Penulis:
Eko Sudarmanto, Nofitri Heriyani, Hery Dia Anata Batubara
Agustian Budi Prasetya, Fajrillah, Bonaraja Purba
Sardjana Orba Manullang, Lalu Adi Permadi
Moch. Yusuf Tojiri, Idah Kusuma Dewi, Astuti, Edy Dharma
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih
dan Penyayang, buku hasil karya kolaborasi dari beberapa penulis yang
berjudul “Etika Bisnis” telah selesai disusun dan berhasil diterbitkan.
Semoga buku ini dapat memberikan sumbangsih keilmuan dan
menambah wawasan bagi semua pihak yang tertarik terhadap bidang
keilmuan tersebut.
Terakhir, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah mendukung dan turut andil dalam seluruh rangkaian proses
penyusunan dan penerbitan buku ini, sehingga buku ini bisa hadir di
hadapan sidang pembaca. Semoga kehadiran buku ini membawa manfaat
yang sebesar-besarnya bagi semua pihak, dan dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu
ekonomi, bisnis dan cabang-cabangnya.
Desember 2020
Tim Penulis
vi Etika Bisnis
Daftar Isi
1.1 Pendahuluan
Dalam kegiatan bisnis banyak faktor yang turut memengaruhinya, mulai faktor
organisasi, manajerial, teknologi, ilmiah, politik, sosial, kultural, bahkan faktor
etis. Kegiatan bisnis yang merupakan bagian dari aktivitas sosial dengan
sesama, setidaknya bisa dilihat dari tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu
sudut pandang ekonomi, hukum dan etika. Dari sudut pandang ekonomi, bisnis
merupakan kegiatan tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan,
bekerja–mempekerjakan, dan interaksi sesama manusia lainnya dengan tujuan
memperoleh untung. Good business (bisnis yang baik) dari sudut pandang
ekonomi, adalah bisnis yang menghasilkan banyak untung.
Dari sudut pandang hukum, kegiatan bisnis tentunya terikat dengan peraturan
yang berupa hukum yang berlaku, baik hukum dagang ataupun hukum bisnis
yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Hukum merupakan
sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau
tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti dibanding
dengan etika, karena peraturan hukum dituliskan secara jelas hitam di atas
putih dan ada sanksi tertentu apabila terjadi pelanggaran.
Dari sudut pandang moral/etika. Bisnis yang baik (good business) adalah
bisnis yang baik secara moral. Karena moral adalah salah satu arti terpenting
bagi kata ‘baik’, perilaku yang baik dalam konteks bisnis adalah perilaku yang
sesuai dengan norma-norma moral, sedangkan perilaku yang buruk akan
bertentangan dan menyimpang dari norma-norma moral. Suatu aktivitas
2 Etika Bisnis
dikatakan atau dinilai baik apabila menurut arti terdalam aktivitas tersebut
telah memenuhi standar etis.
1.2.1 Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti ‘bermanfaat’.
Berdasarkan teori ini suatu perbuatan dikatakan baik jika membawa manfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan. Sehingga utilitarianisme ini tidak boleh
dipahami secara egoistis, akan tetapi untuk menentukan baik atau buruknya
suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, bahwa
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Artinya perbuatan yang
terbaik adalah perbuatan yang menjadikan paling banyak orang merasa senang
dan puas. Mudah untuk bisa dipahami bahwa teori etika utilitarianisme sangat
sesuai dan cocok dengan pemikiran ekonomis, karena teori ini sangat dekat
dengan cost-benefit analysis yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi.
Utilitarianisme juga sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan
dalam menilai baik buruknya. Karena kualitas moral suatu perbuatan
tergantung pada konsekuensi atau akibat yang ditimbulkannya.
Bab 1 Sekilas Teori Etika 3
1.2.2 Deontologi
Deontologi (deontology) berasal dari kata Yunani, deon yang berarti
kewajiban. Artinya yang menjadi dasar bagi baik buruknya suatu perbuatan
adalah kewajiban. Konsekuensi perbuatan tidak boleh dijadikan pertimbangan,
karena perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, melainkan
hanya karena wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak
dihalalkan karena tujuannya, karena tujuan yang baik tidak menjadikan
perbuatan itu baik.
4 Etika Bisnis
Yang memberikan dasar filosofi atas teori deontologi adalah filsuf dari Jerman,
Immanuel Kant (1724-1804) yang mengungkapkan bahwa suatu perbuatan itu
dianggap baik jika dilakukan karena memang harus dilakukan, atau dengan
bahasa lain jika dilakukan karena kewajiban. Perbuatan yang baik dari segi
hukum belum tentu baik dari segi etika. Dalam konteks etika, legalitas suatu
perbuatan tidak lah cukup, melainkan harus diperhatikan juga moralitas
perbuatan. Moralitas tidak terbatas pada segi lahiriah perbuatan, tapi meliputi
juga segi batiniahnya.
Meski tentang keutamaan itu cukup banyak, namun semua keutamaan tersebut
tidak sama pentingnya untuk setiap orang, setiap kelompok atau setiap bidang
kegiatan. Dalam konteks bisnis, Solomon (1993) membedakan keutamaan
menjadi keutamaan untuk pelaku bisnis individual dan keutamaan pada taraf
perusahaan, di samping tentang keadilan sebagai keutamaan paling mendasar
di bidang bisnis.
Di antara keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa disebut:
kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Keempat keutamaan ini
berkaitan erat satu sama lain dan kadang-kadang malah ada tumpang tindih di
antaranya. Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan
paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang mempunyai
keutamaan kejujuran tidak akan berbohong atau menipu dalam transaksi
bisnis, meskipun penipuan sebenarnya mudah dilakukan. Namun keutamaan
kejujuran melarang seseorang atau pedagang untuk dengan sengaja
mengecewakan orang/pihak lain yaitu si pembeli.
Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Namun keterbukaan
dalam bisnis tidak berarti harus membuka semua kartunya (rahasia
perusahaan). Dalam bisnis dan industri ada rahasia (trade secrets) yang oleh
para pegawai dan karyawan tidak boleh dibuka kepada pihak lain, terlebih lagi
kepada pesaing. Pemilik bisnis atau industri berhak atas rahasia
perusahaannya untuk tidak dibongkar oleh pihak manapun dan keutamaan
kejujuran sama sekali tidak mewajibkan mereka untuk membuka rahasia
tersebut.
Harus dipahami, garis pembatas anatara kejujuran dan ketidakjujuran tidak
selalu bisa terlihat dengan jelas. Dalam etika sering kali suatu masalah tidak
dapat digambarkan hitam atau putih. Masih ada kemungkinan di tengah-
tengah antara keduanya, terutama dalam situasi yang sangat kompleks.
Mengenai kasus di seputar kejujuran dan kebenaran, mengelak memberi
informasi yang benar kadang hal tersebut lebih bisa dipertanggungjawabkan
secara moral. Akan tetapi tidak pernah boleh disampaikan informasi yang
palsu dan menyesatkan. Perlu menjadi catatan, bahwa setiap informasi yang
tidak benar belum tentu menyesatkan juga. Dalam konteks bisnis, misalnya
dalam jual-beli saham atau akuisisi perusahaan lain. Meskipun kejujuran
adalah keutamaan yang sangat diharapkan akan melekat pada setiap pelaku
bisnis, namun hal itu tidak berarti bahwa dalam praktek orang jujur luput dari
setiap kesulitan moral. Justru yang memiliki keutamaan akan mendapatkan
juga jalan keluar yang baik dan benar.
Bab 1 Sekilas Teori Etika 7
temu dalam beberapa nilai luhur dan standar signifikan yang bisa dijadikan
sebagai dasar untuk sebuah tatanan dunia baru.
Deklarasi tersebut menekankan bahwa “Etika Global” bukanlah agama
tunggal yang mengatasi agama-agama yang telah ada. Namun etika global
lebih sebagai sebuah konsensus fundamental yang memadukan nilai-nilai
standar dan sikap-sikap mutlak. Dengan demikian, deklarasi “Etika Global”
tidak ditujukan untuk menemukan sebuah moralitas baru yang kemudian
dipaksakan pada berbagai agama dari luar, namun lebih dimaksudkan untuk
mengidentifikasi apa saja yang sudah ada dalam agama-agama tersebut secara
umum, meskipun hal ini sering dikacaukan oleh sebuah perselisihan dan
intoleransi akibat terlalu mengagungkan pendapat kelompoknya.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa etika global adalah etika yang berusaha
menekankan etika minimal yang secara absolut perlu untuk keberlangsungan
umat manusia. Ia bukanlah diposisikan untuk melawan dengan pihak lain,
tetapi mengajak semua pihak para penganut iman dan juga penganut non-iman
untuk mengadopsi etika ini dan hidup sesuai dengannya.
Bab 2
Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
2.1 Pendahuluan
Pada Bab Sebelumnya dibahas mengenai tentang Definisi Etika bisnis. Etika
Menurut lawrance, Weber, dan Post (2005), etika adalah suatu konsepsi
tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah
perilaku kita bermoral atau tidak dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan
yang fundamental bagaimana kita berfikir dan bertindak terhadap orang lain
dan bagaimana kita inginkan mereka berfikir dan bertindak terhadap kita.
Prinsip Integritas moral ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam
diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia perlu menjalankan bisnis dengan
tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannnya. Prinsip untuk
tidak merugikan orang lain dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang
diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus
dihormati harkat dan martabatnya. Inti dari Prinsip integritas moral ini adalah
apa yang disebut sebagai the golden rule atau kaidah emas yaitu “Perlakukan
orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan dan jangan dilakukan pada
orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perlakukan kepada Anda.”
Weiss juga tidak memberikan uraian lebih lanjut tentang prinsip-prinsip Etika
Bisnis yang diungkapkannya. Dengan mengutip dan membandingkan prinsip-
prinsip yang dikemukakan oleh beberapa sumber diatas, ditarik kesimpulan
bahwa sampai saat ini belum adanya terdapat kesamaan dalam perumusan
mengenai apa yang termasuk dalam kategori Prinsip-Prinsip Etika Bisnis. Hal
ini dapat dipahami karena hal ini belum digali bersama tentang pemahaman
prinsip tersebut. Karena pada hakikatnya Prinsip-Prinsip Etika Bisnis dalam
gambaran bagaimana kita berperilaku dalam bisnis dan menerapkannya dalam
kegiatan bisnis sehingga bisa selaras satu dengan yang lain tanpa saling merasa
dirugikan sebagai harkat dan martabat manusia secara seutuhnya.
20 Etika Bisnis
Bab 3
Relevansi Antara Bisnis Dan
Etika
3.1 Pendahuluan
Perkembangan dunia Bisnis dewasa ini begitu cepat seiring dengan kemajuan
teknologi memaksa pelaku-pelaku bisnis untuk merubah pola-pola bisnis
konvensional menjadi Bisnis yang berbasis Teknologi. Digitalisasi Bisnis saat
ini menjadi tren dalam persaingan dunia usaha, dimana dalam menjalankan
aktivitas usahanya para pelaku bisnis berlomba-lomba untuk memakai teknolgi
yang termutakhir. Hampir seluruh aktivitas bisnis hari ini menggunakan
jaringan internet baik berbasis website, aplikasi ,sosial media dan lain-lain.
Konsekuensi dari Digitalisasi bisnis hari ini membuat pelaku bisnis lebih
mudah dalam menjalankan operasional perusahaannya, memasarkan produk
atau jasa kepada konsumen, hingga transaksi jual belinya dapat dilakukan
secara elektronik. Disisi lain biaya yang timbul dari aktivitas bisnis dapat
diminimalisir karena beberapa sumber daya yang dibutuhkan dapat diambil
alih oleh teknologi yang dimiliki.
Perubahan-perubahan pola bisnis yang cepat dan dinamis tentu tidak boleh
melupakan atau mengesampingkan prinsip-prinsip etis, norma-norma dan
aturan-aturan yang mengawal jalannya bisnis itu sendiri, Arijanto, (2011).
