Buatlah 1 (Satu) Contoh Kasus Yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Lingkungan: Dimana
digambarkan dari Kronologis Kasus hingga Proses Penegakan Hukum
Jawaban:
Kronologi kasus:
Sungai Panda adalah sungai yang melintas di wilayah Kecamatan Endut yang sejak
dahulu memberi manfaat bagi masyarakat Kecamatan Endut. Di sepanjang daerah aliran
sungai tersebut terdapat persawahan dan perkebunan warga yang memperoleh kelembapan
dan sumber air dari sungai tersebut. Selain itu, warga sering memancing untuk mendapatkan
ikan atau hewan sungai lainnya untuk dijadikan lauk. Namun sejak tahun 2008, sungai
tersebut menjadi keruh, debit airnya semakin kecil dan hampir tidak ada kehidupan baik ikan
ataupun hewan lainnya. Setelah dicari tahu, ternyata ada aktivitas pertambangan oleh PT. X
di wilayah hulu sungai tersebut. Warga memilih untuk tidak mengajukan protes karena PT. X
menunjukkan surat izin menambang di daerah tersebut.
2. Jelaskan Mengapa dalam Proses Penegakan Hukum Tindak Pidana Kehutanan khsusnya
illegal Loging, tidak pernah di junctokan dengan ketentuan UU Lingkungan Hidup berkaitan
dengan dampak atau akibat dari illegal Logging bagi Lingkungan Hidup.
Jawaban:
Di dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, berbagai ketentuan yang diatur
diklasifikasikan sekurang-kurangnya ke dalam dua kategori pelanggaran yakni: perbuatan
pencemaran lingkungan hidup dan perbuatan perusakan lingkungan hidup. Dalam kategori
pencemaran lingkungan hidup dijelaskan bahwa: pencemaran lingkungan sebagimana yang
dirumuskan dalam Pasal 1 angka 12, yang berbunyi: “pencemaran lingkungan hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitas turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.”
Unsur-unsur dari perbuatan pencemaran lingkungan hidup itu adalah sebagai berikut:
a. masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan /atau komponen lainnya
ke dalam lingkungan hidup
b. dilakukan oleh kegiatan manusia
c. menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, sampai pada tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Sedangkan terhadap perbuatan perusakan lingkungan dijelaskan bahwa: Perusakan
lingkungan hidup perumusannya terdapat dalam Pasal 1 angka 14 yaitu tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya
yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkelanjutan. Unsur-unsur perbuatan perusakan lingkungan hidup yaitu:
a. adanya suatu tindakan manusia
b. yang menimbulkan perubahan terhadap sifat fisik dan/ atau hayati lingkungan
c. mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkelanjutan.
Terhadap ketentuan di atas menurut Ketentuan PROPER (program peringkat kinerja
perusahaan) bahwa perilaku perusahaan yang dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana
lingkungan adalah perusahaan berperingkat hitam dan merah yang tidak memiliki
sarana/prasarana yang diatur dalam Undang-Undang. Selanjutnya untuk memperoleh
penjelasan tentang pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tidak dapat dilihat dari
kacamata hukum saja, tetapi perlu ditentukan Oleh ukuran ilmiah dari berbagai disiplin ilmu
lain. Di samping itu perlu dibatasi bahwa lingkungan itu tercemar dan rusak atau tidak,
sehingga perlu adanya baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah untuk menilai
ambang batas yang menentukan bahwa lingkungan masih atau tidak berfungsi sesuai dengan
peruntukanhya, atau untuk menentukan bahwa lingkungan belum atau telah terjadi perubahan
sifat , fisik dan atau hayati lingkungan hidup.
Di lain sisi, ketentuan yang terdapat dalam undang-undang lingkungan hidup juga mengatur
tentang adanya kekuatan hukum dari perusahaan atau para pelaku usaha tentang aktivitasnya
mencemar dan merusak lingkungan. Adanya amdal dan berbagai bentuk perizinan yang
diperoleh dari pemerintah seakan melegalkan pihak-pihak yang mencemari dan merusak
lingkungan. seperti telah dikeluarkannya Perpu No. 1 Tahun 2004 tentang kebijakan
pemberian konsesi pertambangan di hutan lindung, kepada 13 perusahaan pertambangan,
dimana ketentuan ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan yang melarang dilakukannya kegiatan pertambangan di hutan lindung.
Kenyataan dan polemik serta ketidakpastian hukum dalam undang-undang lingkungan
hidup di atas menjadi alasan mengapa Mengapa dalam Proses Penegakan Hukum Tindak
Pidana Kehutanan khsusnya illegal Loging, tidak pernah di junctokan dengan ketentuan UU
Lingkungan Hidup berkaitan dengan dampak atau akibat dari illegal Logging bagi
Lingkungan Hidup. Pengaturan tindak pidana illegal logging sudah tertera di dalam UU No
18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, bahwa perusakan
hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara
yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih. Hal tersebut mengancam
kelangsungan kehidupan masyarakat, oleh karenanya illegal logging disebut juga dengan
istilah transnational crime (kejahatan lintas negara) dan extra ordinary crime (kejahatan luar
biasa).
Kejahatan illegal logging seperti yang digambarkan di atas, tidaklah cukup jika hanya
dibingkai dalam pidana pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Illegal logging telah
menjadi kejahatan luar biasa yang mengancam kelangsungan hidup. Karena itu, berbagai
analisa ilmiah (sebagai syarat menentukan pidana) tentanag berbagai jenis baku mutu dalam
undang-undang lingkungan hidup seolah menjadi “penghambat” upaya menindak para
pelaku kejahatan illegal logging. Kajian tentang batasan agar dapat disebut sebagai
pencemaran dan perusakan lingkungan juga dapat menjadi jalan masuk untuk mengingkari
kejahatan yang luar biasa ini.
Kenyataan lainnya, ditemukan bahwa dalam kejahatan illegal logging yang turut terlibat
tidak hanya perusahaan-perusahaan besar, melainkan juga birokrasi dan pemerintah. Peran
pemerintah seringkali muncul dalam perizinan, atau dalam kebijakan mengubah status hutan
lindung menjadi hutan produksi agar perusahaan dapat memperoleh “legal standing” untuk
melakukan illegal logging. Tentunya ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi
yang besar.
Berbagai polemik inilah yang membuat Proses Penegakan Hukum Tindak Pidana
Kehutanan khsusnya illegal Loging, tidak pernah di junctokan dengan ketentuan UU
Lingkungan Hidup berkaitan dengan dampak atau akibat dari illegal Logging bagi
Lingkungan Hidup. Hal ini dilakukan agar upaya memerangi illegal logging yang adalah
transnational crime dan extra ordinary crime yang dampaknya sangat luas menjadi upaya
yang serius dan tegas.