MAKALAH
Kelompok 2
JOMBANG
TAHUN 2023
PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan anugrah-Nya, sehingga kami selaku mahasiswa Sekolah Tinggi
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Jombang
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dapat menyelesaikan makalah ini
pada tanggal 3 April 2023. Makalah ini disusun berdasarkan riset pustaka yang
kami lakukan untuk mendapatkan hasil yang valid.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Heny
Sulistyowati, M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah teori belajar bahasa,
karena sudah membimbing kami. Dan kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini. Sehingga pembuatan atau penyusunan makalah ini dapat selesai tepat
waktu.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 6
2.1 Definisi Variasi Bahasa .......................................................................... 6
2.2 Bentuk Variasi Bahasa dari Segi Penutur................................................ 7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 11
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ....................................................... 11
3.2 Sumber Data ......................................................................................... 12
3.3 Tahap Penelitian ................................................................................... 12
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 13
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................ 14
3.6 Keabsahan Data .................................................................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 17
4.1 Data Narasumber .................................................................................. 17
4.2 Transkrip ............................................................................................... 18
4.3 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 23
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 27
5.1 Simpulan ............................................................................................... 27
5.2 Saran ..................................................................................................... 27
DAFTAR REFRENSI ........................................................................................ 28
LAMPIRAN ........................................................................................................ 29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
putra H. M. Sholeh, yaitu H. Nur Asnawi yang baru pulang dari berguru Agama
Islam di Mekah selama sebelas tahun. Di Bawah kendali H. Nur Asnawi pondok
ini dikembalikan pada ajaran Islam yang benar yaitu murni berdasarkan
Kitabillahi dan Sunah Nabi, Al Quran dan Al Hadist.
Bahkan pada tahun 1960-an dua orang tokoh komunis setempat, Bpk.
Manijan dan Bpk. Sudirman, menyatakan masuk Islam dan memperdalam ilmu
agama di Pondok Pesantren Nurul Azizah Balungjeruk. Juga putra H. Kusni, H.
Kusmadi, yang semula aktif di organisasi Pemuda Muhammadiyah akhirnya
mengikuti jejak ayahnya hijrah ke Lembaga Dakwah Islam Indonesia pada tahun
1967. Sejak tahun 1975, H. Kusmadi hingga saat ini dipercaya memimpin Pondok
Pesantren Nurul Azizah Balungjeruk.
Kota Madiun adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota
terbesar ke-4 di Jawa Timur setelah Surabaya, Malang dan Kediri. Di kota ini
terdapat Industri Kereta Api (INKA) yang merupakan pabrik pembuatan kereta
api terbesar se-Asia Tenggara dan memiliki sekolah tinggi perkeretaapian, yakni
salah satunya Politeknik Perkeretaan Indonesia. Kota Madiun mendapat julukan
2
sebagai “Kota Gadis”, “Kota Brem”, “Kota Pecel”, “Kota Sastra”, “Kota Pelajar”,
“Kota Kereta”, “Kota Budaya”, “Kota Industri”, “Kota Karismatik”, dan “Kota
Pendekar”. Bahasa Jawa Madiun dipergunakan di Kawasan Jawa Timur kadipaten
Mediyun atau yang sekarang kota Madiun, ciri utamanya yaitu dalam intonasi.
Orang Madiun sering memberi tekanan pada suku kata pertamanya.
3
Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di
Kawasan Jabodetabek setelah Bekasi dan Depok. Masyarakat Kabupaten
Tangerang memiliki kultur budaya campuran Betawi dan Priangan. Masyarakat
Kabupaten Tangerang berbahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa
Sunda sebagai bahasa daerah. Ada juga bahasa Jawa yang merupakan bahasa
pendatang dari luar Kabupaten Tangerang yang umumnya para pekerja di
kawasan industri Kabupaten Tangerang.
