Penulis
Prof Dr Sitti Hartinah DS.MM
Assoc Prof. Dr. Ir. Sarwani, M.T.,M.M
Dr. Moh. Sutoro., S.E., M.M., M.H
Denok Sunarsi S.Pd.,M.M
Editor :
Hernowo Noviyanto, S.E.,M.Si.
Editor :
Hernowo Noviyanto, S.E.,M.Si.
ISBN:
978-623-5832-83-8
Design Cover
Zainur Rijal
Layout :
Moh Suardi
Penulis
i
Daftra Isi
ii
D. Isu-isu Kontemporer dalam Suatu
Kepemimpinan ............................................................... 58
iii
C. Teknik-teknik Coaching dan Mentoring ..................... 154
iv
PENGERTIAN, FUNGSI & ANALISIS
TEORI PEMIMPIN
Kepemimpinan Kontemporer 1
A. Pengertian Pemimpin
Untuk memulai pemahaman tentang Pemimpin ini, perlu
kita memperhatikan pengertian tentang pemimpin :
Menurut Hersey dan Blanchard, “Pemimpin adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok
untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan organisasi”. Dalam perspektif yang lebih
sederhana, Morgan (1996 : 156) mengemukakan tiga macam peran
pemimpin yang disebutnya dengan “3A”, yakni:
a. Alighting (menyalakan semangat pekerja dengan tujuan
individunya),
b. Aligning (menggabungkan tujuan individu dengan tujuan
organisasi sehingga setiap orang menuju kearah yang sama).
c. Allowing (memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk
menantang dan mengubah cara mereka bekerja).
2 Kepemimpinan Kontemporer
bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada
beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang
dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah
berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi
gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, yang dipimpin dan
situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya,
dan akan menentukan tingkat keberhasilan pemimpin.
B. Fungsi Pemimpin
Fungsi pokok pemimpin dalam management organisasi di
bagi dalam empat kategori, yaitu :
1. Planing (Perencanaan )
Fungsi perencanaan bagi pemimpin dalam manajemen
merupakan aktivitas yang berusaha memikirkan apa saja yang
akan dikerjakannya, berapa ukuran dan jumlahnya, siapa saja
yang melaksanakan dan mengendalikannya, agar tujuan
organisasi dapat dicapai. Perencanaan sering pula diartikan
sebagai suatu penetapan tujuan-tujuan dan prioritas- prioritas
serta serangkaian kegiatan untuk mencapainya (Bryant & White,
1987:307). Pengertian yang sama dikemukakan oleh Steven Ott,
Hyde, Shafritz (1991:238) mengartikan perencanaan adalah
proses pembuatan keputusan formal mengenai masa depan
organisasi. Perencanaan merupakan serangkaian kegiatan yang
digunakan untuk menentukan arah kedepan (tujuan dan
sasaran) dan cara yang tepat untuk mencapai tujuan akhir yang
dikehendaki.
Albanese dalam Steiss (1982:267) mengemukakan,
perencanaan merupakan suatu proses atau aktivitas yang akan
dilakukan, untuk mencapai tujuan tertentu, bagaimana cara
melakukannya, kapan dan di mana melakukannya, dan siapa
yang melakukannya. Definisi yang serupa, namun lebih lengkap
adalah definisi yang dikemukakan oleh Kast and Ronsenzweig
sebagaimana dikutip Steiss (1982:267) bahwa: perencanaan
adalah proses memutuskan apa yang akan dilakukan dan
bagaimana caranya, perencanaan mencakup penentuan semua
misi, identifikasi bidang, dan menentukan serangkaian tujuan
Kepemimpinan Kontemporer 3
khusus serta menyusun kebijakan, program, dan prosedur untuk
mencapainya. Perencanaan memberikan kerangka kerja suatu
sistem terpadu yang komplek yang saling berhubungan dengan
keputusan-keputusan yang akan datang. Perencanaan
komprehensif adalah suatu kegiatan yang terpadu yang
berusaha untuk memaksimalkan efektivitas keseluruhan
organisasi sebagai suatu sistem yang sesuai dengan tujuan dan
sasarannya.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Fungsi pengorganisasian bagi pemimpin sebagai suatu
proses pembagian kerja melihat bahwa ada unsur-unsur yang
saling berhubungan, yakni sekelompok orang atau individu, ada
kerja sama, dan ada tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Interaksi akan terjadi antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Hubungan-
hubungan ini terjadi karena sudah ada pembagian kerja yang
jelas dalam suatu sistem. Kerja sama dalam suatu sistem yang
teratur ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah disepakati bersama terhadap kendali dan arahan
pemimpin. Alien (1958:57) mengemukakan:
Kami dapat merumuskan pengorganisasian sebagai
proses menetapkan dan mengelompokkan pekerjaan yang akan
dilakukan, merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan
wewenang, serta menjalin hubungan-hubungan agar orang-
orang dapat bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
Pengelompokan orang-orang dalam suatu pekerjaan
yang dilakukan memungkinkan terjadinya hubungan kerja sama
yang formal sesuai dengan yang telah ditetapkan. Di samping
itu dapat pula terjadi hubungan yang sifatnya informal antara
individu dengan individu maupun individu dengan kelompok
kerja yang lain. Hal ini dapat terjadi karena adanya kepentingan-
kepentingan pribadi masing-masing individu dalam suatu
koordinasi yang kita sebut proses pengorganisasian oleh
pemimpin. Pengorganisasian merupakan suatu proses dalam
mencapai tujuan dan sangat diperlukan oleh masyarakat, baik
4 Kepemimpinan Kontemporer
dalam bidang profit maupun jasa (pelayanan). Tujuan
pengorganisasian akan tercapai bilamana tiap-tiap individu yang
ada sadar akan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya
sehingga pada akhirnya tujuan akan tercapai.
Kepemimpinan Kontemporer 5
ditentukan atau tidak. Sedangkan bila terjadi penyimpangan maka
dilakukan tindakan korektif untuk meluruskan kembali
penyimpangan- penyimpangan yang terjadi.
2. Teori Sosial.
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada
satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya.
Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader is made and not
born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi
teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut
teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa
setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan
pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis.
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya
mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua
teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut
teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya
akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah
6 Kepemimpinan Kontemporer
memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian
dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan
pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih
lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua
teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang
paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang
jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan
secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok
pemimpin yang baik.
4. Teori Trait
Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara
yang bervariasi karena mereka memiliki karakteristik atau
disposisi yang sudah melekat dalam dirinya. Ada 5 karakteristik
yang utama menurut teori ini : yaitu
a) percaya diri,
b) empati,
c) ambisi,
d) kontrol diri
e) rasa ingin tahu.
Teori ini mengatakan bahwa anda dilahirkan sebagai
pemimpin dan bahwa kepemimpinan tidak dapat dipelajari.
5. Teori Situational
Teori ini menekankan bahwa pemimpin muncul dalam
situasi yang berbeda untuk menyesuaikan perbedaan kebutuhan
dan lingkungan. Teori ini dikembangkan lebih dulu oleh
Blanchard & Hersey (1976), yang mengatakan bahwa pemimpin
perlu memiliki perbedaan untuk menyesuaikan kebutuhan dan
maturitas pengikut. Pemimpin perlu mengembangkan gaya
kepemimpinan dan dapat mendiagnosa yang mana pendekatan
yang sesuai untuk digunakan pada suatu situasi.
Kepemimpinan Kontemporer 7
instrument seperti uang atau system reward. Bass et al (1987)
berpendapat bahwa pemimpin transformasional adalah
universal dan dapat diaplikasikan tanpa memperhatikan
budaya, memberi semangat pada bawahan untuk lebih
mementingkan organisasi atau kelompok. Pemimpin
transformasional lebih menkonsentrasikan pada pengembangan
bawahan daripada pencapaian target dan dalam beberapa buku
transformasional sama dengan pola kepemimpinan tetapi
berlawanan dengan pola transaksional yang disamakan dengan
manajemen. Kouzes dan Posner (1987) melakukan pengamatan
dan menunjukkan bahwa ketrampilan kepemimpinan dapat
dipelajari. Kouzes & Posner mengemukakan 5 langkah proses
yang mana seorang leader dapat melakukan sesuatu :
a) Tantangan adalah proses mendorong orang lain berani
mengambil risiko
b) Bersemangat untuk mencapai visi
c) Memungkinkan bawahan untuk bertindak
d) Menjadi model
e) Mendorong dan mendukung dengan hati
8 Kepemimpinan Kontemporer
Kunci aspek-aspek program pengembangan yang termasuk
kesadaran sosial seperti orientasi pada pelayanan, empati dan
pengembangan lainnya, ketrampilan sosial seperti membangun
hubungan, kolaborasi, kerjasama dan manajemen konflik. Conger et
al (1999) memperingatkan tendensi dalam organisasi untuk
membiarkan pengembangan leadership menjadi ”proses yang tanpa
rencana” dimana tujuan pengembangan tidak jelas, akuntabilitas
terhadap pelaksanaan dan terdapat kegagalan untuk
evaluasi yang efektif.
Perbedaan antara pengembangan leadership dan
pengembangan leader sebaiknya tidak membiarkan yang satu
cenderung untuk dipertimbangkan melebihi yang lain.
Pengembangan leader tanpa menghormati keterkaitan yang
berhubungan dengan organisasi dan konteks sosial mengabaikan
banyak literatur leadership dan sedikit untuk mempertinggi
kapasitas organisasi.
Kepemimpinan Kontemporer 9
10 Kepemimpinan Kontemporer
BAGAIMANA ORGANISASI
SEBAGAI PEMIMPIN
A. Tipe-Tipe Organisatoris
Berikut ini beberapa tipe organisator yang dapat
membedakan pemahaman terhadap kejelasan ciri dan gambaran
tentang seorang pemimpin, di antaranya adalah sebagai berikut
(Siagian,1997) :
1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin
yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap
organisasi sebagai milik pribadi, Mengidentikkan tujuan
pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan
sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran
dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan
formalnya, Dalam tindakan penggerakkannya sering
mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur
paksaan dan bersifat menghukum.
Kepemimpinan Kontemporer 11
2. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang
dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda
dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin
yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan
bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan,
Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada
pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang
berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya,
Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin
yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai
berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective),
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya
kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil
menemukan sebab- sebab mengapa seseorang pemimpin
memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang
demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan
karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi
pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan
tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang
karismatik maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin
yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural
12 Kepemimpinan Kontemporer
powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat
dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.
5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah
membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang
paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena
tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di
dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan
tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan
bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha
mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha
mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat
kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
14 Kepemimpinan Kontemporer
inisiasi dan konsiderasi (Hersey dan Blanchard, 1992). Struktur
inisiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam
menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota
kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi,
saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang
ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada
perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan
timbal-balik, rasa hormat dan kehangatan dalam hubungan
antara pemimpin dengan anggota stafnya (bawahan). Adapun
contoh dari faktor konsiderasi misalnya pemimpin
menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok,
pemimpin mau mengadakan perubahan, dan pemimpin
bersikap bersahabat dan dapat didekati. Sedangkan contoh
untuk faktor struktur inisiasi misalnya pemimpin menugaskan
tugas tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta
anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar,
dan pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal-
hal yang diharapkan dari mereka. Kedua faktor dalam model
kepemimpinan Ohio tersebut dalam implementasinya
mengacu pada empat kuadran, yaitu :
a) model kepemimpinan yang rendah konsiderasi maupun
struktur inisiasinya
b) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasi maupun
struktur inisiasinya
c) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasinya tetapi
rendah struktur inisiasinya, dan
d) model kepemimpinan yang rendah konsiderasinya tetapi
tinggi struktur inisiasinya.
Kepemimpinan Kontemporer 15
a) Sistem Otoriter (Sangat Otokratis).
Dalam sistem ini, pimpinan menentukan semua
keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan
memerintahkan semua bawahan untuk menjalankannya.
Untuk itu, pemimpin juga menentukan standar pekerjaan
yang harus dijalankan oleh bawahan. Dalam menjalankan
pekerjaannya, pimpinan cenderung menerapkan ancaman
dan hukuman. Oleh karena itu, hubungan antara pimpinan
dan bawahan dalam sistem adalah saling curiga satu
dengan lainnya.
b) Sistem Otoriter Bijak (Otokratis Paternalistik).
Perbedaan dengan sistem sebelumnya adalah
terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam
menetapkan standar yang ditandai dengan meminta
pendapat kepada bawahan. Selain itu, pimpinan dalam
sistem ini juga sering memberikan pujian dan bahkan
hadiah ketika bawahan berhasil bekerja dengan baik.
Namun demikian, pada sistem inipun, sikap pemimpin
yang selalu memerintah tetap dominan.
c) Sistem Konsultatif.
Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan
adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan
bawahan. Pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya
cenderung lebih bersifat mendukung. Selain itu sistem
kepemimpinan ini juga tergambar pada pola penetapan
target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat
konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang
pada bawahan pada tingkatan tertentu.
16 Kepemimpinan Kontemporer
memberikan kebebasan kepada bawahan untuk
mengungkapkan seluruh ide ataupun permasalahannya yang
terkait dengan pelaksanaan pekerjaan.