Etika dalam Bisnis merupakan modal penting selain modal yang kasat mata
dalam membangun bisnis karena Etika mengandung nilai-nilai yang universal
yaitu segala sesuatu yang baik juga sebagai pegangan bagi setiap orang dalam
menjalankan fungsi sosialnya sebagai manusia. Etika dalam bisnis juga adalah
22 Etika Bisnis
Dalam Kegiatan Bisnis secara tidak langsung ada mandat sosial yang harus
diperhatikan pelaku bisnis yaitu keinginan masyarakat akan ketersediaan
barang/jasa yang banyak dan berkualitas tinggi dengan harga yang serendah
mungkin, Simorangkir, (2003). Disisi lain pelaku bisnis kebanyakan berfikir
keras bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
mengorbankan sumber daya sekecil-kecilnya. Dan terkadang pelaku bisnis
juga kesulitan dalam memaksimalkan faktor-faktor produksi. Bagaimana
kedua kepentingan yang berbeda ini dapat dijembatani, tidak jarang pelaku
bisnis melakukan starategi-strategi produksi dan pemasaran agar dapat meraih
simpati konsumen, sebaliknya juga konsumen akan mencari perbandingan
harga dan kualitas barang atau jasa yang mereka butuhkan dengan pelaku
bisnis lainnya. Dinamika seperti ini harus disadari pelaku bisnis bahwa
sesungguhnya konsumen dan dalam cakupan yang luas masyarakat
24 Etika Bisnis
d. Produk atau jasa yang dijual jelas dan diakui oleh organisasi yang
mengeluarkan sertifikasi atas produk ataus jasa tersebut seperti
mendapat sertifikat Halal dan BPOM.
e. Tidak melakukan monkey business yang dapat merugikan banyak
pihak
f. Memperhatikan dampak sosial dan lingkungan akibat dari aktivitas
bisnis yang dijalankan
g. Menjaga persaingan yang sehat dalam memperebutkan posisi atau
jabatan di dalam organisasi bisnis.
Kepedulian pelaku bisnis pada etika yang secara sadar bahwa segala kegiatan
bisnis yang dia lakukan memiliki nilai dampak positif atau negatif, dengan
hakikat kemanusian dia akan cendrung melakukan hal kebaikan. Perilaku-
perilaku pelaku bisnis yang memegang teguh etika akan menampilkan sikap
jujur, amanah, adil, dan selalu melihat kepentingan orang lain (moral altruistik)
dan sebagainya, Djakfar and SH, (2012). Sebaliknya mereka yang tidak sadar
akan hakikatnya sebagai manusia yang cendrung melakukan hal yang baik
kemudian tidak berpedoman pada etika maka kelompok ini akan menampilkan
perilaku-perilaku yang kontra dengan yang peduli akan etika dalam melakukan
kegiatan bisnis.
Selanjutnya untuk menyadarkan diri agar selalu berperilaku etis perlu dimensi
spritualiatas pada setiap diri pelaku bisnis. Dengan merasakan kehadiran tuhan
maka pelaku bisnis akan berhati-hati untuk berbuat hal-hal yang dilarang
dalam ajaran agamanya. Alasan diperlukan dimensi spritualitas karena
spritualitas dapat melampaui sekat-sekat geografis, budaya, idiologis dan
perbedaan agama, Tarigan, (2014). Spritualitas memiliki nilai-nilai intrinsik
yang dibutuhkan setiap pelaku bisnis bahwa setiap apa yang dia lakukan, benar
atau salah, baik atau buruk memiliki pertanggungjawaban dimata Tuhannya.
Dalam menciptakan Etika Bisnis, beberapa hal yang harus diperhatikan
adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab sosial pelaku bisnis (Social
Responsibility)
3. Mempertahankan prinsip hidup yang baik dan tidak gamang dalam
pusaran pesatnya perkembangan Teknologi Informasi
28 Etika Bisnis
Selanjutnya Permasalahan yang dihadapi dalam etika bisnis secara umum ada
tiga jenis (Arijanto, 2011) yaitu:
1. Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis yaitu pertanyaan-
pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik,
hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Permasalahan Korporasi dalam perusahaan bisnis yang menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan tertentu. Permasalahan ini mencakup
pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur
organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Permasalahan Individual dalam etika bisnis yaitu pertanyaan yang
muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan bisnis. Masalah
ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan, dan
karakter individual.
kerja bisnis. Egosentris atau ego sektoral harus dihilangkan untuk mencapai
kesepakatan-kesepakatan yang dibangun atas dasar kebersaman dan team
work yang kuat. Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana pelaku bisnis
membangun bisnisnya memiliki tujuan untuk memberikan dampak sosial yang
besar untuk kemaslahatan dan kesejahteraan anggota organisasi bisnisnya,
lingkungan dan masyarakat secara luas. Kesadaran akan tanggung jawab sosial
dan lingkungan tersebut merupakan bagian dari kepedulian setiap pelaku
bisnis untuk menebar kebaikan diatas bumi ini.
Etika dalam bisnis adalah dua sisi yang saling melengkapi dan tidak dapat
dipisahkan karena didalam bisnis hadir perilaku dan nilai-nilai sosial yang
menggerakkan kegiatan bisnis itu sendiri. Dinamika persaingan bisnis yang
begitu ketat hari ini mengharuskan etika bisnis sebagai harga mati yang tidak
dapat dikompromikan, Butarbutar, (2019). Digitalisasi bisnis yang begitu
canggih masa ini memberikan ruang yang sangat luas kepada setiap orang
khususnya pelaku bisnis untuk dapat melakukan apa saja yang dia kehendaki
agar tujuan bisnisnya terwujud sekalipun itu dapat merugikan dirinya sendiri,
kelompoknya dan masyarakat secara luas. Banyak kasus-kasus kecurangan
bisnis dalam jaringan internet dan transaksi elektronik yang merugikan
konsumen dan masyarakat secara umum yang pada mulanya disepakati atas
dasar kemudahan dan kepercayaan tetapi akhirnya berujung penipuan,
penggelapan dan serangan terhadap privasi seseorang. Spesifik untuk
permasalahan etika dalam digitalisasi bisnis seperti transaksi e-commerce yang
sangat menjamur di dunia maya saat ini sangat rawan akan serangan terhadap
wilayah privasi konsumen dan masyarakat, bisa saja tanpa ijin dan
sepengetahuan konsumen, pelaku bisnis yang tidak bertanggungjawab dapat
mengakses data pribadi untuk menyimpannya kemudian
menyalahgunakannya. Kemudian dengan kecanggihan sistem informasi
teknologi saat ini pelaku bisnis dapat menyalahgunakan perlindungan hak
cipta dan hak kekayaan intelektual seseorang untuk mendapatkan keuntungan
secara sepihak.
Dengan teknologi informasi saat ini dapat mempertemukan siapapun tanpa
batas, ruang dan waktu. Kondisi ini rentan terhadap perilaku-perilaku tidak etis
dan jauh dari nilai-nilai yang baik dan diterima secara umum. Teknologi bisa
saja disalahgunakan untuk kepentingan kegiatan bisnis yang tidak meletakkan
etika sebagai standar operasionalnya, karena pelaku bisnis hanya berniat untuk
mendapatkan keuntungan bagi dirinya dan kelompoknya sendiri, tidak
mementingkan apa dan siapa yang akan dirugikan. Disinilah fungsi etika
30 Etika Bisnis
dalam bisnis sebagai pondasi awal untuk melakukan segala sesuatu kegitan
dalam hal ini aktivitas bisnis. Etika dalam Bisnis dapat tercipta apabila setiap
pribadi pelaku bisnis mempunyai komitmen yang kuat untuk membentuk
perilaku yang memiliki karakter etis dan secara terus menerus menjadikannya
budaya dalam kegiatan bisnis. Pandangan hidup bahwa kegiatan bisnis
bukanlah semata-mata untuk kepentingan pribadi atau kelompok tetapi untuk
kebaikan semua orang dan lingkungan harus terinternalisasi ke diri setiap
pelaku bisnis. Setiap permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kegiatan
bisnis baik internal maupun eksternal apabila pelaku bisnis mengembalikan
akar permasalahan ke situasi dan kondisi yang etis maka tidak ada masalah
yang tidak dapat terselesaikan, karena Etika dalam bisnis hadir sebagai
”alarm” untuk kembali kepada kebaikan.
Bab 4
Hubungan Bisnis dan
Lingkungannya
4.1 Pendahuluan
Bisnis dan lingkungannya, menjadi subyek yang kian penting di dalam kajian
etika bisnis. Utamanya perkembangan dunia yang kian terintegrasi antara
hubungan antara bisnis dan masyarakat di mana bisnis beroperasi. Menurut
Karl Albrecht, paling tidak bisnis memiliki hubungan dengan delapan
lingkungannya yang kiranya relevan dalam kajian etika bisnis, Lawrence,
(2017). Delapan lingkungan bisnis seperti: pelanggan, pesaing, ekonomi,
teknologi, sosial, politik, legal, geofisik inilah sebuah perusahaan bisnis perlu
memberikan perhatiannya. Utamanya mencermati bagaimana lingkungan
tersebut berubah seiring berbagai pergeseran yang menonjol di dunia bisnis,
seperti globalisasi dan teknologi, ketenagakerjaan dan lingkungan social
politik, dan rekognisi intangible assets dengan lingkungan ekonomi.
Pergeseran itu memposisikan etika bisnis sebagai pemandu moral untuk
menjaga hubungan perusahaan bisnis dan lingkungannya. Perusahaan bisnis
dapat menjalani kehidupannya secara kompetitif, keluar dari himpitan dilema
moral yang dihadapinya, dan artikulatif dalam menjelaskan pilihan pilihan
bisnis yang menguntungkan.
32 Etika Bisnis
4.2.1 Pelanggan
Bisnis dan pelanggannya merupakan sebuah realita di mana pelanggan
memiliki keinginan untuk dipenuhi kebutuhannya. Tantangannya adalah
inovasi bisnis untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dengan memperhatikan
latar belakang dan segmen pelanggan yang berbeda beda, seperti: gender, usia,
status perkawinan, preferensi terhadap sesuatu,nilai spiritual, selera barang
hingga penggunaan teknologi. Oleh karena itu bisnis dan pelanggannya
memerlukan panduan etika untuk perusahaan melayani keberadaan
pelanggannya. Misalnya penggunaan sosial media untuk transaksi online,
memerlukan landasan etika dalam membuat pesan yang tidak mengecoh,
jaminan produk sesuai dengan apa yang ditawarkan.
Bab 4 Hubungan Bisnis dan Lingkungannya 33
4.2.2 Kompetitor
Kompetitor bisnis, atau pesaing merupakan pihak yang dapat diajak kolaborasi
untuk mengelola peluang bisnis namun juga dapat sebagai pihak yang
mengancam keberadaan bisnis perusahaan. Informasi mengenai perilaku
kompetitor di pasar bisnis, dapat menjadi peluang atau ancaman: etika
membantu memposisikan perusahaan dengan lingkungan kompetitior secara
proporsional. Misalnya informasi kekuatan atau kelemahannya sebagai
kompetitor, potensinya sebagai pengancam atau sebagai ko-kreator untuk
memperluas pelayanan bersama. Informasi mengenai pengembangan aplikasi
atau software oleh kompetitor, dapat menjadi sumber petaka bila perusahaan
abai atas nilai moral keadilan: pengakuan hak intelektual kompetitor. Atau
sebaliknya aplikasi tersebut dapat menjadi sumber sinerji mengelola
kesempatan bisnis yang muncul tanpa kita merugikan kepentingan pihak
pihak lain, misalnya bagaimana penggunaan ATM bersama, pembayaran
online.
4.2.3 Ekonomi
Pembuatan keputusan bisnis sangat dipengaruhi oleh informasi, asumsi dan
indikator ekonomi makro. Misalnya informasi biaya, asumsi permintaan dan
harga di pasar perdagangan internasional. Berbagai informasi mengenai resesi
dunia dan pandemi, juga memengaruhi perilaku pembeli, supplier, kreditor.