Bekasi merupakan salah satu kota yang terdapat di provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Nama Bekasi berasal dari kata bagasasi yang artinya sama dengan
candrabaga yang tertulis di dalam Prasas Tuguti era Kerajaan Tarumanegara, yaitu
nama sungai yang melewati kota ini.
1. Manfaat Teoritis
4
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
b. Bagi Pembaca
5
BAB II
LANDASAN TEORI
6
dibicarakan, dan menurut medium pembicara. Berdasarkan beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan variasi bahasa adalah suatu bentuk atau ragam bahasa
yang terjadi karena adanya interaksi sosial manusia yang berbeda didalam
lingkungannya dalam hal pemakaian atau penggunaan bahasa di dalam
masyarakat itu sendiri.
1.) Idiolek adalah ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Ragam idiolek ini
berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat.
Namun yang paling dominan adalah warna suara, sehingga jika tidak cukup
akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa
7
melihat orangnya, kita dapat mengenalinya. Mengenali idiolek seseorang dari
bicaranya memang lebih mudah daripada melalui karya tulis.
2.) Dialek adalah ragam bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif,
yang berada pada suatu tempat, wilayah tempat atau area tertentu. Karena
dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka
dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Para
penutur dalam suatu dialek meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-
masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai dialeknya.Dialek memiliki
ciri-ciri yaitu dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-
beda yang memiliki ciri-ciri umum masing-masing lebih mirip sesamanya
dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa lain dan dari bahasa yang
sama dan ciri yang lainnya merupakan dialek tidak harus mengambil seluruh
bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Para penutur dalam suatu dialek meskipun
mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang
yang menandai dialeknya juga.
8
c.) Perbedaan anomasiologis yang menunjukan nama yang berbeda
berdasarkan satu konsep yang diberikan di beberapa tempat yang
berbeda.
d.) Perbedaan semasiologis, yaitu pemberian nama yang sama untuk
beberapa konsep yang berbeda.
e.) Perbedaan morfologi
3.) Kornolek adalah variasi bahasa yang memiliki kata lain temporal, yakni
variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial tertentu. Misalnya,
variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi bahasa yang
digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini.
Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal,
ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Disamping itu di dalam bahasa ada
berbagai variasi bahasa variasi bahasa dari segi penutur. Salah satunya
kronolek atau dialek temporal.
4.) Sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan
kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya variasi bahasa
ini banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk
membicarakannya, karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para
penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan,
keadaan sosial ekonomi dan sebagainya. Berdasarkan usia dapat dilihat
perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang
dewasa, dan orang yang tergolong lansia (lanjut usia). Perbedaan variasi
bahasa di sini bukanlah yang berkenaan dengan isisnya, isi pembicaraan
melainkan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis dan juga kosa
katanya.
a.) Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu variasi bahasa yang digunakan
tingkat usia. Misalnya variasi bahasa anak-anak akan berbeda dengan
variasi remaja atau orang dewasa.
9
b.) Variasi bahasa berdasarkan terkait dengan tingkat pendididkan si
pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya mengenyam pendidikan
sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang yang lulus
sekolah menengah atas akan berbeda penggunaan variasi bahasanya
dengan mahasiswa atau para sarjana.
c.) Variasi bahasa berdasarkan seks adalah variasi bahasa yang terkait
dengan jenis kelamin dalam hal pria atau wanita. Misalnya, variasi
bahasa yang digunakan oleh ibu-ibu akan berbeda dengan variasi bahasa
yang digunakan oleh bapak-bapak.
d.) Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa yang terkait
dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para penguna bahasa tersebut.
Misalnya, variasi yang digunakan oleh para buruh guru, dokter, dan lain
sebagian tentu mempunyai perbedaan variasi bahasa.
e.) Varisi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan adalah variasi yang
terkait dengan tingkat dan kedudukan kebangsawanan atau raja-raja
dalam masyarakat. Misalnya adanya perbedaan variasi bahasa yang
digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam
bidang kosa kata, seperti kata mati digunakan untuk masyarakat biasa,
sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.
f.) Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur adalah variasi
bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi berdasarkan tingkat
kebangsawanan hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai
warisan sebagaimana halnya dengan tingkat kebangsawanan. Misalnya,
seorang yang mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai
variasi bahasa yang berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat
ekonomi lemah.