Dengan demikian, model kepemimpinan yang
disampaikan oleh Likert ini pada dasarnya merupakan
pengembangan dari model-model yang dikembangkan oleh
Universitasi Ohio, yaitu dari sudut pandang struktur inisiasi
dan konsiderasi.
Kepemimpinan Kontemporer 17
Dari kesimpulan model kepemimpinan tersebut,
pendapat Fiedler cenderung kembali pada konsep kontinum
perilaku pemimpin. Namun perbedaannya di sini adalah
bahwa situasi yang cenderung menguntungkan dan yang
cenderung tidak menguntungkan dipisahkan dalam dua
kontinum yang berbeda.
C. Syarat-Syarat Organisator
Suatu persyaratan penting bagi efektivitas atau kesuksesan
pemimpin (kepemimpinan) dan manajer (manajemen) dalam
mengemban peran, tugas, fungsi, atau pun tanggung jawabnya
masing-masing adalah kompetensi. Konsep mengenai kompetensi
untuk pertama kalinya dipopulerkan oleh Boyatzis (1982) yang
didefinisikan kompetensi sebagai “kemampuan yang dimiliki
18 Kepemimpinan Kontemporer
seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan
kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan
memberikan hasil yang diinginkan”. Secara historis perkembangan
kompetensi dapat dilihat dari beberapa definisi kompetensi terpilih
dari waktu ke waktu yang dikembangkan oleh Burgoyne (1988),
Woodruffe (1990), Spencer dan kawan-kawan (1990), Furnham
(1990) dan Murphy (1993). Beberapa pandangan di atas
mengindikasikan bahwa kompetensi merupakan karakteristik atau
kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat
mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dari Spencer dan
Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu
berupa motives, self koncept (Spencer, 1993), knowledge, dan skill (
Spencer, 1993; Rothwell and Kazanas, 1993).
Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi
tersebut mengandung makna sebagai berikut: Traits merunjuk pada
ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten
terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu
yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat
mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan
suatu tindakan.
Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan
tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang
diharapkan (Amstrong, 1990). Self concept adalah sikap, nilai, atau
citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang
memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge
adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang
tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas
tertentu, baik mental atau pun fisik.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya
yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action.
Menurut Spencer (1993), skill menjelma sebagai perilaku yang di
dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.
Dalam pada itu, menurut Spencer (1993) dan Kazanas (1993)
terdapat kompetensi kepemimpinan secara umum yang dapat
berlaku atau dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu
kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative,
Kepemimpinan Kontemporer 19
flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical
thinking, conceptual thinking, team work, service orientation,
interpersonal awareness, relationship building, cross cultural
sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building
organizational commitment, dan empowering others, developing
others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya
merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir
dalam semua posisi manajerial. Kompetensi yang diidentifikasi
Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang
kepemimpinan berikut :
1. Pimpinan puncak
Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result
(achievement) orientation, relationship building, initiative,
influence, strategic thinking, building organizational
commitment, entrepreneurial orientation, empowering others,
developing others, dan felexibility.
2. Pimpinan menengah
Adapun kompetensi pada tingkat pimpinan menengah
lebih fokus pada influence, result (achievement) orientation,
team work, analitycal thinking, initiative, empowering others,
developing others, conceptual thingking, relationship building,
service orientation, interpersomal awareness, cross cultural
sensitivity, dan technical expertise.
20 Kepemimpinan Kontemporer
kualitas kepemimpinan manajerial adalah suatu cara hidup
yang dihasilkan dari “mutu pribadi total” ditambah “kendali
mutu total” ditambah “mutu kepemimpinan”. Berdasarkan
penelitiannya, ditemukan bahwa terdapat 5 (lima) praktek
mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan
unggul, yaitu;
Kepemimpinan Kontemporer 21
Sebelum itu, Bennis bersama Burt Nanus (1985)
mengidentifikasi bentuk kompetensi kepemimpinan berupa “the
ability to manage” dalam empat hal :
a) attention (= vision),
b) meaning (= communication),
c) trust (= emotional glue), and
d) self (= commitment, willingness to take risk).
Bagi Rossbeth Moss Kanter (1994), dalam menghadapi
tantangan masa depan yang semakin terasa kompleks dan akan
berkembang semakin dinamik, diperlukan kompetensi
kepemimpinan berupa conception yang tepat, competency yang
cukup, connection yang luas, dan confidence.
Tokoh lainnya adalah Ken Shelton (ed, 1997)
mengidentikasi kompetensi dalam nuansa lain., menurut hubungan
pemimpin dan pengikut, dan jiwa kepemimpinan. Dalam
hubungan pemimpin dan pengikut, ia menekankan bagaimana
keduanya sebaiknya berinterkasi. Fenomena ini menurut Pace
memerlukan kualitas kepemimpinan yang tidak mementingkan diri
sendiri. Selain itu, menurut Carleff pemimpin dan pengikut
merupakan dua sisi dari proses yang sama.
Dalam hubungan jiwa kepemimpinan, sejumlah pengamat
memasuki wilayah “spiritual”. Rangkaian kualitas lain yang
mewarnainya antara lain adalah hati, jiwa, dan moral. Bardwick
menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah masalah intelektual
atau pengenalan, melainkan masalah emosional. Sedangkan Bell
berpikiran bahwa pembimbing yang benar tidak selamanya
merupakan mahluk rasional. Mereka seringkali adalah pencari
nyala api.
22 Kepemimpinan Kontemporer
Kepemimpinan Kontemporer 23
PEMIMPIN FORMAL DAN INFORMAL
A. Pemimpin Formal
Dalam kelompok – kelompok kerja kebanyakan merupakan
pemimpin dalam kategori pemimpin formal yang dilahirkan oleh
organisasinya atau perusahaannya. Melalui pemimpin tersebut
diharapkan akan melakukan berbagai hal dalam mencapai sasaran
organisasi atau perusahaan. Dalam kategori pemimpin ini terdapat
dua kepentingan sasaran, selain sasaran organisasi atau perusahaan
terdapat pula sasaran individu sang pemimpin yang biasa disebut
dengan karir. Pemimpin Formal dapat didefinisikan : Seseorang
baik pria maupun wanita yang oleh karena oragnisasi atau
perusahaan membutuhkan sehingga ditunjuk berdasarkan surat
keputusan pengangkatan dari organisasi yang bersangkutan untuk
memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala
hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai
sasaran –sasaran organisasi tersebut yang ditetapkan sejak semula.
24 Kepemimpinan Kontemporer
Seorang pemimpin formal harus sadar bahwa akan
menghadapi berbagai permasalahan yang akhirnya akan terjadi
perubahan – perubahan internal maupun perubahan eksternal yang
akan dihadapinya. Bagi pemimpin formal seperti ini sangat perlu
membuat antisipasi dengan terus menerus melakukan penyesuaian
dan pendekatan kesesuaian atas segala perubahan – perubahan
yang ada secara internal maupun secara eksternal. Dalam skema
gambar berikut ini menjelaskan lima bidang perubahan –
perubahan formal yang juga sering terjadi bagi pemimpin informal,
yaitu :
Perubaha
n
dalam
scope
kepemimpin
an Perubahan
Perubah
an dalam
pengetahu
dalam an
lingkung informasi
an danteknik
Perubahan Perubahan
dalam dalam
bentuk bentuk
isue-isue tingkat
dan perubahan
masalah
yang
1. dihadapi
Perubahan Dalam Pengetahuan, Informasi Dan Teknik –
Teknik
Cepatnya perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan informasi serta teknik – teknik informasi
membuat setiap pemimpin formal harus mampu mengimbangi
tingkat peningkatan dan penyesuaian terhadap ilmu
pengetahuan, informasi dan teknik – teknik yang harus
dilakukan
Kepemimpinan Kontemporer 25
2. Perubahan Dalam Scope Kepemimpinan
Banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi dengan
sendirinya menimbulkan perubahan di dalam scope
kepemimpinan. Pemimpin tidak bisa melakukan tugas-tugas
kepemimpinannya dengan kekuatan sendiri, dibutuhkan
proses delegasi terhadap bawahan atau orang lain khususnya
dalam hal yang bersifat spesifik dan sangat spesifik yang
menuntut keahlian khusus.
3. Perubahan Dalam Lingkungan
Pemimpin harus mampu masuk dalam lingkungannya,
jika tidak maka pemimpin tersebut akan tersingkir dari
lingkungannya. Cepatnya perubahan di lingkungan memaksa
setiap pemimpin harus melakukan perubahan penyesuaian
yang terus menerus sebab makin lama proses berjalan makin
banyak permasalahan yang muncul dalam perubahan
lingkungannya dan dalam hal ini pemimpin harus
menyesuaikan dengan kelompok kerja, jika tidak dapat
ditinggalkan kelompok kerjanya.
4. Perubahan Dalam Issue-Isue Dan Permasalahan Yang
Dihadapi
Perubahan-perubahan issue pada masa –masa lampau
tentu sangat berbeda dengan perubahan – perubahan issue
pada masa sekarang. Pemimpin formal pada masa lampau
sangat sulit dalam memenuhi berbagai kebutuhan dengan
cepat khususnya dari segi SDM, koordinasi dan teknis
pelaksanaan karena pertumbuhan kemajuan yang masih
rendah dan sangat berbeda dengan issue –isue pada masa
sekarang dimana pengkondisian berbagai kebutuhan dapat
dilakukan dengan cepat seperti SDM yang dulu tingkat
kualitas pada strata pendidikan menjadi tolak ukur utama
tetapi issue pada saat sekarang adalah kompetensi dalam
penguasaan kerja untuk memenangkan kompetisi memasuki
dunia kerja.
5. Perubahan Dalam Tingkat Perubahan
Proses perubahan dalam tingkat perubahan harus
dimengerti agar kesesuaian perubahan dapat diterapkan
26 Kepemimpinan Kontemporer
dengan tepat. Misalnya proses perubahan di Negara maju yang
sangat cepat tidak dapat disamakan perubahan yang terjadi di
Negara berkembang, sehingga sering terjadi pemimpin
melakukan kesalahan pada proses ini, dimana pada suatu
tempat yang belum sangat mungkin dilakukan perubahan
dipaksakan menyesuaikan perubahan yang ada seperti di
wilayah lain. Contohnya budaya Indonesia dengan budaya
barat menjadi salah satu langkah perubahan yang berbeda,
dimana hal-hal tabu di Indonesia tetapi di dunia barat menjadi
hal biasa sehingga apapun perubahan kemajuan di barat tidak
dengan semerta –merta dapat di ikuti di Indonesia.
B. Pemimpin Informal
Didalam perkembangan umat manusia terdapat berbagai
sejarah pemimpin – pemimpin informal yang memainkan peranan
dalam perkembangan sosial dan perkembangan sejarah. Para
pemimpin ini sangat berpengaruh pada masyarakat umumnya.
Apakah yang dimaksud dengan pemimpin informal, untuk
menjawab hal tersebut dapat kita definisikan sebagai berikut:
Pemimpin Informal adalah seorang individu baik pria
maupun wanita yang walaupun tidak mendapatkan pengangkatan
secara resmi atau formil yuridis sebagai pemimpin, memiliki
sejumlah kualitas obyektif maupun subyektif yang
memungkinkannya tampil mencapai kedudukan di luar struktur
organisasi resmi namun sebagai orang yang dapat mempengaruhi
kelakukan dan tindakan sesuatu kelompok masyarakat baik dalam
arti positif maupun dalam arti negatif. Pemimpin Informal dalam
peranan sosial yang berwujud partisipasi sosial yang memunculkan
tindakan-tindakan yang ditujukan kepada arah sasaran yang
dipengaruhi oleh status yang dimiliki orang yang bersangkutan di
dalam masyarakat antara lain :
a. Keturunan
b. Kekayaan dalam arti yang seluas – luasnya
c. Unjuk kerja di masyarakat
d. Pendidikan
e. Ciri-ciri biologis
Kepemimpinan Kontemporer 27
Sehubungan dengan status perlu diingat hal-hal sebagai
berikut:
1. Transfer status
Status Bapak ke anak seperti status Soekarno sebagai
pemimpin ditransfer ke Megawati, Fidel Castro memberikan
status ke adiknya Raul Castro dan contoh lain sangat banyak
sebagai proses transfer status di berbagai belahan dunia.
2. Key Status (status pokok)
Karena kinerja sendiri mendapatkan pengakuan
sebagai buah hasil dari tindakan yang dihasilkan, contoh :
1) Karena pewarisan kedudukan sebagai pemimpin
2) Karena kekuasaan pribadi
3) Karena penunjukan oleh pihak atasan
4) Karena dipilih oleh para pengikut-pengikutnya.
5) Karena diakui oleh bawahannya
6) Karena situasi/ kondisi
Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesific
maka perlu disampaikan perbandingan antara pemimpin
formal dan informal sebagai berikut :
28 Kepemimpinan Kontemporer
5 Berstatus sebagai pemimpin formal Berstatus sebagai pemimpin
selama masa pengangkatan berlaku Informal selama klompok yang
dipimpinnya mengakui atau
menerima kepemimpinannya.
