnya istimewa
dipandang masyarakat. Pemimpin karismatik adalah pemimpin
yang mewujudkan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan
identitas emosional pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam
diri bawahannya (Ivancevich, dkk, 2007:209). Pemimpin
karismatik mampu memainkan peran penting dalam
menciptakan perubahan. Individu yang menyandang kualitas-
kualitas pahlawan memiliki karisma. Sebagian yang lain
memandang pemimpin karismatik adalah pahlawan.

6. Pengaruh dari Karismatik Positif


Para pengikut akan jauh lebih baik bila bersama dengan
pemimpin yang karismatik positif daripada dengan pemimpin
karismatik negatif. Mereka lebih besar kemungkinannya akan
mengalami pertumbuhan psikologis dan perkembangan
kemampuan mereka dan organisasi akan lebih dapat beradaptasi
terhadap sebuah lingkungan yang dinamis, bermusuhan dan
kompetitif. Pemimpin yang karismatik positif biasanya
menciptakan sebuah budaya yang “ berorientasi keberhasilan”
(Harrison, 1987), “ sistem kinerja tinggi” (Vaill, 1987), atau
organisasi yang “dipicu oleh nilai secara langsung” (Peters &
Waterman, 1982).

116 Kepemimpinan Kontemporer


Organisasi jelas telah memahami misi yang telah
mewujudkan nilai-nlai sosial bukan hanya keuntungan atau
pertumbuhan, para anggota dari semua tingkatan diberikan
kewenangan untuk membuat keputusan penting tentang
bagaimana menerapkan strategis dan melakukan pekerjaan
mereka, komunikasinya terbuka dan informasi dibagikan, dan
struktur dan sistem organisasi mendukung misinya. Pemimpin
karismatik juga memiliki nilai positif dan negatif sehingga untuk
mempertahankan karisma itu sangat berat apalagi ditengah era
globalisasi ini. Pemimpin karismatik mampu memainkan peran
penting dalam menciptakan perubahan sehingga pemimpin
karisma itu lahir pada saat sebuah daerah/negara itu memiliki
krisis yang luar biasa dan muncullah sosok pemimpin yang
memilik karisma yang tinggi.
Pemimpin ini biasanya lahir dari golongan Agamis yang
mendapatkan pendidikan agama yang tinggi dan juga
mempunyai moralitas yang tinggi sehingga mempunyai
kemampuan yang luar biasa untuk manarik simpatik
masyarakat. Daya tarik yang luar biasa ini hanya dimiliki oleh
pemimpin yang mempunyai karisma yang tinggi.

B. Teori Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik
merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam
berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua
pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat
menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula
melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing

Kepemimpinan Kontemporer 117


komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi
dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau
kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam
organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak
ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi
kenyataan. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan
bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
(Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual
yang sangat dekat hubungannya dengan stres. Dalam teori
kepemimpinan, berkembang teori kepemimpinan karismatik
dan visioner (http://transformasi- indonesia.blogspot.com).
Kepemimpinan karismatik dan visioner diantaranya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Vision and articulation.
Pemimpin karismatik dan visioner memiliki visi, yaitu
tujuan ideal, dan mampu menjelaskan visi tersebut kepada
rakyat.
b. Personal risk
Pemimpin karismatik berani mengambil risiko pribadi
untuk mencapai visi.
c. Environmental sensitivity.
Pemimpin karismatik mampu melakukan perhitungan
realitis mengenai hambatan dari lingkungan dan kebutuhan
sumberdaya untuk mengupayakan terjadinya perubahan.

1) Sensitivity to follower needs.


Pemimpin karismatik mencoba memandang dari perspektif
orang lain (tidak hanya perspektif diri sendiri), serta
berempati terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
2) Unconventional behavior.
Pemimpin karismatik menunjukkan perilaku (konstruktif)
diluar kebiasaan dan seringkali menentang norma

118 Kepemimpinan Kontemporer


(destruktif) yang mengakar dalam masyarakat, tetapi untuk
perubahan ke arah perbaikan, misalnya reformasi.

Teori kepemimpinan karismatik merupakan suatu


perpanjangan dari teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa
para pengikut membuat atribusi atau penghubung dari
kemampuan kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka
mengamati perilaku-perilaku tertentu (Robins, 1996) Pandangan ini
dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

a. Pandangan tradisional (The Traditional View).


Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang
buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari.
Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan
irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional
akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer
untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

b. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View).


Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap
sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok
atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak
dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi
pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar
anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu
hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai
motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam
tubuh kelompok atau organisasi.

c. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan


ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi
terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang
kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu,
menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada
tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota

Kepemimpinan Kontemporer 119


di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan
kreatif.

Tipe kepemimpinan karismatik dapat diartikan sebagai


kemampuan menggunakan keistimewaan atau kelebihan sifat
kepribadian dalam mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah
laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan
mengagungkan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang
dikehendaki oleh pemimpin. Pemimpin disini dipandang istimewa
karena sifat-sifat kepribadiannya yang mengagumkan dan
berwibawa. Dalam kepribadian itu pemimpin diterima dan
dipercayai sebagai orang yang dihormati, disegani, dipatuhi dan
ditaati secara rela dan ikhlas. Kepemimpinan kharismatik
menginginkan anggota organisasi sebagai pengikutnya untuk
mengadopsi pandangan pemimpin tanpa atau dengan sedikit
mungkin perubahan. Pemimpin karismatik cenderung muncul di
dunia politik, agama, saat perang, atau saat perusahaan masih
dalam tahap awal atau menghadapi krisis yang mengancam
kelangsungan hidupnya. Selain ideologi dan ketidakpastian, faktor
situasional lain membatasi munculnya karisma di suatu level
organisasi. Tetapi, visi biasanya berlaku untuk keseluruhan
organisasi atau divisi-divisi utama. Tidak semua pemimpin yang
karismatik selalu bekerja demi kepentingan organisasinya. Banyak
dari pemimpin ini menggunakan kekuasaan mereka untuk
membangun perusahaan sesuai citra mereka sendiri. Hal yang
paling buruk, karisma yang egois ini membuat si pemimpin
menempatkan kepentingan dan tujuan-tujuan pribadi diatas tujuan
organisasi.

a. Menurut Stoner dan Freeman


Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan
menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view)
dan pandangan modern (Current View):
a) Pandangan tradisional.
Pandangan tradisional menganggap bahwa
konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat
mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan

120 Kepemimpinan Kontemporer


yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan
yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya
disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan
memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer
sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan
konflik.
b) Pandangan modern.
Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan
banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan
tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik
dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai
tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak
manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta
kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

b. Faktor-Faktor Penyebab Konflik


a) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian
dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik.
b) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga
membentuk pribadi- pribadi yang berbeda.
c) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

c. Jenis-Jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4
macam:
a) Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau
profesi (konflik peran (role))
b) Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga,
antar gank).
c) Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir
(polisi melawan massa).
d) Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
e) Konflik antar atau tidak antar agama
f) Konflik antar politik.

d. Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

Kepemimpinan Kontemporer 121


a) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok
(ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
b) keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
c) perubahan kepribadian pada individu, misalnya
timbulnya rasa dendam,- benci, saling curiga dll.
d) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang
terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak
yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik
menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil
tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya.
Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
a) Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak
akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar
yang terbaik.
b) Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan
menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.
c) Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan
menghasilkan percobaan yang memberikan
“kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.
d) Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan
menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

e. Langkah-Langkah Menangani Konflik


Selain itu, ada beberapa tips yang mungkin dapat
membantu Anda untuk menyelesaikan suatu konflik, yaitu:
a) Menjadi Pendamai.
b) Tetap netral.
c) Dengarkan kedua (atau lebih) pihak.
d) Mau membujuk pihak-pihak untuk bertanggung jawab.
e) Satukan pihak-pihak yang berselisih paham.
f) Beri semua pihak kesempatan berbicara.
g) Dorong mereka untuk memaafkan dan melupakan yang
lalu.

122 Kepemimpinan Kontemporer


f. Manajemen Konflik
Setiap negosiasi memiliki potensi konflik dalam
seluruh prosesnya, penting sekali bagi kita untuk memahami
cara mengatasi atau menyelesaikan konflik. Untuk menjelaskan
berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut
menang – kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran
manajemen konflik.
a) Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi
konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan
masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua
belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik
atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik
tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan
sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang
dimiliki atau dikuasai pihak lain. Cara ini sebetulnya
hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan
dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban
dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang
setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
b) Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita
memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kita
menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk
memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang
keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah
akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan
berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan
atau kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian
konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak
yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah,
sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan
terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan
tegas.

Kepemimpinan Kontemporer 123


c) Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran
ketiga yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita
berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi
kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk
menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar.
Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi
tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau
menciptakan perdamaian yang kita inginkan. Mengalah
dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita
menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian
yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara
kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa
dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga
mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga
selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran
pertama.
d) Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran pertama ini disebut dengan gaya
manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan
kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan
penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan
bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses
ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena
harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang
biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama
lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari
kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat
menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh .
Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa
masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya
keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha
dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua
kepentingan tersebut.

124 Kepemimpinan Kontemporer


Kepemimpinan Kontemporer 125
126 Kepemimpinan Kontemporer
KEPEMIMPINAN TRAMSFORMASIONAL

A. Pengertian Kepemimpinan Transformasional


Teori kepemimpinan transformasional atau inspirasional
didasarkan pada ide Burns? Menurut Burns (dalam Muin, 2010:46)
“kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada
dasarnya para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke
tingkat moralitas dan motivasi lebih tinggi”. Istilah
transformasional berasal dari kata to transform, yang artinya
mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain
yang berbeda. Pemimpin dapat menerapkan kaidah kepemimpinan
transformasional jika mampu mengubah energi sumber daya, baik
manusia, instrumen, maupun situasi untuk mencapai tujuan
reformasi birokrasi. Seorang pemimpin dengan gaya
transformasional merupakan pemimpin yang memiliki wawasan
jauh ke depan dan senantiasa berupaya untuk memperbaiki dan
mengembangkan organisasi, bukan hanya untuk saat ini namun
sampai masa yang akan datang. Berdasarkan hal ini pulalah
pemimpin dengan gaya transformasional juga dikatakan sebagai
pemimpin yang visioner.
Sedangkan menurut Covey dan Peters (dalam Muin,
2010:47), seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang
jelas, memiliki gambaran historis tentang bagaimana organisasi di
masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mendasarkan
dirinya pada cita-cita di masa depan, terlepas apakah visinya

Kepemimpinan Kontemporer 127


tersebut diakui sebagai visi yang hebat dan mendasar. Seorang
pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi
sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh
seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan
komitmen dalam pelaksanaannya. Nilai-nilai dari yang terpenting
dan dijunjung tinggi pemimpin adalah segala- galanya dan dapat
dijadikan rujukan untuk dijadikan nilai-nilai dasar organisasi (basic
values) yang dijunjung oleh seluruh pegawai.
1. Pemimpin transformasional adalah mengubah orang dan
organisasi, dengan cara menstimulus/merangsang para
bawahannya untuk bekerja menghasilkan kinerja yang tinggi.
Dengan demikian maka Pemimpin transformasional lebih
berfokus pada aspek-aspek perubahan pada
kepemimpinannya (Patricia, 337:2004).
2. Sarros dan Butchatsky (1996), bahwa model kepemimpinan
transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang
terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin sehingga
para pemimpin kita lebih berkerakyatan dan berkeadilan
sosial.
3. Keller (1992) mengemukakan bahwa Kepemimpinan
Transformational adalah sebuah gaya kepemimpinan yang
mengutamakan pemenuhan tingkatan tertinggi dari hirarki
kebutuhan Maslow yakni kebutuhan akan harga diri dan
aktualisasi diri.
4. Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan
bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin
yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan
dengan cara- cara tertentu (Yukl,1989: 224). Dengan penerapan
kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa
dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya,
sehingga bawahan akan termotivasi untuk melakukan sesuatu
lebih dari yang diharapkan.
5. O‟Leary (2001) mendefinisikan kepemimpinan
transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan
oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok
melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo

128 Kepemimpinan Kontemporer


atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang
sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada
prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari
apa yang bisa dilakukan. Dengan kata lain kepemimpinan
transformasional didasarkan pada kebutuhan akan
penghargaan diri, menumbuhkan kesadaran pada pemimpin
untuk berbuat yang terbaik. Hal ini sesuai dengan kajian
perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang
memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan sebagai sisi
yang saling berpengaruh.

Kepemimpinan transformasional sering diartikan sebagai


kepemimpinan yang sejati. Mengapa? Karena kepemimpinan ini
bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi
kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Para
pemimpin secara riil harus mampu mengarahkan organisasi
menuju arah baru (Locke, 1997). Kepemimpinan ini memotivasi
para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat
tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada
saat itu (Bass, 1985; Burns, 1978; Tichy dan Devanna, 1986, seperti
dikutip oleh Locke, 1997). Salah satu teori yang menekankan suatu
perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan
kepemimpinan adalah Kepemimpinan Transformasional (Bass,
1990).

B. Pentingnya Kepemimpinan Transformasional


Mengapa kepemimpinan transformasional penting bagi
pejabat administrator? Jabatan andministrator adalah sekelompok
Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan
publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya akan dibantu oleh beberapa
pejabat pengawas dan staf. Oleh karena itu agar organisasi memiliki
kinerja tinggi dengan memberdayakan segenap potensi yang ada
perlu menerapkan kepemimpinan transformasional. Model
kepemimpinan transformasional perlu diterapkan sebagai salah
satu solusi kepemimpinan di masa sekarang dan akan datang.
Demikian juga sebagai pemimpin perubahan. Mengapa? Karena

Kepemimpinan Kontemporer 129


kepemimpinan ini merupakan kepemimpinan yang membutuhkan
tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi
sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui
kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass, 1985; Burns, 1978; Tichy
dan Devanna, 1986, seperti dikutip oleh Locke, 1997).berdasarkan
hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001)
menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan
kepemimpinan transformasional dapat lebih menunjukkan sebagai
seorang pemimpin yang efektif dengan kinerja optimal.
Hal ini disebabkan dengan kepemimpinan transformasional
harus bisa membangun rasa percaya diri bawahan sehingga merasa
yakin kemampuan yang akan dimiliki. Pemimpin harus berharapan
yang lebih tinggi kepada bawahan agar mencapai keberhasilan
yang di harapkan. Adapun alasan-alasan mengapa perlu diterapkan
model kepemimpinan transformasional didasarkan pendapat Olga
Epitropika (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia, 2009:157), yaitu:
1. Secara signifikan meningkatkan kinerja organisasi mengapa?
Pemimpin transformasional mampu memotivasi pengikutnya
untuk melakukan sesuatu (kinerja) diluar dugaan (beyond
normal expectation) melalui transformasi pemikiran dan sikap
mereka untuk mencapai kinerja. Pemimpin transformasional
menunjukkan berbagai perilaku yakni pengaruh idealisme,
motivasi insporasional, stimulasi intelektual dan konsiderasi
individual, untuk meningkatkanmotivasi pegawai.
2. Peningkatan motivasi pegawai akan berdampak
meningkatkinerjaorganisasi. Dengan kepemimpinannya
tersebut akan menghasilkan organisasi berkinerja tinggi.
3. Secara positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran
jangkan panjang dan kepuasan pelanggan;
4. Membangkitkan komtimen yang lebih tinggi para anggotanya
terhadap keseharian organisasi;
5. Meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan
pemimpin;
6. Mengurangi stres para pekerja dan meningkatkan
kesejahteraan.

130 Kepemimpinan Kontemporer


Gaya kepemimpinan transformasional diyakini oleh banyak
pihak sebagai gaya kepemimpinan yang efektif dalam memotivasi
para bawahan untuk berperilaku seperti yang diinginkan. Menurut
Bernard Bass (NN, 2009), dalam rangka memotivasi pegawai, bagi
pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional,
menggunakan tiga cara yakni:
1. mendorong bawahan untuk lebih menyadari arti penting hasil
usaha.
2. mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan
kelompok.
3. meningkatkan kebutuhan bawahan lebih tinggi seperti harga diri
dan aktualisasi diri.

C. Prinsip-prinsip Kepemimpinan Transformasional


Menurut eksiklopedia Wikipedia yang dimaksud dengan
prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran
umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/
kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak.
Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun
perubahan, dan merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun
pemaknaan oleh sebuah objek atau subjek tertentu. Lalu prinsip-
prinsip apakah yang harus anda lakukan dalam menerapkan
kepemimpinan transformasional? Berikut ini akan dibahas prinsip
kepemimpinan menurut Erik Ress. Erik Rees, 2001 menyatakan
paradigma baru kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh
prinsip menciptakan kepemimpinan yang sinergis. Prinsip-prinsip
tersebut adalah:

1. Simplifikasi
Keberhasilan kepemimpinan diawali dengan sebuah
visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Visi
organisasi yang telah dirancang akan mendorong anggota
dalam organisasi tersebut mencapainya. Oleh karena itu
kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi
secara jelas, praktis dan transformasional mampu menjawab
“ke mana kita akan melangkah”. menjadi hal pertama yang
penting untuk kita implementasikan. Dengan mengetahui

Kepemimpinan Kontemporer 131


kemana akan melangkah akan memotivasi kita untuk
mewujudkannya. Steven covey menyebutkan dalam
melangkah mulai dari tujuan akhir. Oleh karena itu sebagai
pemimpin Administrator Anda perlu memiliki tujuan akhir,
yang dapat Anda jabarkan dalam visi, misi dan tujuan. Atau
apabila Unit Organisasi Anda telah memiliki visi dan misi,
maka dalam kepemimpinan Anda perlu membuat tujuan-
tujuan dalam setiap kegiatan yang akan Anda lakukan.

2. Motivasi.
Mengapa motivasi penting? Menurut Pamela & Oloko
(2015) motivasi adalah kunci dari organisasi yang sukses untuk
menjaga kelangsungan pekerjaan dalam organisasi dengan
cara dan bantuan yang kuat untuk bertahan hidup. Motivasi
adalah memberikan bimbingan yang tepat atau arahan, sumber
daya dan imbalan agar mereka terinspirasi dan tertarik untuk
bekerja dengan cara yang anda inginkan. Chukwuma &
Obiefuna (2014) Motivasi adalah proses membangkitkan
perilaku, mempertahankan kemajuan perilaku, dan
menyalurkan perilaku tindakan yang spesifik. Dengan
demikian, motif (kebutuhan, keinginan) mendorong pegawai
untuk bertindak. Bagaimana Anda menerapkan prinsip
motivasi dalam kepemimpinan transformasional? Pemimpin
transformasional dapat menciptakan suatu sinergis di dalam
organisasi, berarti dia dapat mengoptimalkan, memotivasi dan
memberi energi kepada setiap pengikutnya. Motivasi dapat
berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta
memberikan peluang untuk terlibat suatu proses kreatif,
memberikan usulan mengambil keputusan dalam pemecahan
masalah.

3. Fasilitasi
Kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi
“pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan
berdampak pada semakin bertambahnya modal intelektual
dari setiap orang yang terlibat di dalam organisasi. Berbagai

132 Kepemimpinan Kontemporer


fasilitas dapat anda lakukan dalam memfasilitasi kegiatan
pembelajaran misalnya melakukan coffee morning, seminar,
workshop dan lain sebagainya.

4. Inovasi.
Inovasi, yaitu kemampuan untuk menghasilkan ide -
ide baru, mengimplementasikan ide baru yang bermanfaat.
Perubahan akan menimbulkan ketidak pastian yang akan
membuat resistensi. Oleh karena itu dituntut pemimpin yang
berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan.
Dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang
yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya
pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Berkaitan
dengan hal ini pemimpin transformasional harus mampu
merespons perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan
tim kerja yang sudah dibangun. Perubahan dalam hal ini
bukan sekedar perubahan, namun perubahan yang inovatif.

