Kelompok 6 Teori Sastra
Kelompok 6 Teori Sastra
Konsep atau pandangan mimesis hidup kembali setelah sekian lama tenggelam pada zaman
humanisme renaissance dan nasionalisme romantik. Humanisme Renaissance berupaya
menghilangkan perdebatan prinsipal antara sastra modern de sara lama dengan menggariskan
paham bahwa masing-masing karya sastra merupakan ciptaan unik yang memiliki visualisa
historis dalam zamannya (Levin dalam Taum, 1997: 45). lebih lanjut Levin (dalam Taum,
1997: 49) menegaskan bahwa dasar visualisasi historis ini telah dikembangkan pula dalam
zaman nasionalisme romantik, yang secara khusus meneliti dan menghidupkan kembali
tradisi-tradisi asli berbagai negara dengan suatu perbandingan geografis. kedua pandangan
tersebut kemudian diwariskan pada zaman berikutnya yakni pada zaman positivisme ilmiah.
Pada zaman positivisme ilmiah, muncul tokoh sosiologi sastra terpenting yaitu
Hippolyte Taine (1766-1817). Dia adalah seorang sejarawan dan kritikus naturalis Prancis
yang sering dipandang sebagai peletak dasar bagi sosiologi sastra modern (Taum, 1997:49).
Seorang Taine mempunyai terobosan yang sangat penting dengan merumuskan
pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dengan menggunakan metode-
metode seperti yang digunakan dalam ilmu alam atau ilmu pasti. Seorang Taine
menyebutkan bahwa sebuah karya sastra dapat dijabarkan dan dijelaskan menurut
tiga faktor, yaitu ras, momen, dan lingkungan (Taum, 1997: 49). Ras yang dimaksud
adalah segala sesuatu yang diwarisi manusia dalam jiwa dan raganya. momen adalah situasi
sosial politik yang terjadi dalam suatu periode tertentu. Sedangkan, lingkungan meliputi
alam, iklim, dan sosial masyarakat tertentu. Bila seorang pembaca mengetahui fakta tentang
ras, lingkungan, dan momen, maka pembaca/penikmat sastra tersebut dapat memahami
dengan baik iklim suatu kebudayaan yang mampu melahirkan seorang pengarang beserta
karya-karyanya. Lingkungan, ras, dan momen inilah yang menjadi faktor-faktor penentu
terbentuknnya struktur mental pengarang yang selanjutnya dapat diwujudkan menjadi suatu
karya sastra dan seni. konsep inilah yang kemudian menjadi mata rantai yang
menghubungkan kritik sastra dan ilmu-ilmu sosial.
C. ALIRAN SOSIOLOGI SASTRA
Aliran Frankfurt adalah sebuah aliran filsafat sosial yang dirintis oleh Hokheimer dan
Th. W. Adorno yang berusaha menggabungkan teori ekonomi sosial Marx dengan
psikoanalisis Freud dalam mengkritik sosial kapitalis (Hartoko dalam Taum, 1997:52).
Dalam bidang sastra, estetika Marxis aliran Frankfurt mengembangkan apa yang
disebut teori kritik. Teori kritik merupakan sebuah bentuk analisis kemasyarakatan
yang juga meliputi unsur-unsur aliran Marxis dan aliran Freud. Seni dan kesusastraan
mendapat perhatian istimewa dalam teori sosiologi Frankfurt, karena istilah satu-satunya
wilayah di mana dominasi totaliter dapat ditentang. Adorno mengkritik pandangan Lukacs
bahwa sastra berbeda dari pemikiran tidak mempunyai hubungan yang langsung dengan
realitas. Keterpisahan itu menurut Adorno justru memberikan kekuatan kepada seni untuk
mengkritik dan menegasi realitas, seperti yang ditunjukkan oleh seni-seni Avan Garde. Seni-
seni populer sudah bersekongkol dengan sistem ekonomi yang membentuknya sehingga tidak
mampu mengambil jarak dengan realitas yang sudah dimanipulasi oleh sistem sosial yang
ada. Mereka memandang sistem sosial sebagai sebuah totalitas yang di dalamnya semua
aspek mencerminkan esensi yang sama. Adorno menolak teori-teori tradisional tentang
kesatuan dan pentingnya individualitas atau mengenai bahasa yang penuh arti karena hanya
membenarkan sistem sosial yang ada. Menurutnya drama menghadirkan pelaku-pelaku tanpa
individualistis dan klise-klise bahasa yang terpecah-pecah, diskontinuitas wacana yang
absurd, penokohan yang membosankan dan ketiadaan alur. Semuanya itu menimbulkan efek
estetik yang menjauhkan realitas yang dihadirkan dalam sebua drama. Inilah sebuah
pengetahuan tentang eksistensi dunia modern sekaligus pemberontakan terhadap tipe
masyarakat suatu dimensi.