6 Memperoleh balas jasa material dan Biasanya tidak memperoleh balas
lain-lain yang berkaitan dengan jasa material, kecuali mereka
posisi jabatan mereka mempergunakan jabatan mereka
7 Dapat mencapai promosi (kenaikan Tidak pernah mencapai promosi
pangkat formal) tetapi masyarakat yang secara
sukarela mau mengakui mereka
8 Dapat dimutasikan organisasi formal Tidak dapat dimutasikan
9 Selalu memiliki pihak atasan Tidak memiliki atasan dalam arti
formal
10 Biasanya harus memenuhi Tidak perlu mempunyai syarat –
persyaratan – persyaratan formal syarat formal
terlebih dahulu sebelum dilakukan
pengangkatan
11 Apabila melakukan kesalahan – Apabila melakukan kesalahan
kesalahan akan mendapatkan sanksi akan mendapatkan sanksi berupa
dari organisasi formal kurang ditaatinya lagi sebagai
pemimpin dengan kata lain tidak
diakui lagi sebagai pemimpin.
12 Selama masa pengangkatannya Kadang – kadang menjalankan
berlaku harus terus menerus kepemimpinannya, kadang-kadang
menjalankan kepemimpinannya tidak.
Kepemimpinan Kontemporer 29
30 Kepemimpinan Kontemporer
KLASIFIKASI PEMIMPIN
DAN KEPEMIMPINAN
A. Klasifikasi Pemimpin
Untuk memudahkan kita dalam memahami dan melakukan
pengklasifikasian atas pemimpin dalam kehidupan sehari-hari dan
tindakan-tindakan yang akan kita lakukan, maka perlu penjelasan
rinci terhadap klasifikasi pemimpin. Pemimpin dapat diklasifikasi
dengan berbagai cara atau patokan dengan memperhatikan
beberapa pembagian berikut :
Kepemimpinan Kontemporer 31
3. Klasifikasi pemimpin sesuai perubahan sosial terdiri atas :
a) Pemimpin tradisional
b) Pemimpin modern
c) Klasifikasi pemimpin menurut kepemimpinannya/
kondisi kebutuhan terdiri atas:
d) Pemimpin primer
e) Pemimpin sekunder
f) Pemimpin tertier
32 Kepemimpinan Kontemporer
orang yang dipimpinnya dan mampu mencapai sasaran yang
diharapkan kelompoknya Empat (4) langkah menuju proses
berpikir normal :
1. Kenalilah dan isolasilah problem yang bersangkutan.
2. Buktikan fakta-fakta yang dikenal dan kemudian lakukan
evaluasi tentangnya
3. Rumuskanlah kesimpulan-kesimpulan yang mungkin dapat
diubah, dimodifikasi atau divariasi
4. Rumuskanlah kesimpulan akhir dan untuk metode ilmiah dapat
ditambahkan langkah yang kelima (5), yaitu: Telitilah hasil guna
mengetahui apakah perlu dilakukan revisi.
34 Kepemimpinan Kontemporer
pelaku menggerakkan bawahannya untuk berperilaku
sesuai yang diharapkan.
2. Determinan Kepemimpinan
Menurut Joseph. L. Massie/ John Douglas determinan
kepemimpinan dapat disimpulkan meliputi tiga (3) kategori,
yaitu :
a) Meliputi orang – orang
b) Bekerja dari sebuah posisi organisatoris
c) Timbul di dalam sebuah situasi yang spesifik
Dapat digambarkan sebagai berikut : Kepemimpinan
timbul jika ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu
sama lain. Sebagai contoh jika bahaya mengancam suatu
kelompok dan kelompok tersebut berubah menjadi massa yang
mulai bertindak sendiri – sendiri maka tindakannya sulit
ditebak karena bersifat terpencar.
Bayangkan dalam suatu perusahaan tanpa adanya
ikatan yang kuat dari seorang manager terhadap bawahannya,
tidak adanya supervisi yang melindungi maka masing –
masing bawahan akan melakukan tindakan sendiri – sendiri,
yang akhirnya apapun sasaran yang diharapkan oleh
perusahaan akan sulit terwujud. Dan yang paling berbahaya
jika karyawan tersebut akhirnya menyatukan diri sebagai
bagian yang terpisah dari organisatoris tinggal menunggu
situasi yang tepat maka akan terjadi hal yang sangat tidak
diharapkan oleh perusahaan, dengan kesimpulan antara orang,
situasi dan perusahaan harus menyatu melalui sang manager.
Kepemimpinan Kontemporer 35
Jadi agar kepemimpinan menjadi operasional, maka
diperlukan adanya interaksi dinamis dari ketiga macam faktor
yang disebut tadi.
36 Kepemimpinan Kontemporer
4) Sifat obyektif terhadap bawahan
5) Konsepsi pribadi yang stabil yang digariskan dengan
baik
6) Kemampuan untuk melihat hubungan – hubungan
yang membuat keputusan- keputusan
7) Aktifitas yang hebat serta sikap agresif
8) Minat terhadap realitas praktis
9) Hubungan – hubungan yang lancar dengan atasan
Edwin. E. Chiselli dalam risetnya dari 105 orang
pemimpin menemukan fakta bahwa sifat-sifat mereka
antara lain :
1) Kemampuan untuk melakukan supervisi
2) Inteligensi
3) Inisiatif
Dari ketiga sifat tersebut diatas Chiselli
berpendapat bahwa kemampuan untuk melaksanakan
supervisi dan inteligensi merupakan aspek – aspek pokok
untuk suksesnya seorang manager.
b. Faktor Posisi
Sebelumnya kita telah membahas faktor orang
dalam memberikan sumbangsih kearah effektivitas seorang
pemimpin. Faktor posisi menjadi sangat penting mengingat
bahwa posisi pada suatu struktur akan menentukan
seberapa besar seseorang mampu memberikan sumbangsih
dan peran kepemimpinan pada skala struktur tersebut.
Label – label yang diciptakan seperti guru, direktur,
presiden, pemimpin kelompok, professor adalah dalam
rangka mengelompokkan peranan kepemimpinan. Dari
label – label tersebut dapat kita pahami arah dan langkah
kepemimpinan yang seharusnya dan kepemimpinan yang
salah.
Untuk melihat peranan ini lebih jauh maka dapat
kita bagi menjadi tiga (3) macam harapan tentang peranan,
yaitu :
1) Harapan – harapan pribadi
Yang dimaksud harapan pribadi adalah
Kepemimpinan Kontemporer 37
dimana kelompok mengharapkan pada pribadi
pemimpin untuk melakukan hal-hal tertentu dan tidak
melakukan hal-hal tertentu.
2) Harapan – harapan organisatoris
Yang dimaksud harapan organisatoris adalah
harapan terhadap perusahaan atau organisasi yang
diaplikasikan dalam pedoman-pedoman kerja seperti
SOP, Petunjuk Teknis dan Job Descriptions.
3) Harapan – harapan kultural
Harapan terhadap kualifikasi yang
membudaya yang akhirnya menjadi budaya kerja atau
budaya perusahaan yang berorientasi hasil. Contoh
seorang komandan tentara diharapkan punya basic
kualifikasi yang mengakar yang menunjukkan tidak
mempunyai rasa takut, seorang advertise yang harus
kreatif, seorang penagih pajak yang tidak percaya
terhadap pembayar pajak, dll.
38 Kepemimpinan Kontemporer
DASAR PERTIMBANGAN
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan Kontemporer 39
1. Sidiq
Sifat sidiq berpihak pada kebenaran yang datangnya
dari Allah, sehingga seluruh pikiran, perasaan, dan ucapannya
selalu konsisten dengan perbuatannya.
2. Amanah
Sifat amanah berarti dapat dipercaya karena mampu
memelihara kepercayaan dan melaksanakan tugas dengan
penuh tanggung jawab.
3. Tabligh
Sifat tabligh berarti memiliki kemampuan dalam
menyampaikan informasi apa adanya serta berani menyatakan
kebenaran dan bersedia mengakui kekeliruan.
4. Fathonah.
Adapun sifat fathonah berarti cerdas yang dibangun dari
ketakwaan kepada Tuhan, di mana aktualisasinya pada etos
kerja dan kinerja pemimpin yang berkomitmen pada
keunggulan.
A. Teori Kepemimpinan
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi
kepemimpinan modern adalah perkembangan dari teori peran (role
theory). Dikemukakan, setiap anggota suatu masyarakat menempati
status posisi tertentu, demikian juga halnya dengan individu
diharapkan memainkan peran tertentu. Dengan demikian
kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam
diferensiasi peran. Ini berarti bahwa kepemimpinan dapat
dikonsepsikan sebagai suatu interaksi antara individu dengan
anggota kelompoknya. Menurut kaidah, para pemimpin atau
manajer adalah manusia-manusia super lebih daripada yang lain,
kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu (White, Hudgson & Crainer,
1997). Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang
jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan
penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai.
Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan
arah perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya
ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi
40 Kepemimpinan Kontemporer
kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu
organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, gerak hidup dan
dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok
kecil manusia penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan
kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil orang-orang
istimewa yang tampil kedepan. Orang-orang ini adalah perintis,
pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok
orang-orang istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh
karenanya kepemimpinan seorang merupakan kunci dari
manajemen. Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak
hanya bertanggungjawab kepada atasannya, pemilik, dan
tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggungjawab
terhadap masalah- masalah internal organisasi termasuk
didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan
pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin
memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas
publik.
Dari sisi teori kepemimpinan, pada dasarnya teori-teori
kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal yaitu, faktor-faktor
yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar dari
kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah ini lebih
memuaskan daripada teorinya itu sendiri. Namun bagaimanapun
teori-teori kepemimpinan cukup menarik, karena teori banyak
membantu dalam mendefinisikan dan menentukan masalah-
masalah penelitian. Dari penelusuran literatur tentang
kepemimpinan, teori kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh
penelitian Galton (1879) tentang latar belakang dari orang-orang
terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan
berdasarkan warisan. Beberapa penelitian lanjutan, mengemukakan
individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki tingkatan
yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan kekuatan moral serta
mereka selalu dipimpin oleh individu yang benar-benar superior.
Perkembangan selanjutnya, beberapa ahli teori mengembangkan
pandangan kemunculan pemimpin besar adalah hasil dari waktu,
tempat dan situasi sesaat. Dua hipotesis yang dikembangkan
Kepemimpinan Kontemporer 41
tentang kepemimpinan, yaitu: (1) kualitas pemimpin dan
kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2),
kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil
kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi
yang sama (Hocking & Boggardus, 1994).
Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori
Situasional, berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek
dari kekuatan tunggal. Efek interaktif antara faktor individu dengan
faktor situasi tampaknya kurang mendapat perhatian. Untuk itu,
penelitian tentang kepemimpinan harus juga termasuk ;
1. Sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu,
2. Kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya
3. Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan
perhatian harus diarahkan kepada :
1) Sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa,
2) Membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang
dia pimpin dan motifnya mengikuti dia
3) Penampilan peran harus dimainkan sebagai pemimpin,
dan
4) Kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya
(Hocking & Boggardus, 1994).
42 Kepemimpinan Kontemporer
Stogdill mengembangkan Teori Harapan-Reinforcement untuk
mencapai peran. Dikemukakan, interaksi antar anggota dalam
pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan harapan untuk tetap
berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh harapan bersama
yang dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukan.
Kemudian dikemukakan, inti kepemimpinan dapat dilihat dari
usaha anggota untuk merubah motivasi anggota lain agar
perilakunya ikut berubah. Motivasi dirubah dengan melalui
perubahan harapan tentang hadiah dan hukuman. Perubahan
tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi, dimaksudkan untuk
mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan demikian, nilai
seorang pemimpin atau manajer tergantung dari kemampuannya
menciptakan harapan akan pujian atau hadiah.
Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970
mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional. Fungsi
motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi antara
cara- cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai tujuan
dengan tingkahlaku yang diharapkan dan meningkatkan
penghargaan bawahan akan pekerjaan yang mengarah pada tujuan.
Pada tahun yang sama Fiedler mengembangkan Teori
Kepemimpinan yang Efektif. Dikemukakan, efektivitas pola
tingkahlaku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan oleh
situasi tertentu. Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung
lebih efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi
kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemimpinan makin
tinggi. Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik
dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert,
dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara
alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi
memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari
kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas
untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi
kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah
tujuan kelompok.
Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga
variabel pokok, yaitu;
Kepemimpinan Kontemporer 43
1. Kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani
anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-
nya
2. Organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan
kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara
keseluruhan, dan
3. Interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan
anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup
damai bersama-sama.
44 Kepemimpinan Kontemporer
B. Pertimbangan Kepemimpinan
“Ketakutan kita yang terbesar bukanlah bahwa kita tidak
mampu. Ketakutan kita yang terbesar adalah bahwa kita berkuasa
tanpa batas. Cahaya kita, bukan kegelapan kitalah yang paling
menakutkan bagi kita. Ketika kita membiarkan cahaya kita bersinar,
tanpa sadar kita mengizinkan orang lain melakukan hal yang sama.