5. Mobilitas
Pengerahan seluruh sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di
dalamnya dalam mencapai visi dan dan misi organisasi.
Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan
pengikut dengan penuh tanggung jawab dan selalu melakukan
perubahan untuk menghasilkan kinerja yang tinggi. Dalam
rangka pengerahan ini tentunya memperhatikan kompetensi
yang dimiliki oleh pengikutnya/stafnya.

6. Open mind
Perubahan merupakan hal yang pasti, demikian juga
perubahan-perubahan yang terjadi dalam oranisasi. Oleh
karena itu pemimpin harus selalu mensikapi setiap perubahan
yang ada, sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan yang
ada. Untuk itu maka kemampuan untuk selalu membuka diri
untuk menerima masukan dan saran dalam menyambut
perubahan dengan paradigma baru yang positif.

Kepemimpinan Kontemporer 133


7. Memiliki tekad yang kuat
Tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad
bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas.
Untuk ini tentu perlu pula didukung oleh pengembangan
disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen.

D. Ciri Kepemimpinan Transformasional


Dia adalah pemimpin berkarisma, demikian celoteh para
pegawai di devisi A menanggapi kepemimpinan Pemimpinnya.
Apakah karisma merupakan salah satu ciri kepemimpinan
transformasional? Lalu bagaimanakah ciri-- ciri pemimpin
transformasional agar mampu mentransformasi diri, organisasi dan
orang-orang yang menjadi pengikutnya? Menurut Bass & Avolio
(dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan
Indonesia, 2009: 149) terdapat tiga komponen dalam kepemimpinan
transformasional, diantaranya:

1. Karisma.
Karisma didefinisikan sebagai seorang pemimpin
mempengaruhi pengikutnya dengan menimbulkan emosi-
emosi yang kuat dan identifikasi dengan pememimpin
tersebut. Ingat emosi dalam pengertian ini dapat dikategorikan
sebagai emosi positif dan emosi negative. Emosi positif
misalnya penasaran, termotivasi, senang, bahagia, ingin
bekerja dengan sempurna dan lain sebagainya.

2. Stimulasi intelektual.
Yaitu sebagai sebuah proses yang apa adanya seorang
pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikutnya
terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para
pengikutnya untuk memandang masalah-masalah tersebut dari
sebuah prespektif yang baru. Berbagai stimulasi intelektual ini
dapat anda terapkan dalam menjalankan kepemimpinan
transformasional anda, misalnya memberikan tantangan-
tantangan untuk menyelesaikan pekerjaan yang dapat
menstimulus ide-ide kreatif.

134 Kepemimpinan Kontemporer


3. Perhatian yang diindividualisasi.
Seperti memberikan dukungan, membesarkan hati,
dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan
para pengikut. Sedangkan menurut Avolio dkk (Stone et al,
2004) komponen kepemimpinan transformasional adalah
sebagai berikut:

4. Idealized influence (or charismatic influence)


Anda pernah menemukan seseorang yang memukau,
menyenangkan, dan kalau berbicara semua mata tertuju
padanya dan terpukau dengan pilihan kata yang dibuat? Dia
memiliki energi yang sulit untuk dijelaskan dan mampu
memberikan inspirasi dan motivasi pada orang-orang
disekitarnya. Dia mampu menyentuh getaran emosi dan
pikirannya. Inilah yang disebut dengan menerapkan idealized
influence (karismatik). Idealized influence mempunyai makna
bahwa seorang pemimpin transformasional harus mampu
menjadi role model sehingga dihargai, dikagumi, dan diikuti
oleh stafnya. Dengan kata lain pemimpin harus memiliki
karisma. Pemimpin dengan karismanya mampu “menyihir”
bawahan untuk bereaksi mengikuti pimpinan. Dalam bentuk
konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman
terhadap visi dan misi organisasi, nilai-nilai organisasi,
mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan konsisten
terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai
bawahan.

5. Inspirational motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang
pemimpin yang mampu menerapkan standar yang tinggi
namun mampu mendorong bawahan untuk mencapai standar
tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan
optimisme dan antusiasme yang tinggi dari para bawahan.
Pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi
dan memotivasi bawahannya sehingga mampu berkinerja yang
tinggi.

Kepemimpinan Kontemporer 135


6. Intellectual stimulation
Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin
transformasional yang mampu mendorong bawahannya untuk
menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional.
Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk
menemukan cara baru yang lebih efektif dalam menyelesaikan
masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional
mampu mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu
kreatif dan inovatif.

7. Individualized consideration
Individualized consideration berarti karakter seorang
pemimpin yang mampu memahami perbedaan individual para
bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau
dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih
bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional
mampu melihat potensi-potensi dan kebutuhan berkembang
para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain,
pemimpin transformasional mampu memahami dan
menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan
memperhatikan keinginan bawahan untuk berkembang.
Ciri yang diungkapkan oleh Avolio dkk tersebut sesuai
dengan pendapat Bass (dalam Muin, 2010:49) mengemukakan
4 dimensi dalam kepemimpinan transformasional dengan
konsep “4I” yang artinya:

8. Idealiced influence, (kharismatik)


yaitu perilaku yang menghasilkan rasa hormat
(respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang
dipimpinnya. Idealiced influence mengandung makna saling
berbagi resiko melalui pertimbangan kebutuhan staf di atas
kebutuhan pribadi dan perilaku moral secara etis.

9. Inspirational motivation (motivasi Inspirasi)


yaitu perilaku yang menyediakan tantangan bagi
pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan makna
pekerjaan bagi staf. Pemimpin menunjukkan atau
mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi

136 Kepemimpinan Kontemporer


melalui perilaku yang dapat diobservasi staf. Pemimpin adalah
seorang motivator yang bersemangat untuk terus
membangkitkan antusiasme dan optimisme staf.

10. Intellectual stimulation (Simulasi Intelektual)


yaitu pemimpin yang mempraktikkan berbagai
inovasi. Pemimpin senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi
yang kreatif dari pada staf dan tidak lupa selalu mendorong
staf mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam
melakukan pekerjaan.

11. Individualized consideration (pengaruh idialis)


yaitu pemimpin yang merefleksikan dirinya sebagai
seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan
menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala
masukan yang diberikan staf.
Sedangkan menurut Jimmy Oentoro, Seven Signs of
Transformational Leadership (2005:2-3) yang dimaksud dengan
ciri pemimpin transformasional adalah:

12. Memimpin dengan "vision & passion".


Pemimpin yang memiliki visi dan semangat (passion)
akan menyuntikkan energi kepada para pengikutnya. Visi
merupakan gambaran masa depan yang diinginkan. "Passion"
didefinisikan sebagai keinginan yang kuat, dan dedikasi untuk
sebuah aktivitas (Webster dictionary). Seseorang pernah
berkata, "Tidak ada hal hebat di dunia yang dicapai tanpa
keinginan yang kuat." Kombinasi keduanya merupakan
kekuatan tak terkalahkan dalam mewujudkan transformasi.

13. Memimpin dengan perbuatan.


Beberapa pemimpin mencapai tujuannya dengan
menggunakan pedang, yang lain dengan kata-kata dan teladan.
Orang mungkin terkesan dengan perkataan Anda, tetapi
mereka akan mengikuti apa yang Anda lakukan. Anda harus
memiliki integritas pribadi, utuh dalam berpikir, berkata, dan
berbuat. Ini menyangkut tanggung jawab, konsistensi,
kejujuran, ketulusan, komitmen, disiplin, sifat dapat dipercaya,
dan kesetiaan. Inilah kebutuhan mendasar kepemimpinan

Kepemimpinan Kontemporer 137


transformasional. Berfokuslah untuk membangun karakter dan
kemurnian, bukan sukses dan prestasi.

14. Memimpin dengan inovasi.


Inovasi adalah membangun cara baru dan lebih baik
demi sebuah tujuan. Pemimpin tranformasional banyak terlibat
dalam perubahan menuju kebaikan. Tak sedikit pemimpin
sangat efektif memimpin "status quo". Tak ada kemajuan tanpa
perubahan. Stop berpikir "bila tidak rusak dan tidak ada
masalah, mengapa harus diperbaiki?" Bila bisa dipersulit
kenapa dipermudah?

15. Menekankan "human nature".


Transformasi bicara tentang perubahan, dan
manusialah pembawaperubahan tersebut. Pemimpin
transformasional dapat memotivasi pengikut dan
komunitasnya untuk terlibat dalam perubahan. Ia mengajak
orang berubah dan melakukan perubahan, ahli dalam
menyelaraskan talenta setiap individu dengan tujuan
organisasi secara keseluruhan demi hasil yang maksimal. Ia
mampu mencari, memperlengkapi, dan mendorong orang-
orang untuk membawa visi menjadi kenyataan.

16. Memiliki empati.


Sebuah studi dari Cornwel University's Johnson
Graduate School of Management menyatakan bahwa
'compassion' (belas kasihan) dan kemampuan membangun tim
adalah dua karakteristik terpenting kesuksesan pemimpin
dunia usaha pada satu dekade mendatang. Empaty
menyangkut kasih, pengertian, perhatian, kebaikan, rasa
terima kasih, penghargaan, dan ketulusan. Kepemimpinan
semacam ini akan mendorong orang untuk memberikan yang
terbaik dan bekerja penuh sukacita, bahkan dalam tugas- tugas
yang sangat berat sekalipun. Belas kasihan jugalah yang
memberi motivasi bagi pemimpin transformasional untuk
mengadakan perubahan di masyarakat: bagaimana organisasi
dapat menolong korban bencana alam, memerangi
ketidakadilan ekonomi, membangun komunitas menjadi

138 Kepemimpinan Kontemporer


sejahtera, dan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih
indah untuk didiami.

17. Membangun secara institusional dan sistematik.


Bicara tentang transformasi adalah berbicara tentang
kerja keras bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun.
Pemimpin transformasional memastikan bahwa pekerjaannya
dapat dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya, yang
terus berkembang, maju, dan memberikan kontribusi yang
lebih luas.

18. Memberi dampak pada "grass root level".


Hasil karya seorang pemimpin transformasional harus
dapat dirasakan masyarakat tingkat bawah, contohnya hasil
karya Martin Luther King Jr. dapat dirasakan masyarakat
Amerika dalam persamaan hak antar ras.

Kepemimpinan Kontemporer 139


140 Kepemimpinan Kontemporer
KONSEP DASAR COACHING
DAN MENTORING

Mengapa coaching dan mentoring penting bagi pemimpin


transformasional? Penelitian Bern menekankan bawa kepemimpinan
yang efektif dalam menghadapi transformasi dalam organisasi adalah
kepemimpinan transformasional. Trasformasi menurut Nurgiyantoro
(2010:18) adalah perubahan, yaitu perubahan ke arah keadaan atau
perubahan. Namun perubahan di sini bukan sekedar berubah,
melainkan perubahan yang inovatif. Dalam menghadapi perubahan
yang inovatif tersebut perlu di dukung oleh seluruh Sumberdaya
Manusia (SDM) yang ada dalam organisasi tersebut secara optimal.
Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan kompetensi. Berbagai
pendekatan dalam peningkatan kompetensi dapat dilakukan, baik
melalui on the job training maupun off the job training. Salah satu
peningkatan kompetensi melalui on the job training adalah melaui
program coaching dan mentoring.
Oleh karena itu konsep dasar coaching dan mentoring perlu
dikuasai oleh pemimpin di setiap level kepemimpinan, termasuk
Pemimpin Administrator. Dengan kegiatan coaching dan mentoring
tidak hanya meningkatkan kompetensi pegawai, namun juga
kompetensi Anda sebagai pemimpin, sehingga anda dapat
menstraformasikan organisasi anda dengan terlebih dahulu
mentransformasikan diri anda, staf anda dan organisasi anda. Dengan
pendekatan coaching dan mentoring pemimpin transformasional akan
mentransformasikan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya lain
dalam organisasi untuk mencapai kinerja tinggi. Berikut ini akan di
bahas tentang konsep dasar coaching dan mentoring.

Kepemimpinan Kontemporer 141


A. Pengertian, Tujuan dan Prinsip-prinsip Coaching dan
Mentoring
1. Pengertian coaching dan mentoring
Pemimpin adalah sesorang yang mampu
memberdayakan SDM dan SD lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Pemberdayaan menurut Yukl yang dialih bahasakan
oleh Supriyanto (2009:18) adalah memberikan partipatif dan
program keterlibatan pegawai yang tidak mengurangi perasaan
tidak memiliki atau membiarkan orang merasa bahwa pekerjaan
mereka berarti dan berharga. Misalnya mengizinkan bawahan
untuk melakukan sebuah tugas dan diberikan tanggungjawab
dalam pengambilan keputusannya. Oleh karena itu agar
pemberdayaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien apabila
Anda sebagai pemimpin melakukan kegiatan coaching dan
mentoring. Di samping itu coaching dan kini menjadi alternative
pilihan dalam pengembangan kompetensi SDM untuk
meningkatkan kinerjanya. Apakah coaching dan mentoring itu?
Apabila mendengar kata coaching, apakah yang tersirat dalam
pemikiran Anda? Sepak bola? Main Tenis, dan jenis olah raga
lainnya? Anda benar, karena memang asal istilah coach dipakai
dalam dunia oleh raga. Namun kini berkembang dalam rangka
peningkatan kompetensi SDM agar dapat mencapai kerjanya
dalam organisasi.
Menurut Bresser dan Wilson (2011), coaching
merupakan kunci pembuka potensi seseorang untuk
memaksimalkan kinerjanya, membantu sesorang untuk belajar
daripada mengajarinya. Inti dari coaching adalah
memberdayakan orang dengan memfasilitasi pembelajaran diri,
pertumbuhan pribadi, dan perbaikan kinerja. Sedangkan
menurut ICF (International Coach Federation) “Coaching is
partnering with clients in a thought-provoking and creative
process that inspires them to maximize their personal and
professional potential.” Yang artinya kurang lebih sebuah
bentuk kerjasama dengan klien (Coachee) dalam menstimulasi
pikiran dan proses yang kreatif dalam diri klien, sehingga dapat

142 Kepemimpinan Kontemporer


menginspirasinya untuk memaksimalkan potensi, baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam karier profesionalnya.
Menurut Whitmore (2008) di dalam bukunya yang
berjudul Performance Coaching, menyatakan bahwa coaching
adalah pembinaan yang membuka potensi seseorang untuk
memaksimalkan kinerja mereka sendiri, yang membantu mereka
untuk belajar dari pada mengajar. Dari pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa coaching berarti: mengakses potensial
pegawai, memfasilitasi individu untuk membuat perubahan
yang diperlukan organisasi, memaksimalkan kinerja pegawai
dan membantu pegawai memperoleh keterampilan dan
mengembangkannya denga menggunakan teknik komunikasi
khusus. Sedangkan menurut Jaques dan Clement (1994:195)
menyatakan definisi coaching adalah “percakapan terstruktur
yang menggunakan informasi tentang kinerja yang nyata antara
seorang dengan seorang individu (atau tim) yang menghasilkan
kinerja yang lebih tinggi. ”Merujuk pada definisi tersebut di atas,
bentuk dari coaching adalah percakapan dan membantu orang
yang dibimbing untuk meningkatkan kinerjanya. Coaching juga
dapat dilakukan dimanapun apakah di kantor atau di lapangan,
formal ataupun tidak formal. Menurut Jaques, coaching terhadap
pegawai harus merupakan bagian dari aktivitas harian seorang
pimpinan.
Berdasarkan rumusan di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa coaching pada intinya adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh para pimpinan atau coach yang professional,
untuk melatih pegawai guna meraih kinerja yang optimum dan
mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta
bagaimana memanfaatkan peluang yang ada. Melalui kegiatan
coaching, seorang coach (yang memberikan coaching) dapat
meningkatkan kepercayaan diri coachee (orang yang diberikan
coaching), baik dalam kehidupan organisasinya maupun dalam
kehidupan pribadinya sehingga dapat memberikan kontribusi
yang besar bagi pencapaian kinerja organisasinya. Karena
Coaching menjadi alat yang penting dalam proses
pengembangan kepribadian dan keprofesionalan seseorang,

Kepemimpinan Kontemporer 143


sehingga seorang pemimpin (atasan) diharapkan mampu
menjadi coach yang baik kepada bawahannya. Demikian pula
anda sebagai pemimpin Administrator perlu melakukan
kegiatan coaching dan mentoring.
Coaching tidak hanya diberikan oleh pimpinan saja,
tetapi bisa oleh orang lain yang ahli dalam melakukan proses
coaching. Coach tidak harus orang yang ahli dalam bidang
teknis substansinya, namun harus memiliki kompetensi dalam
melakukan coaching. Coaching dapat dilakukan pada saat
pengawai telah menguasai pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman tetapi belum mencapai hasil maksimal yang Anda
inginkan. Hal ini sesuai dengan definisi coaching menurut ICF
yakni coaching merupakan bentuk kemitraan antara coach
dengan coachee untuk memprovokasi pemikiran dengan proses
kreatif guna menginspirasi coachee memaksimalkan potensi
pribadi dan potensi profesional yang dimilikinya. Oleh karena
itu Anda sebagai pimpinan perlu melakukan kemitraan untuk
memprovokasi ide-ide kreatif sehingga dapat menginspirasi
pegawai Anda untuk memaksimalkan potensi diri secara
optimal sehingga mencapai kinerja diri dan kinerja organisasi
secara optimal.
Coaching adalah suatu cara untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja setiap orang sehingga berhasil mencapai
sasaran kerjanya. Coaching dilakukan apabila mereka telah
menguasai pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman tetapi
belum mencapai kinerja optimal. Coaching merupakan bentuk
kemitraan antara coach dengan coachee untuk memprovokasi
pemikiran dengan proses kreatif guna menginspirasi coachee
memaksimalkan potensi pribadi dan potensi profesional yang
dimilikinya. Lalu apakah mentoring itu? Apakah perbedaannya
dengan coaching? Kadang kita masih sulit membedakan antara
coaching dan mentoring. Kata mentoring berasal kata mythology
Yunani yang berarti berperan sebagai adviser, role model,
consellor, tutor dan atau guru (roberts, 1999). Mentoring
merupakan proses pembelajaran, dimana mentor mampu
membuat mentee yang tadinya tergantung menjadi mandiri.

144 Kepemimpinan Kontemporer


Mentoring yaitu hubungan yang saling menguntungkan dari
seseorang yang mempunyai pengalaman lebih kepada individu
yang kurang berpengalaman untuk mengidentifikasi dan meraih
tujuan bersama (Ali & panther, 2008; anderson, 2011; dadge &
casey, 2009; jolie & hatter, 2007). Mentoring adalah proses
membentuk dan memperhatikan hubungan yang berkembang
langsung secara intensif antara pegawai senior (pelatih) dan
pegawai unior (Kreitner & Kinicki, 2005). Dari beberapa
pengertian mentoring di atas dapat disimpulkan bahwa
mentoring adalah metode pengembangan dimana seorang
mentor akan mengajarkan tips trik, pengalaman sukses, metode
sukses, cara-cara sukses sesuai dengan pengalamannya. Mentor
orang yang sukses dibidangnya dan akan menularkan ilmunya
kepada menteenya. Tugas seorang mentor: mendampingi
mentee sesuai dengan keahliannya (mentor harus lebih expert
dari menteenya). Dari uraian di atas silahkan anda diskripsikan
apakah perbedaan antara coaching dan mentoring.