10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
11
yang bentuknya hanya potongan percakapan maupun keseluruhan dari suatu
percakapan baik dalam bentuk kata ataupun kalimat.
12
Merekam, menyimak dan mencatat masalah yang ada merupakan aktivitas
yang juga dilakukan dalam tahap ini. Topik pembahasan dalam rekaman video
adalah jajanan ringan yang sering dituju para santri di pesantren Nurul Azizah
Balongjeruk. Hasil rekaman tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah
variasi bahasa yang ditinjau dari segi penutur pada santri di pesantren Nurul
Azizah Balongjeruk.
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa peristiwa, perilaku, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar.
Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (Sutopo,
2006:75).
13
puluh tiga detik. Metode tersebut dilakukan dengan merekam perbincangan santri
antar daerah kemudian memahami video hasil observasi tersebut, dan setelah itu
dianalisis secara teliti. Tak hanya itu, untuk menunjang metode simak digunakan
teknik catat. Teknik tersebut bertujuan agar dapat mempermudah peneliti dalam
menganalisis data. Penelitian ini dilaksanakan pada :
Pukul : 09.30
Lokasi : Balongjeruk
Durasi : 05:33
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu
mengumpulan data, mengelola data dan menyimpulkan data. Adapun
penjelasannya secara menyeluruh sebagai berikut:
Mengumpulkan Data
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data dengan cara merekam dan
menyimak serta mencatat hasil transkrip video yang dianggap dalam bentuk
variasi bahasa dari segi penutur.
Mengelola data
Pada tahap ini, peneliti mengelola data yang sudah ditemukan. Kemudian,
pada setiap data akan diberi warna untuk mempermudah penganalisaan data.
setelahnya dianalisis dengan mengaitkan data pada teori.
Berikut warna yang digunakan:
- Risti : Biru
14
- Wella : Merah muda
- Harum : Merah
- Laras : Kuning
- Luluk : Ungu
- Mira : Hijau
Menyimpulkan Data
Pada tahap ini, peneliti akan menyimpulkan data yang telah dikelola secara
rinci agar memudahkan pembaca dalam memahami isi pada variasi bahasa
yang ditinjau dari segi penutur pada santri di pesantren Nurul Azizah
Balongjeruk.
15
BAB IV
16
4.2 Transkrip
Harum (Tangerang) : “Risti mana Risti? Dari tadi tak ada muncul-muncul dia?”
Harum (Tangerang) : “Ey, dari mana saja kau ini?”
Risti (Tarakan) : “Biasalah, habis dari pak Sholeh.”
Harum (Tangerang) : “Pak sholeh mana kau?”
Risti (Tarakan) : “Gama satu.”
Harum (Tangerang) : “Ngapain kau di sana?”
Risti (Tarakan) : “Cuci-cuci mata.”
Harum (Tangerang) : “Mau cuci mata? Dengan siapa kau?”
Risti (Tarakan) : “Sendirilah.”
Harum (Tangerang) : “Kau tidak ajak aku ta?”
Risti (Tarakan) : “Siapa juga yang mau ajak ko?”
Harum (Tangerang) : “Ey aku mau ikute, aku ogah ada di sini.”
Laras (Lamongan) : “Heh, gak usah takon-takon neh.”
Harum (Tangerang) : “Apa itu takon-takon? Saya tidak paham dengan bahasa
kau yang itu.”
Luluk (Bekasi) : “Lo kebanyakan nanya itu artinya.”
Harum (Tangerang) : “Memang aku kepo. Kenapa memangnya?”