Ketika kita memerdekakan diri dari ketakutan kita, kehadiran kita
dengan sendirinya memerdekakan orang lain...". (Nelson Mandela,
pidato pelantikan tahun, 1994.)
Banyak naskah mengenai kepemimpinan terfokus pada
pemimpin dari masa lampau yang telah disinggung di atas, yang
kebanyakan telah tiada. Belakangan ini, kita berpaling kepada
tokoh-tokoh seperti Margaret Thatcher, Daftar tokoh yang masih
hidup begitu sering berubah, sehingga kita mungkin berkesimpulan
bahwa kita belum sungguh-sungguh memenuhi syarat sebagai
pemimpin selama kita masih hidup". Salah satu mitos mengenai
kepemimpinan adalah bahwa kita memerlukan status tinggi dan
gelar untuk menjadi pemimpin. padahal tidak demikian adanya.
Anda tidak perlu mencapai pangkat tinggi untuk menjadi
pemimpin, Kepemimpinan bukan suatu tempat, melainkan sebuah
proses. Hingga saat ini, belum ada seorang pun yang pernah
menemukan adanya gen pemimpin. Warren Bennis, pengarang
buku kepemimpinan yang disegani, percaya bahwa seseorang
menjadi pemimpin lebih banyak karena pengalamannya
dibandingkan karena garis keturunannya. Tanyakan kepada diri
sendiri, apakah saya menganggap saya sebagai pemimpin?
Mungkin tanpa ragu Anda mengiyakan. Atau bisa juga Anda
menjawab, sekarang belum, tetapi saya sedang belajar. Mungkin
juga Anda menjawab tidak, saya belum cukup matang. Nah, berita
baik yang perlu Anda ketahui, semua orang berpotensi menjadi
pemimpin – asal Anda mau.
Hanya segelintir orang terlahir sebagai pemimpin.
Kebanyakan terbentuk menjadi pemimpin. Sebagian besar
terbentuk sebagai pemimpin. Bukti menunjukkan bahwa kita
belajar kepemimpinan melalui keterampilan yang kita peroleh,
melalui hasrat untuk mengetahui lebih banyak, untuk keluar dari
Kepemimpinan Kontemporer 45
zona aman kita, untuk belajar tentang diri kita. Kita terutama belajar
dari pengalaman, dari keberhasilan dan kegagalan kita. Setiap hari
jutaan orang menunjukkan kepemimpinan, sering di tempat yang
paling tidak disangka. Di rumah, dalam pergaulan, di klub
olahraga, dsb. Kita masing-masing menjadi pemimpin karena kita
dapat memprakarsai, mempengaruhi dan mengambil
tanggungjawab untuk menyempurnakan banyak hal. Ketika Anda
menyampaikan usulan di tempat kerja, atau mengatakan “Saya bisa
bantu Anda mengerjakan hal itu”, Anda sebenarnya tengah
memimpin, meskipun sebentar saja. Jadi, pandanglah diri Anda
sebagai pemimpin. Tujuan Anda adalah menjadi pemimpin yang
lebih baik lagi, menjadi pemimpin terbaik dalam konteks Anda.
C. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung
pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang
pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai
dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom
(1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan (leadership style), yakni pemimpin yang
menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat,
keterampilan dan sikapnya. Gaya tersebut bisa berbeda-beda atas
dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang
tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat
pemimpin yang positif dan negatif, dimana pembedaan itu
didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan.
Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada
imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis),
berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif.
Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau
punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif.
46 Kepemimpinan Kontemporer
Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima
dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya
yaitu gaya otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau
laissez faire). Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan
pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi
kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja
yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif,
yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun
demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain:
memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta
memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Sementara itu, pemimpin partisipatif lebih banyak
mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya sehingga
keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Adapun pemimpin
bebas kendali menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian
menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan
dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya,
kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan
praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling
konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif. Selanjutnya
dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya
kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideran dan
struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi
tugas.
Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa
prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila
konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan.
Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang
terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap
membuat orang-orang sibuk dan mendesak mereka untuk
berproduksi. Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi
konsiderasi, tidak selamanya merupakan pemimpin yang terbaik.
Fiedler telah mengembangkan suatu model pengecualian dari
ketiga gaya kepemimpinan diatas, yakni model kepemimpinan
kontingensi. Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
Kepemimpinan Kontemporer 47
yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin
bekerja. Dengan teorinya ini Fiedler ingin menunjukkan bahwa
keefektifan pemimpin ditentukan oleh interaksi antara orientasi
pegawai dengan tiga variabel yang berkaitan dengan pengikut,
tugas dan organisasi.
Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin
dengan anggota (leader – member relations), struktur tugas (task
structure), dan kuasa posisi pemimpin (leader position power).
1. Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan
(akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut
2. Variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara
spesifik untuk melakukan pekerjaan
3. Variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang
melekat pada posisi pemimpin.
48 Kepemimpinan Kontemporer
over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat
menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu).
2. Coaching adalah gaya yang tepat apabila staf Anda telah lebih
termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu
tugas. Disini Anda perlu memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan
waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik
dengan mereka.
3. Selanjutnya, gaya kepemimpinan supporting akan berhasil
apabila karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut
dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan
Anda. Dalam hal ini, Anda perlu meluangkan waktu untuk
berbincang- bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran-saran
mereka mengenai peningkatan kinerja. Adapun gaya
delegating akan berjalan baik apabila staf Anda sepenuhnya
telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga Anda
dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu
atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Kepemimpinan Kontemporer 49
50 Kepemimpinan Kontemporer
KEPEMIMPINAN EFEKTIF
A. Sifat Kepemimpinan
Bagaimana untuk dapat melihat dan memahami pemimpin
dalam sifat-sifat kepemimpinannya. Dalam bab ini kita akan
menganalisa kriteria sifat – sifat para pemimpin dalam
kepemimpinan, apakah ada dalam diri anda atau mungkin dapat
melihat kriteria ini dalam diri orang – orang disekeliling anda :
1. Seorang pemimpin harus mempunyai suatu misi yang penting
2. Seorang pemimpin adalah seorang pemikir besar
3. Seorang pemimpin harus mempunyai etika tinggi
4. Seorang pemimpin harus menguasai perubahan
5. Seorang pemimpin harus bersifat peka
6. Seorang pemimpin harus berani mengambil resiko
7. Seorang pemimpin adalah seorang pengambil keputusan
8. Seorang pemimpin harus menggunakan kekuasaan secara
bijaksana
9. Seorang pemimpin harus berkomunikasi secara efektif
10. Seorang pemimpin adalah pembangun sebuah tim
11. Seorang pemimpin harus bersifat pemberani
12. Seorang pemimpin harus mempunyai komitmen
Kepemimpinan Kontemporer 51
B. Kepemimpinan Efektif
Sekali pun kita sulit merumuskan apa itu kepemimpinan,
kita semua percaya bahwa kita dapat mengenali kepemimpinan
yang baik ketika kita berhadapan dengannya. Kita menyadari
kepemimpinan sesudah terjadinya suatu peristiwa, lalu berkata
Itulah yang disebut kepemimpinan. Secara mendasar, Leigh &
Maynard merumuskan kepemimpinan sebagai penyelesaian
pekerjaan melalui dukungan orang lain. Hal ini menyiratkan bahwa
kepemimpinan berlangsung dalam interaksi antara pemimpin dan
pengikut dalam situasi tertentu. Pada tataran yang lebih tinggi,
kepemimpinan dapat dijabarkan sebagai serangkaian perilaku yang
jarang dapat ditiru oleh kebanyakan orang.
Di antara kedua pandangan ini terdapat hubungan yang
khas dan unik di antara orang yang memimpin dan yang
mengikuti. Pemikiran terkini menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu proses dan bukan kedudukan, dan bahwa
kepemimpinan terutama menyangkut pengelolaan hubungan.
Sambil belajar dan membaca lebih lanjut mengenai kepemimpinan,
Anda akan segera menemukan bahwa terdapat demikian banyak
pandangan dan rumusan, tanpa ada aturan yang mutlak. Perlukah
Anda sangat cerdas untuk menjadi pemimpin? Ada beberapa bukti
yang menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan terkait dengan
kecerdasan, akan tetapi tingkatan kecerdasan pemimpin
sebagaimana terukur dengan tes IQ (Intelligence Quotient) hanya
sedikit lebih tinggi nilai rata-rata. Jadi, meskipun para pemimpin
memang tergolong pandai, hanya sedikit yang jenius. Bukti
menunjukkan bahwa orang-orang yang terpandai tidak selalu
menjadi pemimpin yang efektif. Bahkan ada penelitian yang
menunjukkan bahwa ada kemungkinan pemimpin terlampau
pandai. Pemimpin dengan tingkat kecerdasan yang jauh melebihi
para pengikutnya bisa jadi tidak seefektif pemimpin yang hanya
sedikit lebih cerdas dari para pengikutnya.
"Orang banyak akan mengikuti pemimpin yang berjalan
dua puluh langkah di depan mereka; namun kalau sang pemimpin
berada seribu langkah di depan, ia takkan terlihat dan takkan
diikuti ". (George Brandes)
52 Kepemimpinan Kontemporer
Goleman, mengusulkan bahwa apa yang penting itu
sebenarnya kecerdasan emosional atau EI Q (emotional intelligence
quotient). Ia berpendapat bahwa seseorang bisa saja ber-IQ tinggi,
berpikiran tajam dan analitis, sangat kreatif dan telah mengikuti
pelatihan kepemimpinan terbaik di dunia, namun tetap saja bukan
pemimpin yang efektif. Goleman mengidentifikasi unsur-unsur
kecerdasan emosional sangat mempengaruhi kepemimpinan efektif,
sebagai berikutt :
1. Kesadaran diri: kemampuan untuk membaca perasaan sendiri
dan bagaimana Anda mempengaruhi orang lain, memiliki
kesadaran kuat mengenai siapa diri Anda, perasaan Anda,
kekuatan, kelemahan, kebutuhan dan dorongan di dalam diri
Anda.
2. Pengelolaan diri: kemampuan untuk mengelola dorongan
berpotensi negatif dalam diri Anda yang menggerakkan
perasaan Anda; mengenali dan menafsirkan landasan
emosional dari pikiran dan perilaku Anda, dan memilih
tindakan untuk mengendalikan atau menyalurkan kekuatan
Anda secara positif.
3. Kesadaran bermasyarakat: meliputi kemampuan yaitu empati
dan insting untuk mengatur, memiliki tenggang rasa terhadap
perasaan orang lain, mengetahui dampak dari kata-kata dan
tindakan Anda terhadap orang lain.
4. Pengelolaan hubungan: kemampuan untuk berkomunikasi
secara jelas dan meyakinkan. Bukan sekadar bersikap ramah,
tetapi ramah dengan tujuan tertentu, menggerakkan orang ke
arah yang Anda inginkan. Hal ini dapat terjadi dalam
menyepakati rencana suatu proyek atau membangun semangat
untuk sebuah produk baru.
Kepemimpinan Kontemporer 53
dengan 9. Dalam pemikiran model managerial grid adalah seorang
pemimpin selain harus lebih memikirkan mengenai tugas-tugas
yang akan dicapainya juga dituntut untuk memiliki orientasi yang
baik terhadap hubungan kerja dengan manusia sebagai
bawahannya. Artinya bahwa seorang pemimpin tidak dapat hanya
memikirkan pencapaian tugas saja tanpa memperhitungkan faktor
hubungan dengan bawahannya, sehingga seorang pemimpin dalam
mengambil suatu sikap terhadap tugas, kebijakan-kebijakan yang
harus diambil, proses dan prosedur penyelesaian tugas, maka saat
itu juga pemimpin harus memperhatikan pola hubungan dengan
staf atau bawahannya secara baik. Menurut Blake dan Mouton ini,
kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat
kecenderungan yang ekstrim dan satu kecenderungan yang terletak
di tengah-tengah keempatnya, adalah :
1. Impoverished leadership (Kepemimpinan yang Tandus),
dalam kepemimpinan ini si pemimpin selalu menghidar dari
segala bentuk tanggung jawab dan perhatian terhadap
bawahannya.
2. Team leadership (Kepemimpinan Tim), pimpinan menaruh
perhatian besar terhadap hasil maupun hubungan kerja,
sehingga mendorong bawahan untuk berfikir dan bekerja
(bertugas) serta terciptanya hubungan yang serasi antara
pimpinan dan bawahan.
3. Country Club leadership (Kepemimpinan Perkumpulan),
pimpinan lebih mementingkan hubungan kerja atau
kepentingan bawahan, sehingga hasil/tugas kurang
diperhatikan.
4. Task leadership (Kepemimpinan Tugas), kepemimpinan ini
bersifat otoriter karena sangat mementingkan tugas/hasil dan
bawahan dianggap tidak penting karena sewaktu-waktu dapat
diganti.
5. Middle of the road (Kepemimpinan Jalan Tengah), di mana si
pemimpin cukup memperhatikan dan mempertahankan serta
menyeimbangkan antara moral bawahan dengan keharusan
penyelesaian pekerjaan pada tingkat yang memuaskan, di
54 Kepemimpinan Kontemporer
mana hubungan antara pimpinan dan bawahan bersifat
kebapakan.