2. Tujuan Coaching dan Mentoring?


Mengapa pegawai memerlukan mentor? Pertama:
mentor yang baik akan membantu pegawai mencapai target
yang terukur. Tanpa itu, pegawai akan cenderung stagnan atau
bahkan mengalami kemunduran. Kedua mentor yang baik tidak
akan membuat pegawai puas dan berpuas diri. Mentor hebat
selalu memberikan tantangan bagi pegawai bimbingannya. Ini
perlu agar pegawai terus bergerak maju dan mencapai
kesuksesan demi kesuksesan. Ke tiga mentor yang baik akan
membagi pengalaman pribadinya yang menginspirasi dan
memotivasi pegawai bimbingannya. Pegawai juga dapat
menggunakan pengalaman sang mentor agar terhindar dari
kesalahan yang pernah dibuat di masa lalu. Dengan kata lain
mentor harus lebih ahli dari menteenya. Lalu apakah tujuan
dilakukan coaching? Menurut Jaques dan Clement (1994:195)
tujuan coaching adalah:
1) Membantu pegawai untuk memahami peluang penuh
dalam jabatannya yaitu jangkauan tipe penugasan yang
tersedia bagi pegawai sesuai dengan jabatannya dan

Kepemimpinan Kontemporer 145


memberikan, gambaran mengenai manfaat yang dapat dia
ambil dari peluang penugasan tersebut.
2) Membantu pegawai dalam belajar meningkatkan komitmen
dan motivasi kerjanya sehingga akan menghasilkan kinerja
optimal.
3) Membawa nilai -nilai yang dimiliki pegawai lebih sejalan
dengan nilai dan filosofi organisasi.
4) Membantu pegawai mengembangkan
kebijaksanaannya, misalnya dengan pengalaman yang
dimiliki oleh atasannya dia mampu menyelesaikan masalah
yang serupa.
5) Membantu pegawai memperbaiki perilaku yang tidak
sesuai denga tugas dan fungsinya.
6) Menciptakan ide kreatif dalam memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi.
7) Meningkatkan adaptivitas dan fleksibilitas pegawai
8) Membangun budaya kreatif dalam organisasi.

Lalu apakah manfaat mentoring? Berdasarkan Mathews


(2006) mengutip sumber: Carruthers, 1993; Carell, Kuzmits, dan
Elbert, 1992; Spencer, 1996 dan Lacey, 1999; Rolfe-Flett, 2002)
manfaat mentoring diklasifikasikan dalam manfaat bagi
organisasi, manfaat bagi mentee dan manfaat bagi mentor dapat
dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1 Manfaat Mentoring bagi Organisasi, Mentor dan Mentee
No Manfaat Organisasi Manfaat Mentor Manfaat Mentee
Peningkatan Kepuasan Mendapatkan
1. Produktifitas kinerja layanan untuk
belajar kementor
Memperoleh
Penilaian kinerja Peningkatan keterampilan dan
2. individu lebih baik antusialisme pengetahuan
dan status karir
Peningkatan Peningkatan
3. manajemen dan Imbalan intrinsik peluang promosi
keterampilan teknis
4. Bakat dapat Keinginan untuk Mendapatkan
diidentifikasi dibutuhkan panutan

146 Kepemimpinan Kontemporer


Kualitas Pengakuan Adanya wawasan
5. kepemimpinan profesional yang baru

Tantangan bagiPeluang untuk Lingkungan yang


6. manager untuk lebih menguji ide-ide mendukung
baik dalam memimpin baru
Rekrutmen dan retensi Peluang untuk Pengembangan
7. staf ahli lebih baik merenungkan profesional
peran sendiri
Peningkatan Berkompetisi dg
komunikasi dan orang-orang yang
8. diskusi memiliki perspektif Pengakuan dan
lain dan yang kepuasan
belum menjadi
bagian organisasi

9. Dukungan bagi Meningkatkan Pemberdayaan


karyawan harga diri
Peningkatan pemberian Peningkatan, Pengembangan diri
10. layanan keterampilan,
komunikasi dan
kepemimpinan
11. Meningkatkan budaya Meningkatkan Meningkatkan
organisasi harga diri harga diri
Pengakuan Pengakuan
kontribusi kontribusi
individu individu

3. Prinsip-prinsip Coaching dan Mentoring


Carol Wilson, Managing Director dari Performance
Coach Training, menjelaskan 8 prinsip dalam coaching yaitu:
1) Awareness (Kesadaran)
Anda masih ingat bahwa proses coaching
menghasilkan kesadaran, dimana dengan itu coachee akan
mendapatkan manfaat lebih banyak. Mengapa? Karena
apapun yang dilakukan coach terpusat pada upaya untuk
mendapatkan kesadaran baru dan wawasan,
mengidentifikasi tujuan dan mengambil tindakan yang
menantang, hal ini menyebabkan cochee merasa tertantang.

Kepemimpinan Kontemporer 147


Ingat kecenderungan individu suka pada tantangan-
tantangan.
2) Responsibility (Tanggung Jawab)
Coach lebih memilih untuk menciptakan solusi
yang berasal dari coachee sendiri daripada memberitahu
apa yang harus dilakukan olehnya, karena belum tentu
dapat diterima oleh coachee, bisa disebabkan berbedanya
keyakinan dan nilai-nilai dan keahliah coachee dalam
bidangnya. Sebuah prinsip inti dari coaching adalah self-
responsibility, atau mengambil alih sepenuhnya apa yang
sudah menjadi keputusan dirinya. Intinya cochee
mengambil keputusan sesuai dengan kompetensinya
dengan stimulus dari coach.
3) Self Belief (Percaya Diri)
Ada dua komponen untuk membangun
kepercayaan coachee. Pertama, memberikan kemungkinan
mereka ruang untuk berlatih, belajar, meregangkan diri
ataupun membuat kesalahan. Ke dua, memberi mereka
pengakuan atas prestasi mereka melalui otentik, pujian
layak yang membangun kepercayaan diri mereka. Percaya
diri bahwa coachee mampu melakukan sesuatu merupakan
faktor kunci yang sangat penting agar sesuatu tersebut
tercapai.
4) Blame Free (tidak Menyalahkan)
Ingat!!! Kesalahan adalah proses belajar. Ketika
kesalahan diperlakukan sebagai pengalaman belajar,
coachee termotivasi untuk mencoba lagi dan belajar dari
pengalaman. Menyalahkan dapat membuat coachee
berhenti di jalan dan dapat menciptakan keyakinan bahwa
prestasi tidak mungkin tercapai dan karena itu tidak layak
untuk mencoba lagi.
5) Solution Focus (fokus pada solusi)
Pentingnya focus pada solusi bukan pada masalah.
Mengapa? Ketika coachee Anda berfokus pada masalah,
menjadikan masalah tersebut tampak lebih besar dan sangat
menguras energi. Tetapi ketika coachee berfokus pada

148 Kepemimpinan Kontemporer


solusi, masalah yang muncul lebih kecil dan coachee
memiliki lebih banyak energi untuk menghadapinya. Inilah
sebabnya mengapa berfokus pada solusi sangat
menentukan dalam proses coaching dan bidang kehidupan
lainnya juga. Coba bayangkan apabila anda menghadapi
suatu masalah anda berfokus pada masalah, bagaimanakah
perasaan anda? Apakah masalah akan terpecahkan?
Tentunya tidak bukan? Ubahlah dalam pelaksanaan
coaching anda berorientasi pada hasil, bukan masalah.
6) Challenge (Tantangan)
Coba bayangkan apabila anda selalu mendapat
tantangan baru. Bagaimana persaan Anda? Senang dan
merasa tertentang? Pada dasarnya sebagian besar dari kita
menyukai tantangan. Dampaknya adalah kita akan
mengeluarkan semua kekuatan dan pikiran dalam
lingkungan yang mendukung dan mendorong untuk
menghadapi tantangan tersebut. Ketika menetapkan tujuan
dan sasaran lebih tinggi dari yang seharusnya diperlukan,
maka coachee dapat dengan mudah mencapai sasaran yang
diperlukannya, karena kita cenderung memaksakan batas
saat menetapkan tujuan untuk diri kita sendiri.
7) Action
Coaching mengungkap perspektif baru dan
kesadaran. Dengan cara ini coachee mendapatkan wawasan
baru, yang mengarah ke lebih banyak pilihan, yang pada
gilirannya menyebabkan keinginan untuk mengambil
tindakan dan perubahan.
8) Trust (Kepercayaan)
Kepercayaan adalah sangat penting untuk
hubungan antara coach dan coachee. Tanpa kepercayaan,
proses coaching tidak akan berlangsung dengan baik. Ingat
kepercayaan bisa hilang dalam hitungan detik, namun
membutuhkan seumur hidup untuk Anda mendapatkannya
kembali.

Kepemimpinan Kontemporer 149


B. Peran dan Karakteristik Coach dan Mentor
Bagaimanakah peran dan karakteristik coach dan mentor?
Berikut ini akan dibahas bagaimanakah peran dan karakteristik
coach dan mentor.
1. Peran dan Karakteristik Coach
Apakah peran anda apabila sedang melakukan peran
sebagai seorang coach? Menurut Thorne (2005) peran Coach
dalam pelaksanaan kegitan coaching dengan coachee adalah
sebagai berikut:
1) Mengembangkan lingkungan kerja yang positif.
2) Mengajukan pertanyaan untuk analisis. Pertanyaan yang
diajukan adalah pertanyaan terbuka, sehingga
memungkinkan cochee untuk mengembangkan ide-ide
kreatifnya. Di sampin itu dengan menggunakan pertanyaan
terbuka untuk menggali informasi lebih mendalam.
3) Fokus kepada kebutuhan individu
4) Memberikan stimulant pada coachee lebih terbuka dalam
mengembanggkan ide kreatifnya.
5) Menjadi pendengar yang baik. Dengan mendengar akan
lebih memahami cochee sehingga memudahkan dalam
memberikan stimulant
6) Menyetujui rencana aksi untuk pengembangan dan
memfokuskan pada kinerja saat ini dan akan dating
7) Membantu upaya peningkatan kinerja sesuai standart yang
telah ditetapkan.

Lalu bagaimanakah karakteristik dari proses coaching?


Menurut Rogers (2004), terdapat tiga karakteristik dari proses
coaching, yaitu:
a) Merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk
melakukan peningkatan kinerja karyawan.
b) Merupakan suatu proses percakapan antara seorang
pemimpin dengan individu maupun tim bertujuan untuk
meningkatkan performa kerja individu secara
berkesinambungan.
c) Merupakan suatu proses kegiatan percakapan disiplin
antara pemimpin dan seorang individu atau tim dengan

150 Kepemimpinan Kontemporer


menggunakan informasi kinerja yang kongkret dan
bertujuan untuk meningkatkan performa kerja individu
secara berkesinambungan.

Dalam menjalankan peran seperti di atas, seorang coach


perlu memiliki karakteristik coach yang efektif. Karakteristik
tersebut menurut Thore (2005) adalah sebagai berikut.
a) Dipercaya dan dihargai dan perilakunya dapat dijadikan
contoh
b) Mempunyai pengalaman yang relevan dengan berbagai
nilai tambah
c) Mempunyai keterampilan yang baik
d) Memberikan dukungan dan semangat
e) Menyediakan waktu untuk mendengarkan
f) Mempersilahkan setiap orang untuk menjadi dirinya sendiri
g) Mempunyai rasa percaya diri kuat
h) Fokus pada tujuan akhir
i) Bertanggung jawab terhadap hasil yang diperoleh.

2. Peran dan Karakteristik Mentor.


Selain sebagai coach Andapun juga akan menjalankan
peran sebagai mentor. Apakah peran mentor pada umumnya
dan bagaimanakah karakteristik seorang mentor? Mengapa
dikatakan peran mentor pada umumnya? Karena dalam
Pelatihan Kepemimpinan Administror dan Pelatihan
Kepemimpinan Pengawas seorang pimpinan juga berperan
sebagai mentor bagi pegawainya yang sedang mengikuti
pelatihan, baik pelatihan kepemimpinan maupun latihan dasar
(Latsar) CPNS. Bagaimanakah kualitas mentor yang efektif?
Seberapa kuat Anda memiliki kualitas mentor seperti berikut ini.
Silahkan jawab pertanyaan seperti yang terdapat dalam tabel
berikut ini dengan jujur.

Kepemimpinan Kontemporer 151


Tabel 2 Kualitas mentor yang efektif.
No Karakteristik Jawaban
1. Apakah Anda memiliki keinginan Ya Tidak
untuk menolong orang lain?
2. Apakah Anda memiliki pengalaman
yang positif
3. Apakah Anda memiliki waktu dan energi
untuk membantu orang lain?
Apakah Anda memiliki reputasi yang
4. baik untuk mengembangkan orang lain
Apakah Anda memiliki Pengetahuan
5. yang up-to-date (Orang yang selalu me-
maintain pengetahuan dan keterampilan
teknologi yang up-to- date dan terkini)

Apakah Anda memiliki Sikap belajar


6. (Seseorang yang masih mau dan mampu
untuk belajar dan yang melihat
keuntungan potensial dari suatu
hubungan mentoring)
7. Apakah Anda memperlihatkan
Keter (mentoring) yang efektif Seseorang
yang telah memperlihatkan keterampilan
coaching, konseling, facilitating, dan
networking yang efektif.ampilan
manajerial

8. Apakah dalam kepemimpinan Anda


memperlihatkan keterampilan coaching,
konseling, facilitating, dan networking
yang efektif.
9. Apakah Anda Bahagia melihat orang lain
sukses?

Bagaimanakah kecenderungan kualitas Anda? Tentunya


Anda siap menjadi mentor bukan? Nah bagaimana peran anda
saat pegawai Anda mengikuti Pelatihan Kepemimpinan
Pengawas? Tentunya Anda akan berperan sebagai mentor

152 Kepemimpinan Kontemporer


bukan? Berikut ini dikutipkan beberapa peran Anda sebagai
mentor di pelatihan Kepemimpinan Pengawas sebagai berikut.
a) Bertindak sebagai pembimbing peserta dengan sikap
profesional;
b) Memberikan dukungan penuh kepada peserta diklat dalam
mempersiapkan rancangan proyek perubahan yang akan
implementasikan;
c) Memberikan persetujuan atas proposal proyek perubahan
yang diajukan oleh peserta;
d) Memberikan arahan kepada peserta dalam merumuskan
atau mengidentifikasi permasalahan krusial organisasi yang
memerlukan terapi melalui proyek perubahan;
e) Membimbing peserta dalam mengatasi kendala yang
muncul selama proses implementasi;
f) Membantu peserta dalam memetakan agenda project yang
akan dilaksanakan dan rencana jadwal pertemuan yang
akan dilaksanakan;
g) Menjelaskan kontrak penyelesaian tugas kepada peserta
diklat;
h) Memantau perkembangan proyek perubahannya yang
dapat dilakukan dengan meminta progress report setiap
minggunya;
i) Memantau capaian peserta sesuai dengan milestones yang
telah ditetapkan oleh peserta;
j) Memberikan dukungan kepada peserta dalam
mendayagunakan seluruh potensi sumber daya yang
diperlukan dalam melakukan implementasi proyek
perubahan; dan
k) Memberikan inspirasi bagi peserta diklat dalam melakukan
inovasi-inovasi yang diperlukan;
l) Mendukung peserta secara moral dan akademis saat
menyajikan gagasan inovasinya dan saat menyajikan
laporan laboratorium kepemimpinan peserta. (Panduan
Coaching dan mentoring diklat pim 3 dan 4: 2018: 11)

Kepemimpinan Kontemporer 153


C. Teknik-teknik Coaching dan Mentoring
1. Teknik Coaching
Apakah Anda telah biasa melakukan coaching dan
mentoring? Teknik coaching apakah yang sering Anda
gunakan dalam kegiatan coaching Anda? Berbagai teknik
dapat Anda lakukan dalam melakukan coaching, misalnya
teknik GROW, teknik 6P, teknik PEDDIE, Dalam sub bab ini
akan dibahas teknik coaching GROW dan teknik coaching 6P.
Teknik GROW adalah akronim dari Goal, Current Reality,
Option, dan Will. Pendekatan ini cukup sederhana, tetapi
cukup efektif digunakan dalam melakukan sesi-sesi coaching.
Adapun tahapan pelaksanaan teknik GROW adalah sebagai
berikut:
a) Nyatakan/gambarkan masalah dan harapan – harapan (G)
b) Mendapatkan persetujuan terhadap masalah (R)
c) Kembangkan/mencari solusi bersama-sama (O)
d) Menyetujui sebuah action plan (W)
e) Tindaklanjut yang meyakinkan bahwa situasi telah
diperbaiki (ME)

Berikut ini akan dibahas tahapan pelaksanaan coaching


dengan pendekatan GROW tersebut.
a. Tetapkan Tujuan (Goal)
Langkah pertama dalam melakukan coaching
adalah Anda dan tim harus sepakat mengenai goal yang
harus dicapai bersama. Dalam dunia bisnis, target tim dan
target individu bisa menjadi standar yang jelas sebagai satu
tujuan. Bagaimana dengan di Unit kerja Anda? Apakah
target individu dengan target organisasi sejalan? Tentunya
harus sejalan bukan? Karena kinerja individu harus
mendukung kinerja organisasi. Oleh karena itu Anda harus
mampu memotivasi anggota tim agar memiliki target
pribadi yang sejalan dengan target organisasi dan agar
pencapaian target pribadi melampaui dari target yang
dibebankan padanya. Setelah itu, sepakati mengenai
bagaimana pengukuran dalam pencapaian tujuan tersebut.
Harus ada parameter yang jelas. Kapan sebuah tujuan

154 Kepemimpinan Kontemporer


dianggap gagal dan kapan dianggap berhasil. Hal ini perlu
disepakati bersama antara coach dan coachee.
b. Perhatikan Kondisi Saat ini (current Reality)
Bagaimanakah Anda memulai dengan pelaksanaan
tahap ini? Untuk melalui tahap ini, Anda bisa mulai dengan
pertanyaan singkat seperti ini: “Apa yang sudah kamu
lakukan untuk mencapai targetmu?” Ini adalah tahapan
yang sangat penting, dimana mereka harus memahami
keadaan mereka. Selanjutnya, mintalah anggota tim Anda
untuk menjelaskan keadaan dan posisi yang mereka hadapi
saat ini. Setelah anggota team anda tahu dimana posisi
mereka saat ini, solusi atas permasalahan mereka
mungkin akan terlihat jelas.
c. Melihat Pilihan yang Tersedia (Option)
Setelah Anda dan tim Anda memahami di mana
posisi dan bagaimana kondisi saat ini, saatnya untuk
memilih solusi-solusi yang mungkin untuk dilakukan.
Anda boleh memberikan pendapat, tapi biarkan anggota
team Anda yang menyampaikan ide-idenya terlebih
dahulu. Biarkan coachee yang lebih banyak bicara dan
peran Anda hanyalah sebagai fasilitator, yang memfasilitasi
menuju tujuan yang ditentukan?
d. Bangkitkan Motivasi (Will) Tim Anda
Sebagian pakar menyebut tahap terakhir ini sebagai
tahap untuk meninjau langkah selanjutnya. Melalui langkah
terakhir ini, maka proses coaching akan menyimpulkan dan
membenahi penemuan-penemuan di langkah sebelumnya,
dimana tim Anda akhirnya membuat sebuah rencana
tindakan (action plan) untuk mewujud nyatakan opsi-opsi
solusi.
Teknik coaching lain adalah teknik 6 P. Teknik ini
sering disebut dengan Teknik 6 prinsip yang dikenal dalam
melakukan teknik coaching. Teknik tersebut dalah sebaga
berikut:

Kepemimpinan Kontemporer 155


e. Purpose
yaitu setiap coaching yang dilakukan seorang coach
perlu menegaskan pentingnya isu atau hal yang diangkat
dalam coaching ini. Sehingga akan tercipta kesamaan
pemahaman bahwa coaching yang dilakukan memang
penting dan bermanfaat.
f. Process
yaitu seorang coach memberikan bagaimana proses
melakukannya secara step by step. Bagaimana anda
menstimulus ide kreatif peserta setahap demi setahap untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
g. Picture
yaitu memberikan gambaran kepada coachee
bagaimana perasaannya apabila telah mencapai target yang
telah ditentukan. Membayangkan hal yang akan dicapai
dalam tujuan sangat penting. Ingat otak tidak dapat
membedakan realita dan khayal.
h. Practice
Saat kita sudah memberikan contoh saatnya kita
melakukan pengawasan pada coachee kita apakah yang
diperagakan sudah sesuai dan memenuhi ekspektasi atau
tidak. Evaluasilah performa dan kinerja coachee dan pandu
bagaimana mereka bisa melakukannya dengan lebih baik
lagi.
i. Point of Feedback
Setelah kita melakukan pengawasan dan evaluasi,
maka selanjutnya adalah memberikan feedback.
j. Proceed on Next Path
Langkah ini adalah langkah terakhir di mana kita
membuat kesepakatan dengan coachee, apa langkah
selanjutnya yang ingin dicapai? Seringkali di sesi ini, saya
mendapatkan inisiatif untuk melebarkan coaching yang
tidak saya pikirkan sebelumnya.