Harum (Tangerang) : “Mira mana Mira? Ikutan mejeng dia kayaknya, Mira
Mira.”
Luluk (Bekasi) : “Nih, baru dateng nih.”
Mira (Karawang) : “Nyaho teu si guys?”
Harum (Tangerang) : “Dateng-dateng langsung ngajak gibah kau ini.”
Mira (Karawang) : “Nyaho teu si, urang nemuin pentol anyar.”
Luluk (Bekasi) : “Apaan tuh?”
Harum (Tangerang) : “Apaan?”
Risti (Tarakan) : “Apa sih?”
Mira (Karawang) : “Namanya pentol pak Sri ngeunah pisan ceunah mah.”
17
Harum (Tangerang) : “Ey, kalau kau bicara dengan bahasa yang banar lah, sa
tidak paham yang kau bicarakan itu apa.”
Mira (Karawang) : “Lah, aku teh bicara teh senyunyur-nyunyurnya,
sebenar-benarnya gitu ya.”
Harum (Tangerang) : “Ngomong apa kau ini dari tadi?”
Mira (Karawang) : “Aya pentol anyar di ditu tah di eta di deket masjid
Antiq.”
Harum (Tangerang) : “Di mana?”
Mira (Karawang) : “Di deket masjid Antiq.”
Harum (Tangerang) : “Pentol apa namanya?”
Mira (Karawang) : “Di harepeun, di harepeun masjid Antiq pas eta teh.”
Harum (Tangerang) : “Biar saya tanya, pentol apa namanya?”
Mira (Karawang) : “Pentol pak Sri.”
Harum (Tangerang) : “Pentol pak Sri?”
Mira (Karawang) : “Iya.”
Harum (Tangerang) : “Nampak tak jelas itu namanya, pak Sri.”
Mira (Karawang) : “Emang gitu namanya pentol pak Sri.”
Wella (Madiun) : “Jinjja?”
Harum (Tangerang) : “Berapaan?”
Mira (Karawang) : “Murah pisan, murah pisan eta mah.”
Risti (Tarakan) : “Bote bote, lebih enakan pentol bu Jamil dari pada pentol
pak Sri.”
Harum (Tangerang) : “Nah, bu Jamil selalu di hati.”
Mira (Karawang) : “Lah, nya kan eta mah, nya kan eta mah, coba kita
nyoba nu anyar, nyona nu…”
Harum (Tangerang) : “Kau tau dari mana itu pentol pak Sri? Kau dengar atau
kau sudah cobain?”
Indi (Probolinggo) : “Udah lah”
Mira (Karawang) : “Sudah lah nu tadi ya? Ulah bohong.”
Risti (Tarakan) : “Halah, bote bote.”
18
Indi (Probolinggo) : “Iya salah, eh bener enak.”
Risti (Tarakan) : “Halah, bote bote.”
Mira (Karawang) : “Geus nyoba, cobaakeun euh ngeunah pisan dua rebu
dapet loba.”
Luluk (Bekasi) : “Ih kok murah banget ya?”
Harum (Tangerang) : “Itu lobanya, loba asli atau loba pilokan?”
Mira (Karawang) : “Lah, eta nya aya tahu isina teh, aya pentol.”
Indi (Probolinggo) : “Ada kerupuknya.”
Mira (Karawang) : “Iya aya kerupuk euh ngeunah, cobakeun ayeuna mah
hayu urang anter.”
Luluk (Bekasi) : “Mbak Mira, lo mau biliin gue?”
Harum (Tangerang) : “Gak ada duit aku, kau mau bayarin aku?”
Mira (Karawang) : “Nya embung urang mah gak ada duit, maneh weh duit
maneh weh.”
Harum (Tangerang) : “Duit ku habis.”
Mira (Karawang) : “Nya uwis, ngambil weh di admin.”
Harum (Tangerang) : “Pak Basit yang jaga, aku males kalau dia yang jaga.”