Kepemimpinan Kontemporer 55
1. Tipe Pemimpin Demokratis
Jika Anda bekerja di perusahaan yang memiliki
pemimpin demokratis, artinya Anda dapat menyampaikan
pendapat atau ide secara lebih terbuka sebagai kontribusi
untuk memajukan perusahaan. Masukan Anda bisa jadi bahan
pertimbangan pemimpin perusahaan untuk membuat
keputusan bisnis. Memiliki pemimpin yang demokratis dengan
gaya kepemimpinan efektif akan melahirkan karyawan inovatif
dengan ide brilian dan gagasan yang dapat membawa
perubahan bagi perusahaan. Walaupun mungkin tidak semua
ide karyawan akan diaplikasikan untuk kemajuan perusahaan,
namun setidaknya Anda mendapat kesempatan
menyampaikan pendapat. Tipe pemimpin demokratis sangat
disukai banyak orang karena pendapat pegawai dihargai, dan
juga tidak otoriter dalam memberikan pressure lewat beban
kerja berlebihan dengan deadline ketat dan hasil yang
sempurna. Pemimpin demokratis betul-betul bisa memberikan
arahan kerja yang proporsional kepada karyawannya agar
tidak mudah burnout.
56 Kepemimpinan Kontemporer
disebabkan ada beberapa individu yang tidak menyukai
bekerja di bawah pressure atau tekanan.
Kepemimpinan Kontemporer 57
keinginan atasan. Bisa jadi, tipe pemimpin ini memiliki
perfeksionis dalam kerja yang juga diinginkannya bisa
dilakukan karyawannya. Bagian terbaiknya, karyawan bisa
perform dan dapat mengerjakan pekerjaan sesuai arahan
atasan. Sisi negatifnya, kemandirian dan kreativitas pegawai
jadi kurang berkembang serta tidak bebas dalam berpendapat
untuk kontribusi terhadap kemajuan perusahaan.
58 Kepemimpinan Kontemporer
TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK
DAN TEORI KONTINGENSI
Kepemimpinan Kontemporer 59
situasi tampaknya kurang mendapat perhatian. Untuk itu, penelitian
tentang kepemimpinan harus juga termasuk :
1. sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu, dan
2. kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya.
Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan
perhatian harus diarahkan kepada :
1. Sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa
2. Membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang dia
pimpin dan motifnya mengikuti dia
3. Penampilan peran harus dimainkan sebagai pemimpin
4. Kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya (Hocking
& Boggardus, 1994).
A. Fase Kepemimpinan
Pada tahun 1957 Stogdill mengembangkan Teori Harapan-
Reinforcement untuk mencapai peran. Dikemukakan, interaksi
antar anggota dalam pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan
harapan untuk tetap berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan
oleh harapan bersama yang dikaitkan dengan penampilan dan
interaksi yang dilakukan. Kemudian dikemukakan, inti
kepemimpinan dapat dilihat dari usaha anggota untuk merubah
60 Kepemimpinan Kontemporer
motivasi anggota lain agar perilakunya ikut berubah. Motivasi
dirubah dengan melalui perubahan harapan tentang hadiah dan
hukuman. Perubahan tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi,
dimaksudkan untuk mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan
demikian, nilai seorang pemimpin atau manajer tergantung dari
kemampuannya menciptakan harapan akan pujian atau hadiah.
1. Atas dasar teori diatas, House pada tahun 1970
mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional.
Fungsi motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi
antara cara-cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai
tujuan dengan tingkahlaku yang diharapkan dan
meningkatkan penghargaan bawahan akan pekerjaan yang
mengarah pada tujuan. Pada tahun yang sama Fiedler
mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Efektif.
Dikemukakan, efektivitas pola tingkahlaku pemimpin
tergantung dari hasil yang ditentukan oleh situasi tertentu.
Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung lebih
efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi
kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemim-pinan
makin tinggi.
2. Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik
dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis
Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum
berpendapat, secara alamiah manusia merupakan "motivated
organism". Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol
tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi
organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi
motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada
waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok.
Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga
variabel pokok, yaitu; (1), kepemimpinan yang sesuai dan
memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan,
kebutuhan, dan kemampuan- nya, (2), organisasi yang disusun
dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota
disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan, dan (3),
interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan
Kepemimpinan Kontemporer 61
anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta
hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea
bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang
Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang
Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard &
Zigarmi, 2001)
3. Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah
Teori Perilaku Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa
yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dikemukakan,
terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang
bukan pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan
perilaku khas yang menunjukkan keberhasilan seorang
pemimpin, maka implikasinya ialah seseorang pada dasarnya
dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin
yang efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat,
pemimpin itu ada bukan hanya dilahirkan untuk menjadi
pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari suatu
proses belajar.
B. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua
hal pokok yaitu:
1. pemimpin sebagai subjek, dan.
2. yang dipimpin sebagai objek.
62 Kepemimpinan Kontemporer
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan,
membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan
ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab
baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas
kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak
mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam
menjalankan kepemimpinannya.
1. Teori Trait
Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara
yang bervariasi karena mereka memiliki karakteristik atau
disposisi yang sudah melekat dalam dirinya. Ada 5
karakteristik kepemimpinan yang utama menurut teori ini :
yaitu percaya diri, empati, ambisi, control diri dan rasa ingin
tahu. Teori ini mengatakan bahwa anda dilahirkan sebagai
pemimpin dan bahwa kepemimpinan tidak dapat dipelajari.
2. Teori Situational
Teori ini menekankan bahwa kepemimpinan muncul
dalam situasi yang berbeda untuk menyesuaikan perbedaan
kebutuhan dan lingkungan. Teori ini dikembangkan lebih dulu
oleh Blanchard & Hersey (1976), yang mengatakan bahwa
pemimpn perlu memiliki perbedaan untuk menyesuaikan
kebutuhan dan maturitas pengikut, tidak ada cara yang paling
baik bagi gaya kepemimpinan. Leaders perlu mengembangkan
gaya kepemimpinan dan dapat mendiagnosa yang mana
pendekatan yang sesuai untuk digunakan pada suatu situasi.
Kepemimpinan Kontemporer 63
adalah universal dan dapat diaplikasikan tanpa
memperhatikan budaya, memberi semangat pada bawahan
untuk lebih mementingkan organisasi atau kelompok.
Kepemimpinan transformasional lebih menkonsentrasikan
pada pengembangan bawahan dari pada pencaaian target
(Kepemimpinan transaksional) dan dalam beberapa buku
kepemimpinan transformasional sama dengan leadership
berlawanan dengan kepemimpinan transaksional yang
disamakan dengan manajemen.
64 Kepemimpinan Kontemporer
sebagai edukasi dan pelatihan dengan menekankan
kepada jenis-jenis pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan khusus yang akan diperoleh. Mc. Cauley et al
(1998) mendefinisikan pengembangan leadership sebagai
perluasan sekumpulan kapasitas yang berhubungan
dengan anggota organisasi untuk mengikutsertakan
secara efektif dalam peran-peran dan proses-proses
leadership. Keys & Wolfe (1988) menjelaskan bahwa
proses leadership sebagai kemampuan sekelompok orang
untuk bekerja bersama-sama penuh arti mengingat proses
manajemen yang cenderung untuk menjadikan posisi dan
yang berhubungan dengan organisasi secara khusus.
Kepemimpinan Kontemporer 65
organisasi untuk membiarkan pengembangan leadership
menjadi ”proses yang tanpa rencana” dimana tujuan
pengembangan tidak jelas, akontabilitas terhadap pelaksanaan
dan terdapat kegagalan untuk evaluasi yang efektif. Perbedaan
antara pengembangan leadership dan pengembangan leader
sebaiknya tidak membiarkan yang satu cenderung untuk
dipertimbangkan melebihi yang lain. Pengembangan leader
tanpa menghormati keterkaitan yang berhubungan dengan
organisasi dan konteks sosial mengabaikan banyak literatur
leadership dan sedikit untuk mempertinggi kapasitas
organisasi.
66 Kepemimpinan Kontemporer
untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan
dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti
kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya
menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk
menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi
kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya
penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini
adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian
mempunyai lebih banyak bawahan yang puas. Hasil studi
kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa
perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua
kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil
penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa
perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi
kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil.
Sementara itu, model leadership continuum dan Likert‟s
Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku
pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan.
Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya
menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh
Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh
Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin
pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya
kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada
produksi.
Kepemimpinan Kontemporer 67
kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek
situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik
pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku
kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para
pengikut. LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan
dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel
situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC)
dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang
berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi
yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para
pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih
menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan
maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange
Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin
mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang
berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard
Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para
pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin
dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan
pemimpin pengikut.
68 Kepemimpinan Kontemporer
a. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference),
yakni perilaku orang lain merupakan sumber informasi
yang kaya.
b. Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious
Attentional Resources) bahwa proses persepsi terjadi
dalam kognisi orang yang melakukan persepsi
(pengamatan).
c. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh
Kelly & Micella, 1980 yaitu teori yang berfokus pada akal
sehat.
2. Kepemimpinan Kharismatik
Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari
proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-
atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang
kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih
penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin
tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut. Berbagai
teori tentang kepemimpinan karismatik telah dibahas dalam
kegiatan belajar ini. Teori kepemimpinan karismatik dari
House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan
motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap
tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori
atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi
pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi
sebagai proses sekunder.
Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi
nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap
kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit
terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan
sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi
oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi
dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses
penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis
tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa
pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi
dengan pemimpin tersebut. Karisma merupakan sebuah
Kepemimpinan Kontemporer 69
fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan
oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma
walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan
karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap
para pengikut dan organisasi.
3. Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin pentransformasi (transforming leaders)
mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan
mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang
lebih tinggi. Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan
transformasional dalam organisasi dan membedakan
kepemimpinan transformasional, karismatik dan transaksional.
Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi
lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan,
mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih
tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan
organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya
kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut,
serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang
diharapkan darinya. Efek-efek transformasional dicapai
dengan menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional,
perhatian yang diindividualisasi serta stimulasi intelektual.
Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah
memberikan suatu kejelasan tentang cara pemimpin
transformasional mengubah budaya dan strategi-strategi
sebuah organisasi. Pada umumnya, para pemimpin
transformasional memformulasikan sebuah visi,
mengembangkan sebuah komitmen terhadapnya,
melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut,
dan menanamkan nilai-nilai baru.
70 Kepemimpinan Kontemporer
TIPOLOGI KEPEMIMPINAN
1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang
memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi
sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan
tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu
tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-
rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung
unsur paksaan dan bersifat menghukum
2. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud
dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang
pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe
militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut
: Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering
dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung
kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang
berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan
Kepemimpinan Kontemporer 71
3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang
paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya;
dan sering bersikap maha tahu.
4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan
sebab-sebab- sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki
karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian
mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada
umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat
besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat
menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.
Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang
menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan
bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib
(supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak
dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi
bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah
seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin
yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada
waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil,
Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang „ganteng”.
5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan
bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk
organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini
memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan
bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha
72 Kepemimpinan Kontemporer
mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya;
selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan
yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri
pribadinya sebagai pemimpin. Secara implisit tergambar bahwa
untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang
mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang
paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha
menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
Kepemimpinan Kontemporer 73
4. Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin
publik, yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang
membedakannya dengan pemimpin bukan Nabi atau Rasul,
yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat
pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti ajaran
yang dibawanya dan meneladani semua sikap dan perilakunya.
5. Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang
oleh masyarakat dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai: the earth
mother, the manipulator, the workaholic, dan the egalitarian.
74 Kepemimpinan Kontemporer
Invetory) yang mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader,
innovator, saint, dan artist.
Kepemimpinan Kontemporer 75
1. Berdasar perilakunya, tipe pemimpin dikelompokkan dalam :
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Cattell dan
Stice; S. Levine; Clarke; Komaki, Zlotnik dan Jensen.
2. Berdasar fungsinya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Bales dan
Slater; Roby; Shutz; Cattell; Bowes dan Seashore.
3. Berdasar perannya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh : Benne dan
Sheats; dan Mintzberg.
76 Kepemimpinan Kontemporer
yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam
pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata
kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi;
pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal
dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya.
Kepemimpinan Kontemporer 77
yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar
diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring
tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul
dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang
pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke
ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara
baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula.
Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki
pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang
pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang
tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami
masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.
F. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung
pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang
pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin.
Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai
dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom
(1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada
dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini.
1. Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa
“Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan
(bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini
mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan
menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat
kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang
ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin,
sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara
mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada
pandangan fasilitas atau determinitis.
78 Kepemimpinan Kontemporer
2. Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang
ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim
pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa
“Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau
dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan
inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan
pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi
pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
3. Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak
seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi
terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga.
Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti
bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang
baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat
tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang
teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk
dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi
positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan
merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun
demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih
diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja
faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang
baik.