2. Teknik Mentoring
Ingat mentoring menurut Steven Spielberg adalah
kegiatan yag melakukan hubungan profesional dimana orang

156 Kepemimpinan Kontemporer


yang berpengalaman (mentor) membantu yang lain (mentee)
dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan
khusus yang akan meningkatkan pertumbuhan pribadi dan
pribadi orang yang kurang berpengalaman. Anda sebagai
pemimpin yang akan melakukan kegiatan mentoring perlu
memperhatikah tahapan-tahapan dalam melakukan kegiatan
mentoring. Adapun kegiatan tersebut meliputi:
a. Tahap Persiapan Mentoring
Tahap persiapan merupakan tahap awal sebelum
anda melakukan kegiatan mentoring. Dalam tahapan ini
penting Anda lakukanHal-hal yang dapat anda lakukan
antara lain:
a) Identifikasi kebutuhan akan mentoring dalam
organisasi Anda.
b) Hal ini menyangkut siapa yang akan dilakukan
kegiatan mentoring, mentoring dalam hal apa?
c) Buatlah rancangan kegiatan mentoring Anda.
d) Meliputi siapa, apakah materinya, kapan, dimana,
apakah targetnya, bagaimana tindak lanjut
pelaksanaan mentoring?
e) Tentukan metode mentoring yang akan anda lakukan.
f) Beberapa metode yang dapat anda lakukan antara lain:
keteladanan, pembiasaan, dialog dan diskusi,
pemberdayaan, pemberian tanggungajawab, pelatihan
dan bimbingan teknis, pemberian perhatian, dan lain
sebagainya.
b. Tahap Pelaksanaan Mentoring
Berpedoman pada hal-hal yang dilakukan dalam
persiapan tersebut, maka mentor bersama mentee
melakukan kegiatan mentoring.
a) Tahap Pendahuluan
Dalam tahapan ini mentor melakukan building
rapport agar terjalin kesamaan gelombang antara
mentor dengan mentee. Dalam hal ini bisa saling
mengenal diri, keinginan dan kebutuhan, dilakukan
dalam satu ruangan dan waktu yang bersamaan. Saat

Kepemimpinan Kontemporer 157


perkenalan maka di sini perlu menggali dan memilah
antara sang mentor dan mentee (yang dimentoing).
Sehingga ada kejelasan arah. Karena tidak semua yang
dalam sebuah group kecil itu dimulai dari
kemampuan, modal yang sama. Yang terpenting
adalah ada saling menghargai antara mentor dan
mentee, juga sesama mentee apabila ada mentee lain.
b) Tahap Observasi
Tahap observasi dalam hal ini melihat proses
langsung, atau dalam alat bantu slide, video yang
terpenting mentee tahu bagaimana pola- pola, sistem,
cara, antisipasi, hambatan dan solusi, semua dipelajari
untuk mengoptimalkan penguasaan mentee.
c) Tahap Kolaborasi
Tahap di mana sang mentee setelah mengausai
pola-sistem kerja, maka dilibatkan langsung untuk
merasakan dan menguasai. Dalam ini penting karena
ibarat orang yang belajar nyetir mobil jika hanya
diberikan teori dan tidak menyentuh mobil langsung
maka akan terasa canggung dan dalam perkembangan
di lapangan nanti tidak optimal. Mentee dan mentoring
terlibat langsung adalah menunjukkan bahwa transfer
ilmu itu berjalan dalam rasa saling menghargai.
d) Tahap Implementasi.
Dalam tahap ini maka mentee akan dilepas
dalam waktu tertentu dan masih dalam komunikasi
antara mentor dan mentee tetapi kualitas dan
frekuensu sudah berkurang. Dalam tahap
implementasi, maka catatan perkembangan harus
dimasukkan dalam buku atau form monitoring dan
evaluasi diri. Buku atau formulir monitoring tersebut
dapat digunakan untuk peroses efektivitas mentoring
selanjutnya.
c. Tahap Tindak Lanjud Mentoring.
Dalam tahap ini maka sang mentee diminta
menerapkan apa yang didapat untuk diterapkan dan

158 Kepemimpinan Kontemporer


dicoba untuk menemukan karakter nya, sistem kerjanya.
Pada saat seperti ini mentor juga berlaku sebagai
supervisor, dengan target memoles kemampuan dan
arahan, saran, masukan untuk hasil yang optimal ke
depannya. Lakukan evaluasi berikan feedback dalam
pelaksanaannya. Ajak membuat actions plan untuk tindak
lanjutnya

Kepemimpinan Kontemporer 159


160 Kepemimpinan Kontemporer
REFLEKSI DAN SIMULASI
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

A. Refleksi Diri Kepemimpinan Anda


Refleksi diri merupakan proses pengamatan terhadap diri
sendiri dan pengungkapan pemikiran yang paling dalam yang
disadari, keinginan, dan sensasi. Proses tersebut berupa proses
mental yang disadari dan biasanya dengan maksud tertentu dengan
berlandaskan pada pikiran dan perasaannya. Nah kini saatnya
Anda melakukan refleksi diri tentang kepemimpinan Anda.
Cobalah analisa kecenderungan kepemimpinan anda, apakah anda
termasuk orang yang memiliki gaya kepemimpinan
transformasional? Ingat dalam menganalisis ini anda akan
menggunakan variable - variable kepemimpinan transformasional.
Kecenderungan menilai diri sendiri merupakan bagian dari refleksi
diri. Refleksi diri merupakan bagian dari self assessment diri.
Assessment adalah proses mengukur. Davis menjelaskan
assessment adalah proses mengukur pengetahuan dasar yang
dimiliki seorang praktisi dalam profesi untuk mengetahui
pemahaman mereka mengenai apa yang harus dilakukannya untuk
mencapai sasaran yang ditetapkannya (Davis: 99:2007). Assesment
diri dalam materi pokok ini lebih menitik beratkan pada assessment
gaya kepemimpinan anda. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat
digunakan dalam assessment diri antara lain:
1. Pemimpin seperti apakah saya selama ini?
2. Sebagai apa saya akan dikenang kelak?
3. Siapa yang sedang saya bantu untuk pengembangan saat
sekarang?

Kepemimpinan Kontemporer 161


4. Dimana pengembangan yang lebih saya inginkan?
5. Apa yang akan saya wariskan setelah selesai masa tugas?
6. Apakah saya telah menggunakan coaching sebagai „alat‟
mentransformasi kinerja pegawai?
7. Apakah saya telah melakukan mentoring sebagai cara
mentransformasi kinerja pegawai?

Dalam melakukan assessment, selain pertanyaan-


pertanyaan tersebut di atas, anda juga dapat mencari feedback dari
orang lain. Feedback dapat berasal dari staf anda, teman sejawat
anda atau orang yang terdekat dengan diri anda. Ingat feedback
seperti cermin, dapat cembung, cekung maupun datar. Anda juga
dapat melakukan assessment dengan jenis lain/test psikologi
dengan instrument-intrumen tentang konsep diri atau seberapa
besar kepedulian, sifat-sifat kepemimpinan, toleransi dan lain- lain
yang dapat mengukur diri kepemimpinannya.

B. Peran Pemimpin Transformasional dalam Menggerakan


Inovasi Organisasi
Sebelum berbicara tentang peranan pemimpin
transformasional dalam menggerakan inovasi organisasi, dalam
modul ini akan dibahas sedikit tentang konsep dasar Inovasi dalam
organisasi. Guna memperdalam tentang pemahaman inovasi
silahkan baca modul Inovasi di sektor publik.

1. Pengertian dan Karakteristik Inovasi


Inovasi ialah kegiatan yang meliputi seluruh kegiatan
proses menciptakan dan menawarkan jasa atau barang baik yang
sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan
yang tersedia sebelumnya (business 1000 Glossary). Pendapat
lain menjelaskan sebuah inovasi dapat berupa produk, jasa yang
baru, teknologi, proses, produksi baru, sistem struktur dan
administrasi baru atau rencana baru bagi anggota administrasi
(Fariborz Damanpour). Steven P Robbins dan Timoty A. Judge
mendefinisikan Inovasi adalah sebuah gagasan baru yang
dijalankan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu
produk, proses atau layanan(Sthephen P.Robbins dan Timothy

162 Kepemimpinan Kontemporer


A.Judge,: p 361) Inovasi dalam pengertian ini lebih menitik
beratkan pada aplikasi dari gagasan baru untuk memperbaiki
atau menghasilkan suatu produk, proses dalam pelaksanaan
pekerjaan maupun perbaikan dalam pelayanan. Sedangkan
Sthephen P.Robbins dan Mary Coulter mengatakan bahwa
inovasi adalah proses mengubah ide-ide kreatif menjadi produk
atau metode kerja yang berguna.Sthephen P.Robbins dan Mary
Coulter. Pendapat ini lebih menitik beratkan bahwa inovasi
merupakan produk dari kreativitas manusia, namun kreativitas
yang dihasilkan oleh manusia tidak selamanya mengandung
inovasi.
Karena pada dasarnya inovasi merupakan
pengembangan lebih lanjut dari kreativitas. Avanti Fontana
mengatakan bahwa Inovasi adalah pengenalan cara-cara baru
atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam mentransformasi
input menjadi output sehigga menghasilkan perubahan besar
dalam perbandingan antara lain guna dan harga yang
ditawarkan kepada konsumen dan/atau pengguna. (Avanti
Fontana, Innovate We Can!) Lebih lanjut Gareth Jones
mengatakan bahwa innovation is the process by which
organizations use their skills and resources to develop new
goods and services or to develop new production and operating
systems so that they can better respond to the needs of their
customers.(Gareth Jones, Organizational Theory, Design and
Change, Perason, 2010 :P. 385) (Inovasi adalah suatu proses
dimana organisasi menggunakan ketrampilan dan sumber-
sumber untuk mengembangkan dan mengoperasikan sistem
sehingga lebih dapat melayani kebutuhan pelanggan). Dari
berbagai sumber tentang pengertian inovasi tersebut, terlihat
bahwa ada beberapa kemiripan mendasar dari konsep inovasi,
yaitu bukan hanya sesuatu penemuan baru, baik berupa ide,
barang atau produk, proses maupun pelayanan/jasa, namun
merupakan pengembangan dari yang sudah ada atau kombinasi
dari yang sudah ada. Suatu inovasi akan dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan, karena organisasi akan mati
apabila tanpa inovasi. Inovasi adalah suatu kreasi,

Kepemimpinan Kontemporer 163


pengembangan dan implementasi suatu produk, proses ataupun
layanan baru dengan tujuan meningkatkan efisiensi, efektifitas
ataupun keunggulan bersaing. (Sintesa Wahyu Suprapti) Lalu
bagaimanakah karakteristik inovasi? Terdapat 5 karakteristik
inovasi yakni:keuntungan relatif (relative advantages), kesesu-
aian (compatability), kerumitan (complexity), kemungkinan
untuk dicoba (triability) dan kemudahan diamati (observability)
(Bahan Ajar Inovasi Diklatpim III-LAN RI;2016:3). Berikut ini
akan diuraikan secara garis besar ke 5 ciri tersebut sebagai
berikut:
a. Keuntungan Relatif (Relative Advantages)
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai
lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya, selalu ada
nilai yang melekat dari inovasi baru yang menjadi ciri yang
berbeda dari inovasi lain.
b. Kesesuaian (Compatability)
Kesesuaian dengan yang digantikan, agar inovasi
sebelumnya tidak serta merta dibuang begitu saja, selain
faktor biaya yang tidak sedikit juga inovasi lama
merupakan transisi dari yang baru.
c. Kerumitan (Complexity)
Inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih
tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya, namun
karena inovasi menawarkan yang lebih baik maka tingkat
kerumitan tidak menjadi masalah penting.
d. Kemungkinan untuk dicoba (Triability)
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti
mempunyai keuntungan / nilai lebih dibandingkan dengan
inovasi lama. Sebuah produk inovasi harus meliwati fase
“uji publik“. dimana setiap orang atau pihak memiliki
kesempatan untuk menguji kualitas.
e. Kemudahan diamati (Observability)
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi
bagaimana ia bekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih
baik. Inovasi akan optimal dilakukan dalam organisasi
apabila dalam organisasi menerapkan perilaku inovasi. Lalu

164 Kepemimpinan Kontemporer


perilaku inivasi seperti apakah yang harus diterapkan agar
organisasi Anda mengembangkan inovasi-inovasi? Berikut
ini terdapat beberapa perilaku yang mendukung Inovasi
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Selalu melakukan penyempurnaan dan perbaikan
berkala dan berkelanjutan;
b) Bersikap terbuka dalam menerima ide-ide baru yang
konstruktif;
c) Meningkatkan kompetensi dan kapasitas pribadi;
d) Berani mengambil terobosan dan solusi dalam
memecahkan masalah;
e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
dalam bekerja secara efektif dan efisien;
f) Merasa tidakpuas dengan hasil yang dicapai;
g) Cepat merespons kebutuhan stakeholder dan user;
h) Banyak bertanya, dan berdiskusi untuk perubahan;
i) Bersikap terbuka terhadap ide-ide pengembangan.

2. Peranan Pemimpin dalam membangun budaya inovasi


Peranan pemimpin dalam membangun budaya inovasi
dalam organisasi yang dipimpinya sangat dominan. Mengapa?
Berdasarkan faktor yang mempengrauhi inovasi salah satunya
adalah inovasi mengandung resiko dan membutuhkan
pemimpin dan aparatur yang berani mengambil resiko yang
telah diperhitungkan. Hal tersebut mengindikasi bahwa peranan
pemimpin sangat dominan untuk menggerakan inovasi. Oleh
karena itu seorang pemimpin perlu membangun budaya inovasi
pada unit kerjanya. Budaya ini akan mengalir deras bagaikan
arus yang dapat menyeret semua pegawai untuk melakukan
inovasi, pegawai yang tidak mau dan bahkan yang tidak mampu
akan merasa terasing pada lingkungan organisasi
inovatif. Terdapat instrumen yang dapat membangun budaya
inovatif yakni socialization, externalization, combination dan
internalization (Ikujiro N dan Hirotaka T:1995). Secara garis
besar silahkan Anda cermati tulisan berikut sambil dalam
membaca Anda membayangkan Anda sedang melakukan
konsep tersebut dalam membangun budaya inovasi dalam unit

Kepemimpinan Kontemporer 165


Anda. Ingat metode visualisasi atau membayangkan sangat
produktif.
a. Socialization
Perilaku atau kebiasaan mengkomunikasikan setiap
permasalahan. Membiasakan memberikan informasi-
informasi baik yang terkait dengan organisasinya atau tidak
akan memberikan inspirasi bagi pegawai untuk membuat
inovasi-inovasi dalam organisasi.
b. Externalization
Perilkau/perbuatan kebiasaan untuk menunjukan
kepedulian anggota organisasinya terhadap permasalahan
yang sudah dipahami bersama pada tahan sosialisasi;
c. Combintion
Perilaku atau kebiasaan berpikir inovatif dan kreatif
dengan mensintesa solusi internal (pegawai) atau internal
(buku/teori/narasumber) yang menghasilkan inovasi baru;
d. Internalization
Perilaku/kebiasaan menggunakan/ mengimpleme-
ntasikan inovasi yang telah dihasilkan, penerapannya
memungkinkan permasalahan baru dan jika diselesaikan
maka akan menghasilkan penyempurnaan dari inovasi
tersebut.

Dalam menerapkan budaya di atas pemimpin perlu


menerapkan kepemimpinan transformasional. Misalnya
memberikan Idialized, Inspirational motivation dalam artian
pemimpin memotivasi pihak-pihak disekitarnya dengan
memberikan makna tantangan kepada pekerja pegawai.
Membangun semangat tim dan individu, antusiasme dan optimism
terlihat. Pemimpin mendorong pegawai untuk memimpikan
keadaan-keadaan masa mendatang yang atraktif dan merupakan
harapan mimpi dirinya. Di samping itu pemimpin menerapkan
Intelectual stimulation yakni pemimpin merangsang anak buah
agar lebih kreatif dan inovatif melalui pencarian asumsi, perumusan
masalah dan penyesuaian situasi dari yang lama ke yang baru.
Gagasan baru dan solusi kreatif datang dari pegawai, yang
dilibatkan dalam proses perumusan masalah dan pemecahan

166 Kepemimpinan Kontemporer


masalah. Kegiatan ini memungkinkan pegawai akan terisinpirasi
untuk berfikir kreatif dan inovatif. Pemimpin juga perlu
menerapkan individualized consideration. Individualized
consideration yakni pemimpin memberikan perhatian kepada
kebutuhan individual yang berkaitan dengan prestasi kerjanya
dengan pendekatan perilaku mentoring. Pegawai dikembangkan
agar memiliki potensi lebih baik. Apakah anda mampu
melaksanakan budaya kreatif dan inovatif?

C. Penerapan Gaya Kepemimpinan Transformasional


Setelah Anda menguasai kompetensi yang terkait dengan
kepemimpinan transformasional dan konsep dasar coaching dan
mentoring, kini saatnya Anda menerapkannya. Ilmu tanpa
pengamalan akan sia-sia. Dalam rangka mengimplementasi model
kepemimpinan transformasional dalam organisasi Anda perlu
memperhatikan beberapa hal berikut :

1. Mengacu pada nilai-nilai agama yang ada dalam organsasi


atau instansi bahkan suatu negara.
Secara sederhana kepemimpinan transformasional
dapat diartikan sebagai proses untuk merubah dan
mentransformasikan individu agar mau berubah dan
meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan
pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para
bawahan. Pemimpin efektif harus dapat mempengaruhi
seluruh organisasi dengan cara-cara yang positif. Salah satu
cara positif adalah dengan menanamkan nilai-nilai agama
untuk mencapai tujuan organisasinya. Dengan self true yang
tertanam pada masing-masing individu akan mempengaruhi
lingkungan kerja/instansi, jika hal ini diterapkan oleh setiap
pemimpin pada kementerian lembaga maka akan
berimbas/berdampak positif pada negara.

2. Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam


sistem organisasi.
Kepemimpinan transformasional memiliki kemam-
puan untuk mempengaruhi dan memimpin orang-orang
menuju pencapaian tujuan organisasi, mampu memotivasi,
Kepemimpinan Kontemporer 167
menginspirasi, dan mendukung orang-orang kearah tujuan
organisasi (visi dan misi). Di samping itu mampu
memberdayakan dan mengembangkan kaderisasi seluruh
anggota organisasinya dengan memperhatikan nilai kejujuran,
keadilan, kesetiaan, dan tanggung jawab. Hubungan pimpinan
dengan bawahan diangkat pada tataran moral, sebab nilai-nilai
tersebut merupakan nilai instrinsik dalam pengalaman hidup
manusia yang sesungguhnya.