Mira (Karawang) : “Nya dialungkeun weh, eta tah diperangkeun.”
Harum (Tangerang) : “Kau maju dulu.”
Mira (Karawang) : “Perang pak Basit, perang.”
Harum (Tangerang) : “Tidak mau perang dengan bapak-bapak, kalau diwayuh
gimana?”
Mira (Karawang) : “Nya diwayuh mah diwayuh weh.”
Harum (Tangerang) : “Kau mau ta jadi istri ke dua?”
Mira (Karawang) : “Nya embung urang mah.”
Harum (Tangerang) : “Ya uwes aku juga gak mau.”
Mira (Karawang) : “Nya geus ayo pulang weh beli pentol pak Basit, eh pak
Sri.”
Harum (Tangerang) : “Kalau bicara tuh pakai bahasa yang benar, sa tidak
paham yang kau bicarakan itu apa?”
19
Indi (Probolinggo) : “Udah gak usah marah-marah.”
Risti (Tarakan) : “Ges tau ndak ges?”
Luluk (Bekasi) : “Apa tuh?”
Harum (Tangerang) : “Apa?”
Risti (Tarakan) : “Ada info baru ges?”
Luluk (Bekasi) : “Apa?”
Risti (Tarakan) : “Tau ndak? Ada pamong gedung tiga sok-sokan banget,
ya Allah kalau jalan.”
Harum (Tangerang) : “Kenapa?”
Mira (Karawang) : “Iya cuy.”
Harum (Tangerang) : “Kenapa?”
Mira (Karawang) : “Teu wadul urang mah, eta teh urang teh keur nyokot
kartu.”
Harum (Tangerang) : “Ey, kau bicara apa sih?”
Laras (Lamongan) : “Iya ih.”
Risti (Tarakan) : “Pelan-pelan ba, pelan-pelan ba, pelan-pelan aja.”
Harum (Tangerang) : “Kita gak ngerti yang kau bicarakan apa tadi.”
Wella (Madiun) : “Lanjot-lanjot, lanjot Risti terusno.”
Risti (Tarakan) : “Sebentar ba.”
Mira (Karawang) : “Selow ih.”
Harum (Tangerang) : “Lanjut yang kau bicarakan.”
Risti (Tarakan) : “Sudah, tunggu ya?”
Harum (Tangerang) : “Sudah biarkan saja”
Risti (Tarakan) : “Dia tuh kalau jalan suka maju-majuin dadanya, apaan sih
jijik banget. Kayak apa sih, celeda sok cantik banget,
celeda.”
Harum (Tangerang) : “Emang orangnya gini?”
Risti (Tarakan) : “Sama aja gincu, sama celedanya tuh kalau mau di pak
Sholeh”
20
Harum (Tangerang) : “Iya? Ih cabe sekali dia tuh memang. Eh kau tau mas
siaga di sana yang lagi jaga?”
Risti (Tarakan) : “Siapa ba?”
Harum (Tangerang) : “Yang suka jalan malam pake pantofel sepatunya.”
Risti (Tarakan) : “Pakai pentol?”
Harum (Tangerang) : “Pantofel. Pentol saja pikiran kau ini, kau lapar atau
tidak?”
Risti (Tarakan) : “Laper banget.”
Harum (Tangerang) : “Minta Mira belikan.”
Luluk (Bekasi) : “Iya, lo kan banyak duit.”
Harum (Tangerang) : “Katanya kau berduit.”
Mira (Karawang) : “Embung.”
Harum (Tangerang) : “Yang habis dari admin ini loh, baru-baru dari admin.”
Luluk (Bekasi) : “Kayaknya duit gue udah habis deh.”
Risti (Tarakan) : “Makanya ambil sedikit-sedikit, sudah habis kapok.”
Mira (Karawang) : “Naon si teh ngomong naon? Aing teu nyaho sia
ngomong naon.”
Harum (Tangerang) : “Kalau bicara tuh yang benar kau, diajar kan kau dari
orang-orang guru.”