Oleh karena itu, dorongan moral untuk mengelola kepercayaan atas dasar
kejujuran memberikan informasi mengenai risiko bisnis atau operasi
perusahaan kepada kreditor atau pemilik perusahaan, merupakan kewajiban
pengelola perusahaan. Demikian pula perkembangan ekonomi baru berbasis
ekosistem digital (new economy), menuntut perusahaan, berinovasi dengan
model bisnisnya. Misalnya memperkerjakan karyawan dengan ikatan kerja
yang longgar namun tetap dijaga prinsip keadilan dan manfaat timbal balik
dengan perusahaan dan pekerjanya
4.2.4 Teknologi
Pengembangan teknologi baru dan penerapannya berpengaruh terhadap
jalannya bisnis, hubungan perusahaan dengan pelanggan dan hubungan
perusahaan dengan berbagai pihak di dalam pemangku kepentingan.
Perkembangan teknologi komunikasi, keandalan teknologi telepon selular
mengundang perhatian perusahaan bagaimana nilai nilai etika tetap digunakan
34 Etika Bisnis
4.2.5 Sosial
Budaya, sistem nilai dan sistem kepercayaan, termasuk trend di masyarakat,
merupakan lingkungan sosial di mana perusahaan dapat mengolahnya menjadi
peluang bisnis. Prinsip etika, memandu pilihan pilihan bisnis. Ia dapat turut
memperkuat nilai nilai baru yang kompatibel agar hubungan bisnis dan
lingkungan sosialnya tetap kondusif untuk bekerjasama. Bagaimana
perusahaan menjaga etika bisnis, mengelola protokol pengaduan, merespon isu
hak masyarakat, dalam bisnis ridesharing misalnya, merupakan upaya menjaga
hubungan bisnis dan lingkungan sosialnya. Hak kebebasan berusaha di satu
sisi. Namun di sisi lain, bisnis berkewajiban menjaga hak mitra ridesharing,
seperti: Kesehatan, keamanan bekerja, dan hubungan ketenagakerjan dengan
mengedepankan asas keadilan, manfaat bersama dan kebajikan dalam
hubungan kemanusiaan. Demikian pula kepentingan bisnis melayani
pelanggannya. Diperlukan panduan moral agar bisnis menghormati
kerahasiaan identitas pelangganya, tidak membedakan pelayanan alias nilai
iklusivitas: kesamaan untuk semuanya, Halbert, (2018).
4.2.6 Politikal
Berbagai proses dan pilihan kebijakan politik di tingkat lokal, nasional maupun
internasional saling terkait untuk memengaruhi perumusan kebijakan dan
regulasi yang mengatur kehidupan bisnis. Misalnya kebijakan mengenai
fleksibilitas ketenagakerjaan, kemudahan pelayanan perijinan berusaha,
kemudahan penggunaan lahan hutan atau lahan produktif masyarakat untuk
bisnis, mengikat bagaimana bisnis menjalankan kebebasan berusaha. Pilihan
kebijakan politik untuk mendorong kemudahan berusaha, perlu diikuti oleh
perilaku bisnis yang mengedepankan asas fairness. Perusahaan tidak hanya
mematuhi (have to) kebijakan yang ditetapkan, namun perusahaan juga
menjalankan apa yang sebaiknya (ought to) dijalankan. Memberikan pelatihan
ketrampilan berwiraswsata kepada mitra ridesharing misalnya merupakan
upaya menjalankan apa yang sebaiknya dijalankan oleh perusahaan kepada
mitranya. Meski hubungan kemitraan dalam ketenagakerjaan tidak harus
memberikan pelatihan.
Bab 4 Hubungan Bisnis dan Lingkungannya 35
4.2.7 Legal
Perihal paten, hak intelektual menjadi perhatian yang penting saat ini. Apalagi
situasi globalisasi dan kemajuan teknologi informasi sangat berpengaruh
bagaimana mengelola bisnis dan lingkungannya. Berbagai peraturan
persaingan (antitrust), proteksi produk dalam negeri memengaruhi bagaimana
bisnis menyelenggarakan kegiataanya dengan rambu rambu legal dan
landasaan iktikad moral yang bersifat universal. Termasuk bagaimana
menempatkan kepemilikan intelektual, dan menghormati informasi yang
ditentukan kerahasiannya oleh peraturan perusahaan atau regulasi pemerintah,
Manullang, (2019)
kesediaan talenta yang mumpuni untuk tugas ini, dan aturan yang memadai
untuk Ketika kegiatan bisnis terintegrasi dengan ekosistem bisnis digital.
Singkatnya, kegiatan bisnis, pengaruh lingkungan teknologi dengan human
capitalnya, makin relevan memuat pertimbangan moral untuk menjalin kerja
sama antar pihak, seiring dengan pemanfaatan teknologi yang makin
impersonal. Oleh karena itu pergeseran teknologi dan globalisasi ini menjadi
perhatian etika bisnis agar perusahaan dapat mengelola pilihan pilihan
kebijakan bisnisnya secara artikulatif.
Globalisasi dan Teknologi, mendapatkan tempatnya ketika dunia memasuki
awal 2000. Beberapa perusahaan digital di bidang hiburan, social media,
content dan leisure, retail, dan teknologi berkembang, (Lester, 2012). Berikut
beberapa perusahaan rintisan dan tahun berdirinya, yang kini mereka telah
menjadi perusahaan unicon bahkan tetracorn. Amazon (1994), e-buy (1995),
Netflix, (1997), Google (1998), Wikipedia (2000), Flicker (2004), Dropbox
(2007), Twitter (2006), Spotify (2008). Menemani para pemain dunia
teknologi digital sebelumnya seperti Apple, yang berdiri tahun 1976. Dunia
berubah dengan teknologi, kemajuan bisnis dapat meroket dengan cepat.
Google setelah 6 tahun berdiri, kemudian melakukan penawaran saham ke
pasar modal, sebagai perusahaan terbuka di tahun 2004, dan saat itu dunia dan
teknologi digital berubah lebih cepat dengan sebelumnya.
Proposisi nilai dari perusahaan digital tersebut adalah berkisar pada peran
mereka sebagai platform aplikasi digital. Keterbatasan ruangan fisik, membuat
terbatasnya jumlah barang yang bisa dijual. Namun, dengan hadirnya internet,
semuanya dapat diabaikan karena tidak adanya batasan fisik dalam skala
ruang. Lingkungan teknologi bisnis yang juga menonjol adalah hadirnya
telepon genggam (handphone yang dikenal sebagai smartphone.) Bukan cuma
tersambung ke jaringan informasi raksasa sedunia, perusahaan bahkan selalu
tersambung dan menggunakan teknologi baru untuk memulai model bisnis
barunya. Inilah bagian dari “Internet of Things” dan “Big Data”, Adiningsih,
(2019).
Keberadaan perusahaan bisnis dan pergeseran lingkungan teknologinya,
memastikan mereka terhubungkan dengan jaringan informasi dan komunikasi
berskala global, sehingga untuk pertama kalinya dalam sejarah warga
masyaraakt bisa mengetahui suatu peristiwa bersamaan waktunya dengan
terjadinya peristiwa itu sendiri. Namun di sisi lain, untuk pertama kalinya juga
semua data mengenai diri kita, privasi dan jejak digital kita dapat dengan
mudah dilihat oleh orang seluruh dunia. Dengan teknologi, kini perusahaan
38 Etika Bisnis
bisa melacak data atau sering disebut Big Data. Memotret dan membuat video
tentang apa saja yang dirasa menarik menarik menjadi budaya instan baru
yang mewabah ke segala lapisan masyarakat, dengan segala konsekuensi dan
dampaknya, yang positif maupun negatif. Nilai-nilai privasi pribadi menjadi
bergeser, bahkan muncul kesan tidak adalah tempat yang benar-benar pribadi.
Bersamaan dengan itu bergeser pula berbagai nilai dan norma fundamental
dalam masyarakat. Misalnya mengenai seksualitas dan estetika cukup sulit
untuk dijelaskan batas batasnya ketika barang yang memuat informasi pribadi
seperti seksualitas, sudah begitu melimpah.
atau seseorang mungkin dapat tergoda tanpa mengidahkan etika atau peraturan
untuk menyampaikan informasi tersebut kepada pihak lain. Sementara
informasi seperti pengembangan software merupakan asset yang luar biasa
penting bagi perusahaan software. Demikian pula informasi tender yang
ditetapkan di dalam prosedur perusahaan, harus dijaga kerahasia informasinya.
Dorongan merahasiakan informasi tender dilakukan atas dasar keinginan
berlaku adil kepada pihak pihak yang berkepentingan terhadap hasil tender.
Kasus Apple dan tender di Indonesia tersebut, merupakan contoh konsekwensi
etis yang berujung kepada ancaman hukuman. Kejadian bocornya informasi,
misalnya bisa terjadi di setiap perusahaan. Posisi perusahaan dapat seperti
Apple yang merasa dirugikan karyawannya. Atau sebaliknya posisi
perusahaan tertentu tersebut sebagai pihak yang di “untung” kan karena
mendapat bocoran informasi kompetisi bisnis atau tender. Oleh karena itu
bisnis memerlukan moral kompas. Bagaimana praktik bisnis tidak hanya harus
patuh (have to) terhadap hukum nasional atau internasional dan peraturannya,
namun juga sebaiknya (ought to) memenuhi rasa keadilan dan kejujuran.
Memahami undang undang dan peraturan menjadi penting bagi sebuah
perusahaan bisnis, namun juga mempromosikan kode etik dan tuntunan
perilaku yang digelutinya sebagai kode moral sebuah perusahaan.
44 Etika Bisnis
Bab 5
Ekonomi dan Keadilan
5.1 Pendahuluan
Adam Smith sudah lama dikenal sebagai bapak ekonomi modern dan teori
pasar bebas, Adam Smith juga berhak mendapatkan gelar lain, "Bapak Etika
Bisnis", Vries, (2016). Dasar penilaian ini lebih dari fakta bahwa dia menulis
sebuah buku hebat tentang etika bisnis ditulis dalam buku Theory of Moral
Sentiments pada tanggal 9 Maret 1776, "Sebuah Penyelidikan tentang Sifat dan
Penyebab Kekayaan Bangsa-Bangsa" yang biasanya hanya disebut sebagai
"Kekayaan Bangsa-Bangsa", diterbitkan pertama kali dan diungkapkan dalam
buku "The Wealth of Nations", Hayes, (2020), bukan juga karena dia mengajar
ekonomi dan etika di Universitas Edinburgh. Jauh lebih penting karena karya-
karya bermutu ini membahas etika dan ekonomi dalam format yang
terintegrasi. Analisis kontribusi untuk bisnis dan ekonomi yang dapat kita
temukan dalam buku Theory of Moral Sentiments. Buku ini mengeksplorasi
beberapa perspektif etika yang dikutip dalam buku The Wealth of Nations
terutama pemahamannya tentang "keadilan" dan konsep terkait, Vries, 2016).
Menurut Adam Smith, kesesuaian dengan masalah keadilan adalah kontribusi
paling penting yang dapat diberikan oleh para pemimpin bagi seluruh
kehidupan masyarakat. Bagaimanapun, keadilan adalah pilar utama yang
memungkinkan seluruh struktur sosial. Faktanya, "pelanggaran keadilan
adalah sesuatu yang tidak akan pernah dapat diterima oleh manusia, satu sama
lain," dan tanpa tingkat dasar keadilan tidak ada tatanan nyata bagi masyarakat,
Hayes, (2020).