Kepemimpinan Kontemporer 79
sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan
baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan
setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti
keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan
bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan
anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat
siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati
bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya
seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh
sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan
dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan
Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang
pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku
orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan
pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama
dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang
situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan,
bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu
dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan
kepemimpinan.
80 Kepemimpinan Kontemporer
prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu
dengan yang lain. Pemimpin memandang dan menempatkan
orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki
kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat,
minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain- lain yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalu
dihargai dan disalurkan secara wajar. Berdasarkan prinsip
tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat
usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin.
Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan
kesempatan yang luas bagi anggota kelompok/organisasi
untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu
disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping
memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap
anggota kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana
sebagai pembantu pucuk pimpinan, memperoleh pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab, yang sama atau seimbang
pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para
anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan
dikembangkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit
masing-masing, dengan mendorong terwujudnya kerja sama,
baik antara anggota dalam satu maupun unit yang berbeda.
Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja
diberi kesempatan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam
mengembangkan sikap dan kemampuannya memimpin.
Kondisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk
dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara
berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun,
pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil
keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang
diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-
masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap
keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan,
justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya
Kepemimpinan Kontemporer 81
sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota
kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk
kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk
kepentingan bersama. Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan
dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada
perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara
keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun
pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar
82 Kepemimpinan Kontemporer
pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa Nazi
Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.
Kepemimpinan Kontemporer 83
kesalahan. Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun
orang-orang yang dipimpin atau bawahan yang mengambil
inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan dan tidak pula
melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan
keseluruhan kelompok/ organisasi menjadi tidak berfungsi.
Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau
melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini
diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan
kehendak sendiri, maka akan berakibat suasana kebersamaan
tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak terarah dan simpang
siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau,
setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah
menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban.
Gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk
dalam tipe kepemimpinan bebas ini antara lain :
a. Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan
pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba,
memperuncing perselisihan, menimbulkan dan
memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain
dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi
dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap orang
luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan
keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk
kepentingan pemimpin sendiri
b. Kepemimpinan Simbol
Tipe kepemimpinan ini menempatkan seorang
pemimpin sekedar sebagai lambang atau simbol, tanpa
menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya.
Di samping gaya kepemimpinan demokratis,
otokrasi maupun bebas maka pada kenyataannya sulit
untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya
atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat
dikategorikan ke dalam salah satu tipe kepemimpinan
tersebut. Sehubungan dengan itu sekurang kurangnya
84 Kepemimpinan Kontemporer
terdapat lima gaya atau perilaku kepemimpinan seperti
itu. Kelima gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah
a) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Ahli (Expert)
b) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik
c) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Paternalistik
d) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pengayom
e) Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Tranformasional
Kepemimpinan Kontemporer 85
pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi
perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya,
tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya
tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena
memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga
unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu
pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling
terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat
keberhasilan kepemimpinan.
86 Kepemimpinan Kontemporer
Menurut Hersey, Blanchard dan Natemeyer ada hubungan
yang jelas antara level kematangan orang-orang dan atau kelompok
dengan jenis sumber kuasa yang memiliki kemungkinan paling
tinggi untuk menimbulkan kepatuhan pada orang-orang tersebut.
Kepemimpinan situational memAndang kematangan sebagai
kemampuan dan kemauan orang- orang atau kelompok untuk
memikul tanggungjawab mengarahkan perilaku mereka sendiri
dalam situasi tertentu. Maka, perlu ditekankan kembali bahwa
kematangan merupakan konsep yang berkaitan dengan tugas
tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin dicapai pemimpin.
Dari penjelasan di atas konsep KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
dapat digambarkan dalam table berikut:
Kepemimpinan Kontemporer 87
c. Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu)
maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini
adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri
kesempatan untuk mengambil keputusan.
d. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya
kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan
tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang
baik. Bagaimana cara kita memimpin haruslah dipengaruhi
oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga
kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal.
88 Kepemimpinan Kontemporer
KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA
ORGANISASI
Kepemimpinan Kontemporer 89
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih memahami
budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata ilmu
budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya
seperti ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga ada
beberapa istilah lain dari istilah budaya seperti budaya organisasi
(organization culture) atau budaya kerja (work culture) ataupun biasa
lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan istilah budaya perusahaan
(corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan dikenal
dengan istilah kultur pembelajaran sekolah (school learning culture)
atau Kultur akademis (Academic culture) Dalam dunia pendidikan
mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur akademis
yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami
bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi
terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif
terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem
nilai, kebiasaan (habits), citra akademis, ethos kerja yang
terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya
apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk
oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara
organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah
kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.
Fungsi pimpinan sebagai pembentuk Kultur akademis diungkapkan
oleh Peter, Dobin dan Johnson (1996) bahwa : Para pimpinan sekolah
khususnya dalam kapasitasnya menjalankan fungsinya sangat
berperan penting dalam dua hal yaitu : a). Mengkonsepsitualisasikan
visi dan perubahan dan b). Memiliki pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman untuk mengtransformasikan visi menjadi etos dan kultur
akademis kedalam aksi riil (Danim, Ibid., P.74).
Jadi terbentuknya Kultur akademis bisa dicapai melalui proses
tranformasi dan perubahan tersebut sebagai metamorfosis institusi
akademis menuju kultur akademis yang ideal. Budaya itu sendiri
masuk dan terbentuk dalam pribadi seorang dosen itu melalui adanya
adaptasi dengan lingkungan, pembiasaan tatanan yang sudah ada
dalam etika pendidikan ataupun dengan membawa sistem nilai
sebelumnya yang kemudian masuk dan diterima oleh institusi tersebut
yang akhirnya terbentuklah sebuah budaya akademis dalam sebuah
90 Kepemimpinan Kontemporer
organisasi. Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah nilai
yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku dalam hal ini
Ferdinand Tonnies membagi kebiasaan kedalam beberapa pengertian
antara lain :
1. Kebiasaan sebagai suatu kenyataan objektif sehari-hari yang
merupakan sebuah kelajiman baik dalam sikap maupun dalam
penampilan sehari-hari. Seorang pendidik sebagai profesionalis
biasa berpenampilan rapi, berdasi dan berkemeja dan bersikap
formal, sangat lain dengan melihat penampilan dosen institut
seni yang melawan patokan formal yang berlaku didunia
pendidikan dengan berpakaian kaos dan berambut panjang.
2. Kebiasaan sebagai Kaidah yang diciptakan dirinya sendiri yaitu
kebiasaan yang lahir dari diri pendidik itu sendiri yang
kemudian menjadi ciri khas yang membedakan dengan yang
lainnya.
3. Kebiasaan sebagai perwujudan kemauan untuk berbuat sesuatu
yaitu kebiasaan yang lahir dari motivasi dan inisatif yang
mencerminkan adanya prestasi pribadi. ( Soekanto, loc.cit, P.
174)
Kepemimpinan Kontemporer 91
kultur akademis penididik dalam sehari-harinya. Dilihat dari unsur
perbedaan budaya juga menyangkut ciri khas yang membedakan
antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun yang
membedakaan antara profesi yang satu dengan profesi yang lain.
Seperti perbedaan budaya seorang dokter dengan seorang dosen,
seorang akuntan dengan seorang spesialis, seorang professional
dengan seorang amatiran.
Ciri khas ini bisa diambil dari hasil internalisasi individu
dalam organisasi ataupun juga sebagai hasil adopsi dari organisasi
yang mempengaruhi pencitraan sehingga dianggap sebagai kultur
sendiri yang ternyata pengertiannya masih relatif dan bersifat
abstrak. Kita lihat pengertian budaya yang diungkapkan oleh Prof.
Dr. Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai : “Sebuah
system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut
yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. atau
secara institusi nilai yang dianut oleh suatu organisasi yang
diadopsi dari organisasi lain baik melalui reinventing maupun re-
organizing”(Ibid, Soerjono Soekanto, P. 174)
Budaya juga tercipta karena adanya adopsi dari organisasi
lainnya baik nilai, jargon, visi dan misi maupun pola hidup dan
citra organisasi yang dimanefestasikan oleh anggotanya. Seorang
pendidik sebagai pelaku organisasi jelas berperan sangat penting
dalam pencitraan kampus jauh lebih cepat karena secara langsung
berhadapan dengan mahasiswa yang bertindak sebagai promotor
pencitraan di masyarakat sementara nilai pencitraan sebuah
organisasi diambil melalui adanya pembaharuan maupun pola
reduksi langsung dari organisasi sejenis yang berpengaruh dalam
dunia pendidikan.
Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah sistem bisa
menjadi sebuah asumsi dasar sebuah organisasi untuk bergerak
didalam meningkatkan sebuah kinerjanya yang salah satunya
terbentuknya budaya yang kuat yang bisa mempengaruhi.
McKenna dan Beech berpendapat bahwa : „Budaya yang kuat
mendasari aspek kunci pelaksaan fungsi organisasi dalam hal
efisiensi, inovasi, kualitas serta mendukung reaksi yang tepat untuk
membiasakan mereka terhadap kejadian-kejadian, karena etos yang
92 Kepemimpinan Kontemporer
berlaku mengakomodasikan ketahanan“( McKenna, etal, Terj. Toto
Budi Santoso , 2002: 19)
Sedang menurut Talizuduhu Ndraha mengungkapkan
bahwa “Budaya kuat juga bisa dimaknakan sebagai budaya yang
dipegang secara intensif, secara luas dianut dan semakin jelas
disosialisasikan dan diwariskan dan berpengaruh terhadap
lingkungan dan prilaku manusia”( Ndraha, 2003:123).
Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah
prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang
diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap
sistem prilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik didalam
organisasi maupun diluar organisasi. Sekali lagi kalau Budaya
hanya sebuah asumsi penting yang terkadang jarang diungkapkan
secara resmi tetapi sudah teradopsi dari masukan internal anggota
organisasi lainnya. Vijay Sathe mendefinisikan budaya sebagai “The
sets of important assumption (opten unstated) that member of a
community share in common” ( Sathe, 1985: 18) Begitu juga budaya
sebagai sebuah asumsi dasar dalam pembentukan karakter individu
baik dalam beradaptasi keluar maupun berintegrasi kedalam
organisasi lebih luas diungkapkan oleh Edgar H. Schein bahwa
budaya bisa didefinisikan sebagai :
“A pattern of share basic assumption that the group learner
as it solved its problems of external adaptation anda internal
integration, that has worked well enough to be considered valid and
therefore, to be taught to new members as the correct way to
perceive, think and feel in relation to these
problems”. ( Schein, 1992:16)
Secara lengkap Budaya bisa merupakan nilai, konsep,
kebiasaan, perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah
organiasasi yang kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Bisa
berupa prilaku langsung apabila menghadapi permasalahan
maupun berupa karakter khas yang merupakan sebuah citra
akademik yang bisa mendukung rasa bangga terhadap profesi
dirinya sebagai dosen, perasaan memiliki dan ikut menerapkan
seluruh kebijakan pimpinan dalam pola komunikasi dengan
lingkungannya internal dan eksternal belajar. Lingkungan
Kepemimpinan Kontemporer 93
pembelajaran itu sendiri mendukung terhadap pencitraan diluar
organisasi, sehingga dapat terlihat sebuah budaya akan
mempengaruhi terhadap maju mundurnya sebuah organisasi.
Seorang professional yang berkarakter dan kuat kulturnya akan
meningkatkan kinerjanya dalam organisasi dan secara sekaligus
meningkatkan citra dirinya.
94 Kepemimpinan Kontemporer
Menurut Umar Nimran mendefinisikan budaya organisasi
sebagai “Suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu
organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain”(Umar
Nimran, 1996: 11) Sedangkan Griffin dan Ebbert (Ibid, 1996:11) dari
kutipan Umar Nimran Budaya organisasi atau bisa diartikan
sebagai “Pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma
bersama yang menjadi ciri perusahaan/organisasi” Sementara
Taliziduhu Ndraha Mengartikan Budaya organisasi sebagai “Potret
atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu
organisasi atau perusahaan pada saat ini”( op.cit , Ndraha, P. 102)
Lebih luas lagi definisi yang diungkapkan oleh Piti Sithi-Amnuai
(1989) dalam bukunya “How to built a corporate culture”
mengartikan budaya organisasi sebagai :
A set of basic assumption and beliefs that are shared by
members of an organization, being developed as they learn to cope
with problems of external adaptation and internal integration.( Pithi
Amnuai dari kutipan Ndraha, p.102)
(Seperangkat asumsi dan keyakinan dasar yang dterima
anggota dari sebuah organisasi yang dikembangkan melalui proses
belajar dari masalah penyesuaian dari luar dan integarasi dari
dalam)
Hal yang sama diungkapkan oleh Edgar H. Schein (1992)
dalam bukunya “Organizational Culture and Leadershif”
mangartikan budaya organisasi lebih luas sebagai :
“ …A patern of shared basic assumptions that the group
learned as it solved its problems of external adaptation and internal
integration, that has worked well enough to be considered valid
and, therefore, to be taught to new members as the correct way to
perceive, think and feel in relation to these problems.( loc.cit, Schein,
P.16)
(“… Suatu pola sumsi dasar yang ditemukan, digali dan
dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai pengalaman
memecahkan permasalahan, penyesuaian terhadap faktor ekstern
maupun integrasi intern yang berjalan dengan penuh makna,
sehingga perlu untuk diajarkan kepada para anggota baru agar
Kepemimpinan Kontemporer 95
mereka mempunyai persepsi, pemikiran maupun perasaan yang
tepat dalam mengahdapi problema organisasi tersebut).