3. Menggali budaya yang ada dalam organisasi.


Budaya merupakan suatu falsafah yang didasari oleh
pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat,
kebiasaan dan kekuatan pendorong, dalam suatu organisasi,
kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan. Sumber nilai yang dapat
mempengaruhi budaya organisasi antara lain: agama, budaya
lokal, adat istiadat dan nilai-nilai luhur nenek moyang. Dengan
hal tersebut maka pemimpin perlu menggali kebiasaan nilai-
nilai yang telah tertanam sebagai pendorong dalam
mewujudkan sebagai “kerja”. untuk melaksanakan budaya
yang telah ditanamkan dalam organisasi. Beberapa contoh
organisasi yang telah menerapkan budaya organisasi yang
dituangkan dalam nilai- nilai organisasi antara lain pada
Kemenag terdapat 5 nilai budaya kerja yakni Integritas,
Profesional, Inovatif, Tanggung jawab dan Keteladanan. Pada
Kenkumham Rebublik Indonesia dengan budaya kerjanya
PASTI. (Profesional, Amanah, Sinergi, Tanggung jawab dan
Integritas) Bagaimana dengan budaya kerja pada unit kerja
saudara? apakah sudah memilikinya?

4. Pemimpin mentransformasikan perhatian kebutuhan


pegawai.
Energi mengalir kerah atensi mengalir (NLP TM).
Energi adalah kekuatan yang tidak terlihat yang mampu
membuat kita melakukan perubahan, berkembangan dan
memenuhi keinginan yang diharapkan. Sering disebut dengan
bermacam-macam nama seperti: spirit, love, good, life force

168 Kepemimpinan Kontemporer


(daya), light (penerang). Kekuatan yang tidak tampak disebut
sebagai “mometum atau sedang dalam proses” (James:19:2004).
Energi yang disampaikan dapat berupa kata-kata, baik yang
tersurat maupun tersirat. Contoh kata- kata yang dapat
disampaikan oleh seorang pemimpin: “Disini anda Anda
sedang dalam proses meraih hasil yang diinginkan. Marilah
kita awali dengan pertanyaan sederhana tentang apa yang
Anda rasakan dan bagaimana bila Anda “sedang berjuang”?

5. Pemimpin memperluas kebutuhan pegawai.


Motivasi merupakan sumber energi. Oleh karena itu
pemimpin harus mampu meotivasi. Terdapat beberapa teknik
memotivasi kerja pegawai antara lain teknik pemenuhan
kebutuhan pegawai. Pemenuhan kebutuhan pegawai
merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja. Tidak
mungkin dapat memotivasi kerja pegawai tanpa
memperhatikan apa yang dibutuhkannya. Abraham Maslow
mengemukakan hirarki kebutuhan pegawai sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis
Yaitu kebutuhan makan, minum, perlindungan
fisik, bernapas, dan sexual. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan yang paling mendasar. Dalam hubungan
dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan gaji
yang layak kepada pegawai;
b. Kebutuhan rasa aman
Yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman,
bahaya, dan lingkungan kerja. Dalam hubungan dengan
kebutuhan ini, pemimpin perlu memberikan tunjangan
kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan dan dana
pensiun.
c. Kebutuhan social atau rasa memiliki
yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok
unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan
mencintai. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini,
pemimpin perlu menerima eksistensi atau keberadaan
pegawai sebagai anggota kelompok kerja, melakukan

Kepemimpinan Kontemporer 169


interaksi kerja yang baik, dan hubungan kerja yang
harmonis;
d. Kebutuhan harga diri
Yaitu kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh
orang lain. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini,
pemimpin tidak boleh sewenang-wenang memperlakukan
pegawai karena mereka perlu dihormati, diberi
penghargaan terhadap prestasi kerjanya;
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan
potensi, mengemukakan ide- ide, memberikan penilaian,
kritik dan berprestasi. Dalam hubungannya dengan
kebutuhan ini, pemimpin perlu memberikan kesempatan
kepada pegawai bawahan agar mereka dapat
mengaktualisaikan diri secara baik dan wajar;

Pemenuhan kebutuhan merupakan dasar bagi perilaku


kerja. Seorang pemimpin perlu menyadari bahwa motivasi
kerja akan timbul apabila kebutuhan pegawai tersebut dapat
terpenuhi. Oleh karena itu pemimpin mengangkat nuansa
kebutuhan pegawai ke tingkatan yang lebih tinggi pada hirarki
motivasi; Prof. D. David C. McClelland, seorang ahli psikologi
Amerika dari Universitas Harvard dalam teori motivasinya
mengemukakan bahwa produktifitas seseorang sangat
ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus
mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk
mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental
dimaksud terdiri dari 3 dorongan yaitu need of achievement
(kebutuhan untuk berprestasi), need of affiliation (kebutuhan
untuk memperluas pergaulan), dan need of power (kebutuhan
untuk menguasai sesuatu).
William J. Stanton (1981:101), dalam Mangkunegara
(2002: 93) mendifinisikan bahwa “A motive is a stimulated
need which a goal oriented individual seeks to satisfy”. Suatu
motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorentasi
kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas. Motivasi
sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah

170 Kepemimpinan Kontemporer


suatu tujuan tertentu. Menggerakan pegawai dalam mencapai
kebutuhan hidupnya khususnya membangkitkan dorongan
kebutuhan berprestasi dalam bekerja maka seorang pemimpin
dituntut mampu memberi motivasi dengan berbagai macam
cara agar pegawai merasa puas.
Diantara teknik tersebut dengan komunikasi persuasif
yang merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai
yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara
ekstralogis, atau memotivasi kerja yang dilakukan dengan cara
mempengaruhi dari luar diri. Pertama kali pemimpin harus
memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya
tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai
terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka
hasratnya menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan
melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang
diharapkan pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan
bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil
kerjanya.

6. Pemimpin mempertinggi nilai kebenaran.


Anda tidak bisa mengajari orang lain” yang bisa anda
lakukan adalah membantu menemukan yang terbaik, yang ada
dalam dirinya sendiri. Galileo Galilei (James:4:2004). Ungkapan
tersebut di atas mengidentifikasikan bahwa solusi atau
kebenaran seseorang terdapat pada diri orang itu sendiri.
Pemimpin dapat melaksanakan penanaman prinsip, sikap dan
perilaku dengan memberikan stimulus untuk merespon
dengan baik dan menemukan sikap yang terbaik dengan
melakukan dan melakukan lagi pada segala aktivitasnya sesuai
dengan nilai-nilai kebenaran yang diyakininya, sehingga
menjadi kebiasaan (habit) dan karakter (true self) dalah
hidupnya.

7. Pemimpin membangun rasa percaya diri seluruh


organisasinya.
Bagaimanakah membagun rasa percaya diri dalam
organisasi? Untuk membangun rasa percaya diri seluruh

Kepemimpinan Kontemporer 171


organisasinya pemimpin dapat memusatkan perhatian dengan
kata-kata “siapa diri kita” bukan hanya dengan kata- kata
ajakan untuk bekerja lebih keras dan lebih keras lagi, artinya
kita menginginkan hasil yang diharapkan tidak tergantung
pada apa yang kita inginkan, namun juga segala sesuatu yang
memungkinkan terjadinya. Yang dapat dilakukan oleh seorang
pemimpin adalah how to true freedom “bagaimana mencapai
keleluasaan sejati” dengan menanamkan nilai-nilai kepada
anggotanya untk memiliki prinsip (principle contered), sikap
(attitude-driven) dan komitmen untuk melaksanakan (practice
committed). Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan
melibatkan seluruh kehidupan pada proses untuk mencapai
hasil (sumber untuk menetapkan pilihan prinsip hidupnya)
setiap melaksanakan pekerjaan kita memiliki tantangan
bagaimana kita bertindak dan berbicara sesuai dengan nilai-
nilai dan prinsip tersebut, sehingga keberhasilan yang
diperoleh telah sesuai dengan apa yang menjadi harapannya.

8. Pemimpin mempertinggi probabilitas keberhasian yang


subjektif
Pemimpin memberikan perhatian dengan prilaku yang
menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri
(trust). Inspirational motivation, menyediakan tantangan bagi
pekerjaan yang dilakukan pegawai dan memperhatikan makna
pekerjaan bagi pegawainya untuk keberhasilan organisasinya.
Pemimpin juga mempraktekkan inovasi- inovasi. Selain hal
tersebut pemimpin merefleksikan dirinya sebagai seorang yang
penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti
keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala masukan yang
diberikan bawahannya.

Dari beberapa contoh di atas dapat disimpulkan bahwa cara


menerapkan kepemimpinan transformasional antara lain:
1. memahami visi dan misi organisasi;
2. memahami lingkungan organisasi melalui analisis lingkungan
strategis (SWOT);
3. merumuskan rencana strategis organisasi;

172 Kepemimpinan Kontemporer


4. menginternalisasikan visi, misi, kondisi lingkungan strategis,
dan rencana startegis pada seluruh anggota organisasi;
5. mengendalikan rencana strategis melalui manajemen
pengawasan yang tepat;
6. memahami kebutuhan para pegawai;
7. memahami kapasitas para pegawai;
8. mendistribusikan pekerjaan sesuai dengan kapasitas pegawai;
9. mengapresiasi hasil pekerjaan pegawai.

Berikut ini penerapan gaya kepemimpinan transformasional


sebagai berikut:
1. Penerapan Idealisasi Pengaruh (Idealized Influence), Pengaruh
Ideal (Idealized influence) yaitu perilaku yang membangkitkan
emosi dan identifikasi yang kuat dari para pengikut terhadap
pemimpin (Yukl, 2010, p.305). Pada model ini mengidentifikasi
dan ingin melakukan melebihi model tersebut. Pemimpin
menunjukkan standar tinggi dari tingkah laku moral dan etika,
serta menggunakan kemampuan untuk menggerakkan
individu maupun kelompok terhadap pencapaian misi mereka
dan bukan untuk nilai perorangan.
2. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation) Motivasi
Inspirasional (Inspirational motivation) meliputi penyampaian
visi yang menarik, dengan menggunakan simbol untuk
memfokuskan upaya bawahan. Perspektif kepuasan tentang
motivasi berkenaan dengan faktor- faktor yang menggerakan
motivasi (Griffin:60:2003).

Hal tersebut dapat dilihat dari mana motivasi itu muncul,


sehingga muncul harapan dari individu-individu termotivasi
untuk bekerja jika mereka percaya upaya mereka akan
menghasilkan kinerja tinggi, bahwa kinerja ini akan menghasilkan
balas jasa dan beranggapan aspek-aspek positif dapat melampaui
aspek negatif. Terdapat strategi penggerak motivasi antara lain
pemberdayaan dan partisipasi serta bentuk-bentuk tatanan kerja
alternatif. Griffin:60:2003) Jadi pemberdayaan dan partisipasi
merupakan dua metode penting yang dapat dimanfaatkan oleh
pemimpin eksekutif untuk meningkatkan motivasi bawahannya.

Kepemimpinan Kontemporer 173


Pemberdayaan (empowerment) yang dapat dilakukan oleh
pemimpin eksekutif proses yaitu untuk melibatkan seseorang untuk
menetapkan tujuan-tujuan kerja, membuat keputusan dan
memecahkan masalah dalam batas tanggung jawab dan wewenang
mereka. Sedangkan partisipasi (participation) proses penyediaan
suara bagi bawahan dalam membuat keputusan tentang pekerjaan
mereka. Peranan dari partisipasi dan pemberdayaan dalam
menggerakan motivasi dapat diekspresikan dari sisi perspektif
kepuasan maupun pengharapan. Bawahan yang berpartisipasi
dalam pembuatan keputusan akan lebih terdorong untuk
melaksanakan keputusan- keputusan secara tepat. Selain hal
tersebut kesuksesan proses mulai dari pembuatan keputusan,
penerapan dan kemudian melihat konsekwensi positif yang
ditimbulkan dapat membantu pencapaian tujuan, menjadikan
pengakuan dan tanggungjawab serta dapat meningkatkan
kepercayaan diri.
Dapat digambarkan penerapan metode peningkatan
motivasi bagi pemimpin eksekutif adalah sebagai berikut:

Gambar Inspirational Motivation

Keterangan:
Pemimpin memberikan partisipasi dalam pembuatan
keputusan, penerapannya kepada bawahan dengan melihat
konsekwensi positif yang ditimbulkan dalam pencapaian tujuan
organisasi sehingga timbul rasa tanggung jawab dan dapat
meningkatkan kepercayaan diri bagi bawahan. Selanjutnya
Kotter menjelaskan bahwa perubahan transformasional dapat

174 Kepemimpinan Kontemporer


dimulai dari tahap pemicuan perubahan, pada tahap ini leader
melaksanakan 5 kegiatan penting
a. membangkitkan rasa keterdesakan (sense of urgency)
b. membentuk tim pemandu
c. merumuskan visi dan strategi
d. mengkomunikasikan visi perubahan
e. menghadapi resistensi (Mulyadi, 772:2001).

1. Konsiderasi Individual (Individualized Consideration)


Pertimbangan Individual (Individualized consideration)
meliputi pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi
para pengikut, pemberian bantuan sebagai pemimpin,
memberikan pelayanan sebagai mentor, memeriksa kebutuhan
individu untuk perkembangan dan peningkatan
keberhasilan”.(Avolio, 1994, dalam Tschannen-Moran, 2003).
Kondisi saat sekarang orang menginginkan kondisi yang riil,
bosan dengan kata-kata, akan tetapi “hasil yang diinginkan”,
maka setiap individu maupun organisasi mengarahkan pada
tujuan kehidupan yang lebih jelas/fokus termasuk dengan
kebutuhannya. Seperti pendapat Abraham Maslow 1940
mengemukakan hirarki kebutuhan hidup yang dapat membantu
memperjelas keinginan individu dengan tiga tingkatan yaitu
menjadi, melakukan dan mendapatkan, sebagaimana gambar
berikut:

Gambar Individualized Consideration


Dalam gambar tersebut di atas menjelaskan bagaimana
individu ingin “menunjukan diri” kepada dunia ini. Sebelum

Kepemimpinan Kontemporer 175


menjelaskan lebih lanjut peserta diberi tugas untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Kelompok I
a) Siapakan diri anda?
b) Ingin menjadi siapa?
c) Apa tujuan hidup anda?
d) Apa yang menjadi pedoman anda dalam berpikir,
berbicara dan bertindak?
b. Kelompok II
Pada tahap melakukan, menjawab pertanyaan
berikut:
a) Bagaimana anda melakukannya dalam mencapai visi
misi organissi?
b) Apa yang ingin dikerjakan?
c) Apa yang membuat anda tertarik?
d) Apa yang ingin anda berikan untuk Indonesia bahkan
dunia ini?
e) Apa Yang Ingin Anda Pelajari?
f) Bakat atau kemapuan apa yang ingin
anda kembangkan?
c. Kelompok III
Tahap mendapatkan, dengan pertanyaan:
a) Apa yang ingin anda dapatkan?
b) Pengalaman apakah yang ingin anda bgikan dalam
hidup ini?
c) Apa yang ingin anda nikmati setelah meraih sesuatu?
d) Apa yang sesungguhnya ingin anda capai?

Dari berbagai macam jawaban dari masing-masing


kelompok menunjukan keleluasaan diri individu melalui
personal leadership, artinya meningkatkan kemampuan
individu (kekuatan orgaisasi tempat menjadi anggota) untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan bersama dengan
melaksanakan tanggung jawab terhadap pengembangan dan
pengembangan, dengan menunjukan hasil terbaik dan konsisten
(bukan saja bekerja lebih keras dan menghasilkan yang berbeda)
akan tetapi ingin menjadi seperti apakah kita ini? sehingga akan

176 Kepemimpinan Kontemporer


terbetuk karakter siapakah kita, nilai-nilai dalam organisasi apa
yang disepakati) jadi tidak hanya “melakukan”.
a. Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation) Stimulasi
Intelektual (Intellectual Stimulation) yaitu perilaku yang
meningkatkan kesadaran anggotaakan permasalahan dan
mempengaruhi para anggota untuk memandang masalah
dari perspektif yang baru dengan menciptakan ransangan
dan berpikir inovatif bagi pengikut melalui asumsi-asumsi
pertanyaan, merancang kembali masalah, menggunakan
pendekatan pada situasi lampau melalui cara yang baru.
Siklus perubahan secara transformasional dimulai dengan
adanya stimulasi intelektual untuk melakukan perubahan,
dan tidak takut akan kegagalan, sebab ketakutan akan gagal
mengakibatkan organisasi akan mengalami stagnasi. Tahap-
tahap perubahan transformasional dapat digambarkan
sebagai berikut:

Gambar Tahap Perubahan Transformasional


Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa seorang
pemimpin transformasional dituntut adalah menjaga
stimulan tidak terhalang dalam kegagalan (selalu optimis)
artinya stimulus apapun yang datang kepada
organisasinya, tetap memberikan respon positif untuk
keberhasilan visi organisasi. Maka proses perubahan
Kepemimpinan Kontemporer 177
selanjutnya perumusan dan mengkomunikasikan visi
perubahan kepada seluruh anggota organisasi. Visi
perubahan harus diwujudkan dengan tindakan atau
percobaan, apabila tidak maka visi hanya akan menjadi
ilusi. Dalam percobaan terdapat dua kemungkinan
gagal/berhasil, jika gagal organisasi akan panik dan harus
dicoba kembali dengan mencari penyebab kegagalan
sebagai tidakan preventif percobaan berikutnya, namun
apabila berhasil maka personil organisasi akan memperoleh
wawasan baru tentang perubahan yang berhasil dicapai dan
akan menimbulkan sinergi untuk melaksanakan perubahan-
perubahan .
b. Simulasi Coaching dan Mentoring dalam Menghasilkan
Kinerja Tinggi.
Selamat Anda telah menguasai seluruh kompetensi dalam
bab 2 tentang konsep dasar kepemimpinan
transformasional dan konsep coaching dan mentoring.
Coaching dan mentoring sebagai salah satu alat
mentransformasikan kinerja pegawai menuju kinerja yang
tinggi. Beberapa Teknik coaching dan mentoring tentunya
telah anda kuasai. Oleh karena itu dalam sub bab ini anda
akan diajak untuk menerapkannya dalam bentuk simulasi.
Dalam hal ini Anda secara bergantian akan berperan
sebagai coach dan coachee. Namun kadang-kadang anda
juga berperan sebagai mentor dan mentee yang sedang
melakukan kegiatan mentoring.

2. Simulasi Coaching.
Selamat Anda telah menguasai salah satu teknik dalam
coaching. Silahkan pilih salah satu Teknik. Misalnya Teknik
GROW. Dalam penerapan Teknik ini, ingat bahwa Coaching
adalah sebuah cara pengembangan kompetensi sumberdaya
aparatur sipil negara melalui proses dialog yang
memberdayakan antara seorang coach dengan coachee-nya
dengan memberikan keleluasaan pada coachee untuk dapat
mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapinya,
menemukan berbagai solusi alternatif yang dapat dilakukannya

178 Kepemimpinan Kontemporer


sendiri dan menglengkapi dirinya dengan strategi yang paling
efektif untuk melaksanakan dan mencapai solusi solusi tersebut.
Di samping itu ingat hal-hal sebagai berikut:

Hal yang perlu diterapkan dalam coahing dengan Teknik GROW


Teknik Alasan Cara melakukan
Goal Jika anda tidak tahu Apa yang ingin anda perbaiki di
apa yang anda organisasianda?
inginkan, maka Apa indikasi kondisi yang lebih baik
anda tidak tahu itu?
bagaimana kondisi Sejauhmana peran anda dalam
yang anda inginkan? mewujudkan kondisi tersebut?
Berapa lama waktu yang anda butuhkan
untuk mencapai kondisi tersebut?
Bagaimana anda tahu jika anda
berhasil?
Bagaimana anda mengukur
keberhasilan itu?

Reality Jika anda tidak tahu Apakah yang terjadi saat ini di
kondisi saat ini, organisasi anda?
maka anda akan sulit Apakah masalah yang dihadapi oleh
mengehathui apa organisasi anda Siapa saja yang terlibat
masalah yang di dalamnyaApa yang akan terjadi
sesungguhnya apabila masalah tersebut berkelanjutan?
Apa dampaknya terhadap anda dan
semua yang terlibat di dalamnya?
Apa saja yang sudah anda lakukan
selama ini?
Bagaimanakah hasil yang anda
dapatkan?
Apakah saja yang menjadi kendalanya?
Apa sajakah yang belum selesai
masalahnya?