46 Etika Bisnis
Adam Smith sering menggunakan kata-kata "adil", "tidak adil", "adil", "tidak
adil," itu menggambarkan hubungan bisnis dan ekonomi, pajak, peraturan, dan
lain-lainnya. Seseorang menghargai kebebasan tetapi menempatkan perhatian
pada keadilan dengan tegas di atas kebebasan pribadi, Adam Smith,
(1976).Selain itu, karena keadilan diperlukan untuk masyarakat yang stabil,
"administrasi keadilan yang teratur" diperlukan untuk menghasilkan
pembangunan ekonomi dan kemakmuran, Vries, (2016). Bukan hanya
efisiensi pasar yang ingin dipertahankan dan ditingkatkan tetapi keadilan harus
ada dan dipenuhi.
of Nations). Adam Smith tidak mendukung ekonomi pasar bebas yang tidak
diatur. Dia, tentu saja, sangat skeptis terhadap sebagian besar proposal untuk
mengatur ekonomi, terutama jika proposal tersebut datang dari komunitas
bisnis. Proposal semacam itu biasanya dimotivasi oleh kepentingan pribadi
tetapi juga oleh upaya egois untuk melindungi atau meningkatkan posisi
istimewa atau monopoli. Banyak peraturan yang diusulkan oleh anggota
komunitas bisnis akan menciptakan suatu bentuk monopoli - pelestarian
kekuatan ekonomi yang tidak adil dan tidak adil untuk segmen masyarakat
terbatas yang ditentukan
Standar untuk evaluasi setiap regulasi ekonomi yang diusulkan adalah untuk
kepentingan publik. Beberapa peraturan lulus ujian ini, seperti peraturan yang
akan meningkatkan pertahanan nasional atau peraturan yang memungkinkan
monopoli dalam pendidikan umum atau pembangunan jalan raya. Bahkan bea
cukai untuk membatasi perdagangan antar negara bisa menjadi adil, jika bea
cukai ini membantu atau memaksa negara lain untuk membatalkan batasan
perdagangan sendiri. Jika tidak, tugas ini tidak memberikan kebaikan bagi
masyarakat, dan secara tidak adil menguntungkan kelompok pedagang dan
produsen tertentu. Secara umum, bagaimanapun, kebohongan monopoli gagal
dalam ujian untuk meningkatkan "kebaikan umum" bagi masyarakat.
Perusahaan bisnis sendiri biasanya tidak dilindungi oleh peraturan. Jika mereka
sudah menguntungkan publik, Adam Smith menyatakan yakin, pengenalan
persaingan bebas dan umum akan membuat badan usaha seperti itu, lebih
menguntungkan bagi masyarakat.
menjadi pertanyaan efisiensi semata seperti yang sering diasumsikan oleh para
ekonom. Oleh karena itu, peluang untuk memasukkan aspek keadilan sosial
dalam analisis ekonomi. Perkembangan historis dari konsep keadilan
Aristotelian (yang mencakup baik keadilan komutatif (iustitia komutatif) dan
keadilan distributif (iustitia distributiva) melalui ide abad pertengahan keadilan
dalam kontrak (pretium iustum) menuju pendekatan liberal klasik Adam Smith
(yang mengecualikan hampir semua aspek keadilan distributif dari analisis
masalah-masalah ekonomi). "Masalah sosial" di abad ke-19 menyingkapkan
batas-batas liberalisme klasik; meskipun demikian, visi untuk meningkatkan
"kekayaan negara" menjadi kenyataan bagi kebanyakan ekonomi yang
berorientasi pasar selama abad ke-20. Tetapi masalah kemiskinan tetap ada,
terutama untuk banyak negara di Selatan, tetapi juga untuk beberapa strata
penduduk di ekonomi pasar yang sukses. Oleh karena itu, terungkap batas-
batas konsep keadilan liberal murni bahkan dalam masyarakat pasar modern
yang pada gilirannya menunjukkan perlunya pendekatan terintegrasi yang
menerapkan instrumen ekonomi kontemporer tetapi juga memungkinkan
pembatasan sudut pandang liberal. Berbeda dengan neoliberalisme masa kini,
pendekatan "ordo-liberalisme", yang dicetuskan oleh Walter Eucken, yang
membedakan antara "kerangka ordo" suatu ekonomi dan proses ekonomi itu
sendiri menawarkan berbagai peluang untuk menghadapi persoalan keadilan
saat ini, misalnya di bidang perlindungan tenaga kerja atau masalah upah
minimum, dengan cara yang menggabungkan unsur keadilan dengan prasyarat
efisiensi ekonomi (Hecker et al, 2016).
Melihat kontroversi terkini dalam kebijakan ekonomi mengenai isu-isu seperti
upah minimum atau gaji manajerial yang terlalu tinggi menunjukkan bahwa
argumen ekonomi dan moral sering dikemukakan dengan determinasi yang
sama di koran dan debat politik, misalnya, langkah-langkah redistribusi dan
liberalisasi pasar yang lebih besar dibutuhkan, dalam banyak kasus juga dari
sudut pandang keadilan. Sebaliknya, para ekonom khususnya yang secara
teratur memperingatkan agar tidak mengabaikan hukum ekonomi tentang
"demoralisasi " masalah kebijakan ekonomi.
Namun, kontradiksi antara praktik ekonomi dan norma etika sudah menjadi
ciri khas filsafat Yunani klasik seperti yang diungkapkan Aristoteles dalam
catatannya yang kontras tentang manajemen rumah tangga untuk memenuhi
kebutuhan aktual (oikonomid) dan seni mendapatkan kekayaan (chrematistics)
(Aristode: Politics) , Buku I, 1253 b1), Philosophy, (2017).
52 Etika Bisnis
Namun, hubungan antara kriteria kecukupan dan kesetaraan ini, dalam bahasa
modern, kombinasi aspek distribusi dan aspek alokasi, pasti mengakibatkan
masalah karena tidak mungkin mencapai kesepakatan antara gagasan pribadi
berbasis perkebunan. martabat dan logika kesetaraan yang melekat pada
pertukaran, yang tidak memperhatikan kepribadian pelaku pasar yang terlibat.
Konflik ini sudah muncul selama abad pertengahan. Para skolastik mencoba
untuk mengatasi masalah teoritis dan praktis yang dihasilkan dengan membuat
penggunaan terminologi mereka agak fleksibel, yaitu dengan mencapai
semacam kompromi antara teori dan praktek. Hal ini terutama didukung oleh
fakta bahwa harga yang adil dalam tulisan skolastik biasanya didasarkan pada
garis lintang, yaitu garis lintang di mana hubungan barter dapat terjadi (Sturn
2007a: 103-108), Hecker et al, (2016). Asumsi latitudo tersebut terkait dengan
penerimaan logika fungsional proses ekonomi, yang tidak dapat dikendalikan
oleh norma etika saja. Kompromi lain harus dilihat pada kenyataan bahwa
jumlah faktor penilaian semakin diperluas di luar pertimbangan biaya belaka
(tenaga kerja dan biaya [labores et expensae] , cf. misalnya Brentano (2009)
[1923]: Essay II) sehingga aspek subjektif dari kegunaan dan keuntungan
menegaskan diri mereka sendiri ke tingkat yang lebih tinggi (Brentano, 2013).
Dalam terminologi ekonomi yang jauh lebih belakangan dari abad ke-19,
orang dapat mengatakan bahwa ada pergeseran yang meningkat dari doktrin
obyektif nilai ke yang subjektif.
Hal ini diilustrasikan oleh tanggapan atas pertanyaan tentang parameter apa
yang harus menjadi penentu ”harga yang adil" dalam kasus-kasus individu, di
mana berbagai macam doktrin skolastik dapat ditemukan. Heinrich von
Langenstein (1325-1397), misalnya, menyerukan agar harga dihitung
berdasarkan mata pencaharian yang sesuai dengan stasiun produsen
(Schachtschabel 1939). Sebaliknya, Antonin dari Florence (1389-1459)
menyarankan bahwa harga harus berorientasi pada kegunaan (virtuositas)
(Raoul, 2013), kelangkaan (raňtas), dan keinginan (comp lacibi litas), yang
menggabungkan standar objektif dan subjektif, Giers (1941). Perbedaan
penting dalam pendapat muncul khususnya sehubungan dengan pertanyaan
tentang sejauh mana nilai yang melekat pada suatu barang, atau kebutuhan
produsen untuk dianggap sebagai parameter normatif-objektif atau sebagai
parameter subjektif (Hecker et al, 2016).
6.1 Pendahuluan
Sistem ekonomi merupakan cara yang dipakai oleh suatu negara untuk
menyelesaikan atau menghadapi masalah dalam bidang ekonomi. Setiap
negara memiliki sistem yang berbeda-beda, tergantung dari situasi dan kondisi
yang sedang terjadi pada negaranya. Penjelasan sistem ekonomi secara konkret
bisa dibilang cukup sulit, karena beberapa ahli cenderung memiliki penjelasan
yang berbeda. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail, berikut adalah
pengertian dari beberapa ahli. Pengertian sistem ekonomi adalah merupakan
suatu proses yang mengakibatkan pendapatan yang berpengaruh pada
kehidupan masyarakat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Definisi tersebut mempunyai sejumlah sifat penting yaitu; a) suatu proses,
yang merupakan perubahan yang terjadi secara terus menerus, b) sesuatu yang
dapat merubah tingkat penghidupan masyarakat. Pendapat lain juga
menegaskan bahwa sistem ekonomi adalah cara suatu bangsa atau negara
dalam menjalankan perekonomianya. Secara umum sistem ekonomi di bagi
menjadi 5 yaitu: Sistem ekonomi tradisional, sistem ekonomi terpusat, sistem
ekonomi pasar dan sistem ekonomi campuran. Sistem ekonomi yang
diterapkan di Indonesia adalah sistem ekonomi pancasila yang disebut juga
demokrasi ekonomi. Landasan pokoknya pasal 33 ayat 1-4 UUD 1945 (hasil
amandemen). Adapun hal-hal yang harus dihindari dalam sistem demokrasi
ekonomi, yaitu sistem free fight liberalism, sistem etatisme, dan monopoli,
58 Etika Bisnis
Untuk menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens,
2000):
1. Etika sebagai Praktis
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau
justru tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
b. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai
dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
a. Pemikiran moral berpikir tentang apa yang dilakukan dan
khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
b. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis
etis sebagai objeknya.
c. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
d. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.
Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana adanya perlakuan yang sama dan fair
bagi semua pelaku bisnis dengan aturan yang fair, transparan, konsekuen &
objektif, memberi peluang yang optimal bagi persaingan bebas yang sehat
dalam pemerataan ekonomi. Negara-negara yang terlibat dalam gelombang
pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami bahwa pada era sekarang
ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang
dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpen-densi global
yang terus memintai dunia.Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia
yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan penguasaan
pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi penyanggah bagi
kekuatan negara atau pemerintahan (Salam 2011).
Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus
modal investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan
negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara.Karena,
senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru
pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti dengan era pasar
bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti filosofi modal tak
lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi bertuan. Ini jelas menimbulkan
paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan
70 Etika Bisnis
pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak berbendera
dan tidak bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interdependensi global
yang terus memintai dunia (Lukviarman 2004).
Yang terpenting adalah diperlukan bangunan etika global yang berperan mem-
back up setiap penyelewengan yang terjadi di belantara pasar
bebas.Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang
menimpa negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-
negara bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula.
Kesejahteraan dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh
keharmonisan berbagai kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai
moral dan tata etika yang dianut umum.Maksudnya, perilaku etis global adalah
perilaku negara-negara yang bertanggung jawab atas nasib masyarakat dunia.
Tentunya ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, karena selama ini tidak
pernah maksimal dalam memperkuat dan memajukan industri nasional dalam
menghadapi tuntutan pasar bebas tersebut. Yang namanya pasar bebas tentu
asas utamanya adalah persaingan, yang bebas dari intervensi pemerintah untuk
mengontrol harga dari produk-produk yang diperdagangkan. Penilaiannya
diserahkan kepada konsumen untuk membeli produk yang diinginkannya.
Macam-macam Oligopoli
Oligopoli murni yang beberapa perusahaan yang menjual produk homogen.
Oligopoli dengan perbedaan yang ditandai beberapa perusahaan menjual
produk yang dapat dibedakan. Pasar monopoli pun bisa terjadi secara ilmiah,
karena penguasaan teknologi atau modal kapital yang besar. Saat sang pemain
monopoli ini mulai melakukan tindakan merugikan masyarakat (dan ada
hitungannya), di saat ini pula kebijakan persaingan usaha berperan.