Sedangkan menurut Moorhead dan Griffin (1992) budaya
organisasi diartikan sebagai : Seperangkat nilai yang diterima selalu
benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk
memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan
tindakan mana yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut
dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara simbolis
lainnya(McKenna,etal, op.cit P.63).
Amnuai (1989) membatasi pengertian budaya organisasi
sebagai pola asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota
sebuah organisasi dari hasil proses belajar adaptasi terhadap
permasalahan ekternal dan integrasi permasalahan internal.
Organisasi memiliki kultur melalui proses belajar, pewarisan, hasil
adaptasi dan pembuktian terhadap nilai yang dianut atau
diistilahkan Schein (1992) dengan considered valid yaitu nilai yang
terbukti manfaatnya. selain itu juga bisa melalui sikap
kepemimpinan sebagai teaching by example atau menurut Amnuai
(1989) sebagai “through the leader him or herself” yaitu pendirian,
sikap dan prilaku nyata bukan sekedar ucapan, pesona ataupun
kharisma.
Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa budaya
organisasi diartikan sebagai kristalisasi dari nilai-nilai serta
merupakan kepercayaan maupun harapan bersama para anggota
organisasi yang diajarkan dari generasi yang satu kegenerasi yang
lain dimana didalamnya ada perumusan norma yang disepakati
para anggota organisasi, mempunyai asumsi, persepsi atau
pandangan yang sama dalam menghadapi berbagai permasalahan
dalam organisasi.
Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as
they learn to cope with problems of external adaptation anda
internal integration (Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala
anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-
masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah
internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi).(
Opcit Ndraha, P.76).
96 Kepemimpinan Kontemporer
Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali
oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
1. Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.
2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang
sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.
3. Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi
dan tata kerja.
Kepemimpinan Kontemporer 97
pandangan barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43)
bisa dilaksanakan antara lain berupa :
1. Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
2. Menentukan batas-batas antar kelompok.
3. Distribusi wewenang dan status.
4. Mengembangkan syariat, tharekat dan ma‟rifat yang
mendukung norma kebersamaan.
5. Menentukan imbalan dan ganjaran
6. Menjelaskan perbedaan agama dan ideology
98 Kepemimpinan Kontemporer
1. Budaya kekuasaan (Power culture)
Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan
menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara
memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat
mengikuti esepsi dan keinginan anggota suatu organisasi.
Seorang dosen, seorang guru dan seorang karyawan butuh
adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam
menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini
menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk
memajukan institusi organisasi. Kelajiman diinstitusi pendidikan
yang masih meenganut manajemen keluarga, peranan pemilik
institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan
institusi akademis, terkadang melupakan nilai profesionalisme
yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya
sebuah perguruan tinggi.
Kepemimpinan Kontemporer 99
profesionalisme kerja seorang dosen dan rasa memiliki yang
kuat terhadap peran sosialnya di kampus serta aktifitasnya
diluar keegiatan akademis dan kegiatan penelitian.
B. Teori Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik
merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam
berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua
pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat
menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula
melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing
c. Jenis-Jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4
macam:
a) Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau
profesi (konflik peran (role))
b) Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga,
antar gank).
c) Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir
(polisi melawan massa).
d) Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
e) Konflik antar atau tidak antar agama
f) Konflik antar politik.
d. Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1. Simplifikasi
Keberhasilan kepemimpinan diawali dengan sebuah
visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Visi
organisasi yang telah dirancang akan mendorong anggota
dalam organisasi tersebut mencapainya. Oleh karena itu
kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi
secara jelas, praktis dan transformasional mampu menjawab
“ke mana kita akan melangkah”. menjadi hal pertama yang
penting untuk kita implementasikan. Dengan mengetahui
2. Motivasi.
Mengapa motivasi penting? Menurut Pamela & Oloko
(2015) motivasi adalah kunci dari organisasi yang sukses untuk
menjaga kelangsungan pekerjaan dalam organisasi dengan
cara dan bantuan yang kuat untuk bertahan hidup. Motivasi
adalah memberikan bimbingan yang tepat atau arahan, sumber
daya dan imbalan agar mereka terinspirasi dan tertarik untuk
bekerja dengan cara yang anda inginkan. Chukwuma &
Obiefuna (2014) Motivasi adalah proses membangkitkan
perilaku, mempertahankan kemajuan perilaku, dan
menyalurkan perilaku tindakan yang spesifik. Dengan
demikian, motif (kebutuhan, keinginan) mendorong pegawai
untuk bertindak. Bagaimana Anda menerapkan prinsip
motivasi dalam kepemimpinan transformasional? Pemimpin
transformasional dapat menciptakan suatu sinergis di dalam
organisasi, berarti dia dapat mengoptimalkan, memotivasi dan
memberi energi kepada setiap pengikutnya. Motivasi dapat
berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta
memberikan peluang untuk terlibat suatu proses kreatif,
memberikan usulan mengambil keputusan dalam pemecahan
masalah.
3. Fasilitasi
Kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi
“pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan
berdampak pada semakin bertambahnya modal intelektual
dari setiap orang yang terlibat di dalam organisasi. Berbagai
4. Inovasi.
Inovasi, yaitu kemampuan untuk menghasilkan ide -
ide baru, mengimplementasikan ide baru yang bermanfaat.
Perubahan akan menimbulkan ketidak pastian yang akan
membuat resistensi. Oleh karena itu dituntut pemimpin yang
berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan.
Dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang
yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya
pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Berkaitan
dengan hal ini pemimpin transformasional harus mampu
merespons perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan
tim kerja yang sudah dibangun. Perubahan dalam hal ini
bukan sekedar perubahan, namun perubahan yang inovatif.
5. Mobilitas
Pengerahan seluruh sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di
dalamnya dalam mencapai visi dan dan misi organisasi.
Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan
pengikut dengan penuh tanggung jawab dan selalu melakukan
perubahan untuk menghasilkan kinerja yang tinggi. Dalam
rangka pengerahan ini tentunya memperhatikan kompetensi
yang dimiliki oleh pengikutnya/stafnya.
6. Open mind
Perubahan merupakan hal yang pasti, demikian juga
perubahan-perubahan yang terjadi dalam oranisasi. Oleh
karena itu pemimpin harus selalu mensikapi setiap perubahan
yang ada, sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan yang
ada. Untuk itu maka kemampuan untuk selalu membuka diri
untuk menerima masukan dan saran dalam menyambut
perubahan dengan paradigma baru yang positif.
1. Karisma.
Karisma didefinisikan sebagai seorang pemimpin
mempengaruhi pengikutnya dengan menimbulkan emosi-
emosi yang kuat dan identifikasi dengan pememimpin
tersebut. Ingat emosi dalam pengertian ini dapat dikategorikan
sebagai emosi positif dan emosi negative. Emosi positif
misalnya penasaran, termotivasi, senang, bahagia, ingin
bekerja dengan sempurna dan lain sebagainya.
2. Stimulasi intelektual.
Yaitu sebagai sebuah proses yang apa adanya seorang
pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikutnya
terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para
pengikutnya untuk memandang masalah-masalah tersebut dari
sebuah prespektif yang baru. Berbagai stimulasi intelektual ini
dapat anda terapkan dalam menjalankan kepemimpinan
transformasional anda, misalnya memberikan tantangan-
tantangan untuk menyelesaikan pekerjaan yang dapat
menstimulus ide-ide kreatif.
5. Inspirational motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang
pemimpin yang mampu menerapkan standar yang tinggi
namun mampu mendorong bawahan untuk mencapai standar
tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan
optimisme dan antusiasme yang tinggi dari para bawahan.
Pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi
dan memotivasi bawahannya sehingga mampu berkinerja yang
tinggi.
7. Individualized consideration
Individualized consideration berarti karakter seorang
pemimpin yang mampu memahami perbedaan individual para
bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau
dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih
bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional
mampu melihat potensi-potensi dan kebutuhan berkembang
para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain,
pemimpin transformasional mampu memahami dan
menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan
memperhatikan keinginan bawahan untuk berkembang.
Ciri yang diungkapkan oleh Avolio dkk tersebut sesuai
dengan pendapat Bass (dalam Muin, 2010:49) mengemukakan
4 dimensi dalam kepemimpinan transformasional dengan
konsep “4I” yang artinya:
2. Teknik Mentoring
Ingat mentoring menurut Steven Spielberg adalah
kegiatan yag melakukan hubungan profesional dimana orang
Keterangan:
Pemimpin memberikan partisipasi dalam pembuatan
keputusan, penerapannya kepada bawahan dengan melihat
konsekwensi positif yang ditimbulkan dalam pencapaian tujuan
organisasi sehingga timbul rasa tanggung jawab dan dapat
meningkatkan kepercayaan diri bagi bawahan. Selanjutnya
Kotter menjelaskan bahwa perubahan transformasional dapat
2. Simulasi Coaching.
Selamat Anda telah menguasai salah satu teknik dalam
coaching. Silahkan pilih salah satu Teknik. Misalnya Teknik
GROW. Dalam penerapan Teknik ini, ingat bahwa Coaching
adalah sebuah cara pengembangan kompetensi sumberdaya
aparatur sipil negara melalui proses dialog yang
memberdayakan antara seorang coach dengan coachee-nya
dengan memberikan keleluasaan pada coachee untuk dapat
mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapinya,
menemukan berbagai solusi alternatif yang dapat dilakukannya
Reality Jika anda tidak tahu Apakah yang terjadi saat ini di
kondisi saat ini, organisasi anda?
maka anda akan sulit Apakah masalah yang dihadapi oleh
mengehathui apa organisasi anda Siapa saja yang terlibat
masalah yang di dalamnyaApa yang akan terjadi
sesungguhnya apabila masalah tersebut berkelanjutan?
Apa dampaknya terhadap anda dan
semua yang terlibat di dalamnya?
Apa saja yang sudah anda lakukan
selama ini?
Bagaimanakah hasil yang anda
dapatkan?
Apakah saja yang menjadi kendalanya?
Apa sajakah yang belum selesai
masalahnya?
2. Metode persepsi
Brehn dan Kassin (1996) menyebutkan empat sumber
untuk memahami diri sendiri, yaitu: intropeksi
(instropection), pemangatan terhadap prilaku sendiri
(perception of our own bahevior), pengaruh orang lain (influence
of other people), dan ingatan autobiografis (autobiographical
memory). Berdasarkan apa yang disampaikan oleh brehn dan
kassin (1995) dan taylor, peplau, dan sears (1997), terdapat
beberapa sumber pemahaman diri.
1. Introspeksi.
2. Intropeksi berarti melakukan peninjauan ke dalam diri
sendiri, pikiran atau perasaan kita.
3. Pengamatan terhadap prilaku diri sendiri.
4. Kedua adalah pengamatan terhadap prilaku sendiri.
5. Penilaian orang lain.
7. Regulasi diri
Self regulation adalah suatu upaya untuk
mengendalikan pikiran perasaan, dan prilaku dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Dalam mencapai tujuan, kemampuan
meregulasi diri merupakan suatu yang sangat vital. Maalah
personal maupun sosial, bisa muncul karena kekurang
mampuan didalam melakukan regulasi diri. Agama mendorong
pemeluknya untuk memiliki tujuan dan nilai-nilai yang lebih
spesifik, dan memberikan muatan lebih terhadap tujuan-tujuan
yang diinginkan.
2. Skema social
Skema sosial adalah struktur kognitif yang
merepresentasikan pengetahuan kita tentang suatu konsep
stimulus, termasuk atribut dan keterkaitan diantara atribut-
3. Teori-teori Atribusi
Menurut Haider, kita secara alamiah dapat mengetahui
hubungan sebab akibat antara beberapa informasi. Kita slalu
menarik makna dari kejadian-kejadian yang ada disekitar kita
dan menggunakannya untuk memahami dunia sosial.
D. Ketertarikan Interpersonal
Hubungan interpersonal bersifat selektif. Kita tidak selalu
menjalin hubungan interpersonal dengan apa saja yang kita jumpai.
Ketertarikan interpersonal adalah penilaian kita terhadap orang lain
berdasarkan pada apakah kita menyukai orang tersebut atau tidak
menyulainya. Jika hubungan interpersonal tersebut dianggap cukup
memuaskan, maka hubungan interpersonal akan lanjut menuju
tahap intin. Jika sebaliknya, hubungan interpersonal interpersonal
tersebut akan berakhir atau berlangsung tapi akan terasa hampa.
Teori yang secara khusu membahas hubungan interpersonal adalah
teori penetrasi sosial dari altman dan taylor.