Options Mempunyai pilihan Apakah solusi yang bisa anda lakukan?


solusi lebih baik Apa lagi yang dapat anda perbuat?
daripada tidak sama Apakah untung rugi dari solusi

Kepemimpinan Kontemporer 179


sekali tersebut?
Apakah yang akan terjadi dengan
organisasi anda apabila solusi tersebut
belum terselesaikan
Will Bila inginkan a. Solusi manakah yang akhirnya anda
perubahan, ubahlah pilih?
perilaku anda dalam b. Sejauhmanakah solusi tersebut dapat
menghadapi mengatasi permasalahan?
permasalahan c. Bagaimanakah cara anda
tersebut. mengetahui bahwa solusi tersebut
berhasil?
d. Kapan anda akan memulai solusi
tersebut?
e. Siapa saja yang akan membantu
anda?
f. Siapa saja yang harus tahu tentang
rencana anda ini? Sejauhmana
mereka terlibat?
g. Pada skala 1 sampai 10, satu
minimum, 10 maksimum, seberapa
besar komitmen anda untuk
melaksanakan solusi tersebut?
h. Apa yang menghalangi untuk
mencapai 10?
i. Apa lagi yang dapat dilakukan
untuk mencapai 10?

3. Dalam simulasi ini silahkan lakukan hal-hal sebagai berikut:


a. Pilihlah pasangan anda, tentukan siapakah yang akan
berperan sebagai coach dan siapakah yang akan berperan
sebagai coachee dan lakukan ganti peran.
b. Lakukan simulasi kegiatan coaching dengan menggunakan
Teknik GROW, sesuai dengan tahapan- tahapan
pelaksanaan coaching.
c. Lakukan feedback terhadap kegiatan coaching anda.
d. Lakukan pertukaran peran
e. Gali leasson learn dari kegiatan coaching anda beserta
pasangan anda.

180 Kepemimpinan Kontemporer


f. Simulasi Mentoring

Selamat anda telah mempraktikan kompetensi sebagai


coaching. Kini saatnya anda akan mempraktikan kompetensi
sebagai seorang mentor. Ingat bahwa menurut steven Spielberg
mentoring adalah suatau hubungan profesional dimana orang
yang berpengalaman (mentor) membantu yang lain (mentee)
dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan khusus
yang akan meningkatkan pertumbuhan pribadi dan pribadi
orang yang kurang berpengalaman. Oleh karena itu dalam
simulasi ini Anda akan berperan sebagai mentor, namun kadang
anda juga memerankan sebagai mentee. Adapun hal-hal yang
anda lakukan dalam kegiatan mentoring ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Mengajar mentee tentang masalah tertentu
b. Melatih mentee pada keterampilan tertentu
c. Memfasilitasi pertumbuhan mentoring dengan berbagi
sumber daya
d. Memberikan tantangan mentee untuk bergerak melampaui
zona nyamannya
e. Menciptakan lingkungan belajar yang aman untuk
mengambil risiko

Bagaimanakah aturan main dalam simulasi mentoring


ini:
a. Pilih pasangan anda untuk kegiatan simulasi mentoring ini,
b. Persiapkan sarana prasarana dalam pelaksanaan
mentoring sesuai dengan tujuan dan metode mentoring,
c. Lakukan kegiatan mentoring
d. Catat kegiatan pelaksanaan mentoring dalam tabel/buku
mentoring yang telah ditentukan.
e. Lakukan evaluasi terhadap kegiatan mentoring anda
f. Lakukan kegiatan tindak lanjut.

Kepemimpinan Kontemporer 181


182 Kepemimpinan Kontemporer
PERSEPSI DIRI

A. Memahami Diri Sendiri


Menurut penulis Self sudah lama menjadi bahasan serius
dari filsafat. Hattie (dalam rayner, 2001), Leary dan Tangney (2003),
bahasan mengenai self bisa ditemukan pada karya-karya filsuf
klasik seperti Plato ataupun Aristoteles (428-347 SM). Keduanya
disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali melakukan
pembahasan intelektual mengenai self. Leary dan Tangney (2003)
juga menyebutkan adanya bukti bahwa di dunia timur sebenarnya
sudah lebih awal membicarakan masalah self tersebut. Seperti
dalam upanishade yang ditulis diindia sebelum tahun 600 SM, tao
te ching di cina pada tahun 500 SM, dan filsafat gautama buddha
pada tahun 563- 483 SM. Bahasa yang cukup detail mengenai self
dalam perspektif psikologipertama kali disampaikan oleh William
Jomes pada tahun 1890-an. Self adalah kelengkapan psikologis yang
memungkinkan refleksi diri berpengaruh terhadap pengalaman
kesadaran, yang mendasari semua jenis persepsi, kepercayaan dan
perasaan tentang diri sendiri, serta yang memungkinkan orang
untuk meregulasi prilakunya sendiri.
Hati merupakan pusat ilmu pengetahuan (ma‟rifat) dan
mempunyai kuasa untuk mengatur dan menguasai semua anggota
tubuh executive agents.

1. Persepsi diri (self perception)


Persepsi merupakan proses pemaknaan terhadap
stimulus. Sebagai suatu proses, persepsi slalu mensyaratkan

Kepemimpinan Kontemporer 183


objek. Objek persepsi sangat beragam salah satunya adalah self.
Sebagai objek persepsi self bukanlah objek tunggal, tapi objek
yang memiliki aspek-aspek yang sangat kompleks. Secara umum
aspek- aspek dari self itu bisa dikategorikan menjadi empat
kategori:
a. aspek fisik
b. psikologis
c. sosial-kultural
d. dan spiritual.
Kita tertarik pada orang pun yang terkait dengan diri
sendiri melebihi apapun. Kita pun mempunyai perhatian yang
sangat luar biasa terhadap informasi-informasi yang relevan
denga diri kita. Menurut Dunning (2005), sangat mengejutkan
ternyata memahami diri secara akurat tidak semudah yang
diperkirakan. Beberapa hasil penelitian yang ia ungkapakan
membuktikan bahwa pemahaman terhadap diri sendiri juga
tidak lebih akurat dibandingkan pemahaman terhadap orang
lain. Allah SWT mengingatkan manusia agar tidak saling
menghinakan, sebab boleh jadi orang yang dihinakan itu lebih
baik dari pada yang menghina.

2. Metode persepsi
Brehn dan Kassin (1996) menyebutkan empat sumber
untuk memahami diri sendiri, yaitu: intropeksi
(instropection), pemangatan terhadap prilaku sendiri
(perception of our own bahevior), pengaruh orang lain (influence
of other people), dan ingatan autobiografis (autobiographical
memory). Berdasarkan apa yang disampaikan oleh brehn dan
kassin (1995) dan taylor, peplau, dan sears (1997), terdapat
beberapa sumber pemahaman diri.
1. Introspeksi.
2. Intropeksi berarti melakukan peninjauan ke dalam diri
sendiri, pikiran atau perasaan kita.
3. Pengamatan terhadap prilaku diri sendiri.
4. Kedua adalah pengamatan terhadap prilaku sendiri.
5. Penilaian orang lain.

184 Kepemimpinan Kontemporer


6. Ironi memang bahwa sebagian dai diri kita ternyata misteri
bagi diri kita sendiri.
7. Perbandingan sosial.
8. Refleksi terhadap reaksi orang lain.
9. Charles Horton Cooley 1902 yang dikenal sebagaisymbolic
interactionist berpendapat bahwa orang lain berfungsi
sebagai cermin sehingga kita bisa melihat diri sendiri
melalui orang lain (looking- glass self)

Sebagian pemahaman kita mengenai diri kita terbentuk


melalui sosialisasi dalam kelompok ataupun masyarakat.

3. Persepsi diri dan penilaian social


Tokoh psikologi kebanyakan mengakui bahwa
persepsi terhadap orang lain terkait dengan persepsi terhadap
diri sendiri. Pemahaman kita terhadap diri kita sendiri ternyata
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penilaian kita
dengan orang lain. Persepsi diri berpengaruh terhadap persepsi
social dengan cara: sebagai sumber informasi, sebagai standar
evaluasi, dan sebagai standar moral. Empat isu menarik
perhatian para peneliti:
a. Self sebagai sumber informasi ketika memahami orang lain:
persepsi kesamaan
b. Self sebagai sumber informasi ketika memahami
orang lain: persepsi perbedaan dan keunikan
c. Self sebagai standar didalam mengevaluasi orang lain
d. Self sebagai standar moral

4. Kesalahan-kesalahan dalam persepsi diri


Bias-Bias dalam persepsi diri:
a. Cognitive conservatism:
b. kecendrungan untuk tidak mau mengubah pengetahuan
dan keyakinan tentang diri sendiri.
c. Barnum effect
d. Kecendrungan untuk mengklaim bahwa gambaran umum
tentang kepribadian tertentu, sesuai dengan karakteristik
kepribadian dirinya sendiri.
e. Favorability bias

Kepemimpinan Kontemporer 185


f. kecendrungan untuk menilai informasi positif
tentang diri sendiri itu lebih tetap dibanding informasi
negatif.
g. Self fulfilling prophecy
h. Kecendrungan untuk berprilaku yang dapat meyakinkan
harapan- harapannya.
i. Efek negativitas
j. Kecendrungan untuk memberikan bobot yang lebih besar
terhadap karakteristik negatif dari pada terhadap
karakteristik positif.

5. Konsep diri (self concept)


Brabden (1983) mendefenisikan konsep diri sebagai
pikiran, keyakinan, dan kesan seseorang tentang sifat dan
karakteristik dirinya, keterbatasan dan kepabilitasnya, serta
kewajiban dan aset-aset yang dimilikinya. Satu faktor penting
yang berpengaruh terhadap perubahan konsep diri adalah self
concept clarity, yaitu sejauh mana konsep diri seseorang itu
secara internal konsisten, stabil, dan dipegang dengan penuh
keyakinan.

6. Harga diri (self esteem)


Brandon menyebut self esteem sebagai kunci yang
sangat penting untuk mengenal prilaku seseorang. Self seteem
merupakan topik yang paling tua dalam ilmu sosial. Self esteem
petama kali diperkenalkan oleh psikolog berkebangsaan
amerika, William james pada tahun 1890-an. Dalam satu abad
ini, self esteem masih menarik untuk dibicarakan, dan diakui
sebagai salah satu topik yang paling bnayak diteliti.
Tiga klasifikasi dalam mendefinisikan self esteem: self
esteem sebagai suatu kompetensi, sebagi perasaan berharga,
sebagai suatu kompetensi berharga, sebagai suatu kompetensi
dan perasaan berharga. Self consistensi theory adalah suatu teori
yang mengatakan bahwa orang itu lebih suka mencari informasi
sosial yang memperkuat konsep diri. Self enhancement theory:
suatu teori yang mengatakan bahwa orang itu akan dan lebih
suka mendapatkan umpan baik positif yang dapat

186 Kepemimpinan Kontemporer


meningkatkan harga dirinya, meskipun bertentangan dengan
konsep diri.

7. Regulasi diri
Self regulation adalah suatu upaya untuk
mengendalikan pikiran perasaan, dan prilaku dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Dalam mencapai tujuan, kemampuan
meregulasi diri merupakan suatu yang sangat vital. Maalah
personal maupun sosial, bisa muncul karena kekurang
mampuan didalam melakukan regulasi diri. Agama mendorong
pemeluknya untuk memiliki tujuan dan nilai-nilai yang lebih
spesifik, dan memberikan muatan lebih terhadap tujuan-tujuan
yang diinginkan.

B. Persepsi Sosial: Memahami Orang Lain


1. Indra dan persepsi social
Ada dua instrumen yang sangat membantu relasi kita
dengan lingkungan yaitu indra (senses) dan persepsi
(perseption). Melalui indra, kita kontak, menyadari, dan
mendeteksi stimulus sosial, sedangkan melalui persepsi, kita
mengenal, mengerti dan memaknai stimulus tersebut.
Perubahan personal pada faktor- faktor yang mempengruhi
pengindraan dan persepsi sosial akhirnya akan membuat realitas
sosial yang objektif akan tampak subjektif dan personal. Secara
alamiah, setiap kita mempunyai cara sendiri didalam memahami
orang lain. Sadar ataupun tidak, kita menggunakan persepsi
tersebut untuk menggambarkan, menjelaskan, memprediksi dan
mengadili orang lain Persepsi adalah proses pemaknaan setiap
stimulus. Menuru Baron dan Byrne persepsi sosial adalah suatu
usaha untuk memahami orang lain dan diri kita sendiri.
Perbedaan antara persepsi terhadap orang dan persepsi terhadap
benda.

2. Skema social
Skema sosial adalah struktur kognitif yang
merepresentasikan pengetahuan kita tentang suatu konsep
stimulus, termasuk atribut dan keterkaitan diantara atribut-

Kepemimpinan Kontemporer 187


atribut tersebut. Salah satu tujuan skema sosial adalah
menyederhanakan kompleksitas informasi mengenai kehidupan
sosial sehingga kita akan lebih mudah didalam memahami
kompleksitas kehidupan sosial tersebut dan komunikasi kita
dengan kehidupan sosial menjadi lebih efisien.

3. Akurasi persepsi sosial


Persepsi sosial bersifat subjektif. Kebenaran persepsi
sering kali bersifat relatif, dan kebenarannya sering kali berbeda
diotak masing-masing orang. Sebagian persepsi sosial memang
sulit diverifikasikan dan tidak bisa dinilai benar ataupun salah,
tetapi sebagian lagi sebenarnya sangat memungkinkan untuk
diverifikasi dan bisa dinilai benar ataupun salah. Kognitive
miser adalah kecendrungan kita untuk tidak berikir secara
mendalam mengenai penilaian kita terhadap orang lain.

4. Pembentukan dan pengaturan kesan


Efek negativitas adalah kecendrungan kita untuk
memberikan bobot yang lebih tinggi terhadap informasi negatif
dibanding informasi positif. Setiap orang memiliki pengetahuan
mengenai central trait orang lain yang kemudian bisa digunakan
untuk memahami orang lain secara keseluruhan. Manajemen
kesan menunjukan pada usaha yang dilakukan untuk
mendapatkan kesan yang positif dihadapan orang lain,
sedangkan presentasi diri menunjukan pada usaha yang kita
lakukan supaya kesan orang lain mengenai kita terkendali.

5. Memahami komunikasi non verbal


Persepsi kita terhadap orang lain salah satunya
dipengaruhi oleh komunikasi nonverbal. Ketika kita
berkomunikasi kita tidak saja menyampaikan pesan yang
bersifat verbal, tetapi juga pesan yang bersifat nonverbal. Kita
tidak pernah tidak mengomunikasikan sesuatu. Secara verbal
boleh jadi tidak, tapi secara nonverbal kita selalu berkomunikasi.
Implikasinya, untuk memahami orang dengan baik, selain
memerhatikan kata-kata, kita pun harus memerhatikan dan
memahami komunikasi onverbal. Dan juga memerhatikan
bagaimana intonasi kita berbicara.

188 Kepemimpinan Kontemporer


6. Bentuk-bentuk ekspresi nonverbal
a. Ekspresi bahasa
Ekspresi wajah merupakan salah satu petunjuk
penting dari emosi dan perasaan seseorang. melalui wajah
kita bisa mengetahui banyak hal mengenai keadaan internal
dari seseorang.
b. Para bahasa
Ketika berbicara dengan orang lain, yang kita dengar
bukan hanya untaian kata saja, kita pun mendengar variasi
suara (para bahasa) dalam bentuk intonasi, tekanan,
kecepatan berbicara, jeda, volume suara, dan lain- lain.
c. Kontak mata
Secara umum kita akan membuka mata lebar-lebar
jika tertarik atau bahagia. Sebaliknya, kita akan menutup
mata serapat- rapatnya jika tidak tertarik atau tidak senang.
d. Ruang personal
Secara umum, ruang personal bisa menunjukan
kedekatan, keintiman, dan ketertarikan antara satu orang
dengan yang lainnya
e. Gesture
Gesture adalah gerakan-gerakan ekspresif dari bagian
tubuh, seperti tangan, badan, mata, kepala, ataupun kaki.
Secara umum, gesture dapat dibagi dua, yaitu; gesture
terbuka dan gesture tertutup.
f. Sentuhan
Secara umum sentuhan bisa bermakna kehangatan,
keakraban, ketertarikan seksual, perhatian, dominasi, atau
bahkan agresivitas.

C. Atribusi Sosial: Memahami Penyebab Prilaku


Menurut Baron dan Byrne (1997) atribusi sosial adalah
proses yang kita lakukan untuk mencari penyebab dari prilaku
orang lain sehingga mendapatkan pengetahuan mengenai
karakteristik stabil dari orang lain. Faktor penyebab dari suatu
prilaku bisa bersifat internal dan eksternal, spontan atau
pertimbangan, terencana atau tidak terencana. Atribusi sosial bisa

Kepemimpinan Kontemporer 189


juga berlangsung secara spontan atau melalui pertimbangan dan
proses berfikir yang panjang.

1. Kapan atribusi sosial dilakukan


Ada dua situasi yang sering kali mengundang
dilakukannya atribusi sosial, yaitu:
a. Situasi yang tidak diharapkan atau tidak bias
b. Situasi negatif, menyakitkan dan tidak
menyenangkan.

2. Menganalisis faktor penyebab


Prilaku slalu merupakan bentukan dari faktor-faktor
penyebab tertentu. Untuk memahami suatu prilaku dengan baik
maka faktor-faktor peneybab prilaku tersebut sebaiknya
dianalisis dengan baik pula. Tiga dimensi atribusi kausal:
a. Sumber factor penyebab (locus of causality)
b. Stabilitas faktor penyebab (stability)
c. Kemampuan mengendalikan (controllabikity)

3. Teori-teori Atribusi
Menurut Haider, kita secara alamiah dapat mengetahui
hubungan sebab akibat antara beberapa informasi. Kita slalu
menarik makna dari kejadian-kejadian yang ada disekitar kita
dan menggunakannya untuk memahami dunia sosial.

D. Ketertarikan Interpersonal
Hubungan interpersonal bersifat selektif. Kita tidak selalu
menjalin hubungan interpersonal dengan apa saja yang kita jumpai.
Ketertarikan interpersonal adalah penilaian kita terhadap orang lain
berdasarkan pada apakah kita menyukai orang tersebut atau tidak
menyulainya. Jika hubungan interpersonal tersebut dianggap cukup
memuaskan, maka hubungan interpersonal akan lanjut menuju
tahap intin. Jika sebaliknya, hubungan interpersonal interpersonal
tersebut akan berakhir atau berlangsung tapi akan terasa hampa.
Teori yang secara khusu membahas hubungan interpersonal adalah
teori penetrasi sosial dari altman dan taylor.

190 Kepemimpinan Kontemporer


1. Dasar ketertarikan interpersonal
Empat alasan mengapa kita tertarik pada orang lain dan
kemudian melakukan interaksi interpersonal:
a. Untuk mengurangi ketidakpastian dengan melakukan
perbandingan social
b. Untuk mendapatkan stimulasi yang menyenangkan dan
menarik
c. Untuk mendapatkan pujian dan perhatian
d. Untuk mendapatkan dukungan emosional. Dasar
ketertarikan interpersonal tersebut bersifat personal dan
subjektif. Setiap orang memiliki ketertarikan yang
berbeda.

2. Kesepian dan kesendirian


Kesepian menunjukan pada kegelisahan subjektif yang
dirasakan pada suatu saat hubungan sosial kehilangan ciri-ciri
pentingnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sedangkan kesendirian menunjukan pada keadaan terpisah
dari orang lain yang sifatnya objektif.