Indi (Probolinggo) : “Loh, mbak wella mana?”
Risti (Tarakan) : “Kemana ba dia? Tadi masih di sini si wella.”
Harum (Tangerang) : “Tasnya loh tadi ada di sini.”
Luluk (Bekasi) : “Wah minggat tanpa izin.”
Harum (Tangerang) : “Oh, coba lihat jam berapa sekarang?”
Laras (Lamongan) : “Sebelas.”
Harum (Tangerang) : “Oh, sudah selesai istirahatnya, pantesan.”
Risti (Tarakan) : “Sudah jam sebelas ya ges? Aku keluar duluan ya?”
Laras (Lamongan) : “Iya.”
Harum (Tangerang) : “Aku juga.”
21
Laras (Lamongan) : “Gak usah.”
Risti (Tarakan) : “Ih tunda dulu tunda dulu, biar gak ketahuan sama si
gurunya.”
Laras (Lamongan) : “Iya.”
Luluk (Bekasi) : “Iya dua-dua.”
Harum (Tangerang) : “Oh, iya caranya gitu ya? Ya sudah kau duluan.”
Risti (Tarakan) : “Habis itu ko susul nanti. Duluan ya ges?”
Luluk (Bekasi) : “Nanti keluar dua lagi.”
Laras (Lamongan) : “Aku habis ini, habis ini.”
Harum (Tangerang) : “Aku habis mu ya? Eh kita berdua aja ya, Mir?”
Mira (Karawang) : “Ya udah ayo.”
Laras (Lamongan) : “Eh, bentar lah.”
Harum (Tangerang) : “Sabar dulu lah, nanti kita ketahuan gimana? Ey
memang.”
Luluk (Bekasi) : “Lo tunggu bentar.”
Harum (Tangerang) : “Eh sudah yuk, saya duluan, ya? Nanti kau.
Assalamu’alaikum?”
Mira (Karawang) : “Heula nya, urang heula.”
Luluk (Bekasi) : “Wa’alaikum salam.”
Laras (Lamongan) : “Kita berdua?”
Luluk (Bekasi) : “Kayaknya udah deh, udah yuk cepetan. Aduh mereka
ningalin kita-kita.”
4.3 Hasil
Dalam video hasil observasi dari variasi bahasa dari segi penutur pada
santri di pesantren Nurul Azizah Balongjeruk memiliki latar belakang penutur
yang sangat beragam. Berdasarkan dari setiap penuturannya akan memiliki variasi
bahasa yang berkaitan dengan idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Berikut
adalah hasil analisis dari video hasil observasi dari variasi bahasa dari segi
penutur pada santri di pesantren Nurul Azizah Balongjeruk.
22
Tabel 1. Kosa Kata Dialek Tarakan
No Warna Kosa Kata Terjemahan Bahasa Keterangan
Data Dialek Indonesia
1 Biru Ko
2 bote bote
3 Ges
4 ndak ges
5 Info
6 Ndak
7 Ba
8 celeda
9 gincu
10 celedanya
23
6 kepo
7 mejeng
8 gibah kau
9 Sa
10 tak
11 lobanya
12 loba
13 loba pilokan
14 diwayuh
15 uwes
16 cabe
24
1 Hijau nyaho teu si guys
2 urang
3 anyar
4 ngeunah pisan
ceunah mah
5 teh
6 teh senyunyur-
nyunyurnya
7 aya
8 anyar di ditu tah
di eta
9 harepeun
10 pas eta teh
11 pisan
12 pisan eta mah
13 nya kan eta mah
14 nu anyar
15 nyona nu
16 Nu
17 ulah bohong
18 geus
19 cobaakeun euh
ngeunah pisan dua
rebu dapet loba
20 eta nya aya tahu
isina teh
21 aya kerupuk euh
ngeunah
22 cobakeun ayeuna
mah hayu urang
anter
25
23 nya embung urang
mah
24 maneh weh duit
maneh weh
25 Nya uwis
26 weh
27 nya dialungkeun
weh
28 eta tah
diperangkeun
29 nya diwayuh mah
diwayuh weh
30 nya embung urang
mah
31 nya geus
32 cuy
33 teu wadul urang
mah
34 eta teh urang teh
keur nyokot kartu
35 selow
36 embung
37 naon si teh
ngomong naon
38 aing teu nyaho sia
ngomong naon
39 heula nya
40 urang heula
4.4 Pembahasan
Dalam video hasil observasi dari variasi bahasa dari segi penutur pada
santri di pesantren Nurul Azizah Balongjeruk memiliki latar belakang penutur
26
yang sangat beragam. Berdasarkan dari setiap penuturannya akan memiliki variasi
bahasa yang berkaitan dengan idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Berikut
adalah pembahasan hasil analisis dari video hasil observasi dari variasi bahasa
dari segi penutur pada santri di pesantren Nurul Azizah Balongjeruk.