Sebagai price leaders, segelintir pemain ini bisa membuat skema sebagai
berikut :
• Perusahaan oligopoli berkonspirasi untuk membuat harga
monopoli dan mendapatkan keuntungan dari harga monopoli ini.
• Pemain oligopoli akan berkompetisi dalam harga, sehingga
harga dan keuntungan menjadi sama dengan pasar kompetitif.
• Harga dan keuntungan oligopoli akan berada antara harga di
pasar monopoli dan pasar kompetitif.
• Harga dan keuntungan oligopoli tak dapat ditentukan,
indeterminate.
Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan
ketimpangan ekonomi yang ditimbulkan oleh praktek monopoli:
a. Perusahaan Monopolistis diberi wewenangan secara tidak fair
untuk menguras kekayaan bersama demi kepentingannya sendiri
dalam selubung kepentingan bersama.
b. Rakyat atau konsumen yang sudah miskin dipaksa untuk
membayar produk monopolistis yang jauh lebih mahal.
c. Ketimpangan ekonomi akibat praktek monopoli juga berkaitan
dengan tidak samanya peluang yang terbuka bagi semua pelaku
Bab 6 Sistem Ekonomi dan Posisi Etika Bisnis 77
petinggi di perusahaan yang berniat dalam membantu secara sosial. Disisi lain
perusahaan yang memiliki program CSR yang kuat juga banyak mendapat
manfaat dari hubungan dengan masyarakat yang menjadi lebih baik,
pelanggan dan pemangku kepentingan akan lebih bahagia dan tentu akhirnya
akan berdampak pada peningkatan kinerja keuangan.
Tanggung Jawab Sosial perusahaan atau ‘Corporate Social Responsibility’
(CSR) adalah suatu konsep bahwa perusahaan memiliki dan mempunyai
berbagai tangung jawab termasuk kepada semua yang berkepentingan seperti
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan juga lingkungan
dalam segala aspek operasional yang melingkupi aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan. (Sardjana Orba Manullang: 2019)Karenanya, CSR mempunyai
hubungan yang erat dengan pembangunan berkelanjutan, yaitu suatu
organisasi perusahaan dalam melakukan setiap aktivitasnya harus
mendasarkan keputusan yang tidak semata hanya berdampak dalam segi
ekonomi (keuntungan atau deviden) semata, namun juga harus menimbang
dampak sosial dan lingkungan dari setiap keputusan yang diakibatkan dari
keputasn tersebut baik efek jangka pendek maupun jangka panjang.
Tanggung jawab sosial perusahaan/CSR harus menjadi salah satu bagian dari
strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Tanggung jawab sosial atau
corporate social responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi,
khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan seperti terhadap masalah-masalah yang
berdampak pada lingkungan seperti polusi, limbah, keamanan produk dan
tenaga kerja. CSR tidak hanya terbatas pada konsep pemberian bantuan dana
kepada lingkungan sosial, namun juga bagaimana perusahaan memperlakukan
karyawannya dengan tidak diskriminatif, dan juga menjaga hubungan baik
dengan pemasok. Corporate social responsibility merupakan komitmen usaha
untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk
peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari
karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Tanggung jawab sosial sendiri merupakan perkembangan proses untuk
mengevaluasi ‘stakeholders’ dan tuntutan lingkungan serta implementasi
program-program untuk menangani isu-isu sosial. Tanggung jawab sosial
berkaitan dengan kode-kode etik, sumbangan perusahaan program-program
community relations dan tindakan mematuhi hukum (Sastrawan Manullang,
2018).
Bab 7 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia 83
Trevino dan Nelson (1995) mengkonsepkan CSR sebagai piramid yang terdiri
dari empat macam tanggung jawab yang harus dipertimbangkan secara
berkesinambungan, yaitu, hukum, etika dan berperikemanusian.
1. Tanggung jawab ekonomi
2. Tanggung jawab hukum
3. Tanggung jawab etika
4. Tanggung jawab sosial perusahaan
Pada saat yang sama perusahaan juga tidak lepas dari bagaimana
mempertimbangkan dalam membantu pengembangan masyarakat. Termasuk
didalamnya adalah karyawan perusahaan tersebut dan orang-orang di
sepanjang rantai nilai bisnis, manfaat adanya CSR bagi masalah sosial
sebagaimana contoh di bawah ini:
Bab 7 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia 85
setiap keputusan yang diakibatkan dari keputsan tersebut baik efek jangka
pendek maupun jangka panjang.
Setelah menyadari betapa pentingnya upaya yang bertanggung jawab secara
social bagi pelanggan, karyawan dan seluruh yang berkepentingan, banyak
perusahaan yang telah fokus pada beberapa kategori CSR yang bisa dikatakan
cukup luas, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Upaya lingkungan. Salah satu fokus yang biasanya menjadi fokus
utama adalah tanggungjawab perusahan terhadap lingkungan sekitar
mereka dan dunia umumnya. Sebuah usaha bisnis terlepas dari besar
kecil ukurannya memiliki jejak karbon, setiap langkah yang mereka
ambil untuk membantu mengurangi jejak tersebut dianggap baik
untuk citra perusahaan dan masyarakat.
2. Filantropi. Salah satu cara sebuah bisnis dalam mempraktikkan dan
menunjukkan tanggung jawab sosial mereka adalah dengan
menyumbangkang uang, produk, atau layanan dengan tujuan sosial
serta nirlaba. Perusahaan besar cenderung memilik banyak sumber
data yang dapat menguntungkan badan amal dan program komunitas
sekitarnya. Sebaiknya perusahaan diharapkan terlebih dahulu untuk
berkonsultasi dengan organisasi-organisasi ini tentang kebutuhan
khusus mereka sebelum perusahaan mengucurkan dana.
3. Praktek kerja etis. Perusahaan hendaknya selalu memperlakukan
karyawan mereka dengan adil dan etis, dengan cara ini perusahaan
akan dianggap telah menunjukkan tanggung jawab sosial mereka. Hal
ini terutama akan sangat berlaku bagi bisnis yang beroperasi di lokasi
internasional dengan undang-undang atau peraturan perburuhan yang
berbeda dari negara masing- masing.
4. Volunter atau relawan. Perusahaan dapat menunjukkan iktikad baik
mereka dengan menghadiri acara sukarela, melakukakan perbuatan
baik tanpa mengharapkan imbalan disebaliknya. Ada baiknya juga
perusahaan berbagi kepedulian mereka untuk masalah yang bersifat
spesifik dan komitmen kepada organisasi tertentu.
Bab 7 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia 87
Berikut beberapa contoh yang bisa diambil dai manfaat adanya CSR
lingkungan hidup:
a. Menerapkan program untuk mengurangi penggunaan konsumsi
kertas perusahaan.
b. Menggunakan sistem digitalisasi.
c. Mengembangkan rencana perjalanan bisnis untuk
mempromosikan transportasi yang tidak berpolusi.
d. Meninjau rantai pasokan bisnis yang bertanggung jawab atas
90% pencemaran lingkungan.
e. Menggunakan produk ramah lingkungan yang dapat digunakan
atau didaur ulang kembali.
f. Menetapkan rencana untuk mengurangi konsumsi energi dan
memakain energi yang terbarukan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca.
2. CSR dan masalah-masalah sosial
Pada saat yang sama perusahaan juga tidak lepas dari bagaimana
mempertimbangkan dalam membantu pengembangan masyarakat.
Termasuk didalamnya adalah karyawan mereka dan orang-orang di
88 Etika Bisnis
Dari pendapat pakar diatas dapat dikatakan bahwa good corporate governance
(GCG) adalah seperangkat peraturan yang mengatur, mengelola dan
mengawasi hubungan antara para pengelola perusahaan dengan stakeholders
disuatu perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
8.1 Pendahuluan
Iklan saat ini merupakan salah satu bagian dari promosi yang memegang
peranan penting dalam pemasaran di era modern. Menurut Dharmmesta dan
Irawan (2001) dalam Munawaroh (2011) secara umum kegiatan promosi
ditujukan untuk memberitahukan keberadaan produk, harga dan distribusi
sehingga dapat memengaruhi, membujuk dan mengingatkan pasar sasaran
tentang penawaran perusahaan. Di era ini manusia hampir tidak lepas dari
iklan, di berbagai media dan setiap waktu manusia diusahakan oleh pemasang
iklan agar terpapar iklan.
Iklan adalah media berbayar sebagai saluran komunikasi non personal yang
diarahkan kepada pemirsa seperti surat kabar, televisi, radio, direct mail dan
internet. atau media lainnya (Levy dan Weitz, 2009 dalam Siregar, 2015).
Menurut Buku Etika Pariwara Indonesia (Dewan Periklanan Indonesia, 2007)
Iklan (pariwara) adalah “macam komunikasi tentang produk dan/atau merek
kepada khalayak sasarannya, sehingga mereka memberikan tanggapan yang
sesuai dengan tujuan pengiklan”. Sementara itu dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia seperti yang dikutip oleh Azizi and Radiawan (2014), iklan adalah
pesan untuk mendorong dan membujuk masyarakat agar tertarik pada barang
atau jasa yang ditawarkan.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa iklan
adalah bentuk komunikasi pemasaran massal dan alat untuk mempromosikan
produk (barang atau jasa) tanpa kontak secara langsung sesuai tujuan
pengiklan atau pihak yang membayar jasa biro iklan.
98 Etika Bisnis
Saat ini keberadaan iklan tidak hanya di media massa konvensional seperti
koran, majalah atau di alat peraga seperti spanduk dan baliho melainkan juga
di media internet khususnya media pergaulan yang disebut media sosial.
Contoh Media sosial yang popular adalah whatsapp, instagram, dan facebook.
Media ini menjadi cara baru bagi siapa pun untuk menyebarkan informasi.
Kemudahan akses pada media-media itu menyebabkan informasi menyebar
semakin cepat dan kadang tak terkendali, Kamal, (2020). Dengan
perkembangan teknologi komunikasi tersebut, iklan di media konvensional
sering di pandang sebagai sebuah pemborosan karena biaya pasang iklan di
media konvensional sangat besar. Di sisi lain industri media massa, iklan
adalah nafas bagi mereka, karena pendapat terbesar dari suatu institusi atau
perusahaan adalah didapat dari iklan yang diperoleh. Dalam periklanan,
kegiatan promosi dapat dilakukan secara tidak langsung dengan melalui media
cetak, media elektronik atau media lainnya (papan reklame, spanduk, dan lain-
lain), tergantung strategi manajemen pemasaran dan situasi pasar yang sedang
dan akan dihadapi. Secara umum menurut Sutojo (2002) dalam Azizah (2016),
ada tiga tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan dengan program periklanan,
yaitu: Iklan informasi, Iklan Persuasi(membujuk) dan Iklan pengingat.
Masalah etika utama untuk periklanan adalah kebenaran. Persinggungan iklan
dengan berbagai faktor yang memengaruhi kinerja organisasi pengiklan
membuat iklan terkadang mengabaikan kebenaran. Sebagian besar iklan
ditujukan untuk menghubungkan gambar dengan produk, sehingga
memanipulasi fantasi, keinginan, dan keinginan yang tidak disadari, seringkali
bersifat seksual. Sementara di benak pemasang iklan atau pemasar "Citra
(produk/perusahaan/organisasi) adalah segalanya,". Informasi yang solid
sangat sedikit dalam daya tarik pemasaran saat ini. Keberhasilan pengiklan
modern dalam meningkatkan pangsa pasar bergantung pada kemampuan
untuk memanipulasi fantasi, keinginan, dan keinginan bawah sadar untuk seks,
kekuasaan, status, dan kesempurnaan. Iklan televisi tak henti-hentinya
menceritakan kisah orang-orang yang hidupnya dibuat sengsara karena
memilih merek sampo, deodoran, atau deterjen yang salah. Ketika ada
pembicaraan tentang "pasar" atau "kekuatan pasar", pada umumnya kita
berbicara tentang keinginan dan keinginan manusia, Dyer, (1997).