3. Pembentukan ketertarikan interpersonal


Ketertarikan orang lain pada kita bukanlah sesuatu yang
ada dengan sendirinya. Ketertarikan tersebut terbentuk
mengikuti proses-proses yang sebenarnya dapat dijelaskan.
Berikut penjelasan mengapa orang lain tertarik kepada kita:
Kesenangan, kesamaan, kedekatan, saling melengkapi, daya
tarik fisik, kompetensi, kehangatan personal, keadilan
pertukaran dan asosiasi.

4. Perkembangan suatu hubungan interpersonal


Hubungan interpersonal bisa berkembang kearah yang
lebih intim atau justru mengalami stagnasi, penurunan, dan
berakhir. Karena suatu hubungan interpersonal itu unik, maka
pola perkembangan ataupun penurunannya bersifat unik. Pola
perkembangan ataupun penurunan suatu hubungan
ienterpersonal berbeda antara satu pasangan dengan pasangan
lainnya.

Kepemimpinan Kontemporer 191


Penetrasi sosial menunjuk baik pada overt interpersonal
behavior, yaitu prilaku yang tampak ketika terjadi suatu
interaksi sosial ataupun internal subjective proceses yaitu proses
yang mendahului dan mengikuti perilaku overt tersebut. social
exchange theory (SET), menyatakan bahwa kepuasan
interpersonal ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: keuntungan
(benefit), dan investasi yang sudah dikeluarkan. SET
menyatakan bahwa kepuasan interpersonal ditentukan oleh tiga
faktor yaitu:
a. Keuntungan
b. keberadaan alternative
c. dan investasi.

5. Hubungan erat (intimate relationship)


Secara umum, ada beberapa karakteristik yang bisa
dijadikan acuan untuk menilai apakah suatu hubungan itu
berkembang kearah yang lebih erat atau sebaliknya. Ciri-ciri
tersebut antar lain:
a. Terdapat kelekatan emosional (emosional attachment)
b. Satu sama lain mampu memenuhi kebutuhan pasangannya
c. Satu sama lain salin tergantung dan pengaruh
memengaruhi.
Jika cinta tersebut semakin mendalam akan munvul
isyqun atau perasaan rindu. Orang yang dilanda isyiqun akan
menunjukan ketertarikan pada sesuatu yang dicintainya, dan
akan rela mengorbankan apa yang dimilikinya. Bagi islam
hirearki cinta yang paling puncak adalah cinta kepada allah
SWT, sedangkan cinta- cinta kepada yang selainnya, berada di
bawahnya. Robert sternberg menyebutkan bahwa setiap cinta itu
terdiri dari tiga unsur yaitu:
a. Intimacy
b. Pussion
c. Commitment

192 Kepemimpinan Kontemporer


E. Prilaku Moral
1. Perkembangan prinsip moral
Menurut Haidt (2008), terdapat dua aliran besar dalam
perkembangan psikologi moral. Aliran pertama dinotori oleh
piaget, kohlberg, gilligan, turiel, dan yang lainnya. Dalam
psikologi moral, nama jean piaget sering kali dianggap sebagai
tokoh pertama yang secara serius membahas moralitas dalam
psikologi. Dalam perkembangannya, kohlberg mendapatkan
kritik untuk berbagai pihak, salah satunya dari muridnya
sendiri yaitu carol giligan dan elliot turiel. Seperti halnya
Gilligan dan turiel pun mengkritisi sebagian pemikiran
kohlberg. Dalam hal bahwa penilaian moral merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi prilaku moral, turiel
memiliki pandangan yang sama dengan kohlberg.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi prilaku moral.


Berdasarkan penelitian faktor yang meengaruhi prilaku
moral bisa dikategorikan menjai empat yaitu:
a. Faktor kognitif
Piaget (1932) dan kohlberg (1969) merupakan tokoh
terdepan yang meyakini bahwa tokoh terdepan
dipengaruhi oleh penalaran moral. Kemampuan kognitif
seseorang didalam mengatasi dilema moral diyakini sangat
berpengaruh terhadap prilaku moralnya
b. Faktor emosi,
Emosi moral merupakan faktor penting dalam
menjelaskan prilaku moral. Menurut haidt (2003), emosi
moral merupakan sesuatu yang berhubungan dengan
kepentingan pribadi atau kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan. Emosi moral memiliki beberapa karakteristik
umum, yaitu berkaitan dengan tubuh, mempunyai
kemampuan untuk memotivasi, sulit dikendalikan secara
sadar, kompleks, dan berhubungan dengan kepentingan
individu atau masyarakat.

Kepemimpinan Kontemporer 193


c. Faktor kepribadian
Selain faktor kognisi dan emosi, faktor kesatuan
antara moralitas dan kepribadian juga merupakan faktor
penting dalam prilaku moral.
d. Faktor situasional
Secara langsung ata tidak langsung, konteks sosial
mempriming pengalaman bisa membentuk prilaku.
Penelitian Carpenter dan Marhsal (2009) menunjukan
bahwa priming merupakan faktor penting bagi prilaku
moral. Penelitian mereka menunjukan bawa tanpa priming,
ternyata orientasi beragama tidak mampu menurunkan
kemunafikan. Selain itu, identitas moral, seperti sebelumnya
dikatakan, bisa berperan sebagai identitas sosial.

F. Agresi
Agresi sering kali diartikan sebagai prilaku yang
dimaksudkan untuk melukai orang lain baik secara fisik ataupun
psikis. Defenisi yang hampir sama dikemukakan olehbrehm dan
kassin (1997) dan taylor, peplau dan sear (1998). Dengan redaksi
yang tidak jauh berbeda , baron dan byrne (1997) mendefinisikan
agresi sebagai prilaku yang diarahkan dengan tujuan untuk
membahayakan orang lain. Selain agresi, ada istilah lain yang sering
dipakai , yaitu kekerasan atau viorence. Dalam islam, niat
merupakan pokok dari setiap perbuatan. “setiap masalah
tergantung pada niatnya”.(HR Bukhori). Allah SWT, sendiri
menetapkan hukuman yang berbeda pada orang yang membunuh
dengan sengaja dan yang tidak sengaja (QS An-Nisa (24):92).
Berdasarkan tujuannya, agresi sebenarnya tidak selalu
ditujukan untuk membahayakan atau melukai orang lain. Agresi
kadang ditujukan untuk mencapai tujuan lain yang dianggap lebih
penting.

1. Teori-teori agresi
Lorenz menjelaskan prilaku agresi bukan reaksi
terhadap stimulus eksternal, tapi hasil dari inner agressive
drives yang harus dikeluarkan. Pendekatan insting dan biologis.
Terdapat tiga tokoh besar yang dikait-kaitkan dengan teori

194 Kepemimpinan Kontemporer


insting, yaitu: Willian McDugal, Sigmunt Freud, Konrad Lorenz.
Penjelasan biologis menjelaskan bahwa agresi berhubungan
dengan faktor-faktor biologis seperti: temperamen, gen, hormon,
ataupun otak. Pendekatan dorongan (drive). Teori ini
berpandangan bahwa prilaku agresi muncul karena kondisi
eksternal yang membangkitkan motif atau dorongan untuk
mencelai orang lain. Teori dorongan yang terkenal adalah
frustasion-agression hypothesis dari Dollars, Doob, Miller,
Mowrer dan Sears pada tahun 1939. Berkowitz (1993), seseorang
bertindak agresi sebagai reaksi dari stimulus yang menyakitkan.
Baginya, tidak semua frustasi dapat menyebabkan agresi, sebab
tidak semua frustasi merupakan stimulus yang menyakitkan.
Menurut Buss agresi merupakan hasil belajar berdasarkan
reward dan punishment, sedangkan menuru bandura prilaku
agresi karena “the pull of anticipated positive consequences.

2. Macam-macam agresi
Berdasarkan apakah agresi tersebut dilatar belakangi
emosi/marah atau tidak, terdapat dua macam agresi yaitu:
a. Emosional aggression
yaitu: agresi yang dilatar belakangi oleh perasaan
marah dan emosional.
b. Instrumental aggression
yaitu: agresi ini tidak ada kaitannya dengan marah.
Agresi ini merupakan instrumen untuk mendapatkan
tujuan lain yang dianggap lebih menarik seperti uang
ataupun jabatan. Kombinasi dari kedua cara agresi
dilakukan menghasilkan delapan macam agresi yaitu
sebagai berikut:
a) Agresi langsung-aktif- verbal.
b) Agresi langsung-aktif-non verbal.
c) Agresi langsung-pasif- verbal
d) Agresi langsung-pasif- non verbal
e) Agresi tidak langsung- aktif-verbal
f) Agresi tidak langsung- aktif-non verbal
g) Agresi tidak langsung- pasif-verbal
h) Agresi tidak langsung- pasif-non verbal.

Kepemimpinan Kontemporer 195


Marah adalah salah satu faktor yang cukup menentukan
apakah prilaku tersebut akan muncul atau tidak. Marah sendiri,
menurut kamus bahasa indonesia (1994), berarti sangat tidak
senang, berang, dan gusar, sedangkan menurut kamus oxford
advance‟s learner (1989), marah berarti perasaan sangat tidak
senang dan penuh bermusuhan. Marah sebenarnya reaksi alami
yang dirasakan manusia ketika menghadapi sesuatu yang
dianggap mengancam. Jadi marah dapat didefenisikan sebagai
reaksi emosional yang tidak menyenangkan yang muncul begitu
dari diri kitadihadapkan pada sesuatu yang tidak mengancam,
baik nyata maupun tidak nyata.

3. Perkembangan agresi
Penelitian longitudinal mengenai agresi menghasilkan
beberapa kesimpulan, yang sebagiaanya cukup mengagetkan.
a. Prilaku agresi mencapai puncaknya terjadi pada usia 2-4
tahun, dan kemudian cendrung menurun kecuali pada
masa-masa remaja (Tremblay & Negin, 2005).
b. Berbeda dengan kesimpulan behavioris, anak ternyata tidak
perlu belajar untuk menunjukan prilaku agresi (Hey, 2005).
c. Agresi yang sifatnya fisik (psychal agresion) pada anak
dipengaruhi juga oleh kualitas interaksi dengan teman
sebaya.
d. Seiring dengan perkembangan usia, anak tampaknya
tidak berusaha belajar bagaimana bertindak agresif,
tetapi justru bagaimana bertindak melakukan tindakan
yang tidak agresif (Tremblay, Hartup, dan Archer, 2005).
e. Dari mulai masa anak sampai dewasa lelaki lebih banyak
menggunakan agresi fisik dibandingkan dengan
perempuan.

4. Mengendalikan marah dan agresi


Setiap kita pasti mengalami emosi marah, dan tidak
muda untuk menghindarkan diri dari emosi marah. Yang
membedakan antara satu orang dengan yang lainnya adalah
perbedaan biologis, kepribadian, pemrosesan kognitif, dan
pengalaman subjektif masing- masing dengan lingkungannya.

196 Kepemimpinan Kontemporer


Faktor-faktor itulah yang membuat diantara kita mudah marah
dan tidak mudah marah.
a. Pengalihan (displacement)
adalah kecendrungan untuk secara tidak langsung
mengekpresikan impuls-impuls yang tidak diharapkan,
atau mengekpresikan frustasi terhadap target yang bukan
sumber frustasi.
b. Katarsis.
Istilah katarsis pertama kali dipakai oleh aristoteles.
Menurutnya, menonton petunjuk musik yang bagus dapat
melepaskan emosi kognitif. lebih lanjut, freud mengatakan
bahwa emosi kognitif yang ditekan akan menimbulkan
sistem psikologis tertentu seperti neorosis dan histeria.
Islam memberikan petunjuk banyak untuk mengendalikan
marah ini, baik secara kognitif maupun perilaku.

G. Perilaku Menolong
Perilaku menolong merupakan bagian dari prilaku
prososial (clarke, 2003; Batson 1998) yang dipandang sebagai segala
tindakan yang ditujukan untuk memeberikan keuntungan pada
satu atau banyak orang. Schreoder, Penner, Dovido, dan Piliavin
(1995) menyatakan bahwa prilaku prososial terbagi pada tiga sub
kategori: helping, altruism, dan cooperation. Banyak penelitian
menganggap bahwa empati bersifat multidimensional, baik
komponen kognitif, empati meliputi perspektive talking,
menggunakan kekuatan imajinasi untuk melihat mata melalui mata
orang lain. Komponen emosional meliputi personal distress yang
merupakan reaksi yang berorientasi pada diri sendiri dan emphatic
concern merupakan reaksi yang berorientasi pada orang lain seperti
simpati, rasa sayang, dan yang lainnya. Daniel batson membedakan
antara helping dan altruism berdasarkan motivasi yang melatar
belakanginya bukan dari konsekuensinya. Mc Guire
,menyimpulkan bahwa terdapat empat jenis prilaku menolong:

1. Casual helping
yaitu memberikan pertolongan yang sifatnya biasa/
namun seperti meminjamkan pulpen kepada teman.

Kepemimpinan Kontemporer 197


2. Subtantial personal helping
yaitu pertolongan yang membutuhkan usaha yang
dapat menguntungkan orang lain, seperti membantu teman
pindah rumah.

3. Emotional helping
Pertolongan dengan memberikan dukungan emosional/
sosial seperti mendengarkan cerita teman tentang masalah
pribadinya.

4. Emergency helping
yaitu pertolongan bersifat darurat seperti memberi
pertolongan pada orang asing yang terkena serangan jantung
atau kecelakaan lalu lintas.
Terdapat beberapa perspektif yang bisa dipakai untuk
menjelaskan prilaku menolong yaitu:
a. Perspektif evolusionis
Perspektif evolusionis menjelaskan bahwa prilaku
menolong bersifat genetik. Secara genetik, menusia
dianggap mempunyai kecendrungan untuk menolong
orang lain.
b. Perspektif belajar sosial.
Prilaku menolong bisa juga dijelaskan dengan
menggunakan perspektif belajar sosial (social learning).
Perspektif belajar sosial menjelaskan bahwa prilaku
menolong karena proses belajar dari pengalaman dan
pengamatan bahwa menolong dapat menguntungkan
c. Perspektif sosial-kultural
Perspektif sosial-kultural menjelaskan bahwa
prilaku menolong lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
kultural.
d. Perspektif sosial-kognitif Perspektif ini memandang bahwa
prilaku prososial merupakan hasil dari pertimbangan
kognitif.

5. Perkembangan prilaku prososial


Prilaku prososial menurut Rhingold, Hey, dan West
(1976 dalam Biershof, 2002), dimulai pada usia dua tahun. Hal

198 Kepemimpinan Kontemporer


ini bisa dimengerti pada usia tersebut kompetensi kognitif dan
apektif sudah cukup berkembang. Menurut Bierhof (2002),
terdapat tiga hal yang mendukung perkembangan prilaku
prososial pada anak usia dua tahun:
a. Anak usia dua tahun sudah mempunyai kemampuan
perspektivetaking, suatu kemampuan yang
memungkinkannya berempati
b. Anak usia dua tahun sudah mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan dirinya sendiri yaitu suatu kemampuan
yang memungkinkannya bisa membedakan antara dirinya
dan orang lain.
c. Anak usia dua tahun sudah mampu menunjukan respons
spesifik ketika menyaksikan orang yang menderita.

6. Prilaku menolong dalam Islam


Prilaku prososial merupakan suatu prilaku yang
dimuliakan dalam agama islam. Sebab islam hadir sejatinya
memang demi kesejahteraan alam semesta atau
rahmatalil‟alamin (QS Al-Anbiya(21): 107). Prilaku prososial
boleh jadi didorong oleh motif pribadi, kesejahteraan orang lain,
atau motif melaksanakan perintah ilahiyah. Dan kualitas prilaku
prososial juga ditentukan oleh sejauh mana prilaku tersebut
berisiko. Semakin tinggi risiko yang akan ditanggung, semakin
tinggi kualitas prilaku prososialnya. Secara psikologis, tindakan
menyebut-nyebutnya prilaku prososial yang sudah dilakukan
akan mengurangi taribusi terhadap keikhlasan kita didalam
berindak overjustivication effect

H. Prasangka
Menurut Nelson (2002), awalnya, prasangka dianggap
sebagai afeksi negatif. Perkembangan berikutnya,
prasangka dipandang sebagai sikap, perkembangan terakhir
prasangka dianggap sebagai emosi sosial. jadi, prasangka adalah
penilaian tidak adil terhadap suatu kelompok berdasarkan
karakteristik anggota dari kelompok tersebut, nyata ataupun tidak.
Menurut Al khitabi dan Sufyan (dalam haqqi 2003), prasangka yang
dinyatakan dosa dan harus dihindari adalah prasangka yang

Kepemimpinan Kontemporer 199


dilontarkan dengan perkataan dan diyakini kebenarannya
penjelasan diatas menjelaskan tidak mudahnya dalam
mendefenisikan prasangka. walaupun demikian ada beberapa hal
mengenai prasangka yang disetujui oleh beberapa peneliti (Nelson
2002), yaitu bahwa prasangka terjadi dalam konteks kelompok,
melibatkan evalusi terhadap suatu kelompok, merupakan kesalahan
persepsi terhadap suatu kelompok, dan berdasarkan karakteristik
kelompok yang nyata ataupun imajinasi.

1. stereotype dan prasangka


Stereotype adalah keyakinan mengenai karakteristik
tertentu yang dimiliki seseorang sehubungan dengan
keanggotaanya dalam kelompok. pemahaman kita bahwa orang
lain sebagai in- grup dan out-grup menimbulkan konsekuensi
tersendiri. dan pada fase inilah kota membentuk stereotype.
keyakinan bahwa out grup memiliki ciri-ciri yang sama,
sedangkan in grup memiliki ciri-ciri yang lebih bervariasi
disebut dengan the out grup homogenity effect. Menurut Nelson
paling tidak ada empat faktor yang memengaruhi terpeliharanya
stereotype yaitu:
a. Adakalanya informasi yang didapat tidak sesuai dengan
stereitype yang diyakini.
b. Stereitype merupakan suatu sistem yang bersifat hirearki.
c. Realitas sosial akan lebih mudah dipahami jika
fakta-faktanya digambarkan sebagai sesuatu yang satu
sama lain saling berhubungan.
d. Stereotype merupakan suatu shortcut mental yang bisa
dipakai untuk memahami kelompok dengan cara mudah
dan cepat.

2. Prilaku diskriminatif
Prilaku ditakdirkan menjadi bagian dari suatu
kelompok, dan tidak menjadi bagian dari kelompok lain.
menjadi in-grup ataupun out- grup latar belakangnya beragam.
menjadi laki-laki ataupun perempuan merupakan takdir yang
tidak bisa diubah (ascribet), tapi bagian dari partai politik
tertentu adalah sebuah pilihan (achieved).

200 Kepemimpinan Kontemporer


3. Mengatasi masalah diskriminasi
Untuk mengatasi masalah diskriminatif, Allat SWT.
menganjurkan kita untuk saling memahami atau mengenal
sehingga tidak terjebak pada sikap negatif tanpa dasar, dan
prilaku diskriminatif (QS Al-Hujurat (49): 13). dengan salin
mengenal maka kekeliruan stereotip ataupun prasangka bisa
diminimalisir sekecil mungkin. Menurut Nelson beberapa
penelitian yang menunjukan adanya hubungan yang erat
dengan prasangka yaitu:
a. need for cognition adalah kebutuhan untuk memikirkan
secara saksama apa yang ada didunia
b. need for cognition clasure adalah kebutuhan untuk
mempunyai prilaku yang jelas mengenai segala hal yang
ada didunia.
c. need for struture adalah kebutuhan untuk mendapatkan
pengetahuan yang jelas dan pasti mengenai dunia.

4. Teori-teori prasangka
Ada beberapa teori yang dipakai untuk memahami
prasangka. teori tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. social identy theory (SIT).
SIT merupakan karya dari hanry tajfel dan john
turner pada tahun 1980- an. SIT merupakan teori yang
paling besar pengaruhnya terhadap penelitian mengenai
prasangka.
b. optimal distintiveness theory (ODT)
ODT menjelaskan bahwa kita mempunyai
keinginan untuk memperoleh keseimbangan antara sebagai
pribadi yang unik (distingtiveness).
c. realistic conflict theory (RCT)
RCT menjelaskan bahwa konflik antar kelompok
yang diakibatkan perebutan sumber daya.