1. Idiolek
27
Laras : “Heh, gak usah takon-takon neh.”
Harum : “Apa itu takon-takon? Saya tidak paham dengan bahasa
kau
yang itu.”
Luluk : “Lo kebanyakan nanya itu artinya.”
Sebagaimana data di atas memperlihatkan jenis Bahasa Jawa dengan
dialek tepatnya di daerah Lamongan. Penggunaan kosakata “takon-takon”
dalam data di atas memiliki arti dalam Bahasa Indonesia “tanya-tanya”.
Harum : “Kenapa?”
28
Mira : “Iya cuy.”
Sebagaimana data di atas memperlihatkan ada kosakata yang
mengandung variasi bahasa kronolek. Kosakata tersebut adalah kata “cuy”.
Kata berasal dari bahasa gaul atau bahasa ABG dari ragam bahasa Indonesia
non standar yang lazim digunakan oleh anak muda. Jika diartikan dalam
bahasa Indonesia “kawan”.
Usia
Luluk : “Mbak Mira, lo mau biliin gue?”
Harum : “Gak ada duit aku, kau mau bayarin aku?”
Sebagaimana data di atas memperlihatkan percakapan antara Luluk dan
Harum. Dalam data tersebut terdapat kosakata “lo-gue” dimana pada bahasa
Indonesia memiliki arti aku dan kamu. Dari kedua kata tersebut sering
terdengar dalam percakapan, sehingga mereka memiliki keakraban yang
santai. Jadi dapat disimpilkan bahwa pada usia remaja memiliki bahasa yang
bervariasi.
Pekerjaan
Harum : “Oh, sudah selesai istirahatnya, pantesan.”
Risti : “Sudah jam sebelas ya ges? Aku keluar duluan ya?”
Laras : “Gak usah.”
Risti : “Ih tunda dulu tunda dulu, biar gak ketahuan sama si
29
gurunya.”
Sebagaimana data di atas memperlihatkan bahwa orang yang sedang
menempuh pendidikan di pesantren cenderung mengenal kata guru yang
dalam bahasa berarti seorang pendidik. Kata tersebut berhubungan dengan
aktivitas pekerjaan sebagai santri.
Ekonomi
Mira : “Geus nyoba, cobaakeun euh ngeunah pisan dua rebu
dapet loba.”
Luluk : “Ih kok murah banget ya?”
Sebagaimana data di atas memperlihatkan mengenai sosiolek ekonomi.
Data tersebut menceritakan mengenai harga pentol dengan harga terjangkau.
Dapat disimpulkan bahwa santri yang tinggal di pesantren pedesaan
cenderung memilih makanan yang sederhana.
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
31
DAFTAR REFERENSI
32
LAMPIRAN
33
c. Foto seluruh anggota kelompok 2 saat berada di lokasi observasi yakni
Pesantren Nurul Azizah di Balongjeruk
34