Kompetisi yang begitu ketat di era globalisasi ini mengharuskan perusahaan
membuat iklan lebih baik dan lebih baik lagi. Sementara itu perusahaan biro
iklan harus mengerahkan semua kreativitas dan inovasinya untuk
menghasilkan iklan yang berdaya guna. Iklan harus dibuat semenarik mungkin
Bab 8 Periklanan dan Etika 99
8.2.1 Misrepresentasi
Misrepresentasi merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh Miru dan
Yodo dalam Harbrian and Sukranatha (2013) untuk menjelaskan adanya
penyimpangan terhadap representasi atau perwakilan dari sebuah produk.
Menarik untuk dicermati bahwa misrepresentasi yang berasal dari kata
“representasi” ini menjadi sebuah variabel keterwakilan bagi produk palsu
yang cenderung digunakan dalam melakukan promosi. Meskipun pada
kenyataannya promosi juga telah membatasi aspek representasi produk akan
tetapi konteks misrepresentasi yang dijelaskan oleh Miru dan Yodo dalam
Harbrian and Sukranatha (2013) terkesan lebih kompleks dengan menjadikan
pariwara pada brosur produk tertentu sebagai alat lahirnya misrepresentasi.
Informasi yang diterima dari sebuah brosur cenderung menampilkan desain
grafis ataupun tampak produk yang menggiurkan dengan dibarengi oleh
ekspektasi yang tinggi dari konsumen namun apabila konsumen secara
langsung mendatangi tempat penjualan produk seperti misalnya produk
makanan yang sedang promosi dengan gambar yang sangat menggiurkan dan
terlihat menarik, nyatanya terbukti bahwa informasi dalam brosur tersebut
tidak sesuai dengan kenyataan.
8.2.2 Manipulasi
Pengaruh pola pikir bisnis yang mengejar keuntungan semata memunculkan
Tindakan Manipulatif, Fauzan, (2012). Tindakan ini juga didorong oleh
lingkungan eksternal seperti munculnya pesaing yang memperketat persaingan
dan informasi produk yang tidak diketahui banyak orang.
Untuk memanipulasi orang dengan periklanan ada dua cara (Subroto, 2011) :
1. Subliminal advertising
Iklan ini adalah teknik periklanan yang sekilas memberikan pesan
dengan begitu cepat, sehingga tidak sampai dipersepsikan dengan
sadar, tetapi di bawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di
bidang visual maupun audio.
2. Teknik subliminal ini dalam kasus tertentu dapat sangat efektif,
contoh, sebuah bioskop yang menyisipkan sebuah pesan subliminal
dalam film yang isinya “Lapar? Makan popcorn”. Harapannya
konsumen waktu istirahat membeli popcorn jauh lebih banyak
dibanding biasanya.
Bab 8 Periklanan dan Etika 101
8.2.3 Paternalisme
Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia ketahui bahwa paternalisme berarti
sistem di mana ayah sebagai pemimpin di atas anak. Sementara itu menurut
Dworkin (2002) paternalisme adalah tindakan yang membatasi kebebasan
seseorang atau kelompok demi kebaikan mereka sendiri. Paternalisme juga
diartikan seseorang melakukan perilaku yang bertentangan dengan
kehendaknya sendiri (Shiffrin, 2000).
Dalam iklan, perilaku paternalisme terlihat dalam dua pola yaitu 1) Dominasi
atau propaganda terhadap Informasi sehingga tidak memberikan kebebasan
pemirsa menentukan pilihan dan 2) Plagiat terhadap iklan yang dianggap
memimpin atau sebagai patern atau contoh.
1. Dominasi Informasi atau propaganda
Dominasi terhadap informasi sering kali dijumpai mengingat
pembuat iklanlah yang memberikan dan menentukan informasi apa
yang akan disampaikan kepada masyarakat. Di sisi lain iklan adalah
media satu arah tanpa peluang untuk bertanya dan mengkonfirmasi
kebenaran informasi tersebut. Di dalam kondisi ini informasi dalam
kendali pihak pembuat iklan. Hak masyarakat sebagai kelompok
terpimpin untuk mendapat informasi tergantung dari belas kasihan
pembuat iklan sebagai pemimpin yang menguasai informasi tersebut.
Kondisi tersebut menyebabkan terengutnya sebagai kebebasan dari
masyarakat. Perengut kebebasan ini tidak lain adalah pembuat iklan
atau pebisnis yang berdalih bahwa informasi tersebut disembunyikan
demi kebaikan masyarakat sebagai konsumen. Kasus di dunia bisnis
yang menyangkut nyawa manusia banyak informasi yang
disembunyikan.
Ketika iklan menjadi alat propaganda pemasang iklan, maka iklan
sengaja menggunakan usulan, himbauan emosional yang tidak
102 Etika Bisnis
Menurut para ahli etika keadilan adalah hal yang sangat berhubungan dengan
etika, Turisno, (2012); Hidayat and Rifa’i, (2018). Ini berarti pada saat
seseorang atau sebuah perusahaan bisnis mengabaikan keadilan demi
kepentingan diri sendiri maka muncul ketidakadilan.
Siagian (1996) dan Bertens (2000) dalam Hidayat and Rifa’i (2018)
menyatakan bahwa para pebisnis/pengelola perusahaan harus mampu dan mau
memikul tanggung jawab kepada masyarakat/konsumen berdasarkan norma-
norma moral dan etika. Siagian (1996) dan Bertens (2000) dalam, Hidayat and
Rifa’i, (2018) menegaskan para pebisnis dapat menerapkan tanggung
jawabnya dengan melakukan penyediaan informasi yang jujur dan faktual
tentang produk yang dihasilkan. Contoh kasus Mengambil Keuntungan Yang
Tidak Adil terjadi pada banyak iklan-iklan perusahaan ritel, produk dan
layanan telepon seluler, kartu kredit, dan perusahaan penerbangan yang
memberikan penawaran khusus yang disertai dengan sejumlah pembatasan
yang dikenal dengan terminologi terms and condition apply atau “syarat dan
ketentuan berlaku”. Tidak begitu jelas apakah itu factor kesengajaan atau tidak
perusahaan ritel sering kali tidak memberikan penjelasan secara detail
mengenai batasan penawaran khusus tersebut. Iklan penawaran khusus ini
biasaya menempatkan syarat-syarat tertentu biasanya hanya diberikan tanda *
(asterik) untuk menandakan “syarat dan ketentuan berlaku”, yang ditulis
dengan huruf yang sangat kecil dan diletakkan di bawah iklan tersebut.
Sementara itu, keterangan lengkap tentang batasan-batasan yang berlaku
hanya dapat diperoleh di lokasi tertentu (Rodhiyah, 2012).
Sementara itu di Indonesia meskipun sampai saat ini belum ada peraturan
perundangan atau undang-undang yang mengatur secara khusus tentang
periklanan, namun negara telah membuat aturan periklanan yang tersebar di
berbagai perundangan seperti di UU Perlindungan Konsumen (UU N0.8/
1999), KUHP, UU Pers dan sebagainya Syamsudin, (2020). Sebagai implikasi
dari belum adanya peraturan khusus mengenai periklanan di Indonesia,
Masyarakat Periklanan Indonesia berupaya mengarahkan prinsip periklanan
yang harus dilakukan oleh insan pariwara Indonesia dengan jalan menyusun
Tata Krama Periklanan Indonesia (Etika Pariwara Indonesia) yang secara garis
besar berisi tiga asas umum dalam beriklan, Kasali (1992) dalam (Yusnaidi,
2018):
a. Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak melanggar hukum.
b. Iklan tidak merendahkan martabat agama, tata susila, adat, budaya,
suku dan golongan.
c. Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.
penggunaan tanpa izin dan mendorong produsen iklan untuk taat pada etika
dan / atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Bagi pelanggar larangan yang terdapat dalam pasal 17 tersebut akan dikenai
sanksi pidana yang terdapat dalam Pasal 62 UUPK. Dalam pasal tersebut
ditentukan bahwa pelaku usaha periklanan yang melanggar Pasal 17 ayat (1)
huruf a,b,c,e dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) milyar rupiah. Untuk pelaku
usaha periklanan yang melanggar Pasal 17 ayat (1) huruf d,dan f akan
dihukum pidana dengan kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak 500 milyar rupiah (Syamsudin, 2020).
8.5 Rekomendasi
Membuat iklan yang efektif merupakan suatu tantangan. Banyak hal yang
dapat dinilai dan diperdebatkan. Selain tantangan untuk memenuhi etika
periklanan dan perundang-undangan, tantangan lain adalah untuk membuat
iklan tersebut berfaedah baik bagi produsen, konsumen dan masyarakat luas
yang bertindah sebagai pemirsa.
Untuk pembuat iklan, iklan bermanfaat untuk membawa pesan yang ingin
disampaikan oleh produsen kepada konsumennya. Iklan televisi atau radio
sangat mudah mencapai daerah yang sulit dijangkau oleh produsen.
Diperlukan inovasi agar produksi iklan menjadi murah dan tetap kreatif. Selain
melakukan inovasi dan efisiensi, produsen harus terus mengukur sampai di
mana iklan tersebut efektif dalam mencapai tujuan yang dihendaki. Ini menjadi
masukan bagi pembuatan iklan berikutnya. Evaluasi ini juga perlu dilakukan
karena iklan harus produktif. Dengan membuat iklan kreatif namun melanggar
etika maka akan kontraproduktif bagi tujuan perusahaan (Hartono, 2009).
Untuk konsumen sebagai tujuan promosi, mendapatkan data dan informasi
yang menjadi pertimbangan pembelian produk merupakan faedah utama dari
iklan. Informasi mengenai produk, harga dan cara membeli merupakan hal
utama yang diminta oleh setiap konsumen. Dengan pengetahuan tersebut
mudah bagi konsumen untuk menentukan pilihan produk yang akan dibeli.
Bagi masyarakat pemirsa yang notebene awam terhadap produk yang
ditawarkan, iklan dinilai dari berbagai kriteria yang dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya. Selain itu iklan bisa menjadi informasi, hiburan,
108 Etika Bisnis
keindahan atau sebagai suatu penawaran produk, atau bahkan sebagai sampah
(junk news) karena tidak lebih dari sekedar kabar bohong yang menyesatkan.
Dalam rangka memenuhi syarat etika periklanan baik dari hukum positif atau
perundangan-undangan dan Etika Pariwara Indonesia, pihak-pihak pemangku
kepentingan harus melakukan beberapa hal berikut :
1. Untuk Perusahaan Periklanan, harus menyadari tanggung jawab
untuk menyampaikan informasi yang benar dan diakui berasal dari
pihak pengiklan. Perusahaan periklanan didorong untuk berupaya
agar tidak menimbulkan atau mendorong terjadinya pelanggaran
Etika Pariwara Indonesia. Hal ini menyebabkan adanya tanggung
jawab moral pada pihak Perusahaan Periklanan.
2. Untuk Perusahaan media massa, harus menyadari mereka mempunyai
tanggung jawab sebagai saringan (filter) terakhir, sebelum suatu
pesan periklanan sampai kepada masyarakat, sehingga media massa
harus ikut bertanggung jawab untuk memilah dan memilih, agar
hanya memuat atau menyiarkan pesan-pesan periklanan yang sesuai
dengan profil khayalaknya.
3. Untuk Perusahaan baik pemasang iklan, pembuatan iklan dan media
massa penyiar iklan perlu menyegarkan pemahaman staf terhadap
perundangan-undangan dan aturan Etika Pariwara Indonesia,
misalnya melalui pelatihan yang dikerjasamakan dengan pemerintah
maupun Dewan Periklanan Indonesia.
4. Untuk Perusahaan, kesempatan membuat iklan yang sesuai dengan
etika periklanan sebaiknya dianggap sebagai bagian dari
pelakasanaan tanggung jawab sosial. Hal ini merupakan investasi
jangka Panjang bagi perusahaan dalam bentuk citra perusahaan yang
tertanam di benak masyarakat.