F. Agresi
Agresi sering kali diartikan sebagai prilaku yang
dimaksudkan untuk melukai orang lain baik secara fisik ataupun
psikis. Defenisi yang hampir sama dikemukakan olehbrehm dan
kassin (1997) dan taylor, peplau dan sear (1998). Dengan redaksi
yang tidak jauh berbeda , baron dan byrne (1997) mendefinisikan
agresi sebagai prilaku yang diarahkan dengan tujuan untuk
membahayakan orang lain. Selain agresi, ada istilah lain yang sering
dipakai , yaitu kekerasan atau viorence. Dalam islam, niat
merupakan pokok dari setiap perbuatan. “setiap masalah
tergantung pada niatnya”.(HR Bukhori). Allah SWT, sendiri
menetapkan hukuman yang berbeda pada orang yang membunuh
dengan sengaja dan yang tidak sengaja (QS An-Nisa (24):92).
Berdasarkan tujuannya, agresi sebenarnya tidak selalu
ditujukan untuk membahayakan atau melukai orang lain. Agresi
kadang ditujukan untuk mencapai tujuan lain yang dianggap lebih
penting.
1. Teori-teori agresi
Lorenz menjelaskan prilaku agresi bukan reaksi
terhadap stimulus eksternal, tapi hasil dari inner agressive
drives yang harus dikeluarkan. Pendekatan insting dan biologis.
Terdapat tiga tokoh besar yang dikait-kaitkan dengan teori
2. Macam-macam agresi
Berdasarkan apakah agresi tersebut dilatar belakangi
emosi/marah atau tidak, terdapat dua macam agresi yaitu:
a. Emosional aggression
yaitu: agresi yang dilatar belakangi oleh perasaan
marah dan emosional.
b. Instrumental aggression
yaitu: agresi ini tidak ada kaitannya dengan marah.
Agresi ini merupakan instrumen untuk mendapatkan
tujuan lain yang dianggap lebih menarik seperti uang
ataupun jabatan. Kombinasi dari kedua cara agresi
dilakukan menghasilkan delapan macam agresi yaitu
sebagai berikut:
a) Agresi langsung-aktif- verbal.
b) Agresi langsung-aktif-non verbal.
c) Agresi langsung-pasif- verbal
d) Agresi langsung-pasif- non verbal
e) Agresi tidak langsung- aktif-verbal
f) Agresi tidak langsung- aktif-non verbal
g) Agresi tidak langsung- pasif-verbal
h) Agresi tidak langsung- pasif-non verbal.
3. Perkembangan agresi
Penelitian longitudinal mengenai agresi menghasilkan
beberapa kesimpulan, yang sebagiaanya cukup mengagetkan.
a. Prilaku agresi mencapai puncaknya terjadi pada usia 2-4
tahun, dan kemudian cendrung menurun kecuali pada
masa-masa remaja (Tremblay & Negin, 2005).
b. Berbeda dengan kesimpulan behavioris, anak ternyata tidak
perlu belajar untuk menunjukan prilaku agresi (Hey, 2005).
c. Agresi yang sifatnya fisik (psychal agresion) pada anak
dipengaruhi juga oleh kualitas interaksi dengan teman
sebaya.
d. Seiring dengan perkembangan usia, anak tampaknya
tidak berusaha belajar bagaimana bertindak agresif,
tetapi justru bagaimana bertindak melakukan tindakan
yang tidak agresif (Tremblay, Hartup, dan Archer, 2005).
e. Dari mulai masa anak sampai dewasa lelaki lebih banyak
menggunakan agresi fisik dibandingkan dengan
perempuan.
G. Perilaku Menolong
Perilaku menolong merupakan bagian dari prilaku
prososial (clarke, 2003; Batson 1998) yang dipandang sebagai segala
tindakan yang ditujukan untuk memeberikan keuntungan pada
satu atau banyak orang. Schreoder, Penner, Dovido, dan Piliavin
(1995) menyatakan bahwa prilaku prososial terbagi pada tiga sub
kategori: helping, altruism, dan cooperation. Banyak penelitian
menganggap bahwa empati bersifat multidimensional, baik
komponen kognitif, empati meliputi perspektive talking,
menggunakan kekuatan imajinasi untuk melihat mata melalui mata
orang lain. Komponen emosional meliputi personal distress yang
merupakan reaksi yang berorientasi pada diri sendiri dan emphatic
concern merupakan reaksi yang berorientasi pada orang lain seperti
simpati, rasa sayang, dan yang lainnya. Daniel batson membedakan
antara helping dan altruism berdasarkan motivasi yang melatar
belakanginya bukan dari konsekuensinya. Mc Guire
,menyimpulkan bahwa terdapat empat jenis prilaku menolong:
1. Casual helping
yaitu memberikan pertolongan yang sifatnya biasa/
namun seperti meminjamkan pulpen kepada teman.
3. Emotional helping
Pertolongan dengan memberikan dukungan emosional/
sosial seperti mendengarkan cerita teman tentang masalah
pribadinya.
4. Emergency helping
yaitu pertolongan bersifat darurat seperti memberi
pertolongan pada orang asing yang terkena serangan jantung
atau kecelakaan lalu lintas.
Terdapat beberapa perspektif yang bisa dipakai untuk
menjelaskan prilaku menolong yaitu:
a. Perspektif evolusionis
Perspektif evolusionis menjelaskan bahwa prilaku
menolong bersifat genetik. Secara genetik, menusia
dianggap mempunyai kecendrungan untuk menolong
orang lain.
b. Perspektif belajar sosial.
Prilaku menolong bisa juga dijelaskan dengan
menggunakan perspektif belajar sosial (social learning).
Perspektif belajar sosial menjelaskan bahwa prilaku
menolong karena proses belajar dari pengalaman dan
pengamatan bahwa menolong dapat menguntungkan
c. Perspektif sosial-kultural
Perspektif sosial-kultural menjelaskan bahwa
prilaku menolong lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
kultural.
d. Perspektif sosial-kognitif Perspektif ini memandang bahwa
prilaku prososial merupakan hasil dari pertimbangan
kognitif.
H. Prasangka
Menurut Nelson (2002), awalnya, prasangka dianggap
sebagai afeksi negatif. Perkembangan berikutnya,
prasangka dipandang sebagai sikap, perkembangan terakhir
prasangka dianggap sebagai emosi sosial. jadi, prasangka adalah
penilaian tidak adil terhadap suatu kelompok berdasarkan
karakteristik anggota dari kelompok tersebut, nyata ataupun tidak.
Menurut Al khitabi dan Sufyan (dalam haqqi 2003), prasangka yang
dinyatakan dosa dan harus dihindari adalah prasangka yang
2. Prilaku diskriminatif
Prilaku ditakdirkan menjadi bagian dari suatu
kelompok, dan tidak menjadi bagian dari kelompok lain.
menjadi in-grup ataupun out- grup latar belakangnya beragam.
menjadi laki-laki ataupun perempuan merupakan takdir yang
tidak bisa diubah (ascribet), tapi bagian dari partai politik
tertentu adalah sebuah pilihan (achieved).
4. Teori-teori prasangka
Ada beberapa teori yang dipakai untuk memahami
prasangka. teori tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. social identy theory (SIT).
SIT merupakan karya dari hanry tajfel dan john
turner pada tahun 1980- an. SIT merupakan teori yang
paling besar pengaruhnya terhadap penelitian mengenai
prasangka.
b. optimal distintiveness theory (ODT)
ODT menjelaskan bahwa kita mempunyai
keinginan untuk memperoleh keseimbangan antara sebagai
pribadi yang unik (distingtiveness).
c. realistic conflict theory (RCT)
RCT menjelaskan bahwa konflik antar kelompok
yang diakibatkan perebutan sumber daya.
A. Definisi Konflik
1. Konflik adalah :
a. suatu kondisi tanpa adanya keharmonisan;
b. suatu kondisi dimana terjadi suatu pertentangan;
c. suatu kondisi dimana tidak ada kesepakatan; dan
d. konflik merupakan kondisi yang dinamis (konflik
tergantung perkembangan lingkungan strategis).
Konlik dalam organisasi adalah suatu kondisi dalam
organisasi dimana terdapat perbedaan pendapat atau
pertentangan dalam menjalankan tugas untuk melaksanakan visi
dan misi organisasi. Konflik merupakan kondisi yang dapat
menghambat proses pelaksanaan tugas guna pencapaian tujuan
organisasi. Konflik didefinisikan juga sebagai kondisi yang
saling bertabrakan, tidak sesuai, terjadi perseteruan, perkelahian
dan interaksi yang bertentangan sebagai akibat adanya
perbedaan kepentingan dari berbagai pihak. Konflik dapat
terjadi dalam kondisi apapun, tidak terbatas oleh tempat, waktu
dan subjek.
2. Unsur-unsur Konflik
Unsur-unsur konflik terdiri atas :
a. Aktor
b. Minimal terdapat dua pihak yang bersengketa;
c. Obyek
d. Terdapat obyek yang dipertentangkan (kebijakan,
tatalaksana dan tatacara, tujuan, hasil); serta
Kepemimpinan Kontemporer 203
e. Situasi
f. Aturan yang berlaku, budaya kerja yang berlaku.
3. Penyebab Konflik
Penyebab utama konflik, meliputi :
a. adanya perbedaan kepentingan;
b. adanya perbedaan pengertian/pemahaman;
c. adanya perbedaan cara pandang;
d. adanya ketidakjelasan tujuan;
e. adanya perbedaan peraturan yang dianut; dan
f. adanya perubahan situasi baru.
4. Lokus Konflik
Lokus dari suatu konflik meliputi :
a. antar individu;
b. internal tim work;
c. internal organisasi; dan
d. eksternal antar organisasi.
Semakin luas lokus konflik, semakin komplek
permasalahannya dan semakin sulit mencari solusi.
Konflik memiliki tingkatan-tingkatan yang terdiri atas :
a. Tingkat kebijakan
b. Adanya konflik kepentingan;
c. Tingkat manajemen pelaksanaan kebijakan
d. Adanya konflik strategi penggunaan sumber daya;
2. Lokus konflik
Semakin luas lokus konflik semakin banyak yang
terlibat sehingga semakin banyak yang merasakan dampak
negatifnya; dan
3. Tingkatan konflik
Semakin tinggi tingkatan konfliknya semakin sulit dan
kompleks masalah yang ditimbulkan.
1. Fungsi konflik
Konflik memiliki beberapa fungsi, yaitu :
a. Sebagai alat kohesi
b. Hal ini diperlukan sehingga organisasi dapat membentuk
kekompakan untuk menghadapi lawan dan memiliki
mental untuk tidak menjelekkan organisasi lain namun
dapat berpacu untuk memperoleh prestasi.
c. Sebagai alat penimbul kreativitas
d. Tugas pemimpin adalah untuk menyediakan forum bagi
anggota organisasi yang berbeda pendapat dalam bentuk
diskusi. Hasil diskusi tersebut akan membentuk sebuah ide
baru sebagai wujud kreativitas.
e. Sebagai alat pelepas/ katup
f. Seorang pemimpin perlu memberikan kesempatan
staff/anggota untuk menyampaikan keluhan yang tidak
berkenan di hati sehingga dapat merasa puas.
g. Sebagai alat keseimbangan
h. Organisasi perlu memelihara agar konflik terbatas menjadi
hidup, namun organisasi tetap perlu menjaga sistem
keseimbangan tersebut supaya tidak berjalan monoton.
2. Pemicu konflik
Konflik timbul karena adanya pemicu. Pemicu tersebut
antara lain adalah perbedaan prinsip/ nilai, fakta harapan,
sentimen/ subyektivitas, data, dan kompensasi.
3. Spiral konflik
Apabila konflik tidak ditangani dengan baik, maka
semakin lama konflik akan semakin melebar sampai pada
tahap puncak yang bersifat destruktif/ merusak. Beberapa hal
2. Kompromi
Kompromi dilakukan jika jumlah hal yang
diperebutkan terbatas dan apabila posisi salah satu pihak sama
kuatnya dengan pihak lain dalam suatu konflik.
3. Akomodasi
Apabila salah satu pihak merupakan pihak yang salah
dan lawan menjadi pihak yang benar, maka pihak yang salah
sebaiknya berusaha menyesuaikan diri dengan pihak lawan.
4. Kompetisi
Kompetisi terjadi pada suatu kondisi dimana salah
satu pihak merupakan pihak yang kuat dan benar, sementara
pihak yang lain merupakan lawan yang lemah dan salah.
5. Menghindar
Upaya menghindari konflik dapat dilakukan apabila
masalah yang menjadi konflik merupakan hal yang sepele.
Dalam arti masalahnya tidak berhubungan langsung dengan
peningkatan kinerja organisasi atau pencapaian tujuan.
Teknik penyelesaian konflik, antara lain :
a. identifikasikan sumber penyebab konflik;
b. kesetaraan antar obyek organisasi terkait dalam
menyelesaikan konflik;
1. Stimulasi konflik
Hal tersebut dilakukan dalam satuan-satuan organisasi
dimana pelaksanaan kegiatan lambat karena konflik terlalu
rendah. Metode stimulasi konflik meliputi beberapa cara, yaitu :
a. pemasukan/penempatan orang luar ke dalam kelompok;
b. penyusunan kembali organisasi;
c. penawaran bonus, pembayaran insentif, dan penghargaan
untuk mendorong persaingan;
d. pemilihan manajer-manajer yang tepat; dan
e. perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.