Santosa dan Wahyuningtyas (2011, hlm. 24) menyatakan, karya sastra itu unik karena
merupakan perpaduan antara imajinasi pengarang dengan kehidupan sosial yang
kompleks. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa karya sastra dapat dianggap sebagai
cermin kehidupan sosial masyarakatnya karena masalah yang dilukiskan dalam karya sastra
merupakan masalah-masalah yang ada di lingkungan kehidupan pengarangnya sebagai
anggota masyarakat. Di sinilah keduanya bertemu kembali dan menyiratkan bahwa harus
terjadi interaksi interdisiplin dalam mengkaji suatu karya sastra. Pembagian sosiologi
sastra:
1.Sosiologi Pengarang
Sosiologi pengarang berhubungan dengan profesi pengarang dan institusi sastra.
Masalah yang dikaji antara lain dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial,
status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan
pengarang di luar karya sastra. Dapat dikatakan bahwa sosiologi pengarang adalah
kajian sosiologi sastra yang memfokuskan perhatian pada pengarang sebagai pencipta
karya sastra (Wiyatmi, 2013, hlm. 29).
Dalam sosiologi pengarang, pengarang sebagai pencipta karya sastra dianggap merupakan
makhluk sosial yang keberadaannya terikat oleh status sosialnya dalam masyarakat, ideologi
yang dianutnya, posisinya dalam masyarakat, juga hubungannya dengan pembaca. Dalam
penciptaan karya sastra, campur tangan penulis sangat menentukan, karena realitas yang
digambarkan dalam karya sastra ditentukan oleh pikiran penulisnya (Caute dalam Junus,
1986, hlm. 8). Meskipun begitu, realitas yang digambarkan dalam karya sastra sering kali
bukanlah realitas apa adanya, tetapi realitas seperti yang diidealkan pengarang. Tidak heran
jika beberapa karya sastra mencampuradukkan realitas dan imajinasi pengarang di dalamnya.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap karya sastra melalui sosiologi pengarang
membutuhkan data dan interpretasi sejumlah hal yang berhubungan dengan pengarang.
2.Sosiologi Karya Sastra
Sosiologi karya sastra adalah kajian sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra dalam
hubungannya dengan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat (Wiyatmi,
2013, hlm. 45). Sosiologi sastra ini berangkat dari teori mimesis Plato, yang
menganggap sastra sebagai tiruan dari kenyataan.
Fokus perhatian sosiologi karya sastra adalah pada isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain
yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial (Wellek
dan Warren, 1994 dalam Wiyatmi, 2013, hlm. 45).
3.Sosiologi Pembaca
Sosiologi pembaca merupakan salah satu model kajian sosiologi sastra yang
memfokuskan perhatian kepada hubungan antara karya sastra dengan pembaca
(Wiyatmi, 2013, hlm. 60).
permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra, sejauh mana karya sastra
ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial
(Wellek dan Warren, 1994 dalam Wiyatmi, 2013, hlm. 60).
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI SOSIOLOGI SASTRA
KELEBIHAN
Melalui penelitian sosiologi sastra, para peneliti akan memperoleh manfaat penting,
yaitu:
(1) Memahami riak gelombang sosial yang diobsesikan oleh sastrawan.
(2) Memahami pengaruh timbal balik antara sastra dan masyarakat.
(3) Memahami sejauhmana resepsi masyarakat terhadap karya sastra. Dari penelitian
tersebut, setidaknya akan terdeteksi karya-karya sastra mana yang memiliki pengaruh
besar terhadap perkembangan sosial.
KEKURANGAN
E.PENGAPLIKASIAN
Sosiologi Pengarang
Meskipun begitu, realitas yang digambarkan dalam karya sastra sering kali
bukanlah realitas apa adanya, tetapi realitas seperti yang diidealkan
pengarang. Tidak heran jika beberapa karya sastra mencampuradukkan
realitas dan imajinasi pengarang di dalamnya. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap karya sastra melalui sosiologi pengarang membutuhkan data dan
interpretasi sejumlah hal yang berhubungan dengan pengarang.
Fokus perhatian sosiologi karya sastra adalah pada isi karya sastra, tujuan,
serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang
berkaitan dengan masalah sosial (Wellek dan Warren, 1994 dalam Wiyatmi,
2013, hlm. 45). Sosiologi karya sastra mengkaji sastra sebagai cermin
masyarakat. Apa yang tersirat dalam karya sastra dianggap
mencerminkan atau menggambarkan kembali realitas yang terdapat
dalam masyarakat.
1. isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam
karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial;
2. mengkaji sastra sebagai cermin masyarakat atau bias realita dari
kenyataan; dan
3. mengkaji sastra sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat
kenyataan sosiobudaya suatu masyarakat pada masa tertentu
(Junus, 1986).
Sosiologi Pembaca
Pembaca