5. Untuk konsumen, jadilah konsumen cerdas dan proaktif dalam
mengamati iklan dan memilih produk. Persepsi anda harus terbentuk
dari evaluasi mendalam terhadap berbagai iklan baru anda tingkatkan
menjadi sikap dan pilihan produk. Pilihan anda akan membuat
perusahaan yang produknya tidak terpilih mengevaluasi kembali
iklan mereka. Hubungi pihak perusahaan apabila anda menemukan
Bab 8 Periklanan dan Etika 109
9.1 Pendahuluan
Pemasaran merupakan salah satu fungsi organisasi bisnis. Fungsi pemasaran
mengalami perubahan dari waktu ke waktu, Kotler, (2012), seiring dengan
berubahnya tingkat persaingan di lingkungan external. Secara umum, struktur
pasar, yang menjadi faktor penentu tingkat persaingan industri, dapat
dikelompokkan kedalam empat jenis, yakni: monopoli, oligopoli,
monopolistik, dan persaingan sempurna (Sukirno, 2002).
1. Monopoli. Pada struktur ini hanya terdapat satu produsen dan jumlah
konsumen cukup banyak, sehingga tidak terjadi persaingan. Produsen
dengan leluasa dapat mengendalikan konsumen dari segi marketing
mix. Pemasaran memiliki fungsi yang sama dengan fungsi-fungsi
lain, baik dengan produksi, keuangan, sumber daya manusia, sistim
informasi manajemen, penelitian dan pengembangan.
2. Oligopoli. Pada struktur ini, mulai muncul produsen lain, sehingga
persaingan tidak bisa dihindarkan. Karena sudah ada pesaing, peran
pemasaran mulai didorong agar perusahaan dapat memenangkan
persaingan. Pada masa ini pemasaran berfungsi sebagai yang penting
dibandingkan dengan fungsi-fungsi lain.
3. Monopolistik. Pada struktur ini, jumlah pesaing mulai banyak,
sedangkan jumlah konsumen relatif tetap, intensitas persaingan mulai
meningkat, sehingga peran pemasaran didorong lebih jauh lagi, agar
112 Etika Bisnis
dan UUD 1945. Pancasila sebagai dasar negara, harus dijadikan norma oleh
seluruh warga negara dalam melaksanakan semua kegiatan, termasuk dalam
pemasaran. Kegiatan-kegiatan pemasaran yang meliputi penggunaan produk
atau jasa, harga, tempat, promosi, orang, proses, peralatan dan perlengkapan
dalam melakukan proses, dengan maksud merangsang minat konsumen, tetap
harus memerhatikan norma dan etika. Sehingga produk atau jasa yang dibuat
tidak melanggar norma dan etika dan ini dapat menjadi strategi untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Gambar 3, menjelaskan
tentang hubungan norma dengan kegiatan pemasaran
Gambar 9.3: Norma dan Etika dalam Kegiatan Pemasaran, Diolah sendiri
(2020)
Produk yang dibuat harus memerhatikan norma-norma, baik norma agama,
adat, dan hukum. Tidak semua produk dapat dibuat dan dijual, kecuali menaati
norma dan etika. Meskipun produk mengandung arti, semua barang atau jasa
yang dapat ditawarkan kepada konsumen, kemudian konsumen
membutuhkannya, namun produk tetap harus memerhatikan norma dan etika,
karena norma merupakan alat untuk menyeimbangkan kepentingan bersama.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Kotler dan Keller (2012), produk memiliki
banyak ragam, diantaranya: barang, jasa, pengalaman, events, tempat, orang,
kepemilikan (property), organisasi, informasi dan ide. Dalam orientasi
pemasaran holistis, produk sekurang-kurangnya dapat memberikan dua
manfaat kepada konsumen, yaitu; manfaat fungsional dan emosional. Manfaat
fungsional menyangkut dimensi kualitas produk yang terdiri dari: form,
features, performance, conformance, durability, reliability, repair ability, style,
design. Sedangkan manfaat emosional terdiri dari: pelayanan, personil, dan
Bab 9 Norma Dan Etika Pemasaran 119
Produk berkualitas tidak berarti harga harus mahal. Dalam pemilihan strategi
nilai, produsen bisa memilih strategi meningkatkan manfaat tetapi pada sisi
lain harga yang dibebankan kepada konsumen diturunkan. Strategi ini sangat
efektif dilakukan di negara-negara berkembang, mengingat unsur harga masih
sangat dominan dalam marketing mix. Untuk barang yang kualitasnya sama,
harga menjadi elemen penting dalam cara bersaing. Karena itu, dalam
penetapan harga, produsen harus memerhatikan kondisi keuangan konsumen,
sehingga harga tidak memberatkan, dan sesuai dengan ekspektasi konsumen.
Namun dalam beberapa kasus, terutama pada kasus diskon, harga sebelumnya
120 Etika Bisnis
dinaikkan dulu, kemudian baru ditentukan diskon, hal ini merupakan tindakan
yang tidak fair dan membohongi konsumen. Sebagaimana diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen, yaitu pelaku usaha dalam hal penjualan yang
dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan
konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum
melakukan obral. Ketentuan lain dalam UU No. 5 tahun 1999 pasal 2
menyebutkan: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang
mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau
jasa yang sama”. Hukum romawi menentukan harga harus verum, certum, dan
justum. Verum artinya sungguh-sungguh, bukan main-main. Selain itu juga
harus justum, yakni adil, dan certum berarti harga tersebut harus tertentu.
Ketentuan dalam Pasal 1335 atau Pasal 1337 (KUHP Perdata) menyebutkan “
apabila harganya tidak seimbang dengan nilai benda yang dijualnya, maka
perjanjian itu adalah suatu perjanjian tanpa sebab (causa), sebab atau causa
yang palsu yang tidak diperkenankan”, juga mengenai aturan kesesatan,
penipuan dan paksaan.
Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen menjelaskan bahwa Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar
atau menyesatkan mengenai:
• Harga atau tarif suatu barang atau jasa.
• Kegunaan suatu barang atau jasa.
• Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atas ganti rugi suatu barang atau
jasa.
• Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
• Bahwa penggunaan barang atau jasa.
Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 yaitu, Pelaku usaha dalam hal
penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
• Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi
standar mutu tertentu.
Bab 9 Norma Dan Etika Pemasaran 121
Ketika perusahaan sudah memiliki lokasi, dan pemilihan lokasi ini didasarkan
kepada beberapa pertimbangan, diantaranya mempertimbangkan norma
hukum, perusahaan, dari aspek hukum, sudah bisa dijalankan. Dengan
demikian, perusahaan akan leluasa memproduksi barang atau jasa,
menentukan harga sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Namun
tugas perusahaan tidak berhenti disini, perusahaan berkewajiban untuk
memperkenalkan produknya agar bisa diketahui secara luas oleh konsumen.
Media marketing communication mix (MCM) akan menjadi bahan
pertimbangan untuk digunakan. Menurut Kotler dan Keller (2012), MCM
terdiri dari: Advertising, sales promotion, event and exveriences, public
relation and publicity, direct marketing, interactive marketing, word of mouth,
personal selling. Iklan salah satu elemen yang banyak digunakan oleh
perusahaan kecil, menengah, dan besar, sebagai komponen utama dalam
meningkatkan persaingan, K. Bertens, (2000). Secara terminologi, iklan
mengandung arti, semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan
mempromosikan ide, barang, atau jasa secara operasional yang dibayar oleh
sponsor tertentu, Rewoldt, (1995), sedangkan menurut Etika (2007) pengertian
iklan adalah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang
Bab 9 Norma Dan Etika Pemasaran 123
10.1 Pendahuluan
Sumber daya manusia merupakan sektor utama dalam rangka pencapaian
tujuan institusi dengan menggerakkan seluruh kemampuan atau skill disertai
kualitas kinerja yang bagus dari para pekerja. Sumber daya manusia bermakna
kekuatan atau kemampuan yang berasal dari manusia.
Pemahaman kemampuan yang berasal dari manusia didefinisikan oleh
beberapa ahli sebagai berikut:
1. Sonny, (2003) menuturkan SDM adalah usaha yang dilakukan
seseorang dalam jangka waktu tertentu guna menghasilkan jasa atau
barang.
2. Hasibuan, (2000) menyatakan bahwa SDM merupakan keahlian
terpadu yang berasal dari daya pikir serta kemampuan jasmani yang
dimiliki oleh setiap orang.
3. Nawawi, (2003) memisahkan pengertian sumber daya manusia
menjadi dua yaitu secara pandangan makro dan mikro. Secara makro,
sumber daya manusia sebagai penduduk usia produktif sedangkan
secara mikro, sumber daya manusia dipandang dari status
pekerjaannya.
128 Etika Bisnis
Dalam hal ini sumber daya manusia menggunakan pendekatan secara mikro
dipandang dari sisi organisasi atau perusahaan karena SDM merupakan
elemen vital di semua tingkat level yang mampu melakukan serangkaian
kegiatan pada institusi untuk mewujudkan tujuan.
Perubahan tak terelakkan, maka SDM juga harus dapat mengantisipasi adanya
perubahan seawal mungkin antara lain:
a. Dapat mengendalikan diri di mana pun berada dan dalam kondisi apa
pun.
b. Mengikuti alur perubahan sambil membenahi diri dan lingkungan.
c. Memperluas jaringan komunikasi.
d. Keharmonisan dan keselarasan antara Intelligence Quotient,
Emotional Quotient, Spiritual Quotient, Emotional Spiritual Quotient.
130 Etika Bisnis
Wujud yang lebih kongkrit dari nilai merupakan suatu norma(Kaelan, 2000).
Norma merupakan nilai yang dibakukan, dijadikan standar atau ukuran bagi
kualitas suatu tingkah laku.
Bab 10 Norma Dan Etika Dalam Fungsi SDM 131
11.1 Pendahuluan
Di dalam perusahaan etika bisnis memiliki peran yang sangat penting. Faktor
yang memengaruhi keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya berasal dari
moral dan manajemen yang baik, tetapi juga dipengaruhi oleh etika bisnis yang
baik. Perusahaan dituntut untuk mampu mempertahankan kualitas serta
mampu mencukupi permintaan pasar sehingga dapat diterima oleh
masyarakat. Perilaku yang kurang etis dalam aktivitas bisnis dapat terjadi
karena adanya peluang dari peraturan perundang-undangan di mana terjadi
penyalahgunaan dalam penerapannya yang kemudian digunakan sebagai
acuan untuk melakukan perbuatan yang tidak etis. Perusahaan harus meyakini
bahwa praktik etika bisnis akan selalu baik bagi perusahaan dalam jangka
menengah dan panjang, karena dapat mencegah terjadinya gesekan internal
dan eksternal sehingga dapat mengurangi biaya, meningkatkan motivasi
karyawan, melindungi prinsip kebebasan berdagang, dan meningkatkan
keunggulan bersaing (Hasoloan, 2018).
Praktik etika bisnis pada organisasi yang berbasis profit atau profit oriented
merupakan topik yang sering dikaji secara komprehensif. Berdasarkan teori,
penerapan moralitas mudah dilakukan dan diterapkan. Topik moral dapat
dilihat dari berbagai sudut, dan topik ini dapat dilihat secara komprehensif.
Peneliti telah mengutarakan pendapatnya tentang konsep etika dasar dan
hubungannya dengan aplikasi di dunia bisnis (Indah et al, 2018).
138 Etika Bisnis
Fungsi keuangan merupakan bidang yang luas dan juga dinamis. Bidang ini
memengaruhi kegiatan operasional organisasi secara langsung. Terdapat
banyak bidang untuk dipelajari, namun sebagian besar peluang karir dapat
diperoleh dari keuangan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa manajemen
keuangan adalah salah satu bidang keuangan yang di dalamnya prinsip-prinsip
keuangan diterapkan dalam organisasi untuk menjaga nilai perusahaan melalui
pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya yang tepat (Indah et al,
2018).
(Singapura) dari Asia Agri Abadi Oils & Facts. Ltd (Kepulauan Virgin
Britania Raya).
Vicentius merasa pemilik perusahaan itu mengancam perbuatannya, sehingga
ia menyebarkan pesan bahwa kelompok usaha Raja Garuda Mas telah
bertahun-tahun melakukan manipulasi pembayaran pajak ke luar negeri.