Kepemimpinan Kontemporer 201


202 Kepemimpinan Kontemporer
MANAJEMEN KONFLIK

A. Definisi Konflik
1. Konflik adalah :
a. suatu kondisi tanpa adanya keharmonisan;
b. suatu kondisi dimana terjadi suatu pertentangan;
c. suatu kondisi dimana tidak ada kesepakatan; dan
d. konflik merupakan kondisi yang dinamis (konflik
tergantung perkembangan lingkungan strategis).
Konlik dalam organisasi adalah suatu kondisi dalam
organisasi dimana terdapat perbedaan pendapat atau
pertentangan dalam menjalankan tugas untuk melaksanakan visi
dan misi organisasi. Konflik merupakan kondisi yang dapat
menghambat proses pelaksanaan tugas guna pencapaian tujuan
organisasi. Konflik didefinisikan juga sebagai kondisi yang
saling bertabrakan, tidak sesuai, terjadi perseteruan, perkelahian
dan interaksi yang bertentangan sebagai akibat adanya
perbedaan kepentingan dari berbagai pihak. Konflik dapat
terjadi dalam kondisi apapun, tidak terbatas oleh tempat, waktu
dan subjek.

2. Unsur-unsur Konflik
Unsur-unsur konflik terdiri atas :
a. Aktor
b. Minimal terdapat dua pihak yang bersengketa;
c. Obyek
d. Terdapat obyek yang dipertentangkan (kebijakan,
tatalaksana dan tatacara, tujuan, hasil); serta
Kepemimpinan Kontemporer 203
e. Situasi
f. Aturan yang berlaku, budaya kerja yang berlaku.

3. Penyebab Konflik
Penyebab utama konflik, meliputi :
a. adanya perbedaan kepentingan;
b. adanya perbedaan pengertian/pemahaman;
c. adanya perbedaan cara pandang;
d. adanya ketidakjelasan tujuan;
e. adanya perbedaan peraturan yang dianut; dan
f. adanya perubahan situasi baru.

Penyebab utama konflik ini akan mempengaruhi jenis


strategi penyelesaian dan pencegahan konfliknya. Konflik juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut, yaitu :
a. Kegagalan komunikasi, dikarenakan beberapa penyebab,
yaitu :
a) salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat;
b) bahasa yang sulit dimengerti;
c) informasi yang mendua dan tidak lengkap; dan
d) gaya individu manajer yang tidak konsisten.
b. Masalah hubungan pribadi/dari pihak yang
berkepentingan, dikarenakan beberapa penyebab, yaitu:
a) ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi
karyawan dengan perilaku yang diperankan pada
jabatan mereka; dan
b) perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.
c. Struktur organisasi yang bermasalah, dikarenakan beberapa
penyebab, yaitu :
a) pertarungan kekuasaan antardepartemen dengan
kepentingan- kepentingan atau sistem penilaian yang
bertentangan;
b) persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang
terbatas; dan
c) saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-
kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan.

204 Kepemimpinan Kontemporer


Konflik dilihat dari dua macam sudut pandang, yaitu
berdasarkan sudut pandang lama dan baru. Perbedaan kedua
sudut pandang tersebut dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel Perbedaan Konflik dari Sudut Pandang Lama dan Baru
Konflik dari Sudut Pandang Konflik dari Sudut Pandang
Lama Baru
Konflik dapat dihindarkan Konflik tidak dapat
dihindarkan
Konflik disebabkan oleh : Konflik disebabkan oleh :
Kesalahan manajemen Penga- Struktur organisasi Perbeda-
cau an tujuan Perbedaan perse-
psi dan nilai-nilai pribadi

Konflik mengganggu organi- Konflik dapat membantu


sasi dan menghalangi pelaksa- atau menghambat
naan optimal
Tugas manajer menghilangkanTugas manajer mengelola
konflik tingkat konflik dan penyele-
saiannya
Organisasi optimal membu- Kegiatan organisasi optimal
tuhkan penghapusan konflik perlu tingkat konflik
moderat

4. Lokus Konflik
Lokus dari suatu konflik meliputi :
a. antar individu;
b. internal tim work;
c. internal organisasi; dan
d. eksternal antar organisasi.
Semakin luas lokus konflik, semakin komplek
permasalahannya dan semakin sulit mencari solusi.
Konflik memiliki tingkatan-tingkatan yang terdiri atas :
a. Tingkat kebijakan
b. Adanya konflik kepentingan;
c. Tingkat manajemen pelaksanaan kebijakan
d. Adanya konflik strategi penggunaan sumber daya;

Kepemimpinan Kontemporer 205


e. Tingkat pelaksanaan program
f. Adanya konflik prioritas alokasi sumber daya; dan
g. Tingkat pelaksanaan kegiatan
Adanya konflik tatalaksana dan tatacara pelaksanaan.

B. Dampak Konflik menurut Tingkatan Obyek Konflik


Faktor yang mempengaruhi dampak dari suatu konflik,
meliputi :
1. Skala konflik
Semakin luas skala konflik semakin kompleks dampak
negatif yang ditimbulkan;

2. Lokus konflik
Semakin luas lokus konflik semakin banyak yang
terlibat sehingga semakin banyak yang merasakan dampak
negatifnya; dan

3. Tingkatan konflik
Semakin tinggi tingkatan konfliknya semakin sulit dan
kompleks masalah yang ditimbulkan.

Dampak konflik terbagi 2 (dua), yaitu :


1. Dampak langsung :
a. tercipta kondisi lingkungan organisasi yang kurang
kondusif; dan
b. terganggunya mekanisme kerja tim karena terhambatnya
hubungan kerja antar anggota tim.
2. Dampak tidak langsung :
a. terhambatnya proses pencapaian tujuan organisasi; dan
b. menurunnya kinerja organisasi.

Pengaruh dampak konflik terdiri dari :


1. skala nasional, daerah, lokal;
2. dampak positif dan negatif terhadap kinerja organisasi;
3. eksternal organisasi atau internal organisasi;
4. berlanjut; dan
5. berhenti pada satu proses.

206 Kepemimpinan Kontemporer


Pengaruh dampak konflik di atas tergantung dari jenis
konfliknya. Namun demikian pengaruh dampak konflik tersebut
tidak berhubungan langsung dengan tingkat kesulitan dalam
penyelesaian sebuah konflik. Dalam arti semakin luas dampak
sebuah konflik tidak berarti semakin sulit dalam penyelesaiannya.

C. Definisi Manajemen Konflik


Manajemen adalah Kegiatan mengelola sumberdaya secara
efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun manajemen
konflik adalah usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam rangka
mencegah, menghindari terjadinya konflik serta mengurangi resiko
dan menyelesaikan konflik sehingga tidak mengganggu kinerja
organisasi.

1. Tujuan Manajemen Konflik


Manajemen Konflik bertujuan untuk :
a. mencegah kemungkinan terjadinya konflik;
b. menghindari dari adanya konflik yang terjadi;
c. mengurangi dampak resiko yang diakibatkan oleh adanya
konflik; dan
d. menyelesaikan konflik dalam waktu sesingkat mungkin.

2. Teknik Mencegah, Menghindari, Mengurangi Risiko dan


Menyelesaikan Konflik
a. Teknik mencegah konflik, meliputi :
a) objek pencetus konflik harus disosialisasikan secara jelas;
b) dihindari adanya kesalah pahaman;
c) benefit harus dibagi secara adil dan merata (fairness);
dan
d) transparansi perlu dijaga.
b. Teknik menghindari konflik, meliputi :
a) penundaan pelaksanaan menunggu kesiapan
stakeholder;
b) win-win solution; dan
c) penerapan exit strategi. Teknik mengurangi dampak,
meliputi :

Kepemimpinan Kontemporer 207


c. mengurangi skala kegiatan; dan
d. penanganan atau penyelesaian dipercepat (semakin lama
penyelesaian konflik dapat mengakibatkan semakin
berkembangnya masalah.

Untuk dapat menghadapi konflik, terdapat beberapa hal


yang perlu dipahami terkait konflik, antara lain yaitu :

1. Fungsi konflik
Konflik memiliki beberapa fungsi, yaitu :
a. Sebagai alat kohesi
b. Hal ini diperlukan sehingga organisasi dapat membentuk
kekompakan untuk menghadapi lawan dan memiliki
mental untuk tidak menjelekkan organisasi lain namun
dapat berpacu untuk memperoleh prestasi.
c. Sebagai alat penimbul kreativitas
d. Tugas pemimpin adalah untuk menyediakan forum bagi
anggota organisasi yang berbeda pendapat dalam bentuk
diskusi. Hasil diskusi tersebut akan membentuk sebuah ide
baru sebagai wujud kreativitas.
e. Sebagai alat pelepas/ katup
f. Seorang pemimpin perlu memberikan kesempatan
staff/anggota untuk menyampaikan keluhan yang tidak
berkenan di hati sehingga dapat merasa puas.
g. Sebagai alat keseimbangan
h. Organisasi perlu memelihara agar konflik terbatas menjadi
hidup, namun organisasi tetap perlu menjaga sistem
keseimbangan tersebut supaya tidak berjalan monoton.

2. Pemicu konflik
Konflik timbul karena adanya pemicu. Pemicu tersebut
antara lain adalah perbedaan prinsip/ nilai, fakta harapan,
sentimen/ subyektivitas, data, dan kompensasi.

3. Spiral konflik
Apabila konflik tidak ditangani dengan baik, maka
semakin lama konflik akan semakin melebar sampai pada
tahap puncak yang bersifat destruktif/ merusak. Beberapa hal

208 Kepemimpinan Kontemporer


yang dapat dilakukan untuk menghindari adanya pelebaran
konflik, yaitu :
a. tidak mengungkit masalah pribadi;
b. tidak mengungkit masa lalu;
c. tidak mengubah masalah;
d. tidak anarkis dan melakukan tindakan fisik; dan
e. alternatif penyelesaian konflik.

Alternatif solusi dalam penyelesaian konflik terdiri dari


beberapa hal, yaitu :

1. Kolaborasi (Win-win solution)


Dengan adanya kolaborasi maka tiap pihak akan
mendapatkan keuntungan dan dapat mencapai penyelesaian
masalah dengan musyawarah mufakat.

2. Kompromi
Kompromi dilakukan jika jumlah hal yang
diperebutkan terbatas dan apabila posisi salah satu pihak sama
kuatnya dengan pihak lain dalam suatu konflik.

3. Akomodasi
Apabila salah satu pihak merupakan pihak yang salah
dan lawan menjadi pihak yang benar, maka pihak yang salah
sebaiknya berusaha menyesuaikan diri dengan pihak lawan.

4. Kompetisi
Kompetisi terjadi pada suatu kondisi dimana salah
satu pihak merupakan pihak yang kuat dan benar, sementara
pihak yang lain merupakan lawan yang lemah dan salah.

5. Menghindar
Upaya menghindari konflik dapat dilakukan apabila
masalah yang menjadi konflik merupakan hal yang sepele.
Dalam arti masalahnya tidak berhubungan langsung dengan
peningkatan kinerja organisasi atau pencapaian tujuan.
Teknik penyelesaian konflik, antara lain :
a. identifikasikan sumber penyebab konflik;
b. kesetaraan antar obyek organisasi terkait dalam
menyelesaikan konflik;

Kepemimpinan Kontemporer 209


c. win-win solution;
d. masing masing pihak memenuhi tugas dan
kewajibannya; dan
e. masing masing pihak sepakat terhadap output termasuk
outcome kegiatan organisasi.
Untuk dapat menyelesaikan konflik, diperlukan juga
berbagai alternatif solusi. Pihak yang terlibat perlu
memutuskan solusi yang paling tepat untuk dapat
menyelesaikan konflik. Dasar pemilihan solusi secara optimal
akan bergantung pada dua hal penting, yaitu :
a. dengan siapa kita berkonflik; dan
b. masalah yang dibahas dalam konflik.

Upaya penyelesaian konflik disebut sebagai proses


manajemen konflik. Terdapat tiga bentuk manajemen konflik, yaitu
:

1. Stimulasi konflik
Hal tersebut dilakukan dalam satuan-satuan organisasi
dimana pelaksanaan kegiatan lambat karena konflik terlalu
rendah. Metode stimulasi konflik meliputi beberapa cara, yaitu :
a. pemasukan/penempatan orang luar ke dalam kelompok;
b. penyusunan kembali organisasi;
c. penawaran bonus, pembayaran insentif, dan penghargaan
untuk mendorong persaingan;
d. pemilihan manajer-manajer yang tepat; dan
e. perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.

2. Pengurangan atau penekanan konflik


Bentuk manajemen konflik ini digunakan untuk
mengelola tingkat konflik melalui pendinginan suasana tetapi
tidak menangani masalah- masalah yang semula menimbulkan
konflik. Metode yang digunakan dalam pengurangan konflik,
antara lain adalah :
a. mengganti tujuan yang bisa diterima kedua kelompok; dan
b. mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk
menghadapi ancaman atau musuh yang sama.

210 Kepemimpinan Kontemporer


3. Penyelesaian konflik
a. Metode penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu :
b. dominasi dan penekanan, dilakukan melalui kekerasan,
penenangan, penghindaran, atau pemberlakuan aturan
mayoritas; serta
c. kompromi, dilakukan melalui pemisahan, arbitrasi, kembali
ke peraturan-peraturan, ataupun penyuapan.

D. Kemampuan Dasar dan Perilaku Pemimpin


Kompetensi pemimpin yang diharapkan meliputi :
1. mempunyai kemampuan berfikir sistem untuk mencari akar
masalah sebuah konflik;
2. mempunyai kemampuan teknik komunikasi yang baik dalam
arti mampu mengkomunikasikan konflik yang terjadi dengan
baik sehingga masalah tidak melebar;
3. mempunyai kemampuan teknik negosiasi yang tinggi
(kemampuan mencari solusi bersama yang saling
menguntungkan); dan
4. mempunyai kemampuan mempengaruhi orang yang tinggi
(kemampuan untuk membuat orang mengikuti ide atau
pikiran kita).

Dalam memimpin, seorang pemimpin dapat mengalami


kegagalan. Berdasarkan Teori “The Pitfalls of Leader” dari Henry
Blakaby, kegagalan seseorang saat menjadi pemimpin disebabkan
oleh 10 faktor utama, yaitu :
1. kesombongan,
2. tidak mau mendengar dan tidak mau belajar;
3. dosa seks; sinisme
4. keserakahan
5. kemalasan mental/intelektual;
6. terlalu sensitif;
7. kegersangan spiritualitas;
8. mengabaikan keluarga;
9. kecerobohan administratif;
10. dan kelamaan dalam jabatan/posisi.

Kepemimpinan Kontemporer 211


Seorang pemimpin adalah orang yang menjadi teladan.
Keteladanan ini akan diikuti oleh para pengikutnya. Keteladanan
dapat ditunjukkan dengan konsistensi perbuatan/ perilaku,
ketegasan bertindak, dan kecepatan membuat keputusan bersama.

Dengan kemampuan dan sikap yang bijak, pemimpin harus


berupaya untuk :
1. mencegah terjadinya konflik;
2. meredam dan melokalise konflik tidak berkembang;
3. menyelesaikan konflik dalam waktu sesingkat mungkin; dan
4. mengurangi dampak konflik seminimal mungkin agar tidak
menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan organisasi.

212 Kepemimpinan Kontemporer


DAFTAR PUSTAKA

Ancok,Djamaludin, Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi, Surabaya:


PT Erlangga, 2012.
Armstrong, Michael dan Helen Murlis.The Art of HRD, Reward
Management, Fourth
Edition, Alih Bahasa: Ramelan, Buku I, Jakarta:PT. Bhuana Ilmu
Populer, 2003.
Buhler Patricia, 2004, Alpha Teach Yourself Management Skills, Jakarta:
Prenada
Creasy, J & Paterson F, (2005), Leading Coaching in Schools ,
Nottingham, NCSL, 2005;
Dahlen, Dahlen, Creativity Unlimited, Thikning Inseide The Box for
Business Innovation , England :Jhon Whley &Son,Ltd, 2008
Davila, Epstein, Shelton, Profit-making Innovation, Jakarta : PT Buana
Ilmu popular,2009.
Davis Tony, 2009, Talent Assessment Mengukur, Menilai dan
Menyeleksi orang- orang terbaik dalam Perusahaan, PPM,
Jakarta Pusat.
Eka, Fadilla. (2013). Kepemimpinan Transaksional dan
Transformasional. [Online].
Helton,K.Paradigma Baru Kepemimpinan Berbagai visi Luar biasa bagi
organisasi abad 21, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
James W.W, 2004 Personal Leadership “Pendekatan Praktis menuju
Kemandirian Pribadi dan Organisasi” Seri Manajemen SDM
No. 8 Jakarta, PPM
Minor, Marianne, (2007), Meningkatkan Kinerja Tim Melalui Coaching
and Counseling, Jakarta: Penerbit PPM, Cetakan I, 2007;
Mulyadi, Johny S., 2001, Sistem Perencanaan dan Pengendalian
Manajemen Edisi 2, Jakarta, Salemba Empat
Munandar, Utami, Pengembangan Kreativitas anak Berbakat,Jakarta :
PT Rineka Cipta,2009.
P. Boulden, George, Mengembangkan Kreativitas Anda,Jakarta:
Dolpin Books ,2006.

Kepemimpinan Kontemporer 213


Rukmana, Nana, 2008, 99 Ideas for Happy Leader, Bandung, Zip Books
Lubis, Nur Rahmawati, (2011), membantu Karyawan dengan Coaching
dan Counseling, LPT UI, Jakarta 2011;
Selton Kenm, 2002, Paradigma Baru Kepemimpinan a new paradigm of
leadership, Jakarta PT. Elex Media Komputindo
Stone, G.A., Russel, R.F., and Patterson, K. Transformational Versus
Servant
Leadership: A Difference in Leader Focus. The Leadership &
Organization Development Journal, Vol. 25 No. 4, 2004, pp.
349-361.
Sutikn, R.B, 2005, Mengoptimalkan Performa Pegawai dengan Prinsip
Empati, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press)
Stone, Florence, (1999). Coaching, Counseling and Mentoring, AMA
Publication, New York, USA;
Suprapti, Wahyu, Juni Pranoto, Kepemimpinan dalam Ogranisasi,
LAN, 2009
Suprapti, wahyu, Revolusi Soft Skill, PT Rineka, 2017
Whitmore, John, (2008), Performance Coaching, England: John Wiley &
Sons Ltd, 2008;
Wilson, Carol (2011), Performance Coaching, Metode Baru
Mendongkrak Kinerja Karyawan . Jakarta: PPM Manajemen,
Cetakan I, 2011;
Sunarsi, D. 2018. Pengembangan Sumber Daya Manusia Strategik &
Karakterisrik Sistem Pendukungnya: Sebuah Tinjauan Jurnal
Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi) 2 (3), 178-
194.
Sunarsi, D. 2018. Buku Ajar: Seminar Perencanaan Sumber Daya
Manusia. Asmoro Mediatama. Banten
Sunarsi, D. 2018. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Disiplin Kerja
Terhadap
Kinerja Karyawan Pada CV. Usaha Mandiri Jakarta JENIUS (Jurnal
Ilmiah Manajemen Sumber Daya Manusia) 1 (2)

214 Kepemimpinan Kontemporer


Sunarsi, D. 2018. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Dan
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pendidik Yayasan Marvin
Inovasi 5 (1), 1-18

S Sutrisno, dan Sunarsi, D. 2019. The Effect of Work Motivation and


Discipline on
Employee Productivity at PT. Anugerah Agung in Jakarta Jurnal
Ad'ministrare 6 (2), 187-196

Kepemimpinan Kontemporer 215


216 Kepemimpinan Kontemporer
Profil Penulis

Kepemimpinan Kontemporer 217

Anda mungkin juga menyukai