Praktik ini bernilai kurang lebih Rp 1,1 triliun sejak 2002. Jumlah tersebut
dihitung berdasarkan PPh badan senilai 30% dari keuntungan perusahaan yang
akan ditransfer oleh perusahaan afiliasi Asian Agri ke luar negeri. Praktik ini
dilakukan dengan cara mentransfer keuntungan ke cabang Asian Agri di luar
negeri seperti British Virgin Islands, Hongkong, Mauritius, dan Makau
dilakukan dengan menggunakan tiga model, yaitu transaksi lindung nilai
virtual, pembuatan biaya virtual, dan transfer pricing.
6. Akuntabilitas
Mengambil tanggung jawab penuh atas hasil pekerjaan kita, termasuk
pekerjaan yang dilakukan atas nama kita oleh orang lain.
Karena jumlah interaksi manusia dalam bisnis tidak terbatas, maka akuntan
profesional akan dihadapkan dengan konflik kepentingan dan dilema etika
yang harus diatasi.
Etika bukan subjek yang mudah, namun telah menjadi sangat penting dalam
lingkungan bisnis di mana kegagalan untuk mematuhi standar yang tepat dapat
berdampak pada kehancuran organisasi, kehilangan investor, suppliers,
karyawan dan customers.
144 Etika Bisnis
12.1 Pendahuluan
Di era globalisasi ini semua bidang kegiatan sudah mencakup ke seluruh dunia
termasuk di dalamnya kegiatan ekonomi sehingga semua negara tercantum
dalam ”pasar” yang sudah merasakan akibat pasang surutnya gejolak ekonomi.
Keterbatasan komoditas suatu negara dapat mengakibatkan terjadinya kegiatan
bisnis antar negara dan kemajuan teknologi menjadi kontribusi terhadap
peningkatan bisnis internasional. Tidak menjadi hal baru lagi jika beberapa
tahun terakhir ini masing-masing negara memberikan perhatian khusus kepada
aspek etis dalam bisnis internasional (Sidik, 2017). Di saat ini, masing-masing
dunia usaha tidak bisa berdiri sendiri namun sebaliknya saling berhubungan
dan tidak bisa terlepas satu dengan yang lain sehingga diperlukannya etika
bisnis. Bisnis tidak hanya berhubungan dengan orang-orang maupun badan
hukum namun juga berhubungan dengan banyak pihak seperti pemasok,
pembeli, penyalur, pemakai dan sebagainya. Globalisasi ini berdampak positif
dan juga berdampak negatif terhadap perekonomian negara. Sisi positif dapat
dilihat dari semakin meningkatnya persaudaraan dan hubungan sosial antara
negara-negara di dunia dalam hubungan perdagangan. Sementara sisi
negatifnya dilihat dari semakin meningkatnya suasana konflik yang dapat
mengakibatkan gejolak ekonomi dan perang dunia karena masing-masing
negara mempunyai kepentingannya sendiri.
150 Etika Bisnis
Di era globalisasi ini, kita hanya bisa bertahan hidup jika kita mampu bersaing
dengan bisnis negara lain yang ada di dunia ini. Untuk dapat bersaing dengan
negara lain di dunia ini yang utama adalah harus adanya daya saing yang
ditunjukkan melalui produktivitas dan efisiensi bisnis. Namun persaingan
dengan dunia bisnis secara global harus memperhatikan etika karena praktik
bisnis yang tidak etis malah dapat mengakibatkan pengurangan produktivitas
dan mengurangi efisiensi. Etika bisnis turut dipengaruhi oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Namun teknologi ini harus dimanfaatkan secara
kemanusiaan bagi kemajuan dan perkembangan bisnis. Berbicara etika bisnis
pasti ada pro dan kontra karena melibatkan pertentangan antara etika dan minat
pribadi yang berorientasi pada pencapaian laba. Di saat terjadinya konflik
antara etika dan keuntungan, bisnis cenderung memilih keuntungan
dibandingkan etika karena menyangkut keuangan yang diperlukan dalam
setiap bisnis. Tetapi hal yang tidak disadari bahwa etika sebenarnya
merupakan strategis bisnis untuk jangka panjang. Oleh karena itu perlu adanya
pemahaman tentang etika bisnis bagi pelaku bisnis agar dapat menjadi pebisnis
yang beretika dan mengurangi resiko kegagalan.
Dunia bisnis yang beretika akan mampu mengembangkan kegiatan bisnis yang
seimbang, selaras dan serasi karena bisnis yang beretika senantiasa
memengaruhi anggotanya untuk senantiasa melakukan perbuatan yang terpuji.
Etika bisnis dalam tingkat internasional tidak hanya berlaku pada pelaku bisnis
saja tetapi etika bisnis harus diterima dan dipatuhi oleh semua kelompok yang
terlibat dalam bisnis di negara manapun juga. Etika bisnis diibaratkan suatu
aturan dalam permainan yang menjadi batasan bagi pebisnis dalam melakukan
praktik bisnisnya. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak
terlepas satu dengan yang lainnya.
Table Principles for Business. Konsep ini mengadopsi konsep kyosei dari
Jepang dan konsep human dignity yang diadopsi dari konsep Negara barat.
Prinsip-prinsip itu terdiri dari:
1. Prinsip tanggung jawab bisnis dari shareholder ke stakeholder.
Perusahaan memberikan nilai bisnisnya kepada masyarakat melalui
penciptaan lapangan kerja dan produk/ jasa yang dihasilkan
perusahaan dan kemudian dijual kepada masyarakat dengan harga
yang dijangkau dan sebanding dengan mutu. Perusahaan harus
memastikan semua pihak merasakan nilai yang diberikan perusahaan
termasuk pelanggan, pemasok, karyawan, pemegang saham dan
bahkan pesaing.
2. Prinsip dampak ekonomis dan social bisnis: menuju inovasi, keadilan
dan komunitas dunia.
Organisasi pelaku bisnis yang ada di luar negeri harus mampu
memberikan kontribusi dalam membangun, memproduksi dan
menjual serta memberikan sumbangan pada pembangunan social bagi
Negara tempat organisasi mendirikan perusahaannya dengan
membuka lapangan pekerjaan sekaligus meningkatkan kemampuan
ekonomi warga Negara setempat. Organisasi bisnis juga harus
memberi sumbangan pada hak-hak asasi manusia, pendidikan,
kesejahteraan serta vitalisasi Negara di mana organisasi didirikan
(Yoebrilianti, 2009). Bukan saja hanya memberikan kontribusi pada
Negara di mana organisasi didirikan tetapi juga pada komunitas dunia
melalui penggunaan sumber daya secara bijaksana, daya saing yang
sportif, serta fokus pada bidang teknologi, metode produksi dan
pemasaran serta komunikasi.
3. Prinsip perilaku bisnis: dari hukum tersurat ke semangat saling
percaya.
Setiap pelaku bisnis harus menjunjung tinggi kelurusan hati,
ketulusan, kejujuran, tepat janji dan transparansi guna meningkatkan
kelancaran dan efisiensi transaksi bisnis dari bisnis taraf local sampai
bisnis taraf internasional.
156 Etika Bisnis
dalam tingkatan bisnis internasional. Bahkan etika bisnis bukan lagi dilihat
sebagai beban yang harus dilaksanakan tetapi sudah menjadi strategi untuk
mengembangkan perusahaan hingga bertaraf internasional. Salah satunya
adalah CSR di mana CSR ini merupakan salah satu cara untuk membangun
hubungan yang baik dengan masyarakat atau lingkungan sekitar dengan
melalui perwujudan sikap kepedulian dan tanggung jawab social perusahaan
dalam memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan di mana
perusahaan itu berdiri. CSR pada prinsipnya tidak hanya focus pada
peningkatan keuangan perusahaan melainkan juga memperhatikan
pembangunan social-ekonomi kawasan secara berkelanjutan. Tolak ukur
keberhasilan perusahaan jika dilihat dari sudut pandang CSR yaitu
keberhasilan menempatkan prinsip moral dan etis di atas segalanya untuk
mendapatkan hasil yang maksimal tanpa harus merugikan pihak lain. Masing-
masing perusahaan melaksanakan CSR dengan caranya sendiri mulai dari
perencanaan hingga pelaksanaannya.
Adam Smith (1976) An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations. Indianapolis: Liberty Classics.
Adiningsih, Sri (2019) Indonesia’s Digital Based Economic Transformation,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Agoes, Sukrisno & Ardana, I Cendik (2009). Etika Bisnis dan Profesi :
Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Penerbit Salemba
Al-Qardhawy, Yusuf. (1997). Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema
Insani Press.
ANDJARWATI, A. L. and BUDIADI, S. (2018) ‘Etika Bisnis dan Perilaku Etis
Manajer Pengaruhnya terhadap Tanggung Jawab Perusahaan pada
Lingkungan Sosial’, BISMA (Bisnis dan Manajemen). doi:
10.26740/bisma.v1n1.p1-13.
Arijanto, A. (2011) Etika bisnis bagi pelaku bisnis: cara cerdas dalam
memahami konsep dan faktor-faktor etika bisnis dengan beberapa contoh
praktis. Rajawali Pers.
Assael, H. (1992) Consumer Behavior and Marketing Action. 4th edn. Boston
US: PWS- KENT Publishing Company.
Azizah, M. (2016) ‘Etika Perilaku Periklanan Dalam Bisnis Islam’, JESI (Jurnal
Ekonomi Syariah Indonesia), 3(1), p. 37. doi: 10.21927/jesi.2013.3(1).37-
48.
Azizi, Z. and Radiawan, H. (UI) (2014) Sosok Perempuan dalam Iklan Kategori
Produk Pembersih Rumah Tangga Dilihat dari Perspektif Gender Dibuat
Oleh : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Badroen, Faisal, et al. (2007). Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Kencana.
Baedowi, A. (2011) ‘ETIKA BISNIS PERSPEKTIF ISLAM’, Jurnal Hukum
Islam IAIN Pekalongan. doi: 10.28918/jhi.
Bertens, K. (2000) Pengantar etika bisnis. Kanisius.
160 Etika Bisnis
Toto Tasmara, (2002), Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta: Gema Insani
Press.
Turisno, B. E. (2012) ‘Perlindungan Konsumen Dalam Iklan Obat’, Masalah-
Masalah Hukum, 41(1), pp. 20–28. Available at:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/4156/3789%0Ah
ttps://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/4156.
VComply, E. (2018) Ethics in the Business World.
Volume 31, Issue 9, Pages 447-458
Vries, P. H. de (2016) ‘Adam Smith’s “Theory” of Justice: Business Ethics
Themes in The Wealth of Nations’, Business & Professional Ethics
Journal, 8(1), pp. 37–55. Available at:
https://www.jstor.org/stable/27799996?seq=1.
Weiss, J. W. (2014) Business Ethics: A Stakeholder and Issues Management
Approach. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc.
Weiss, Joseph H. (2009) Business Ethics: a Stakeholders and Issues
Management Approach, Mason: South-Western Cengage Learning
Wibowo, (2014), Perilaku dalam Organisasi, Jakarta: Rajawali Pers.
Wikipedia (2020) Piagam Madinah, Wikipedia. Available at:
https://id.wikipedia.org/wiki/Piagam_Madinah (Accessed: 30 November
2020).
Yoebrilianti, A. (2009) Bisnis Internasional. Surabaya: CV Qiara Media.
Yusnaidi (2018) ‘Analisis Penggunaan Unsur Sensualitas Sebagai Bentuk
Pelanggaran Etika Periklanan Studi Kasus Pada Iklan Televisi Pompa Air
Shimizu’, Jurnal Bisnis dan Kajian Strategi Manajemen, 2(20), pp. 11–20.
Zaman, N. et al. (2020) Ilmu Usahatani. Yayasan Kita Menulis.
170 Etika Bisnis
Biodata Penulis
pembelajaran, etika bisnis dan CSR, human capital. Aktif di lembaga sosial
pendidikan dan kebudayaan. Menikah dengan Widyandini Soetjipto dikaruniai
dua anak Alia Widyaprasetya dan Abrahamsyah Krisadi Widyaprasetya.